Anda di halaman 1dari 11

Nama

NIM
Shift
Kel.

: Farista Galuh Sandra


: 03121403003
:B
:4

GLISEROL
1.1.

Pengertian Gliserol
Gliserol adalah salah satu bahan kimia yang terpenting di dalam industri

obat-obatan, bahan makanan, komestik, bahan peledak, dan lain-lain. Penggunaan


griserol yang beragam tersebut mengharuskan produksi gliserol dibuat dalam
skala besar agar mampu memenuhi kebutuhan pasokan dalam berbagai industri.
Salah satu bahan baku dalam pembuatan gliserol adalah minyak, yang terdiri atas
minyak nabati dan minyak hewani. Gliserol ini juga merupakan salah satu bahan
baku pembentuk trigliserida, yang dapat membentuk ikatan ester dengan asam
lemak. Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk membuat gliserol
diantaranya saponifikasi minyak dan lemak dengan kaustik soda, hidrolisis lemak
dan minyak dengan katalis dan transesterifikasi dari trigliserida. Gliserol dapat
disebut juga dengan 1,2,3-propanatriol yang dimana memiliki rumus bangun
CH2OHCHOHCH2OH, selain itu gliserol berwujud cairan bening, higroskopis,
kental, dan terasa manis akan tetapi bersifat racun.

Gambar 1.1.1. Rumus Bangun Gliserol

Berikut adalah sifat-sifat gliserol :


Tabel 1.1.1. Sifat-sifat Gliserol

Sifat

Nilai

Berat molekul

92,09382 gram/mol

Viskositas pada suhu 20oC

1499 Cp

Panas spesifik pada suhu 26oC

0,5795 kal/g

Densitas

1,261 g/cm3

Titik leleh

18oC

Titik didih

290oC

1.2.

Pembuatan Gliserol

Gliserol dihasilkan dari pemecahan trigliserida dengan memakai beberapa


metoda yaitu:
1) Saponifikasi lemak dan minyak dengan kaustik soda yang merubahnya ke
bentuk sabun dan gliserin.
Ketika lemak dan minyak disaponifikasi dengan kaustik soda maka terjadi
reaksi sebagai berikut :

Gambar 1.2.1. Reaksi Saponifikasi dengan Kaustik Soda

Dari reaksi ini terbentuk sabun 8-12% dan sisanya merupakan gliserin.
Lemak dan minyak disaponifikasi melalui proses perebusan. Dimana lemak
dan minyak mula-mula dimasukkan kedalam ketel dan sabun ditakar sesuai
kebutuhan dengan konsentrasi sufisien dan garam yang ditambahkan.
Campuran tersebut kemudian direbus dengan optimal, memakai coil steam
tertutup, sampai saponifikasi hampir selesai. Sejumlah soda kaustik
ditambahkan dengan sengaja agar lebih banyak pada perhitungan stoikiometri,
Untuk memastikan bahwa sisa cairan sabun yang menyusun gliserin punya
alkalinitas minimum. Soda kaustik dalam sisa cairan sabun dinetralisir selama
perlakuan berikutnya berlangsung.
Trigliserida di atas merupakan trigliserida yang sederhana karena
merupakan trimester yang dimana terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam
lemak yang sama. Beberapa lemak atau minyak menghasilkan satu atau dua
ikatan ester yang akan terputus dan dihasilkan gliserol dan garam dari
asamlemaknya. Gliserol ini juga dapat dihasilkan dari reaksi hidrolisa

trigliserida yang dilakukan dengan tekanan dan temperature tinggi. Garam


dalam cairan yang dipakai perlu untuk menjaga sabun dalam hal ini dapat
terjadinya pemisahan dari sabun dan sisa cairan. Selanjutnya digambarkan
setelah diset dan ditransfer ke dalam proses pembuatan gliserin. Artinya,
sabun yang hilang selama perebusan dan penghitungan yang lengkap pada saat
pencucian untuk melengkapi saponifikasi dan menghasilkan gliserin sebanyak
mungkin sebelum habis menjadi sabun. Kelanjutan dari perebusan sabun,
yang merupakan praktek skala besar dipakai kolom pencucian bermacammacam atau sentrifugasi.
2) Pemecahan Lemak/Lemak atau Fat Splitting (Hidrolisis)
Minyak atau lemak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak dan
gliserol yang dimana membentuk gliserida, dan ester-ester tersebut dinamakan
trigliserida. Pada suhu kamar minyak berwujud fase cair, sedangkan lemak
dalam fase padat. Karakteristik trigliserida ditentukan oleh komponen dari
suatu asam lemak pembentuknya, karena sebagian besar dari komponen
trigliserida adalah asam lemak. Trigliserida yang direaksikan dengan air
dengan temperatur dan tekanan tertentu akan menghasilkan asam lemak dan
gliserol. Minyak atau lemak dapat dihidrolisis atau dipecah menjadi zat asam
yang mengandung lemak dan gliserin, reaksinya sebagai berikut :

Gambar 1.2.2. Reaksi Pemecahan Lemak (Hidrolisis)

Proses pemisahan lemak ada empat macam :


1)
2)
3)
4)

Proses Twitchell
Proses Autoclave Batch
Proses Kontinu
Proses secara Enzimatik

1) Proses Twitchell

Proses Twitchell merupakan proses yang mula-mula dikembangkan pada


splitting. Dimana pada proses ini masih menggunakan cara yang sederhana,
disebabkan murah serta kemudahan dari instalasi dan operasi. Tetapi proses ini
membutuhkan energi yang cukup besar dan kualitas produk yang rendah. Proses
splitting ini menggunakan reagen Twitchell dan H2S sebagai katalis dalam
hidrolisis. Reagennya adalah campuran dari oleic atau asam lainnya dengan
naptalen tersulfonasi.
Operasi terjadi dalam suatu wooden lead-lined, atau tong tahan asam.
Kandungan yang terdiri dari air yang jumlahnya dari lemak, H2S 1-2 % dan
reagen Twitchell 0,75-1,25% dipanaskan sampai mendidih dimana pada tekanan
atmosfer yang selama 36-48 jam, menggunakan steam terbuka. Proses biasanya
diulangi dua sampai empat kali, fasa tiap tahap menghasilkan larutan gliserin
dan air. Pada tahap akhir, air ditambahkan dan campuran dipanaskan kembali
hingga mendidih guna mencuci asam yang tertinggal. Pada periode reaksi yang
panjang, steam yang dibutuhkan menjadi tinggi dan diskolorisasi asam lemak
tidak merata sehingga pemakaian proses ini tidak menguntungkan.
2) Proses Autoclave Batch
Proses ini adalah metode komersial yang paling awal untuk hidrolisis umpan
minyak atau lemak dengan kualitas yang lebih baik untuk menghasilkan asam
lemak yang warnanya baik (light-colored). Proses ini lebih cepat dibandingkan
dengan proses Twitchell, yang butuh waktu selama 6-10 jam sampai selesai.
Hidrolisis menggunakan katalis zinc, Mg atau kalsium oksida. Dari semua
katalis yang paling aktif adalah zinc. Sekitar 2-4 % katalis yang digunakan dan
sejumlah dari serbuk zinc ditambahkan untuk meningkatkan warna dari asam
lemak.
Autoclave merupakan silnder yang tinggi, dengam diameter 1220-1829 mm
dan tinggi 6-12 m dibuat dari alloy yang tahan terhadap korosi (corrosionresistant alloy) dan terlindungi secara penuh. Penginjeksian steam menyebabkan
terjadinya pengadukan, meskipun pada beberapa kondisi digunakan mesin
pengaduk.

Dalam operasinya, autoclave diisi dengan lemak dan air yang jumlahnya
(sekitar dari lemak) dan katalis. Steam dihembuskan guna menggantikan
udara terlarut dan autoclave ditutup. Steam yang digunakan untuk menaikkan
tekanan sampai 1135 kPa dan diinjeksikan secara kontiniu, sementara sebagian
kecil kisi-kisi menjaga agitasi dan tekanan operasi. Konversi dapat dicapai lebih
dari 95% setelah 6-10 jam. Isi dari autoclave dipindahkan ke tangki, dimana
terbentuk asam lemak dibagian atas dan gliserin pada bagian bawah. Asam
lemak yang terbentuk ditambahkan asam mineral untuk memisahkan kandungan
sabun dan selanjutnya dilakukan pencucian kembali guna memisahkan sisa
asam mineral.
3) Proses Kontinu
Proses kontinu merupakan proses pemisahan lemak dengan menggunakan
suhu dan tekanan yang tinggi. Proses hidrolisis ini lebih dikenal dengan proses
Coltage-Emery, merupakan metode yang paling efisien dalam hidrolisis lemak.
Suhu dan tekanan tinggi dipergunakan untuk mempercepat waktu reaksi. Aliran
counter current dipenuhkan oleh minyak dan air guna menghasilkan suatu
derajat hidrolisis yang maksimal tanpa memerlukan katalis, tetapi katalis juga
dapat digunakan untuk meningkatkan laju reaksi.
Menara pemisah merupakan bagian utama dari proses ini. Kebanyakan dari
menara pemisah mempunyai konfigurasi sama dan dioperasikan dengan cara
yang sama. Tergantung dari kapasitas, menara bisa berkapasitas pad diameter
508-1220 mm dengan tinggi 18-25 m dan terbuat dari bahan tahan korosi seperti
baja stainless 316 atau campuran logam yang dirancang untuk beroperasi pada
tekanan sekitar 5000 kPa.
Dimana pada Gambar di bawah menunjukkan suatu rancangan Single-stage
Countercurrent splitting, lemak terdeaerasi dimasukkan dengan cincin sparge
(sparge ring) sekitar 1 meter dari dasar dengan sebuah pompa bertekanan tinggi.
Air terdapat pada bagian atas dengan perbandingan 0-50% dari berat lemak.
Temperatur pemisahan yang tinggi (250-260 oC) cukup menjamin agar air dapat
melarut dalam minyak, sehingga tidak diperlukan lagi alat untuk membuat air
dan minyak berkontak.

Volume kosong menara digunakan sebagai tempat reaksi. Lemak mentah


lewat sebagai fase yang saling bersentuhan dari dasar atas menara, sementara
cairan lebih berat mengalir turun sebagai fase terdispersi melewati campuran
lemak dan asam. Derajat pemisahan dapat dicapai hingga 99%. Proses continiu
countercurrent tekanan tinggi memecah lemak dan minyak dengan lebih efisien
dari pada proses lain dengan lama reaksi 2-3 jam.

Gambar 1.2.3. Single Stage Counter Current Splittin

4) Proses secara Enzimatik


Lemak atau minyak dapat terhidrolisis denagn adanya enzim alami. Proses
hidrolisis dengan enzim ini memakan biaya yang besar dan waktu reaksi yang
lama.
Hidrolosis enzimatik menggunakan enzim lipase dari Candida Rugosa,
Aspergillus niger, dan Rhizopus arrhizus pada kondisi suhu 26-46 dengan waktu
48-72 jam. Proses ini dapat mencapai konversi 98 %.
1.3.

Metoda Pencucian Gliserol


Gliserol diperoleh melalui proses produksi di atas belum lagi murni dan

harus melelui proses pemurnian konsentrasinya. Ada dua proses pemurnian yang
dipakai.
1) Metoda konvensional
Yaitu dengan cara memisahkan cairan sabun dari gliserol dengan
aluminium atau besi klorida dengan cara evaporasi, distilasi deodorisasi dan
bleaching.

Pada dasarnya, langkah-langkah memproduksi gliserin berkadar tinggi


dengan kemurnian 99% sama saja.penghasilan cairan sabun atau gliserol
ditambah asam mineral untuk pemecahan berbagai molekul sabun dan
pembebasannya dari asam lemak. pH disesuaikan dan alumunium atau besi
klrida sebagai floccolant ditambahkan untuk mendapatkan kemurnian ,yang
setelah itu disaring. Kemudian disesuaikan pHnya 6,5 ke atas, sebelum
diumpankan ke dalam evaporator.
Tipe evaporator yang memakai single atau multiple efek berdasarkan
volume material yang diproses. Gliserin kasar setelah evaporasi punya
konsentrasi 80-88%. Garam yang dipisahkan dan dikeluarka selama evaporasi
dari perlakuan cairan sabun gliserol. Akumulasi dalam tepat garam di bawah
evaporator. Basa direcover dan direcycle ke pembuatan sabun.
Gliserol kasar dari evaporator didistilasi dalam keadaan vakum 660-1330
Pa. panas didalamnya dijaga selama evaporasi agar temperature di bawah 2000
C. ini dilakukan untuk mencegah polimerisasi dan dekomposisi gliserin. Yang
dimulai pada suhu 2040 C. pengontrolan kondensaai dari pemisahan uap
gliserin dari uap air. Kondensasi gliserin yang mencapai 99% kemurnian
melalui deodorisasi dengan memasukka panas kedalamnya pada penampung
deodorisasi keadaan vakum. Gliserin akhirnya dibleaching dengan karbon
aktif dan disaring untuk menghasilkan konsentrasi lebih dari 99%.
2) Metoda Pertukaran Ion
Metoda pertukaran ion dari pemurnian gliserin merupakan hal lazim dan
diterima luas karena operasi yangsederhana dan energy konsumsi yang
rendah.metode ini didasarkan pada penggunaan resin penukar ion yang cocok
dan partikel yang sesuaiuntuk menyaring gliserin dari pemecahan lemak atau
transesterifikasi. Jika khaddar garam tinggi,pada saponifikasi perlu proses
untuk merubah garam tersebut. Pemurnian dengan pertukaran ion, tergantung
lanjutan sebelum penyaringan material berdasarkan hasil dengan memakai
kation kuat, anion lemah dan tempat campuran anion-kation kuat. Pertukaran
ion beroperasi secara efisien dengan cairan 24-40% gliserin. Caranya
berdasarkan eliminasi permukaan resin bekas asam lemak bebas, lemak hewan

dan mineral lain yang akan dimurnikan. Makanya konsentrasi pemurnian


cairan gliserin didasarkan pada evaporasi (penguapan) memakai multiple-efek
evaporator untuk memproduksi gliserin dengan kemurnian lebih dari 99%.
Akhir dekolorisasi berdasarkan dengan mengaktifkan permukaan karbon atau
perlakuan dengan karbon aktif berdasarkan filtrasi menghasilkan gliserin yang
bagus.
Perbandingan metode konvensional dengan metoda pertukaran ion.
Metoda konvensional butuh fleksibilitas lebih besar tapi memkai energi lebih
banyak, berdasarkan hal itu maka air harus diuapkan dan gliserin tersebut di
distilasi pada temperature yang lebih tinggi. Metoda pertukaran ion tidak
memakai energi tapi tidak bias dipakai untuk gliserol bila terdiri dari klorida
yang tinggi. Klorida kotor berada pada resin pertukaran ion.
1.4.

Penyulingan Gliserol
Penyulingan gliserol dilakukan dengan metode distilasi. Distilasi gliserol

dilakukan denagn menggunakan steam dibawah vakum tinggi dan peningkatan


tempertur. Tekanan uap gliserin pada tekanan udara 760 mmHg pada 290oC, dank
arena gliserol mulai berpolimerisasi pada 200oC, distilasi harus dilakukan pada
tekanan rendah. Saat distilasi berlangsung pada steam tekanan parsial gliserol
dikurangi, untuk menjaga tekanan total. Denagn persamaan sebagai berikut:

Berat Gliserin ( fasa uap ) Tekanan uap parsial Gliserin

Berat air ( fasa uap )


Tekanan uap parsial air

Distilasi gliserin dioperasikan pada tekanan absolute 5-6 mmHg dan


temperature 165oC. Reaksi kimia yang tidak diinginkan dapat terjadi dalam
gliserol mentah atau kasar. Pembentukan komponen Nitrogen dari proteinoeus
pada gliserin kasar (tidak dipindahkan dalam proses treatment) dengan gangguan
suhu. Bersama dengan produk dekomposisi yang rusak, impurities di dalam

gliserin ikut disuling. Oleh karena itu, sanagt penting membatasi waktu pada saat
temperature maksimum.
Pembentukan gliserol ester oleh reaksi sabun (Berat Molekul rendah)
dengan reaksi sebagai berikut :
C3H5(OH)3 + R-COONa

C3H5(OH)2-O-CO-R

+ NaOH

Pembentukan polygliserol dengan bantuan NaOH yang sangat penting


untuk mengontrol alkalinity dari gliserol kasar ke level optimum. Pembentukan
acrolein (CH=CHCHO), dimana digunakan dalam menghilangkan bau zat yang
terkotaminasi. Jumlah total stripping stream dari distilasi sekitar 20% dari jumlah
gliserol yang diproses. Jumlah ini lebih besar dengan kualitas umpan yang kurang
baik. Bagaimanapun tidak semua steam diinjeksi, seperti air yang berasal dari
gliserin kasar (80%) mengalir menuju steam dan dibagi sesuai kebutuhan.
1.5.

Stabilisasi Dan Penyimpanan


Gliserol kasar dan encer mengandung sedikitnya beberapa materi suspensi

(endapan garam) yang harus dibuang selama proses penyimpanan. Kemudian


untuk menghindari bercampurnya material ini kedalam proses ketika luquor
diambil direkomendasikan untuk menggantikan nozel yang terletak dibawah level
terendah tanki serta pengosongan dan pencucian tanki secara periodik.
Larutan gliserol encer (< 50%) merupakan subjek untuk fermentasi yang
akan mengurangi yield dan mengakibatkan kemunduran produk gliserol yang
dihasilkan. Dan gliserol dijaga pada suhu 700C dan atau pada konsentrasi tinggi
yang akan mencegah masalah ini. Pertambahan konsentrasi gliserin akan
menyebabkan kesulitan dalam pemompaan. Pada suhu yang rendah karena
mamiliki viskositas yang tinggi maka direkomendasikan agar gliserol dipompa
pada suhu 40oC-500C, temperatur yang rendah akan menyebabkan kesulitan saat
pemompaan dan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan warna gliserol.
Jika menggunakan coil pemanas atau steam, penting untuk menggunakan tekanan
steam rendah sehingga tidak terlalu memanaskan gliserol dan mengakibatkn
rusaknya produk vesel basa direkomendasikan untuk mencegah pembentukan
asam lemak terdapat didalam tanki tersebut karena gliserin bersifat higrokopis

maka kelembaban dapat dihilangkan dari tanki penyimpanan gliserol. Gliserol


yang dipanaskan jangan disimpan didalam tanki yang terbuat dari tembaga atau
besi karena garam tembaga atau besi dapat mengkatalis reaksi oksidasi terhadap
gliserol pada kondisi tertentu.
1.6.

Aroma Dan Warna


Masalah warna dan rasa dapat dihindari dengan menggunakan bahan

mentah berkualitas, threating dan penyimpanan gliserol kasar dan mencegah


kenaikan suhu untuk waktu yang lama pengotor dalam gliserin kasar khususnya
zat organik bukan trigliserida menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas
gliserin yang disaring.
Jika zat organik bukan gliserida dikandung tinggi dari 3-5%, masalah
aroma, rasa dan warna akan timbul pada produk akhir. Trimetilen glikol yang ada
bersama zat organik bukan trigliserida dapat menyebabkan perubahan warna dari
gliserin dan menimbulkan masalah dalam penyimpanan.
1.7.

Manfaat Gliserol
Kegunaan dari gliserol sangat fenomenal, berdasarkan pengamatan hingga

1700 kegunaan telah diketahui. Gliserol secara luas digunakan dalam :


1)
2)
3)

Produk alami, tidak beracun dan aman untuk dikonsumsi manusia


Gliserol adalah humectant, emulsifier dan plasticiser yang baik
Kompatible dengan berbagai macam material dan bercampur dengan baik
Di bawah ini beberapa kegunaan dari gliserol :

1)
2)
3)
4)
5)
6)

Perekat, digunakan untuk plasticizing


Agriculture digunakan dalam bentuk spray dips
Antifrizer atau anti beku
Pembersih dan pengkilat
Pencegah korosi digunakan untuk melapisi permukaan logam
Kosmetik, misalnya, dalam krim kulit dan lotion, sampo dan hair

condisioner, sabun dan deterjen


7)
Bahan peledak untuk pembuatan trinitro gliserol
8)
Farmasi, untuk pembuatan antibiotik
9)
Resin
10)
Tekstil, untuk perlakuan antistik, anti shrink, dan water proofing.

DAFTAR PUSTAKA
Herman, Syamsu dan Khairat,. 2004. Kinetika Reaksi Hidrolisis Minyak Sawit
dengan Katalisator Asam Klorida. Jurusan Teknik Kimia, FT, Universitas
Riau, Pekanbaru.
Hui, Y.H. 1996. Baileys Industrial oil and Fat Products Volume 5, Edisi 5. New
York: Jhon Wiley and Sons, INC.
Khafiya, Nidaan. 2005. Prarancangan Pabrik Gliserol CP (Chemical Pure)
Pekanbaru: Teknik Kimia UNRI.
Sunardi. 2004. Prarancangan Pabrik Gliserin dari Crude Palm Oil (CPO).
Pekanbaru: Teknik Kimia UNRI.
Yuanita, helnanda. 2011. Pembuatan Gliserol. http://atlinayuanita.blogspot.com/
2011/05/pembuatan-gliserolgliserin.html. (Diakses pada 14 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai