Anda di halaman 1dari 7

Penutupan kolostomi: cara-cara untuk menghindari komplikasi

Andren Bischoff, Marc A. Levitt, Taiwo A. Lawal, Alberto Pena


Kata Kunci
infeksi tropis, diare, demam enterik, kolera, salmonella, shigella, resistensi
antimikrobia, vaksin enterik
Dipublikasikan secara online pada 17 Agustus 2010
Abstrak
Tujuan
Kolostomi adalah tindakan operatif yang seringkali dilakukan dalam operasi pediatri.
Di samping manfaatnya, kolostomi dapat memberikan morbiditas yang signifikan. Pada
publikasi sebelumnya, kami memaparkan pengalaman kami dalam menangani kesulitan dan
komplikasi yang terjadi pada saat kasus pembuatan kolostomi. Kami kini berfokus pada
morbiditas terkait penutupan kolostomi. Kami akan jelaskan rincian teknis yang mungkin
dapat berkontribusi pada morbiditas paling rendah yang sesuai pengalaman kami.
Metode
Rekam medis sejumlah 649 pasien yang menjalani penutupan kolostomi selama 28
tahun, ditelaah secara retrospektif untuk mencari komplikasi setelah prosedur penutupan
kolostomi. Protokol perioperatif kami untuk penutupan kolostomi terdiri atas: cairan jernih
melalui mulut dan irigasi stoma proksimal berulang 24 jam sebelum tindakan. Pemberian
antibiotik IV saat induksi anestesi dan dilanjutkan selama 48 jam. Teknik bedah yang baik
dan teliti meliputi: penyusunan stoma proksimal, plastic drape untuk mengunci lapangan
operasi, hemostatis yang teliti, tindakan untuk menghindari kontaminasi, pembersihan ujung
stoma untuk memudahkan pembentukan anastomosis yang tepat, anastomosis 2 lapisan jenis
end-to-end dengan jahitan separated long-term absorbable, irigasi yang baik pada rongga
peritoneum dan lapisan-lapisannya dengan larutan saline, penutupan lapis demi lapis untuk
mencegah dead space, dan pencegahan hematoma. Tak ada drain dan pipa nasogastrik yang
digunakan. Cairan oral diberikan sehari setelah operasi dan pasien diperbolehkan pulang 4872 jam setelah operasi.

Hasil
Diagnosis awal pasien-pasien adalah sebagai berikut: malformasi anorektal (583),
Hirchsprungs disease (53), dan lainnya (13), 10 pasien (1.5%) mengalami komplikasi: 6
mengalami obstruksi usus (5 karena adhesi usus kecil, 1 karena penundaan sementara dari
fungsi anastomosis karena perbedaan ukuran yang parah antara stoma distal dan proksimal
dengan suatu mikrokolon distal) dan hernia insisional. Tak ada kegagalan anastomosis dan
infeksi luka. Tak terdapat perdarahan, tak ada striktura anatomis dan tak ada mortalitas.
Kesimpulan Berdasarkan pada pengalaman, kami percaya bahwa penutupan kolostomi dapat
dilakukan dengan teramatinya morbiditas minimal yang dicapai dengan teknik yang baik dan
teliti.
Kata kunci: Kolostomi Malformasi anorektal Operasi kolonik
Pendahuluan
Kolostomi adalah operasi yang seringkali dilakukan pada bedah anak, khususnya
untuk kasus-kasus malformasi anorektal dan Hirschsprungs disease. Walaupun bermanfaat,
kolostomi dapat memberikan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan.
Menurut literatur, kegagalan anastomosis setelah penutupan kolostomi pada anak-anak dapat
terjadi dengan frekuensi yang bervariasi mulai dari 0 hingga 12.5%; dan infeksi luka dari 0.4
hingga 45%. Komplikasi lain seperti perdarahan, striktura anastomosis, dan kematian juga
telah dilaporkan terjadi pada anak-anak.
Pada publikasi sebelumnya, kami menyajikan evaluasi kami dalam hal kesulitan dan
komplikasi yang terjadi selama pembuatan kolostomi dalam jumlah pasien yang besar. Pada
telaah kali ini, kami memilih untuk berbagi rutinitas preoperatif, intraoperatif, dan posoperatif
untuk penutupan kolostomi, dengan penekanan khusus dalam teknik pembedahan, yang kami
yakini memiliki peran penting dalam mencapai angka morbiditas yang rendah.

Metode
Rekam medis, dari 649 pasien yang menjalani penutupan kolostomi selama lebih dari
28 tahun (1982-2010), ditelaah secara retrospektif untuk mencari komplikasi setelah prosedur
kolostomi tersebut. Semua kasus tersebut dilakukan oleh operator senior.
Protokol perioperatif kami untuk penutupan kolostomi terdiri atas: (1) rawat inap
sehari sebelum operasi; (2) pemberian cairan jernih melalui mulut; (3) irigasi stoma
proksimal berulang 24 jam sebelum tindakan; (4) pemberian antibiotik IV saat induksi
anestesi dan dilanjutkan selama 48 jam; (5) teknik bedah baik nan teliti yang meliputi:
penyusunan stoma proksimal, plastic drape untuk mengunci lapangan operasi, multiple silk
suture pada sambungan mukokutan stoma untuk memudahkan traksi uniform yang
memudahkan dokter bedah untuk mengidentifikasi plane diseksi yang tepat, sehingga sedekat
mungkin dengan dinding usus (Gambar 1, 5), hemostatis yang teliti, tindakan untuk
menghindari kontaminasi, pembersihan ujung stoma untuk memudahkan pembentukan
anastomosis yang akurat (Gambar 2, 5); suatu anastomosis 2 lapisan jenis end-to-end dengan
jahitan separated long-term absorbable ukuran benang 6-0, irigasi yang baik pada rongga
peritoneum dan lapisan-lapisannya dengan larutan saline, penutupan lapis demi lapis untuk
mencegah dead space, pencegahan hematoma, serta penutupan dengan collodium (Gambar
4,5). Pada tindakan posoperatif, tak ada drain dan pipa nasogastrik yang digunakan, dan
pasien hanya menerima diet cair jernih pada hari pertama setelah operasi, jika pasien tak
mengalami mual atau distensi usus. Sebagian besar pasien diperbolehkan pulang pada hari
kedua atau ketiga setelah operasi.
Hasil
Diagnosis awal untuk pasien adalah, malformasi anorektal (583), Hirschsrungs
disease (53), dan lain-lain (13) meliputi: keganasan (4), teratoma (3), kolitis ulseratif (2),
trauma pelvis (2), atresia vaginalis (1), dan vesicula seminalis besar (1).
Dari 649 kolostomi yang ditutup, hanya 148 yang dibuka oleh institusi kami, 501
pasien lain menjalani prosedur pembuatan kolostomi di tempat lain. Jenis kolostominya
adalah: stoma terpisah (480), loop (137), dan Hartman (32). Perbedaan ukuran yang terjadi
ketika penutupan kolostomi bervariasi mulai dari tanpa perbedaan hingga ukuran hingga 5:1.
Sepuluh pasien (1.5%) memiliki komplikasi: 6 mengalami obstruksi usus (5 karena
perlekatan usus kecil dan 1 mengalami penundaan temporer fungsi anastomosis karena
parahnya perbedaan ukuran antara stoma distal dan proksimal dengan mikrokolon distal), dan

terdapat 4 hernia insisional. Tak ada kegagalan anastomosis, infeksi luka, keluarnya
perdarahan atau striktura anastomosis. Tak ada kematian.
Pembahasan
Penutupan kolostomi adalah prosedur rutin yang sering dilakukan oleh ahli bedah
anak di seluruh dunia. Ini adalah sebuah prosedur elektif, di mana hal ini diasumsikan sebagai
prosedur yang mudah, tak sulit, dan dengan morbiditas yang rendah atau bahkan tak ada.
Namun, literatur menunjukkan bahwa prosedur ini masih mungkin mengakibatkan
komplikasi, termasuk kematian. Karena fakta-fakta inilah, juga karena hasil yang amat bagus
yang ada pada institusi kami, kami memutuskan untuk berbagi prosedur dan teknik bedah
yang kami gunakan sewaktu pembuatan kolostomi.
Dari semua langkah prosedural dan teknis yang kami ikuti, kami tak tahu mana yang
paling fundamental dan mana yang tidak penting. Kami hanya tahu bahwa dengan mengikuti
tata cara tersebut, kami tak memiliki satupun kasus infeksi luka, abses, hematoma, seroma,
atau kegagalan penyatuan luka atau anastomosis.
Irigasi pada stoma proksimal sehari sebelum operasi, juga pemberian hanya diet cair
jernih melalui oral, mungkin atau mungkin tidak berkontribusi pada hasil yang kami peroleh;
terkadang selama operasi, kami menemukan stoma yang benar-benar bersih, sedangkan di
lain waktu, kami bisa temukan feses, namun tetap saja hasil operasi sama baik pada kedua
keadaan tersebut.
Pada beberapa tahun awal, kami memberikan eritromisin per oral kepada pasien kami,
seperti yang dijelaskan pada literatur sebagai pendukung untuk persiapan usus. Namun
karena seringkali memicu muntah, kami berhenti menggunakannya.
Hal yang serupa terjadi ketika kami menggunakan antibiotik profilaksis. Pada
permulaan penelitian kami, kami memberikan ampicillin, gentamycin dan Flagyl; dan akhirakhir ini kami gunakan cephalosporin dan Flagyl. Semua perubahan ini adalah hasil
rekomendasi departemen penyakit infeksi pada Rumah Sakit tempat kami bekerja. Namun,
kami tak menemukan perbedaan pada angka infeksi kami.
Di sisi lain, kami merasa bahwa langkah-langkah operatif yang kami pakai, adalah hal
yang sangat penting untuk mencapai hasil kami yang baik.
Kami menyiapkan kulit dengan Betadine dan alkohol, dan menyumbat stoma
proksimal dengan kassa Betadine. Lapangan operatif difiksasi dengan plaster plastik steril.
Manuver terakhir tadi, kami percaya amat penting. Kami telah terkejut dengan tingginya
frekuensi gross contamination lapangan operasi yang terjadi ketika handuk yang ada di

sekitar area operasi tidak difiksasi. Kami telah melihat ini berulang-ulang ketika mengamati
operasi yang dilakukan oleh dokter lain atau bahkan pada tampilan yang disajikan saat
pertemuan ilmiah. Gross contamination dapat dilihat dengan mudah; tapi walau demikian,
beberapa ahli bedah tetap meremehkannya.
Kami sangat merekomendasikan penggunaan gunting coagulation untuk koagulasi
dan gunting elektrik untuk memotong, ini mungkin tak terlalu penting untuk disebut, namun
banyak ahli bedah menggunakan gunting coagulation atau gunting elektrik saja pada satu
operasi. Kami percaya, ini menyebabkan luka bakar berlebih yang dapat meninggalkan
jaringan yang cedera nantinya, yang berkontribusi pada proliferasi bakteri. Kami memakai
sebagian besar waktu untuk melakukan hemostasis selektif yang baik dan teliti, berakibat
kesulitan dalam menghitung hilangnya darah, karena memang sangat minimal.
Terdapat beberapa artikel yang mengindikasikan bahwa anastomosis usus teknik satu lapisan
adalah sama baiknya dengan teknik dua lapisan. Walau demikian, kami telah membuat
pengamatan menarik: ketika pertemuan morbiditas dan mortalitas dan kemudian kami
mendengar adanya kebocoran anastomosis atau kegagalan penyatuan luka, maka hal tersebut
terjadi pada pasien yang menjalani anastomosis usus teknik satu lapisan; dan seringkali
kemudian dijelaskan operasi sekunder dilakukan dengan anastomosis teknik dua lapisan.
Irigasi menyeluruh pada rongga peritoneal dan juga pada setiap lapisan luka, juga kami
percaya sebagai prosedur penting.
Penutupan dinding abdominal teknik satu lapisan dengan jahitan sambung adalah
teknik yang sedang tren, cepat dan mudah. Walau demikian, kami merasa teknik ini
memberikan nyeri yang lebih pada pasien; juga buruk secara kosmetik dan lebih cenderung
berakhir pada eviserasi. Lagi-lagi pada pertemuan morbiditas dan mortalitas, ketika ada
kegagalan penyatuan luka, terlihat teknik jahitan interrupted digunakan pada saat operasi
sekundernya.
Selain menutup setiap lapisan

abdomen lapis demi lapis, kami memberikan

penekanan khusus dalam menutup semua rongga; kami menutup fascia Scarpa dengan jahitan
interrupted dan menggunakan lapisan jahit berbeda untuk dermis sehingga tarikan antara
ujung kulit akan menurun, dan memudahkan dalam penutupan yang lebih aman dan
membentuk parut yang lebih baik secara kosmetik.
Kami kini percaya dan setuju satu sama lain bahwa pipa nasogastrik tidak dibutuhkan
pada sebagian besar operasi, di mana operasi yang bersih telah dilakukan dengan manipulasi
usus yang minimal dan lapangan operasi yang tanpa perdarahan.

Masalah adanya hernia insisional baru terdeteksi beberapa bulan setelah operasi, dan
terjadi karena kurangnya penutupan salah satu lapisan luka. Ini adalah komplikasi yang dapat
dicegah dan makin menguatkan keyakinan kami perlunya memberikan perhatian pada semua
tahap dan rincian dalam operasi.
Sebagian besar kasus penutupan kolostomi kami, kami menemukan suatu perbedaan
ukuran usus proksimal dan distal. Semakin hebat perbedaan ini, akan semakin tinggi
kesulitannya. Kami dalam sebagian besar kasus, mencoba untuk melakukan anastomosis endto-end, walau begitu, ketika ukurannya lebih dari 4:1, kami memilih melakukan anastomosis
end-to-side, yang bekerja sama baiknya dan secara teknis lebih mudah untuk dilakukan.
(Gambar 6).
Sudah banyak diketahui bahwa ukuran perbedaan ini akan makin besar ketika masa
tunggu dengan kolostomi yang terbuka. Kami mengoperasi beberapa pasien yang memiliki
kolostomi terbuka selama 10 tahun, dengan mikrokolon distal. Pada salah satu kasus tersebut,
anastomosis memang berhasil, tapi memerlukan waktu yang lebih lama dari biasanya untuk
mengembang.
Baru-baru ini, ketika dihadapkan dengan tantangan teknis macam ini, kami telah
menggunakan teknik yang kami temukan bermanfaat pada kasus atresia kolon, di mana
perbedaan ukuran ini sangat dramatis. Teknik ini terdisi dari pembuatan anastomosis end-toside ditambah stoma jenis jendela yang dibuat 5-10 cm lebih proksimal dari anastomosis
(Gambar 6). Selama beberapa hari pertama pos operatif, kita dapat lihat adanya keluaran
fecal yang masif dari jendela ini; kemudian keluaran akan menurun dan jumlah feses yang
melewati usus bawah anastomosis akan meningkat, hingga jendela menutup, anastomosis ini
akan efisien, dan mikrokolon akan terkembang.
Kesimpulan
Berdasarkan pengalam kami, kami percaya bahwa penutupan kolostomi dapat
dilakukan dengan morbiditas minimal, ketika teknik yang teliti dan baik dilakukan.

Gambar 1. Jahitan silk yang banyak pada sambungan mukokutan yang memudahkan traksi
uniform. Garis putus-putus menunjukkan insisi elips. Pembukaan dilakukan lapis demi lapis.
Gambar 2. Pembersihan tepi stoma, untuk persiapan anastomosis.
Gambar 3. Anastomosis dua lapisan: a lapisan eksternal dinding posterior, b lapisan
intestinal untuk dinding posterior, c lapisan internal dari dinding posterior, d lapisan eksternal
dinding posterior.
Gambar 4. Luka tertutup dengan kolodium.
Gambar 5. Diagram artistik teknik penutupan kolostomi.
Gambar 6. Anastomosis end-to-side untuk perbedaan ukuran yang lebih dari 4:1. Stoma
jenis jendela dibuat sekitar 5-10 cm pada proksimal anastomosis.

Anda mungkin juga menyukai