Anda di halaman 1dari 31

ABSTRAK

Fluor Albus adalah cairan yang keluar dari alat genitalia wanita (vagina).
Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar,sumber cairan ini dapat
berasal dari sekresi vulva, cairan transudate vagina, sekresi serviks, sekresi uterus
atau sekresi tuba falopii yang dipengaruhi fungsi ovarium(.1sumber angel(ginekologi unpad) Fluor
Albus dapat bersifat patologis dan fisiologis.Fluor Albus yang fisiologis berupa
cairan dan kadang-kadang bersifat mucus dengan sel epithelial dan sedikit leukosit
sedangan Fluor Albus yang patologis terdiri dari banyak leukosit.beberapa kondisi
fisiologis yang dapat menimbulkan Fluor Albus seperti melahirkan,Late Menarche,
hamil penyakit kronik,rangsangan seksual.
Fluor Albus bisa muncul pada anak-anak dan dewasa,perasaaan tidak
nyaman rendah diri dan khawatir memungkinkan seseorang memeriksakan diri
kedokter.kebanyakan vaginal discharge yang bersifat patologis berasal dari infeksi.
(1)

.Referat ini membahas gejala klinis beserta terapi vaginal discharge .(1)

Keyword:Fluor Albus,Gejala Klinis,Terapi

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam keadaan normal, serviks dan vagina akan menghasilkan cairan yang
berwarna putih berawan, kekuningan bila kontak dengan udara luar, tidak berbau,
tidak bercampur dengan darah, dan memiliki pH berkisar 3.5 hingga 4.5. Tujuan
disekresikannya cairan ini adalah sebagai pelumas dan mekanisme pertahanan
terhadap infeksi.2 Proporsi wanita yang mengalami leukorea bervariasi antara 1%
hingga 15% dan hampir seluruhnya memiliki aktivitas seksual yang aktif, tetapi jika
merupakan suatu gejala penyakit dapat terjadi pada semua tingkatan usia.
Leukorea dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Penyebab leukorea
yang patologis umunya adalah infeksi. Leukorea yang patologis mengandung banyak
leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, sering kali lebih kental
dan berbau. Kuman patogen penyebab leukorea biasanya berasal dari infeksi menular
seksual. Gardnerella vaginalis adalah penyebab tersering leukorea dan sekitar 50%
penderita tidak menunjukkan adanya gejala. Hampir semua wanita semasa hidupnya
terutama pada wanita usia produktif pernah mengalami kandidasis vulvovaginalis
yang disebabkan oleh Candida albicans yang 40-50% kasus kandidiasis
vulvovaginalis mengalami kekambuhan.2,3
Perempuan memiliki resiko lebih tinggi terhadap penyakit yang berkaitan
dengan kehamilan dan persalinan, juga terhadap penyakit kronik dan infeksi. Selama
kehamilan, wanita mengalami berbagai macam perubahan diantaranya perubahan
imunologik, perubahan anatomik, dan perubahan floral mikrobial servikovaginal
yang

secara

alamiah

diperlukan

untuk

kelangsungan

hidup

janin

dalam

kandungannya. Namun perubahan tersebut dapat menyebabkan kerentanan dan juga


mempermudah terjadinya infeksi selama kehamilan.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Vagina
Vagina dilapisi oleh epitel pipih non keratinisasi (non-keratinized stratified
squamous epithelium) yang sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen dan
progesteron.Pada vagina neonatus terdapat koloni bakteri aerobik dan anerobik yang
diperoleh saat melewati jalan lahir.Epitel vagina neonatus bersifat sangat estrogenik
dan mengandung banyak glikogen yang mendukung pertumbuhan laktobaksil yang
memproduksi asam laktat, situasi ini menyebabkan pH vagina yang rendah (< 4.7)
yang selanjutnya mendorong pertumbuhan lebih lanjut dari mikroflora asidofilik
protektif.
Beberapa hari setelah lahir, kadar estrogen menurun dan epitel vagina menjadi
tipis, atropi dan memiliki kandungan glikogen yang amat sedikit. Dalam lingkungan
seperti ini, pH meningkat dan organisme yang asidofilik tidak lagi dapat hidup.
Sebagai akibatnya, mikroflora vagina yang dominan adalah coccus dan basilus gram
positif.
Saat pubertas terjadi steroidogenesis ovarium,vagina kembali berada dibawah
pengaruh estrogen dan kadar glikogen meningkat kembali.Laktobasilus penghasil
asam laktat dan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi predominan kembali sehingga
pH vagina berada diantara 3.5 4.5. Meskipun demikian, terdapat rentang lebar
bakteri aerobik dan anerobik yang dapat dibiakkan melalui vagina normal. Sebagian
besar wanita memiliki 3 8 jenis bakteri berbeda pada satu saat tertentu. Asam laktat,
hidrogen peroksida, dan berbagai bahan lain yang diproduksi oleh laktobaksil
memberi perlindungan traktus reproduksi bagian bawah terhadap berbagai penyakit
menular seksual dan HIV.
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi efek perlindungan yang diberikan oleh
floranormal vagina :

Antibiotika pemberian antibiotika jangka panjang akan menekan bakteri


komensal sehingga strain patogenik (terumata jenis jamur) akan menjadi
predominan.Pembilasan

vagina

(vaginal

douching)

pembilasan

vagina

menggunakan air biasa atau dengan larutan yang non-buffered untuk sementara
waktu akan menyebabkan perubahan keasaman vagina atau menekan bakteri endogen
secara selektif.Sanggama Cairan semen meningkatkan keasaman vagina dengan pH
mencapai 7.2 selama 6 8 jam sehingga vagina menjadi rentan terhadap infeksi
kuman penyebab PMS. Selain itu, selama sanggama, transudat vagina yang berfunsgi
sebagai lubrikan dan memiliki pH yang sama dengan pH darah yaitu sekitar 7.4
sehingga vagina menjadi peka terhadap infeksi mikroflora abnormal vagina.
Benda asing - tertinggalnya
diafragma , kondom atau berbagai
benda kecil (pada anak anak ) akan
mengganggu mekanisme
pembersihan vagina yang normal
sehingga memudahkan terjadinya
infeksi sekunde

2. Vulva

Sekret dalam vulva dihasilkan oleh kelenjar-kelnjar bartholini dan skene.Sekret


ini bertambah pada perangsangan,misalnya sewaktu coitus.Kelenjar-kelenjar tersebut
meradang misalnya pada infeksi gonococcus.

3. Serviks
Sekret Serviks yang normal bersifat jernih,liat dan alkalis,secret ini dipengaruhi
oleh hormone-hormon ovarium,secret serviks bertambah pada pada tumor serviks
misalnya

Serviks adalah bagian inferior uterus yang struktur histologinya berbeda dari
bagian lain uterus. Struktur histologi serviks terdiri dari:

Endoserviks : Epitel selapis silindris penghasil mucus

Serabut otot polos polos hanya sedikit dan lebih banyak jaringan ikat
padat (85%).

Ektoserviks : Bagian luar serviks yang menonjol ke arah vagina dan


memiliki lapisan basal, tengah, dan permukaan. Ektoserviks dilapisi oleh
sel epitel skuamos nonkeratin.

Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos eksoserviks disebut


taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction SCJ). Epitel serviks mengalami
beberapa perubahan selama perkembangannya

sejak lahir hingga usia

lanjut.Sehingga,

ini

letak

taut

skuamokolumnar

juga

berbeda

pada

perkembangannya.Saat lahir, seluruh serviks yang terpajan dilapisi oleh epitel


skuamos.Saat dewasa muda, terjadi pertumbuhan epitel silindris yang melapisi
endoserviks. Epitel ini tumbuh hingga ke bawah ektoserviks, sehingga epitel
silindris terpajan dan letak taut berada di bawah eksoserviks.Saat dewasa, dalam
perkembangannya terjadi regenerasi epitel skuamos dan silindris. Sehingga epitel
skuamos kembali melapisi seluruh ektoserviks dan terpajan, dan letak taut
kembali ke tempat awal.Area tempat bertumbuhnya kembali epitel skuamos atau
tempat antara letak taut saat lahir dan dewasa muda disebut zona transformasi.
( http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31370/4/Chapter%20II.pdf)
4. Corpus Uteri
Hanya menghasilkan secret pada fase ovulatoar

5. Tuba Fallopi
Walupun jarang mengeluarkan Fluor Albus kadang-kadang terjadi pada
Hydrosalpinx profluens

B. FISIOLOGI CAIRAN VAGINA


Cairan vagina adalah campuran yang terdiri dari lendir servik (sebagian
besar),cairan endometrium dan tuba falopii, eksudat dari Kelenjar Bartholine dan
Skene,transudat dari epitel pipih vagina yang mengalami eksfoliasi,produk
metabolisme mikroflora vagina.Cairan vagina terdiri dari protein,polisakarida,asam
amino,enzym dan imunoglobulin. Peningkatan jumlah cairan vagina dan cairan
endoservikal secara fisiologis terjadi pada kehamilan, pertengahan siklus menstruasi
dan selama sanggama. Pada masa pasca menopause ( tidak menggunakan hormon
estrogen ) , terjadi penurunan jumlah cairan vagina secara drastis sehingga keadaan
ini merupakan predisposisi terjadinya infeksi dari berbagai mikroflora eksogen a.l
eschericia coli, spesies staphylococcus dan streptococcus.
C. PEMERIKSAAN CAIRAN VAGINA
Pasien vaginitis seringkali mengeluhkan adanya pengeluaran cairan dari
vagina (fluor albus,leucorrhoea,keputihan,duh).Karakteristik cairan vagina yang
keluar dapat membantu penegakkan diagnosis mengenai warna , viskositas, corak dan
bau . pH vagina normal pada wanita usia reproduksi adalah kurang dari 4.7 ,
penentuan pH vagina dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus dengan rentang
pH yang teliti ( 3.5 7.5 ).Pemerikasaan adanya amine odor ( bau amis ) atau yang
disebut sebagai whiff test positif dilakukan dengan memberikan beberapa tetes KOH
10% pada sediaan cairan vagina yang terdapat di spekulum. Pada vagina yang sehat
tidak ada bau yang timbul pada pemeriksaan diatas. Adanya bau amis ( amine odor )
mengarahkan dugaan pada infeksi trichomonas atau vaginosis bakterial Pemeriksaan
sediaan basah pada cairan vagina dilakukan dengan menggunakan kapas-lidi (cotton
bud ) yang dioleskan ke fornix posterior dan di suspensi dengan 2 ml NaCl. Setetes
larutan sediaan tersebut diletakkan pada gelas pemeriksa dan ditutup dengan object
glass kemudian dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop. Dapat terlihat adanya
gerakan trichomonas pada sediaan ini.
7

D. LEUKOREA
a. Definisi
Sekret vagina adalah suatu sekresi cairan berlebihan dari saluran reproduksi
wanita (vagina). Sekret vagina dapat berupa sekret fisiologis maupun patologis.
Sekret yang fisiologis mengandung cairan dengan konsistensi mukoid dengan sel
epitel dan sedikit leukosit sementara sekret patologis mengandung banyak
kandungan leukosit. Beberapa kondisi yang termasuk sekret fisiologis antara lain
pada bayi baru lahir, akhir masa menarche, kehamilan, stimulasi seksual dan
penyakit kronis. Sebagian besar dari sekret vagina patologis disebabkan oleh
infeksi. Sekret vagina yang patologis inilah yang dikenal sebagai leukorea yang
konsistensinya lebih kental dan berwarna putih hingga kekuningan bahkan
kehijauan dan berbau.5
b. Epidemiologi
Penyebab dari 90% kasus dari keputihan disebabkan oleh infeksi. 3 kondisi
utama yang menyebabkan terjadinya fluor albus ini antara lain vaginosis
bakterial, kandidiasis vulvovaginal dan trichomoniasis. Vaginosis bakterial
mencakup 40-50% dari keseluruhan kasus, kandidiasis vulvovaginal sebanyak 2025% dan trichomoniasis 15% kasus. Selain itu kondisi lain yang dapat
menyebabkan keputihan ini antara lain infeksi Chlamydia, infeksi Neisseria
gonorrhoeae, infeksi Mycoplasma dan sebagainya.6
Di Amerika, sekitar 75% wanita suatu ketika dalam hidupnya akan mengalami
kandidiasis vaginalis dengan sekitar 50% wanita usia kuliah mengalami sebuah
episode serangan. Studi internasional oleh Foxman et al. menemukan kandidiasis
vulvovaginal memiliki angka kejadian 29-49% di 6 negara. Sekitar 20% dari
kasus mengalami rekurensi.7 Sementara infeksi Trichomonas vaginalis merupakan
infeksi non-viral penyakit menular seksual paling sering ditemukan di Amerika
Serikat. Menurut WHO (1999) angka kejadian trichomoniasis setiap tahunnya
mencapai 173 juta kasus sehingga menjadikannya penyakit infeksi menular
8

seksual non-viral terbanyak di dunia. Berbeda dengan infeksi menular seksual


lainnya, insidensinya meningkat seiring dengan usia pada beberapa studi yang
dilakukan. Penyakit trichomoniasis ini biasanya didiagnosis pada wanita sebab
pada pria biasanya penyakit ini asimptomatik. 70% laki-laki dengan partner
wanita dengan trichomoniasis memiliki organisme ini di saluran kemihnya. 8,9
c. Etiologi
Penyebab terjadinya leukorea atau fluor albus dapat dibedakan yaitu infeksi dan
non-infeksi.
Infeksi
1. Bakterial Vaginosis
BV adalah sindrom klinis polymicrobial akibat perubahan hidrogen peroksida
yang diproduksi oleh flora normal Lactobacillus sp. dalam vagina dengan bakteri
anaerob (misalnya, Prevotella sp. dan Mobiluncus sp.), G. vaginalis, Ureaplasma,
Mycoplasma, dan banyak anaerob lainnya. Beberapa wanita mengalami
perubahan mikroba vagina sementara, sedangkan yang lain mengalami perubahan
pada rentang waktu yang lama. Di antara perempuan yang datang untuk menjalani
terapi , BV adalah penyebab paling umum dari keputihan atau bau tak sedap;
Namun, dalam survei nasional yang representatif, sebagian besar wanita dengan
diagnosis BV tanpa gejala
BV dihububgkan dengan perempuan atau laki-laki yang memiliki pasangan
yang banyak.dan kurangnya lactobacillus vagina,namun perubahan flora normal
pada BV masih sepenuhnya belum dipahami.
Gardnerella vaginalis merupakan salah satu organisme penyebab terjadinya
vaginosis bakterial. Vaginosis bakterial disebabkan oleh berubahnya flora normal
di dalam vagina. Selain Gardnerella vaginalis, organisme lain yang dapat
ditemukan merupakan bakteri anaerobik misalnya Ureaplasma urealyticum,
Mobiluncus sp., Mycoplasma hominis, Prevotella sp., dan sebagainya. Dahulu
infeksi vaginosis bakterial dikenal dengan nama lain antara lain Haemophilus
vaginitis, Corynebacterium vaginitis atau vaginitis anaerobik dan vaginitis non9

spesifik. Gardnerella vaginalis merupakan bakteri berbentuk batang, Gram


negatif, tidak mempunyai kapsul dan tidak bergerak. Kuman ini bersifat anaerob
fakultatif.8

Gambar 1. Gardnerella vaginalis

Gejala Klinis
Keluhan yang utama adalah bau cairan vagina yang amis yang muncul
biasanya setelah hubungan seksual. Hal ini disebabkan semen yang bersifat
alkali melepaskan amin dari sekret vagina dan menyebabkan cairan vagina
yang berbau amis. Cairan vagina berwarna putih homogen jumlah cukup
banyak. Iritasi vulva jarang dialami. Keluhan disuria atau dispareunia jarang
terjadi.6,8,11

Diagnosis Klinis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang.

Anamnesis16

Ditanyakan mengenai usia, metode kontrasepsi yang dipakai oleh akseptor


KB kontak seksual, perilaku, jumlah, bau dan warna leukore, masa inkubasi,

10

penyakit yang diderita, penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid dan


keluhan-keluhan lain.

Pemeriksaan fisik dan genital17,18

Inspeksi kulit perut bawah, rambut pubis, terutama perineum, dan anus.
Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna. Pemeriksaan spekulum untuk vagina
dan serviks, pemeriksaan bimanual pelvis, palpasi kelenjar getah bening dan
femoral
BV dapat didiagnosis dengan menggunakan kriteria klinis (yaitu,
Amsel s Kriteria Diagnostik)

Amsel R, Totten PA, Spiegel CA, et al.

Nonspecific vaginitis. Diagnostic criteria and microbial and epidemiologic


associations. Am J Med 1983;74:1422 atau pewarnaan Gram. (dianggap
sebagai gold standar untuk mendiagnosis BV) digunakan untuk menentukan
konsentrasi dari lactobacilli (yaitu, batang Gram-positif), batang Gramnegatif dan Gram-variabel dan cocci (yaitu, G. vaginalis, Prevotella,
Porphyromonas, dan peptostreptococci), dan batang Gram-negatif (yaitu,
Mobiluncus). Jika pewarnaan Gram tidak tersedia, kriteria klinis dapat
digunakan dan membutuhkan tiga dari gejala atau tanda-tanda berikut:
1.

Duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu.

2.

adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik;

3.

pH cairan vagina> 4.5; atau

4.

bau amis dari vagina sebelum atau setelah penambahan 10% KOH

(yaitu, tes bau).

11

Terapi
Terapi direkomendasikan pada wanita yang memiliki gejala BV,tujuan

pengobatan lain adalah mencegah timbulnya bakteri lain seperti C Trachomatis,N.


Gonorea dan infeksi lainnya. Schwebke JR, Desmond R. A randomized trial of
metronidazole in asymptomatic bacterial vaginosis to prevent the acquisition of
sexually transmitted diseases. Am J Obstet Gynecol 2007;196:5176.

12

2. Candida Vulvovaginitis
Infeksi Candida merupakan infeksi jamur yang paling banyak terjadi.
Organisme ini sebenarnya merupakan salah satu dari flora normal yang dapat
ditemukan di mulut, kulit, mukosa anus dan mukosa vagina. Selain Candida
albicans beberapa spesies lain dari golongan Candida dapat ditemukan pada
infeksi vaginitis fungal seperti C. tropicalis, C. glabrata dan sebagainya.
Candidiasis umumnya ditemukan di negara dengan iklim hangat dan lembab dan
pada pasien dengan kegemukan. Infeksi candidiasis biasanya disebabkan
beberapa keadaan predisposisi seperti pemakaian obat-obatan imunosupresi,
antibiotik spektrum luas dalam waktu lama, diabetes mellitus dan kehamilan.
Candida albicans adalah organisme dimorfik dengan bentuk sel ragi dan bentuk
hifa. Dalam vagina, bentuknya berupa pseudohifa dan dapat pula berbentuk ragi
germinal dengan miselia.8

13

Gambar 2. Candida albicans

Gejala Klinis
Pruritus vulva dan rasa terbakar merupakan gejala utama. Kedua gejala
biasanya dirasakan setelah hubungan seksual dan berkemih. Keluhan dispareunia
juga dapat muncul. Selain itu kemerahan dan bengkak pada daerah vestibulum
dan bagian labia juga dikeluhkan. Cairan dari vagina yang putih kadang
bergumpal seperti kepala susu atau keju dan tidak berbau biasanya dapat
ditemukan.6,7,8

Diagnosis
Candida vaginitis dikaitkan dengan pH vagina normal (<4,5), dan karena itu,
pengujian pH bukan alat diagnostik yang berguna. Penggunaan 10% KOH dalam
sediaan basah meningkatkan visualisasi ragi dan miselia dengan mengganggu

14

bagian selular yang mungkin mengaburkan ragi atau pseudohyphae. Pemeriksaan


sediaan basah dengan KOH harus dilakukan untuk semua wanita dengan gejala
atau tanda-tanda VVC, dan wanita dengan hasil positif harus menerima
perawatan. Untuk wanita pada sedian basah negatif namun bergejala, kultur
vagina untuk Candida harus dipertimbangkan. Jika sediaan basah negatif dan
culture

Candida

tidak

dapat

dilakukan,

pengobatan

empiris

dapat

dipertimbangkan untuk wanita dengan gejala tanda-tanda VVC pada pemeriksaan.


Mengidentifikasi Candida oleh cultur tanpa adanya gejala atau tanda-tanda bukan
merupakan indikasi untuk pengobatan, karena sekitar 10% -20% dari wanita
terdapat Candida sp dalam vagina. VVC dapat terjadi bersamaan dengan PMS

Terapi

3. Trichomoniasis
Trichomoniasis disebabkan oleh protozoa T. vaginalis. Beberapa laki-laki
yang terinfeksi T. vaginalis mungkin tidak memiliki gejala. Beberapa wanita
memiliki gejala ditandai dengan cairan vagina yang berbau busuk, keputihan
berwarna kuning-hijau dengan iritasi vulva. Namun, banyak wanita mengalami
gejala minimal atau tidak ada.. Skrining untuk T. vaginalis pada wanita dapat
dianggap

mereka yang berisiko tinggi untuk infeksi (misalnya, wanita yang

memiliki pasangan baru atau multiple, memiliki riwayat penyakit menular


seksual,dan menggunakan obat-obatan injeksi).

Etiologi

1. Trikomonas Vaginalis
15

Organisme ini termasuk golongan protozoa anaerobik berflagel sehingga


digolongkan ke dalam golongan flagellatae. Parasit ini memiliki 4 buah
flagelata yang berbentuk gelombang terletak di bagian anterior. Bentuknya
oval, dapat bergerak dan berukuran sedikit lebih besar dari sel darah putih.8,9

Gambar 3. Trichomonas vaginalis


2. Chlamydia trachomatis
Infeksi organisme ini merupakan infeksi menular seksual nomor dua
terbanyak di Amerika Serikat. Angka kejadian terbanyak pada individu
berusia kurang dari 25 tahun. Chlamydia merupakan organisme parasit
intrasel yang bergantung pada sel induk untuk berlangsungnya kehidupan.
Organisme ini menyebabkan infeksi sel epitel kolumnar sehingga gejalanya
menyerupai infeksi glandula endoserviks dengan sekret mukopurulen.8

Gambar 4. Chlamydia trachomatis

16

Gejala Klinis
Gejala infeksi trichomoniasis pada wanita bervariasi dari tidak bergejala
hingga penyakit inflamasi pelvis berat. Gejala yang sering timbul pada infeksi ini
berupa cairan vagina abnormal yang purulen hingga kehijauan, berbusa kadang
dapat berdarah dan berbau tidak enak. Selain itu dapat juga terdapat rasa gatal,
terbakar atau nyeri pada daerah vulvovagina dan sering terdapat dispareunia dan
disuria. Dapat pula terdapat keluhan perdarahan post-koitus dan nyeri perut
bagian bawah.6,8,12

Gambar Infeksi Trikomononiasis

Diagnosis
Diagnosis trikomoniasis vagina biasanya menggunakan cairan vagina yang
dilihat dibawah mikroskop, tetapi metode ini memiliki sensitivitas hanya sekitar
60% -70% dan memerlukan evavaluasi dengan wet preparation slide untuk hasil
yang optimal. Kultur adalah metode lain yang sensitif dan sangat spesifik. Pada
perempuan yang diduga terkena trikomoniasis tetapi tidak dikonfirmasi dengan
mikroskop, cairan vagina harus dikultur. Sementara sensitivitas tes Pap untuk T.
vaginalis diagnosis kurang akurat , penggunaan pengujian berbasis cairan vagina
telah menunjukkan peningkatan sensitivitas; Namun, tes positif palsu dapat
terjadi, dan pengujian konfirmasi mungkin diperlukan dalam beberapa keadaan
(355). An FDA-cleared PCR assay untuk mendeteksi gonore dan infeksi klamidia
17

(Amplicor, diproduksi oleh Roche Diagnostic Corp) telah dimodifikasi untuk


deteksi T vaginalis pada swab daerah vagina atau endoserviks dan dalam urin
dari perempuan dan laki-laki yang memiliki gejala ini; sensitivitas berkisar antara
88% -97% dan spesifisitas dari 98% -99% (356). Van Der PB, Kraft CS, Williams
JA. Use of an adaptation of a commercially available PCR assay aimed at
diagnosis of chlamydia and gonorrhea to detect Trichomonas vaginalis in
urogenital specimens. J Clin Microbiol 2006;44:36673.

Terapi

Neisseria gonorrhoeae
Banyak wanita dengan infeksi gonore tidak bergejala. Apabila terdapat
gejala yang timbul dapat mengenai vagina berupa vaginitis atau serviks
berupa servisitis. Infeksi ini dapat meluas dan menyebar hingga ke dalam
saluran kemih, kelenjar Skene, kelenjar Bartholin, bahkan endometrium dan
tuba falopii. Neisseria gonorrhoeae merupakan bakteri Gram negatif
berbentuk kokobasil yang menginvasi sel epitel kolumnar dan transisional
sehingga tidak menyerang sel epitel vagina.8

18

Gambar 5. Neisseria gonorrhoeae


4. Non-infeksi

Vaginitis atrofi
Vaginitis atrofi merupakan penyebab paling umum dari iritasi vagina di antara

pasien yang telah menopause. Atrofi dari sel-sel epitel vagina menyebabkan
gangguan pada flora normal di vagina dan menyebabkan timbulnya infeksi sekunder.
Penyebab yang paling umum ditemukan pada vaginitis atrofi adalah mikroorganisme
aerobik.6
Kebanyakan wanita dengan vaginitis atrofi (60-90%) tidak mengalami gejala
apapun. Sebagian mengalami rasa nyeri di daerah vagina, rasa terbakar post-koitus,
dispareunia, cairan vagina yang bening kekuningan (serosanguinis) dan kadangkadang timbul spotting.6,7

Kanker (misalnya kanker serviks)


Gejala pertama yang dapat ditemukan pada kanker serviks adalah perdarahan

pervaginam yang abnormal biasanya ditemukan post-koitus, rasa tidak nyaman pada
vagina, cairan vagina yang berbau hingga disuria. Apabila sel tumor sudah menyebar
ke jaringan sekitarnya seperti rektum atau kandung kemih dapat timbul gejala
konstipasi, hematuria hingga gejala obstruksi uretra.15

19

Gambar 10. Kanker serviks stadium lanjut

Kehamilan
Keputihan yang muncul pada saat kehamilan merupakan suatu hal yang dapat

dianggap fisiologis. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan pada sistem imunologik,
perubahan anatomi pada wanita hamil dan juga perubahan flora normal pada daerah
servikovaginal.6,8

Patofisiologi
Flora vagina normal pada wanita usia reproduktif terdiri dari beberapa jenis

bakteri aerob atau spesies bakteri aerob fakultatif dan juga beberapa spesies anaerob
obligat. Bakteri hidup bersimbiosis dengan pejamu dan jumlah dan jenisnya dapat
berubah sesuai dengan lingkungan mikro. Dalam ekosistem ini, bakteri ini
menghasilkan beberapa zat seperti asam laktat dan hidrogen peroksida yang
menghambat organisme kurang baik. Selain itu terdapat juga zat antimikroba lain
yang disebut bakteriosin seperti asidosin dan laktasin. Zat-zat ini bersifat toksin dan
tubuh memiliki proteksi untuk melindunginya melalui vagina yang menghasilkan
leukosit protease inhibitor. Protein ini melindungi jaringan vagina lokal dari produk
inflamasi toksik dan infeksi.8
Biasanya pH vagina berkisar antara 4 hingga 4.5. Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti, hal ini dipercaya disebabkan oleh adanya produksi asam laktat, asam

20

lemak dan asam organik lainnya dari Lactobacillus sp. Asam laktat dihasilkan dari
metabolisme berbagai bakteri dari glikogen yang tersedia di dinding mukosa vagina
yang sehat. Perubahan pada salah satu ekologi ini dapat merubah prevalensi spesies
bakteri yang hidup di dalam lingkungan vagina.8
Vaginosis bakterial adalah penyebab terbanyak dari vaginitis dan infeksi yang
paling sering ditemui di klinik ginekologi. Vaginosis bakterial dikarakteristik dengan
munculnya fluor albus yang berbau disebabkan oleh perubahan flora normal vagina.
Sekret yang dihasilkan dari infeksi vaginosis bakterial berupa cairan homogen,
keabu-abuan dan tipis yang menempel pada mukosa vagina. Pada vaginosis bakterial,
infeksi yang terjadi tidak hanya melibatkan satu jenis Gardnerella vaginalis namun
juga adanya infeksi polimikrobial termasuk dari spesies Lactobacillus, Prevotella,
dan

kuman

anaerob

seperti

Mobiluncus,

Bacteroides,

Peptostreptococcus,

Fusobacterium, Veillonella dan spesies Eubacterium. Mycoplasma hominis,


Ureaplasma urealyticum dan Streptococcus viridans juga memainkan peranan dalam
infeksi ini.8,10
Pada vaginosis bakterial, terjadi perubahan dari flora normal vagina melalui
mekanisme yang belum dipahami. Hal ini disebabkan dari kenaikan pH lokal. Hal ini
diduga disebabkan oleh reduksi dari hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh
Lactobacillus. Lactobacillus adalah organisme berbentuk batang yang berguna
mempertahankan keasaman dari vagina yang sehat dan menghambat organisme
anaerob melalui produksi hidrogen peroksida. Pada keadaan normal, Lactobacillus
ditemukan dalam jumlah besar di dalam lingkungan vagina yang sehat. Pada infeksi
vaginosis bakterial, jumlah Lactobacillus sangat berkurang dan jumlah bakteri
anaerob dan Gardnerella vaginalis meningkat. Bakteri anaerob bersama Gardnerella
vaginalis akan menghasilkan asam amino yang akan diubah menjadi senyawa amin
yang menaikkan pH dari sekret vagina. Senyawa amin yang dihasilkan akan
menimbulkan iritasi lokal dan menambah pelepasan sel epitel yang kemudian keluar
sebagai duh yang berbau.8,11

21

Kandidiasis vulvovaginal dapat merupakan kondisi infeksi akut, rekuren,


kronis atau persisten yang melibatkan vulva, vagina dan daerah krura yang
berdekatan. Agen yang menjadi penyebabnya termasuk pada golongan Candida.
Blastospora pada Candida albicans akan menginvasi sel epitel vagina dan
menimbulkan inflamasi pada jaringan dan menimbulkan reaksi iritasi dan gatal pada
daerah yang terkena. Perubahan hormonal, pemakaian antibiotik spektrum luas,
anemia kronik, penggunaan obat imunosupresi dalam jangka lama akan menimbulkan
pertumbuhan Candida albicans.6,7,8
Trichomonas vaginalis menginfeksi dengan adhesi langsung kepada epitel
dinding vagina. Trichomonas melepaskan zat sitotoksik dan menghancurkan sel
epitel. Selain itu, protozoa ini juga mengikat protein plasma sehingga mencegah
terjadinya jalur alternatif komplemen dan menghindari proteinase dari pejamu. Saat
infeksi terjadi, pH vagina meningkat dan terjadi kenaikan jumlah PMN. PMN
meningkat akibat adanya kemotaktik yang dihasilkan oleh Trichomonas. Selain itu,
infeksi juga menginduksi limfosit dan sel mononuclear. Respon antibodi juga
didapatkan pada infeksi Trichomonas baik bereaksi secara lokal maupun di dalam
serum namun hanya bersifat protektif parsial terhadap infeksi Trichomonas.6,8,12
Perluasan infeksi N. gonorrhoeae tergantung dari karakteristik antigen dari
protein permukaan organisme. Infeksi uretra, kelenjar Skene, kelenjar Bartholin dan
serviks merupakan bagian yang biasanya pertama terkena infeksi. Pada infeksi traktus
genital bagian bawah, pada pria biasanya bermanifestasi sebagai urethritis dan pada
wanita sebagai endoservisitis. Penyebaran retrograde pada wanita terjadi pada sekitar
20% kasus dengan servisitis yang biasanya mengarah pada penyakit inflamatori
pelvik dengan salfingitis, endometritis dan atau tubo-ovarium abses. Pada wanita usia
reproduktif biasanya infeksi gonokokus jarang menimbulkan gejala. Hal ini
disebabkan epitel vagina dan serviks yang tebal lebih kebal pada infeksi
gonokokus.6,8,13
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat mengenai berbagai organ tergantung
dari jenis serotipenya. Pada infeksi traktus genitourinarius, serotipe yang menyerang
22

adalah serotipe D hingga K. Infeksi C. trachomatis mengenai serviks, uretra, salfing,


uterus, nasofaring dan epididimis. Infeksi bersifat intraseluler obligat. Organisme
menempel pada sel epitel squamokolumnar pejamu dan masuk ke dalam sel
membentuk badan inklusi di dekat nukleus. Kemudian apabila vakuol kuman pecah
dapat menginfeksi sel pejamu yang baru.6,8,14
Pada vaginitis atrofi, epitel vagina menjadi atrofik akibat proses menopause
dengan penipisan sel basal. Epitel ini mudah terinfeksi dan radang dengan mudah
menjalar ke bagian bawah epitel. Kekurangan hormon estrogen juga menyebabkan
pH vagina mudah berubah sehingga menyebabkan pertumbuhan bakteri normal
vagina berkurang dan memicu pertumbuhan bakteri patogen di vagina.6
Pada kanker serviks, terjadi infeksi oleh HPV (Human Papillomavirus)
sehingga terdapat gangguan pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga
mengakibatkan pertumbuhan sel sangat cepat dan mudah rusak, sehingga terjadi
pembusukan dan perdarahan akibat mudah pecahnya pembuluh darah yang
bertambah untuk memberikan nutrisi bagi sel kanker. Hal ini yang memicu keluarnya
cairan berdarah dan berbau pada stadium kanker serviks lanjut.15

23

24

Lampiran 1 Alur Diagnosis dan Tatalaksana Fluor Albus (who)

25

Lampiran 2 Manifestasi Klinis Flour Albus

26

Prognosis
Biasanya kondisi-kondisi yang menyebabkan fluor albus memberikan respon
terhadap pengobatan dalam beberapa hari. Kadang-kadang infeksi akan berulang.
Dengan perawatan kesehatan akan menentukan pengobatan yang lebih efektif.17,21

27

BAB III
KESIMPULAN
Leukorea adalah keluarnya cairan dari vagina atau serviks yang berwarna
kekuningan atau kehijauan seringkali kental dan berbau. Secara umum penyebab
leukorea terbagi atas infeksi dan non-infeksi. Vaginitis dan servisitis adalah penyebab
tersering dari leukorea. Turunnya derajat keasaman serta perubahan anatomik dan
fisiologik saluran reproduksi wanita dapat menjadi faktor predisposisi munculnya
leukorea.

Beberapa

pemeriksaan

penunjang

yang

dapat

dilakukan

untuk

mengidentifikasi penyebab leukorea adalah pewarnaan Gram, pewarnaan basah


dengan NaCl 0.9% dan KOH 10%. Penatalaksanaan terhadap leukorea adalah dengan
memberikan pengobatan yang sesuai dengan penyebab dan edukasi yang adekuat
agar kejadian rekurensi tidak berulang.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Idhawati C. Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi Pada Ny. K Dengan
Leukore Candidiasis Vulvovaginalis Di Ruang KIA Puskesmas Sawit I. Akbid
Mambaul Ulum. 2011. Surakarta.
2. Indah A. Perawatan Gangguan Bermacam-macam Keputihan Pada Organ
Reproduksi Wanita. 2011.
3. Manuaba IBG. Gawat Darurat Obstetric-Ginekologi Dan ObstetricGinekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. EGC: Jakarta, 2008. P. 296-9.
4. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Media Aesculapius: Jakarta,
2001.
5. Monalisa, Bubakar AR, Amiruddin MD. Clinical aspects fluor albus of female
and treatment. Indonesian journal of dermatology and venereology. 2012; vol.
1 (1). Available at http://journal.unhas.ac.id/index.php/ijdv/article/view/255.
Accessed May 13, 2014. (1)
6. McGregor JA, Lench JB, Hacker NF, Gambone JC, Hobel CJ, Azziz R, et al.
Vulvovaginitis, Sexually Transmitted Infections and Pelvic Inflammatory
Disease. Hacker and Moores: essentials of Obstetrics and Gynecology.
Merritt J, Abshire C, editors. 5th ed. Saunders Elsevier: Philadelphia, 2010. P.
265-75.
7. Samra-Latif OM. Medscape reference: Vulvovaginitis. Karjane NW, Isaacs C,
Dyne PL, Howes DS, Keshavarz R, Leber LJ, editors. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/2188931-overview. Accessed May 13,
2014.
8. Hoffman BL, Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Benign general gynecology: gynecologic infection. Williams
Gynecology. Hoffman BL, Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Bradshaw
KD, Cunningham FG, editors. 2nd ed. McGraw Hill: China, 2012. P. 64-88.
9. McClelland RS. Trichomonas vaginalis infection: can we afford to do
nothing? The Journal of Infectious Diseases. 2008; vol. 197 (4): p. 487-9.

29

Available at http://jid.oxfordjournals.org/content/197/4/487.short#. Accessed


May 13, 2014.
10. Tabrizi SN, Fairley CK, Bradshaw CS, Garland SM. Prevalence of
Gardnerella vaginalis and Atopobium vaginae in virginal women. Sex Transm
Dis.

November

2006;

vol.

33

(11):

p.

663-5.

Available

at

http://reference.medscape.com/medline/abstract/16601662. Accessed May 15,


2014.
11. Girerd PH, Cunha BA, Curran D, Hansen EA. Medscape reference: Bacterial
Vaginosis. Price TM, Talavera F, Barnes AD, Gaupp FB, Rivlin ME, editors.
Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/254342-

overview#aw2aab6b2b2aa. Accessed May 15, 2014.


12. Smith DS, Ramos N. Medscape reference: Trichomoniasis. Cunha BA,
Brillman JC, Brusch JL, Friedman BW, Gaeta TJ, Kulkarni R, et al. editors.
Available at http://emedicine.medscape.com/article/230617-overview#a0104.
Accessed May 15, 2014.
13. Wong B, Ammar N, Bashour M, Bennett NJ, Brusch JL, Butler DF, et al.
Medscape

reference:

Gonorrhea.

Cunha

BA,

editor.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/218059-overview#aw2aab6b2b3aa.
Accessed May 15, 2014.
14. Strubble K, Jackson RL, Tolan RW, Blitstein J, Grella MJ, Handler JA, et al.
Medscape reference: Chlamydial Genitourinary Infections. Cunha BA, editor.
Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/214823-overview.

Accessed May 15, 2014.


15. Boardman CH, Matthews Jr KJ. Medscape reference: cervical cancer. Carter
JS, Huh WK, Barnes AD, Garcia AA, Kavanagh Jr JJ, Hamid O, et al.,
editors.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/253513-

overview#aw2aab6b2b3. Accessed May 15, 2014.

30

16. Wiknjosastro H, Saifuddin B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan beberapa


penyakit lain pada alat genital wanita. Ilmu Kandungan. 2 nd ed. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo: Jakarta, 1999.
17. Amiruddin D. Fluor Albus. Penyakit Menular Seksual. LKIS: Jogjakarta,
2003.
18. Manoe IMSM, Rauf S, Usmany H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri
dan Ginekologi. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Unhas RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo: Ujungpandang, 1999.
19. Anindita W, Santi M. Faktor resiko kejadian kandidiasis vaginalis pada
akseptor KB. Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR: Surabaya, 2006.
20. Jarvis GJ. The management of gynecological infections in Obstetric and
Gynaecology.

Critical

Approach

to

the

Clinical

Problems. Oxford University Press: Oxford, 1994.


21. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Keputihan.
Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Media Aesculapius: Jakarta, 2001.

31

Anda mungkin juga menyukai