Anda di halaman 1dari 9

EZKA AMALIA

09/283366/SP/23675
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
Pengganti Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah: Gender dan Politik
Dosen: Mohtar Masoed & Ririn Tri Nurhayati

Mahar Pernikahan dalam Perspektif Feminis


Studi Kasus: Mahar Modern (DOWRY) di India dalam Perspektif
Feminis Sosialis
Republik India merupakan salah satu negara berkembang yang perkembangan
demokrasinya tercepat. Memerdekakan diri pada 26 Januari 1950, India juga merupakan
salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tercepat semenjak adanya
liberalisasi ekonomi pada awal tahun 1990an.1 Pada tahun 2007, OECD mencatat tingkat
pertumbuhan ekonomi di India sebesar 7,5%.2 Perkembangan dan pertumbuhan
demokrasi dan ekonomi ini sayangnya tidak sejalan dengan perkembangan keterlibatan
wanita dalam bidang selain rumah tangga dan peningkatan jaminan hak wanita. Apalagi
dengan masih kentalnya tradisi patrilineal dan patrilocal di India. Hal ini terkait tradisi
mahar dalam kehidupan masyarakat India ketika terjadi pernikahan.
Di India kuno, mahar merupakan syarat pernikahan dalam kasta tertinggi di
agama Hindu yaitu kasta Brahma yang sering disebut sebagai kanyadhan atau secara
harfiah berarti hadiah dari pengantin perawan. 3 Pemberian kanyadhan ini dianggap
sebagai dharma seorang ayah, kewajiban dalam agama untuk memberikan anak
1 M. den Uyl, Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity, dalam T. Davids
dan F. van Driel (ed.), The Gender Question in Globalization: Changing Perspective and
Pranctises, Ashgate Publishing Company, Burlington, 2005, p. 144.
2 Organisation for Economic Co-Operation and Development, Policy Brief: Economic Survey of
India, 2007, Oktober 2007, <http://www.oecd.org/dataoecd/17/52/39452196.pdf>, 6 Juni 2011, p.
1.

perempuannya kepada laki-laki lain tanpa meminta kompensasi, jika tidak maka laki-laki
tersebut akan menjual anak perempuannya dan memperlakukannya layaknya ternak. 4
Kanydan sendiri dapat dibagai menjadi dua yaitu varadakshina atau pemberian hadiah
kepada mempelai pria dan stridhana atau pemberian hadiah kepada mempelai wanita
yang harus dianggap sebagai milik mempelai wanita. Tipe-tipe mahar tersebut kemudian
membentuk jenis mahar modern yang ada saat ini dimana lebih sering keluarga mempelai
wanita yang memberikan mahar dalam bentuk hadiah kepada mempelai pria. Tradisi
mahar ala kasta Brahma di India Utara ini saat ini telah mengalami perubahan dan
penyebaran di seluruh India. Perubahan dan penyebaran atas tradisi pemberian mahar ini
menyebabkan terjadinya subordinasi lebih lanjut pada wanita. Oleh karena itu, dalam esai
ini penulis akan membahas perubahan dan penyebaran mahar ala kasta Brahma di India
yang menjadikan perempuan lebih tersubordinasi dan dilihat dari perspektif feminis
sosialis.
Perkembangan Tradisi Mahar Modern di India
Mahar dalam tradisi Hindu-India lebih sering diasosiasikan dengan pemberian
hadiah kepada mempelai pria dari mempelai wanita dan tumbuh sebagai sebuah tradisi di
kasta tertinggi yaitu kasta Brahma. Mahar sendiri jika dilihat dari sejarah merupakan
bentuk warisan sebelum kematian sang ayah bagi anak perempuannya, karena hanya lakilaki yang berhak mewarisi harta keluarga. Selain itu, mahar tersebut juga bisa diartikan
sebagai kompensasi kepada mempelai pria dan keluarganya karena sokongan ekonomi
yang diberikan kepada istri baru dimana wanita tidak memiliki peran dalam ekonomi
pasar dan bergantung pada suami dan mertua mereka. 5 Namun, semenjak abad ke-20,
seiring kemerdekaan negara yang terletak di Asia Selatan tersebut, tradisi pemberian
mahar dari mempelai pria kepada mempelai wanita ini berubah esensi dasar pemberian
3 P. Srinivasan dan G.R. Lee, The Dowry System in Northern India: Women's Attitudes and
Social Change, Journal of Marriage and Family, vol. 66, no. 5, Desember 2004, p.1108.
4 den Uyl, Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity, p. 145.
5 Srinivasan dan Lee, The Dowry System in Northern India: Women's Attitudes and Social
Change, p. 1108-9.

dan jumlahnya. Selain itu, tradisi pemberian mahar tersebut mulai menyebar ke India
bagian Selatan, dan bahkan masuk menjadi tradisi baru dalam kelompok-kelompok
agama lain seperti Islam dan kasta-kasta yang lebih rendah dari kasta Brahma.
Di India bagian Selatan, pemberian mahar berbeda dengan pemberian mahar di
India bagian Utara. Di India bagian Selatan, pada awalnya, mahar dibayarkan kepada
keluarga mempelai wanita. Pemberian mahar ini berbentuk semacam pertukaran yaitu
keluarga mempelai pria membayar mahar kepada keluarga mempelai wanita, dan
keluarga mempelai wanita yang menanggung seluruh biaya pernikahan. Tradisi ini
dianggap sebagai tradisi yang menghargai resiprositas, persamaan, dan pertukaran wanita
dalam kelompok kecil6 karena seringkali pernikahan di India bagian Selatan merupakan
persatuan dua sub kasta atau jati dengan status sosial yang sama atau bahkan pernikahan
terjadi dengan sepupu jauh.7 Namun, semenjak paruh kedua abad kedua puluh,
pembayaran mahar di India bagian Selatan mengikuti tradisi pembayaran seperti di India
bagian Utara.
Tradisi kasta Brahma dalam pemberian mahar kepada mempelai pria ini juga
menjadi tradisi baru dalam kelompok agama lain di India, khususnya di Islam. Di dalam
agama Islam sendiri, pernikahan dianggap sebagai sunnah Rasul.8 Pelaksanaan upacara
pernikahan di Islam juga membutuhkan mahar. Namun, dalam Islam, hampir sama
dengan tradisi di India bagian Selatan, mahar dibayarkan oleh mempelai pria. Mahar ini
dianggap sebagai hutang dari mempelai pria kepada mempelai wanita yang harus
dibayarkan jika saat pernikahan berlangsung mempelai pria tidak dapat membayar mahar
tersebut. Adanya peraturan mahar ini sendiri dikarenakan sebagai tanda hormat dari
seorang pria kepada istrinya dan dimaksudkan untuk memberikan status dan
meningkatkan harga diri sang istri di mata suami.9 Selain itu, mahar tersebut juga dilihat
6 den Uyl, Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity, p. 148.
7 den Uyl, Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity, p. 148.
8 N. Ashraf, Dowry among Muslims in Bihar, Economic and Political Weekly, vol. 32, no. 52,
27 Desember 1997 2 Januari 1998, p. 3310.
9 Ashraf, Dowry among Muslims in Bihar, p. 3310.

sebagai jaminan keamanan yang baik dalam hal kehidupan pernikahan, seperti ketika
terjadi perceraian maka mahar harus diberikan kepada sang istri. Namun, tradisi mahar
tersebut di kalangan Muslim India saat ini digantikan dengan tradisi mahar ala kasta
Brahma di India Utara.
Hal yang sama juga terjadi pada kasta budak dalits yang sebelum tahun 1936
dianggap sebagai kasta paling rendah, kotor dan najis, serta tidak diperbolehkan masuk
ke dalam candi, jalanan umum, memakai sepatu dan menutup bagian atas tubuh mereka. 10
Kasta ini awalnya juga belum mengenal istilah mahar yang menjadi tradisi kasta Brahma.
Mahar dalam pernikahan di kasta dalits ini juga awalnya serupa dengan mahar di India
bagian Selatan yaitu mempelai pria memberikan hadiah bagi mempelai wanita. Namun,
setelah kemerdekaan India kasta yang akhirnya mendapatkan hak akses ke temapattempat suci agama Hindu pada tahun 1936 ini mulai mengenal mahar ala kasta Brahma.
Dalam kasta dalits sendiri, mahar ala kasta Brahma tidak setinggi yang dibayarkan oleh
kasta-kasta di atas mereka. Biasanya mereka hanya meminta uang dan emas. Selain itu,
pembayaran mahar tersebut bisa dihindari dengan menikahi sepupu jauh atau menikah
karena didasari cinta.
Pemberian mahar dari mempelai pria kepada mempelai wanita selain saat ini
dilakukan di seluruh India, pemberian mahar tersebut juga mengalami perubahan dalam
esensi dasar pemberian mahar, jumlah, dan sistemnya. Mahar yang diberikan maupun
yang diminta bukan lagi atas dasar agama, tetapi karena keserakahan dan keinginan
meningkatkan status sosial.
Perspektif Gender Feminis Sosialis dalam Tradisi Mahar di India
Dalam studi bidang gender, setidaknya ada tiga perspektif yang paling terkenal.
Satu diantaranya adalah perspektif feminis sosialis. Menurut perspektif tersebut,
perempuan tersubordinasi karena adanya kapitalisme dan budaya di masyarakat yang
patriarkial. Perspektif yang merupakan penggabungan antara perspektif feminis radikal
dan feminis marxis ini berpendapat bahwa kapitalisme dan patriarkhi saling mendukung.
Selain itu, menurut perspektif ini, ada pemisahan antara home dan workplace. Inilah
yang terjadi di masyarakat India. Subordinasi perempuan yang terjadi di India dengan
10 den Uyl, Dowry in India: Respected Tradition and Modren Monstrosity, p. 150.

adanya tradisi mahar modern ini jika dilihat dari perspektif sosialis ini disebabkan adanya
budaya patriarkhi dan penerapan sistem ekonomi kapitalis di India.
Budaya patriarkhi merupakan budaya yang sering dikaitkan dengan budaya
patrilineal. Keduanya sama-sama memberikan otoritas dan dominasi kepada laki-laki
dalam kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat. 11 Dua budaya tersebut di India
terlihat dengan adanya favoritisme terhadap anak laki-laki sebagai pewaris harta
keluarga. Hal ini menyebabkan subordinasi terhadap perempuan dimana perempuan tidak
mempunyai hak untuk mendapatkan warisan harta keluarga. Perempuan dibiarkan
bergantung pada suami dan mertua, terutama dalam hal ekonomi. Budaya ini awalnya
tumbuh di kalangan kasta tertinggi dalam agama Hindu., karena dalam kasta-kasta lain
terutama kasta budak wanita bersifat independen meski hanya bekerja di ladang. Adanya
budaya tersebut menyebabkan munculnya mahar dalam perkawinan dengan kedua jenis
yang telah disebutkan di atas yang kemudian mengalami perkembangan dan perubahan
serta memunculkan subordinasi dalam taraf yang lebih jauh terhadap perempuan. Hal ini
turut diperparah dengan semakin tersebarnya tradisi tersebut di seluruh India yang juga
menganut budaya patriarkhi.
Adanya budaya patriarkhi yang menyebabkan adanya tradisi mahar kasta Brahma
di India Utara dan berkembang menjadi tradisi mahar yang ada saat ini tidak bisa
dipisahkan dari adanya sistem ekonomi kapitalis di India. Munculnya ekonomi kapitalis
di India dan didukung dengan adanya budaya patriarkhi, menjadikan laki-laki yang
mengontrol produksi yang kemudian menyebabkan terbentuknya kelas dalam
masyarakat. Sistem ekonomi kapitalisme tumbuh di India sejak adanya liberalisasi
ekonomi pada awal tahun 1990an setelah dari kemerdekaannya hingga tahun 1991 India
menerapkan kebijakan proteksionis yang dipengaruhi oleh sistem ekonomi sosialis dan
menghasilkan perekonomian yang jauh dari dunia luar serta krisis akut dalam
pembayaran saldo di tahun 1991. Liberalisasi ekonomi tersebut kemudian menyebabkan
terbentuknya kelas baru dalam masyarakat India berupa status sosial yang tinggi dengan
11 E.H. Wardani, Belenggu-belenggu Patriarki: Sebuah Pemikiran Feminisme Psikoanalisis
Toni Morrison dalam THE BLUEST EVE, 17 Desember 2009,
<http://eprints.undip.ac.id/6769/1/BELENGGU_BELENGGU_PATRIARKI_SEBUAH_PEMIKI
RAN_FEMINISME_PSIKOANALISIS_TONI_MORRISON_DALAM_THE_BLUEST_EYE.p
df>

didasarkan pada jumlah kekayaan keluarga. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis yang
diiringi gelombang globalisasi memunculkan konsumerisme, materialistik dalam
masyarakat India.
Kedua hal di atas sangat mempengaruhi subordinasi perempuan yang semakin
parah di India melalui tradisi pemberian mahar oleh keluarga mempelai wanita kepada
mempelai pria saat mereka menikah. Budaya patriarkhi yang ada di India menyuburkan
pelaksanaan tradisi yang saat ini tidak lagi sesuai esensi dasar tradisi pemeberian mahar
tersebut. Perempuan masih dianggap bergantung pada suami dan keluarga suami.
Mereka, secara tradisi, tidak diperbolehkan bekerja di luar rumah. Tradisi yang tidak
memperbolehkan perempuan bekerja di luar rumah tersebut awalnya hanya ada di kasta
Brahma, namun seiring tersebarnya tradisi pemberian mahar dari keluarga mempelai
wanita kepada mempelai pria, tradisi perempuan dilarang bekerja di luar rumah juga turut
menyebar ke seluruh India. Menurut den Uyl, di dalam kasta dalits saat ini perempuan
tidak lagi bekerja di ladang. Mereka yang dulunya bekerja di ladang atau bekerja sebagai
tenaga kerja manual, saat ini hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga meski mereka
terpelajar. Perubahan ini turut merubah tradisi mahar kasta dalits yang awalnya
pemberian mahar berasal dari mempelai pria, kini pemberian mahar berasal dari
mempelai pria. Hal yang sama juga terjadi di India bagian Selatan dan kelompokkelompok agama lain.
Seiring penyebaran tradisi tersebut ke seluruh bagian di India, sistem ekonomi
kapitalis merubah esensi dasar pemberian mahar tersebut. Sistem yang memunculkan
kelas baru dalam masyarakat India berupa status sosial yang tinggi dan penguasaan
produksi oleh laki-laki, menyebabkan keluarga yang memiliki anak perempuan
berlomba-lomba menarik perhatian keluarga yang memiliki anak laki-laki dan status
sosial yang tinggi. Mereka berlomba-lomba menawarkan jumlah mahar yang akan
mereka berikan kepada keluarga calon mempelai pria. Mereka tidak ingin menanggung
malu jika mahar mereka kurang sesuai dengan selera keluarga calon mempelai pria.
Perubahan lain juga terletak pada sifat pemberian mahar tersebut. Dulu, pemberian mahar
bersifat sukarela. Saat ini pemberian mahar di India karena permintaan dari keluarga
mempelai pria. Sistem ekonomi kapitalis yang memunculkan sifat konsumerisme dan
materialistik di masyarakat India, menyebabkan permintaan mahar oleh keluarga

mempelai pria selalu dalam jumlah yang besar. Selain uang secara tunai, mereka juga
meminta barang-barang mahal seperti mobil, sepeda motor, rumah, bahkan tanah.
Permintaan mahar yang sangat besar tersebut, status sosial calon mempelai pria
yang lebih tinggi dinilai dari harta yang mereka miliki, dan keinginan keluarga mempelai
wanita meningkatkan status sosial mereka seringkali menyebabkan keluarga mempelai
wanita berada dalam kesulitan keuangan yang besar karena harta yang digunakan sebagai
mahar untuk menarik calon mempelai pria biasanya habis. Ketidakinginan keluarga untuk
jatuh miskin dan besarnya biaya yang ditanggung keluarga ketika memiliki anak
perempuan anak laki-laki membawa harta ke dalam keluarga menyebabkan keluarga
di India menolak memiliki anak perempuan lagi jika anak pertama mereka juga
perempuan.12 Penolakan ini seringkali dalam bentuk pembunuhan bayi perempuan,
kesengajaan keluarga menelantarkan bayi perempuan mereka, dan semenjak ada
teknologi baru yang dapat mengetahui jenis kelamin janin jauh sebelum janin dilahirkan,
penolakan keluarga seringkali melalui aborsi janin perempuan. Selain itu, karena tidak
ingin menanggung malu akibat anak perempuannya belum menikah, di India anak
perempuan dinikahkan bahkan saat mereka masih di bawah umur dan biasanya mereka
dinikahkan dengan dijodohkan oleh keluarga mereka.
Subordinasi terhadap perempuan melalui tradisi pemberian mahar kepada
mempelai pria akibat budaya patriarkhi dan sistem ekonomi kapitalis memburuk ketika
mahar yang diberikan tidak sesuai dengan yang diminta oleh keluarga mempelai pria atau
mahar tidak dibayarkan pada tenggat waktu yang telah ditentukan. Ketika hal tersebut
terjadi, pembunuhan terhadap istri-istri yang masih muda menjadi fenomena yang biasa
di India meski ilegal. Pembunuhan tersebut biasanya dilakukan dengan membakar istri
hidup-hidup dan dibuat seperti kecelakaan. Aksi pembunuhan inipun diketahui dan
disetujui oleh keluarga mempelai pria. Tujuan pembunuhan terhadap istri mereka yang
masih muda adalah kesempatan bagi suami untuk mendapatkan istri baru beserta harta
dari mahar yang diberikan oleh keluarga mempelai wanita.

12 D. Nelson, Indian gender gap widen due to number of female foetus abortions, 24 Mei 2011,
<http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/india/8533467/Indian-gender-gap-widensdue-to-number-of-female-foetus-abortions.html>, 2 Juni 2011.

Kesimpulan
Meski merupakan negara dengan perkembangan demokrasi tercepat, India terbukti masih
memiliki cacat dalam hal gender. Tradisi pemberian mahar dari pihak mempelai wanita
kepada pria yang awalnya berdasarkan agama dan keadilan, saat ini berubah menjadi alat
subordinasi perempuan di India. Hal ini diperparah dengan adanya budaya patriarkhi dan
sistem ekonomi kapitalis yang ada di India. Apalagi dengan adanya gelombang
globalisasi, memunculkan masyarakat yang konsumerisme dan materialistik. Pemberian
mahar tidak lagi bersifat sukarela tetapi karena permintaan dari keluarga pria dikarenakan
mereka memiliki status sosial yang tinggi dikaitkan jumlah kekayaan mereka sehingga
mereka memiliki kendali atas mahar yang akan diberikan. Sistem ekonomi kapitalis
memunculkan hal tersebut. Budaya patriarkhi yang ada di India mendukung bagi
pelaksaanaan tradisi yang saat ini telah berubah dari esensi dasarnya. Meskipun telah ada
upaya dari pemerintah dan gerakan-gerakan feminis, tradisi yang telah mengakar kuat
tersebut tidak bias dihilangkan begitu saja. Mengikuti resep yang diberikan oleh
perspektif feminis sosialis mengingat akar permasalahan ada pada budaya patriarkhi dan
sistem ekonomi kapitalis di India, hal yang bisa dilakukan adalah menghapuskan hak
milik privat dan model produksi kapitalis serta menyetarakan beban dan kerjasama antara
laki-laki dan perempuan.

Daftar Pustaka
Davids, T. dan van Driel, F. (ed.), The Gender Question in Globalization: Changing
Perspective and Practices, Ashgate Publishing Company, Burlington, 2005.
Ashraf, N., Dowry Among Muslims in Bihar, Economic and Political Weekly, vol. 32,
no. 52, 27 Desember 1997 2 Januari 1998.
Srinivasan, P. dan Lee, G.R., The Dowry System in Northern India: Women's Attitudes
and Social Change, Journal of Marriage and Family, vol. 66, no. 5, Desember
2004.
Nelson, D., Indian gender gap widen due to number of female foetus abortions, 24 Mei
2011,

<http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/india/8533467/Indian-

gender-gap-widens-due-to-number-of-female-foetus-abortions.html>, 2 Juni 2011.

Organisation for Economic Co-Operation and Development, Policy Brief: Economic


Survey

of

India,

2007,

Oktober

2007,

<http://www.oecd.org/dataoecd/17/52/39452196.pdf>, 6 Juni 2011, p. 1.


E.H. Wardani, Belenggu-belenggu Patriarki: Sebuah Pemikiran Feminisme Psikoanalisis
Toni

Morrison

dalam

THE

BLUEST

EVE,

17

Desember

2009,

<http://eprints.undip.ac.id/6769/1/BELENGGU_BELENGGU_PATRIARKI_SEBU
AH_PEMIKIRAN_FEMINISME_PSIKOANALISIS_TONI_MORRISON_DALA
M_THE_BLUEST_EYE.pdf>

Anda mungkin juga menyukai