Lansia
Bumil
Dewasa
Neonatu
s
Deskripsi:
Tujuan:
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
bahasan:
Cara
Diskusi
Presentasi dan diskusi
E-mail
Pos
membahas:
Data pasien:
Nama: A ( 1 jam )
No. Registrasi:
Nama klinik:
Telp:
Terdaftar sejak: 22 Mei 2010
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/gambaran
Diagnosis saat masuk :
klinis:
neonatus BBL 3300 gram PB 50 cm
lahir SC ai letak sungsang + plasenta previa
Ibu baik, ketuban jernih
A/S : 4/5
Kelainan kongenital tidak ada
Penyakit sekarang : Asfiksia sedang
Diagnosis rawatan :
TTON + bronkopneumonia + sepsis
DD/ Respiratory Failure ( klinis )
2. Riwayat pengobatan:
Terapi awal :
- O2 binasal 2 L/mnt
-
Rawat di inkubator
IFVD Dextrose 10 % 8 tts/mnt, mikro
Inj Neo K 1 mg, IM
Bolus Ca Glukonas 3 cc, IV
Inj Cefotaxime 2 x 125 mg, IV
Inj Gentamisin 1 x 8 mg, IV
Inj Aminophillin, bolus 0,3 cc IV, berikutnya 4 x 0,2 cc
IV
- Sementara pasien di puasakan
- Pantau Vital Sign
3. Riwayat
kesehatan/penyakit:
PF/ :
Keadaan umum
: kurang aktif
Frekuensi jantung
: 124 x /menit
Frekuensi nafas
: 68 x/ menit
Suhu
: 36,9 oC
Panjang badan
: 50 cm
Berat badan
: 3300 gr
Hidung
: nafas cuping hidung tidak ada
Mulut
: sianosis sirkumoral tidak ada
Kulit
: Teraba hangat, sianosis tidak ada, pucat
tidak ada
Dada
Paru :
Inspeksi
: Normochest, simetris kiri dan kanan,
retraksi epigastrium (+)
Laboratorium :
GDS : 95 gr %
4. Riwayat keluarga:
5. Riwayat pekerjaan:
6. Kondisi lingkungan
sosial dan fisik:
7. Riwayat imunisasi
(disesuaikan dengan
pasien dan kasus):
8. Lain-lain:
Daftar Pustaka
Hasil pembelajaran:
1. Defenisi, etiologi, dan patofisiologi Asfiksia neonatorum
2. Manifestasi klinis Asfiksia noenatorum
3. Penatalaksanaan resusitasi bayi baru lahir
4. Defenisi, etiologi, patofisiologi TTON
5. Manifestasi klinis dan penatalaksanaan TTON
3. Assessment:
Asfiksia Neonatorum
Ikatan Dokter Anak Indonesia mendefenisikan asfiksia neonatorum sebagai
kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah
lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Sedangkan menurut
WHO, asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu kejanin. Pada penderita asfiksia,
gangguan pertukaran gas serta transport O2
akan menyebabkan berkurangnya
penyediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi
sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia. Kelainan fungsi tersebut dapat
reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa
ataupun kematian penderita. Manifestasi klinik banyak dilaporkan adalah bayi tidak
menangis dan bayi tidak bernapas.Tanda lainnya adalah adanya mekonium, sianosis,
kejang dalam 24 jam pertama. Apabila asfiksia berlanjut, bayi neonatus menunjukkan
pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, bayi terlihat
lemah (pasif), pernapasan makin lama makin lemah. Diagnosis asfiksia dapat dilakukan
dengan menentukan nilai Apgar. Nilai 0-3 : Asfiksia berat , Nilai 4-6 : Asfiksia sedang ,
Nilai 7-10 : Normal
TTON ( Transient tachipnea of Newborn )
Transient tachypnea bayi yang baru lahir muncul segera setelah lahir. Kejadian ini
dapat disertai dengan retraksi dada, nafas merintih saat ekspirasi, atau dengan cyanosis.
Pemulihan biasanya terjadi dalam waktu 3 hari. Secara radiologis, sindrom ini sering
disebut penyakit paru-paru basah. Gangguan ini akibat dari lambatnya penyerapan
cairan paru-paru janin setelah lahir. Transient tachypnea bayi baru lahir umumnya terjadi
setelah kelahiran dengan persalinan saesar. Manifestasi Klinis berupa gangguan
pernapasan ringan atau sedang biasanya hadir saat lahir atau dalam waktu 6 jam
setelah lahir. Manifestasi klinis yang timbul adalah tachypnea (yaitu, laju napas melebihi
60/mnt) bisa disertai dengan retraksi dada, merintih saat ekspirasi, atau pun sianosis.
Perawatan medis dari tachypnea transient yang baru lahir (TTN) adalah bersifat
supportif. Sebagian cairan paru-paru yang masih tertinggal akan diserap oleh sistem
limfatik bayi, sampai keadaan paru membaik .
4.
Plan:
- O2 binasal 2 L/mnt
-
Rawat di inkubator
IFVD Dextrose 10 % 8 tts/mnt, mikro
Inj Neo K 1 mg, IM
Bolus Ca Glukonas 3 cc, IV
Inj Cefotaxime 2 x 125 mg, IV
Inj Gentamisin 1 x 8 mg, IV
Inj Aminophillin, bolus 0,3 cc IV, berikutnya 4 x 0,2 cc IV
Sementara pasien di puasakan
Pantau Vital Sign
Pendidikan:
Konsultasi:
Rujukan:
Kontrol:
Pasien terus diobservasi dan diberikan terapi yang sesuai. Terlihat
perbaikan pada rawatan hari ke 5 dan 6. Namun pada hari berikutnya pasien
kembali sesak dan di temukan rhonki pada auskultasi paru. Dilakukan rotgen
foto thorak dan diperoleh hasil yang menggambarkan bronkopneumonia .Terapi
AB terus berjalan, selain itu di tambah dengan terapi supportif seperti
penghisapan lendir secara berkala tiap 6 jam, klapping back 2 kali sehari dan
merubah-rubah posisi tidur miring kiri-kanan.
Pada rawatan hari ke 11, terdapat cairan kecoklatan dari OGT yang
dialirkan, keadaan ini mengarah kepada stress ulcer yang terjadi kemungkinan
akibat infeksi yang dialami pasien. Pasien kemudian diterapi dengan Ranitidin
injeksi 3 x 5 mg IV dan Omeprazol 1 x 2 mg ( pulvis )
Rawatan hari ke 13, pasien kembali kejang. Pasien lalu diberi diazepam
2,5mg (0.,5 ml) bolus IV. 15 menit kemudian pasien mengalami sianosis dengan
RR : 1 x 1/10 dtk. Segera pasien di posisikan jalan nafas, suction lendir, dan di
berikan VTP ( Ventilasi Tekanan Positif )/ bagging. Lima menit berjalan, frekuensi
nafas meningkat menjadi 66 x/mnt.
Pasien kemudian dipasangkan CPAP untuk bisa mendapatkan oksigenasi
adekuat yang terus menerus. Namun pemasangan alat ini tidak dapat
berkelanjutan karena keterbatasan fasilitas.
Kegiatan
Periode