Lapkas Snike Bite
Lapkas Snike Bite
Pulo
Klat,
kecamatan
: Perempuan
: Islam
Petani
: Kawin
31 Juli 2013
15.45 WIB
35-13-92
Anamnesis
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
:-
B. PEMERIKSAAN FISIK
PRIMARY SURVEY
1. Airway and cervical spine control
- Jalan napas : Paten
2. Breathing and ventilation
- Look :
Gerakan hemithorax simetris
Retraksi dinding dada (-)
Respirasi rate 23 x/i
Trakea di tengah
- Listen
Gargling (-)
Snoring (-)
Stridor (-)
- Fell : Hembusan nafas adekuat
3. Circulation and bleeding control
- Perdarahan masif (-)
- Nadi 80 x/i reguler, isi dan tegangan cukup
Tanda Vital I : saat masuk IGD 31 Juli 2013 (15.45 WIB)
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 23x/menit
Temperatur
: 36,8o C
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital II
: pre-Debridement 1 Agustus 2013
(08.00 WIB)
Tekanan darah
Nadi
RR
Temperatur
Kesadaran
Tanda Vital III : H
:
:
:
:
: 140/90 mmHg
78x/menit
28x/menit
37,0o C
Compos mentis
Debridement 2 Agustus 2013 (09.00
WIB)
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 64x/menit
RR
: 22x/menit
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital IV : H+1 post Debridement 3Agustus 2013
(10.00 WIB)
2
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 72x/menit
RR
: 28x/menit
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital V : H+2 post Debridement 4 Agustus 2013
(10.00 WIB)
Tekanan darah
Nadi
RR
Kesadaran
: 130/70 mmHg
: 80x/menit
: 24x/menit
: Compos mentis
: 130/80 mmHg
: 83x/menit
: 23x/menit
: Compos mentis
: 120/80 mmHg
: 78x/menit
: 20 x/menit
: Compos mentis
H+5 post Debridement 7 Agustus 2013
: 110/80 mmHg
: 80x/menit
: 21 x/menit
: Compos mentis
: 100/80 mmHg
: 75x/menit
: 19 x/menit
: Compos mentis
C. STATUS LOKALISATA
1. KEPALA
a. Bentuk kepala
: kontur maxillofasial simetris
b. Mata
: pupil isokor +/+, konjungtiva anemis -/-,
sklera
ikterik -/-,
c. Hidung
d. Telinga
e. Mulut
reflek cahaya
+/+, pupil
bulat, isokor,
diameter 3mm/3mm
: deformitas (-)
: deformitas (-)
: sianosis bibir (-), mukosa mulut dan
lidah merah
muda, petekie (-), stomatitis (-), lidah
kotor (-)
f. Leher
Massa
(-),
pembesaran
KGB
(-),
Pembesaran (-)
2. THORAKS
Paru
a. Inspeksi
: simetris dalam keadaan statis maupun
dinamis
b. Palpasi
pergerakan
simetris,
vocal
fremitus simetris
c. Perkusi
: sonor seluruh lapangan paru.
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+,Wheezing -/-,
Rhonki -/Jantung : BJ1>BJ2
Jantung
a. Inspeksi
b. Palpasi
teraba
c. Perkusi
sinistra
d. Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), galop (-)
3. ABDOMEN
a) Inspeksi
(-),
hiperemi (-),venektasi (-), sikatrik
(-)
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultasi
Status Lokaslisasi
manus sinistra
Inspeksi
Palpasi
4. GENETALIA
PEREMPUAN
5. EKSTREMITAS
Deformitas (-), edema tungkai (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
1. darah rutin
2. KGD
3. Clotting time
4. Bleeding time
DIAGNOSIS
Vulnus morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus
sinistra
E. PENATALAKSANAAN :
1. Medikamentosa
amp 20gtt/i
Inj Cefotaxim 1 gr/12 jam
Inj Ranitidin 25 mg/12 jam
Inj Ketorolac 3 %/12 jam
Inj ATS 1500IU
Inj Dexa 5mg/12 jam
Nifedipine 10 mg/12 jam
Operatif
: Debridement
Persiapan sebelum operasi : IVFD RL 20 gtt/i
F. LAPORAN OPERASI
1. Informed Consent
2. Tanggal 2 Agustus 2013, pukul 11.30 WIB Debridement
dimulai
3. Pasien dengan posisi berbaring terlentang
4. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis dengan betadine
dan alkohol 70%.
5. Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
6. Lakukan anestesi infiltrasi/field block dengan
zat
Bila
dilakukan
tindakan
Debridement
segera
baik :
: dubia at bonam
: dubia at bonam
: dubia at bonam
: 11,1 gr%
LED
: 19 mm/jam
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit : 31,5 %
MCV
: 74 fl
dan
MCH
: 25,9 pg
MCHC
: 35,1 g%
Trombosit
: 76 x 103 /mm3
BT
: 2
CT
: 8
Bil. Total
: 0,57 mg/dl
Bil. Direct
: 0,14 mg/dl
SGOT
: 14 IU/L
SGPT
: 21 IU/L
Uric acid
: 4,4 mg/dl
: 189 mg/dl
HDL
: 68 mg/dl
Trigliserida : 62 mg/dl
Clotting time
:8
Bleeding time
:2
: Ny. H
: 60 tahun
: Desa pulo klat, Kecamatan
:
Vulnus
morsum
serpentis
a/r
a/r
Interphalanx
5. Diagnosa utama
Interphalanx
6. Jenis tindakan
10
O
KU : baik
Sens: CM
TD:150/1
00 mmHg
HR :80 x/i
RR : 23x/i
T : 36,80C
11
A
Vulnus
IVFD Dextr
5%
drip
morsum
SABU
1
ampl 20gtt/i
serpentis a/r
Inj.
Interphal Cefotaxim 1
gr/12 jam
Inj.
anx
Ranitidine
distal
amp/8 jam
Inj.
digiti
V Ketorolac
3%/ 8 jam
manus
Inj
Ondancentr
sinistra
on 1 amp /
12 jam
Nifedipine
10
mg/
12jam
Inj.ATS 1500
IU
Inj.Dexa
1
amp/12jam
Periksa CT
dan BT
1 Agustus Rangsangan
KU : baik Vulnus
IVFD
RL
Sens:
CM
2013
Nyeri
20gtt/i
morsum
TD
:
menurun,
Inj.
140/90
nyeri kepala,
Cefotaxim 1
serpentis a/r
mmHg
tangan
gr/12 jam
HR : 78x/i
Inj.
bengkak,
RR : 28x/i Interphal
Ranitidine
konjung
tiva T : 37,00C
amp/8 jam
anx
anemis(+),BA
Inj.
B(+) BAK(+)
distal
Ketorolac
3%/ 8 jam
digiti
V Inj
Ondancentr
manus
on 1 amp /
12 jam
sinistra
Nifedipine
10
mg/
12jam
Besok
debridemen
t di OK
2 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif,
konjungtiva
anemis,lengan
bengkak, nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)
KU : baik
Sens: CM
TD
:
130/80
mmHg
HR : 64
x/i
RR : 22x/i
T : 37,50C
12
IVFD
RL
20gtt/i
morsum
Inj.
Cefotaxim 1
serpentis a/r
gr/12 jam
Interphal Inj.
Ranitidine
amp/8 jam
anx
Inj.
distal
Ketorolac
3%/ 8 jam
digiti
V Inj
Vulnus
manus
sinistra
3 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)
KU : baik Post
Sens: CM
TD
: debridement
125/70
e
/c Vulnus
mmHg
HR : 82x/i
RR : 24x/i morsum
T : 36,50C
serpentis a/r
Interphal
anx
distal
digiti
manus
sinistra
13
Ondancentr
on 1 amp /
12 jam
Nifedipine
10
mg/
12jam
Observasi
luka
kampres
lengan
dengan
NaCl
Bed rest
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Cefotaxim 1
gr/8 jam
Inj ketorolac
3%/8 jam
Inj
Kalnex
amp/8 jam
Inj
ondancentr
on 1 amp /
12 jam.
Observasi
perdarahan
Jam
19.00
perdarahan
meningkat
Jam
19.30
cek HB cyto
dgn
hasil
HB:8
Lapor
dr
jaga
perintah:pa
sien dorong
ke OK untuk
di heacting
4 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)
KU
:
lemah
Sens: CM
TD
:
130/70
mmHg
HR : 80x/i
RR : 24x/i
T : 36,50C
Post
debridement
e
/c
Vulnus
morsum
serpentis a/r
Interphal
anx
5 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)
distal
digiti
V
manus
sinistra
: Post
KU
lemah
Sens: CM debridement
TD
:
e
/c Vulnus
130/80
mmHg
morsum
HR : 83x/i
RR : 23x/i
serpentis a/r
T : 36,30C
Interphal
anx
distal
digiti
manus
6 Agustus Nyeri
2013
daerah
sinistra
: Post
pada KU
luka, lemah
Sens: CM
14
dan
transfusi 2
bag PRC
Bed rest
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Cefotaxim 1
gr/8 jam
Inj ketorolac
3%/8 jam
Inj
Kalnex
amp/8 jam
Inj
ondancentr
on 1 amp /
12 jam.
Observasi
perdarahan
GV H+3
Bed rest
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Cefotaxim 1
gr/8 jam
Inj ketorolac
3%/8 jam
Inj
Kalnex
amp/8 jam
Inj
ondancentr
on 1 amp /
12 jam.
Observasi
perdarahan
HB ulang
Cek KGD
Bed rest
IVFD RL 20
debridement gtt/i
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
rasa
kebas
pada tangan,
BAB(+),
BAK(+)
7 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)
Rangsangan
sensorik ujung
jari kelingking
menurun.
ujung
jari
kelingking
mati rasa dan
menghitam
TD
: e/c Vulnus Inj
110/80
Cefotaxim 1
morsum
mmHg
gr/8 jam
HR : 78x/i
Inj ketorolac
serpentis
a/r
RR : 20x/i
3%/8 jam
T : 36,60C
Inj
Kalnex
Interphal
amp/8 jam
Inj
anx
ondancentr
on 1 amp /
distal
12 jam.
digiti
V Observasi
perdarahan
manus
GV
KU
:
lemah
Sens: CM
TD
:
110/80
mmHg
HR : 80x/i
RR : 21x/i
T : 36,00C
sinistra
Post
debridement
e
/c
Vulnus
morsum
serpentis a/r
Interphal
anx
distal
digiti
manus
sinistra
15
Bed rest
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Cefotaxim 1
gr/8 jam
Inj ketorolac
3%/8 jam
Inj
Kalnex
amp/8 jam
Inj
ondancentr
on 1 amp /
12 jam.
Observasi
perdarahan
GV
Terlihat
jaringan
nekrotik
rencana
amputasi
jika
keluarga
dan pasien
setuju
8 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+),ujung
jari kelingking
mati rasa dan
menghitam,uj
ung
jari
kelingking
mati rasa dan
kaku
KU
:
lemah
Sens: CM
TD
:
100/80
mmHg
HR : 75x/i
RR : 19x/i
T : 36,70C
Paien PAPS
Post
debridement
e
/c
Vulnus
morsum
serpentis a/r
Interphal
anx
distal
digiti
manus
sinistra
16
DISKUSI
pemeriksaan
fisik,
status
lokalisata
daerah
tanggal
Agustus
2013
dilakukan
tindakan
dengan
debridement,
hasil
nyeri
lain
berupa
kepala
membengkak.
17
nyeri
pada
perdarahan
lapangan
aktif,tangan
pada
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
pada
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
18
TINJAUAN PUSTAKA
1.Pendahuluan
1.1 Klasifikasi Vulnus
Luka adalah rusak atau hilangnya sebagian jaringan tubuh.
Luka disini akan dibagi menurut dengan penyebabnya. Jenis luka
perlu
diketahui
untuk
mengetahui
penyebab
dan
cara
Laceratum
(Laserasi/Robek)
adalah
Jenis
luka
yang
19
luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan
resiko infeksi, Vulnus Excoriasi (Luka Lecet) penyebab luka karena
kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit,
Vulnus Punctum (Luka Tusuk) Penyebab adalah benda runcing tajam
atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari
luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang
mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
Vulnus Contussum (Luka Kontusio) Penyebab benturan benda yang
keras.
Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat) Penyebab dari luka jenis
ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan
licin. Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak) Penyebabnya adalah
tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa
tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum. Vulnus Morsum
(Luka Gigitan) Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia,
kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.
Vulnus Perforatum (Luka Tembus) Luka jenis ini merupakan luka
tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau
proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel
organ jaringan.
Vulnus Amputatum (Luka Terpotong) Luka potong, pancung
dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan
hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb. Vulnus
20
21
22
23
24
2.2 PATOFISIOLOGI
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di
bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring
yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20
mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan
tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat
ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular
merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular
untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi)
adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya.
Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik pada bisa
menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari
bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase.
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami
pendarahan kesan dari pada luka yang berlaku pada saluran darah dan
pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku.
Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan
selama beberapa hari. Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau
batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata bagi
keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah
jarang, kehilangan darah yang banyak akan mengancam nyawa
25
venipunctur
dari
gusi,
dan
bila
berkembang
akan
26
ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas
taring.
Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring
sistem
pembuluh
darah;
bisa
neurotoksik,
yaitu
bisa
yang
mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa
yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada
waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang
digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ketubuhnya
dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi
kaku, dan kepala menjadi pening.
Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan
pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda
gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar,
pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal,
dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili
Viperidae).
28
GEJALA KLINIS :
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular.
1.
29
Ekimosis
Edema
menghitam
30
2.4 Klasifikasi
Derajat Gigitan Ular (Parrish)
1. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dengan diameter 1 5 cm
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Petechie, echimosis
- Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
- Sangat cepat memburuk.
2.5 PENATALAKSANAAN
Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan
ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban
sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama
31
umumnya
terjadi
salah
32
gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir,
tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu.
Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan
pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c.
Pemberian
tindakan
pendukung
berupa
stabilisasi
yang
meliputi
33
2.6
1.
Tanda
kelemahan,
vertigo,
nadi
cepat,lemah
dan
tak
teratur,
3.
seperti kehilangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Heitz U, Horne MM. Fluid; 2005; Benign Epithelial Tumor. 5th ed. Missouri:
Elsevier-mosby;.p3-227; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007; Terapi
Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari :
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan
%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf
2. Guyton AC, Hall JE; 1997; Textbook of Medical Physiology. 9th ed.
Pennsylvania: W.B.Saunders company;: 375-393; Dikutip dari : Hartanto,
Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian
Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran; Diunduh dari :
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan
%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf
34
35