Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA ACEH UTARA
BAGIAN ILMU BEDAH
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny.H
Umur
: 60 tahun
Alamat
: Desa
Samudra
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
:
Status Perkawinan
TMRS
:
Jam
:
No.MR
:

Pulo

Klat,

kecamatan

: Perempuan
: Islam
Petani
: Kawin
31 Juli 2013
15.45 WIB
35-13-92

Anamnesis
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan

: Luka gigitan ular


:-

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSU Cut


Meutia dengan keluhan luka gigitan ular pada jari kelingking
yang terjadi 1 jam yang lalu, pasien mengeluh bengkak, nyeri
pada daerah luka serta kebas di sekitar tangannya .
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi
Riwayat Pemakaian Obat : obat anti hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga

:-

B. PEMERIKSAAN FISIK
PRIMARY SURVEY
1. Airway and cervical spine control
- Jalan napas : Paten
2. Breathing and ventilation
- Look :
Gerakan hemithorax simetris
Retraksi dinding dada (-)
Respirasi rate 23 x/i
Trakea di tengah
- Listen
Gargling (-)
Snoring (-)
Stridor (-)
- Fell : Hembusan nafas adekuat
3. Circulation and bleeding control
- Perdarahan masif (-)
- Nadi 80 x/i reguler, isi dan tegangan cukup
Tanda Vital I : saat masuk IGD 31 Juli 2013 (15.45 WIB)
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 23x/menit
Temperatur
: 36,8o C
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital II
: pre-Debridement 1 Agustus 2013
(08.00 WIB)
Tekanan darah
Nadi
RR
Temperatur
Kesadaran
Tanda Vital III : H

:
:
:
:

: 140/90 mmHg
78x/menit
28x/menit
37,0o C
Compos mentis
Debridement 2 Agustus 2013 (09.00

WIB)
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 64x/menit
RR
: 22x/menit
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital IV : H+1 post Debridement 3Agustus 2013
(10.00 WIB)
2

Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 72x/menit
RR
: 28x/menit
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital V : H+2 post Debridement 4 Agustus 2013
(10.00 WIB)
Tekanan darah
Nadi
RR
Kesadaran

: 130/70 mmHg
: 80x/menit
: 24x/menit
: Compos mentis

Tanda Vital VI : H+3 post Debridement 5 Agustus 2013


(10.00 WIB)
Tekanan darah
Nadi
RR
Kesadaran

: 130/80 mmHg
: 83x/menit
: 23x/menit
: Compos mentis

Tanda Vital VI : H+4 post Debridement 6 Agustus 2013


(10.00 WIB)
Tekanan darah
Nadi
RR
Kesadaran
Tanda Vital VII :
(10.00 WIB)
Tekanan darah
Nadi
RR
Kesadaran

: 120/80 mmHg
: 78x/menit
: 20 x/menit
: Compos mentis
H+5 post Debridement 7 Agustus 2013
: 110/80 mmHg
: 80x/menit
: 21 x/menit
: Compos mentis

Tanda Vital VII : H+6 post Debridement 8 Agustus 2013


(10.00 WIB)
Tekanan darah
Nadi
RR
Kesadaran

: 100/80 mmHg
: 75x/menit
: 19 x/menit
: Compos mentis

C. STATUS LOKALISATA
1. KEPALA

a. Bentuk kepala
: kontur maxillofasial simetris
b. Mata
: pupil isokor +/+, konjungtiva anemis -/-,
sklera
ikterik -/-,
c. Hidung
d. Telinga
e. Mulut

reflek cahaya

+/+, pupil

bulat, isokor,
diameter 3mm/3mm
: deformitas (-)
: deformitas (-)
: sianosis bibir (-), mukosa mulut dan

lidah merah
muda, petekie (-), stomatitis (-), lidah
kotor (-)
f. Leher

Massa

(-),

pembesaran

KGB

(-),

Pembesaran (-)
2. THORAKS
Paru
a. Inspeksi
: simetris dalam keadaan statis maupun
dinamis
b. Palpasi

pergerakan

simetris,

vocal

fremitus simetris
c. Perkusi
: sonor seluruh lapangan paru.
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+,Wheezing -/-,
Rhonki -/Jantung : BJ1>BJ2
Jantung
a. Inspeksi
b. Palpasi
teraba
c. Perkusi

: Iktus tidak terlihat


: Iktus tidak teraba, thrill tidak
: Batas atas: ICS 2
Batas bawah
: ICS 4
Batas kanan
: Linea strenalis dextra
Batas kiri :
Linea
midclavicula
ris

sinistra
d. Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), galop (-)

3. ABDOMEN
a) Inspeksi

: Bentuk simetris, hiperpigmentasi

(-),
hiperemi (-),venektasi (-), sikatrik
(-)
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultasi

Status Lokaslisasi

: soepel, nyeri tekan (-)


: timpani , liver dullness(-)
: peristaltik (+) normal

: Regio Interphalanx distal digiti V

manus sinistra
Inspeksi

:Vulnus morsum (+), swelling (+), Hipermis (+),


hiperpigmentasi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (+), ukuran 0,2 cm x 0,2 cm dan


0,2cm x 0,1cm dengan jarak kedua luka 1,2cm

4. GENETALIA
PEREMPUAN
5. EKSTREMITAS
Deformitas (-), edema tungkai (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
1. darah rutin
2. KGD
3. Clotting time
4. Bleeding time
DIAGNOSIS
Vulnus morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus
sinistra
E. PENATALAKSANAAN :

1. Medikamentosa

: IVFD Dextros 5% + drip SABU 1

amp 20gtt/i
Inj Cefotaxim 1 gr/12 jam
Inj Ranitidin 25 mg/12 jam
Inj Ketorolac 3 %/12 jam
Inj ATS 1500IU
Inj Dexa 5mg/12 jam
Nifedipine 10 mg/12 jam
Operatif
: Debridement
Persiapan sebelum operasi : IVFD RL 20 gtt/i
F. LAPORAN OPERASI
1. Informed Consent
2. Tanggal 2 Agustus 2013, pukul 11.30 WIB Debridement
dimulai
3. Pasien dengan posisi berbaring terlentang
4. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis dengan betadine
dan alkohol 70%.
5. Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
6. Lakukan anestesi infiltrasi/field block dengan

zat

anestesi lokal (lidokain atau prokain) di sekeliling daerah


luka gigitan.
7. Lakukan Cross insisi.
8. Rawat perdarahan yang terjadi
9. Cek perdarahan
10. luka ditutup dengan verba
G. INSTRUKSI POST OPERASI
1. Istirahat
2. IVFD RL 20 gtt/i
3. Inj Cefotaxim 1 gr/ 8 jam
4. Inj Kalnex amp/8 jam
5. Inj Ketorolac 1amp /8jam
6. Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
7. Inj Ondancentron 1 amp/12 jam
8. Nifedipine 10 mg/12 jam
9. Ganti perban hari ke 3 post op
10.
Penilaian luka
H. PROGNOSIS

Bila

dilakukan

tindakan

pemberian SABU yang


Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanactionam

Debridement

segera

baik :
: dubia at bonam
: dubia at bonam
: dubia at bonam

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Laboratorium RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
Hari/tanggal : Rabu / 31 Juli 2013
Darah Rutin
Hb

: 11,1 gr%

LED

: 19 mm/jam

Eritrosit

: 4,27 x 106 /mm3

Leukosit

: 14,6 x 103 /mm3

Hematokrit : 31,5 %
MCV

: 74 fl

dan

MCH

: 25,9 pg

MCHC

: 35,1 g%

Trombosit

: 76 x 103 /mm3

BT

: 2

CT

: 8

Bil. Total

: 0,57 mg/dl

Bil. Direct

: 0,14 mg/dl

SGOT

: 14 IU/L

SGPT

: 21 IU/L

Uric acid

: 4,4 mg/dl

Glukosa puasa: 84 mg/dl


Kolesterol

: 189 mg/dl

HDL

: 68 mg/dl

Trigliserida : 62 mg/dl
Clotting time

:8

Bleeding time

:2

Gambar 1.1 terlihat luka gigitan ular pada jari


kelingking tangan kiri sebelum debridement

Gambar 1.2 Post debridement

Gambar 1.3 post debridement


hari ke 7
RESUME
No. RM : 35-13-80
Masuk tanggal : 31 Mei 2013
1. Nama pasien
2. Umur
3. Alamat
samudra
4. Diagnosa masuk

: Ny. H
: 60 tahun
: Desa pulo klat, Kecamatan
:

Vulnus

morsum

serpentis

a/r

distal digiti V manus sinistra


:
Vulnus
morsum
serpentis

a/r

Interphalanx
5. Diagnosa utama
Interphalanx
6. Jenis tindakan

distal digiti V manus sinistra


: Debridement

10

7. Keadaan pasien waktu masuk : KU baik, kesadaran compos


mentis
8. Pemeriksaan fisik
: TD 150/100 mmHg
9. Pemeriksaan laboratorium
: - Darah rutin
- Clotting time
- Bleeding time
- KGD
10.
Terapi
: (-)
11.
Keadaan pasien waktu pulang:
Telah dilakukan ganti verban H+7, kesadaran pasien
compos mentis dengan keadaan umum lemah. TD 100/80
mmHg, HR: 75x/i, RR 19x/i. Luka bekas debridement dinilai
tidak baik, pus (-), darah (+), hiperemis (+) terdapat
jaringan nekrotik pada interphalanx distal digiti V manus.

STATUS FOLLOW UP PASIEN


Tanggal
S
31
juli nyeri
kepala
2013
(+),nyeri pada
luka (+),keram
dan bengkak
pada wilayah
tangan lain(+)
BAK(+),
BAB(+)

O
KU : baik
Sens: CM
TD:150/1
00 mmHg
HR :80 x/i
RR : 23x/i
T : 36,80C

11

A
Vulnus

IVFD Dextr
5%
drip
morsum
SABU
1
ampl 20gtt/i
serpentis a/r
Inj.
Interphal Cefotaxim 1
gr/12 jam
Inj.
anx
Ranitidine
distal
amp/8 jam
Inj.
digiti
V Ketorolac
3%/ 8 jam
manus
Inj
Ondancentr
sinistra
on 1 amp /
12 jam
Nifedipine
10
mg/

12jam
Inj.ATS 1500
IU
Inj.Dexa
1
amp/12jam
Periksa CT
dan BT
1 Agustus Rangsangan
KU : baik Vulnus
IVFD
RL
Sens:
CM
2013
Nyeri
20gtt/i
morsum
TD
:
menurun,
Inj.
140/90
nyeri kepala,
Cefotaxim 1
serpentis a/r
mmHg
tangan
gr/12 jam
HR : 78x/i
Inj.
bengkak,
RR : 28x/i Interphal
Ranitidine
konjung
tiva T : 37,00C
amp/8 jam
anx
anemis(+),BA
Inj.
B(+) BAK(+)
distal
Ketorolac
3%/ 8 jam
digiti
V Inj
Ondancentr
manus
on 1 amp /
12 jam
sinistra
Nifedipine
10
mg/
12jam
Besok
debridemen
t di OK
2 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif,
konjungtiva
anemis,lengan
bengkak, nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)

KU : baik
Sens: CM
TD
:
130/80
mmHg
HR : 64
x/i
RR : 22x/i
T : 37,50C

12

IVFD
RL
20gtt/i
morsum
Inj.
Cefotaxim 1
serpentis a/r
gr/12 jam
Interphal Inj.
Ranitidine
amp/8 jam
anx
Inj.
distal
Ketorolac
3%/ 8 jam
digiti
V Inj
Vulnus

manus
sinistra

3 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)

KU : baik Post
Sens: CM
TD
: debridement
125/70
e
/c Vulnus
mmHg
HR : 82x/i
RR : 24x/i morsum
T : 36,50C
serpentis a/r
Interphal
anx
distal
digiti
manus
sinistra

13

Ondancentr
on 1 amp /
12 jam
Nifedipine
10
mg/
12jam
Observasi
luka
kampres
lengan
dengan
NaCl
Bed rest
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Cefotaxim 1
gr/8 jam
Inj ketorolac
3%/8 jam
Inj
Kalnex
amp/8 jam
Inj
ondancentr
on 1 amp /
12 jam.
Observasi
perdarahan
Jam
19.00
perdarahan
meningkat
Jam
19.30
cek HB cyto
dgn
hasil
HB:8
Lapor
dr
jaga
perintah:pa
sien dorong
ke OK untuk
di heacting

4 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)

KU
:
lemah
Sens: CM
TD
:
130/70
mmHg
HR : 80x/i
RR : 24x/i
T : 36,50C

Post
debridement
e

/c

Vulnus

morsum
serpentis a/r
Interphal
anx

5 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)

distal
digiti
V
manus
sinistra
: Post

KU
lemah
Sens: CM debridement
TD
:
e
/c Vulnus
130/80
mmHg
morsum
HR : 83x/i
RR : 23x/i
serpentis a/r
T : 36,30C
Interphal
anx
distal
digiti
manus

6 Agustus Nyeri
2013
daerah

sinistra
: Post

pada KU
luka, lemah
Sens: CM
14

dan
transfusi 2
bag PRC
Bed rest
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Cefotaxim 1
gr/8 jam
Inj ketorolac
3%/8 jam
Inj
Kalnex
amp/8 jam
Inj
ondancentr
on 1 amp /
12 jam.
Observasi
perdarahan
GV H+3
Bed rest
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Cefotaxim 1
gr/8 jam
Inj ketorolac
3%/8 jam
Inj
Kalnex
amp/8 jam
Inj
ondancentr
on 1 amp /
12 jam.
Observasi
perdarahan
HB ulang
Cek KGD

Bed rest
IVFD RL 20
debridement gtt/i

perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
rasa
kebas
pada tangan,
BAB(+),
BAK(+)

7 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+)
Rangsangan
sensorik ujung
jari kelingking
menurun.
ujung
jari
kelingking
mati rasa dan
menghitam

TD
: e/c Vulnus Inj
110/80
Cefotaxim 1
morsum
mmHg
gr/8 jam
HR : 78x/i
Inj ketorolac
serpentis
a/r
RR : 20x/i
3%/8 jam
T : 36,60C
Inj
Kalnex
Interphal
amp/8 jam
Inj
anx
ondancentr
on 1 amp /
distal
12 jam.
digiti
V Observasi
perdarahan
manus
GV
KU
:
lemah
Sens: CM
TD
:
110/80
mmHg
HR : 80x/i
RR : 21x/i
T : 36,00C

sinistra
Post
debridement
e

/c

Vulnus

morsum
serpentis a/r
Interphal
anx
distal
digiti
manus
sinistra

15

Bed rest
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Cefotaxim 1
gr/8 jam
Inj ketorolac
3%/8 jam
Inj
Kalnex
amp/8 jam
Inj
ondancentr
on 1 amp /
12 jam.
Observasi
perdarahan
GV
Terlihat
jaringan
nekrotik
rencana
amputasi
jika
keluarga
dan pasien
setuju

8 Agustus Nyeri
pada
2013
daerah
luka,
perdarahan
aktif
merembes,
konjungtiva
anemis,nyeri
kepala(+),
BAB(+),
BAK(+),ujung
jari kelingking
mati rasa dan
menghitam,uj
ung
jari
kelingking
mati rasa dan
kaku

KU
:
lemah
Sens: CM
TD
:
100/80
mmHg
HR : 75x/i
RR : 19x/i
T : 36,70C

Paien PAPS

Post
debridement
e

/c

Vulnus

morsum
serpentis a/r
Interphal
anx
distal
digiti
manus
sinistra

16

DISKUSI

Pada tanggal 31 Juli 2013,Ny.H, 60 tahun datang ke IGD


Rumah Sakit Umum Cut Meutia dengan luka gigitan ular pada
ujung jari kelingking kiri yang terjadi 1 jam yang lalu saat masuk
rumah sakit.
Dari

pemeriksaan

fisik,

status

lokalisata

daerah

Interphalanx distal digiti V manus sinistra terlihat luka yang


dalam sebanyak 2 buah dan bengkak. Pada pemeriksaan palpasi
didapatkan Nyeri tekan (+), ukuran 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2cm x
0,1cm dengan jarak kedua luka 1,2cm .
Pada

tanggal

Agustus

2013

dilakukan

tindakan

debridement dengan cross insisi menggunakan anestesi lokal


dan segera setelahnya dilakukan penilaian luka pada hari
pertama post debridement dan perencanaan ganti verban hari
ke-3 setelah operasi.
Tanggal 3 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital
pasien

dengan

debridement,

hasil
nyeri

lain

berupa

kepala

membengkak.

17

nyeri

pada

perdarahan

lapangan

aktif,tangan

Tanggal 4 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital


pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu
Nyeri pada daerah luka, perdarahan aktif merembes,tangan
membengkak.
Tanggal 5 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital
pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu
Nyeri pada daerah luka, perdarahan aktif merembes,tangan
membengkak.
Tanggal 6 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital
pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu
Nyeri pada daerah luka, perdarahan aktif merembes, rasa kebas
pada tangan.
Tanggal 7 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital
pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu
Nyeri

pada

daerah

luka,

perdarahan

aktif

merembes,

Rangsangan sensorik ujung jari kelingking menurun.


Tanggal 8 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital
pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu
Nyeri

pada

daerah

luka,

perdarahan

aktif

merembes,

Rangsangan sensorik ujung jari kelingking menurun, ujung jari


kelingking mati rasa dan menghitam. Pasien PAPS

18

TINJAUAN PUSTAKA
1.Pendahuluan
1.1 Klasifikasi Vulnus
Luka adalah rusak atau hilangnya sebagian jaringan tubuh.
Luka disini akan dibagi menurut dengan penyebabnya. Jenis luka
perlu

diketahui

untuk

mengetahui

penyebab

dan

cara

penyembuhannya. Etiologi dari luka tersebut adalah Mekanis /


traumatis, Perubahan suhu, Zat kimia, Ledakan, Sengatan listrik,
Gigitan hewan.
Menurut jenis nya luka terbagi menjadi beberapa tipe yaitu
Vulnus

Laceratum

(Laserasi/Robek)

adalah

Jenis

luka

yang

disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri

19

luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan
resiko infeksi, Vulnus Excoriasi (Luka Lecet) penyebab luka karena
kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit,
Vulnus Punctum (Luka Tusuk) Penyebab adalah benda runcing tajam
atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari
luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang
mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
Vulnus Contussum (Luka Kontusio) Penyebab benturan benda yang
keras.
Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat) Penyebab dari luka jenis
ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan
licin. Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak) Penyebabnya adalah
tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa
tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum. Vulnus Morsum
(Luka Gigitan) Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia,
kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.
Vulnus Perforatum (Luka Tembus) Luka jenis ini merupakan luka
tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau
proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel
organ jaringan.
Vulnus Amputatum (Luka Terpotong) Luka potong, pancung
dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan
hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb. Vulnus
20

Combustion (Luka Bakar) Penyebab oleh karena thermis, radiasi,


elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat
mulai dari lepuh (bula carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau
anesthesia.
Luka gigitan yang paling sering dijumpai diantaranya adalah
gigitan Ular (vulnus morsum serpentis), gigitan Anjing (vulnus
morsum canis), Gigitan Kucing

(vulnus morsum felis ), Gigitan

Monyet (vulnus morsum macacus), Gigitan Manusia (vulnus morsum


sapiens),Gigitan Kalajengking (vulnus morsum).

1.2 Ekstremitas Superior

21

22

23

2 GIGITAN ULAR (SNAKE BITE)


2.1Epidemiologi
Penderita korban gigitan ular di kota besar jarang dijumpai,
sebab habitat ular terutama ditempat yang rimbun, berair dan tertutup.
Dari 25003000 spesies ular yang tersebar di dunia kira-kira ada 500
ular yang beracun.1 Diperkirakan sekitar 5 juta kasus gigitan ular
terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, menyebabkan sekitar 125.000
kematian. Gigitan ular lebih umum terjadi di wilayah tropis dan di
daerah dimana pekerjaan utamanya adalah agrikultural. Di daerahdaerah ini, sejumlah besar orang hidup berdampingan bersama
sejumlah besar ular. Orang-orang yang digigit oleh ular dikarenakan
memegang atau bahkan menyerang ular merupakan penyebab yang
signifikan di Amerika Serikat. Diperkirakan ada 45.000 gigitan ular
per tahun di Amerika Serikat, terbanyak pada musim panas, sekitar
8000 digigit oleh ular berbisa. 2
Di Amerika Serikat, 76% korban adalah laki-laki kulit putih.
Studi nasional di Negara tersebut melaporkan angka perbandingan
antara laki-laki dan perempuan adalah 9:1, dengan 50% korban berada
pada rentang usia 18-28 tahun. Sedangkan studi UTMCK melaporkan
perbandingan laki-laki dengan perempuan hanya 2.1:1, dengan jumlah
korban dalam rentang usia yang sama hanya 25%. UTMCK juga
melaporkan 96% gigitan berlokasi pada ekstremitas, dengan 56% pada
lengan.4

24

2.2 PATOFISIOLOGI
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di
bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring
yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20
mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan
tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat
ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular
merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular
untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi)
adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya.
Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik pada bisa
menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari
bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase.
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami
pendarahan kesan dari pada luka yang berlaku pada saluran darah dan
pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku.
Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan
selama beberapa hari. Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau
batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata bagi
keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah
jarang, kehilangan darah yang banyak akan mengancam nyawa
25

mangsa. Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan


anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasaya full paralysis akan
memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya
menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular
dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda tanda klinis
yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat
gigitan,

venipunctur

dari

gusi,

dan

bila

berkembang

akan

menimbulkan hematuria, haematomisis, melena dan batuk darah.

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa.


Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular
berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran,
bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa
terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga,

26

ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas
taring.
Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa


bekas taring, (B) Ular berbisa dengan bekas taring.
2.3 TANDA dan GEJALA GIGITAN ULAR BERBISA
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan
menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan
27

sistem

pembuluh

darah;

bisa

neurotoksik,

yaitu

bisa

yang

mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa
yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada
waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang
digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ketubuhnya
dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi
kaku, dan kepala menjadi pening.
Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan
pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda
gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar,
pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal,
dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili
Viperidae).

28

GEJALA KLINIS :
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular.
1.

Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan,

ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan


bawah kulit).
2.

Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat,

menggigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah,


nyeri kepala, pandangan kabur.

29

Tanda gigitan ular(fang mark)

Ekimosis

Edema

menghitam

30

2.4 Klasifikasi
Derajat Gigitan Ular (Parrish)
1. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dengan diameter 1 5 cm
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Petechie, echimosis
- Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
- Sangat cepat memburuk.
2.5 PENATALAKSANAAN
Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan
ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban
sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama
31

adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan


menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit
serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban
ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang
cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan
cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot,
karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke
dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation
pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat
meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.
Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk
mencegah peningkatan penyerapan bisa.
Pada

umumnya

terjadi

salah

pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular.


Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras
sehingga menghambat peredaran darah), insisi
(pengirisan dengan alat tajam), pengisapan
tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit,
pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus
dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.
Terapi yang dianjurkan meliputi:
a.

Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal


atau air steril.

b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis


dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian
tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan

32

gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir,
tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu.
Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan
pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c.

Pemberian

tindakan

pendukung

berupa

stabilisasi

yang

meliputi

penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan


sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban
berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan,
kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban,
hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi
nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid
maka diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat
mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein,
maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di
Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap
beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan
jaringan lokal yang luas.
Indikasi SABU(Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya gejala venerasi sistemik dan
edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz
dan Way (Depkes, 2001):

Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12


jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU

33

Derajat II: 3-4 vial SABU

Derajat III: 5-15 vial SABU

Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU

2.6

KOMPLIKASI PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA

1.

Tanda

kelemahan,

vertigo,

nadi

cepat,lemah

dan

tak

teratur,

pembengkakan, dan perubahan warna yang hebat didaerah gigitan penting


diperhatikan untuk menduga adanya efek keracunan yang lanjut.
2.

Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah gigitan.

3.

Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat

seperti kehilangan

kesadaran sehingga sedapat mungkin penderita memperoleh perawatan intensif di


rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Heitz U, Horne MM. Fluid; 2005; Benign Epithelial Tumor. 5th ed. Missouri:
Elsevier-mosby;.p3-227; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007; Terapi
Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari :
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan
%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf
2. Guyton AC, Hall JE; 1997; Textbook of Medical Physiology. 9th ed.
Pennsylvania: W.B.Saunders company;: 375-393; Dikutip dari : Hartanto,
Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian
Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran; Diunduh dari :
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan
%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf

34

3. Udeani; John; 2010; Papilloma Tumors; New York: Department of


Emergency Medicine, Charles Drew University/ UCLA School of Medicine;
Diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/19834799/Hemorrhagic-Shock
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajr Ilmu Bedah , EGC Jakarta, 1997
5. Sumiardi Karakata, Bob Bachtiar, Bedah Minor < Jakarta, Hipocrates, 1995
6. JA Norton,RR Bol8inger, Surgery Basic Science and Clinica Evidence,Matrix
Publishing Sevice New York, 2000
7. Djohansjah Marzoeki,Ilmu Bedah, Lukia dan Perawataqnnya, Airlangga

University Press 1993.

35

Anda mungkin juga menyukai