Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1.

Pergeseran Peran dan Fungsi Alun-Alun Kaliwungu


Dari sejarah perjalanan alun-alun Kaliwungu diatas dapat disimpulkan
bahwa alun-alun Kaliwungu mengalami beberapa pergantian peran dan juga
fungsinya. Untuk lebih mudahnya dapat dikronologiskan sebagai berikut :

4.1.1.

Alun-Alun Kaliwungu Pada Zaman Pra Kolonialis ( Era Mataram


Islam, Abad 16-18 M )
Pada abad ke-16 perkembangan Kerajaan Islam semakin meluas,
salah satunya yang ada di pulau Jawa adalah

Kerajaan Demak.

Peluasan dilakukan dengan penyebaran agama Islam di daerah-daerah


sekitar Demak, termasuk wilayah Kendal melalui utusan yang bernama
Sunan Katong. Semenjak kedatangan Sunan Katong di Kaliwungu,
wilayah Kendal mulai berkembang hingga menjadi sebuah Kabupaten.
Pada era ini mulai muncul dua alun-alun, yaitu Alun-alun
Wiguntur yang memiliki fungsi sakral dan Alun-alun Bubat sebagai
fungsi profan. Yang dimaksudkan fungsi sakral adalah upacara-upacara
religius dan penetapan jabatan pemerintahan. Sementara fungsi profan
adalah untuk kegiatan pesta rakyat dan perayaan-perayaan tahunan.
Demikian yang ada pada pemerintahan Mataram baik Yogyakarta
maupun Surakarta, yang memiliki dua alun-alun yaitu Alun-alun Lor
dan Alun-alun Kidul.
Sebagai daerah pengembangan dari Kerajaan Demak, Kaliwungu
hanya memiliki satu alun-alun. Dengan demikian fungsi sakral dan
52

53

profan dijalankan sekaligus di alun-alun Kaliwungu. Fungsi sakral yang


dijalankan

seperti

kegiatan

keagamaan

dan

upacara-upacara

pemerintahan. Sedangkan fungsi profannya adalah untuk kegiatan


tradisi yang ada di Kaliwungu, yaitu syawalan yang berlangsung
seminggu setelah Hari raya Idul Fitri. Sedangkan pada hari biasa alunalun dimanfaatkan untuk kegiatan bersama masyarakat sekitar, seperti
olahraga dan tempat bermain.
Peran alun-alun pada saat itu hanya masih sebagai pusat kegiatan
yang berupa tanah lapang. Alun-alun berada di depan masjid
Kaliwungu, sekarang bernama Masjid Al-Muttaqin yang merupakan
pusat kegiatan syiar agama Islam pada saat itu. Dan sekitarnya masih
berupa pemukiman warga, dan pada saat itu masih belum dibangunnya
Jalan Dendels pada masa pemerintahan Inggris atau yang sekarang
menjadi Jalan Raya Masjid
Kaliwungu-Kendal.
Kaliwunguu
Alun-alun Kaliwunguu

Gambar 4.1 Alun-alun Kaliwungu pada Zaman Pra Kolonial


Sumber : Olahan peneliti dari peta dasar google (2014)

54

4.1.2.

Alun-Alun Kaliwungu Pada Zaman Kolonialis ( Era Hindia


Belanda, Abad 18-19 M )
Dalam sistim pemerintahan kolonial, Jawa dibagi menjadi 3
Propinsi, 18 Karesidenan

yang

masing-masing

dibawahi

oleh

soerang residen, serta 66 Kabupaten yang masing-masing dikuasi


secara bersama oleh seorang Asisten Residen
dan

seorang

Bupati

(Pribumi).

Pada

pusat

(orang

Belanda)

kota Kabupaten

inilah dibakukan semacam lambang pemerintahan bersama antara


Asisten Residen dengan Bupati dalam bentuk phisik. Wujudnya
adalah

bentuk phisik tradisional

berupa

rumah Bupati dengan

pendopo didepannya. Di depan rumah Bupati tersebut terdapat


alun-alun yang ditumbuhi oleh dua buah atau kadang-kadang
sebuah pohon beringin.
Demikian pula dengan Kaliwungu yang pada saat itu menjadi
ibu Kota Kabupaten Kendal. Sehingga peran alun-alun Kaliwungu saat
itu adalah sebagai pusat Kabupaten Kendal. Namun tipolagi alun-alun
Kaliwungu sedikit berbeda dengan alun-alun di Pulau Jawa pada
umumnya. Yaitu disebelah selatan terdapat rumah Bupati dan pendopo
di depannya, disebelah barat terdapat masjid dan pasar, sednagkan
kantor pemerintahan berada disebelah timur.

55
Pasar Sore
Masjid Kaliwunguu
Alun-alun Kaliwunguu
Kantor Kabupaten
Pendopo
Rumah Bupati

Gambar 4.2 Alun-alun Kaliwungu pada Zaman Kolonialis


Sumber : Olahan peneliti dari peta dasar google (2014)
Fungsi alun-alun pada saat itu masih memegang dua fungsi, yaitu
sebagai fungsi kenegaraan seperti upacara dan kegiatan-kegiatan
pemerintahan, dan fungsi social yang dpaat digunakan oleh masyarakat
untuk bermain, berolahraga atau sekedar bersantai.
Pada tahun 1811, pemerintah Inggris membangun jalan raya
Dandels

yang

melalui

Kaliwungu-Kendal.

Atas

usul

Patih

Wiromenggolo, ibukota Kabupaten Kaliwungu akan dipindahkan ke


Kota Kendal dengan alasan:

Letak Kaliwungu kurang strategis karena sering dilanda banjir,

sedangkan sebelah selatan terdiri tanah yang berbukit-bukit.


Kota Kendal tanahnya datar dan cukup luas, letaknya juga dekat
pantai yang baik.
Pada tahun 1812 pemerintah Inggris menyetujui pemindahan

ibukota tersebut. Setelah pemindahan pusat kota Kendal, Kaliwungu

56

tidak lagi menjadi ibu kota kabupaten, namun kini menjadi Kawedanan
Kaliwungu yang membawahi dua kecamatan, yaitu kec. Kaliwungu dan
Kec. Brangsong. Dengan demikian alun-alun Kaliwungu perannya tidak
lagi menjadi alun-alun kabupaten, melainkan alun-alun kawedanan.
Namun fungsi alun-alun tidak jauh berbeda dari sebelumnya
hanya statusnya saja yang berbeda. Serta bangunan yang ada
Pasar Sore

disekitarnya kini berupa, kantor kawedanan, pendopo, kantor DPU, dan


Masjid Kaliwunguu

Kantor Kec. Kaliwungu, sedangkan masjid dan pasar masih tetap.


Alun-alun Kaliwunguu
Kantor Kawedanan
Pendopo
Rumah Wedana

Masjid
Kaliwungu
u
Pasar Sore
Alun-alun
Kaliwungu
u
Kantor
Kawedanan
Pendopo
Rumah
Wedana

Gambar 4.3 Alun-alun Kaliwungu sebagai pusat Kawedanan


Sumber : Olahan peneliti dari peta dasar google (2014)
4.1.3.

Alun-Alun Kaliwungu Pada Zaman Pasca Kolonialis (Era


Kemerdekaan hingga Abad 20 M)
Setelah kemerdekaan, alun-alun masih menjadi unsur yang
cukup dominan di kota-kota Kabupaten sampai sekarang. Peran dan
fungsi alun-alun Kaliwungu juga masih berlangsung sama, sampai pada
tahun 1963 terjadi penghapusan kawedanan. Sehingga tidak ada lagi

57

kawedanan Kaliwungu, yang tersisa adalah Kecamatan Kaliwungu.


Peran alun-alun Kaliwungu kembali berubah menjadi alun-alun
kecamatan.
Kali ini fisik alun-alun juga mengalami perubahan. Bangunan
perkantoran disebelah timur alun-alun dirobohkan, karena sudah tidak
lagi digunakan. Sedangkan untuk kantor Kecamatan Kaliwungu
dipindahka di lahan kosong yang ada di selatan alun-alun, bersamaan
juga dengan dipindahkannya kantor Kelurahan Kutoharjo disebelah

bertambah.
B

C
E\Ea
sjid
K
a
l
i
wu n
gu

kantor kecamatan. Sehingga luas alun-alun Kaliwungu semakin

Keterangan :
A : Alun-Alun Kaliwungu

D : Kantor Kec. Kaliwungu

B : Pasar Sore

E : Pendopo

C : Masjid Kaliwungu

F : Lahan Kosong

Gambar 4.4 Alun-alun Kaliwungu sebagai pusat Kecamatan


Sumber : olahan peneliti dari peta dasar google (2014)

58

4.1.4. Alun-Alun Kaliwungu Sekarang ini (Era Abad 20 M)


Pada tahun 2001 kantor Kecamatan Kaliwungu dilakukan
pengembangan sehingga dipindahkan di lahan yang lebih luas. Pada saat
itu pula diiringi dengan pengalihan fungsi lahan Pasar Sore sebagai
parkiran masjid. Para pedagang yang sebelumnya ada di Pasar Sore
dipindahkan di Pasar Pagi Kaliwungu dan Pasar Gladak. Bersamaan
dengan itu pula pemerintah Kab. Kendla menetapkan alun-alun
D

Kaliwungu sebagai Ruang Terbuka Hijau. Ketika kebijakan baru itu


d

ditetapkanlah, sebenarnya titik balik dari terjadinya pergeseran peran dan

G
B

fungsi alun-alun Kaliwungu.


F
C
A

E\Ea
s
j
i
d
Kali
wu
ngu

Keterangan :
A : Alun-Alun Kaliwungu

B : Parkiran Masjid

C : Masjid Kaliwungu

D : Kantor Kelurahan Kutoharjo

E : Pendopo

F : Lapangan Volly

G : Tempat menaruh lapak pedagang kaki lima

Gambar 4.5 Alun-alun Kaliwungu saat ini


Sumber : olahan peneliti dari peta dasar google (2014)

59

Pemindahan Pasar Sore tersebut tidak berjalan seperti yang


diharapkan. Tempat yang baru dirasa kurang menguntungkan oleh para
pedagang, akibatnya bebeapa dari mereka kembali lagi. Mereka mulai
membuka lapak di trotoar alun-alun, pada awalnya hanya 5-6 pedagang
saja namun lama-kelamaan jumlahnya semakin bertambah. Hal tersebut
juga dikarenakan tidak adanya upaya pencegahan oleh pemerintah,
padahal pemerintah sendiri yang menetapkan alun-alun sebagai ruang
terbuka hijau. Hingga akhirnya seluruh area alun-alun Kaliwungu kini
penuh dengan lapak pedagang kaki lima yang beroperasi mulai pukul
14.00- 23.00 WIB.
Alun-alun yang seharusnya mewadahi kegiatan masyarakat , kini
hanya terpaku pada satu kegiatan saja yaitu kegiatan ekonomi. Apalagi
jika melihat kembali pada fungsi seharusnya yang ditetapkan sebagai
Ruang Terbuka Hijau, hal ini sama sekali tidak sesuai. Karena tidak dapat
dipungkiri dengan keberadaan para pedagang kaki lima tersebut akan
menghalangi pewujudan alun-alun Kaliwungu sebagai runag terbuka
hijau.
Keberadaan para pedagang tersebut semakin menguat dengan
adanya organisasi yang mereka dirikan, yaitu PEPAK (Persatuan
Pedagang Alun-alun Kaliwungu). Mereka juga menyelenggarakan
kegiatan rutin baik bulanan manupun tahunan. Pada setiap hari Jum,at
Kliwon pagi mereka melakukan gotong-royong untuk mempbersihkan
aluna-alun. Sedangkan untuk agenda tahunan berupa jalan sehat dan
pengajian yang diselenggarakan di alun-alun Kaliwungu. Hal tersebut

60

seolah-olah menguatkan esistensi mereka sebagai pengguna ruang publik


tersebut.
4.2.

Peran dan Fungsi Alun-alun Kaliwungu sebagai Ruang Terbuka


Publik Saat ini

4.2.1.

Peran Alun-Alun Kaliwungu


Dari waktu ke waktu peran alun-alun mengalami banyak
perubahan. Pada zaman pra kolonial antara alun- alun, kraton dan
mesjid mempunyai konsep keselarasan yang jelas. Maksudnya komplek
tersebut memang merupakan wujud dari konsep keselarasan antara
mikrokosmos dan makrokosmos, yang diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari orang Jawa. Oleh sebab itu meskipun terdapat transformasi
bentuk alun-alun dari jaman

Majapahit

sampai

Mataram,

tapi

terlihat adanya kontinuitas konsep pemikiran tentang penataannya.


Pada jaman kolonial kelihatan adanya diskontinuitas tentang
pemikiran konsep penataan alun-alun. Tapi secara halus Belanda
berhasil membuat konsep baru dalam penataan alun-alun kota untuk
disesuaikan

dengan

sistim

pemerintahannya

Sehingga muncul istilah kota-kota


kebudayaan

Indisch,

Indisch,

pada

waktu

itu.

karena munculnya

yaitu percampuran antara kebudayaan Jawa

dan Kebudayaan Belanda. Begitu pula yang terjadi dengan peran alunalun

Kaliwungu

sebagai

runag

terbuka

publik.

Mulai

kemunculnya sebagai ruang sosial yang terbentuk karena

dari

adanya

pemusatan kegiatan masyarakat. Sebagaimana alun-alun yang ada di


pulau Jawa, alun-alun Kaliwungu juga berperan dalam mewujudkan
kebutuhan akan fungsi sacral maupun profannya.

61

Kemudian pada zaman Kolonial yang mencoba menciptakan


bentuk baru dengan memasukan unsur kebudayaan yang ada, dengan
mengolah

alun-alun

yang

dikelilingi

oleh

beberapa

kantor

pemerintahan. Peran alun-alun disini sedikit bergeser fungsi sakralnya


dari keagamaan menjadi kenegaraan. Sedangkan fungsi profannya
msiah tetap terjaga, guna memelihara kebudayaan yang ada.
Meskipun terjadi beberapa perubahan peran, mulai drai alun-alun
Kabupaten, menjadi alun-alun Kawedanan, hingga kini menjadi alunalun Kecamatan. Alun-alun Kaliwungu tetap memiliki peran yang
penting sebagai pusat kota di kecamatan Kaliwungu. Meskipun
perannya sebagai ruang terbuka hijau belum dapat sepenuhnya terwujud.
Keberadaannya tidak dapat tergantikan karena menyangkut sumber
perekonomian masyarakat. Meskipun demikian hakikatnya sebagai
ruang terbuka publik, sebuah alun-alun harus memiliki peran yang dapat
mewadahi kebutuhan masyarakat akan semua fungsi ruang terbuka
publik. Bukan hanya satu fungsi saja yang berjalan.

Gambar 4.6 Peran alun-alun Kaliwungu saat ini


Sumber : Dokumen peneliti (2014)
4.2.2.

Fungsi Alun-alun Kaliwungu

62

Jika ditinjau dari fungsi alun-alun sebagairuang terbuka publik,


maka alun-alun Kaliwungu seharusnya memiliki fungsi sosial dan
fungsi ekologi, yaitu sebagai berikut (Hakim, 1993) :
Fungsi Sosial ruang terbuka :
Tempat bermain, berolahraga
Fungsi alun-alun sebagai ruang terbuka publik yang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan bermain dan olahraga, kini tidak
lagi dapat dilakukan di alun-alun Kaliwungu. Selain tidak
adanya fasilitas yang memadahi. Adanya kegiatan perdagangan
juga mengakibatkan kondisi alun-alun menjadi sangat buruk.
Banyak

dijumpai

umpak-umpak

yang

digunakan

untuk

mndirikan tenda. Hal tersebut sangat mengganggu jika


digunakan untuk bermain maupun olahraga.

Gambar 4.7 Kondisi Alun-alun Kaliwungu saat ini


Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Tempat bersantai
Meskipun sudah tersedia beberapa tempat duduk yang dapat
digunakn untuk kegiatan bersantai atau duduk-duduk. Namun

63

kondisi kebersihan kurang mendukung. Pasalnya masih banyak


sampah yang berserakan bekas kegiatan pasar dimalam hari.

Gambar 4.8 Fasilitas tempat duudk di Alun-alun Kaliwungu


Sumber : Dokumen peneliti (2014)
Jika pada pagi hari masih memungkinkan alun-alun sebagi
tempat bersantai, namun tidak pada malam hari Karena sudah
dipenuhi lapak para pedagang kaki lima.

Tempat komunikasi sosial


Sebagai ruang publik tentunya alun-alun memiliki fungsi
dalam menyediakan ruang bagi masyarakat untuk saling berinteraksi
atau bersosialisasi. Meski sudah disediakan fasilitas pada alun-alun
Kaliwungu, namun kondisinya kurang terawat. Sehingga masyarakat
juga enggan menggunakannya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
sebagai pusat kota, keberadaan alun-alun Kaliwungu dijadikan pusat
kegiatan atau pertemuan masyarakat. Meski dengan kondisi yang
tidak nyaman.

64

Gambar 4.9 Alun-alun Kaliwungu sebagai tempat komonukasi sosial


Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Tempat peralihan, tempat menunggu


Meski hanya sebagian kecil yang memanfaatkan, fungsi alunalun Kaliwungu sebagai ruang peralihan atau yang biasa dijadikan
untuk tempat menunggu sudah berjalan. Seperti yang terlihat pada
gamabar, beberapa anak sekolah menunggu angkutan di area alunalun.

Gambar 4.10 Alun-alun Kaliwungu sebagai tempat komonukasi sosial


Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Tempat mendapatkan udara segar dari lingkungan

65

Meskipun kedudukannya dinyatakan sebagai ruang terbuka


hijau, namun untuk fungsi yang satu ini belum berjalan sepenuhnya.
Dapat dilihat pada gambar, kondisi alun-alun yang masih jauh dari
kata hijau.

Gambar 4.11 Kondisi Alun-alun Kaliwungu sebagi ruang terbuka hijau


Sumber : Dokumen peneliti (2014)

Pembatas atau jarak antar massa bangunan


Sebagai

ruang

terbuka,

alun-alun

Kaliwungu

mampu

menjalankan sebagai pembatas atau pemberi jarak dengan bangunanbangunan disekitarnya. Meskipun beberapa fungsi yang lain belum
mampu berjalan maksimal, tetapi bentuk fisiknya sebagai area
lapang masih dapat dipertahankan. Sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai pembatas antar massa bangunan.

66

Fungsi Ekologi ruang terbuka :

Penyegaran udara
Pemerintah Kabupaten Kendal dalam hal ini yang dikelola oleh
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, mengaku bahwa upaya untuk
mewujudkan kembali alun-alun Kaliwungu sebagai Ruang Terbuka
Hijau sudah pernah dilakukan. Namun kembali terbentur pada
permasalahan pemindahan para pedaganga kaki lima yang sudah
menetap disana. Proses pewujudan tersebut sudah sampai pada
perencanaan alun-alun, namun syaangnya desain pengembangan
tersebut hanya sebatas rencana yang belum dapat direalisasikan.

Gambar 4.12 Tanaman yang ada di Alun-alun Kaliwungu


terganggu oleh lapak pedagang kaki lima
Sumber : Dokumen peneliti (2014)

67

Menyerap air hujan


Sebagaimana fungsi penyegaran udaranya yang tidak berjalan
maksimal, begitu pula dengan fungsi penyerapan air hujan. Karena
masih kurangnya penghijauna yang ada pada area alun-alun
Kaliwungu. Namun dengan kondisi alun-alun yang masih berupa
tanah, setidaknya hal tersebut membantu peresapan air hujan.
Jika dilihat dengan kondisi sekarang yang ada, dari sekian
fungsi tersebut belum ada yang terwujud secara baik. Apalagi jika
dilihat dari statusnya sebagai ruang terbuka hijau, maka hal ini lebih
jauh lagi perwujudannya. Dari fungsi sosial, belum sepeuhnya
kegiatan dapat berlangsung karena masih kurangnya fasilitas.
Sedangkan dari fungsi ekologi juga masih jauh dari fungsi yang
diharapkan. Bahkan masih sangat jauh dari kesan asri.
Hingga pada saat ini pemerintah masih dalam proses
perancangan yang ditargetkan tahun 2015 mendapat sudah selesai
gambar DED Alun-alun Kaliwungu, dan 2016 sudah dapat dibangun
rancangan tersebut. Namun masalah benar terealisasi atau tidak,
kembali lagi seberapa besar upaya pemerintah dalam pendekatan
kepada para pedagang. Dan penyelesaian masslah, yaitu mencarikan
ruang ganti untuk mereka berdagang. Karena kalau tidak, kesalahan
tiga belas tahun lalu akan terulang kembali. Namun upaya
pemeliharaan pemerintah masih terus dilakukan, seperti pengecetan
kembali setiap tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai