PENDAHULUAN
Gangguan
disosiasi
adalah
perubahan
kesadaran
mendadak
yang
mayor,
gangguan
somatisasi,
gangguan
stress
pasca
trauma,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan
sebagai sekumpulan gejala kejiwaan yang ditandai adanya gangguan pada
kesadaran, identitas, memori, kebiasaan motorik atau kepekaan terhadap
lingkungan. Atau dapat juga diartikan adanya kehilangan (sebagian atau seluruh)
dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu,
kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate
sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.4,5
Dalam penegakan diagnosis gangguan disosiatif harus ada gangguan yang
menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun
kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial,
pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.
2.2 Epidemiologi
Gangguan disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam
masyarakat. Tetapi juga gangguan disosiatif ini tidak jarang ada dalam kasuskasus psikiatri. Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi.
Dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam
kasus-kasus gangguan disosiatif yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para
ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan
menghindari kesalahan diagnosis antara gangguan disosiatif, schizophrenia atau
gangguan personal.
Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan disosiatif ini sangat
mudah dihipnotis dan sangat sensitif terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,
namun tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut.
Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini
mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan disosiasi bisa terkena oleh orang di
belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.
2
2.3 Etiologi
Gangguan disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun
biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan
organik yang dialami. Pendekatan psikoanalitik menyatakan amnesia terutama
sebagai mekanisme pertahanan di mana orang mengubah kesadarannya sebagai
cara untuk menghadapi suatu konflik emosional atau stresor eksternal. Gangguan
ini dapat terjadi pertama pada saat anak-anak namun tidak khas dan belum bisa
teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa
terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulangulang sehingga terjadinya gejala gangguan disosiatif.
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa:
anak lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma
walaupun itu terjadi pada orang lain.
2.6 Pedoman Diagnosis dan Klasifikasi Gangguan Disosiatif6
Gangguan disosiatif dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa
pengolongan yaitu :
F44.0 Amnesia Disosiatif
F44.1 Fugue Disosiatif
F44.2 Stupor Disosiatif
F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
F44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari gerakan dan Penginderaan
F44.4 Gangguan motorik Disosiatif
F44.5 Konvulsi Dsosiatif
F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
3
besar ingatan
yang berhubungan
dengan
informasi
pribadi tidak dapat diingat walaupun pasien dalam keadaan sadar. Yang kedua
adalah presentasi yang lebih umum yaitu pasien dengan hilangnya bagian besar
dari aspek memori kehidupan pribadinya dari memori sadar. Pasien-pasien
ini biasanya
memori, dan
kondisi mereka
ini
baik
secara
fisik
maupun
secara
mental.
Onset
mendadak. Memori
pasien biasanya pulih setelah perawatan yang tepat, walalupun tidak jarang
amnesia menetap dan menjadi kronik.5
b. F44.1 Fugue Disosiatif
Disosiasi fugue ditandai dengan perjalanan tak terduga yang tiba-tiba oleh
seseorang dari rumah ataupun tempat kerjanya dengan disertai ketidakmampuan
untuk mengingat sebagian atau keseluruhan masa lalunya. 5 Disosiatif fugue
memiliki semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan
5
seperti cahaya, suara dan perabaan ( sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis
tidak hilang ).
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.
2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang
dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.
3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.
d. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan
sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya,
dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh
kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat. Gangguan trans yang terjadi selama
suatu keadaan skizofrenik atau psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau
kepribadian multipel tidak boleh dimasukkan dalam kelompok ini.
e. F44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari gerakan dan Penginderaan
Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan
ataupun kehilangan pengideraan. Oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh
tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat
ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu, penilaian status
mental
pasien
dan
situasi
sosialnya
biasanya
menunjukkan
bahwa
2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial serta
hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun suatu
formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.
F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif
Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan kemampuan
untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak. Paralisis dapat
bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau lambat atau total. Berbagai
bentuk inkoordinasi dapat terjadi, khususnya pada kaki dengan akibat cara jalan
yang bizarre. Dapat juga terjadi gemetar.
F.44.5 Konvulsi Disosiatif
Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi jarang
disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan inkontinensia
urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan keadaan seperti
stupor atau trans.
F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang
tegas yang menjelaskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan pemikiran
pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan kedokterannya.
Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta kemampuan
motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang
terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan.
F44.7 Gangguan Disosiatif campuran
Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.
f. F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya
Sindrom Ganser
Mutilasi diri
Gangguan seksual
Alkoholisme
Depresi
Gangguan saat tidur, mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur
Gangguan kecemasan
Gangguan makan
Sakit kepala berat
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila
tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan
pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.
9
Terapi kognitif
Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan
kelakuan yang negative dan tidak sehat danmenggantikannya
dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam
pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku
pemeriksa
Terapi obat
10
2.9 Pencegahan
Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami
gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam
hal ini adalah gangguan disosiatif. Jika terjadi hal yang demikian, maka
bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti
depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan
sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil
yang maksimal, dengan penangan yang minimal.
11
BAB III
KESIMPULAN
Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan
sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah
kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaanan segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap
gerak tubuh.
Gangguan disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam
masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan disosiatif ini
12
mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan disosiatif bisa terkena oleh orang di
belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.
Ada beberapa penggolongan dalam gangguan disosiatif, antara lain adalah
Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan
Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia
dan Kehilangan Sensorik Disosiatif.
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila
tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan
pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI,Sadock BJ. 2010. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Bina Rupa Aksara:
Tangerang.
2. Maramis WF, Maramis AA. 2009. Edisi 2. Airlangga University Press:
Surabaya.
3. Santrock, J. W. (2007). Child Development. New York: McGraw-Hill.
Available on: www.wikipedia.org.
4. Mansjoer, A. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid
Media Aesculapius: Jakarta.
5. Sharon I. 2010. Dissociative Disorders Etiology and Introduction.
Available on: http://emedicine.medscape.com
6. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ III), Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik, 1993. Cetakan Pertama.
7.
st
14