Lapsus Paraparese
Lapsus Paraparese
I. STATUS PASIEN
-
MRS
Waktu Pemeriksaan
Bangsal
: Angsoka
Identitas
-
Nama
: Tn. BAR
Usia
: 23 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
: Tidak Bekerja
A. Hasil Anamnesa
1. Keluhan Utama
Kedua kaki tidak bisa digerakkan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Saraf RSUD A.W. Sjahranie pada tanggal
20 November 2012 dengan keluhan kedua kaki tidak bisa digerakkan yang
dirasakan sejak 8 tahun yang lalu. Keluhan ini timbul secara perlahan
lahan, awalnya kedua kaki terasa lemah kemudian beberapa tahun
kemudian kedua kaki langsung tidak bisa digerakkan. Lemah kedua kaki
didahului keadaan jatuh dari sepeda sekitar tahun 2000, sejak kejadian itu
Keadaan Umum
: Sakit Sedang
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Pernafasan
: 18 x/menit
Suhu
: 36,5 0C
Kepala
-
Bentuk normal
Leher
o Pembesaran KGB (-)
o Trakea teraba di tengah
Thoraks
Paru
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
ICS
III
sinistra
Batas jantung kanan : PSL dextra
Batas jantung kiri
: MCL sinistra
Abdomen
-
Inspeksi
: Bentuk flat
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
2. Status Psychicus
3. Status Neurologicus
Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)
Kepala
Bentuk normal, simetris. Nyeri tekan (-)
Leher
Sikap tegak, pergerakan baik. Tidak ada rangsangan meningeal.
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Olfaktorius (I)
Subjektif
Kanan
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
(+)
(+)
Normal
Normal
Melihat warna
Okulomotorius (III)
Sela mata
Pergerakan
mata
kearah
(+)
inferior
Strabismus
(-)
(-)
Nystagmus
(+)
(+)
horisontal
horisontal
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
3 mm
3 mm
Exoptalmus
Melihat kembar
Pupil besarnya
Troklearis (IV)
(+)
keluar)
Trigeminus (V)
Membuka mulut
(+)
(+)
Mengunyah
(+)
(+)
Menggigit
(+)
(+)
Sensibilitas muka
Abdusens (VI)
(+)
(+)
(+)
(+)
Mengerutkan dahi
(+)
(+)
Menutup mata
(+)
(+)
Memperlihatkan gigi
(+)
(+)
Sudut bibir
Vestibulokoklearis (VIII)
(+)
(+)
(+)
(+)
(bagian (+)
(+)
(+)
(+)
Perasaan
lidah
belakang)
Refleks muntah
Vagus (X)
Bicara
(+)
(+)
Menelan
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Assesorius (XI)
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
Hipoglossus (XII)
Pergerakan lidah
(+)
(+)
Artikulasi
(+)
(+)
Badan
Motorik
Taktil (raba)
: normal
Nyeri
: normal
Tonus
: normal
Kiri
Motorik
Pergerakan
Normal
Normal
Kekuatan
Normal
Normal
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Tonus
Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Refleks fisiologis
Biseps
Triceps
Refleks patologis
(+)
(+)
Tromner
(-)
(-)
Hoffman
(-)
(-)
Kanan
Kiri
Pergerakan
(-)
(-)
Kekuatan
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
Tonus
Sensibilitas
Taktil (raba)
Nyeri
Refleks fisiologis
Patella
Achilles
Refleks patologis
Babinski
(+)
(+)
Chaddock
(+)
(+)
Schaefer
(+)
(+)
Oppenheim
(+)
(+)
Rossolimo
(+)
(+)
Mendel-Bechterew
(-)
(-)
Clonus paha
(-)
(-)
(-)
(-)
Clonus kaki
Pemeriksaan tambahan
mulai
setinggi
vertebra
thorakalis IV
(-)
(-)
(-)
Tes Laseque
(-)
Tes Patrick
(-)
Romberg-Test
Dysmetria
Uji Dix-Hallpike
: positif
Alat vegetatif :
Mictio
Defekasi
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
-
Leukosit
Hb
Ht
Tr
GDS
Ureum
Creatinin
D. DIAGNOSA
Diagnosa klinis
Diagnosa topis
Diagnosa etiologik
F. PROGNOSIS
Vitam
: Dubia
Fungsionam
: Dubia
Sanationam
: Dubia
10
FOLLOW UP RUANGAN
Sejak 21 November 2012
Tanggal
Perjalanan Penyakit
21/11/2012
S:
Pemeriksaan
Terapi
Penunjang
- IVFD RL 20
Pro
MSCT
dapat
Thoracolumbal
amp
dalam
O:
NaCl
E4V5M6
- Inj. Kalmetason
TD = 120/80 mmHg
3 x 1 amp
RR = 16 x/menit
- Inj. Ranitidin 2
N = 80 x/menit
x 1 amp
T = 36 oC
D
A:
22/11/2012
kaki
tidak
- IVFD RL 20 Pro
Thoracolumbal
O:
NaCl
E4V5M6
- Inj. Kalmetason
TD = 120/70 mmHg
3 x 1 amp
RR = 16 x/menit
- Inj. Ranitidin 2
N = 80 x/menit
x 1 amp
T = 36,5oC
11
amp
dalam
MSCT
+
A:
23/11/2012
kaki
tidak
- IVFD RL 20 Pro
MSCT
Thoracolumbal
amp
O:
NaCl
E4V5M6
- Inj. Kalmetason
TD = 130/80 mmHg
3 x 1 amp
RR = 12 x/menit
- Inj. Ranitidin 2
N = 80 x/menit
x 1 amp
T = 36,1 oC
D
A:
24/11/2012
kaki
tidak
Vitamin
Thoracolumbal
O:
kontras
E4V5M6
TD = 120/80 mmHg
RR = 16 x/menit
N = 70 x/menit
T = 36,5 oC
12
A:
20/09/2008
MS-CT
Thorakolumbal
setuju
2x1
dengan Mebo
O:
TD = 120/70 mmHg
RR = 14 x/menit
N = 68 x/menit
T = 36,5 oC
GCS 15
D
A:
22/09/2008
Terapi lanjut
Pasien
menolak
untuk
MS-CT
Thorakolumbal +
kontras
13
N = 68 x/menit
T = 36 oC
GCS 15
D
A:
23/09/2008
RL 20 tts/i
A:
24/09/2008
RL - aff
14
O:
Pasien
TD = 120/80 mmHg
paksa
RR = 16 x/menit
N = 72 x/menit
T = 36,5 oC
GCS 15
D
A:
Paraparesis inferior UMN
15
pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Paraparesis [para- + paresis] paralisis sebagian ekstremitas
bawah. Paralisis yaitu kehilangan atau gangguan fungsi motorik yang
disebabkan oleh lesi mekanisme saraf atau otot. Sedangkan akut adalah
pola perjalanan yang singkat dan relative berat. Jadi,paraparesis akut
adalah hilangnya atau adanya gangguan fungsi motorik yang disebabkan
olah lesi mekanisme saraf atau otot yang terjadi secara singkat dan relative
berat.3,4
Paraparesis merupakan lesi intraspinal setinggi atau dibawah level
medulla
spinalis
thorakalis
dengan
deficit
sensoris
yang
dapat
2.2
Anatomi5
Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal dan juga
sebagai jaras konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri
16
dari substansia alba (serabut saraf bermielin) dengan bagian dalam terdiri
dari substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin). Substansia alba
berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai
tingkat medulla spinalis dan otak. Substansia grisea merupakan tempat
integrasi refleks-refleks spinal.
Pada penampang melintang, substansia grisea tampak menyerupai
huruf H capital, kedua kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan tubuh
disebut kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan kedua kaki
belakang dinamakan kornu posterior atau kornu dorsalis.
Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit
neuron-neuron motorik eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf
spinal. Sel kornu ventralis (lower motor neuron) biasanya dinamakan jaras
akhir bersama karena setiap gerakan (baik yang berasal dari korteks
motorik serebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari
reseptor sensorik) harus diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau
tindakan melalui struktur tersebut.
Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabutserabut sensorik yang akan menuju ke tingkat SSP lain sesudah bersinaps
dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik.
Substansia grisea juga mengandung neuron-neuron internunsial
atau neuron asosiasi, serabut eferen sistem saraf otonom, serta aksonakson yang berasal dari berbagai tingkatan SSP. Neuron internunsial
17
menghantar impuls dari satu neuron ke neuron lain dalam otak dan
medulla spinalis. Dalam medulla spinalis neuron-neuron internunsial
mempunyai banyak hubungan antara satu dengan yang lain, dan hanya
beberapa yang langsung mempersarafi sel kornu ventralis. Hanya sedikit
impuls saraf sensorik yang masuk ke medulla spinalis atau impuls motorik
dari otak yang langsung berakhir pada sel kornu ventralis (lower motor
neuron). Sebaliknya, sebagian besar impuls mula-mula dihantarkan lewat
sel-sel internunsial dan kemudian impuls tersebut mengalami proses yang
sesuai, sebelum merangsang sel kornu anterior. Susunan seperti ini
memungkinkan respons otot yang sangat terorganisasi.
Lintasan beberapa traktus medulla spinalis. Traktus ascendens
membawa informasi sensorik ke SSP dan dapat berjalan ke bagian-bagian
medulla spinalis dan otak. Traktus spinotalamikus lateralis merupakan
suatu traktus ascendens penting, yang membawa serabut-serabut untuk
jaras nyeri dan suhu. Jaras untuk raba halus, propiosepsi sadar, dan getar
mempunyai serabut-serabut yang membentuk kolumna dorsalis substansia
alba medulla spinalis. Impuls dari berbagai bagian otak yang menuju
neuron-neuron motorik batang otak dan medulla spinalis disebut traktus
descendens. Traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis merupakan jaras
motorik voluntary dalam medulla spinalis. Traktus asosiatif merupakan
traktus ascendens atau descendens yang pendek; misalnya, traktus ini
dapat hanya berjalan antara beberapa segmen medulla spinalis, sehingga
18
Fungsi
ASCENDENS
Kolumna dorsalis (posterior)
Fasikulus
kuneatus (T6
Nyeri
Spinotalamikus lateralis
Spinotalamikus ventralis
Spinoserebelaris
19
Spinoserebelaris dorsalis
Spinoserebelaris ventralis
DESCENDENS
Kortikospinalis
Kortikospinalis lateralis
Kortikospinalis ventralis
Rubrospinalis
Tektospinalis
Vestibulospinalis
2.3
Etiologi
20
Massa otot
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Fasikulasi
Klonus
ekstensor tungkai
Hanya sedikit mengalami disuse atrophy
Meninggi
Ada
Tidak ada
Seringkali ada
spinalis anterior)5
4. Mielitis transversa
22
Klasifikasi Paraparese
Pembagian paraparese berdasarkan kerusakan topisnya :
a. Paraparese spastik
Parapeaese spastik terjadi kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot
atau hipertoni.
b. Paraparese Flaksid
Paraparese flaksid terjadi karena krusakan yang mengenai lower
motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus
otot atau hipotoni.
2.5
Patofisiologi
23
2.4.1
Abses dan lesi inflamasi lainnya juga dapat menekan medulla spinalis.
24
2.4.3
25
atrium,
serangan
infark
miokard
baru)
menyingkirkan
26
27
pemeriksaan
elektroneuromiografi
menunjukkan
adanya
Manfaat
kortikosteroid
untuk
sindrom
Guillain-Barre
masih
28
Di Negara-negara Barat,
29
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesa, pasien datang ke poli
saraf RSUD AWS Samarinda dengan keluhan kedua kaki tidak bisa digerakkan.
Keadaan ini dialami pasien sejak 8 tahun yang lalu, awalnya kedua kaki terasa
lemas dan lemah namun dengan seiringnya waktu kedua kaki tidak dapat
30
digerakkan. Selain itu, pasien memiliki riwayat jatuh dari sepeda dan memiliki
riwayat batuk berdahak sekitar lebih dari 3 minggu yang disertai dengan keluhan
keringat pada malam hari. Berdasarkan penuturan pasien, pasien pernah
didiagnosis TB paru pada tahun 2000 dan mendapatkan pengobatan 6 bulan. Dan
pada tahun 2010, pasien pernah didiagnosis spondilitis tb.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya kifosis ( gibbus/angulasi
tulang belakang). Pada pemeriksaan neurologis didapatkan pemeriksaan sensorik
anggota gerak atas dan bawah dalam batas normal, sementara pemeriksaan
motorik didapatkan pemeriksaan refleks fisiologis normal, namun pada anggota
gerak bawah pemeriksaan refleks fisiologis negatif. Sementara pemeriksaan
refleks patologis ditemukan pada pasien ini. Pada pemeriksaan koordinasi, gait
dan keseimbangan pasien tidak bisa melakukan sama sekali.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosa klinis pasien
ini adalah paraplegi inferior tipe UMN, diagnosis etiologi adalah dermatom
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah IVFD RL 20 tetes per menit,
Analsik tab 3x1 (k/p jika nyeri), ranitidin tab 3x1, versilon tab 1-1-1, dramamin
tab 1-1-0, dan alprazolam 0,5 mg 0-0-1. Pemberian analsik pada pasien ini
seharusnya tidak diberikan karena keluhan sakit kepala tidak ada, dan salah satu
efek samping dari obat ini adalah vertigo. Dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien
ini ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium dan adanya riwayat sakit maag,
maka diberikan ranitidine tablet 3x1. Pemberian versilon dan dramamin pada
pasien ini tepat sesuai dengan indikasi. Pemberian alprazolam 0,5 mg diberikan
pada pasien ini untuk mengurangi kecemasan sehingga menyebabkan sulit tidur.
Fakta
Analsik tab 3x1 (k/p jika nyeri)
Teori
Merupakan kombinasi Metampiron dan
Diazepam. Metampiron adalah suatu
obat analgesik- antipiretik. Diazepam
mempunyai kerja sebagai antiansietas,
juga memiliki sifat relaksasi otot
rangka. Kombinasi ini dimaksudkan
31
hipersekresi.
Mengandung betahistine mesylate.
Diindikasikan untuk vertigo, tinnitus,
ketulian yang berhubungan dengan
sindroma meniere.
Merupakan golongan antihistamin,
Mengandung dimenhydranate, indikasi
untuk mengobati vertigo, mual &
muntah, anastesi, pembedahan,
32
KESIMPULAN
Dilaporkan laki-laki usia 48 tahun dengan diagnose klinis vertigo
vestibular perifer, diagnosa topis sistem vestibularis, dan diagnosa etiologik
BPPV (Benign Paroksimal Positional Vertigo). Terapi yang diberikan yaitu IVFD
RL 20 tetes per menit, analsik tab 3x1 (k/p jika nyeri), ranitidine tab 3x1, versilon
tab 1-1-1, dramamin tab 1-1-0, alprazolam o,5 mg 0-0-1. Prognosis pasien ini
dubia ad bonam.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
35