Anda di halaman 1dari 4

RINGKASAN USULAN PENELITIAN

Judul

: Respon Dua Klon Setek Teh (Camellia sinensis L)


terhadap Pemberian Jenis dan Komposisi Bahan
Organik Berbeda.
Nama
: Muhammad Ridho
NPM
: 150510110049
Dosen Pembimbing: 1. Dr. Santi Rosniawaty, S.P., MP.
2. Intan Ratna Dewi A, S.P., MP.
Dosen Penguji
: 1. Ir. Ridha Hudayah, MS.
2. Dr. Ir. Cucu Suherman Viktor Zar, M.Si.
3. Ir. Agus Wahyudin, M.Si.
Hari,Tanggal
: Selasa, 11 Nopember 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman teh (Camelia sinensis L) merupakan salah satu komoditi perkebunan
yang memberikan devisa yang cukup besar bagi negara Indonesia. Teh juga
merupakan minuman non alkohol sehingga masyarakat sangat menggemarinya.
Saat ini Indonesia menempati urutan ke 8 negara penghasil teh di dunia, sedangkan
produsen utama teh dikuasai oleh Cina dan India (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa
Barat, 2013). Produksi teh Indonesia pada tahun 2013 yaitu 146.682 ton
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Permintaan pasar ekspor terus meningkat
tiap tahunnya tapi tidak diiringi dengan peningkatan produktivitasnya (Dewan Teh
Indonesia, 2013).
Menurut Badan Pusat Statistik (2013), Indonesia masih memiliki peluang untuk
meningkatkan produksi teh karena beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan
dari 156.901 ton pada tahun 2009 menjadi 145.575 ton pada tahun 2012. Produksi
tanaman teh dapat ditingkatkan dengan cara melakukan perbaikan dalam tindakan
budidayanya. Kegiatan budidaya terdiri dari pemberian pupuk yang optimal,
pengendalian hama dan penyakit, serta penggunaan bibit dari klon-klon yang
unggul merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi untuk dapat
mencapai hasil produksi yang tinggi (Sriyadi dan Astika, 1997).
Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK), Gambung-Jawa Barat telah
menghasilkan klon-klon teh unggul yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian.
Tahun 1998 Menteri Pertanian melepas klon teh unggul yang memiliki potensi
hasil lebih tinggi hingga mencapai 5.500 kg/ha yaitu diantaranya GMB 7 dan
GMB 9. Selain memiliki potensi hasil yang tinggi, klon teh GMB 7 dan 9 juga
memiliki daya tumbuh yang baik di dataran rendah, dataran sedang dan dataran
tinggi (Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).

Peningkatan luas areal dan produksi tanaman teh di Indonesia dapat dilakukan
melalui kegiatan perluasan, rehabilitasi, peremajaan dan intensifikasi tanaman teh.
Tahun 2010-2014 pemerintah melakukan rehabilitasi terhadap 5.250 ha kebun teh
dengan jumlah kebutuhan bibit 28.875.000 bibit. Di lain pihak sumber bibit
yang telah ditetapkan masih sangat terbatas, sampai tahun 2011 sumber bibit teh
resmi baru dimiliki oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor
26/Kpts/SR.120/1/2012. Kegiatan ini menyebabkan kebutuhan bibit unggul teh
akan mengalami peningkatan. Pemenuhan persediaan bibit teh yang paling tepat
untuk memenuhi kebutuhan saat ini hanya dengan cara pembibitan melalui
perbanyakan vegetatif (setek daun).
Keberhasilan pembibitan setek teh dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
mutu bahan setek, kematangan perencanaan dan persiapan, pemilihan atau
pengelolaan media tumbuh, lokasi yang tepat, serta tenaga kerja yang cukup
terampil (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 1997). Salah satu faktor yang penting
pada pembibitan teh yaitu pada penggunaan media tanamnya. Jenis media tanam
yang digunakan nantinya akan mempengaruhi perkembangan dari perakaran
tanaman teh. Oleh karena itu dibutuhkan media tanam yang sesuai dan
mengandung unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman tersebut.
Media tanam dengan kandungan bahan organik yang tinggi pada saat ini telah
banyak digunakan untuk pembibitan tanaman teh. Pemanfaatan bahan organik
merupakan teknik penerapan pertanian berkelanjutan. Bahan organik mampu
meningkatkan kesuburan kimiawi tanah selain dapat pula bermanfaat untuk
meningkatkan kesuburan fisik serta biologi tanah (Adianto, 1993).
Pembibitan teh dalam skala luas dan permanen biasanya menggunakan tanah
lapisan atas (topsoil) sebagai media tanam pengisi polibeg karena lapisan topsoil
merupakan lapisan tanah yang dikenal cukup subur dan memiliki kandungan
bahan organik yang tinggi. Penggunaan topsoil secara terus menerus dapat
mengakibatkan persediaan topsoil yang subur menjadi terbatas. Hal ini mendorong
pemanfaatan dalam penggunaan bahan organik untuk media pembibitan teh.
Mencampur topsoil dengan bahan organik diharapkan dapat menyediakan unsur
unsur hara dan memperbaiki struktur media tanam yang diperlukan tanaman
sehingga bibit dapat tumbuh dengan baik. Beberapa bahan organik yang bisa
diharapkan dapat menyediakan unsur hara yang cukup adalah kompos kotoran
kambing dan kompos limbah teh (fluff).
Menurut Novizan (2004), pupuk kandang adalah pupuk dengan kandungan
bahan organik yang berasal dari kotoran-kotoran hewan yang tercampur dengan
sisa makanan dan urin yang didalamnya mengandung unsur hara N, P, dan K yang
dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Kotoran ternak kambing
merupakan salah satu sumber bahan organik yang mudah diperoleh karena banyak
tersedia di daerah Jawa Barat. Lebih jauh Winarso (2005) menjelaskan pemberian
pupuk kandang sebagai bahan organik tambahan akan memperbaiki struktur

tanah, meningkatkan kapasitas menahan air, dan meningkatkan kehidupan biologi


tanah.
Dalam memenuhi ketersediaan hara tersebut, kompos fluff ataupun kompos
kotoran kambing dapat digunakan sebagai media tanam. Kotoran kambing
merupakan jenis pupuk panas dimana perubahan perubahan dalam menyediakan
unsur hara tersedia bagi tanaman berlangsung cepat sehingga proses pengomposan
dapat berlangsung singkat. Menurut Lingga (2006), jasad renik yang banyak
terdapat pada kotoran kambing melakukan perubahan-perubahan aktif disertai
pembentukan panas. Setyorini dkk., (2006) menyebutkan bahwa, proses
pengomposan mempercepat dekomposisi bahan organik yang terkandung dalam
kotoran hewan yang dipakai sebagai campuran media tanam. Media tanam yang
baik untuk pembibitan teh adalah media tanam yang mengandung liat agar dapat
menahan air lebih lama, banyak mengandung bahan organik, dan tidak
mengandung pasir (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 1997). Campuran bahan
organik pada media tanam dan klon teh yang unggul diperlukan agar menghasilkan
bibit berkualitas serta mengatasi masalah topsoil yang kualitasnya semakin
menurun.
Kandungan bahan organik yang rendah didalam tanah dapat menyebabkan
partikel tanah mudah pecah oleh percikan air hujan dan mudah mengalami erosi.
Penggunaan kompos kotoran kambing dan fluff yang dikombinasikan dengan
topsoil diharapkan dapat menambah kandungan bahan organik sehingga dapat
memperbaiki agregat tanah dan mampu mengikat air lebih lama.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah terdapat respon dari dua klon setek teh (GMB 7 dan 9) terhadap
penggunaan jenis dan komposisi bahan organik (kompos kotoran kambing dan
fluff) yang berbeda.
2.Pada jenis dan komposisi bahan organik manakah yang memberikan respon
terbaik terhadap dua klon setek teh.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis dan komposisi bahan
organik yang akan memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan setek teh
klon GMB 7 dan GMB 9 di pembibitan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dan memberi informasi
bagi petani budidaya teh dan industri perkebunan teh dalam pengembangan
budidaya tanaman teh pada fase pembibitan.
1.4Kerangka Pemikiran
Meningkatnya kebutuhan akan permintaan teh domestik dan internasional,
membuat para petani atau perkebunan teh harus melakukan teknik budidaya
dengan baik agar didapat kuantitas dan kualitas teh yang tinggi. Penggunaan bibit
unggul dalam penanaman di lahan baru ataupun peremajaan tanaman tua adalah
salah satu yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi teh. Banyaknya
kegiatan peremajaan tanaman tua, diperlukan bibit unggul dengan jumlah banyak

dalam waktu yang singkat. Solusi yang memungkinkan untuk dilakukan yaitu
dengan melakukan perbanyakan teh secara vegetatif (setek daun).
Bahan setek yang baik untuk digunakan berasal dari klon-klon unggul seperti
yang resmi dikeluarkan oleh PPTK yaitu diantaranya GMB 7 dan 9. Klon GMB 7
memiliki daya tumbuh yang cepat, produksi yang tinggi, tahan terhadap serangan
hama penyakit dan dapat ditanam pada dataran rendah, sedangkan GMB 9
merupakan klon anjuran untuk penanaman pada dataran rendah, tahan terhadap
serangan hama penyakit tetapi untuk produksi masih dibawah klon GMB 7.
Deskripsi klon GMB 7 dan GMB 9 dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Menurut Anisa (2011), media tumbuh yang baik yaitu media yang memiliki tata
udara dan air yang baik, mampu menahan air yang baik, dan memberikan ruang
untuk pertumbuhan akar serta bahan organik yang terkandung cukup untuk
kebutuhan tanaman. Umumnya media tanam pada pembibitan teh menggunakan
topsoil. Tetapi saat ini kualitas topsoil semakin menurun sehingga perlu adanya
usaha modifikasi agar bibit tanaman teh tetap mampu tumbuh dengan baik.
Kualitas tanah topsoil saat ini sangat buruk sehingga perlu adanya tambahan bahan
organik untuk mengembalikan kesuburannya.
Tambahan bahan organik pada tanah topsoil di pembibitan diharapkan bisa
memperbaiki sifat fisik ,kimia dan biologinya. Pada kondisi sifat fisik media tanam
yang baik, pertumbuhan akar dari bibit setek teh pun akan berkembang dengan
baik. Komposisi bahan organik pada media tanam yang tepat dimungkinkan
sehingga kandungan unsur hara yang diperlukan dapat tersedia. Kelebihan lain dari
bahan organik selain mempertahankan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah yaitu
dapat juga meningkatkan aktivitas mikroba tanah dan reaksi reaksi di dalam
tanah (Erwiyono dkk., 2000).
Pemakaian kompos kotoran kambing sebagai campuran media tanam antara
lain karena terdapatnya kandungan nutrisi pada kotoran kambing yang lebih
banyak daripada kotoran sapi. Menurut Styaningrum dkk., (2013), pupuk kotoran
kambing dapat meningkatkan nilai kapasitas tukar kation dan dapat memperbaiki
sifat fisik tanah. Penggunaan pupuk kandang kambing
sebesar 20 t/ha
memberikan pengaruh terhadap peningkatan nutrisi N, P, K, Mg, Ca, Na pada
pembibitan tanaman kopi masing-masing sebesar 4,7% , 40%, 56, 4%, 46,5% ,
44,5%, 46,1% serta memberikan pengaruh terhadap jumlah daun, jumlah cabang,
panjang akar dan panjang tunas (Adejobi dkk., 2011). Penelitian Purwanto (2008),
menunjukkan bahwa pada penggunaan media tanah + sekam padi + pupuk kotoran
kambing dengan komposisi (1:1:1) memberikan hasil yang baik terhadap jumlah
akar pada tanaman setek jarak pagar. Hasil penelitian Jauhari (2008), penggunaan
pupuk kotoran kambing sebagai campuran media tanam dengan komposisi tanah
Latosol dan pupuk kandang kambing (1:1) berpengaruh pada bibit tanaman jambu
mete (Anacardium occidentale L) mulai dari tinggi tanaman,panjang daun, dan
luas daun.

Bahan organik (kompos fluff) dapat pula menyumbangkan unsur hara ke dalam
tanah. Fluff sangat berpotensi untuk dijadikan sumber bahan organik kerena saat
ini banyak pabrik teh menghasilkan limbah teh yang cukup besar. Menurut Rahayu
dan Nurhayati (2005), fluff dalam bentuk padat akan memiliki kandungan Corganik 5,23%, N-total 0,11%, P-tersedia 125 ppm, bahan organik 8,99% dan K-dd
13,85 ppm dan Mg 1,19 ppm. Pemberian bahan organik yang berasal dari hijauan
dan limbah tebu, dapat meningkatkan ketersediaan P (Dahiya dan Malik, 2001).
Di Indonesia, penelitian tentang penggunaan kompos fluff pada media
pembibitan teh masih jarang dilakukan. Pemanfaatan kompos pupuk kandang dan
kompos fluff dalam pembibitan tanaman teh sebagai bahan organik diharapkan
akan memperbaiki beberapa sifat fisik, kimia dan biologis tanah. Hasil penelitian
Milano (2013), diperoleh bahwa pengaruh campuran bahan organik (fluff) dan
tanah topsoil dengan perbandingan (3:1) pada media tanam pembibitan
berpengaruh baik bagi pertumbuhan setek teh klon GMB 7. Penggunaan bahan
organik hasil pengomposan kotoran hewan dan limbah teh di pembibitan
diharapkan dapat meningkatkan daya tumbuh pada bibit teh di dataran rendah yang
temperaturnya lebih tinggi dari dataran tinggi. Penggunaan bahan organik sebagai
campuran media tanam diharapkan dapat memperkecil terjadinya evaporasi
sehingga setek teh dapat tumbuh baik.
1.5 Hipotesis
1) Terdapat respon dua klon setek teh (GMB 7 dan 9) terhadap penggunaan jenis
dan komposisi bahan organik (kompos kotoran kambing dan fluff) yang berbeda.
2) Terdapat klon setek teh yang memberikan respon terbaik terhadap salah satu
jenis dan komposisi bahan organik yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Teh
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Teh
2.3 Pembibitan Teh dengan Setek
2.4 Media Pembibitan Tanaman Teh
2.4.1 Tanah Topsoil
2.4.2 Tanah Subsoil
2.4.3 Kompos Kotoran Kambing
2.4.4 Kompos Limbah Pabrik The (fluff)/Kebul
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan akan dilaksanakan di kebun percobaan PTPN VIII Kebun Panglejar,
Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 600 m dpl. Tipe curah hujan di PTPN
VIII Kebun Panglejar termasuk tipe B menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson

(1951). Ordo tanah pada tempat percobaan adalah Inceptisol. Percobaan dilakukan
mulai dari bulan April Nopember 2014.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ranting setek (stekres) teh
klon GMB 7 dan GMB 9 yang diambil dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK)
Gambung, Bandung. Media tanam yang digunakan adalah kompos kotoran
kambing dan kompos fluff / kebul yang berfungsi untuk menambah kandungan
bahan organik pada media pembibitan. EM-4 yang digunakan dalam pengomposan
kotoran kambing dan fluff. Fungisida Dithane M-45 dengan bahan aktif Mankozeb
digunakan untuk mencegah gangguan jamur pada masa pembibitan. Zat
perangsang pertumbuhan akar (Root-up). Topsoil sebagai media utama yang
umum digunakan pada pembibitan teh tetap digunakan dan subsoil untuk penutup
pada bagian atas. Nematisida Basamid dengan bahan aktif dazomet digunakan
sebagai pencegah nematoda yang umum menyerang pada perkebunan teh. Pupuk
daun Bayfolan yang diberikan setelah tiga bulan disungkup. Lembaran plastik
yang lebarnya 150 cm dan bambu dengan panjang 120-130 cm untuk kerangka
sungkup bedengan. Polibeg ukuran 12 x 25 cm.
Alat yang digunakan pada penelitian adalah alat tulis dan alat ukur untuk
mencatat data, embrat, gelas ukur, knapsack sprayer, cangkul, label perlakuan,
timbangan, oven, paranet berbahan plastik hitam, dan alat-alat lain yang membantu
penelitian.
3.3Metode Percobaan
3.3.1 Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola factorial.
Perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu klon tanaman teh dan macam media tanam.
Faktor jenis klon terdiri atas klon GMB 7 (T1) dan GMB 9 (T2). Sedangkan faktor
macam media tanam terdiri dari tujuh macam, yakni topsoil (M1) sebagai kontrol,
topsoil + kompos kotoran kambing [1:1] (M2), topsoil + kompos kotoran kambing
[2:1] (M3), topsoil + kompos kotoran kambing [3:1] (M4), topsoil + fluff [1:1]
(M5), topsoil + fluff [2:1] (M6), topsoil + fluff [3:1] (M7).
Semua perlakuan tetap menggunakan subsoil pada bagian atas. Setiap
perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga keseluruhan terdapat 42 satuan
perlakuan, dimana tiap perlakuan terdiri dari 10 setek. Sehingga jumlah
keseluruhan 14 x 3 x 10 = 420 setek teh.
3.3.2 Rancangan Analisis
Model linier yang digunakan dalam Rancangan Acak Kelompok menurut
Gaspersz (1995) adalah sebagai berikut :
Yijk = + i + j + k + ()jk + ijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan respon pada ulangan ke-i yang memperoleh
kombinasi perlakuan klon ke-i dan macam media tanam ke-j

= Nilai ratarata umum

i
j
k
()jk=
ijk

= Pengaruh perlakuan klon taraf ke-i


= Pengaruh perlakuan macam media tanam taraf ke-j
= Pengaruh ulangan ke-k
Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor klon dan taraf ke-j faktor media tanam
= Pengaruh galat

Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap


pertumbuhan bibit setek teh pada kondisi tanpa naungan dianalisis melalui analisis
ragam dengan uji F pada taraf kepercayaan 5%. Pengujian untuk menganalisis
perbedaan nilai rata rata perlakuan digunakan uji Scott-Knot pada taraf 5 %.
3.4 Pelaksanaan Percobaan
3.4.1 Penyiapan Lahan
Lahan dibersihkan terlebih dahulu dari gulma yang dapat mengganggu proses
pembibitan. Penempatan bibit setek teh dijaga kondisinya agar mampu tumbuh
dengan optimal, bedengan dibuat dengan ukuran panjang 5 m dan lebar 1 m.
Pembibitan yang diamati adalah pada masa pembibitan di luar sungkup. Lahan
dinaungi menggunakan paranet dengan tinggi 2,5 m dari permukaan tanah. Setiap
sisi bedengan dibatasi dengan menggunakan bambu.
3.4.2 Pembuatan Kompos
Pengomposan kotoran kambing dan fluff dilakukan pada rumah kaca,
tujuannya agar jika terjadi hujan kompos tidak terkena air. Terpal digunakan
sebagai alas dalam pengolahan kompos kotoran kambing dan fluff tersebut.
Larutan EM-4 sebanyak 50 ml dilarutkan dalam 10 L air (dibuat dengan
mencampurkan gula 10 g sebagai nutrisi bagi mikroorganisme) disiram merata dan
diaduk pada masing-masing bahan kompos yang digunakan. Kotoran kambing dan
fluff yang digunakan masing-masing sebanyak 50 kg. Setelah tercampur merata
maka kompos ditutup terpal dan dibiarkan selama satu minggu dan dibuka setelah
waktu satu minggu secara berkala untuk dilakukan pengadukan kembali.
3.4.3 Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah topsoil dengan ordo
Inceptisol, kompos kotoran kambing, kompos limbah pabrik teh (fluff) dan
Inceptisol lapisan bawah (subsoil). Sebelum topsoil dimasukkan ke dalam polibeg,
terlebih dahulu tanah dikering anginkan kemudian barulah tanah disaring.
Komposisi media tanam topsoil dan kompos kotoran kambing serta topsoil dan
fluff yang telah ditentukan yaitu (1 : 1) , (2 : 1) dan (3:1). Campuran media tanam
ditempatkan pada polibeg, 2/3 bagian bawah polibeg berisi campuran media tanam
sesuai perlakuan dan 1/3 bagian atas berisi subsoil. Polibeg tersusun dengan rapih
pada bedengan yang ada sesuai dengan penyusunan pengacakan yang telah
dilakukan.
3.4.4 Penyiapan Ranting Setek
Ranting setek atau stekers yang digunakan berumur 4 bulan setelah
pemangkasan dari pohon indukan. Stekers yang diambil adalah yang memiliki 8-9

helai daun, kemudian ruas daun ke - 4 sampai 7 dipotong dengan pisau tajam
dengan sudut 45o. Satu setek terdiri atas satu lembar daun dengan ruas sepanjang
0,5 cm di atas dan 3-4 cm di bawah ketiak daun.
3.4.5 Penanaman
Ranting setek ditanam ke dalam media tanam yang telah disiapkan seminggu
sebelumnya dengan memberikan ZPT (root-up) berupa pasta terlebih dahulu.
Penanaman harus diatur seragam, daun induk menghadap ke timur. Polibeg
disemprot dengan air dan Dithane M-45 dengan dosis setengah sendok makan (78 ml) per 1 sprayer (16 L) untuk menjaga kelembapan serta mengendalikan jamur.
3.4.6 Pemeliharaan
Pemeliharaan bibit yang dilakukan saat bibit masih di dalam sungkup yaitu
mengamati kondisi kelembaban serta jenis gulma dan hama penyakit yang
menyerang bibit di dalam sungkup. Untuk pengendalian hama dan penyakit dapat
dilakukan saat terlihat gejala serangan pada bibit tanaman teh.
Setelah sungkup dibuka, kegiatan pemeliharaan yang dilakukan yaitu
penyiraman tanaman secara rutin karena pembibitan pada kondisi tanpa naungan
memerlukan suplai air dan hara yang stabil. Pengendalian gulma dilakukan secara
manual, meliputi pencabutan gulma di areal penanaman dan areal di dalam
polibeg. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terlihat gejala
serangan pada tanaman.
3.5 Pengamatan Percobaan
Pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini terdiri dari pengamatan
penunjang dan pengamatan utama.
3.5.1 Pengamatan Penunjang
Pengamatan penunjang terdiri dari analisis media tanam yang digunakan, data
suhu dan kelembapan di tempat percobaan, jenis hama dan penyakit yang
menyerang tanaman, jenis gulma yang tumbuh di areal percobaan.
3.5.2 Pengamatan Utama
1. Persentase Setek Hidup
2. Tinggi Tunas
3. Jumlah Daun
4. Volume Akar
5. Bobot Kering Bibit
6. Diameter Batang
7. Luas Daun
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai