Kresnoadi DH
Cover
Kresnoadi DH
Doodle
Faiza Nur Ilmi
keriba-keribo.blogspot.com
2014
KAMU baru saja naik kelas 2 SMA. Ini adalah mimpi indah bagi sebagian
orang, tetapi tidak untuk kamu. Kamu jadi terpisah dengan temantemanmu. Teman-temanmu, yang gaul-gaul itu, kebanyakan masuk jurusan
IPS. Sementara kamu? Tentu saja IPA. Orangtuamu tidak akan membiarkan
orang serajin kamu masuk IPS.
IPS tuh sekumpulan orang-orang berandal! kata Ibumu di Minggu
siang. Lihat Bapakmu! Dia IPS, dan kerjanya malakin orang mulu!
Bu. Kamu menghela napas. Bapak bukannya debt kolektor ya?
Hidup itu penuh misteri. Itulah sebabnya sampai sekarang kamu
masih bingung kenapa dulu teman-teman berandal-mu itu mau bergaul
denganmu. Bahkan masih menjadi misteri mengapa Ibumu dulu naksir sama
Bapakmu.
Kamu meluruskan kaki di depan bangku semen, di bawah pohon
besar di depan kelasmu. Ada perasaan asing yang menyelimuti pikiranmu. Di
pikiranmu, pasti asik apabila bisa bermain bersama teman kelas satu di sini.
Giliran tempat nongkrongnya udah ada, malah temen nongkrongnya yang
gak ada.
Kamu menyolokkan headset ke kuping, lalu mendengarkan musik
favorit. Di depanmu terlihat anak-anak sedang bermain basket. Anak IPS
emang gitu, sekalinya ada jam kosong, langsung pada main. Doni, teman
kelas satu, sedang menjaga di bawah ring. Seragamnya berantakan dan
sedikit keluar dari celana. Dasinya dicopot.
Kamu lalu memandangi dirimu sendiri. Kacamata tebal. Kancing
bajumu rapi sampai ke paling atas. Seragam dimasukin. Sebenarnya kamu
tidak nyaman dengan semua ini. Kamu ingin lepas dan bebas layaknya
burung camar, atau burung merpati, atau burung unta. Tetapi, seperti
halnya unta, kamu tidak bisa terbang. Lebih jauh lagi, kamu gak punya
sayap. Diketek kamu cuman nempel bulu-bulu yang kalo kecium orang bisa
bikin koma dalam hitungan detik.
Cari pacar
Apa gue cari pacar aja kali ya? Begitu pikirmu. Kamu lalu senyumsenyum najong. Ya, ya, ya. Gue yakin. Sesungguhnya Inilah pencerahan dari
Tuhan! Dengan memiliki pacar, hidup gue pasti gak sepi lagi!
Kamu lalu ke samping kelas, berkaca di depan jendela. Hal pertama
yang kamu lakukan adalah melihat seberapa tampannya dirimu. Gak jelekjelek amat kok, pikir kamu. Mungkin gaya rambut kamu jadul. Dan tunggu,
apa itu? Jerawat? Kamu memerhatikan benjolan di dekat hidung. Kamu
ngedeketin wajah ke depan jendela. Jarak kamu dan jendela hanya beberapa
mili. Kamu memencet-mencet benjolan tersebut.
CROT!
Ada anak yang ngebuka jendela dari dalem kelas. Idung kamu sukses
kecolok paku yang nempel di kusen jendela. Kamu pingsan. Semua menjadi
gelap. Begitu bangun, kamu mendengar suara dari sudut kegelapan, Yak,
untuk penghitungan amal buruk, silakan baris di sebelah sana!
Kamu udah di neraka.
-END
Ya kalo lo lagi kesel, lo ajak aja si Doraemon buat maen suit jepang.
Terus lo tinggal ngeluarin kertas berkali-kali. Dijamin lo bisa ngegamparin
dia terus dengan legal. Tangannya kan bulet gitu.
Hahahaha. Lo lucu juga ya.
Kamu mulai nyambung sama dia. Tawa Deta, entah mengapa,
seperti memberikan getaran pada ruang kosong di perut kamu. Di
depannya, kamu seperti ingin terus dan terus memberikan lelucon supaya
dia bisa tertawa lepas. Kamu senang mendengar tawanya. Pada situasi ini,
kampret-kampret yang duduk dan baca buku sembarangan tidak lagi terlihat
di matamu. Pikiranmu berkabut.
Lo gakpapa? Deta menggoyangkan tangannya di depan wajahmu.
Dia menyebutkan namamu berkali-kali.
Ha? E-iya gakpapa, katamu, dengan darah yang mengocor dari
hidung.
-HARI itu kamu pulang dengan bahagia. Rasanya seluruh jalanan dipenuhi
bunga-bunga yang turun dari langit. Kamu tiba di kamar, mencopot sepatu,
lalu merebahkan diri ke kasur. Kamarmu yang sempit itu membesar.
Dinding-dindingnya menjauh satu sama lain. Udara terasa lebih segar dari
biasanya dan kamu melihat dua cicak sedang bercinta di eternit.
Di antara seluruh kebahagiaan yang memenuhi ruangan, kamu
mendesah pelan, Andai hari ini bisa gue save as.
-END
1) Menelepon Diana
2) SMS Diana
Menelepon Diana
Kamu membuka kontak. Menyentuh dan menggeser-geser layar
hape. Melewati satu per satu nama orang yang sekarang mulai lupa akan
kehadiranmu di bumi ini. Kamu akhirnya sampai di nama Diana. Tetapi kamu
bingung mengapa ada banyak Diana di kontakmu. Orang lain mungkin akan
mengumpat Kemaren Diana yang mana ya? Dasar gue goblok., tetapi
kamu tidak demikian. Kamu tidak dididik untuk mengumpat. Kamu pun
berkata, Duh, kemarin Diana yang mana ya? Dasar nih gue, sedikit kurang
pintar.
Kamu pun menatap layar hapemu. Dengan membaca bismilah, lalu
akhirnya menelpon:
1) Diana Aprilia
2) Diana
SMS Diana
Diana, masih inget gue?
Sent.
Sepuluh menit berselang, hapemu berbunyi. Kamu melihat tulisan di
layar: Diana. Kamu joget-joget sebentar, lalu, sebelum diliatin orang,
dengan terburu-buru kamu membuka SMS tersebut,
Ini siapa ya?
Gobloknya, kamu lupa menyantumkan nama. Kamu membalas lagi
dengan Ini gue, yang kemaren di Gramedia.
Diana akhirnya ingat dan kamu pun mulai berbasa-basi. Tentu,
kalimat basa-basimu tidak jauh dari kata-kata Lo masih inget gak? Kalimat
itu memang kalimat yang yahud dan pasaran dalam hal mengenang masa
lalu. Kalian menjadi dekat dan kamu menutup percakapan siang itu dengan
sebuah pertanyaan ke dalam dirimu: Apa gue naksir dia?
Kamu tidak bisa menjawab pertanyaanmu sendiri. Kamu menatap
tajuk pohon di atas. Jelas, Plantae tidak mampu menjawab semua yang
kamu rasakan. Lagian, kalo tiba-tiba pohonnya jawab juga malah jadi serem.
Hari-harimu selanjutnya diisi dengan kebingungan dan degupan
jantung yang menguat. Hidung kembang kempis. Kamu merasa lega ketika
hapemu berbunyi. Kamu pun jadi lebih sering sisiran. Setiap kali berkaca,
kamu merasa mirip Ade Ray. Meskipun persamaan di antara kamu dan Ade
Ray adalah pantat kalian sama-sama berlobang.
Sudah seminggu kamu merasa seperti ini dan kamu belum
menemukan jawaban apakah kamu naksir dengan Diana? atau ini hanya
kebahagiaan sesaat, karena pada akhirnya kamu memiliki teman untuk
diajak bicara. Setiap hari kamu cemas dan tanganmu keringat dingin.
Jantungmu berdetak lebih cepat dari biasanya. Kamu pun kebingungan
setengah mampus. Apa yang melanda tubuh gue? Apa ini yang dinamakan
-CINDY, Cindy, Cindy. Yang mana kah cewek bernama Cindy itu. Sial
memang si Diana. Dia hanya memberikan klu berupa nama seorang
perempuan, anak basket, serta mencatat nomornya di kontak hapemu.
Kamu ingin langsung menelpon nomor tersebut, tetapi kamu berpikr
akan kemungkinan lain. Takutmya, Diana cuman iseng ngerjain kamu. Nanti
begitu ditelepon, orang di seberang telepon malah ngomong, Ono opo
kiye?
Kamu lalu berpikir, berpikir, dan berpikir. Kemudian, layaknya
Jimmy Neutron, indera kamu menjadi peka, dan, kamu tercetus ide untuk
menonton latihan ekskul basket. Kamu ingin tahu apakah di antara
punggung para pemain, ada kaus bertuliskan nama Cindy.
Sabtu pagi kamu sudah duduk di garasi, menunggu mobil yang
sedang dipanasi sopirmu. Ibumu heran mengapa sekarang anaknya pergi ke
sekolah padahal biasanya kamu hanya duduk membaca buku-buku. Namun,
sebelum pertanyaan itu keluar dari mulutnya, kamu sudah mengatakan,
Mau ngeliat ekskul basket.
DIa hanya diam dan melongo. Ibumu tidak pernah bereaksi seperti
ini sebelumnya. Mungkin dia berpikir, Wah anak gue minum karbol lagi.
Kamu sambil mengikat tali sepatumu kuat-kuat, bilang, Mau nyari orang.
Di sekolah, setelah beberapa kali mencari tempat mengintai, kamu
akhirnya kembali ke tempat biasa; kursi semen di bawah pohon. Kamu
duduk dan mulai meneliti satu per satu nama pemain: Herman Nando
Hana Santi Tiara tidak ada nama Cindy di antara mereka. Satu-satunya
orang yang kamu kenal adalah Tiara, mantan teman kelas satu yang sering
kamu kasih contekan. Atau jangan-jangan Cindy itu bukan nama
panggilan. Bisa aja kan? Dia ada di antara mereka dengan baju yang kamu
tidak kenal itu. Bisa saja orang bernama punggung Hana, nama panjangnya
Hannah Amarta Cindy? Atau, orang yang barusan melakukan slam dunk itu
Cindy Cindy Suherman?
Diana Aprilia
Halo, Diana?
Iya, kenapa sayang?
Lah, si Mamah. Dasar nih gue, sedikit kurang pintar.
Kamu pun menelpon Diana.
Diana
Halo, Assalamualaikum
Sisa pulsa Anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini.
Kamu mengecek pulsa yang ternyata tinggal tujuh belas perak. Ah,
untung paket sms masih ada, batinmu. Kamu pun nge-sms Diana.
Pulang
Mungkin ini bukan takdir gue, katamu. Siapa tahu, di kuliah nanti
nasib gue lebih baik. Lagian, sekarang kan udah kelas 2, bentar lagi juga
lulus. Sekitar 17.088 jam lagi lah kira-kira.
Kamu membusungkan dada, menerima apa yang sudah ada
sekarang. Mungkin sepi adalah temanmu dan kamu tidak layak bermain
dengan anak IPS yang gaul itu. Paling tidak sekarang kamu sudah mendapat
tempat yang ajib. Di bawah pohon. Penuh dengan udara yang segar. Satusatunya yang tidak enak dari tempat nongkrongmu sekarang adalah kalo
tiba-tiba ada kuntilanak jatuh meniban kepalamu. Kamu pun bangkit,
mengambil ransel, kemudian tersenyum. Kamu lalu jalan dengan cool,
meninggalkan tempat duduk semen tersebut.
-END
panjang. Lo ga bakal ngerti. Gini deh. Lo bisa bantu gue buat deket sama dia
gak?
Tiara awalnya tidak setuju setelah melihat tampang kamu yang
kayak tapir kena HIV, tetapi kamu mendesaknya. Kamu mengingatkan akan
semua jasa-jasa yang kamu berikan ketika kelas satu dulu. Kamu
mengingatkan tentang contekan-contekan yang kamu berikan, tentang
perubahan sikap orangtuanya karena nilainya menjadi setingkat lebih baik.
Hmm okay. Walaupun susah, Lets do this mission. Tiara
memberikan tangannya untuk dijabat. Tapi jangan lupa. Tugas sejarah dua
minggu ya.
Baik.
Malam harinya kamu langsung menentukan rencana. Lebih
tepatnya, kamu ngikut aja Tiara ngomong apapun ke kamu. Setelah
menyerahkan peer Sejarah ke kamu, Tiara mengeluarkan handphone,
menunjukkan foto Cindy.
Itu Cindy. Yang di sebelah pelatih.
Itu? Kok bulet gitu ya? Item lagi.
Itu tong sampah bego. Yang kiri.
Kamu menelan ludah. Tidak percaya dengan foto yang terpampang
di sana. Foto itu membawamu ke dua tahun lalu, ketika kamu bersama
teman-temanmu sedang merayakan kelulusan SMP.
Kamu ingat betul ketika itu kamu habis dipaksa teman-temanmu
untuk konvoi naik motor. Kamu trauma dan sejak itu kamu dilarang
menggunakan motor ke mana pun oleh Ibumu.
Ngapain rambut dicat-cat gitu? tanya Ibumu, ngeliat rambut kamu
kena pilok warna pink. Itu pala apa kembang gula?
Kamu ingat beberapa menit sebelum kamu hampir dipecat jadi anak
itu, kamu baru saja pergi bersama Diana dan beberapa teman lain. Salah
satunya adalah cewek itu, Cindy. Kamu ingat karena lesung pipinya masih
sama seperti dua tahun lalu. Dan kamu ingat, karena sama seperti dua tahun
lalu, ketika menatapnya selama dua detik, tulang-tulang di tubuhmu jatuh
ke tanah.
Ini. Gue pernah tahu. 98% akurat. Dialah orang itu. Dia adalah
Cindy.
Kan gue yang ngasih tahu, setan! Tiara udah pengen mecahin
gelas di depan lalu mencolokkan belingnya ke mata kamu, tetapi dia ingat
tugas sejarahnya ada di tangan kamu. Ehm. Jadi gini rencananya, kata
Tiara. Senin nanti kayaknya dia udah masuk. Lo langsung aja dateng ke IPS
3, nanti gue kenalin dulu secara resmi. Biar dia juga tahu elo. After that, baru
kita pikirin rencana selanjutnya. Kita lihat dulu reaksi dia. Okay?
-SUDAH dua jam kamu berada di depan cermin. Namun, entah kenapa
seperti ada yang salah. Entah gaya rambutmu. Bercak tinta di kantung
seragammu. Kamu masih memilih memakai gel rambut merk apa. Rasanya
semua tidak cocok. Atau lebih tepatnya, semuanya seperti tidak membuat
sempurna. Semalam kamu sudah mencari tahu apa yang diinginkan cewek
terhadap cowok. Dan, first impression adalah salah satu faktor terbesar
keberhasilan mendapatkan hatinya. Inilah mengapa kamu merasa ingin
tampil sempurna saat kenalan nanti.
Setelah mengecek dandanan baru; rambut dibuat sedikit acak-acak,
seragam dikeluarin, memakai gelang, kamu berakting seperti biasanya.
Mengembalikan gaya seperti semula. Kamu takut Ibumu akan tahu dan tidak
suka dengan gaya barumu ini. Rambut kena pilok aja dibilang kembang gula,
gimana kayak gini? Gak asik juga kan begitu mau salim, Ibumu malah bilang,
Ciyeee pasar malem mau sekolah.
Ternyata apa yang ada di dalam pikiran kamu benar. Kelas IPS 3
rusuh abis. Anak-anaknya pada hobi lari-lari. Sesaat kamu sulit
membedakan antara SMA dan SLB. Mereka malah main kuda tomprok di
depan papan tulis, semacam permainan ngedudukin punggung lawan. Di
kursi kedua dari depan, di ujung kanan sana, kamu melihat dia.
Cin! Tiara melambaikan tangan kepada Cindy.
Sini deh! ada yang mau kenalan.
Cindy datang. Kamu memerhatikan tiap inci gerakan kakinya. Hal
yang sama masih terjadi: setiap kali Cindy melangkahkan kakinya mendekati
kamu, tulangmu rontok satu demi satu.
First impression... first impression
Ini? Cindy nengok ke kamu, lalu menatap kembali keTiara.
Tiara menyenggol tangan kamu, memberikan kode untuk segera
bicara.
Ah, i-iya. Oke. Ehem. A Assalamualaikum...
Kamu bangga dengan pembukaanmu. First impression yang keren
nan santun sekali. Masalahnya, itu baru keren kalo dilakukan ke pelacur yang
baru khilaf.
Wa-waalaikum salam? Cindy memasang tampang aneh.
Kamu menjabat tangannya. Halus.
Eh, gue tinggal dulu, ya. Kebelet nih, kata Tiara, yang kemudian
membisiki kamu. Basa basi buruan jangan kayak orang idiot.
Kamu mengangguk. Cin, katamu.
Ya?
Assalamualaikum.
Selama kepergian Tiara, kamu lalu:
1) Bertanya tentang zodiak
2) Diam mematung
Diam Mematung
Kamu tidak tahu ingin melakukan apa. Badanmu membeku. Waktu
berhenti dan kamu sulit bernapas. Melihat kamu yang terus-terusan diam,
Cindy membuka pembicaraan.
Kayaknya gue pernah liat lo deh.
Kamu sulit berbicara, tetapi naluri ilmiahmu keluar begitu saja.
Hmm iya. Pas kelulusan SMP dulu. Gue. Diana. Lingkaran gue. Dan dia.
Tidak terlalu dekat. Kita. Bahkan. Gak sekelas. Tap-tapi. Basket. Well. ..
dan Tiara. Lingkaran kita. Jad-jadi. Bersinggungan.
Lo kenapa ngomongnya kayak gitu, deh? Cindy sudah tidak
memasang tampang aneh lagi, tetapi tampang mimpi-apa-gue-semalem.
Dia lalu merogoh saku roknya. Eh gue ada permen karet nih. Kali aja bisa
bikin lo rada normal.
Eng-enggak, deh, tolakmu. Dalam situasi tak terkendali. Kayak
gini. Gue. Tepatnya. Udara di dalam leher tidak stabil. Mengunyah benda.
Akan. Bikin. Sulit bernapas.
Maksudnya?
Dalam istilah lain. Gue. Kamu menarik napas dalam-dalam, lalu
mengembuskannya bersama kata terakhir. Gue nerpess.
LO HERPES?
Nerpessshh
Oooh nervous. Gak usah nervous kali sama gue, kata Cindy,
mengambil tanganmu, lalu menyerahkan permen karet tersebut. Nih Udah,
makan aja.
Kamu mengusap muka. Yah, yang mana pun dia, gue akan
menunjukkan kemampuan gue sendiri. Rama mungkin seorang kapten tim
basket, tetapi gue gue adalah kapten Patimura. Ah, tidak, kenapa gue
jadi ngawur begini. Gue harus fokus menenangkan diri dulu.
Kamu lalu melakukan:
1) Beryoga
2) Bernyanyi
Beryoga
Kamu menarik karpet dari kolong tempat tidur, lalu menggelarnya.
Kamu duduk bersila, dengan kedua tangan terbuka di atas lutut.
Menurutmu, yoga adalah kegiatan fungsional yang tidak keren. Fungsional
karena, dengan yoga kamu merasa tenang. Aliran darah akan lebih lancar
dan badan terasa segar. Namun, di luar semua itu, siapa juga yang bangga
memiliki kemampuan yoga? Apa yang keren dari duduk-duduk di atas karpet
sambil melipat tubuh? Bahkan kamu pernah melihat spanduk bertuliskan:
BERYOGALAH!! KARENA YOGA DAPAT MEMBANTU PEKERJAANMU!
Kamu heran sendiri. Membantu pekerjaan? Memangnya, ketika wawancara
kerja, kemampuan ini berguna?
Jadi, Mas punya kemampuan apa untuk
mengembangkan perusahaan kami? tanya pewawancara.
membantu
Yosh! Gue latihan kayang aja dulu deh. Waktu itu keliatannya
gampang.
Pikiranmu ini didasari oleh tontonan sirkus cina yang kamu lihat
beberapa waktu lalu, di mana seorang perempuan kayang dengan begitu
gancilnya. Di dalam pikiran kamu, kayang tinggal tarik tangan ke belakang,
lalu hap! tangkap lantai dan tahan posisi tersebut selama beberapa detik.
Bahkan di tv yang kamu tonton, si perempuan tersebut mengakhiri kayang
dengan handstand lalu salto ke belakang.
Kamu lalu berdiri. Bersiap melakukan aba-aba dengan mengangkat
kedua tangan. Mengambil posisi untuk kayang. Kamu menarik tanganmu ke
belakang sedikit demi sedikit. Sampai badan kamu sedikit tertekuk.
Eeek! Dikit lagi!
Tangan kamu sudah gemeteran. Pengin cepat-cepat menangkap
lantai. Pandangan kamu sudah terbalik dan kemudian hap! kamu berhasil
meletakkan tangan di lantai.
Satu hal yang kamu tidak tahu adalah, bagian tersulit dari kayang
adalah menahan posisi badan terbalik itu.
Satu menit, kamu masih sanggup.
Lima menit, kamu masih sanggup.
Lima menit tiga detik, kamu lordosis.
Tangan dan kaki kamu udah kram. Tapi kamu gak tahu cara
ngebalikin badan seperti semula. Otot-otot sudah tidak bisa digerakin. Maka
di saat genting seperti ini kamu tinggal punya dua pilihan: 1) ngejatohin
badan dengan resiko tulang punggung patah, atau 2) nunggu malaikat izrail.
Karena belum mau meninggal (menurut kamu meninggal dalam
keadaan kayang itu gak keren sama sekali. Tidak akan ada orang yang
bangga pernah punya keluarga yang mati sambil kayang. MENURUT LO??)
Oleh karena itu, kamu pun bersiap menjatuhkan diri. Melihat jarak
antara punggung dengan lantai yang 15 cm, yah kalo pun jatoh kamu paling
mentok-mentok cuman bikin geli dikit lah. Kamu pun semakin yakin dengan
keputusan menjatuhkan diri ini.
Satu
Dua
Tii-
KRIEEK! Ibumu tiba-tiba masuk kamar. HEH KAMU NGAPAIN ITU
NAK!!
Eeeeeekk!!
DUAK!!
Geger otak.
-Nah itu yang namanya Rama.
Kamu mengangguk. Orang yang sedang di kantin itu, yang sedang
mengaduk es teh manis dalam gelas yang berembun. SI botak cupu gendut
biadab dengan baju sobek-sobek nan kumal itu dia bukan Rama. Dia
adalah tukang es teh. Entah kenapa juga gue ngetik kalimat ini (ampuni
kekhilafan penulis ini ya Allah). Gue udah keburu males ngapus.
Baiklah, kita ulang.
Kamu mengangguk. Orang yang sedang di kantin itu, di tengah
sekumpulan murid lain, cowok dengan gelang hitam dan badan besar itu,
dialah Rama. Sangat laki-laki dan terlihat jantan. Kamu? Satu-satunya
kemampuan yang membuat kamu normal dan dianggap laki-laki adalah titit
kamu dapat menyemburkan sperma.
KAMU berdiri di depan IPS 3. Berkat ibu guru kimia tadi, kamu jadi sadar.
Siapa juga yang bakal tahu kalau tidak bertanya langsung? Daripada
menerka-nerka dan membuat kesimpulan sendiri, lebih baik cari tahu secara
langsung. Seperti kata Newton, reaksi terjadi karena ada aksi.
Cin! Cindy!
Cindy melihatmu, lalu tersenyum kecil. Senyum yang selalu
membuatmu pengin nyengir lebar. Sekaligus bikin pengin ngompol.
Gue mau nanya. Kamu menekan kacamata, mengumpulkan
keberanian. Lo deket sama Rama ya?
Deket? Enggak kok. Senyum Cindy mengembang. Kita lebih dari
sekadar deket. Kita. Ehm. Udah pacaran. Baru aja kemarin.
Kamu pulang.
Delete?
Yes.
-END
Bernyanyi
Kata orang, bernyanyi adalah salah satu kegiatan yang bikin hepi
sekaligus menenangkan. Meskipun suaramu bikin orang bolot mendadak,
tetapi tidak ada salahnya kan? toh kamu yang denger ini.
Kamu lalu memakai headphone Beats hitam kesukaanmu, kemudian
memilih lagu dari hape. Akhir-akhir ini kamu lagi senang mendengarkan
musik keras (maksudnya musik rock ya, bukan setel Wali dengan volume 36).
Hmm, ini aja deh, Kotak.
Kamu lalu memejamkan mata. Menghayati lirik dan suara Tantri,
sang vokalis, yang serak dan kencang. Selayaknya anak metal sejati, kamu
menaik-turunkan kepala, mengikuti beat dan distorsi gitar. Hentakan drum
terdengar keras di kepala.
ALE! ALE!! RASA SIRSAK BARU!!
Setelah tiga kali mendengarkan lagu Kotak berjudul Ale-ale tersebut
kamu mulai mengantuk sekaligus aus. Kamu pun mulai merasa enjoy dan
tenang. Besok gue harus ketemu dia lagi.
-Hah? Lo yakin langsung mau ngajak Cindy nge-date?
Heeh.
Tiara mengaduk es teh manis dengan sedotan. Kepalanya
menggeleng tak percaya. Kamu, di sisi lain, justru bingung dengan respons
yang diberikan Tiara. Memangnya apa yang salah dengan ngajak kencan?
Bukannya sebagai cowok harus lebih aktif?
Tiara menegak es teh layaknya seorang pesilat mabuk. Yaa terserah
lo sih. Okay aja kalo itu decision elo. Terus apa yang bisa gue bantu?
Lo fashion designer gue. Gue nggak mau salah kostum lagi. Nanti
pulang sekolah gue bakal ngajak dia, kalo dia mau, gue kabarin lo.
Okay. Gampang itu sih. Tiara berdiri. Ini lo yang bayar dulu ya.
Tiara kemudian melambaikan tangan ke Abang-abang tukang es teh yang
sedang dikerumuni murid, lalu menunjuk kamu. Kamu mengangguk.
-BEL sekolah baru saja berbunyi. Kamu langsung lari keluar kelas, takut Cindy
sudah pulang. Maklum, anak IPS suka pulang sebelum bel. Kamu menyeka
keringat yang turun di dahi.
Namun hari itu kamu beruntung karena anak IPS 3 belum pulang.
Kamu duduk bersender di dinding di samping pintu kelas. Tidak lama
berselang, kamu melihat Cindy keluar bersama Tiara.
Kamu berkedip ke Tiara, memberikan kode supaya meninggalkan
Cindy. Kamu kemudian menghampirinya. Tanganmu dingin, tetapi kamu
mengingat lagu Ale-ale yang pada akhirnya menenangkanmu kembali.
Cin. Kamu menggaruk kepala. Lo tau gak.
Enggak.
Yakan gue belum ngomong.
Oh iya.
Ehm. Lo tahu Adam Sandler?
Cindy mengernyitkan dahi. Kayaknya pernah denger deh. Yang
terkenal itu kan ya?
Tepat!
Yang artis kan?
Betul!
Cindy berpikir sebentar, lalu menjentikkan jari.
Aha gue inget!
YOII!!
Suaminya Inul kan?
Gedubrak.
Well, itu Adam Suseno, sih. Oke gakpapa. Pokoknya, gue dapet
tugas dari dia.
Tugas? tugas apa?
Bikin lo ketawa.
Kok bikin gue ketawa? tanya Cindy, bingung.
Kamu menekan kacamata, berusaha menghilangkan grogi. Iya,
kata Adam Sandler, untuk bisa sukses ngajak cewek kencan, kita harus
membuat dia tertawa. Terus, setelah si cewek ketawa dan lupa dengan
tampang busuk si cowok, baru deh diajak kencan.
Jadi?
Jadi Kamu menarik napas dalam-dalam. Jadi, malam ini. Jam 7.
Gue. Err. Jemput lo? Gimana?
Hmmmmm
Tiga detik berikutnya, Cindy mengangguk.
Sebuah anggukan, yang membuat jantungmu mengembung.
Dan pecah seketika.
--
KAMU sudah berdiri di depan rumah Cindy. Dengan anjuran dari Tiara,
dandananmu kini sudah kece. Kamu memakai jeans ketat, dengan kemeja
hitam yang lengannya digulung hingga ke siku. Serta dasi kupu-kupu yang
menempel manis di lehermu. Simpel tapi ciamik.
Sepuluh detik di depan pintu, kamu merasa gugup. Apa gue ketok
langsung? Ah tapi masak iya gue manjat pager. Bukannya dibilang romantis,
yang ada gue kayak maling mau bobol rumah. Apa gue teriak panggil dari
luar? Tapi terlalu kayak anak kecil.
Lalu kamu teringat nomor hape yang diberikan Diana. Aha, itu dia.
Halo.
Ya. Ini siapa ya?
Kamu menyebutkan namamu. Ehem. Jadi keluar? Gue udah di
depan rumah lo nih.
Okay. Sebentar ya, gue ganti baju dulu. Suara Cindy terdengar
panik.
Kamu membenarkan posisi kacamata. Lalu mengusap kedua
tangan. Di pikiran kamu, kencan pertama ini haruslah memberikan kesan
yang mendalam. Kamu ingat pesan dari Tiara Berikan sesuatu yang
berbeda, biar Cindy inget dan lo dapet momennya. Jadi, kamu pun sudah
menyiapkannya. Rencanamu yaitu, begitu Cindy keluar rumah, kamu bakal
mencium tangannya. lalu menyeruput ubun-ubunnya.
Hai. Cindy melihatmu bingung. Kok lo rapi banget?
Kamu menatap Cindy dari atas ke bawah: baju kaus, celana jeans,
sepatu kets.
Belum sempat mengarahkan mulut ke ubun-ubunnya, dari mulut
Cindy sudah keluar, Err. Gue pikir. Jalan biasa. Duh.
Bangkai. Kamu lupa ngasih tahu kalo maksud kamu ngajak keluar
adalah kencan formal.
Kamu lalu ke pinggir bentar, menelepon Tiara.
Ra! Mampus gue. Gue udah dandan gini, eh Cindynya malah biasa
aja.
Biasa gimana?
Cuman kaus sama jeans. Gue musti gimana nih?
Lo ngasih tahu dia gak sebelumnya kalo mau rapi?
Enggak.
Pinter.
Ya udah, lo ajak jalan yang standar aja, ikutin dia. Nonton gitu, atau
makan biasa aja.
Kamu lalu mengajak:
1) Pergi nonton,
2) Pergi makan
Ya. Ya udah deh. Hehe. Makasih ya, udah mau kenalan. Gue. Gue
anak IPA 1. Salam kenal ya. Kayaknya udah bel. Gue. Masuk kelas dulu.
O-oke.
Wa alaikum salam.
Iya.
Warahmatullahi wa barakatuh
IYAH!
Di luar, kamu senyum-senyum sendiri. Lega. Kamu sudah melakukan
yang terbaik untuk first impressionmu. Satu hal yang kamu tidak tahu adalah,
begitu kamu keluar kelas, Cindy langsung ngomong ke Tiara,
Ra, bilangin temen lo jangan kontek gue lagi ya.
-END
Pergi nonton
Ruangan dipenuhi aroma popcorn yang khas, yang seakan meminta
untuk dihirup. Sampai sekarang kamu bingung kenapa tidak ada orang yang
membuat parfum beraroma popcorn. Cindy masih berkutat dengan pilihan
film-film.
Buat kamu, film adalah tentang khayalan. Banyak adegan di dalam
film yang seolah-olah mudah sekali dilakukan. Di film-film drama misalnya,
digambarkan seolah-olah untuk mendapatkan gebetan sangatlah mudah.
Kamu lantas teringat salah satu scene film Don Jon. Di mana si cowok dan
cewek bisa dengan santainya berciuman di tengah lorong bioskop, di atas
karpet merah empuk, persis seperti yang kamu injak. Hal ini jelas tidak
mungkin dilakukan dalam kehidupan nyata. Kalau kamu sekarang langsung
nyosor bibirnya Cindy, bukannya mesra, malah digampar dikira mesum.
Nonton apa nih? tanya Cindy.
Hmm, bebas deh. Asal jangan horor.
Jangan horor? Kenapa?
Iya, jawabmu. Kamu lalu menjelaskan bahwa kamu tidak suka film
horor. Di samping filmnya yang memang aneh, kamu juga sebal dengan
konsep bayar tiket cuman untuk ditakut-takutin. Buat apa kita ngeluarin
uang, terus sampe rumah merinding nggak bisa tidur. Pada umumnya, kita
memberikan uang karena kita ingin mendapat kesenangan. Seseorang yang
suka es krim, misalnya. Dia pasti akan mengeluarkan uangnya untuk
membeli es krim. Di sisi lain, tidak ada orang yang suka ditakut-takuti.
Kalaupun ada, orang tersebut pas ulang tahun pasti diucapin, Selamat
ulang tahun ya. Nih gue kasih, siksa kubur.
Kalian, pada akhirnya memilih untuk menonton The Maze Runner.
Kamu di sebelah kanan, dan Cindy di kiri. Perpaduan antara aroma caramel
dari popcorn di tangan, bau ac, lesung pipi Cindy, seperti bukan di kehidupan
nyata. Kamu menyenderkan badan. Ada yang aneh di perutmu. Kupu-kupu
kah? Sampai film tiba-tiba usai, tidak terasa dua jam sudah kamu duduk.
Cinta, terkadang membuatmu lupa bahwa waktu adalah satuan penting di
dunia.
Kita harus nonton lanjutannya! jelasmu dengan riang gembira.
Iya. Gue penasaran juga deh sama Maze keduanya.
Kamu menaikkan alis, belagu. Hmm gue tahu Maze keduanya.
Oya?
He-eh. Gue baca The Scorch Trials. Maze kedua, disebut grup B.
Isinya cewek semua.
Cukup, cukup! sanggah Cindy. Gue nggak mau denger spoiler.
Kamu tertawa melihat tingkah Cindy. Cin. Ehm. Ikut gue, yuk?
Ke mana? Cindy melirik. Maze selanjutnya?
Karena kamu tidak alay, maka kamu menjawab Udah. Ikut aja.,
bukannya nunjuk-nunjuk dada Cindy heboh sambil jerit monyong, Ke
hatimuuuuu.
Dan sekarang, di sinilah kamu berada. DI bawah fly over. Di depan
sebuah warung kopi, lengkap dengan meja kayu berisi papan catur dan dua
gelas kopi hitam.
Lihat deh. Kamu menunjuk ke atas. Bagus ya?
Yang pacaran di atas fly over? Ih alay.
Ma-maksud gue bintangnya.
Oh, balas Cindy, datar, yang membuatmu berpikir: JANGANJANGAN GUE DIKIRA ALAY!!
1) Pasrah
2) Tetap mengejar Cindy
Pergi Makan
Silakan Ponakan! Makan apa Ponakan?
Saya ayam goreng aja deh, Pak, jawabmu. Kamu lalu melirik
Cindy, dia membalas dengan mengangguk. Dua yah.
Oke, Ponakan! seru si Bapak dengan logat jawa.
Kamu diam. Cindy juga diam. Kamu bingung memulai topik
pembicaraan dari mana. Di dalam bayangan kamu, seharusnya kamu
sekarang duduk di restoran, dengan lilin kecil manis di antara kamu dan
Cindy. Sekarang malah makan di ayam pecel gini. Sungguh tidak elit.
Bapak penjual memberikan piring berisi ayam ke kamu. Ini
Ponakan!
Makasih, Pak.
Nasinya ambil sendiri Ponakan!
Iya, Pak.
Mau minum apa Ponakan?
Teh manis anget aja, Pak. Kamu menengok ke Cindy.
Samain.
Dua ya, Pak.
Siap Ponakan!
Kamu berbisik ke Cindy. Cin, kok penjualnya aneh banget ya.
Kamu melirik ke Abang yang jualan, lalu melanjutkan. Harusnya kan
pembeli adalah raja. Lha, ini pembeli adalah Ponakan. Kekeluargaannya
kental banget.
Hahaha. Tahu tuh! Kapan tante gue kawin sama dia ya? Cindy
ketawa puas.
Lebih dari itu, Cin, katamu, serius. Ini yang jadi masalah. Gimana
kalo ada pelanggannya yang ternyata penjahat lagi makan paha ayam, terus
tau-tau dari luar ada polisi yang ngegerebek.
Pas polisinya ngomong JANGAN BERGERAK! KAMI POLISI! Si
penjual malah ngebela si penjahat sambil nyiramin minyak panas dari balik
penggorengan MENJAUH DARI PONAKAN SAYA!!
Setengah jam berkutnya diisi dengan kamu yang berdebat dengan
Cindy tentang siapa yang memenangi pertarungan antara Polisi dan Penjual
ayam goreng ini. Cindy berpihak kepada Polisi, sementara kamu memilih
Penjual yang mementingkan unsur kekeluargaan.
Besoknya, kamu berniat untuk mengajak Cindy makan siang di
kantin. Kamu masih di muka pintu IPS 3, melihat Rama sedang bicara
dengan Cindy.
Tepatnya, Rama membentak Cindy.
Kamu pun:
1) Kabur melarikan diri
2) Gentle menghadapi Rama
Pasrah
Kamu diam sejenak. Kamu menghtung, kalo dia percaya cinta dan
kamu nembak sekarang aja, kamu belum tentu diterima. Gimana nggak
percaya. Nanti begitu kamu nanya, Mau nggak jadi pacar gue. Dia akan
menjawab, Sori ya, gue gak percaya cinta. Tapi kebetulan rumput di rumah
lagi tinggi sih.
Sedih.
Kamu pun mengurungkan niat untuk terus bersama Cindy. Kamu
yakin dengan kalkulasimu ini. Kamu mengambil kopi di meja, lalu
meneguknya. Cairan tersebut masuk ke dalam perutmu, dan, sedikit demi
sedikit, menenggelamkan kupu-kupu dalam perutmu.
Kamu berbohong, Iya banget. Gue juga nggak percaya cinta. Kamu
menelan ludah, diam sebentar, lalu melanjutkan, Makanya, kita temenan
terus ya.
Hening.
Cindy memainkan jarinya di meja. Iya, katanya. Gue juga suka
temenan sama lo.
Kamu menunduk, tersenyum kecut. Kamu menegak kopi dengan
liar, berharap, pahitnya kopi mampu menyamarkan pahitnya kenyataan
malam itu.
-END
Tetap Mengejar
Lo serius nggak percaya cinta?
Mungkin, jawab Cindy, datar.
Nggak mungkin gitu, Cin, katamu, memberanikan diri menatap
Cindy. Kamu diam sebentar, seperti mencari kalimat yang pas untuk
diutarakan, lalu melanjutkan, Setiap manusia pasti punya. Kalau pernah
merasa hormon di tubuh meningkat pas membayangkan seseorang, itulah
cinta. Kalau pernah susah tidur cuman karena SMS, atau kalimat seseorang,
itu cinta. Kalau pernah matiin telepon, beberapa detik setelah tersambung
dengan seseorang, itu cinta. Dan, kalau pernah merasa ada kupu-kupu
terbang di dalam perut, itu cinta.
Gue, nggak tahu, kata Cindy, lemas. Cindy memandang langit,
tatapannya nanar dan dalam. Lo emang pernah merasa gitu?
Pernah.
Sekarang.
Kamu, setelah melihat perubahan pada raut muka Cindy, berusaha
mengalihkan perhatian dengan mengajaknya bermain catur. Kamu tentu
saja menang terus. Namun, setelah game ketiga, kamu mengalah dan
membuat dia melompat girang karena berhasil menang.
Cin. Kamu menyeruput kopi di meja. Lo yakin, nggak pernah
ngerasa kayak gitu umm sama Rama?
Rama? Rama kapten basket?
Hu um. Kamu menggaruk kepala. Bukannya, kata orang-orang,
kalian deket?
Nggak tahu deh. Mungkin kalo dia sering gombal ke gue, itu betul.
Tapi kalo deket kayaknya enggak deh.
dan Jubaedah. Dia suka menonton konser musik dan tidak suka makanan
pedas.
Semakin hari kamu juga semakin menyadari bahwa Rama tidak
hanya suka ngegombal ke Cindy, melainkan kepada cewek-cewek yang
menjadi primadona di ekskul lain. Berdasarkan hasil mata-mata Tiara, Rama
selalu ngegombal di saat dia bersama temen-temen basketnya. Melihat
kenyataan ini, kamu memiliki dua asumsi atas perilaku Rama: 1) Rama hanya
ingin terlihat keren di mata teman-temannya, dan 2) Rama homo.
Apapun yang terjadi pada Rama, kenyataan itu membuatmu merasa
aman. Rama bukan lagi momok bagi perebutan cintamu dengan Cindy. Atau
dengan kata lain, kamu masih bisa hidup lebih lama. Kamu pun, karena
selalu menonton pertandingan basket Cindy, menjadi dekat dengan anakanak basket lain.
Namun, semakin lama kamu PDKT dengan Cindy, ada satu hal yang
terus saja mengganggu: sebuah kupu-kupu yang mengepak di dalam perut.
Suatu perasaan yang aneh, yang terus bergejolak, dan meminta diberi
kejelasan. Kamu berdiri di depan kaca, lalu menarik napas dalam-dalam.
Maka sabtu depannya, di sebuah konser Sheila On 7, di antara riuh
penonton yang menyanyikan lagu Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki
bersama-sama, kamu menatap lekat matanya. Di depan dua bola yang
jernih itu, kamu menggenggam tangannya, lalu, itulah yang terjadi.
Sebuah kecupan,
yang mengepakkan kupu-kupu di perut Cindy.
Epilog
KAMU baru saja naik kelas 3 SMA. Kamu meluruskan kaki di depan kursi
semen di bawah pohon besar di depan kelas. Hanphone di tangan kanan,
memutarkan lagu Kotak Ale-ale. Di depanmu banyak anak IPS sedang
bermain basket.
Mau ikut main nggak? teriak Rama dari lapangan.
Kamu tersenyum kecil, lalu menggeleng. Kamu tidak ingin merusak
permainan mereka dengan masuk ke lapangan, lalu ngegebok pala orang
pakai bola basket.
Udah, ikut aja gih, saran Cindy, yang dari tadi duduk di sebelah.
Sebuah daun kering jatuh ke kepala Cindy. Dia kemudian menarikmu ke
lapangan.
Aku? Main basket?
Cindy mengangguk. Kamu berdiri, memberikan handphone ke
Cindy, lalu berjalan ke lapangan. Di pinggir lapangan, duduk teman kelas
satu kamu, yang sekarang udah kamu tos-tosin satu per satu. Kamu sadar,
meskipun dandanan kalian berbeda, ternyata teman tetaplah teman.
Mereka tidak pernah berubah menjadi anak IPA, atau IPS, atau yang lainnya.
Doni mengoper bola ke kamu, Terima nih!
Kamu memegang bola basket, tersenyum sebentar, lalu lari tanpa
mendribble.
-end