Anda di halaman 1dari 75

Teka-teki

Kresnoadi DH

Cover
Kresnoadi DH
Doodle
Faiza Nur Ilmi

Dengan tidak membajak


artinya kamu sudah menghargai penulis
dalam membuat karya ini.

keriba-keribo.blogspot.com
2014

KAMU baru saja naik kelas 2 SMA. Ini adalah mimpi indah bagi sebagian
orang, tetapi tidak untuk kamu. Kamu jadi terpisah dengan temantemanmu. Teman-temanmu, yang gaul-gaul itu, kebanyakan masuk jurusan
IPS. Sementara kamu? Tentu saja IPA. Orangtuamu tidak akan membiarkan
orang serajin kamu masuk IPS.
IPS tuh sekumpulan orang-orang berandal! kata Ibumu di Minggu
siang. Lihat Bapakmu! Dia IPS, dan kerjanya malakin orang mulu!
Bu. Kamu menghela napas. Bapak bukannya debt kolektor ya?
Hidup itu penuh misteri. Itulah sebabnya sampai sekarang kamu
masih bingung kenapa dulu teman-teman berandal-mu itu mau bergaul
denganmu. Bahkan masih menjadi misteri mengapa Ibumu dulu naksir sama
Bapakmu.
Kamu meluruskan kaki di depan bangku semen, di bawah pohon
besar di depan kelasmu. Ada perasaan asing yang menyelimuti pikiranmu. Di
pikiranmu, pasti asik apabila bisa bermain bersama teman kelas satu di sini.
Giliran tempat nongkrongnya udah ada, malah temen nongkrongnya yang
gak ada.
Kamu menyolokkan headset ke kuping, lalu mendengarkan musik
favorit. Di depanmu terlihat anak-anak sedang bermain basket. Anak IPS
emang gitu, sekalinya ada jam kosong, langsung pada main. Doni, teman
kelas satu, sedang menjaga di bawah ring. Seragamnya berantakan dan
sedikit keluar dari celana. Dasinya dicopot.
Kamu lalu memandangi dirimu sendiri. Kacamata tebal. Kancing
bajumu rapi sampai ke paling atas. Seragam dimasukin. Sebenarnya kamu
tidak nyaman dengan semua ini. Kamu ingin lepas dan bebas layaknya
burung camar, atau burung merpati, atau burung unta. Tetapi, seperti
halnya unta, kamu tidak bisa terbang. Lebih jauh lagi, kamu gak punya
sayap. Diketek kamu cuman nempel bulu-bulu yang kalo kecium orang bisa
bikin koma dalam hitungan detik.

Bola basket menggelinding ke arahmu. Kamu mengambilnya dan


berpikir, Kenapa ya bola basket warnanya kebanyakan oranye? Kenapa
selalu oranye padahal merknya beda-beda?
Kamu memang selalu mikir yang aneh-aneh. Kamu juga tidak
mengerti kenapa itu bisa terjadi. Keturunan? Keturunan siapa? Bapakmu
cuman orang terlanjur kaya yang mencoba kerja sambilan sebagai debt
kolektor. Ibumu? Mungkin dia sedikit pintar karena pas SMA juga anak IPA.
Tapi, ah, kayaknya gak gitu deh.
Bro, bola dong!
Kamu membenarkan kacamata, lalu melempar bola tersebut.
Doni nyaut dari lapangan. Mau ikut main gak?
Boleh Kamu melambaikan tangan, lalu melanjutkan, boleh
tanya gak, kenapa sih bola basket warnanya oranye?
Alah! teriak Doni. Udah gak usah basa-basi, gabung aja sama
kita!
Kamu menggelengkan kepala, sadar diri. Jangankan untuk ngeshoot, megang bola aja kamu langsung vertigo. Dari dulu kamu memang
bertanya-tanya, kenapa, sih, olahraga basket begitu digandrungi? Kenapa,
cewek-cewek sampe jerit gitu ngeliat orang mantulin bola ke tanah?
Namanya juga bola dari karet. Kalau dilempar ke tanah ya balik lagi.
Seharusnya cewek itu pada jerit kalo pas dipantulin ke tanah, pas kebetulan
juga dia dapet sms, Nak, Mama telah tiada.
Horor.
Lagipula, basket itu identik dengan Cheerleaderyang menurut
kamu juga aneh. Buat kamu Cheerleader adalah sekumpulan psikopat yang
kerjanya ngelemparin temen sendiri. Kamu masih ingat pertanyaan pertama
yang terlontar dari mulutmu sewaktu ngeliat para Cheerleader ini tampil di
sekolah tahun lalu,

Ini pada dari sekte mana ya?


Di pikiran kamu, para Cheerleader itu bakal ngumpul di tengah
lapangan, membuat formasi, bersorak lalu nyembah matahari.
Kamu lalu ingat kembali masa-masa itu. Ketika kamu masih dengan
teman-teman kelas satu. Kalian bersenang-senang. Tawa canda memenuhi
masa lalu kamu. Kamu bahkan masih ingat ketika itu, kamu adalah orang
pertama yang membawa bekal ke sekolah, dan kamu langsung dibilang
hipster. Dianggap antimainstream karena berbeda dari yang lain. Besoknya
teman-temanmu pada ngikutin bawa bekal.
Kamu rindu bermain bersama teman lamamu.
Kamu mungkin bisa saja datang ke kelas IPS, lalu nongkrong bareng
mereka. Tetapi kamu sadar bahwa kalian sudah gak matching lagi. Tementemenmu sudah jauh meninggalkanmu. Kalian telah berbeda liga. Mereka
gaul. Potongan rambutnya up to date. Celananya sengaja dikecilin mengikuti
alur kaki. DI sisi lain, teman-teman di kelas IPA tidak cocok denganmu.
Mereka individualis. Dan kamu benci itu.
Kamu mulai merasa berada di habitat yang salah. Apa yang kamu
pikirkan sekarang? Kamu mulai merenung. Ingin kembali ke masa itu, tetapi
semuanya sudah terlalu jauh. Sampai, di satu titik, kamu merasa kesepian.
Kamu lalu berpikir:
1) Kayaknya gue harus beli buku baru deh biar gak bosen.
2) Kayaknya gue harus cari pacar nih.
3) Kayaknya hidup gue sampai di sini saja

Beli buku baru:


Sepulang sekolah kamu memutuskan untuk pergi ke toko buku.
Kamu tentu saja ingat bahwa beberapa hari yang lalu kamu baru saja
membeli buku William Faulkner dan Haruki Murakami. Kamu malah belum
sempat membuka plastiknya. Tetapi kamu butuh sesuatu yang baru. Yang
segar. Seperti tulisan-tulisan David Sedaris atau Is Everyone Hanging Out
Without Me yang menurutmu nyambung dengan kehidupan kamu.
Kamu pun beranjak ke rak buku impor di samping kasir. Kamu
mencari dengan berbagai gaya: berdiri, jongkok, berjalan di atas pecahan
beling. Tetapi kamu tidak dapat menemukan buku tersebut. Rak buku impor
dipenuhi buku-buku John Green. Dan kamu sedang tidak mood untuk
membaca cinta-cintaan.
Kamu butuh hiburan.
Kamu pun dengan lunglai berjalan menuju rak novel lokal. Kamu
sebetulnya tidak masalah dengan buku lokal, yang menjadi masalah adalah:
KENAPA BANYAK YANG BACA BUKU DI SANA!
Kamu malas dengan orang yang membaca buku di toko. Ini kan
toko, tempat jual beli, pikirmu. Memangnya, mentang-mentang plastiknya
kebuka, terus boleh baca sembarangan? Lagian, kenapa cuman buku?
Kenapa gue gak pernah ngeliat orang di showroom mobil melakukan hal
yang sama? Dengan logika yang sama, seharusnya orang-orang pada dateng
aja ke showroom. Masuk ke mobil yang gak diplastikin, terus dipake jalanjalan. Selain bisa nyobain mobil baru, kamu juga bakal nyobain nginep di sel
tahanan.
Kamu lalu berjalan pelan meliuk-liuk melewati sekumpulan orang
yang lagi baca. Entah kenapa waktu itu banyak sekali orang yang baca di
sana. Ada yang sambil duduk, berdiri, nemplok di eternit. Pokoknya full
manusia-manusia kampret itu memenuhi rak buku novel.

Di antara meeka, kamu seperti mengenali salah satu cewek yang


duduk bersila di samping tumpukan buku komik. Meski hanya kelihatan
punggungnya, tetapi dari rambutnya yang cokelat sebahu, celana jeansnya
yang bolong-bolong, dia tampak familiar. Kamu ingin menyapa tetapi takut
salah orang. Tetapi, jauh di dalam lubuk hati kamu, kamu seperti kenal
dengan orang ini.
Kamu lalu melakukan:
1) Menepuk bahu dia.
2) Kamu dengan pedenya bilang, Sori sori air panas!
3) Kamu membuat lelucon dengan berkata Assalamualaikum
Mbak, sedekahnya Mbak.

Cari pacar
Apa gue cari pacar aja kali ya? Begitu pikirmu. Kamu lalu senyumsenyum najong. Ya, ya, ya. Gue yakin. Sesungguhnya Inilah pencerahan dari
Tuhan! Dengan memiliki pacar, hidup gue pasti gak sepi lagi!
Kamu lalu ke samping kelas, berkaca di depan jendela. Hal pertama
yang kamu lakukan adalah melihat seberapa tampannya dirimu. Gak jelekjelek amat kok, pikir kamu. Mungkin gaya rambut kamu jadul. Dan tunggu,
apa itu? Jerawat? Kamu memerhatikan benjolan di dekat hidung. Kamu
ngedeketin wajah ke depan jendela. Jarak kamu dan jendela hanya beberapa
mili. Kamu memencet-mencet benjolan tersebut.
CROT!
Ada anak yang ngebuka jendela dari dalem kelas. Idung kamu sukses
kecolok paku yang nempel di kusen jendela. Kamu pingsan. Semua menjadi
gelap. Begitu bangun, kamu mendengar suara dari sudut kegelapan, Yak,
untuk penghitungan amal buruk, silakan baris di sebelah sana!
Kamu udah di neraka.
-END

Hidup kamu sampai di sini aja


Kamu menyerah dengan hidup kamu. Pengin nyilet urat nadi, tapi
gak ada benda yang cukup tajam untuk ditusukkan. Sementara di lapangan,
teman-temanmu kelihatan asoi sekali main basketnya. Kamu akhirnya
berlari ke lapangan dengan penuh kepasrahan. Seolah-olah kamu adalah
aktris cewek yang sebentar lagi ketabrak mobil, kamu pun menjerit kencang,
Doniiiiii!! lalu mentokin pala ke ring basket. Kepala kamu bocor. Begitu
sadar, ada orang berjubah hitam nyamperin kamu. Dia berkata, Yak, untuk
penghitungan amal buruk, silakan baris di sebelah sana.
Kamu resmi masuk neraka.
-END

Menepuk bahu dia


Karena bingung ingin membuka dengan kalimat seperti apa, kamu
akhirnya memilih cara paling biasa. Kamu menghampiri dia, lalu, di tengah
aroma buku yang baru saja dibuka, kamu menepuk bahunya.
Eh, sori salah orang.
Kamu lalu meminta maaf kepada perempuan tersebut. Gue pikir
temen gue. Kamu mengulurkan tangan, lalu menyebutkan namamu.
Deta, katanya.
Suasana canggung langsung menyelimuti kalian. Kamu melirik ke
arah komik yang dia pegang.
Suka baca Doraemon?
Ini? Dia menaruh komik Doraemon di tumpukan. Lumayanlah.
Buat iseng-iseng aja. Dia tersenyum.
Wah, hebat juga ya lo.
Hebat?
Iya. Elo hebat, katamu, senyum lebar. Bisa tahan tiga detik
ngeliat gue gak pake muntah.
Pipi Deta memerah. Kamu merasa inisemuanya, kondisinya,
orang-orang di sekitar yang tidak memerhatikanmu, waktu yang seolah
berhenti, bau ketekmu yang tidak lagi keluar, semuanyaseperti yang ada
di film-film drama.
Kamu lalu secara resmi berkenalan dengan Deta. Kamu mengatakan
bahwa Doraemon adalah makhluk yang aneh. Menurutmu, Doraemon
adalah kucing yang bisa digunakan sebagai media pelampiasan emosi.
Deta mengernyit. Maksudnya?

Ya kalo lo lagi kesel, lo ajak aja si Doraemon buat maen suit jepang.
Terus lo tinggal ngeluarin kertas berkali-kali. Dijamin lo bisa ngegamparin
dia terus dengan legal. Tangannya kan bulet gitu.
Hahahaha. Lo lucu juga ya.
Kamu mulai nyambung sama dia. Tawa Deta, entah mengapa,
seperti memberikan getaran pada ruang kosong di perut kamu. Di
depannya, kamu seperti ingin terus dan terus memberikan lelucon supaya
dia bisa tertawa lepas. Kamu senang mendengar tawanya. Pada situasi ini,
kampret-kampret yang duduk dan baca buku sembarangan tidak lagi terlihat
di matamu. Pikiranmu berkabut.
Lo gakpapa? Deta menggoyangkan tangannya di depan wajahmu.
Dia menyebutkan namamu berkali-kali.
Ha? E-iya gakpapa, katamu, dengan darah yang mengocor dari
hidung.
-HARI itu kamu pulang dengan bahagia. Rasanya seluruh jalanan dipenuhi
bunga-bunga yang turun dari langit. Kamu tiba di kamar, mencopot sepatu,
lalu merebahkan diri ke kasur. Kamarmu yang sempit itu membesar.
Dinding-dindingnya menjauh satu sama lain. Udara terasa lebih segar dari
biasanya dan kamu melihat dua cicak sedang bercinta di eternit.
Di antara seluruh kebahagiaan yang memenuhi ruangan, kamu
mendesah pelan, Andai hari ini bisa gue save as.
-END

Dengan pedenya bilang, Sori Sori air panas!


Kamu tidak tahu harus melakukan apa. Kamu bimbang. Apa benar
kamu kenal dia? Di dalam tubuh kamu, kamu merasakan luapan jantung
yang sudah tumpah ke mana-mana.
Bodo deh, gue sok berani aja.
Kamu memerhatikan diri kamu terlebih dahulu. Kamu mengecek
semuanya; membenarkan posisi seragam, menarik dasi lebih ke atas. Kamu
menelan ludah, lalu, berjalan dengan terburu-buru ke arah perempuan
tersebut. Kamu mengatur napas, meyakinkan diri sendiri. Sembari belakbelok menghindari orang yang baca buku layaknya cewek di iklan susu
pelangsing badan, kamu, dengan muka menahan malu, berteriak, Misi
Sori Sori air panas!
Dengan sekejap, orang-orang langsung nengok ke kamu, semuanya
memberikan tampang ini-tukang-cangcimen-ngapain-ke-toko-buku. Tetapi
kamu lanjut terus. Tekadmu sudah bulat. MISI! AER PANAS!! teriakmu ke
segala penjuru.
Sepuluh langkah lagi. MISI!!
Lima langkah menuju perempuan itu. AER PANAS! MINGGIRR!!
Kamu tepat di belakang dia. Kamu lalu menepuk pundak dia. Dia
menengok. Di kepala kamu terputar beberapa nama. Sampai, tiga detik
kemudian, kamu ingat. Kamu betul-betul ingat nama dia.
Diana? tanyamu.
Belum sempat dia menjawab, seseorang menepuk pundak kamu dari
belakang. Kamu menoleh. Dasar bocah sialan! kata orang berseragam
tersebut. Kamu melihat dadanya. Kamu langsung horny kaget karena di
sana tertulis Security. Kamu pun digeret. Dipentung dan dihabisi di
tempat.

Besoknya, ada headline di sebuah surat kabar:


Gara-Gara Aer Panas, Bibir Anak Sekolaan Sobek Digebok Sekuriti di
Gramedia! Pas Ditanya Ngapain Bawa Aer Panas, Eh Si Anak Jawab: OANG
UMA EANDA OANG AEAH. (ORANG CUMAN BERCANDA DOANG YA
ELAH).
-END

Mengatakan Assalamualaikum Mbak, sedekahnya Mbak.


Kamu ragu-ragu dengan perempuan itu. Apa kamu benar-benar
mengenalnya? Kamu dilema. Antara penasaran, tetapi terlalu malas untuk
menghampirinya. Males juga udah capek-capek ribet ngelewatin orang yang
lagi baca, sampai sana ternyata salah orang, benakmu dalam hati.
Di antara pertempuran otak itu, tiba-tiba saja, kamu melihat sesosok
Makhluk Berjubah Putih nongol di sebelahmu.
MJP: Udah, samperin aja.
Kamu berpikir bahwa itu hanya halusinasi. Ah pasti cuman mimpi!
katamu. Kamu mencubit lengan, tetapi suara itu masih ada. Kamu mencubit
lebih keras, namun suara itu menggema di telingamu. Kamu nyundul rak
buku agama. Pala kamu kebakar.
MJP: Udah, samperin aja.
Kamu mulai yakin bahwa suara itu adalah petunjuk. Keraguanmu
hilang sedikit demi sedikit. Ini pasti petunjuk! Kamu mencopot dasi dan
membantingnya ke lantai. YA! INI PASTI PETUNJUK ATAS KESEPIANKU
SELAMA INI!!
Entah kenapa kamu merasa ada kamera yang menyorotimu. Kamu
berasa ada di tebing, dan kamera berputar-putar di atas kepalamu.
INI PETOONJOOOKKKRRGGGHHH! HIYAAATTT!!
CROT!
Kamu dipanah mbak-mbak gramedia.
Suara tawa pengunjung membuyarkan semua halusinasi gilamu.
Kamu pun berjalan ke arah perempuan itu dengan yakin. Menendang semua
jomblo yang lagi baca buku. Kamu merasa macho. Semakin dekat
dengannya, kamu mencium bumbu nostalgia. Kamu akhirnya sampai di

belakangnya. Sejenak kamu berpikir, siapakah gerangan perempuan


tersebut. Apakah Ana? Mita? Waluyo?
Ah kamu mulai kebingungan karena wajahnya tertutup buku komik.
Kamu semakin mendekat. Kepala kamu sudah ada di samping kupingnya,
lalu kamu berbisik, Assalamualaikum Mbak, sedekahnya Mbak.
Si perempuan panik dan refleks ngegampar kamu pake komik yang
dia baca.
Eh sori sori. Pipi dia merah karena malu. Pipi kamu merah nyeplak
buku.
DIa memberikanmu tisu untuk mengelap darah di pipimu.
Diana? Wajahmu berbinar-binar.
Dia menyebutkan namamu dengan heboh dan kamu mengangguk.
Kalian melompat kegirangan. Yes akhirnya gue ada temen. Gue gak sendiri
lagi, katamu di dalam hati. Kamu lantas membuka lebar-lebar kedua
tanganmu, menyambut pelukannya.
PLOK!
Bukannya mendapat pelukan, sebuah tangan malah mendarat di
telapakmu. Niat kamu pelukan, malah dibalas dengan tos. Dengan kejadian
ini, kamu jadi sadar bahwa tingkat kepekaan laki-laki memang hanya
0,387%, tetapi perempuan pun bukan 100%. Penelitian ini memang sudah
kamu lakukan sejak lama. Kira-kira 3 menit yang lalu.
Kamu lalu mengobrol dan mengobrol dan mengobrol dengan Diana.
Kamu mengatakan bahwa SMA-mu gak asik. Lebih tepatnya, anak-anak IPA
di kelasmu gak asik. Diana bertanya mengapa kamu tidak bergaul kembali
dengan teman-teman IPS dan kamu menjawab bahwa kalian sudah berbeda.
Kamu terlalu culun untuk anak IPS yang gaul-gaul itu.

Kamu lalu mengajaknya untuk pindah tempat. Gak enak juga


ngobrol di sini, katamu. Kamu pun sempat menawarinya nongkrong
sebentar sambil minum kopi tetapi dia mengatakan bahwa ini sudah malam
dan kamu bahkan masih mengenakan seragam. Kamu pun meminta nomor
teleponnya.
Di atas kasur malam itu, kamu merasa, ada secercah harapan. Rasa
sepi mulai memudar. Kamu, sedikit demi sedikit, sudah keluar dari lumbung
kegelapan
menuju keputihan.
-KEESOKAN harinya kamu masih saja hidup dalam dunia yang sama.
Berangkat dengan sepatu yang baru disemir. Mobil yang disiapkan sopir.
Seragam licin dengan aroma lavender. Satu-satunya yang berbeda adalah
cengiran lebar di wajah kamu. Sampai pada jam istirahat, dan kamu kembali
ke tempat duduk semen di bawah pohon besar. Sepertinya kamu mulai suka
tempat ini. Kamu menyolok headset, memutar lagu favoritmu.
Kamu menjentikkan jari. Membuat beat selaras dengan nada dari
lagu kesukaanmu. Dua lembar daun jatuh di kaki kananmu. Kering dan
kuning. Kamu mengambil salah satunya, lalu menatapnya di genggaman. Di
kupingmu, terdengar irama masa lalu. Kamu tersenyum, daun itu
mengingatkanmu kepada enam belas jam yang lalu. Di samping rak buku
komik, saat menuliskan nomor telepon Diana di atas sebuah kertas yang
kamu sobek dari buku Matematika, karena hapemu sudah terlanjur mati.
Apa gue sms dia ya?
Tetapi, sekali lagi, kamu tidak percaya diri. Kamu kesal dengan
keculunanmu. Pengin rasanya kamu melempar kacamata tebal itu jauh-jauh,
tapi nanti kamu buta aksara. Empat menit berlalu dan kamu sadar kalau
meng-sms seseorang tidak ada hubungannya dengan penampilan. Akhirnya
kamu memilih:

1) Menelepon Diana
2) SMS Diana

Menelepon Diana
Kamu membuka kontak. Menyentuh dan menggeser-geser layar
hape. Melewati satu per satu nama orang yang sekarang mulai lupa akan
kehadiranmu di bumi ini. Kamu akhirnya sampai di nama Diana. Tetapi kamu
bingung mengapa ada banyak Diana di kontakmu. Orang lain mungkin akan
mengumpat Kemaren Diana yang mana ya? Dasar gue goblok., tetapi
kamu tidak demikian. Kamu tidak dididik untuk mengumpat. Kamu pun
berkata, Duh, kemarin Diana yang mana ya? Dasar nih gue, sedikit kurang
pintar.
Kamu pun menatap layar hapemu. Dengan membaca bismilah, lalu
akhirnya menelpon:
1) Diana Aprilia
2) Diana

SMS Diana
Diana, masih inget gue?
Sent.
Sepuluh menit berselang, hapemu berbunyi. Kamu melihat tulisan di
layar: Diana. Kamu joget-joget sebentar, lalu, sebelum diliatin orang,
dengan terburu-buru kamu membuka SMS tersebut,
Ini siapa ya?
Gobloknya, kamu lupa menyantumkan nama. Kamu membalas lagi
dengan Ini gue, yang kemaren di Gramedia.
Diana akhirnya ingat dan kamu pun mulai berbasa-basi. Tentu,
kalimat basa-basimu tidak jauh dari kata-kata Lo masih inget gak? Kalimat
itu memang kalimat yang yahud dan pasaran dalam hal mengenang masa
lalu. Kalian menjadi dekat dan kamu menutup percakapan siang itu dengan
sebuah pertanyaan ke dalam dirimu: Apa gue naksir dia?
Kamu tidak bisa menjawab pertanyaanmu sendiri. Kamu menatap
tajuk pohon di atas. Jelas, Plantae tidak mampu menjawab semua yang
kamu rasakan. Lagian, kalo tiba-tiba pohonnya jawab juga malah jadi serem.
Hari-harimu selanjutnya diisi dengan kebingungan dan degupan
jantung yang menguat. Hidung kembang kempis. Kamu merasa lega ketika
hapemu berbunyi. Kamu pun jadi lebih sering sisiran. Setiap kali berkaca,
kamu merasa mirip Ade Ray. Meskipun persamaan di antara kamu dan Ade
Ray adalah pantat kalian sama-sama berlobang.
Sudah seminggu kamu merasa seperti ini dan kamu belum
menemukan jawaban apakah kamu naksir dengan Diana? atau ini hanya
kebahagiaan sesaat, karena pada akhirnya kamu memiliki teman untuk
diajak bicara. Setiap hari kamu cemas dan tanganmu keringat dingin.
Jantungmu berdetak lebih cepat dari biasanya. Kamu pun kebingungan
setengah mampus. Apa yang melanda tubuh gue? Apa ini yang dinamakan

cinta? Untuk mengetahuinya, kamu pun melakukan cara yang paling


gampang: internet.
Kamu pun duduk di atas kasur, membuka laptop, lalu mengetik
Jantung berdebar-debar
Tiga detik kemudian, kamu langsung bersyukur. Google membuat
semuanya menjadi lebih cepat dan mudah. Benih-benih atas kegundahan
yang menimbun kepalamu akan segera terurai. Jawaban dari segala
pertanyaanmu, yang kamu nanti-nantikan, dengan amat sungguh-sungguh
beberapa hari belakangan ini. Kamu pun, dengan penuh kehati-hatian,
membaca layar laptop:
Jantung berdebar gejala kena stroke.
Kamu memang tolol.
TRING! hapemu berbunyi. Di layarmu tertulis nama Diana.
Besok ketemu yuk. Gue mau ngomong sesuatu.
Membaca sms itu, kamu langsung buru-buru mengambil tisu dari laci
di samping tempat tidurmu, menyumpalkannya ke idung yang sudah mulai
keluar darah, lalu membalas,
Baik.
-KAMU sudah duduk di kafe. Aroma ketekmu sudah tidak mirip bak sampah.
Tetapi harum. Seperti bak sampah yang sedikit disemprot parfum. Kamu
menekan kacamata, grogi. Kemejamu sudah licin, dan, seperti saran Ibumu,
kamu mengancingnya sampai kancing paling atas. Meski demikian, kamu
merasa nervous. Telapak tanganmu mulai terasa basah dan lengket. Namun,
kamu sedikit dilegakan oleh kenyataan bahwa laki-laki di sekitarmu juga
banyak yang mengancingkan kemejanya sampai ke atas. Entahlah, sekarang
culun dan gaul sudah beda tipis.

Kamu menunggu dan menunggu dan menunggu. Satu menit


berselang kamu mengecek jam di tangan kananmu. Lima menit berselang
kamu memerbaiki posisi dudukmu. Tiga dekade berselang kamu jadi mayat
hidup. Kamu berpikir apakah Diana hanya mempermainkan kamu saja? Apa
kamu kepedean? Harusnya kamu menolak saja tawaran dia ini.
Kamu melihat jam tangan: 05:16 PM.
Hmm Kamu ingat bahwa kamu berangkat ketika Aryo, penyiar
radio favoritmu, baru saja memulai siaran. Itu berarti sekitar pukul tiga sore.
Dengan macet yang membuat mobilmu hanya dapat melaju dengan
kecepatan 20km/jam, itu berarti kamu tiba di kafe sekitar pukul empat.
Artinya, sudah satu jam kamu menunggu Diana. Kamu ingin pergi
meninggalkannya, tetapi kamu menimang-nimang lagi pemikiranmu itu.
Siapa tahu Diana adalah kesempatanmu untuk mengentaskan sepi dalam
hidupmu. Kamu pun kembali duduk.
Kamu melihat jam sekali lagi dan di tanganmu memunculkan angka
05.20 PM. Betul kata Einstein tentang relativitas waktu, empat menit terasa
sangat lama. Kamu mulai lelah dan mendesah pelan. Rasa ice lemon tea di
depanmu sudah asing di bibirmu.
Hapemu berbunyi. SMS dari Diana,
Kamu di mana? Aku udah sejam lho nunggu di Lemonade Cafe.
Lha ini juga gue udah sejam di Lemon Cafe, desahmu.
Kamu heran. Apakah kamu sedang masuk acara tv yang ngerjain
orang itu.Tetapi tentu saja tidak, semua berjalan dengan normal. Kamu pun
bangkit dan mencari Diana di seluruh penjuru Cafe, tetapi hasilnya nihil.
Kamu kembali ke meja nomor 8 tempatmu, lalu menatap ice lemon tea
dengan es yang sudah mencair.
Lalu kamu menyadari sesuatu. Kamu merogoh hape dari saku
celana, lalu membaca kembali sms dari Diana:

Kamu di mana? Aku udah sejam lho nunggu di Lemonade Cafe.


Kamu membuka kacamata, lalu memakainya kembali.
Nunggu di Lemonade Cafe.
LEMONADE CAFE.
LEMONADE.
Yak, ternyata Diana ada di Cafe sebelah.
Kamu mengambil lima puluh ribuan di kantung celanamu kemudian
buru-buru ke kasir. Ambil aja kembaliannya. Meja nomor delapan! katamu.
Di cafe sebelah, kamu dapat menemukannya dengan mudah. Dia,
dengan celana jeans bolong khasnya, tampak sedang mengetuk-ngetuk jari
ke meja. Wajahnya menunjukkan raut cemas. Kamu merasa bersalah karena
telah salah membaca sms darinya dan membuatnya menunggu lama. Dia
bilang dia tidak keberatan dan menyuruhmu untuk segera duduk.
Langsung aja ya.
I-iya? Kamu menelan ludah.
Gue mau bilang kalo sebenernyaDiana berhenti sebentar,
menghela napas. Kamu deg-degan, merasa ge-er kalau Diana bakal
mengatakan sesuatu yang kamu idam-idamkan selama ini.
Kalau Diana menyatakan cintanya sekarang, kamu belum
mempersiapkan jawaban apapun. Kamu berpikir sigap. Yang jelas, kamu
tidak ingin sok-sok menipu layaknya di film Katakan Cinta. Setelah si cowok
nembak, si cewek bilang, Enggak ah. Si cewek diem bentar, lalu
melanjutkan, Aku nggak bakal nolak. Sungguh kalimat yang menggelikan.
Kamu lebih suka yang straight to the point. Yang macho, yang laki-laki. Kalo
nanti Diana nanya, Lo mo gak jadi cowok gue? kamu bakal langsung bales,
YAEYALAAAH! lalu loncat nemplokin badannya.

Diana membenarkan posisi duduknya, kemudian berdehem. Kamu


menatapnya serius. Diana melanjutkan. Gue hamil.
Hening.
HAH?!
I-iya.
Beneran?
Bener.
Kamu menatapnya tak percaya.
SERIUSAN?
Serius.
MASA MINTA NOMOR TELPON DOANG LANGSUNG HAMIL??
BAHKAN ALAT KELAMIN KITA TIDAK BERSENTUHAN DIANA!! EMANG LO
PIKIR PENIS GUE ADA BLUETOOTH-NYA!?
Emang bukan sama lo, Caplang. Diana membetulkan posisi
duduknya. Gue emang lagi hamil. Baru beberapa minggu. Dan yak,
memang di luar nikah. Tapi calon laki gue bentar lagi bakal ngawinin gue
kok. Nah, karena kita lagi deket, gue sengaja bilang ini ke lo. Karena gue
pengin lega. Gue ngerasa harus ngungkapin ini. Tapi entah ke siapa. Jadi,
gue minta lo jangan bilang siapa-siapa ya. Sebagai gantinya, gue bakal cariin
lo pacar, deh. Kebetulan gue ada temen anak basket di SMA lo.
JADI JADI JADI??
Hmm?
JADI LO PIKIR GUE BAKAL NOLAK DICARIIN PACAR? MARI
BERJABAT TANGAN DIANA!

-CINDY, Cindy, Cindy. Yang mana kah cewek bernama Cindy itu. Sial
memang si Diana. Dia hanya memberikan klu berupa nama seorang
perempuan, anak basket, serta mencatat nomornya di kontak hapemu.
Kamu ingin langsung menelpon nomor tersebut, tetapi kamu berpikr
akan kemungkinan lain. Takutmya, Diana cuman iseng ngerjain kamu. Nanti
begitu ditelepon, orang di seberang telepon malah ngomong, Ono opo
kiye?
Kamu lalu berpikir, berpikir, dan berpikir. Kemudian, layaknya
Jimmy Neutron, indera kamu menjadi peka, dan, kamu tercetus ide untuk
menonton latihan ekskul basket. Kamu ingin tahu apakah di antara
punggung para pemain, ada kaus bertuliskan nama Cindy.
Sabtu pagi kamu sudah duduk di garasi, menunggu mobil yang
sedang dipanasi sopirmu. Ibumu heran mengapa sekarang anaknya pergi ke
sekolah padahal biasanya kamu hanya duduk membaca buku-buku. Namun,
sebelum pertanyaan itu keluar dari mulutnya, kamu sudah mengatakan,
Mau ngeliat ekskul basket.
DIa hanya diam dan melongo. Ibumu tidak pernah bereaksi seperti
ini sebelumnya. Mungkin dia berpikir, Wah anak gue minum karbol lagi.
Kamu sambil mengikat tali sepatumu kuat-kuat, bilang, Mau nyari orang.
Di sekolah, setelah beberapa kali mencari tempat mengintai, kamu
akhirnya kembali ke tempat biasa; kursi semen di bawah pohon. Kamu
duduk dan mulai meneliti satu per satu nama pemain: Herman Nando
Hana Santi Tiara tidak ada nama Cindy di antara mereka. Satu-satunya
orang yang kamu kenal adalah Tiara, mantan teman kelas satu yang sering
kamu kasih contekan. Atau jangan-jangan Cindy itu bukan nama
panggilan. Bisa aja kan? Dia ada di antara mereka dengan baju yang kamu
tidak kenal itu. Bisa saja orang bernama punggung Hana, nama panjangnya
Hannah Amarta Cindy? Atau, orang yang barusan melakukan slam dunk itu
Cindy Cindy Suherman?

Tidak, tidak mungkin. Analisamu mengatakan bahwa kemungkinan


itu terjadi hanya 11,38%. Masih terlalu kecil.
Satu jam menunggu dan kamu menyesal. Pikirmu waktu sebanyak
itu dapat digunakan untuk membaca Norwegian Wood atau melakukan
kegiatan seru seperti menguntit nenek-nenek yang pengin menyebrang
jalan, menutup matanya dari belakang, kemudian berbisik di kupingnya,
Hayoo mau ke manaa?
Sudahlah, semua ini harus gue akhiri sekarang juga.
Kamu pun bangkit dan:
1) Pulang
2) Meminta bantuan Tiara untuk mencari Cindy

Diana Aprilia
Halo, Diana?
Iya, kenapa sayang?
Lah, si Mamah. Dasar nih gue, sedikit kurang pintar.
Kamu pun menelpon Diana.

Diana
Halo, Assalamualaikum
Sisa pulsa Anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini.
Kamu mengecek pulsa yang ternyata tinggal tujuh belas perak. Ah,
untung paket sms masih ada, batinmu. Kamu pun nge-sms Diana.

Pulang
Mungkin ini bukan takdir gue, katamu. Siapa tahu, di kuliah nanti
nasib gue lebih baik. Lagian, sekarang kan udah kelas 2, bentar lagi juga
lulus. Sekitar 17.088 jam lagi lah kira-kira.
Kamu membusungkan dada, menerima apa yang sudah ada
sekarang. Mungkin sepi adalah temanmu dan kamu tidak layak bermain
dengan anak IPS yang gaul itu. Paling tidak sekarang kamu sudah mendapat
tempat yang ajib. Di bawah pohon. Penuh dengan udara yang segar. Satusatunya yang tidak enak dari tempat nongkrongmu sekarang adalah kalo
tiba-tiba ada kuntilanak jatuh meniban kepalamu. Kamu pun bangkit,
mengambil ransel, kemudian tersenyum. Kamu lalu jalan dengan cool,
meninggalkan tempat duduk semen tersebut.
-END

Meminta Bantuan Tiara Untuk Mencari Cindy


Kamu sudah sampai di sini dan tentu, meski perhitunganmu hanya
11,38%, tapi bukan berarti itu nol kan? Kamu menegakkan kepala,
mengumpulkan keyakinan. Tarik napas pelan prut. Kamu mencret dikit.
Setelah lega, kamu pun memikirkan kebahagiaan-kebahagiaan yang bisa
kamu dapatkan kalau punya teman. Selama ini kamu tidak pernah
terpikirkan untuk pacaran. Pacaran, buatmu adalah kegiatan supernorak.
Banyak orang-orang yang menjadi sedeng gara-gara pacaran. Rifan, teman
kelasmu, selalu memuji pacarnya dengan berlebihan. Setiap ketemu
pacarnya di kelas, dia akan mengatakan, Kamu selalu ada di hatiku. Kalo
gak percaya, belah lah dadaku. Gaya-gayaan minta dibelah dadanya.
Ngeliat kambing dibelek aja pingsan dua minggu.
Tetapi, di luar itu semua, kamu mencoba mengambil sisi positifnya.
Dengan pacar, kamu bisa jalan bareng. Kalo makan disuapin. Kalo pagi
dibangunin. Kalo mau ujan diangkat (emangnya jemuran?). Pokoknya,
menyenangkan. Kamu tidak akan merasa sendiri lagi. Sepertinya seru juga
menghabiskan waktu dengan seseorang yang kita cintai, pikirmu. Terlebih
lagi dengan teman satu sekolah yang kalau kangen tinggal samperin.
Di sisi lain, kamu paling malas dengan yang namanya hubungan
jarak jauh. Teman-temanmu yang berstatus LDR banyak yang memiliki sifat
norak. Karena tidak bisa ketemu dan kepalang kangen, orang-orang LDR
bakal mengedit foto sendiri, lalu dicrop ke foto pacarnya biar terkesan dekat
dan lagi sampingan. Hoek. Cuih. Menjijikkan. Memangnya dengan ngedit
foto kayak gitu kangennya bakal ilang? Temanmu mengatakan dengan
ngedit seperti itu akan menimbulkan kesan romantis yang lebih terasa.
Lebih terasa apanya? Kalau mau terasa, lebih baik datangi dukun. Lalu
mintalah supaya si dukun masukin linggis ke perut si pacar. Dijamin akan
lebih terasa. Terasa disantet.
Udah deh, biarin. Gue tanya Tiara aja.

Kamu pun bangkit, menekan kacamata, berusaha yakin. Setelah


eksul selesai, kamu menyambangi para pemain basket. Di dalam hati, kamu
masih memikirkan tentang keanehan-keanehan yang ada dalam permainan
basket.
Ssstt... Ra! Tiara!
Iya. Ada apaan? Tiara menghanduki rambutnya. Tumben amat lo
ke tempat anak basket.
Gue Ehem. Kamu gelagapan. Cindy Cindy
What? Serious?
Kamu menggaruk kepala. Ho-oh.
Sejak kapan lo Tiara menunjukkan raut muka jijik. ganti
kelamin?
HAAAH?! BUKAN ITU BUKAN ITU!! Kamu baru sadar kalau
kalimatmu ambigu. Gue bukan ganti nama jadi Cindy. Maksud gue, gue
mau kenalan sama yang namanya Cindy.
Ooh. Dia lagi gak dateng, jawab Tiara, santai. Sakit. Katanya,
kemarin sih flu-flu ringan gitu kayaknya Ebola.
Buset! Kagak mungkin! Kemungkinan Ebola menyebar sampai ke
sekolah Taruna kita ini, setelah gue hitung-hitung cuman 5,6 persen!. Ada
kemungkinan menyebar lebih cepat kalau variabel-variabel lain kayak suhu,
aliran udara, dan perubahan cuaca yang gak stabil. Tapi paling cepet juga
lima tahun lagi baru sampe.
Ya ya ya, up to you deh. Jadi gimana, lo have feeling ya sama
Cindy?
Nggak tahu deh. Gue bahkan belom tahu yang mana yang
namanya Cindy. Tapi dari informasi yang gue dapet Ah, pokoknya

panjang. Lo ga bakal ngerti. Gini deh. Lo bisa bantu gue buat deket sama dia
gak?
Tiara awalnya tidak setuju setelah melihat tampang kamu yang
kayak tapir kena HIV, tetapi kamu mendesaknya. Kamu mengingatkan akan
semua jasa-jasa yang kamu berikan ketika kelas satu dulu. Kamu
mengingatkan tentang contekan-contekan yang kamu berikan, tentang
perubahan sikap orangtuanya karena nilainya menjadi setingkat lebih baik.
Hmm okay. Walaupun susah, Lets do this mission. Tiara
memberikan tangannya untuk dijabat. Tapi jangan lupa. Tugas sejarah dua
minggu ya.
Baik.
Malam harinya kamu langsung menentukan rencana. Lebih
tepatnya, kamu ngikut aja Tiara ngomong apapun ke kamu. Setelah
menyerahkan peer Sejarah ke kamu, Tiara mengeluarkan handphone,
menunjukkan foto Cindy.
Itu Cindy. Yang di sebelah pelatih.
Itu? Kok bulet gitu ya? Item lagi.
Itu tong sampah bego. Yang kiri.
Kamu menelan ludah. Tidak percaya dengan foto yang terpampang
di sana. Foto itu membawamu ke dua tahun lalu, ketika kamu bersama
teman-temanmu sedang merayakan kelulusan SMP.
Kamu ingat betul ketika itu kamu habis dipaksa teman-temanmu
untuk konvoi naik motor. Kamu trauma dan sejak itu kamu dilarang
menggunakan motor ke mana pun oleh Ibumu.
Ngapain rambut dicat-cat gitu? tanya Ibumu, ngeliat rambut kamu
kena pilok warna pink. Itu pala apa kembang gula?

Kamu ingat beberapa menit sebelum kamu hampir dipecat jadi anak
itu, kamu baru saja pergi bersama Diana dan beberapa teman lain. Salah
satunya adalah cewek itu, Cindy. Kamu ingat karena lesung pipinya masih
sama seperti dua tahun lalu. Dan kamu ingat, karena sama seperti dua tahun
lalu, ketika menatapnya selama dua detik, tulang-tulang di tubuhmu jatuh
ke tanah.
Ini. Gue pernah tahu. 98% akurat. Dialah orang itu. Dia adalah
Cindy.
Kan gue yang ngasih tahu, setan! Tiara udah pengen mecahin
gelas di depan lalu mencolokkan belingnya ke mata kamu, tetapi dia ingat
tugas sejarahnya ada di tangan kamu. Ehm. Jadi gini rencananya, kata
Tiara. Senin nanti kayaknya dia udah masuk. Lo langsung aja dateng ke IPS
3, nanti gue kenalin dulu secara resmi. Biar dia juga tahu elo. After that, baru
kita pikirin rencana selanjutnya. Kita lihat dulu reaksi dia. Okay?
-SUDAH dua jam kamu berada di depan cermin. Namun, entah kenapa
seperti ada yang salah. Entah gaya rambutmu. Bercak tinta di kantung
seragammu. Kamu masih memilih memakai gel rambut merk apa. Rasanya
semua tidak cocok. Atau lebih tepatnya, semuanya seperti tidak membuat
sempurna. Semalam kamu sudah mencari tahu apa yang diinginkan cewek
terhadap cowok. Dan, first impression adalah salah satu faktor terbesar
keberhasilan mendapatkan hatinya. Inilah mengapa kamu merasa ingin
tampil sempurna saat kenalan nanti.
Setelah mengecek dandanan baru; rambut dibuat sedikit acak-acak,
seragam dikeluarin, memakai gelang, kamu berakting seperti biasanya.
Mengembalikan gaya seperti semula. Kamu takut Ibumu akan tahu dan tidak
suka dengan gaya barumu ini. Rambut kena pilok aja dibilang kembang gula,
gimana kayak gini? Gak asik juga kan begitu mau salim, Ibumu malah bilang,
Ciyeee pasar malem mau sekolah.

Kamu mengancingkan seragammu kembalisampai ke paling atas,


menarik dasi kuat-kuat, lalu menyisir rapi rambutmu kembali.
Kamu kemudian pamit dan masuk ke mobil. Di dalam mobil, kamu
membongkar isi tas dengan heboh. Sabuk kulit kamu pasang, menggantikan
sabuk OSIS yang bergaya jadul. Rambutmu sedikit kamu beri gel dan diacakacak. Kamu ingin mengikuti artis Jepang yang ada dalam majalah fashion
ternama. Tetapi apa daya, bukannya mirip artis Jepang, kamu malah mirip
artis Jepara. Tampangmu kayak ukiran kusen.
Di kelas pun kamu hanya melamun dan tidak mendengar guru Kimia
yang menjelaskan Tabel Periodik. Kepalamu dipenuhi pikiran-pikiranmu
sendiri. Kamu merinding disko, seperti orang yang ingin uji nyali. Tanganmu
mengelap ke celana.
Ketika jam istirahat, kamu segera keluar. Kamu berdiri di bawah
pohon, memandangi kelas IPS 3 di seberang lapangan. Banyak sekali anakanak yang kejar-kejaran main selepetan dasi. Benar kata Ibumu, IPS penuh
dengan anak berandal.
Kamu lalu menganalisis. Dengan seluruh kemampuan fisik dan ilmu
bela diri yang kamu miliki, dengan situasi yang ada, kalau kamu masuk ke
IPS 3 sekarang, kamu akan mati pada menit ketiga.
Menit pertama, Misi, mau cari Cindy.
Menit kedua, gigimu rontok dislepet dasi.
Menit ketiga, sayup-sayup terdengar suara, MAN ROBBUKA?
Sadis.
Kamu pun membatalkan niat untuk langsung masuk ke sana. Kamu
mengambil hape, lalu SMS Tiara.
Keluar dong. Gue belum mau mati.

Tidak berapa lama, Tiara menghampiri kamu di bangku semen di


bawah pohon. Respons pertama dia adalah: bengong.
Lo, kenapa dandan kayak alay gini?
Ini bukannya yang lagi ngetren?
Well, iya sih, kata Tiara. Tapi ini udah kuno. Lo harus see to the
future!
Ma-maksudnya?
Tiara menjelaskan bahwa di masa depan, orang-orang akan kembali
back to nature. Kita mulai sadar dengan dosa-dosa dan kembali ke zaman
dulu. Begitu pula dengan dandanan. Dia pun merapikan rambutmu kembali,
lalu sedikit menaikkan ikatan dasimu.
Kita lagi memasuki era fashion di mana rapi adalah sesuatu yang
keren.
Ya elah, katamu, kesel sendiri. Tau gitu gue tadi gak perlu ngaca
sampe dua jam.
Emang gitu. Sekarang lagi hits pomade. Rambut klimis, baju
dimasukkin dan rapi. Mode emang gitu, berubah-ubah.
Gue gak ngerti deh sama mode. Di saat gue pengin gaul, kenapa
orang-orang malah kembali berpenampilan culun? Kalau kurva mode terus
mengalami kemunduran sepert ini. Berdasarkan analisis gue, dalam 3,7
tahun lagi, orang-orang bakal ke sekolah dengan memakai daun lontar
sebagai penutup kelaminnya.
Terus ngerjain peer di prasasti? bales Tiara, sinis. Dia menarik
kamu dari kursi semen. Udah, buruan masuk kelas. Biar gue kenalin sama
Cindy.

Ternyata apa yang ada di dalam pikiran kamu benar. Kelas IPS 3
rusuh abis. Anak-anaknya pada hobi lari-lari. Sesaat kamu sulit
membedakan antara SMA dan SLB. Mereka malah main kuda tomprok di
depan papan tulis, semacam permainan ngedudukin punggung lawan. Di
kursi kedua dari depan, di ujung kanan sana, kamu melihat dia.
Cin! Tiara melambaikan tangan kepada Cindy.
Sini deh! ada yang mau kenalan.
Cindy datang. Kamu memerhatikan tiap inci gerakan kakinya. Hal
yang sama masih terjadi: setiap kali Cindy melangkahkan kakinya mendekati
kamu, tulangmu rontok satu demi satu.
First impression... first impression
Ini? Cindy nengok ke kamu, lalu menatap kembali keTiara.
Tiara menyenggol tangan kamu, memberikan kode untuk segera
bicara.
Ah, i-iya. Oke. Ehem. A Assalamualaikum...
Kamu bangga dengan pembukaanmu. First impression yang keren
nan santun sekali. Masalahnya, itu baru keren kalo dilakukan ke pelacur yang
baru khilaf.
Wa-waalaikum salam? Cindy memasang tampang aneh.
Kamu menjabat tangannya. Halus.
Eh, gue tinggal dulu, ya. Kebelet nih, kata Tiara, yang kemudian
membisiki kamu. Basa basi buruan jangan kayak orang idiot.
Kamu mengangguk. Cin, katamu.
Ya?

Assalamualaikum.
Selama kepergian Tiara, kamu lalu:
1) Bertanya tentang zodiak
2) Diam mematung

Diam Mematung
Kamu tidak tahu ingin melakukan apa. Badanmu membeku. Waktu
berhenti dan kamu sulit bernapas. Melihat kamu yang terus-terusan diam,
Cindy membuka pembicaraan.
Kayaknya gue pernah liat lo deh.
Kamu sulit berbicara, tetapi naluri ilmiahmu keluar begitu saja.
Hmm iya. Pas kelulusan SMP dulu. Gue. Diana. Lingkaran gue. Dan dia.
Tidak terlalu dekat. Kita. Bahkan. Gak sekelas. Tap-tapi. Basket. Well. ..
dan Tiara. Lingkaran kita. Jad-jadi. Bersinggungan.
Lo kenapa ngomongnya kayak gitu, deh? Cindy sudah tidak
memasang tampang aneh lagi, tetapi tampang mimpi-apa-gue-semalem.
Dia lalu merogoh saku roknya. Eh gue ada permen karet nih. Kali aja bisa
bikin lo rada normal.
Eng-enggak, deh, tolakmu. Dalam situasi tak terkendali. Kayak
gini. Gue. Tepatnya. Udara di dalam leher tidak stabil. Mengunyah benda.
Akan. Bikin. Sulit bernapas.
Maksudnya?
Dalam istilah lain. Gue. Kamu menarik napas dalam-dalam, lalu
mengembuskannya bersama kata terakhir. Gue nerpess.
LO HERPES?
Nerpessshh
Oooh nervous. Gak usah nervous kali sama gue, kata Cindy,
mengambil tanganmu, lalu menyerahkan permen karet tersebut. Nih Udah,
makan aja.

I-iya deh. Makasih ya. Saking groginya, kamu langsung menelan


permen karet tersebut layaknya minum obat. OGOK OGOK HOK HOK!!
SALURAN TRAKEA GUE?!!
Tidak berapa lama, Tiara kembali. Atau lebih tepatnya, Tiara keluar
dari balik pintu kelas. Selama ini dia bersembunyi di sana, mengecek apa
yang kamu lakukan terhadap Cindy.
Jadi gimana guys? Udah saling kenal? Matanya melirik kamu.
Tatapannya seolah berkata: Hei idiot ngapain loe megangin leher?
Hahaha. Temen lo lucu juga ya. Cindy menunjuk kamu yang
menggelepar di lantai.
Gue mo mati
-KAMU menutupi wajahmu dengan bantal. Malu mengingat kejadian tadi
siang. Malam ini, kata Tiara, kamu harus belajar menenangkan diri. Kamu
tidak boleh panik di depan cewek. Gimana gak panik, kamu ngomong
sendiri. Itu kan Cindy. Si dua tahun lalu. Ngeliat dia aja darah gue langsung
berhenti mengalir. Mulut seketika berat. Jempol langsung cantengan.
Kamu melanjutkan, Ini tidak masuk akal. Kenapa cuman di depan
dia badan gue terasa aneh. Waktu ketemu Diana juga aneh, tapi setelah gue
pikir-pikir lagi, kayaknya itu lebih karena gue kebelet berak, deh.
Kamu lalu senderan di tembok di ujung tempat tidur. Memikirkan
cara supaya tidak panik. Terlebih setelah kamu tahu dari Tiara bahwa banyak
yang naksir Cindy. Salah satunya adalah Rama. Sang kapten tim basket
cowok. Saingan terberat kamu.
Kamu memandangi foto anggota ekskul basket dari hendpone.
Hmm yang mana ya yang namanya Rama.

Kamu mengusap muka. Yah, yang mana pun dia, gue akan
menunjukkan kemampuan gue sendiri. Rama mungkin seorang kapten tim
basket, tetapi gue gue adalah kapten Patimura. Ah, tidak, kenapa gue
jadi ngawur begini. Gue harus fokus menenangkan diri dulu.
Kamu lalu melakukan:
1) Beryoga
2) Bernyanyi

Beryoga
Kamu menarik karpet dari kolong tempat tidur, lalu menggelarnya.
Kamu duduk bersila, dengan kedua tangan terbuka di atas lutut.
Menurutmu, yoga adalah kegiatan fungsional yang tidak keren. Fungsional
karena, dengan yoga kamu merasa tenang. Aliran darah akan lebih lancar
dan badan terasa segar. Namun, di luar semua itu, siapa juga yang bangga
memiliki kemampuan yoga? Apa yang keren dari duduk-duduk di atas karpet
sambil melipat tubuh? Bahkan kamu pernah melihat spanduk bertuliskan:
BERYOGALAH!! KARENA YOGA DAPAT MEMBANTU PEKERJAANMU!
Kamu heran sendiri. Membantu pekerjaan? Memangnya, ketika wawancara
kerja, kemampuan ini berguna?
Jadi, Mas punya kemampuan apa untuk
mengembangkan perusahaan kami? tanya pewawancara.

membantu

Saya bisa ini, Mbak.


Kamu berdiri di depan Mbaknya terus roll belakang dua kali.
Ah, tetapi kamu kan belum mau cari kerja. Lagian, setidaknya
dengan beryoga kamu menjadi lebih tenang di hadapan Cindy.
Kamu memejamkan mata, menarik napas pelan-pelan. Lalu, seiring
dengan embusan napas yang kamu keluarkan, kamu meyakinkan diri sendiri
agar bisa mendapatkan hati Cindy.
Jangan panik jangan panik jangan panik
Kamu lalu teringat kepada adegan di film Harry Potter. Untuk dapat
mengalahkan Dementor, Harry harus memikirkan hal-hal baik. Mungkin
Dementor terlalu buruk untuk diasosiasikan dengan Cindy, tapi paling tidak
sama-sama bikin deg-degan. Kamu pun membayangkan wajah Cindy sambil
memikirkan hal-hal baik kayak makan pake telor asin (cemen banget pikiran
baik kamu).

Yosh! Gue latihan kayang aja dulu deh. Waktu itu keliatannya
gampang.
Pikiranmu ini didasari oleh tontonan sirkus cina yang kamu lihat
beberapa waktu lalu, di mana seorang perempuan kayang dengan begitu
gancilnya. Di dalam pikiran kamu, kayang tinggal tarik tangan ke belakang,
lalu hap! tangkap lantai dan tahan posisi tersebut selama beberapa detik.
Bahkan di tv yang kamu tonton, si perempuan tersebut mengakhiri kayang
dengan handstand lalu salto ke belakang.
Kamu lalu berdiri. Bersiap melakukan aba-aba dengan mengangkat
kedua tangan. Mengambil posisi untuk kayang. Kamu menarik tanganmu ke
belakang sedikit demi sedikit. Sampai badan kamu sedikit tertekuk.
Eeek! Dikit lagi!
Tangan kamu sudah gemeteran. Pengin cepat-cepat menangkap
lantai. Pandangan kamu sudah terbalik dan kemudian hap! kamu berhasil
meletakkan tangan di lantai.
Satu hal yang kamu tidak tahu adalah, bagian tersulit dari kayang
adalah menahan posisi badan terbalik itu.
Satu menit, kamu masih sanggup.
Lima menit, kamu masih sanggup.
Lima menit tiga detik, kamu lordosis.
Tangan dan kaki kamu udah kram. Tapi kamu gak tahu cara
ngebalikin badan seperti semula. Otot-otot sudah tidak bisa digerakin. Maka
di saat genting seperti ini kamu tinggal punya dua pilihan: 1) ngejatohin
badan dengan resiko tulang punggung patah, atau 2) nunggu malaikat izrail.
Karena belum mau meninggal (menurut kamu meninggal dalam
keadaan kayang itu gak keren sama sekali. Tidak akan ada orang yang
bangga pernah punya keluarga yang mati sambil kayang. MENURUT LO??)

Oleh karena itu, kamu pun bersiap menjatuhkan diri. Melihat jarak
antara punggung dengan lantai yang 15 cm, yah kalo pun jatoh kamu paling
mentok-mentok cuman bikin geli dikit lah. Kamu pun semakin yakin dengan
keputusan menjatuhkan diri ini.
Satu
Dua
Tii-
KRIEEK! Ibumu tiba-tiba masuk kamar. HEH KAMU NGAPAIN ITU
NAK!!
Eeeeeekk!!
DUAK!!
Geger otak.
-Nah itu yang namanya Rama.
Kamu mengangguk. Orang yang sedang di kantin itu, yang sedang
mengaduk es teh manis dalam gelas yang berembun. SI botak cupu gendut
biadab dengan baju sobek-sobek nan kumal itu dia bukan Rama. Dia
adalah tukang es teh. Entah kenapa juga gue ngetik kalimat ini (ampuni
kekhilafan penulis ini ya Allah). Gue udah keburu males ngapus.
Baiklah, kita ulang.
Kamu mengangguk. Orang yang sedang di kantin itu, di tengah
sekumpulan murid lain, cowok dengan gelang hitam dan badan besar itu,
dialah Rama. Sangat laki-laki dan terlihat jantan. Kamu? Satu-satunya
kemampuan yang membuat kamu normal dan dianggap laki-laki adalah titit
kamu dapat menyemburkan sperma.

Kamu lalu melihat dia. Melihat badan kamu sendiri. Kemudian


melihat dia lagi. Dan, sebagaimana di film action, kamu langsung punya
hasrat untuk menghampiri saingan kamu tersebut dan mengajak adu
kejantanan secara laki-laki. Kamu bakal samperin, gebrak meja, lalu buka
celana.
Keren abis.
Tetapi, belum sempat bangkit dan melepaskan ikat pinggang, Tiara
sudah mencegahmu. Kamu pun teringat akan sebuah kalimat dari jenderal
perang Cina Sun Tzu, bahwa untuk mengalahkan lawan, kita tidak boleh
gegabah. Kita harus mengenali lawan terlebih dahulu.
Tolong bayarin dulu, kata kamu ke Tiara.
Kamu lalu berdiri dari kursi, menyisakan piring siomay yang tinggal
setengah. Lalu berjalan ke arah kerumunan anak IPS tersebut.
Hai, katamu, dengan suara yang dibuat berat.
Rama menoleh. Ya?
Kamu menyebut nama kamu. Setelah menatap orang-orang yang
ada di sana, kamu melanjutkan, Mari kita bertarung dengan fair.
Rama cengo. Dari raut mukanya, dia tidak mengerti apa yang kamu
katakan.
Mungkin di dalam hatinya Rama mengatakan: Makhluk apakah ini?
Kamu lalu menjelaskan semuanya. Walaupun sambil ngompol dikit,
kamu mengatakan bahwa kamu naksir Cindy. Kamu berusaha untuk
menunjukkan bahwa selama Rama belum resmi berpacaran dengan Cindy,
kamu akan berusaha untuk mendapatkannya.
Tidak mau terlihat cupu di depan teman-temannya, Rama
mengangguk. Dia merem sebentar, seolah ingin menghirup udara segar

sebelum akhirnya mencium aroma pertarungan. Kalian lalu saling


berhadapan. Matanya menatapmu tajam. Suara tepukan dan teriakan dari
anak-anak menyelimuti kalian berdua.
Oke.
-Dongo! Kalo bukan karena pr sejarah gue lo yang bikin, I wont help
you. Really.
Emang kenapa?
Lo gak tahu siapa Rama?
Siapa?
Rama.
Iya siapa?
Rama!
Ya siapa?
RAMA!
IYE SIAPE BUSET?!
Tiara menggelengkan kepalanya berat, seolah mendeskripsikan
Rama adalah perbuatan superrumit yang tidak dapat dijelaskan dengan
kata-kata. DIa pada akhirnya bilang kalau Rama adalah cowok yang
digandrungi. Dia tampan, tajir, dan, di luar itu semua, dia juga sosok yang
romantis.
Mantannya bahkan enam belas!
Bodo, katamu, tak acuh.

Kamu lalu pulang, meninggalkan Tiara yang masih sewot sendirian.


-DI rumah, kamu stres sendiri. Kamu meremas rambut. Bener kata Tiara,
gue dongo. Kamu dan Rama emang berbeda. Rama tampan. Kamu kayak
nampan. Rama tajir, kamu lumayan mirip tapir. Rama romantis. Kamu autis.
(Jauh amat bedanya).
Apa gue ikhlasin aja ya Cindy untuk Rama?
Kata orang, cinta adalah perihal bahagia melihat orang lain bahagia.
Kamu yakin, bersama Rama Cindy pasti bahagia. Kurang apa Rama?
Mantannya bahkan enam belas. Umur enam belas, pacar enam belas. Itu
berarti satu tahun dia punya pacar kalo dihitung dari lahir. Jelas, Rama
keren. Sementara kamu? Bahkan tidak ada kepastian bahwa Cindy bakal
nerima kamu.
Kamu bahkan masih bingung dengan konsep cinta. Sebenarnya,
siapa yang seharusnya kita cintai? Apakah kita harus memaksakan mengejar
orang yang kita cintai? Atau memilih orang yang mencintai kita? Kalau
pilihannya adalah yang kedua, tentu Cindy akan memilih kamu. Tetapi kamu
pun tidak akan mendapatkan Cindy karena kamu harus memilih orang yang
mencintai kamu which is nggak tahu siapa. Mungkin ada orang lain di
sekolah yang mencintai kamu, seperti Cindy yang tidak tahu bahwa ada
kamu yang mencintai dia. Lebih jauh lagi, bagaimana dengan orang yang
tidak percaya dengan adanya cinta?
Yah, cinta memang lucu.
Kamu membuka hape, lalu teringat dengan nomor Cindy yang
sempat diberkan Diana. Tanganmu, lalu, dengan penuh keraguan dan
gemetar, menekan tombol kontak tersebut.
Ha-halo?
Iya ini siapa ya?

Emm. Suaramu bergetar. Menurut ilmu sains, seharusnya momen


ini dapat kamu manfaatkan. Kamu bisa saja memanfaatkan momen ini
dengan menjawab, Ini Dude Herlino. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, ngapain
juga Dude Herlino nelpon anak SMA jam segini?
Ini gue. Temennya Tiara. Yang. Ehem. Kenalan di kelas.
Oooh. Kenapa?
Kamu menarik napas panjang, lalu, dengan seluruh keberanian yang
kamu miliki, akhirnya kamu bilang,
Main yuk.
-DAN di sinilah kamu. Di depan danau, sore hari, duduk berdua
berdampingan dengan dia. Kamu berusaha mengajaknya bicara. Kamu
membahas abang-abang yang memancing ikan sembarangan di kanan.
Kamu mengatakan bahwa itu adalah percuma. Ikan adalah ferae nature,
kepemilikannya bebas. Sementara danau adalah fasilitas umum.
Pasti awalnya satu, katamu, fokus ke pemancing yang berjongkok
di sana. Iya. Cuma satu pemancing liar. Setelah tahu ada ikan dan bisa
dipancing, orang lain akan banyak yang ikut-ikutan. Akibatnya, terjadi over
fishing. Kelebihan tangkapan. Dilihat dari banyaknya joran dan perangkap
ikan yang ditinggalin, paling sekarang kalo dapet tinggal ikan sapu-sapu.
Lo pinter banget sih? Cindy manyun. Sebel gue.
Dibilang pintar sama gebetan, kamu langsung pengin nyebur ke
danau. Suasana pun mulai mencair. Kamu mengatakan bahwa banyak orang
aneh di dunia ini, salah satunya adalah vegetarian. Kamu mengutarakan
kesebalanmu tentang konsep vegan.
Orang vegetarian itu aneh banget tahu.

Kenapa gitu? tanya Cindy.


Ya mereka bilang kalo makan hewan itu jahat. Membunuh makhluk
hidup. Tapi mereka sendiri makan taneman, which is makhluk hidup juga.
Mereka bahkan lupa kalo taneman itu makanannya hewan. Kalau semua
orang di dunia ini vegetarian, berarti akan terjadi perebutan tanaman antara
manusia dan hewan. Dan, manusia pasti menang. Ujung-ujungnya? Hewan
mati juga. Sama. Kalau memang mengatasnamakan jahat ngebunuh
makhluk hdup, seharusnya mereka jangan makan taneman, kunyah tuh
batu granit.
Hahaha. Iya juga ya.
Kamu lalu bertanya tentang Cindy yang bisa masuk ekskul basket,
sementara kamu mengatakan hal-hal yang menurutmu aneh tentang
basket.
Gue juga nggak tahu sih. Mungkin udah cinta kali. Hehe. Dia
menoleh ke arahmu sebentar, kemudian melanjutkan. Tapi gue nggak
ngerti deh sama cinta. Gue nggak percaya sama cinta.
Nggak percaya gimana?
Ya gitu.
CLING!
Cindy mengambil hape dari tasnya. Lalu dengan buru-buru dia
berdiri, Eh, gue disuruh ke rumah Rama nih. Mau ngomongin buat
pertandingan uji coba lawan SMA Dwi Warna. Gue pergi dulu deh. Makasih
ya udah ngajak main. Cindy tersenyum, membereskan daun yang
menempel di celana pendeknya, lalu pergi.
Malam itu, ada satu kata yang membuatmu tidak bisa tidur.
Rama.

-SUDAH minggu kedua sejak kamu memutuskan mengerjakan peer sejarah


Tiara. Kamu belum bertemu kembali dengan Cindy. Kamu masih ingat katakata Tiara beberapa hari lalu. Tiara, ketika jam istirahat itu, dengan brutal
masuk ke kelasmu. Napasnya ngos-ngosan. Di depanmu, sambil berusaha
mengambil napas, dia berkata,
Gue liat Tiara jalan sama Rama! Gue nggak sengaja mergokin
mereka waktu lagi mau nonton The Equalizer!
Kata-kata itu membuatmu bingung. Cindy mengatakan kepadamu
bahwa dia tidak percaya dengan cinta. Sementara Tiara, sudah dua minggu
belakangan selalu berkata jujur tentang Cindy kepadamu.
Kamu melepaskan pandangan ke luar kelas. Ada bayangan Cindy di
jendela. Lalu, bayangan tersebut, sedikit demi sediki semakin jelas.
Terpantul gambaran danau tempat kalian duduk waktu itu. Cindy
mengambil hape dengan panik. Kamu bahkan baru sadar bahwa dompetnya
sempat terjatuh sesaat setelah Cindy mengambil hape dari tas.
Semua bisa? tanya ibu guru di depan.
Pikiranmu berkabut. Seperti ada 68% kemungkinan lain ketika Cindy
menyebut nama Rama waktu itu. Apa kamu menyerah saja?
Coba Kresnoadi maju! Kerjakan nomor 3.
Kamu mengambil hape. Mencari kontak Cindy. Menekan tombol
delete.
Lain kali kalo gak bisa nanya aja ya. Kalo nggak nanya, kan, Ibu
mana tahu kalian ngerti apa enggak.
Delete?
--

KAMU berdiri di depan IPS 3. Berkat ibu guru kimia tadi, kamu jadi sadar.
Siapa juga yang bakal tahu kalau tidak bertanya langsung? Daripada
menerka-nerka dan membuat kesimpulan sendiri, lebih baik cari tahu secara
langsung. Seperti kata Newton, reaksi terjadi karena ada aksi.
Cin! Cindy!
Cindy melihatmu, lalu tersenyum kecil. Senyum yang selalu
membuatmu pengin nyengir lebar. Sekaligus bikin pengin ngompol.
Gue mau nanya. Kamu menekan kacamata, mengumpulkan
keberanian. Lo deket sama Rama ya?
Deket? Enggak kok. Senyum Cindy mengembang. Kita lebih dari
sekadar deket. Kita. Ehm. Udah pacaran. Baru aja kemarin.
Kamu pulang.
Delete?
Yes.
-END

Bernyanyi
Kata orang, bernyanyi adalah salah satu kegiatan yang bikin hepi
sekaligus menenangkan. Meskipun suaramu bikin orang bolot mendadak,
tetapi tidak ada salahnya kan? toh kamu yang denger ini.
Kamu lalu memakai headphone Beats hitam kesukaanmu, kemudian
memilih lagu dari hape. Akhir-akhir ini kamu lagi senang mendengarkan
musik keras (maksudnya musik rock ya, bukan setel Wali dengan volume 36).
Hmm, ini aja deh, Kotak.
Kamu lalu memejamkan mata. Menghayati lirik dan suara Tantri,
sang vokalis, yang serak dan kencang. Selayaknya anak metal sejati, kamu
menaik-turunkan kepala, mengikuti beat dan distorsi gitar. Hentakan drum
terdengar keras di kepala.
ALE! ALE!! RASA SIRSAK BARU!!
Setelah tiga kali mendengarkan lagu Kotak berjudul Ale-ale tersebut
kamu mulai mengantuk sekaligus aus. Kamu pun mulai merasa enjoy dan
tenang. Besok gue harus ketemu dia lagi.
-Hah? Lo yakin langsung mau ngajak Cindy nge-date?
Heeh.
Tiara mengaduk es teh manis dengan sedotan. Kepalanya
menggeleng tak percaya. Kamu, di sisi lain, justru bingung dengan respons
yang diberikan Tiara. Memangnya apa yang salah dengan ngajak kencan?
Bukannya sebagai cowok harus lebih aktif?
Tiara menegak es teh layaknya seorang pesilat mabuk. Yaa terserah
lo sih. Okay aja kalo itu decision elo. Terus apa yang bisa gue bantu?

Lo fashion designer gue. Gue nggak mau salah kostum lagi. Nanti
pulang sekolah gue bakal ngajak dia, kalo dia mau, gue kabarin lo.
Okay. Gampang itu sih. Tiara berdiri. Ini lo yang bayar dulu ya.
Tiara kemudian melambaikan tangan ke Abang-abang tukang es teh yang
sedang dikerumuni murid, lalu menunjuk kamu. Kamu mengangguk.
-BEL sekolah baru saja berbunyi. Kamu langsung lari keluar kelas, takut Cindy
sudah pulang. Maklum, anak IPS suka pulang sebelum bel. Kamu menyeka
keringat yang turun di dahi.
Namun hari itu kamu beruntung karena anak IPS 3 belum pulang.
Kamu duduk bersender di dinding di samping pintu kelas. Tidak lama
berselang, kamu melihat Cindy keluar bersama Tiara.
Kamu berkedip ke Tiara, memberikan kode supaya meninggalkan
Cindy. Kamu kemudian menghampirinya. Tanganmu dingin, tetapi kamu
mengingat lagu Ale-ale yang pada akhirnya menenangkanmu kembali.
Cin. Kamu menggaruk kepala. Lo tau gak.
Enggak.
Yakan gue belum ngomong.
Oh iya.
Ehm. Lo tahu Adam Sandler?
Cindy mengernyitkan dahi. Kayaknya pernah denger deh. Yang
terkenal itu kan ya?
Tepat!
Yang artis kan?

Betul!
Cindy berpikir sebentar, lalu menjentikkan jari.
Aha gue inget!
YOII!!
Suaminya Inul kan?
Gedubrak.
Well, itu Adam Suseno, sih. Oke gakpapa. Pokoknya, gue dapet
tugas dari dia.
Tugas? tugas apa?
Bikin lo ketawa.
Kok bikin gue ketawa? tanya Cindy, bingung.
Kamu menekan kacamata, berusaha menghilangkan grogi. Iya,
kata Adam Sandler, untuk bisa sukses ngajak cewek kencan, kita harus
membuat dia tertawa. Terus, setelah si cewek ketawa dan lupa dengan
tampang busuk si cowok, baru deh diajak kencan.
Jadi?
Jadi Kamu menarik napas dalam-dalam. Jadi, malam ini. Jam 7.
Gue. Err. Jemput lo? Gimana?
Hmmmmm
Tiga detik berikutnya, Cindy mengangguk.
Sebuah anggukan, yang membuat jantungmu mengembung.
Dan pecah seketika.
--

KAMU sudah berdiri di depan rumah Cindy. Dengan anjuran dari Tiara,
dandananmu kini sudah kece. Kamu memakai jeans ketat, dengan kemeja
hitam yang lengannya digulung hingga ke siku. Serta dasi kupu-kupu yang
menempel manis di lehermu. Simpel tapi ciamik.
Sepuluh detik di depan pintu, kamu merasa gugup. Apa gue ketok
langsung? Ah tapi masak iya gue manjat pager. Bukannya dibilang romantis,
yang ada gue kayak maling mau bobol rumah. Apa gue teriak panggil dari
luar? Tapi terlalu kayak anak kecil.
Lalu kamu teringat nomor hape yang diberikan Diana. Aha, itu dia.
Halo.
Ya. Ini siapa ya?
Kamu menyebutkan namamu. Ehem. Jadi keluar? Gue udah di
depan rumah lo nih.
Okay. Sebentar ya, gue ganti baju dulu. Suara Cindy terdengar
panik.
Kamu membenarkan posisi kacamata. Lalu mengusap kedua
tangan. Di pikiran kamu, kencan pertama ini haruslah memberikan kesan
yang mendalam. Kamu ingat pesan dari Tiara Berikan sesuatu yang
berbeda, biar Cindy inget dan lo dapet momennya. Jadi, kamu pun sudah
menyiapkannya. Rencanamu yaitu, begitu Cindy keluar rumah, kamu bakal
mencium tangannya. lalu menyeruput ubun-ubunnya.
Hai. Cindy melihatmu bingung. Kok lo rapi banget?
Kamu menatap Cindy dari atas ke bawah: baju kaus, celana jeans,
sepatu kets.
Belum sempat mengarahkan mulut ke ubun-ubunnya, dari mulut
Cindy sudah keluar, Err. Gue pikir. Jalan biasa. Duh.

Bangkai. Kamu lupa ngasih tahu kalo maksud kamu ngajak keluar
adalah kencan formal.
Kamu lalu ke pinggir bentar, menelepon Tiara.
Ra! Mampus gue. Gue udah dandan gini, eh Cindynya malah biasa
aja.
Biasa gimana?
Cuman kaus sama jeans. Gue musti gimana nih?
Lo ngasih tahu dia gak sebelumnya kalo mau rapi?
Enggak.
Pinter.
Ya udah, lo ajak jalan yang standar aja, ikutin dia. Nonton gitu, atau
makan biasa aja.
Kamu lalu mengajak:
1) Pergi nonton,
2) Pergi makan

Bertanya tentang zodiak


Ngomong-ngomong, zodiak lo apa, Cin?
Zodiak? Cindy menggaruk kepalanya. Sorot matanya
memancarkan kelembutan. Ehm. Kalo gak salah, sih, Capricorn. Kenapa
gitu?
Berarti cocok. Hehehe.
Cocok? Maksudnya?
Iya, cocok. Kamu nyengir lebar. Bapaknya paman gue juga suka
makan kambing.

Ya. Ya udah deh. Hehe. Makasih ya, udah mau kenalan. Gue. Gue
anak IPA 1. Salam kenal ya. Kayaknya udah bel. Gue. Masuk kelas dulu.
O-oke.
Wa alaikum salam.
Iya.
Warahmatullahi wa barakatuh
IYAH!
Di luar, kamu senyum-senyum sendiri. Lega. Kamu sudah melakukan
yang terbaik untuk first impressionmu. Satu hal yang kamu tidak tahu adalah,
begitu kamu keluar kelas, Cindy langsung ngomong ke Tiara,
Ra, bilangin temen lo jangan kontek gue lagi ya.
-END

Pergi nonton
Ruangan dipenuhi aroma popcorn yang khas, yang seakan meminta
untuk dihirup. Sampai sekarang kamu bingung kenapa tidak ada orang yang
membuat parfum beraroma popcorn. Cindy masih berkutat dengan pilihan
film-film.
Buat kamu, film adalah tentang khayalan. Banyak adegan di dalam
film yang seolah-olah mudah sekali dilakukan. Di film-film drama misalnya,
digambarkan seolah-olah untuk mendapatkan gebetan sangatlah mudah.
Kamu lantas teringat salah satu scene film Don Jon. Di mana si cowok dan
cewek bisa dengan santainya berciuman di tengah lorong bioskop, di atas
karpet merah empuk, persis seperti yang kamu injak. Hal ini jelas tidak
mungkin dilakukan dalam kehidupan nyata. Kalau kamu sekarang langsung
nyosor bibirnya Cindy, bukannya mesra, malah digampar dikira mesum.
Nonton apa nih? tanya Cindy.
Hmm, bebas deh. Asal jangan horor.
Jangan horor? Kenapa?
Iya, jawabmu. Kamu lalu menjelaskan bahwa kamu tidak suka film
horor. Di samping filmnya yang memang aneh, kamu juga sebal dengan
konsep bayar tiket cuman untuk ditakut-takutin. Buat apa kita ngeluarin
uang, terus sampe rumah merinding nggak bisa tidur. Pada umumnya, kita
memberikan uang karena kita ingin mendapat kesenangan. Seseorang yang
suka es krim, misalnya. Dia pasti akan mengeluarkan uangnya untuk
membeli es krim. Di sisi lain, tidak ada orang yang suka ditakut-takuti.
Kalaupun ada, orang tersebut pas ulang tahun pasti diucapin, Selamat
ulang tahun ya. Nih gue kasih, siksa kubur.
Kalian, pada akhirnya memilih untuk menonton The Maze Runner.
Kamu di sebelah kanan, dan Cindy di kiri. Perpaduan antara aroma caramel
dari popcorn di tangan, bau ac, lesung pipi Cindy, seperti bukan di kehidupan
nyata. Kamu menyenderkan badan. Ada yang aneh di perutmu. Kupu-kupu

kah? Sampai film tiba-tiba usai, tidak terasa dua jam sudah kamu duduk.
Cinta, terkadang membuatmu lupa bahwa waktu adalah satuan penting di
dunia.
Kita harus nonton lanjutannya! jelasmu dengan riang gembira.
Iya. Gue penasaran juga deh sama Maze keduanya.
Kamu menaikkan alis, belagu. Hmm gue tahu Maze keduanya.
Oya?
He-eh. Gue baca The Scorch Trials. Maze kedua, disebut grup B.
Isinya cewek semua.
Cukup, cukup! sanggah Cindy. Gue nggak mau denger spoiler.
Kamu tertawa melihat tingkah Cindy. Cin. Ehm. Ikut gue, yuk?
Ke mana? Cindy melirik. Maze selanjutnya?
Karena kamu tidak alay, maka kamu menjawab Udah. Ikut aja.,
bukannya nunjuk-nunjuk dada Cindy heboh sambil jerit monyong, Ke
hatimuuuuu.
Dan sekarang, di sinilah kamu berada. DI bawah fly over. Di depan
sebuah warung kopi, lengkap dengan meja kayu berisi papan catur dan dua
gelas kopi hitam.
Lihat deh. Kamu menunjuk ke atas. Bagus ya?
Yang pacaran di atas fly over? Ih alay.
Ma-maksud gue bintangnya.
Oh, balas Cindy, datar, yang membuatmu berpikir: JANGANJANGAN GUE DIKIRA ALAY!!

Kamu melanjutkan,Terang banget. How lucky we are. Harusnya ini


jarang terjadi karena light pollution. Well, gue tahu itu setelah baca ebook
keriba-keribo.
(Yak, memang promosi terselubung).
Kamu menekan kacamata. Lucu ya. Kenalan di kelas sama seorang
Cindy, anak geek kayak gue sekarang malah nongkrong berdua sama dia, di
depan warung kopi. Ngeliatin langit.
Dada kamu terasa sesak. Seperti ada benda besar yang ingin keluar
lewat mulutmu. Tanganmu mengetuk meja, menahan gemetar yang
muncul. Di saat ini, kamu ingin mengungkapkan perasaanmu kepada Cindy,
tetapi kamu ragu. Apa secepat ini? Apa momennya sudah pas, seperti yang
dikatakan Tiara?
Cin, lo ngerasa nggak kalo cinta itu aneh?
Cindy menatapmu heran. Maksudnya?
Banyak yang bilang cinta itu buta. Saking butanya, bahkan
sebagian orang sampai ada yang merasa jatuh cinta pada pandangan
pertama. Kamu menjatuhkan pandangan ke meja, menghindari tatapan
Cindy. Buat orang seperti gue, kayaknya cinta lebih dari sekadar buta, deh.
Cinta juga bisu. Gue jadi gelagapan di depan orang yang gue cinta. Kayak
ada yang nyekap mulut gue pake klorofhom.
Cindy membenarkan poninya yang terkena angin. Bener banget.
Makanya gue nggak percaya cinta.
Ng-nggak percaya cinta?
Iya.
DHEG!
Kamu lalu:

1) Pasrah
2) Tetap mengejar Cindy

Pergi Makan
Silakan Ponakan! Makan apa Ponakan?
Saya ayam goreng aja deh, Pak, jawabmu. Kamu lalu melirik
Cindy, dia membalas dengan mengangguk. Dua yah.
Oke, Ponakan! seru si Bapak dengan logat jawa.
Kamu diam. Cindy juga diam. Kamu bingung memulai topik
pembicaraan dari mana. Di dalam bayangan kamu, seharusnya kamu
sekarang duduk di restoran, dengan lilin kecil manis di antara kamu dan
Cindy. Sekarang malah makan di ayam pecel gini. Sungguh tidak elit.
Bapak penjual memberikan piring berisi ayam ke kamu. Ini
Ponakan!
Makasih, Pak.
Nasinya ambil sendiri Ponakan!
Iya, Pak.
Mau minum apa Ponakan?
Teh manis anget aja, Pak. Kamu menengok ke Cindy.
Samain.
Dua ya, Pak.
Siap Ponakan!
Kamu berbisik ke Cindy. Cin, kok penjualnya aneh banget ya.
Kamu melirik ke Abang yang jualan, lalu melanjutkan. Harusnya kan
pembeli adalah raja. Lha, ini pembeli adalah Ponakan. Kekeluargaannya
kental banget.

Hahaha. Tahu tuh! Kapan tante gue kawin sama dia ya? Cindy
ketawa puas.
Lebih dari itu, Cin, katamu, serius. Ini yang jadi masalah. Gimana
kalo ada pelanggannya yang ternyata penjahat lagi makan paha ayam, terus
tau-tau dari luar ada polisi yang ngegerebek.
Pas polisinya ngomong JANGAN BERGERAK! KAMI POLISI! Si
penjual malah ngebela si penjahat sambil nyiramin minyak panas dari balik
penggorengan MENJAUH DARI PONAKAN SAYA!!
Setengah jam berkutnya diisi dengan kamu yang berdebat dengan
Cindy tentang siapa yang memenangi pertarungan antara Polisi dan Penjual
ayam goreng ini. Cindy berpihak kepada Polisi, sementara kamu memilih
Penjual yang mementingkan unsur kekeluargaan.
Besoknya, kamu berniat untuk mengajak Cindy makan siang di
kantin. Kamu masih di muka pintu IPS 3, melihat Rama sedang bicara
dengan Cindy.
Tepatnya, Rama membentak Cindy.
Kamu pun:
1) Kabur melarikan diri
2) Gentle menghadapi Rama

Kabur Melarikan Diri


Sadis si Rama. Sama cewek aja ngebentak gitu, gimana sama gue.
Kamu pun mengendap-endap keluar kelas.
Tetapi naas saudara-saudara, belum sempat kabur, Rama sudah
melihat kamu, lalu berteriak, SINI LO?!
LO KEMAREN JALAN SAMA CINDY KAN?!
Bu-bukan.
JANGAN NGIBUL LO! BOKAP GUE YANG JUALAN!!
Kalau kamu belagu, kamu bisa saja menjawab, Lha gue
Ponakannya! Mau apa loe?! tetapi tampaknya sekarang bukan waktu yang
tepat untuk menghadapi orang seperti Rama.
BRENGSEK LO?!
Rama lalu menendang titit kamu. Kamu tersungkur. Dia naik ke atas
meja, membuka seragamnya, lantas menjerit, THIS IS SMAAAAACK!!
Dia salto dan meniban kamu. Kamu tidak ingat apa-apa lagi karena
yang terjadi selanjutnya adalah munculnya seseorang di depan kamu yang
bilang, Yak, yang bagian lidahnya di potong pintu sebelah sana ya!
-END

Gentle Menghadapi Rama


Kamu tidak tega melihat seseorang yang kamu cintai diperlakukan
seperti itu. Dengan segenap kekuatan yang ada, kamu datangi si Rama.
Ram, jangan ganggu Cindy.
Rama menatap kamu. Dia lalu tersenyum sombong.
Mau apa lo?
Bukan urusan lo mau gue apa. Kamu balas menatap matanya
tajam. Gini aja. Kita tanding basket. Kalau gue menang, lo jauhin Cindy. 1
Kamu tahu bahwa kamu tidak pernah main basket sebelumnya.
Tapi, biar keliatan kayak jagoan-jagoan gitu, kamu pun akhirnya
mengeluarkan kalimat itu.
Tiga menit berikutnya kamu sudah di lapangan basket. Di
hadapanmu adalah Rama, sang kapten basket sekolah. Murid lainnya sudah
berkumpul mengitari lapangan. Mereka bersorak rusuh, meneriaki nama
jagoan mereka.
Ram! Bantai aje udah!
Kacamata, kalahin dong si Rama!
Batagornya nggak usah pake timun ya
Doni, menjadi wasit pada pertandingan siang itu. Kalian sudah di
tengah lingkaran. Doni melempar bola ke atas, yang, beberapa detik
setelahnya, langsung ditangkap oleh lompatan maut Rama.
Rama mundur, memantulkan bola di daerahnya. Dia menyeringai,
Coba nih kalo lo bisa main basket! Dia mengoper bola ke kamu, kemudian
melakukan kuda-kuda defence.
1

(sumpah ini dialog terkeren yang pernah gue buat)

Ngeremehin gue? katamu dalam hati.


Kamu menatap ring basket di atas Rama. Kamu, lalu, setelah
mengumpulkan keyakinan, lari membawa bola ke arah Rama.
EYAAAAAAAAAAAAAAAKKKK!! teriakmu membara.
Penonton di pinggir lapangan seketika bersorak heboh.
Double, Tolol! Dribble woi bolanya!
Si idiot emang gak bisa diharapin
Tadi saya duitnya goceng, Bang kurang nih
Penonton emosi karena kamu benar-benar MEMBAWA bola di
lapangan. Saking semangatnya, kamu lupa peraturan dasar bermain basket:
dribble. Teriakan penonton juga tidak terdengar karena kamu terlalu
berkonsentrasi. Penonton udah pada ngincer pala kamu pake sepatu.
Pertandingan pun tidak dilanjutkan karena yang terjadi selanjutnya
adalah: para murid di pinggir lapangan merangsek masuk, saling ngegebukin
dan teriak satu sama lain. Kamu, mengambil kesempatan untuk kabur
kembali ke kelas, mengambil tas, lalu pulang. Besoknya, kamu operasi
plastik. Ganti muka. Pindah sekolah, lalu membikin KTP baru. Peduli setan
sama Cindy. Keselamatan organ tubuh kamu lebih penting.
-END

Pasrah
Kamu diam sejenak. Kamu menghtung, kalo dia percaya cinta dan
kamu nembak sekarang aja, kamu belum tentu diterima. Gimana nggak
percaya. Nanti begitu kamu nanya, Mau nggak jadi pacar gue. Dia akan
menjawab, Sori ya, gue gak percaya cinta. Tapi kebetulan rumput di rumah
lagi tinggi sih.
Sedih.
Kamu pun mengurungkan niat untuk terus bersama Cindy. Kamu
yakin dengan kalkulasimu ini. Kamu mengambil kopi di meja, lalu
meneguknya. Cairan tersebut masuk ke dalam perutmu, dan, sedikit demi
sedikit, menenggelamkan kupu-kupu dalam perutmu.
Kamu berbohong, Iya banget. Gue juga nggak percaya cinta. Kamu
menelan ludah, diam sebentar, lalu melanjutkan, Makanya, kita temenan
terus ya.
Hening.
Cindy memainkan jarinya di meja. Iya, katanya. Gue juga suka
temenan sama lo.
Kamu menunduk, tersenyum kecut. Kamu menegak kopi dengan
liar, berharap, pahitnya kopi mampu menyamarkan pahitnya kenyataan
malam itu.
-END

Tetap Mengejar
Lo serius nggak percaya cinta?
Mungkin, jawab Cindy, datar.
Nggak mungkin gitu, Cin, katamu, memberanikan diri menatap
Cindy. Kamu diam sebentar, seperti mencari kalimat yang pas untuk
diutarakan, lalu melanjutkan, Setiap manusia pasti punya. Kalau pernah
merasa hormon di tubuh meningkat pas membayangkan seseorang, itulah
cinta. Kalau pernah susah tidur cuman karena SMS, atau kalimat seseorang,
itu cinta. Kalau pernah matiin telepon, beberapa detik setelah tersambung
dengan seseorang, itu cinta. Dan, kalau pernah merasa ada kupu-kupu
terbang di dalam perut, itu cinta.
Gue, nggak tahu, kata Cindy, lemas. Cindy memandang langit,
tatapannya nanar dan dalam. Lo emang pernah merasa gitu?
Pernah.
Sekarang.
Kamu, setelah melihat perubahan pada raut muka Cindy, berusaha
mengalihkan perhatian dengan mengajaknya bermain catur. Kamu tentu
saja menang terus. Namun, setelah game ketiga, kamu mengalah dan
membuat dia melompat girang karena berhasil menang.
Cin. Kamu menyeruput kopi di meja. Lo yakin, nggak pernah
ngerasa kayak gitu umm sama Rama?
Rama? Rama kapten basket?
Hu um. Kamu menggaruk kepala. Bukannya, kata orang-orang,
kalian deket?
Nggak tahu deh. Mungkin kalo dia sering gombal ke gue, itu betul.
Tapi kalo deket kayaknya enggak deh.

Hmm cuma gombal ya.


Dari dulu kamu memang tidak suka sama orang yang hobi
ngegombal. Selain karena emang kamu takut kesaing gara-gara gak bisa
gombal, menurutmu, orang yang suka gombal itu menjijikan. Ini semua
karena kebanyakan orang ngegombal dengan bawa-bawa Bapak si target.
Entah kenapa, gombal selalu dikaitkan dengan profesi Bapaknya.
Bapak kamu tukang jamu ya? Karena kamu telah meng-temulawakkan hatiku. Cuih.
Iya, kata Cindy tiba-tiba, membuyarkan pikiranmu. Gue bahkan
belum pernah jalan sama Rama.
Oh, belum pernah jalan sama Rama, gue pikir tukang jamu, kamu
menjawab tidak nyambung.
Kok jadi tukang jamu, sih?! protes Cindy, sewot.
Umm enggak, bukan giitu. Sori sori, katamu, panik. Eh, tapi itu
beneran, belum pernah jalan sama Rama?
Ho-oh.
Ooooooh gituuuuuu, katamu, senyum-senyum najong.
-HAL yang terjadi selanjutnya adalah, kamu mulai PDKT dengan Cindy.
Setelah mengetahui fakta bahwa Rama-hanyalah-si-tukang-gombal, kamu
semakin percaya diri. Kamu semakin sering SMS dia. Meskipun awalnya
setiap kamu bertanya lagi ngapain? Cindy hanya membalas nps. yang
berarti napas, sekarang hubungan kalian sudah semakin intens.
Kamu mulai tahu tentang Cindy lebih detail. Dia berasal dari
keluarga jawa. Satu-satunya anak yang tidak bisa bahasa jawa di
keluarganya. Memiliki tiga orang kakak cewek yang bernama Angel, Monica,

dan Jubaedah. Dia suka menonton konser musik dan tidak suka makanan
pedas.
Semakin hari kamu juga semakin menyadari bahwa Rama tidak
hanya suka ngegombal ke Cindy, melainkan kepada cewek-cewek yang
menjadi primadona di ekskul lain. Berdasarkan hasil mata-mata Tiara, Rama
selalu ngegombal di saat dia bersama temen-temen basketnya. Melihat
kenyataan ini, kamu memiliki dua asumsi atas perilaku Rama: 1) Rama hanya
ingin terlihat keren di mata teman-temannya, dan 2) Rama homo.
Apapun yang terjadi pada Rama, kenyataan itu membuatmu merasa
aman. Rama bukan lagi momok bagi perebutan cintamu dengan Cindy. Atau
dengan kata lain, kamu masih bisa hidup lebih lama. Kamu pun, karena
selalu menonton pertandingan basket Cindy, menjadi dekat dengan anakanak basket lain.
Namun, semakin lama kamu PDKT dengan Cindy, ada satu hal yang
terus saja mengganggu: sebuah kupu-kupu yang mengepak di dalam perut.
Suatu perasaan yang aneh, yang terus bergejolak, dan meminta diberi
kejelasan. Kamu berdiri di depan kaca, lalu menarik napas dalam-dalam.
Maka sabtu depannya, di sebuah konser Sheila On 7, di antara riuh
penonton yang menyanyikan lagu Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki
bersama-sama, kamu menatap lekat matanya. Di depan dua bola yang
jernih itu, kamu menggenggam tangannya, lalu, itulah yang terjadi.
Sebuah kecupan,
yang mengepakkan kupu-kupu di perut Cindy.

Epilog

KAMU baru saja naik kelas 3 SMA. Kamu meluruskan kaki di depan kursi
semen di bawah pohon besar di depan kelas. Hanphone di tangan kanan,
memutarkan lagu Kotak Ale-ale. Di depanmu banyak anak IPS sedang
bermain basket.
Mau ikut main nggak? teriak Rama dari lapangan.
Kamu tersenyum kecil, lalu menggeleng. Kamu tidak ingin merusak
permainan mereka dengan masuk ke lapangan, lalu ngegebok pala orang
pakai bola basket.
Udah, ikut aja gih, saran Cindy, yang dari tadi duduk di sebelah.
Sebuah daun kering jatuh ke kepala Cindy. Dia kemudian menarikmu ke
lapangan.
Aku? Main basket?
Cindy mengangguk. Kamu berdiri, memberikan handphone ke
Cindy, lalu berjalan ke lapangan. Di pinggir lapangan, duduk teman kelas
satu kamu, yang sekarang udah kamu tos-tosin satu per satu. Kamu sadar,
meskipun dandanan kalian berbeda, ternyata teman tetaplah teman.
Mereka tidak pernah berubah menjadi anak IPA, atau IPS, atau yang lainnya.
Doni mengoper bola ke kamu, Terima nih!
Kamu memegang bola basket, tersenyum sebentar, lalu lari tanpa
mendribble.
-end

Anda mungkin juga menyukai