NIM : 602022020063
Selamat Tinggal
Aku menatap jam dengan tatapan kosong. 3, 4, atau 5 jam telah berlalu, mengapa
kamu tidak dapat mengerti? Apakah kalimat yang selalu kamu ucap hanya serangkaian
kata-kata? Lihat! aku berdiri disini seorang diri. Lucu bukan? kamu selalu ingin
dimengerti. Sedangkan aku? Kapan kamu bisa mengerti diriku?
Orang-orang itu mengatakan aku sangat gila. Ya, aku pikir mereka benar. Aku
hanya bisa tersenyum seperti orang bodoh karena dirimu. Aku tidak dapat mengerti
dengan diriku. Harusnya aku marah, sedih, dan berteriak di depan wajahmu. Tapi apa?
Aku sangat takut kau akan pergi jauh dariku jika aku melakukan itu. Kurasa aku telah
telah kehilangan akal karenamu.
“Ini lucu. Aku selalu terbayang-bayang olehmu. Tapi lihat, kamu berdiri di hadapanku
dengan baik. Apakah kamu tidak pernah memikirkanku meski hanya sekali?” tanyaku
setengah berbisik.
“Cukup! berhenti bertingkah seperti anak kecil. Kamu itu sudah dewasa Alena. Jika kamu
jenuh dengan ini, berhenti mencintaiku. Sangat mudah bukan?” balasmu sembari
menatapku tajam. Berhenti mencintaimu? Kenapa kamu mengatakan ini dengan mudah?
Apakah aku harus benar-benar melakukannya? “Hanya kamu yang mengerti diriku.
Jangan pergi, tolong tetap disampingku!” kalimat itu, kalimat yang terus membuatku
bertahan denganmu.
“Kenapa? Kenapa kamu begini? Kamu bisa tersenyum lebar dengan mereka, bagaimana
denganku?”tanyaku sambil berkaca-kaca.
“Sudah selesai? Selamat tinggal” ujarmu dingin sambil meninggalkanku. Tidak, tidak
mungkin. Harusnya bukan seperti ini!. “Katakan... katakan kepadaku apa yang membuatmu
berubah!”. Kamu terdiam sesaat. “Meski kamu tidak memilihku dan memilih menikah
dengan Kayla, aku akan selalu menunggumu!!!” teriakku histeris. Bodoh....aku benar-benar
orang yang paling bodoh.
“Cukup....cukup.... kamu tau? Bertahun-tahun lamanya aku menunggumu disini. Tapi apa??
Kayla mengatakan kalian akan menikah bulan depan. Aku pikir, awalnya dia berbohong
soal ini. Sampai aku memastikannya sendiri. Dan nyatanya itu benarkan?“ ujarku.
”Dan kurasa kamu benar, aku sangat kekanak-kanakan. Perasaan seseorang bisa berubah
tanpa kita ketahui, aku saja yang terlalu bodoh untuk ini. Nyatanya, kita memang tidak
bisa ditakdirkan untuk bersama ya?” gumamku pelan, mungkin ini yang terbaik.
“Tidak apa-apa. Selamat ya?” aku menganguk pelan sembari tersenyum yang sedikit
kupaksakan. Dengan langkah berat, aku meninggalkan tempat ini. “Alena...” kamu
memanggilku dengan nada khawatir. Aku rasa ini pertama kalimya kamu memanggilku
seperti itu. Sial... kenangan yang menyebalkan muncul satu persatu. Aku hanya bisa
mempercepat langkah kaki ini. Tiba-tiba, seseorang menarik tanganku. Kurasa aku dapat
mengetahuinya “Alena, aku benar-benar minta maaf” raut itu... setelah sekian lama, aku
baru melihat raut wajah itu. “Jangan minta maaf. Ini bukan salah kamu” balasku sambil
memalingkan muka. “Awas!!!!!” aku mendorongmu sekuat mungkin. Tiba-tiba suara keras
menghantam, tubuhku melayang bebas diudara sebelum akhirnya terhempas ke sisi jalan.
“hiks...hiks”
“Kisah Alena sedih, mas. Cowok brengsek ini sangat bodoh mas! Bagaimana dia bisa
berpikiran seperti itu? Mengapa dia tidak memikirkan perasaan Alena?” ujarku sambil
menangis terseduh-seduh.
“Hahaha.... kamu sangat lucu. Mas jadi gemas sama kamu. Itu hanya novel bukan?” ujarmu
sambil tertawa.
“Ayo tidur, ini sudah malam. Kamu bilang besok ingin pergi pengajian bukan?”
“ayo...”balasku.
-TAMAT-