Klasifikasi Tanah
Klasifikasi Tanah
2,3
MODUL 2,3
1. PENGERTIAN DASAR
Dari modul 1 diketahui bahwa 2 golongan besar tanah , yaitu :
-
terhadap perilaku engineeringnya adalah tekstur dan distribusi ukuran butir. Sedang
pada tanah berbutir halus yang mempengaruhi perilaku engineeringnya adalah
kehadiran air.
Sehingga untuk menentukan sifat-sifat tanah berbutir kasar yaitu dengan cara
melihat kurva distribusi ukuran butir yang dihasilkan dari pengujian ANALISA SARINGAN
(SIEVE ANALYSIS) di laboratorium .
Untuk menentukan sifat-sifat tanah berbutir halus dengan melihat hasil dari pengujian
BATAS-BATAS ATTERBERG (ATTERBERG LIMITS) di laboratorium.
Tanah berada pada range berangkal (boulder)sampai butiran yang sangat halus
(koloid)
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
No
4
4,75
10
2,00
20
0,85
40
0,425
60
0,25
100
0,15
140
0,106
200
0,075
Untuk tanah berbutir halus(labih halus dari saringan no 200 US Standart Sieve)
Menggunakan analisa hidrometer :
Analisa Hidrometer didasarkan pada Hukum Stokes : butiran yang mengendap
dalam cairan mempunyai kecepatan mengendap yang tergantung pada diameter
butir dan kerapatan butir dalam cairan. ASTM (1980) D422, AASHTO (1978) T88.
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Hasil dari analisa mekanik (sieve analysis dan hidrometer), umumnya digambar
di atas kertas semi logaritmik , dikenal sebagai kurva distribusi ukuran butir.
Dari kurva tersebut dapat dibedakan :
-
poorly graded
Koefisien keseragaman :
Cu
D 60
D10
D60 = diameter butir (dalam mm) yang berhubungan dengan 60% lolos
D10 = diameter butir (dalam mm) yang berhubungan dengan 10% lolos
- Harga Cu makin kecil
- Cu = 1
Koefisien kelengkungan :
Cc
( D30) 2
( D10)( D 60)
Cc di antara 1 dan 3
: gradasi baik
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Soal :
1. Dari kurva distribusi ukuran butir yang ditunjukkan pada gambar 2, hitung D10,
Cu, Cc untuk tiap kurva distribusi ukuran butir tersebut.
2. Hasil percobaan analisa ayakan untuk dua jenis tanah adalah :
Ukuran ayakan
(mm)
37.5
masing-masing ayakan
Contoh B (gram)
19
26
9.5
31
4.75
11
0.0
2.36
18
8.0
1.18
24
7.0
0.6
21
11.0
0.3
41
21.0
0.21
32
63.0
0.15
16
48.0
0.075
15
14.0
pan
15
250
3.0
175.0
3. BATAS-BATAS ATTERBERG
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut
dapat diremas-remas tanpa menimbulkan retakan . Sifat kohesif ini disebabkan oleh
karena adanya air yang terserap di sekeliling permukaan dari partikel lempung. Pada
awal tahun 1900 an seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg menjelaskan
pengaruh dari variasi kadar air terhadap konsistensi tanah berbutir halus. Bila
kandungan air sangat tinggi , maka campuran tanah dan air akan menjadi sangat
lembek seperti cairan. Oleh sebab itu atas dasar kandungan air pada tanah, dapat
dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar , Yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair
seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini .
Padat/solid
plastis
cair
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
ASTM D-423 c
ASTM D-424
ASTM D-427
diberikan dalam Gambar 5 Alat tersebut terdiri dari mangkok kuningan yang
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
bertumpu pada dasar karet yang keras . Mangkok kuningan dapat diangkat dan
dijatuhkan di atas dasar karet keras tersebut dengan sebuah pengungkit eksentris
(cam) dijalankan oleh suatu alat pemutar. Untuk melakukan uji batas cair, pasta
tanah diletakkan dalam mangkok kuningan kemudian digores tepat di tengahnya
dengan menggunakan alat penggores standar (gambar 5b). Dengan menjalankan
alat pemutar , mangkok kemudian dinaikturunkan dari ketinggian 0,3937 in (10 mm).
Kadar air dinyatakan dalam persen, dari tanah yang dibutuhkan untuk menutup
goresan yang berjarak 0,5 in (12,7 mm) sepanjang dasar contoh tanah di dalam
mangkok (lihat gambar 2.3c dan 2.3d) sesudah 25 pukulan didefinisikan sebagai
batas cair (liquid limit).
Untuk mengatur kadar air dari tanah yang bersangkutan agar dipenuhi
persyaratan di atas ternyata sangat sulit. Oleh karena itu kalau dilakukan uji batas
cair paling sedikit empat kali pada tanah yang sama tetapi pada kadar air yang
berbeda-beda sehingga jumlah pukulan N, yang dibutuhkan bervariasi antara 15 dan
35. Kadar air dari tanah, dalam persen, dan jumlah pukulan masing-masing uji
digambarkan di atas kertas grafik semi log (Gambar 6). Hubungan antara kadar air
dan log N dapat dianggap sebagai garis lurus. Garis lurus tersebut dinamakan
sebagai kurva aliran (flow curve). Kadar air yang bersesuaian dengan N = 25, yang
ditentukan dari kurva aliran, adalah batas cair dari tanah yang bersangkutan.
Kemiringan dari garis aliran (flow line) didefinisikan sebagai indeks aliran (flow
index) dan dapat ditulis sebagai :
If
w1 w2
N2
log
N1
dimana :
If = indeks aliran
w1 = kadar air, dalam persen dari tanh yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N1
w2 = kadar air, dalam persen, dari tanah yang besesuaian dengan jumlah pukulan
N2
Jadi, persamaan garis aliran dapat dituliskan dalam bentuk yang umum, sebagai
berikut
w If log N C
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Atas dasar hasil analisis dari beberapa uji batas cair, US waterways Experiment Station,
Vicksburg, Mississippi (1949) mengajukan suatu persamaan empiris untuk menentukan
batas cair yaitu :
25
tan
LL
dimana :
N = jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk menutup goresan selebar 0,5 in pada dasar
contoh tanah yang diletakkan dalam mangkok kuningan dari alat uji batas cair.
WN = kadar air dimana untuk menutup dasar goresan dari contoh tanah dibutuhkan
pukulan sebanyak N
tan = 0,121 (harap dicatat bahwa tidak semua tanah mempunyai harga tan =0,121)
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Gambar 5. Uji batas cair : a)alat untuk uji batas cair, b) alat untuk menggores, d)contoh
tanah sebelum diuji, d)contoh tanah setelah diuji
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Gambar 7. Awal uji batas cair dengan contoh tanah di dalam mangkok kuningan
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Soal :
1. Dari percobaan penentuan batas cair (LL) suatu contoh tanah berbutir diperoleh
data sebagai berikut
A)
Jumlah ketukan
15
Kadar air %
77
18
74
20
72
30
65
37
61
45
59
Jumlah ketukan
16
20
56.6
30
54.0
50
50
B)
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, dimana
tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2 mm) menjadi retak-retak.
Batas plastis adalah batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah. Cara
pengujiannya sangat sederhana, yaitu dengan cara menggulung tanah berukuran
elipsoida dengan telapak tangan di atas kaca datar ( gambar 8a dan 8b)
Indeks Plastisitas (plasticity index (PI)) adalah perbedaan antara batas cair dan
batas plastis suatu tanah, atau :
PI LL PL
Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan
hilang dari dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus-menerus, air akan mencapai
tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan
perubahan volume (gambar 9). Kadar air, dinyatakan dalam persen di mana perubahan
volume suatu massa tanah berhenti dinamakan batas susut.
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 9. batas susut ditentukan dengan cara berikut :
SL wi (%) w(%)
dimana :
wi
= kadar air tanah mula-mula pada saat ditempatkan di dalam mangkok uji batas
susut
w = perubahan kadar air (yaitu antara kadar air mula-mula dan kadar air pada batas
susut
Tetapi :
wi (%)
m1 m 2
x100
m2
dimana :
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
m1 = massa tanah basah dalam mangkok pada saat permulaan pengujian (gram)
m2 = massa tanah kering (gram), lihat gambar..
Selain itu :
w(%)
(Vi Vf ) w
x100
m2
dimana :
Vi = volume contoh tanah basah pada sat permulaan pengujian (yaitu volume mangkok,
cm3.
Vf = volume tanah kering sesudah dikeringkan di dalam oven
w = kerapatan air (gr/cm3)
Dengan menggabungkan persamaan-persamaan di atas, maka didapat :
m1 m2
m2
SL
(Vi Vf ) w
(100)
m2
(100)
Sumber :
a. Braja M.Das, Noor Endah, Indrasurya B Mochtar, Mekanika Tanah
(Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis), jilid 1, Erlangga
b. Craig . R.F, Budi Susilo, Mekanika Tanah, Erlangga1989
c. Holtz & WD Kovacs, An Introduction to Geotechnical Engineering.
d. Joseph E.Bowlesh, Physical and Geotechnical Properties of Soils,
McGraw Hill,1984.
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
SOAL TUGAS
2. Hasil-hasil batas-batas Atterberg pada suatu contoh tanah memberikan hasil
seperti pada tabel berikut ini :
Uji Batas Cair (massa dalam gr)
Jumlah ketukan
No.pengujian
Massa basah total
1a
9,35
17
(tanah + cawan)
Massa kering total
9,68
8,79
(tanah + cawan)
Massa cawan
9,20
7,11
21
1b
26
2a
2b
13,69 12,16
11,35 10,19
4,05
4,05
3a
10,11
8,67
4,10
30
3b
9,27
4a
10,31
34
5a
11,50
5b
9,59
8,02
11,08
8,84
9,78
8,31
4,07
9,42
4,10
4,07
4,05
7,77
4b
4,10
Nomor cawan
Massa basah total
Massa kering total
Massa cawan
Pengujian 2
C
D
6,54
6,36
6,12
5,97
4,07
4,05
3. Dari percobaan penentuan batas cair (LL) suatu contoh tanah berbutir diperoleh
data sebagai berikut
Jumlah ketukan
15
Kadar air %
77
18
74
20
72
30
65
37
61
45
59
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1
f.
Jika plastic limit = 32% untuk tanah tersebut, dan kadar air natural di
lapangan sebesar 27%, tentukan harga PI dan LI tanah tersebut. Serta
prediksikan keadaan tanah tersebut di lapangan,
g. Berikan penjelasan apa yang dimaksud dengan LL, PL, PI dalam batasbatas Atterberg, dan apa fungsinya dalam mekanika tanah.
DESIANA VIDAYANTI
MEKANIKA TANAH 1