Hasil uji batas ini dapat diterapkan untuk menetukan konsistensi perilaku
material dan sifatnya pada tanah kohesif, dimana konsistensi tanah
tergantung dari nilai batas cairnya. Disamping itu, nilai batas cair ini dapat
digunakan untuk menentukan nilai indeks plastisitas tanah yaitu nilai batas
cair dikurangi dengan nilai batas plastis.
Atterberg Limits 1
Oven
Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
Botol penyemprot
b. Bahan
Sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM sebanyak ± 1 kg
Air suling
a b c d
Gambar
1.1 Peralatan praktikum liquid limit: a) Alat Cassagrande; b) Standard grooving tool; c)
Semakin ke kanan diagram di atas, kadar airnya semakin sedikit. Batas cair
ini ditentukan dengan percobaan memakai alat percobaan liquid limit. Alat
ini dikembangkan oleh Cassagrande dan besarnya batas cair ditentukan pada
ketukan ke-25.
w1−w2
W= ×100 %
w2−w3
dengan: W = kadar air
w1 = berat tanah basah + can
w2 = berat tanah kering + can
w3 = berat can
Atterberg Limits 3
aliran, adalah batas cair dari tanah yang bersangkutan. Kemiringan dari garis
aliran (flow line) didefinisikan sebagai indeks aliran (flow index) dan dapat
dituliskan sebagai:
w 1−w 2
IF=
log
( )
N1
N2
Atas dasar hasil analisis dari beberapa uji batas cair, US Waterways
Experiment Station, Vicksburg, Mississippi (1949), mengajukan suatu
persamaan empiris untuk menentukan batas cair, yaitu:
( )
tan β
N
¿=w N
25
dimana: N = jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk menutup goresan
selebar 0,5 in pada dasar contoh tanah yang diletakkan dalam
mangkok kuningan dari alat uji batas cair
wN = kadar air di mana untuk menutup dasar goresan dari contoh
tanah dibutuhkan pukulan sebanyak N
tan β = 0, 121 (harap dicatat bahwa tidak semua tanah
mempunyai harga tan β = 0,121).
Atterberg Limits 4
Atterberg Limits 5
Atterberg Limits 6
6. Mengulangi seluruh langkah di atas untuk lima sampel dan dengan nilai
ketukan antara 11-20, 21-25, 26-30, 31-40 ketukan, hal ini dibantu
dengan cara menambahkan air suling atau menambahkan tanah.
7. Setelah kurang lebih 24 jam dalam oven, keluarkan sampel tanah dari
oven dan timbang kembali.
8. Menghitung kadar airnya.
3.2 Perhitungan
Rumus menghitung kadar air adalah
w1−w2
W= ×100 %
w2−w3
dengan: W = kadar air
w1 = berat tanah basah + can
w2 = berat tanah kering + can
w3 = berat can
Atterberg Limits 7
Jumlah ketukan 18 21 28 39
Berat tanah basah + can 26,3 gr 17,5 gr 17,5 gr 19,1 gr
Berat tanah kering + can 18 gr 13,1 gr 12,3 gr 14,1 gr
Berat can 8,6 gr 8,2 gr 6,3 gr 8 gr
Berat tanah kering 9,4 gr 4,9 gr 6 gr 6,1 gr
Berat air 8,3 gr 4,4 gr 5,2 gr 5 gr
Kadar air 88,3 % 89,8 % 86,7 % 82,0 %
N(x) 18 21 28 39
W(y) 88,3 % 89,8 % 86,7% 82,0 %
92.0
89.8
90.0
88.3f(x) = − 9.11 ln(x) + 116.14
88.0 R² = 0.84
86.7
Kadar Air (W) (%)
86.0
84.0
82.0
82.0
80.0
78.0
15 20 25 30 35 40 45
Atterberg Limits 8
y=−9,111ln ( x ) +116,14
maka untuk N = 25
y ( 25 )=−9,111ln ( 25 ) +116,14=86,81 %
Cara 2
Dengan Rumus:
( )
0,121
N
¿=W n
25
Dengan : LL = liquid limit
Wn = kadar air pada ketukan ke-n
N = jumlah ketukan
( )
0,121
18
¿1=88,3 % × =84,86 %
25
¿ =89,8 % × ( )
0,121
21
2 =87,92 %
25
¿ =86,7 % × ( )
0,121
28
3 =87,86 %
25
¿ =82,0 % × ( )
0,121
39
4 =86,50 %
25
Atterberg Limits 9
Atterberg Limits 10
b. Bahan
Sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM
Air suling
Atterberg Limits 11
Hasil percobaan dari tanah yang diuji dari berbagai belahan dunia
diplot pada grafik indeks plastisitas (ordinat) versus batas cair (absis).
Ditemukan bahwa tanah liat, lumpur, dan tanah organik terletak pada daerah
grafik yang berbeda. Sebuah garis terdistribusi dengan persamaan
PI =0,73 ( ¿−20 ) %
disebut "Garis A", menggambarkan batas-batas antara lempung (di
atas garis) dan lumpur dan tanah organik (di bawah garis), seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.7. Baris kedua, garis U, yang dinyatakan
sebagai PI =0,9 ( ¿−8 ) %
mendefinisikan batas atas korelasi antara indeks plastisitas dan batas
cair. Jika hasil tes tanah jatuh di atas garis U, maka harus dicurigai hasil tes
tersebut dan ulangi pengujian.
Atterberg Limits 12
Atterberg Limits 13
menghitung kadar air ini jangan lupa tambahkan berat penutup container
agar berat total container seperti pada saat menimbang berat tanah basah
sebelumnya.
Can No. R8 R9
Berat tanah basah + can 36,9 gr 36,4 gr
Berat tanah kering + can 31,7 gr 31,2 gr
Berat can 21,5 gr 21,3 gr
3.2 Perhitungan
Rumus menghitung kadar air adalah
w1−w2
W= ×100 %
w2−w3
Atterberg Limits 14
R9
Can No. R8
36,4 gr
Berat tanah basah + can 36,9 gr
31,2 gr
Berat tanah kering + can 31,7 gr
21,3 gr
Berat can 21,5 gr
9,9 gr
Berat tanah kering 10,2 gr
5,2 gr
Berat air 5,2 gr
52,5 %
Kadar air 51,0 %
51,0 % +52,5 %
Kadar Air Rata−rata ( PL ) = =51,75 %
2
Plastic Index
I p=¿−PL
I p=¿ cara2−PL=86,79 %−51,75 %=35,03 %
Atterberg Limits 15
b. Bahan
Sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM
Air Raksa dan Air suling
Vaseline
Gambar 1.9 Peralatan praktikum shrinkage limit. a) shrinkage limit, b) coated dish, c) Air
Raksa
Atterberg Limits 16
Atterberg Limits 17
Sedangkan
m1 −m2
w i= ×100 %
m2
dan
(V i−V f ) ρ w
∆ w= ×100 %
m2
dimana: Vi = volume contoh tanah basah pada saat pennulaan pengujian
(yaitu volume mangkok, cm3)
Vf = volume tanah kering sesudah dikeringkan di dalam oven
ρw = kerapatan air (g/cm3)
Gambar
Table 7. Hubungan Persentase Susut Atterberg, Susut Linier dengan Derajat Mengembang
Atterberg Limits 18
Nilai dari batas susut juga dapat digunakan untuk mengetahui derajat
mengembang dari sampel tanah. Altmeyer (1955) menjadikan hasil uji susut
linier dan batas susut atterberg sebagai parameter identifikasi tanah
ekspansif (Tabel 7).
Atterberg Limits 19
Atterberg Limits 20
Atterberg Limits 21
1.7.2 Perhitungan
Table 9. Pengolahan data praktikum Shrinkage Limit
IV. ANALISIS
4.1 Analisis Percobaan
4.1.1 Liquid Limit
Pada percobaan Liquid Limit kali ini, praktikan melakukan percobaan
untuk mengetahui kadar air pada batas cair dari suatu sampel tanah. Hasil
uji batas ini dapat diterapkan untuk menetukan konsistensi perilaku material
Atterberg Limits 22
Atterberg Limits 23
sampel tanah yang sudah kering ditimbang kembali untuk mencari kadar air
dalam tanah.
Prosedur percobaan tersebut diulangi untuk interval ketukan yang
lainnya, yaitu mulai dari 11-20, 21-25, 26-30, dan 31-40. Percobaan
dilakukan sesuai urutan dari interval yang paling tinggi, yaitu 31-40 hingga
terendah, yaitu 11-20. Setelah percobaan untuk interval 31-40 selesai,
sampel tanah sebelumnya kemudian ditambahkan air suling untuk
mendapatkan interval ketukan yang lebih rendah.
Atterberg Limits 24
Atterberg Limits 25
Atterberg Limits 26
Atterberg Limits 27
sampel tanah mengandung mineral jenis Kaolinit dan Ilit serta jenis tanah
berupa clay/lempung. Mineral Kaolinit terdiri atas kepingan silika tetrahedra
dan kepingan aluminium oktahedra. Kedua kepingan tersebut terikat satu
sama lain sehingga terbentuk suatu lapisan yang menjadi satu kesatuan.
Ikatan keduanya merupakan ikatan hidrogen yang sulit dipisahkan. Karena
ikatannya yang kuat, mineral ini tergolong stabil sehingga air tidak bisa
menerobos masuk di antara kedua kepingan tersebut. Ketiadaan air di antara
kedua kepingan tidak dapat menyusutkan atau pun mengembangkan sel
satuannya. Mineral Illit terdiri dari kepingan aluminium oktahedra yang
berada di antara dua kepingan silika tetrahedra. Kepingan-kepingan tersebut
saling terikat satu sama lain dengan ikatan antar ion-ion kalium yang
terdapat pada setiap kepingan. Ikatan ini tidak lebih kuat dari pada ikatan
hidrogen yang mengikat mineral kaolinit, tetapi lebih kuat dari pada ikatan
ionik yang mengikat mineral montmorillonit. Meski ikatannya tidak terlalu
kuat, susunan mineral illit tidak dapat mengembang akibat dari gerakan air
yang berada di antara kedua kepingannya.
Selain menentukan batas cair, pada praktikum ini praktikan juga dapat
menghitung indeks aliran (flow index), yaitu kemiringan dari garis aliran.
Indeks aliran ditetapkan sebagai kadar air pada ketukan ke-100 dikurangi
kadar air pada ketukan ke-10. Pada praktikum kali ini, praktikan
mendapatkan nilai indeks aliran sebesar -20,98%.
Perubahan kuat geser tanah umumnya sangat tergantung pada kadar
airnya. Semakin tinggi kadar air dapat menyebabkan semakin rendahnya
kuat geser tanah. Besar dari indeks aliran mengindikasikan laju dimana kuat
geser tanah semakin kecil seiring dengan kenaikkan kadar airnya.
Atterberg Limits 28
Atterberg Limits 29
air raksa yang terbuang akibat sampel tanah kering yang dicelup, dan
volume sampel tanah kering.
Kadar air untuk menentukan batas susut dihitung sebagai
perbandingan antara selisih berat air pada sampel tanah dan berat air akibat
perubahan volume sampel tanah, dengan berat sampel tanah kering. Dari
perhitungan kadar air yang praktikan lakukan, didapatkan kadar air pada
batas susut untuk sampel kelompok R8 sebesar 36,90% dan kadar air pada
batas susut untuk sampel kelompok R9 sebesar 26,92%. Maka, praktikan
mendapatkan nilai kadar air pada batas susut sebesar rata-rata kadar air
batas susut dari kedua sampel, yaitu sebesar 31,91%.
Selain menentukan batas susut, praktikan juga dapat menentukan rasio
susut (shrinkage ratio) dari sampel tanah. Rasio susut adalah indikator yang
menyatakan seberapa besar perubahan volume tanah akibat perubahan kadar
air diatas batas susut. Rasio susut didapatkan dengan membandingkan berat
sampel tanah kering dengan volume sampel tanah kering. Dari perhitungan
yang praktikan lakukan, didapatkan rasio susut untuk sampel kelompok R8
sebesar 132% dan rasio susut untuk sampel kelompok R9 sebesar 150%.
Dari Tabel 7, praktikan dapat menentukan bahwa sampel tanah yang
digunakan pada memiliki derajat mengembang yang tidak kritis atau kecil,
sehingga potensi tanah untuk mengembang rendah.
Atterberg Limits 30
V. APLIKASI
Percobaan untuk mengetahui batas cair dan batas plastis dapat digunakan
untuk mengetahui jenis dan kandungan mineral pada tanah. Dari nilai
batas cair dan indeks plastisitas, kita dapat menentukan properti dari tanah
dan mengetahui sifat-sifat tanahnya.
Percobaan untuk mengetahui batas susut dapat digunakan untuk
mengetahui potensi perubahan volume pada tanah. Perubahan besar dalam
volume tanah merupakan pertimbangan penting bagi tanah untuk
Atterberg Limits 31
digunakan sebagai bahan pengisi untuk jalan raya dan rel kereta api, atau
untuk tanah yang mendukung pondasi struktural.
Sistem klasifikasi geoteknik saat ini dirancang untuk mempermudah
pengamatan lapangan terhadap perkiraan sifat rekayasa. Karena kadar air
tanah yang seperti tanah liat meningkat, ia melewati empat kondisi
konsistensi yang berbeda: padat, semi-padat, plastik, dan cair. Setiap tahap
ditentukan oleh perubahan signifikan dalam kekuatan, konsistensi dan
perilaku. Percobaan Atterberg Limits secara akurat menggambarkan batas-
batas ini menggunakan konten kelembaban pada titik-titik tertentu di mana
perubahan fisik terjadi. Pengetahuan tentang nilai-nilai ini membantu
dalam perancangan pondasi struktur dan untuk memprediksi perilaku tanah
timbunan dan tanggul. Nilai-nilai ini dapat berkontribusi terhadap
perkiraan kekuatan geser dan permeabilitas, serta identifikasi tanah yang
berpotensi mengembang.
VI. KESIMPULAN
VI.1 Liquid Limit
a. Pada pengolahan data batas cair dengan cara pertama (persamaan
grafik), didapatkan nilai batas cair sebesar 86,81%, sedangkan pada
pengolahan data batas cair dengan cara kedua (penurunan rumus),
didapatkan nilai batas cair sebesar 86,79%.
b. Didapatkan kesalahan relatif antara cara pertama dan cara kedua
sebesar 0,03%.
c. Selain nilai batas cair, didapatkan juga nilai indeks aliran sebesar
-20,98%.
d. Berdasarkan grafik yang didapat, semakin besar ketukan yang
diberikan, semakin kecil kadar air dari tanah.
e. Dari nilai batas cair yang didapat, diketahui jenis tanah dari sampel
adalah tanah clay dengan mineral kaolinit dan illit.
Atterberg Limits 32
a. Dari sampel tanah kelompok R8, didapatkan besar nilai batas plastis
sebesar 51,0%, sedangkan dari sampel tanah kelompok R9, didapatkan
besar nilai batas plastis sebesar 52,5%.
b. Nilai rata-rata batas plastis dari kelompok R8 dan R9 adalah 51,75%.
c. Dari nilai batas plastis dan batas cair yang telah didapatkan, diperoleh
besar indeks plastisitas sebesar 35,03%.
d. Berdasarkan nilai indeks plastisitas dan batas cair yang didapat, dapat
ditentukan bahwa jenis tanah yang digunakan dalam percobaan adalah
jenis tanah lanau dan organik dengan plastisitas yang tinggi, dengan
mineral dominan berupa illit.
VII. REFERENSI
Bhudu, Muni. 2010. Soil Mechanics and Foundations 3rd edition. John
Wiley and Sons, Inc.
Das, B. M. 2010. Principles of Geotechnical Engineering 7th edition.
United States of America: Cengage Learning.
Terzhagi, Karl, dan Ralph B. Peck. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek
Rekayasa Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Craig, R.F., dan Budi Susilo. 1989. Mekanika Tanah Edisi Keempat.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Atterberg Limits 33
Arbianto, Reki, Budi Susilo dan Niken Silmi Surjandari. Studi Korelasi
Indeks Plastisitas Dan Batas Susut Terhadap Perilaku Mengembang
Tanah. http://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/jkts/article/download/
466/306, diakses pada 18 Maret 2018.
Sridharan, A., Nagaraj Honne dan K. Prakash. 1999. Determination of the
Plasticity Index from Flow Index. Jurnal.
https://www.researchgate.net/publication/274736448_Determination_of_th
e_Plasticity_Index_from_Flow_Index, diakses pada 21 Maret 2018.
Tim Dosen 2015. Buku Panduan Praktikum Mekanika Tanah. Universitas
Indonesia, Revisi 1 2017.
VIII. DOKUMENTASI
Atterberg Limits 34
Gambar 1.15 Sampel tanah kering setelah keluar dari oven (Shrinkage Limit)
Atterberg Limits 35
Atterberg Limits 36
Atterberg Limits 37