Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI
Nama Mahasiswa
NIM

STATUS PASIEN KASUS


:Indri Patra Tarigan
Pembimbing : dr.Siti Rahmah,Sp.A
: 091050037
Tanda tangan :
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan

Pasien
An. R
7 tahun
Perempuan

Ayah
Ibu
Tn. H
Ny. S
39
34
Laki-laki
Perempuan
Kp. Muara Bakti Babelan RT 008/003
Islam
Islam
Islam
Sunda
Sunda
TK
SMA
SMA
Pelajar
Buruh Pabrik
IRT
Rp. 1.500.000
Hubungan dengan
orang tua : Anak

Tanggal Masuk

Kandung
22 Maret 2015

RS

II.

ANAMNESIS

Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien.


a. Keluhan Utama :
Muncul banyak bintik kemerahan di kedua tungkai sejak 5 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan :
Memar kebiruan di paha sebelah kanan, gusi berdarah, lemas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar oleh keluarga ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan tiba
tiba muncul bintik kemerahan yang banyak di kedua tungkai sejak 5 hari SMRS. Selain
1

itu ibu pasien mengatakan terdapat memar memar kebiruan di paha sebelah kanan, serta
gusi berdarah. Menurut ibu pasien tidak ada demam yang menyertai, namun beberapa hari
sebelumnya anak sempat mengeluh deman naik turun dan merasa badan lemas. BAB dan
BAK pasien tidak ada keluhan, masih seperti biasa baik konsistensi dan warnanya. Pasien
langsung dibawa ke RSUD Bekasi dan dilakukan cek laboratorium, didapatkan hasil
trombositnya 12.000, pasien di diagnosis DHF dengan diagnosis banding ITP.
Dua minggu yang lalu pasien sempat panas tidak terlalu tinggi, disertai batuk pilek.
Riwayat kejang disangkal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
Difteria
Jantung
Cacingan
Diare
+ 2 tahun
Ginjal
DBD
Kejang
Darah
Thypoid
Maag
Radang paru
Otitis
Varicela
Tuberkulosis
Parotis
Asma
Morbili
Kesan : Pasien pernah menderita diare dan dirawat di rumah sakit saat berumur
2 tahun

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Di dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti pasien.
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal

Tidak ada
Periksa ke bidan 1 kali tiap

KELAHIRAN

Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi

bulan
Rumah
Bidan
Spontan
38 minggu
BBL : 3300 gram

Keadaan bayi

PB : 46 CM
Langsung menangis, merah
Apgar score tidak tahu

Tidak ada kelainan bawaan


Kesan : Riwayat kehamilan dan riwayat Kelahiran pasien baik
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I

: Usia 9 bulan (normal: 5-9 bulan)

Psikomotor
Tengkurap

: Usia 4 bulan

(normal: 3-4 bulan)

Duduk

: Usia 6 bulan

(normal: 6 bulan)

Berdiri

: Usia 10 bulan

(normal: 9-12 bulan)

Bicara

: Usia 11 bulan

(normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: usia 12 bulan

(normal: 13 bulan)

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik

h. Riwayat Makanan
Umur

ASI/PASI

Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

(bulan)
0-2
+/2-4
+/4-6
+/6-8
+/+
+
+
8-10
+/+
+
+
10-12
+/+
+
+
Kesan : Pasien selalu minum ASI sampai umur 2 tahun, tidak pernah minum susu
formula, pasien mulai makan makanan buah atau biskuit sejak berumur 6 bulan.

i. Riwayat Imunisasi :
Vaksin
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK

Dasar (umur)
1 bln
2 bln
Lahir
9 bln

4 bln
2 bln

6 bln
4 bln

Ulangan (umur)
6 bln

HEPATITIS B Lahir 1 bln


6 bln
Kesan : Riwayat imunisasi pasien menurut PPI lengkap
J. Riwayat Keluarga
Ayah
Ibu
Nama
Tn. H
Ny.S
Perkawinan ke
1
1
Umur
31
30
Keadaan kesehatan Sehat
Sehat
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Pasien tinggal di rumah kontrakan bersama kedua orang tua dan 1 kakak. dinding
terbuat dari tembok. atap terbuat dari genteng, ventilasi cukup, jarak septic tank ke sumur
sekitar 10 m. Terdapat tempat pembuangan sampah di depan rumah sampahnya akan
diangkut oleh tukang pengankut sampah setiap harinya.
Kesan : Riwayat perumahan dan sanitasi pasien baik
II. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
b. PAT
o A

: Interactivity (+) look (+), speech (+), tonus (+), consolability (+)

o B

: Sesak (-), napas cuping hidung (-), retraksi (-)

o C

: pucat (-), mottled (-), sianosis (-)

c. Tanda Vital
- Kesadaran
- Tekanan darah
- Frekuensi nadi
- Frekuensi pernapasan
- Suhu tubuh
d. Data antropometri

: Composmentis
: 110/70 mmHg
: 124x/menit
: 22x/menit
: 36,9 o C

Berat badan

:19 kg

Tinggi badan

:122 cm

Status Gizi menurut CDC :


o BB/U : 19/22x 100 % = 86% Gizi baik

o TB/U : 122/121 x 100 % = 100% gizi baik


o BB/TB : 19/15.5 x 100% = 97% gizi baik
e. Kepala
Bentuk
Rambut
Mata

: Normocephali
: Rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
: edema palpebra -/-, lakrimasi +/+, sekret -/-,
Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat

Telinga
Hidung

isokor, RCL+/+, RCTL +/+


: Normotia, serumen -/: Bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/-,

Mulut

terdapat hematom (+)


: bibir kering + , lidah kotor -, tonsil T2/T2, faring
hiperemis -

Leher

: KGB tidak membesar


kelenjar tiroid tidak membesar

f. Thorax
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi

: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)


: Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
: Sonor pada kedua paru
: BND vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Cor BJ I & II normal, murmur -, Gallop -

g. Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Palpasi

: Perut datar
: Bising usus (+) normal 3x/menit
: Supel, nyeri tekan + epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba membesar
- Perkusi
h. Kulit

: shifting dullness -, nyeri ketok : ikterik -, petechie + pada tungkai bawah, wajah,

tangan, disertai hematom pada ekstremitas bawah dan atas


i. Ekstremitas
: akral hangat, Sianosis (-), oedem (-), turgor kulit
cukup, petechie (-), CRT< 2detik, petechie + pada tungkai bawah, hematom pada
ekstremitas bawah dan atas
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (22 Maret 2015)
Pemeriksaan
Hematologi:
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

Hasil

Nilai Normal

12,2 g/dL
7700 /L
34,9 %
12000 /L

12 16 g/dL
5000 10.000/L
37-47%
150.000 400.000/L

S. Typhi O
S. Paratyphi AO
S. Paratyphi BO
S. Paratyphi CO

+ 1/160
1/80
1/160
1/80

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Laboratorium RSUD bekasi (23 Maret 2015)


Pemeriksaan
Hematologi:
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

Hasil

Nilai Normal

11,9 g/dL
4500 /L
32.0 %
12.000 /L

13 16 g/dL
5000 10.000/L
40-48%
150.000 400.000/L

Laboratorium RSUD bekasi (24 Maret 2015)


Pemeriksaan
Hematologi:
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Hitung jenis leukosi

Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit

Hasil

Nilai Normal

12,4 g/dL
5400 /L
38,1 %
11.000 /L

12 16 g/dL
5000 10.000/L
37-47%
150.000 400.000/L

0
3
0
21
68
8

0-1%
1-3%
2-6%
50-70%
20-40%
2-8%

Morfologi Darah Tepi


Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Resume

Normositik normokrom, polikromasi (+)


Kesan jumlah normal dominasi limfosit, limfosit atipik
(+)
Kesan sebaran jumlah berkurang, morfologi sulit dinilai
Limfositosis atipik, trombositopenia akibat auto-immune
6

Laboratorium RSUD bekasi (25 Maret 2015)


Pemeriksaan
Hematologi:
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

Hasil

Nilai Normal

13,2 g/dL
5000 /L
35,6 %
74.000 /L

12 16 g/dL
5000 10.000/L
37-47%
150.000 400.000/L

IV. RESUME
a. Anamnesis
Pasien datang diantar oleh keluarga ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan tiba
tiba muncul bintik kemerahan yang banyak di kedua tungkai sejak 5 hari SMRS. Selain
itu ibu pasien mengatakan terdapat memar memar kebiruan di paha sebelah kanan, serta
gusi berdarah. Menurut ibu pasien tidak ada demam yang menyertai, namun beberapa hari
sebelumnya anak sempat mengeluh deman naik turun dan merasa badan lemas. BAB dan
BAK pasien tidak ada keluhan, masih seperti biasa baik konsistensi dan warnanya. Pasien
langsung dibawa ke RSUD Bekasi dan dilakukan cek laboratorium, didapatkan hasil
trombositnya 12.000, pasien di diagnosis DHF dengan diagnosis banding ITP.
Dua minggu yang lalu pasien sempat panas tidak terlalu tinggi, disertai batuk pilek.
Riwayat kejang disangkal.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

PAT
o A

: Interactivity (+) look (+), speech (+), tonus (+), consolability (+)

o B

: Sesak (-), napas cuping hidung (-), retraksi (-)

o C

: pucat (-), mottled (-), sianosis (-)

Tanda Vital
- Kesadaran
- Tekanan darah
- Frekuensi nadi
- Frekuensi pernapasan
- Suhu tubuh
Kulit

: Composmentis
: 110/70 mmHg
: 124x/menit
: 22x/menit
: 36,9C
: petechie + pada tungkai bawah, wajah, tangan, disertai

Ekstremitas

hematom pada ekstremitas bawah dan atas


:petechie + pada tungkai bawah, hematom pada
ekstremitas bawah dan atas

Resume Seri DHF


Tanggal

Hemoglobin
(g/dL)

Leukosit

Hematokrit
(%)

Trombosit
(/uL)

22/1/2015
23/1/ 2015
24/1/2015
25/1/2015

12.2

7700

34.9

12.000

11,9
12,4
13,2

4500
5400
5400

32,0
38,1
35,6

12.000
11.000
74.000

V. DIAGNOSIS KERJA
Idiopathic Trombositopeni Purpura
VI. DIAGNOSIS BANDING
Demam Berdarah Dengue
Leukimia
VII. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
- Observasi ketat tanda-tanda vital, dan perdarahan
- Tirah baring
- Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita
Medikamentosa

IVFD : Kaen 3A 1200cc/24 jam


Ceftriaxone inj 1x1,5 gram (IV)
Sanmol inj 200 mg (IV) kp demam
Probiokid 1x1 sach (PO)
L-zinc 1x1 cth

VIII. PROGNOSIS
- Ad vitam
- As fungsionam
- Ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien ini didiagnosis dengan idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) ,
Pada awalnya pasien datang dengan diagnosis awal DHF.
Dari anamnesis tidak didapatkan keluhan yang berarti dalam mengarahkan
diagnosis ke ITP. Dalam mendiagnosa ITP, dari anamnesa tidak akan didapatkan
banyak data yang bermakna. Kebanyakan keluhan hanya berupa purpura, ptechiae,
atau hematom yang muncul tiba-tiba dan bagian tubuh pada pasien ini juga ditemukan
manifestasi perdarahan seperti gusi berdarah. Dua minggu yang lalu pasien sempat
panas tidak terlalu tinggi, disertai batuk pilek.
Dari pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan pemeriksaan fisik yang
bermakna. Pada ITP tidak ditemukan pemeriksaan fisik yang bermakna selain adanya
petechiae, purpura, dan hematom di bagian bagian tubuh tertentu.
Pada Pemeriksaan laboratorium baru ditemukan adanya kelainan yaitu itung
trombosit yang rendah, dan . Itung trombosit terendah yang pernah dicapai oleh
pasien adalah sebesar 12.000 /ul. Karena tidak didapatkannya demam pada anamnesis

dan trombosit yang terus menurun maka pasien ini di diagnosis ITP. Dengan hasil
pemeriksaan trombosit tersebut ditakutkan terjadinya perdarahan dari pasien sehingga
direncanakan untuk dilakukan transfusi TC.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan epidemiologi ITP


ITP didefinisikan sebagai trombositopenia dengan sumsum tulang yang
normal dan tidak adanya penyebab lain dari trombositopenia tersebut. 1 Chu et al
kemudian mendefinisikan ITP sebagai sebuah kelainan perdarahan yang didapat dan
ditandai oleh 4 hal yaitu:
a.

Trombositopenia, dengan trombosit berada dibawah 150.000/ul

b.

Purpura dan rash

c.

Sumsum tulang normal

d.

Tidak adanya tanda-tanda lain dari penyebab trombositopenia yang


diketahui

ITP dialami oleh 2 hingga 5 anak per 100.000 anak per tahunnya pada usia
yang lebih muda dari 15 tahun. Hal ini sesuai dengan yang diteliti oleh beberapa
peneliti seperti yang tampak pada tabel 1. Jumlah kasus baru ITP kronis berjumlah
sekitar 10 kasus per 1 juta anak per tahunnya. 1 Berdasarkan sebuah penelitian di

10

Denmark dan Inggris ditemukan angka kejadian ITP pada anak berjumlah 10 hingga 40
kasus dari 1 juta anak per tahunnya. Kuwait melaporkan angka insidens yang lebih
tinggi yakni berjumlah sekitar 125 kasus per 1 juta anak per tahunnya. Puncak
prevalensi pada anak berada pada usia 2 hingga 4 tahun. 1 Glanz et al telah membagi
angka kejadian dari ITP berdasarkan usia seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Proporsi dari ITP akut dan kronis berdasarkan usia2

Tabel 1. Insidensi ITP pada Anak3

Sekitar 70% hingga 80% ITP bersifat akut dan menghilang secara spontan
dalam 6 bulan. Sedangkan 20% hingga 30% sisanya dikelompokkan dalam ITP kronik.
ITP kronik didefinisikan sebagai sebuah kondisi yang ditandai dengan adanya itung
jenis trombosit yang rendah selama lebih dari 6 bulan setelah diagnosis. Dari penelitian
yang dilakukan oleh Glanz et al anak yang menderita ITP kronik cenderung lebih tua,
berjenis kelamin perempuan dan memiliki trombosit yang lebih tinggi.6 Pada anak yang

11

berusia lebih dari 10 tahun juga ditemukan perbandingan antara perempuan dan lakilaki berjumlah sekitar 2,6 : 1.1 Penderita ITP kronis juga lebih sering ditemukan
menderita manifestasi dari penyakit kolagen vaskular baik secara klinis maupun
laboratorik.4
Klasifikasi ITP berdasarkan perjalanan penyakitnya dibagi 2 yaitu ITP akut
untuk yang berlangsung selama kurang dari 6 bulan dan ITP kronis untuk yang
berlangsung selama lebih dari sama dengan 6 bulan. Namun International Consensus
Guidelines pada tahun 2010 mengeluarkan klasifikasi baru yaitu Newly diagnosed,
persisten (durasi 3 hingga 12 bulan) dan kronik (durasi lebih dari sama dengan 12
bulan).5
Komplikasi dari ITP yang paling parah berupa perdarahan intrakranial dan
untungnya hanya dialami oleh kurang dari 0,5 % kasus.

Etiopatofisiologi ITP
ITP ini dimulai dengan adanya infeksi virus ataupun hanya berupa paparan
saja 1 hingga 4 minggu sebelumnya. Trombosit kemudian akan didegradasi terlebih
dahulu oleh Antigen-Presenting cells (APC). APC ini akan mempresentasikan antigen
platelet dengan berasosiasi dengan MHC kelas II kepada sel T helper. Sel T helper ini
akan menjadi aktif dan mengeluarkan sitokin berupa Interleukin-2 dan Interferon
gamma. Sitokin-sitokin tersebut akan mengaktivasi dan membuat sel limfosit B untuk
melakukan diferensiasi menjadi sel yang memproduksi autoantibodi. Target antigen
terhadap permukaan trombosit tersebut masih belum dapat ditentukan. Namun telah
diketahui glikoprotein yang berada pada permukaan trombosit adalah GP Iib-Iia, GPIb
dan GP V.

12

Gambar 2. Proses pembentukan autoantibodi trombosit pada ITP 7

Setelah terjadinya pengikatan antibodi terhadap permukaan trombosit,


trombosit ini akan dikenali oleh reseptor Fc dari makrofag. Makrofag ini kemudian
akan memakan dan menghancurkan trombosit tersebut. Alasan mengapa sebagian anak
merespon infeksi virus dengan kejadian autoimun tersebut masih belum diketahui.
Kebanyakan infeksi virus telah diketahui berhubungan dengan ITP seperti Epstein-Barr
virus (EBV) dan HIV. ITP yang berhubungan dengan EBV pada umumnya memiliki
durasi yang pendek namun ITP yang berhubungan dengan HIV biasanya bersifat
kronik.6

Gambar 3. Proses degradasi trombosit oleh makrofag7

13

Selain terjadinya destruksi trombosit yang diperantarai oleh sistem imun juga
ternyata ditemukan terjadinya perubahan pada produksi trombosit. Perubahan produksi
dari trombosit ini terutama ditemukan pada ITP kronik. Perubahan ini bukan
diakibatkan adanya abnormalitas dari megakariosit. Abnormalitas ini terletak pada
kadar trombopoietin plasma, yang merupakan pertanda dari proliferasi dan maturasi
dari progenitor megakariosit. Pada penelitian in vitro, penderita ITP kronik memiliki
turnover dari trombosit yang lebih rendah walaupun daya tahan trombosit berkurang.
Megakariosit yang diisolasi pada pasien menunjukkan juga adanya pertumbuhan yang
diperlambat.4
Diagnosis
Anamnesis
Manifestasi klinik klasik dari ITP adalah anak berusia 1 hingga 4 tahun
yang sebelumnya sehat akan tiba-tiba mengalami petechiae dan purpura
diseluruh tubuhnya. Orang tua sering menyatakan bahwa anak sehat kemarin
dan sekarang sudah dipenuhi dengan memar dan titik-titik kemerahan.
Seringkali tampak adanya perdarahan dari gusi dan membran mukosa, disertai
dengan adanya trombositopenia yang parah (itung jenis trombosit kurang dari
10.000/uL). Hal ini dialami oleh sepertiga dari penderita ITP akut. Terdapat
riwayat infeksi virus yang mendahului onset ITP 1 hingga 4 minggu sebelum
onset trombositopenia.6
Dari anamnesis, perlu untuk diketahui adanya gejala-gejala perdarahan
dan tingkat keparahan serta durasi perdarahan. Perlu diketahui pula gejalagejala lain yang dapat membantu mengeksklusi penyebab lain dari
trombositopenia.
Gali lebih dalam mengenai faktor risiko untuk HIV dan gejala sistemik
lain yang dapat mengarahkan kita ke kelainan lain. Perlu juga diketahui obatobat apa saja yang sedang atau pernah dikonsumsi oleh pasien. Berikut
disertakan tabel daftar obat yang dapat menyebabkan trombositopenia.
Tabel 2. Obat yang Diketahui Menyebabkan Trombositopenia
Obat yang menurunkan produksi trombosit
Agen kemoterapeutik
Diuretik thiazide
Alkohol

14

Estrogen
Kloramfenikol
Radiasi pengionisasi
Obat yang menyebabkan peningkatan destruksi trombosit
Sulfonamid
Kuinidin dan kuinin
Karbamazepin
Asam valproat
Heparin
Digoxin
Obat yang menyebabkan perubahan fungsi trombosit
Aspirin
Dipyridamole
Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Pediatrics in Review. 2000. 21: 95.

Pada ITP sendiri dapat dijumpai gejala-gejala sebagai berikut:1


a. Gejala bersifat tiba-tiba
b. Purpura
c. Menorrhagia
d. Epistaksis
e. Perdarahan gusi
f. Riwayat imunisasi virus hidup belakangan ini
g. Riwayat penyakit virus belakangan ini
h. Kecenderungan untuk memar

Pemeriksaan Fisik1
Pada pemeriksaan fisik selain petechiae dan purpura tidak ditemukan
kelainan. Splenomegali sangat jarang ditemukan, begitu juga dengan
limfadenopati atau kulit yang pucat.3 Apabila ditemukan adanya splenomegali,
disertai pucat dan hiperbilirubinemia lebih dicurigai adanya anemia hemolitik.
Evaluasi tipe dan keparahan dari perdarahan dan coba eksklusi penyebab
lain dari perdarahan. Cari juga tanda-tanda penyakit hepar, trombosis, penyakit
autoimun (nefritis, vaskulitis atau artritis) dan infeksi terutama HIV.
Distribusi dari ekimosis dan tempat perdarahan dapat memberikan
informasi tambahan mengenai penyebab ekimosis. Pada kelainan hemostasis
primer seperti ITP dan kelainan trombosit lainnya dapat ditemukan ekimosis

15

bersifat generalisata dan terjadi di area yang tidak terpapar dengan trauma.
Pada anak dengan ekimosis generalisata dan itung trombosit yang normal
perlu diteliti lebih lanjut apakah anak sehat dan mengalami memar pada daerah
yang tulangnya menonjol. Hal tersebut dapat menandakan adanya tindak
kekerasan terhadap anak.
Pemeriksaan fisik yang umum mencakup sebagai berikut:
a. Peteki yang tidak timbul ketika diraba
b. Bula pada membran mukosa
c. Purpura
d. Perdarahan gusi
e. Tanda-tanda perdarahan gastrointestinal
f. Menometorrhagia, menorrhagia
g. Perdarahan retina
h. Tanda-tanda perdarahan intrakranial, dengan defisit neurologis
i. Splenomegali yang tidak dapat diraba. Prevalensi dari limpa yang
dapat diraba pada penderita ITP sama dengan populasi yang tidak
menderita ITP (sekitar12 % pada anak)
j. Perdarahan spontan ketika itung trombosit berada dibawah
20.000/uL

Gambar 4. Berbagai manifestasi perdarahan pada ITP

Sebuah sistem klasifikasi telah digunakan untuk membagi tingkat


keparahan dari perdarahan pada ITP dengan dasar tanda dan gejala namun
tidak memasukkan itung jenis trombosit:3

16

1.

Tidak terdapat gejala

2.

Gejala ringan

: memar dan petechiae, epistaksis ringan yang

sering, dan sedikit gangguan terhadap fungsi hidup sehari-hari.


3.

Gejala sedang

: lesi kulit dan mukosa yang lebih parah disertai

dengan epistaksis yang lebih mengganggu dan menorrhagia


4.

Gejala berat

: terdapat episode perdarahan (menorrhagia,

epistaksis, dan melena) yang membutuhkan transfusi atau hospitalisasi,


gejala sangat mengganggu kualitas hidup sehari-hari.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah tepi akan ditemukan adanya trombositopenia
yang parah (umumnya kurang dari 20.000/uL), waktu perdarahan memanjang
dan ukuran dari trombosit biasanya normal atau membesar. Hemoglobin dapat
berkurang pada kasus-kasus dengan epistaksis yang parah dan menorrhagia.
Pada ITP akut, nilai dari hemoglobin, leukosit dan itung jenisnya seharusnya
normal.
Pemeriksaan morfologi darah tepi penting untuk dilakukan karena
dengan melihat morfologi dari sel darah merah dapat dieliminasi berbagai
kelainan hemolitik pada darah.
Pemeriksaan

sumsum

tulang

akan

menunjukkan

peningkatan

megakariosit ataupun normal. Beberapa megakariosit bahkan akan nampak


imatur. Indikasi dari aspirasi sumsum tulang adalah itung leukosit yang tidak
normal atau terdapat anemia yang tidak dapat dijelaskan, dan riwayat serta
pemeriksaan fisik yang mengarahkan ke kelainan sumsum tulang.
Pada remaja dengan onset ITP yang baru sebaiknya disarankan
pemeriksaan ANA dan pada populasi dengan risiko tinggi sebaiknya dilakukan
pula pemeriksaan HIV. Dan juga apabila dicurigai terjadi perdarahan
intrakranial maka dapat dilakukan CT scan.
Diagnosa banding
Leukemia

17

Pasien akan mengeluhkan pula adanya rasa lelah kronis, demam, enurunan berat
badan, pucat dan rasa nyeri pada tulang. Pada pemeriksaan akan ditemukan adanya
hepatosplenomegali atau limfadenopati. Pada pemeriksaan laboratorium akan
ditemukan adanya peningkatan itung leukosit, anemia dan adanya sel blas pada
pemeriksaan morfologi darah tepi.
Systemic Lupus Erythematous (SLE)
Terdapat manifestasi sistemik seperti rasa nyeri pada sendi atau sendi bengkak, dan
adanya butterfly rash. Juga pada pemeriksaan laboratorium tampak adanya anemia
akibat penyakit kronik yang disertai dengan itung leukosit normal.
DIC
Akan tambak adanya tanda dan gejala dari sepsis seperti demam, takikardia dan
hipotensi. Terjadi peningkatan PT dan aPTT, tampak adanya anemia mikrositik pada
pemeriksaan morfologi darah tepi dan jika dilakukan pemeriksaan D-dimer maka
hasilnya akan positif.
Wiskott-Aldrich Syndrome
Merupakan kelainan platelet kualitatif yang diwariskan pada kromosom X sehingga
lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Akan disertai dengan eczema dan infeksi
rekuren karena adanya imunodefisiensi. Pada pemeriksaan morfologi darah tepi akan
tampak trombosit yang sangat kecil.
Tatalaksana
Tujuh puluh hingga delapan puluh persen anak dengan ITP akut akan mengalami
resolusi spontan dalam 6 bulan. Terapi nampaknya tidak memiliki efek terhadap perjalanan
penyakit dari ITP. Adapun tujuan dari terapi adalah untuk meningkatkan itung trombosit
menjadi lebih dari 20.000/uL dan mencegah terjadinya perdarahan intrakranial. Terapi dengan
transfusi trombosit dikontraindikasikan karena autoantibodi dapat berikatan dengan trombosit
tersebut kecuali pada kondisi-kondisi dimana terjadi perdarahan yang mengancam nyawa.
Stasi et al memberikan 3 kategori dari pasien ITP dalam hal penanganan:
1. Pasien yang harus diberikan penanganan
Perdarahan aktif atau trombosit <10.000/uL

18

2. Pasien yang pemberian terapinya kontroversial


Tidak terdapat perdarahan atau perdarahan ringan dan trombosit 10.000/uL
30.000/uL
3. Pasien yang tidak membutuhkan terapi
Tidak terdapat perdarahan dan trombosit > 30.000/uL
Pendekatan dalam terapi ITP mencakup beberapa hal sebagai berikut:
a.

Edukasi dan konseling keluarga dan pasien dilakukan untuk pasien dengan gejala
minimal, ringan dan sedang. Pendekatan ini digunakan apabila perjalanan penyakit
dari ITP bersifat jinak. Pendekatan ini lebih tidak memakan biaya dengan efek
samping minimal. Pasien dan keluarga pasien dapat diberikan edukaasi mengenai:8
1. Konsumsi serat diperbanyak dan minum air juga diperbanyak untuk mencegah
konstipasi. Konstipasi dapat memicu terjadinya perdarahan gastrointestinal.
2. Berikan sikat gigi yang lembut untuk mencegah terjadinya perdarahan di gusi.
Juga himbau agar anak menyikta gigi dengan lembut dan perlahan. Juga gunakan
pelembab bibir untuk mencegah terjadinya bibir kering dan pecah-pecah.
3. Berikan pelembab kulit agar kulit anak tidak kering dan mencegah rasa gatal.
Apabila timbul rasa gatal maka anak akan cenderung menggaruk daerah yang
gatal. Hal ini dapat menyebabkan memar dan perdarahan.
4. Sebaiknya anak tidak mengikuti olahraga yang keras atau kasar.
5. Jangan sembarangan mengkonsumsi obat tanpa persetujuan tenaga medis
terutama medikasi yang dapat memicu trombositopenia.

b.

Intravenous Immunoglobulin (IVIG)


Dosis : 0,8 1,0 g/kg/hari selama 1 2 hari
Dapat memicu terjadinya peningkatan yang cepat dari trombosit pada 95%
pasien dalam 48 jam. IVIG bekerja dengan cara memicu peningkatan yang cepat dari
trombosit dengan menurunkan fagositosis makrofag. Namun kekurangan dari IVIG
ini adalah mahal dan memakan waktu. Selain itu terdapat efek samping berupa sakit
kepala dan muntah.

19

c.

Terapi anti-D IV
Dosis: 50 75ug/kg selama 48 72 jam
Pada American Society of Hematology practice guidelines tahun 1966 tidak
direkomendasikan. Namun, ternyata dengan dosis yang lebih tinggi dari RhIg pada
kasus ITP akut menunjukkan peningkatan trombosit yang lebih cepat 24 jam daripada
pengobatan dengan steroid dan sama dengan pengobatan dengan IVIG.1
Anti-D ini hanya dapat digunakan pada pasien dengan Rh positif dimana
peningkatan trombosit ditemukan pada 80% hingga 90% pasien. Ketika diberikan
anti-D memicu terjadinya anemia hemolitik. Kompleks RBC antibodi akan berikatan
dengan makrofag melalui reseptor Fc dan mengganggu destruksi trombosit. Meski
memiliki komplikasi yang lebih sedikit dari steroid IV namun harga dari Anti-D ini
jauh lebih mahal dan juga laporan akan hemolisis intravaskular akut setelah terapi
anti-D akut pernah dilaporkan berada pada angka 1 dari 1115 pasien.
Farahmandinia et al menyarankan penggunaan anti-D ini dibandingkan dengan
penggunaan IVIG karena selain tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil
pengobatan juga harga anti-D ini lebih murah, dan tidak dibutuhkan rawat inap.

d.

Kortikosteroid
Dosis prednison oral: 1 4 mg/kg/hari selama 2 3 minggu atau hingga trombosit
mencapai lebih dari 20.000/uL
Metilprednisolon IV : 10 30 mg/kg/hari selama 3 sampai 5 hari
Terapi kortikosteroid telah lama digunakan sebagai terapi ITP akut dan kronis.
Namun perlu diwaspadai mengenai efek samping dari terapi kortikosteroid seperti
kegagalan pertumbuhan, diabetes mellitus dan osteoporosis, glaukoma, katarak, dan
peningkatan

risiko

infeksi.

Beberapa penelitian telah menunjukkan keberhasilan dengan penggunaan


terapi multiagen pada pasien refrakter. Menurut sebuah penelitian penggunaan
vinkristine dan metilprednisolon hingga trombosit mencapai 50.000/uL dan
siklosporin oral 2 kali sehari hingga trombosit normal selama 3-6 bulan tampak
menjanjikan namun penelitian yang lebih besar masih dibutuhkan.1

20

e.

Splenektomi
Splenektomi dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu saja seperti contohnya
pada anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan ITP parah yang berlangsung lebih
dari setahun dan gejalanya tidak dapat dikontrol dengan mudah serta apabila terjadi
perdarahan yang mengancam nyawa yang tidak dapat diterapi dengan transfusi
platelet dan pemberian IVIG dan kortikosteroid. Splenektomi juga dikaitkan dengan
adanya infeksi postsplenektomi.

f.

Stimulasi produksi trombosit


Penelitian telah menunjukkan bahwa agen-agen yang menstimulasi langsung
produksi platelet seperti TPO receptor binding agents, eltrombopag dan romiplostim
(AMG531). Terapi ini diindikasikan pada pasien dengan ITP kronik yang sudah tidak
memberikan respon dengan terapi lainnya.
Sebagai contoh romiplostim telah berhasil digunakan sebagai terapi
trombositopenia kronik yang disebabkan oleh autoimun. romiplostim merupakan
sebuah protein yang bekerja mirip dengan thrombopoietin (TPO). Protein ini bekerja
dengan menstimulasi reseptor TPO yang berperan dalam pertumbuhan dan maturasi
sel sumsum tulang. Dengan penggunaan romiplostim ini sebanyak 60% pasien dengan
ITP dapat menghentikan penggunaan terapi lainnya.9
Namun penggunaan stimulasi produksi trombosit ini bukan tanpa efek
samping. Contoh efek samping yang mungkin terjadi adalah trombositosis, trombosis,
stimulasi pertumbuhan tumor, stimulasi pertumbuhan sel leukemi, interaksi dengan
sitokin lainnya, pembentukan autoantibodi, deplesi sel kunca, penurunan ambang
rangsang untuk aktivasi platelet, rebound worsening dari trombositopenia dan
peningkatan retikulosit di sumsum tulang.9

g.

Terapi lainnya
Terapi lain yang dapat digunakan berupa siklofosfamid, danazol, dapsone,
interferon alfa, azathioprine, alkaloid vinca, splenektomi aksesorius dan radiasi lien
telah mulai diteliti. Namun data yang ada masih belum mencukupi untuk
menunjukkan adanya penurunan laju mortalitas atau perdarahan.

21

Pada kasus dengan perdarahan intrakranial sebaiknya dilakukan lebih dari satu
pendekatan seperti transfusi trombosit, IVIG, kortikosteroid dosis tinggi dan konsultasi
bagian bedah untuk dilakukan splenektomi.
Komplikasi
a. Hanya kurang dari 1% pasien akan mengalami perdarahan intrakranial
b. Perdarahan yang parah
c. Efek samping dari terapi seperti infeksi pneumokokus pada splenektomi
Prognosis
Kurang lebih 83% anak akan memiliki remisi spontan saat 6 bulan, hanya sekitar 20%
anak dengan ITP akut akan berkembang menjadi ITP kronis. Hanya sekitar 2% pasien yang
meninggal akibat komplikasi dari ITP. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Vranou
didapatkan hasil bahwa ternyata sebanyak 5,2% anak akan mengalami rekurensi bahkan
setelah terjadinya remisi. Interval antara 2 episode ini bervariasi yag berkisar antara 6 bulan
hingga 3 tahun. Namun hasil dari ITP rekuren pada anak ini baik, namun harus selalu
diwaspadai mengenai perdarahan yang mengancam jiwa akibat adanya trombositopenia yang
parah.10
ITP kronik
Sekitar 20% pasien dengan ITP akut memiliki trombositopenia persisten lebih dari 6
bulan dan dikatakan memiliki ITP kronik. Re-evaluasi terhadap penyebab dari
trombositopenia ini harus dilakukan terutama untuk penyakit autoimun seperti SLE, penyakit
infeksi kronik seperti HIV dan penyebab trombositopenia kronik nonimun.
Terapi ditujukan untuk mengendalikan gejala dan mencegah perdarahan yang
mengancam jiwa. Pada ITP, limpa merupakan tempat utama sintesis antibodi antiplatelet dan
destruksi platelet sehingga splenektomi dapat memicu remisi komplit pada 64% hingga 88%
anak dengan ITP kronik. Sebelum tindakan anak harus menerima vaksin pneumokokus dan
meningokokus, kemudian setelah splenektomi anak harus menerima profilaksis penisilin
selama beberapa tahun. Namun masih kontroversial apakah pemberian profilaksis penisilin
ini harus diberikan seumur hidup atau tidak.

22

Daftar Pustaka
1.

Silverman MA. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Medscape.

2.

Glanz J, France E, Xu S, Hayes T, et al. A population-based, multisite cohort study of


the Predictors of Chronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura in Children.
Pediatrics. 2008. 121. 506-12.

3.

Terrel ER, Beebe LA, Vesely SK, Neas BR, et al. The Incidence of Immune
Thrombocytopenic Purpura in Children and Adults: A critical review of Published
Reports. American journal of Hematology. 2009: 174-80.

4.

Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Pediatrics in


Review. 2000. 21: 95.

5.

Tarantino MD. Management of Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) in


Children.

6.

Behnnan R.E., Kliegman R.M. Nelson Textbook of Pediatrics. W.B. Saunders


Company, International Edition, 18th ed., 2007.
23

7.

Anonymous. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura During Pregnancy. 2001. Diambil


dari situs www.Medixl.com pada tanggal 20 Maret 2015.

8.

Perez ELS, Placido DG, Rapacon JJB. A Case Study of Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura. Dept of Emergency Medicine at UP-Philippine General Hospital. 2011.

9.

Stasi R, et al. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura - new therapies for relapsing


disease. Mayo Clin Proc. 2004;79(4):504522.

10.

Vranou M, Pergantou H, Platokouki H, Kousiafes D,et al. Recurrent Idiopathic


Thrombocytopenic Purpura in Childhood. Pediatrics. 2008. 121: 122.

24

Anda mungkin juga menyukai