Penentuan Konstanta Deoksigenasi, Reaerasi, Dan Bod Ultimate Sungai Cisadane, Bogor
Penentuan Konstanta Deoksigenasi, Reaerasi, Dan Bod Ultimate Sungai Cisadane, Bogor
PENDAHULUAN
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan unit alam berupa kawasan yang
dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit yang
menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke
sungai utama (Sunarti 2008). Perencanaan sekitar DAS telah menjadi suatu hal
konstanta ini menunjukkan kecepatan pemakaian oksigen oleh air sungai untuk
proses biokimia. Semakin besar nilai K1 maka semakin besar pula kemampuan sungai
untuk melakukan dekomposisi, oksidasi, dan nutrifikasi secara alamiah. Konstanta K2
adalah kecepatan aerasi, konstanta ini menunjukkan kecepatan air sungai mengambil
oksigen dari atmosfir. Semakin tinggi nilai K 2 maka semakin banyak oksigen yang
dapat dimasukkan ke dalam air sungai sehingga semakin besar potensi air sungai
untuk melakukan dekomposisi, oksidasi, dan purifikasi secara alamiah. Konstanta K 3
adalah kecepatan sedimentasi, konstanta ini menunjukkan kecepatan sedimentasi
bahan organik atau BOD ke dasar sungai. Semakin positif nilai dari K 3 maka semakin
baik kondisi kualitas air sungai.
Banyak penelitan yang sudah dilakukan untuk mengembangkan metode dan
formula dalam menentukan ketiga konstanta tersebut. Metode tersebut adalah metode
kemiringan atau slope, momen, dan logaritmik. Sehingga tujuan dari penelitian ini
adalah penentuan konstanta deoksigenisasi dan BOD ultimate Sungai Cisadane di
Kota Bogor berdasarkan metode kemiringan (slope), momen, dan logaritmik.
METODOLOGI
Melalui pendekatan analisis Dissolved Oxygen (DO) dan Biochemical
Oxygen Demand (BOD) dari beberapa titik sampling pada segmen daerah kajian,
pengembangan fasilitas sanitasi lingkungan terutama air dari hasil pengolahan air
limbah dapat dikembangkan dan ditentukan kelayakan titik pembuangannya.
Kemampuan badan air untuk memulihkan kondisinya secara alami dibatasi oleh tiga
fenomena. Fenomena pertama adalah proses pengurangan oksigen terlarut
(deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasi bahan organik yang ada
di dalam air, sedangkan fenomena kedua adalah proses peningkatan oksigen terlarut
(reaerasi) akibat turbulensi yang terjadi pada aliran sungai. Fenomena terakhir adalah
jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi biokimia dibiarkan terlarut secara
sempurna (BOD ultimate). Adapun beberapa metode yang sering digunakan untuk
menentukan konstanta deoksigenasi (K1) dan BOD ultimate (La) adalah sebagai
berikut.
1) Metode Kemiringan (Slope Method)
Metode kemiringan memberikan konstanta BOD melalui pengolahan data leastsquare dari persamaan reaksi orde pertama.
. (1)
Keterangan:
dy= peningkatan BOD per satuan waktu pada waktu t
K1= konstanta deoksigenasi (hari-1)
. (8)
d) Hasil perbandingan di atas dimasukkan ke dalam grafik pada Gambar III.4
untuk mendapatkan nilai k1.
e) Koefisien C dan La ditentukan dengan memproyeksikan kurva lain pada
Gambar III.4. Persamaan BOD padafase log dinyatakan dalam bentuk:
.. (9)
Keterangan:
t0 = periode lag
C = 1010
3) Metode Logaritma (Logarithmic Method)
Tahapan yang dilakukan pada metode logaritmik untuk mendapatkan nilai dari
konstanta K1dan La adalah sebagai berikut.
- Hitung yc
(10)
Keterangan:
S = nilai BOD hari ke-5
A = 1 (asumsi)
- Hitung laju oksidasi pada saat t=5 hari
.. (11)
- Tentukan La pada saat t =20 hari
- Menentukan nilai K1
...(12)
TINJAUAN PUSTAKA
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lebih
lanjut oleh Boyd (1990) bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD
adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic
matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang
digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon
terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai.
Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air
dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air
selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam
air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik
maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida, tembaga, dan sebagainya,
sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan. Contoh reaksi yang dapat
terjadi adalah oksigen bereaksi dengan kebanyakan unsur membentuk senyawa yang
disebut oksida dan sejak oksigen ditemukan, istilah oksidasi dihubungkan dengan
reaksi bentuk ini. Magnesium, misalnya, dapat bereaksi langsung dengan oksigen,
sehingga permukaan logam yang terbuka segera dioksidasi membentuk lapisan
magnesium oksida (MgO).
Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari pencemaran
organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam sampel maka aktivitas
bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi lebih rendah dari yang
semestinya (Mahida, 1981). Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara
biologis (Agnes Anita, 2005). BOD sebagai ukuran jumlah oksigen terlarut yang
digunakan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang terkandung
dalam perairan. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur
jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya
mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk
mengoksidasi bahan organik tersebut.
mulai dari satu jam hingga beberapa hari. Lama waktu ini tergantung pada macam
bakteri, umur biakan, dan nutrien yang terdapat dalam medium yang disediakan. Pada
fase ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan, belum mampu mengadakan
pembiakan, terapi metabolisme sel bakteri meningkat dan terjadi perbesaran ukuran
sel bakteri (Volk dan Wheeler, 1990)
Berdasarkan fase pertumbuhan tersebut, metode moment terbagi menjadi dua.
Pertama, metode moment yang mengannggap bahwa dalam badan sungai tersebut
bakteri yang hidup telah mengalami pendewasaan secara optimum. Kedua, metode
moment menganggap bahwa dalam badan sungai terdapat bakteri yang masih dalam
masa pertumbuhan. Perbedaan fase ini tentu berpengaruh pada kebutuhan makanan
pada bakteri, seharusnya bakteri pada fase tanpa lag lebih membutuhkan banyak
oksigen dalam kebutuhan hidupnya.
Perhitungan metode moment tanpa lag menggunakan data BOD hasil
sampling di badan sungai. Berdasarkan persamaan yang diajukan Moore et al (1950)
dalam Lee dan Lin (2007), didapatkan nilai konstanta deoksigenasi dan BOD ultimate
tanpa fase lag sebagai berikut :
Tabel 2. Data BOD dan ty pada metode momen tanpa lag
T
ty
1,49
2,98
3,08
9,23
4,98
19,92
2,62
13,1
2,25
13,5
Jumlah
14,42
58,73
Gambar 2. Kurva y/ty dan y/L untuk berbagai nilai k1, pada 7 hari berturut turut
Nilai konstanta deoksigenasi yang didapatkan dari perhitungan diatas ialah
0,78, sedangkan nilai BOD ultimate ialah 3,00 mg/L. Hal ini berarti terjadi
pengurangan oksigen sekitar 0,78 mg per hari terlarut akibat aktivitas bakteri dalam
mendegradasi bahan organik yang ada di dalam air. Nilai 3,00 mg/L menunjukkan
jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi biokimia dibiarkan terlarut secara
sempurna.
Tabel 3. Data perhitungan koefisien K1 dan La pada metode momen tanpa lag
y / Ty
= 0,245
k1 (dari grafik)
= 0,34
K1 = 2,3026. k1
= 0,78
y / L
= 4,8
L=La
= 3,00
ty
t2
t2y
1,49
2,98
5,96
3,08
9,23
27,69
4,98
19,92
16
79,68
2,62
13,1
25
65,5
15
12,17
45,23
55
178,83
Tabel 5. Data perhitungan koefisien K1 dan La pada metode momen dengan lag
ty / t
3,02
y/n
2,43
t2y/t2
3,25
0,71
0,34
(ektrapolasi)
K1
0,78
((ty/t)-(y/n))
0,12
CL
(ekstrapolasi)
CL
4,85
(L-(y/n))
0,028
CL
(ekstrapolasi)
2,57
C = CL/L
1,89
t0 = 1/k1. LogC
10,64
Y = L ( 1 - 10 (-k1 (t-t0) )
Y = 2,57 ( 1 - 10(-0,34(t-10,64))
dalam range tersebut harus diekstrapolasi. Terdapat beberapa kemungkinan dalam hal
ini bahwa nilai yang dikembangkan Moore et al (1950) belum mempertimbangkan
kondisi air pada saat ini, atau kemungkinan lainnya adalah kesalahan perhitungan
akibat penggunaan rumus tidak sederhana. Ektrapolasi ialah melakukan perhitungan
sederhana untuk mencari suatu nilai di luar interval yang tersedia.
Metode Slope
Metode slope dikembangkan olehThomas (1937) diikuti Fair et al (1941).
Metode kemiringan (slope method) sering digunakan selama bertahun-tahun untuk
menghitung konstanta kurva BOD dalam bentuk grafis. Dengan menggunakan
metode ini bisa didapatkan konstanta dioksigenasi (K) dan BOD ultimate (La) pada
kondisi ideal dan kondisi pada saat kenyataannya di lapangan. Terdapat perbedaan
perhitungan dalam menentukan kedua kondisi tersebut yang berdasarkan waktu
pengujian DO. Pada kondisi idealnya, pengujian dilakukan pada jam yang sama pada
setiap harinya, sedangkan kondisi kenyataannya terdapat perbedaan jam pengujian
disebabkan oleh aktivitas lainnya.
Berikut perhitungan nilai konstanta dioksigenasi (K) dan BOD ultimate (La) kondisi
ideal yang diambil pengujiannya pada jam 11.00 :
Tabel 6. Data BOD dan ty pada metode slope dengan kondisi ideal
jam
DO
BOD (y)
y2
y'
y.y'
11.00
6,29
11.00
4,80
1,49
2,22
1,54
2,29
11.00
3,21
3,08
9,47
1,75
5,37
11.00
1,31
4,98
24,80 -0,23
-1,14
11.00
3,67
2,62
6,86
-1,37
-3,58
11.00
4,04
2,25
5,06
0,00
0,00
n = 5-1
14,42
48,41 1,69
2,95
Contoh perhitungan mencari nilai K1 dan La pada metode slope dengan kondisi ideal:
4a + 14,42b - 1.69 = 0
x14,42
x4
b = 0,88
4a + 14,42 (0,88) - 1,69 = 0
4a = -10,99
a = -2,75
K1 =
-0,87924
>>>>
La =
3,124473 >>>>
K1 = -b
La = - (a/b)
delta t
DO
BOD, y delta y
y`
y.y`
y2
11.00
6,29
11.00
4,80
1,49
1,49
0,01
1,01
2,22
13.00
2,08
1,08
3,21
3,08
1,59
-0,18
0,82
9,47
12.00
3,13
2,04
1,31
4,98
1,90
2,05
26,91
24,80
12.00
4,13
2,08
3,67
2,62
-2,36
-0,90
0,42
6,86
9.00
2,92
4,04
2,25
-0,37
14,42
2,25
0,98
29,15
43,35
Contoh perhitungan mencari nilai K1 dan La pada metode slope dengan kondisi real:
4a + 14,42b - 0,98 = 0
x 14,42
x4
4a = 43,76
a = 10,94
K1 = 2,97
La =
3,69
Hasil
S = BOD5
2,62
a=1
3,97
0,4454
La = y20
3,97
0,32
Metode
Nilai
Konstanta Nilai
BOD
Deoksigenasi (K)
Ultimate (La)
-0,88
3,12
2,97
3,69
0,78
3,00
0,78
2,57
Logaritmik
0,33
3,97
2
3
potensi sangat tinggi, sehingga apabila dihitung menggunakan metode yang sama
pada kondisi real nilai konstanta deoksigenasi ialah 2,97.
Pada perhitungan metode moment dan logaritmik, nilai konstanta
deoksigenasi yang ditunjukkan tidak terlalu jauh berbeda. Metode moment baik
menggunakan fase lag atau tidak menunjukkan nilai 0,78 , sedangkan dengan
menggunakan metode logaritmik konstanta deoksigenasi bernilai 0,33. Hal ini berarti
menurut metode moment terjadi pengurangan oksigen 0,78 mg per hari, sedangkan
berdasarkan metode logaritmik terjadi pengurangan oksigen 0,33 mg setiap harinya.
Nilai BOD ultimate dari setiap metode tidak terlalu menunjukkan hasil yang
terlalu berbeda. Rata-rata jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi
biokimia dibiarkan terlarut secara sempurna pada titik sampling ialah 3,27 mg/L.
Nilai ini menjadi patokan untuk menunjukkan daya dukung air sungai untuk makhluk
hidup di sekitarnya. Semakin tinggi nilai oksigen yang terlarut akibat aktivitas
bakteri, maka oksigen yang dapat digunakan oleh makhluk hidup yang lain akan
semakin sedikit.
Perbandingan nilai K dan La setiap titik sampling
Nilai K dan La pada setiap titik sampling menunjukkan hasil yang berbedabeda. Perbedaan tersebut ditentukan oleh bahan pencemar yang ada di badan sungai.
Semakin tinggi tingkat pencemaran oleh bahan organik, maka jumlah bakteri yang
hidup di sungai tersebut juga semakin banyak. Hidunya bakteri di dalam sungai dapat
membawa efek positif dan negatif. Efek positifnya, bakteri mampu mempurifikasi
limbah organik yang ada di badan sungai, sedangkan dampak negatifnya, semakin
tinggi jumlah bakteri maka jumlah oksigen yang berada di dalam air semakin
berkurang.
Namun perbedaan nilai K dan La dapat juga disebabkan oleh kesalahan dalam
perhitungan, karena persamaan yang digunakan memang tidak sederhana. Setelah
membandingkan nilai K dan La pada ketiga metode, maka metode yang dianggap
akurat adalah metode moment, karena dengan menggunakan metode tersebut hasil
yang didapat masing-masing titik sampling tidak memiliki perbedaan yang jauh.
Misalnya pada titik-6 nilai K = 0,78 dan titik 8 nilai K = 0,645. Meskipun ada
kemungkinan nilai standar K lebih jauh dari kedua nilai tersebut, namun rata-rata
hasil perhitungan semua titik sampling bernilai pada kedua itu. Sedangkan BOD
ultimate yang dihitung hanya titik-6 dan titik-4 yang hampir memiliki kesamaan nilai
pada semua metode, yaiti titik-6 sekitar 3,2 mg/L dan titik-4 sekitar 1,9 mg/L.
Kapasitas asimilatif
Kapasitas asimilasi adalah kemampuan sumber daya alam dapat pulih
(misalnya air, udara) untuk menyerap limbah akibat aktivitas manusia (Fauzi,2004).
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui
kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan
manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya
kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber
daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup
dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang
yang sesuai. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah
(assimilative capacity). Berdasarkan nilai K1 dan La yang diperoleh kapasitas
asimilasi berbanding terbalik dengan nilai K1 dan La, semakin tinggi nilai koefisien
K1 dan La maka kapasitas asimilasi pun semakin rendah. Hal tersebut berdampak
merusak lingkungan karena oksigen yang berada dalam air mengalami penurunan
dengan nilai K1 dan La yang tinggi dampaknya dapat menyebabkan kemampuan air
untuk menyerap limbah dan pulih akan lebih rendah.
KESIMPULAN
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai konstanta deoksigenasi (K)
Sungai Cisadane pada titik sampling ke 6 adalah 0,78 mg dengan BOD Ultimate
(La) sebesar 3mg/L pada metode momen tanpa fase lag. Sedangkan pada metode
slope kondisi ideal diperoleh K dan La sebesar -0,87 per hari dan 3,12 mg/L. Nilai
tersebut dibawah bernilai nol atau di bawah nol, berarti tidak ada aktivitas bakteri
dalam badan sungai tersebut. Sementara kondisi real menyatakan K sebesar yaitu
2,97 / hari dan La sebesar 3,69 mg/L. Hasil konstanta deoksigenasi yang didapatkan
akan sangat jauh berbeda dibandingkan perhitungan pada kondisi ideal, namun nilai
2,97 setiap hari menunjukkan aktivitas bakteri termasuk tinggi dalam badan sungai
tersebut dengan penggunaan oksigen sekitar 3,69 mg/L. Oleh karena itu, perlu
menjadi perhatian bagi semua pihak agar badan sungai terus mampu mendukung
makhluk hidup di sekitarnya. Pada metode logaritmik diperoleh K 0,32 /hari dan La
3,97 mg/L. Nilai BOD ultimate dari setiap metode tidak terlalu menunjukkan hasil
yang terlalu berbeda. Rata-rata jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi
biokimia dibiarkan terlarut secara sempurna pada titik sampling ialah 3,27 mg/L.
Nilai ini menjadi patokan untuk menunjukkan daya dukung air sungai untuk makhluk
hidup di sekitarnya. Semakin tinggi nilai oksigen yang terlarut akibat aktivitas
bakteri, maka oksigen yang dapat digunakan oleh makhluk hidup yang lain akan
semakin sedikit. Nilai K dan La pada setiap titik sampling menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditentukan oleh bahan pencemar yang ada di badan
sungai. Semakin tinggi tingkat pencemaran oleh bahan organik, maka jumlah bakteri
yang hidup di sungai tersebut juga semakin banyak. Berdasarkan nilai K1 dan La
yang diperoleh kapasitas asimilasi berbanding lurus dengan nilai K1 dan La, maka hal
tersebut berdampak baik terhadap lingkungan karena dengan nilai K1 dan La yang
tinggi dapat menyebabkan kemampuan air untuk menyerap limbah dan pulih akan
lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Fauzi. 2004.Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan
Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Anita, Agnes. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN Coliform Pada
Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan Di Rsud Nganjuk. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 2(1): 97-110.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama agricultural
Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482 p.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius.
Kurniawan, Allen. 2014. Bab 3 : Evaluasi Kapasitas Asimilatif Air Sungai. (Tidak
dipublikasikan)
Mays, L.W. 1996. Water Resources Handbook. McGraw-Hill. New York.
Metcalf and Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering; Treatment, Disposal, Reuse.
McGraw-Hill, Inc. New York, Singapore.
Razif, Mohammad. 1994. Penentuan Konstanta Kecepatan Deoksigenasi, Reaerasi
dan Sedimentasi Disepanjang Sungai Dengan Simulasi Komputer. ITS :
Surabaya
Sunarti. 2008. Pengelolaan DAS berbasis Bioregion (Suatu Alternatif Menuju
Pengelolaan Berkelanjutan). Jakarta: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan
dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.
Umaly, R. C. Dan Ma L.A. Cuvin. 1988. Limnology: Laboratory and Field Guide,
Physico-chemical Factors, Biological Factors. National Book Store, Inc.
Publishers. Metro Manila
Volk dan Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar : Jilid 2 edisi V. Diterjemahkan oleh
Sumarto Adisumartono. Penerbit Erlangga : Jakarta.