Anda di halaman 1dari 17

PENENTUAN KONSTANTA DEOKSIGENASI, REAERASI, DAN

BOD ULTIMATE SUNGAI CISADANE, BOGOR


DETERMINING CONSTANTS OF DEOXYGENATION,
REAIRATION, AND BOD ULTIMATE OF CISADANE RIVER,
BOGOR
KiranaAyuPratiwi Sidik1, Fadhly Zul Akmal2, Harsatya Alif Adiguna3, Benna Banowati4,
Almasul Auzan5, Ridwan Adithiansyah6
TeknikSipildanLingkungan, InstitutPertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Jalan
Raya Dramaga, Bogor,Jawa Barat, 16003
Email: tiwy.kaps@gmail.com1,akmalfadhly@gmail.com2, harsatyaaa@gmail.com3,
bennabanowati@gmail.com4, almasulauzan@gmail.com5, r_adithian@live.com6
Abstrak : Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai utama di Provinsi Banten dan Jawa Barat.
Mata air sungai ini bersumber dari Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Sungai Cisadane
merupakan sungai yang terkena dampak peningkatan pemukiman di daerah DAS. Lebar sungai
tersebut semakin hari semakin mengecil dengan diperparah oleh kondisi air yang kian hari kian kotor.
Ketersediaan oksigen di alam dapat membantu dalam membersihkan pencemar dari alam atau
kegiatan manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah penentuan konstanta deoksigenisasi dan BOD
ultimate Sungai Cisadane di Kota Bogor berdasarkan metode kemiringan (slope), momen, dan
logaritmik. Penelitian ini diawali dengan pendekatan analisis Dissolved Oxygen (DO) dan
Biochemical Oxygen Demand (BOD) dari beberapa titik sampling Sungai Cisadane di Kota Bogor.
Penentuan konstanta deoksigenasi dan BOD Ultimate dilakukan dengan metode perhitungan
kemiringan, momen, dan logaritma. Rata-rata jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi
biokimia dibiarkan terlarut secara sempurna pada titik sampling ialah 3,27 mg/L. Nilai ini menjadi
patokan untuk menunjukkan daya dukung air sungai untuk makhluk hidup di sekitarnya. Semakin
tinggi nilai oksigen yang terlarut akibat aktivitas bakteri, maka oksigen yang dapat digunakan oleh
makhluk hidup yang lain akan semakin sedikit.
Kata Kunci: bakteri, deoksigenasi, metode perhitungan, oksigen, sungai cisadane
Abstract : Cisadane River is one of the most important river in West Java and Banten. Source of this
river is located on Mt. Salak and Pangrango. Cisadane River was polluted by increasing of settlement
on the watershed area. The river is getting nearer and the water is not qualified. Oxygen supply can
help on cleaning the pollution by nature or human activity. This research is committed to determine
constants of deoxygenation and ultimate BOD of Cisadane River in Bogor City using calculation
methods such as slope, moment, and logaritmic. This research was begin with analizing Dissolved
Oxygen (DO) and Biochemical Oxygen Demand (BOD) from some sampling points of Cisadane River
in Bogor City. To determine the constans, the calculation used the slope, moment, and logaritmic
calculation methods. Total oxygen average that consumed by biochemical reaction was 3,27 mg/L.
This value leads to determine the support of water reservating the environment. The higher dissolved
oxygen, the less oxygen that can be consummed by organisms.
Keyword : bacteria, calculation method, cisadane river, deoxygenation,oxygen

PENDAHULUAN
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan unit alam berupa kawasan yang
dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit yang
menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke
sungai utama (Sunarti 2008). Perencanaan sekitar DAS telah menjadi suatu hal

dengan prioritas utama dalam kaitannya peningkatan efektifitas pengelolaan tata


ruang wilayah. Konsep perencanaan yang harusnya berorientasi untuk meningkatkan
kualitas lingkungan berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan. Tingginya
angka pertumbuhan penduduk menuntut penggunaan lahan secara maksimal.
Kurangnya pemerataan pertumbuhan penduduk mengakibatkan penggunaan lahan
secara maksimal untuk pemukiman dilakukan hingga sekitar daerah aliran sungai
(DAS) tanpa mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari pembangunan
tersebut.
Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai utama di Provinsi Banten dan
Jawa Barat. Mata air sungai ini bersumber dari Gunung Salak dan Gunung
Pangrango. Sungai cisadane merupakan sungai yang terkena dampak peningkatan
pemukiman di daerah DAS. Lebar sungai tersebut semakin hari semakin mengecil
dengan diperparah oleh kondisi air yang kian hari kian kotor.
Pencemaran air sungai berasal dari limbah yang dihasilkan dari kegiatan
manusia yang kemudian masuk ke sungai, sehingga menyebabkan air sungai tidak
berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Limbah yang masuk kedalam sungai tersebut
harus diketahui seberapa besar beban pencemarannya agar dapat dikontrol dan tidak
melebihi daya tampung beban pencemarannya. Effendi (2003) mengungkapkan
bahwa beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang
terkandung dalam sejumlah air atau limbah, sedangkan daya tampung beban
pencemaran adalah kemampuan air dalam sumber air untuk menerima beban
pencemaran limbah tanpa mengakibatkan penurunan kualitas air sehingga tidak
melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya.
Daya dukung lingkungan terhadap pengaruh polutan pencemar dapat
diidentifikasi melalui jumlah oksigen yang ada dalam air. Oksigen di dalam air
memainkan peranan untuk menguraikan komponen-komponen kimia kompleks
menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk
beroksidasi dengan zat pencemar, seperti komponen organik, menjadi zat yang tidak
berbahaya. Ketersediaan oksigen di alam dapat membantu dalam membersihkan
pencemar dari alam atau kegiatan manusia. Melalui pendekatan analisis Dissolved
Oxygen (DO) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dari beberapa titik sampling
pada segmen daerah kajian, pengembangan fasilitas sanitasi lingkungan terutama air
dari hasil pengolahan air limbah dapat dikembangkan dan ditentukan kelayakan titik
pembuangannya (Kurniawan 2014).
Kemampuan sungai untuk menerima beban pencemar dan kemampuannya
untuk melakukan purifikasi secara alami memiliki 3 konstanta dengan kondisinya
masing-masing, yaitu K1, K2, dan K3. Konstanta K1 adalah kecepatan deoksigenisasi,

konstanta ini menunjukkan kecepatan pemakaian oksigen oleh air sungai untuk
proses biokimia. Semakin besar nilai K1 maka semakin besar pula kemampuan sungai
untuk melakukan dekomposisi, oksidasi, dan nutrifikasi secara alamiah. Konstanta K2
adalah kecepatan aerasi, konstanta ini menunjukkan kecepatan air sungai mengambil
oksigen dari atmosfir. Semakin tinggi nilai K 2 maka semakin banyak oksigen yang
dapat dimasukkan ke dalam air sungai sehingga semakin besar potensi air sungai
untuk melakukan dekomposisi, oksidasi, dan purifikasi secara alamiah. Konstanta K 3
adalah kecepatan sedimentasi, konstanta ini menunjukkan kecepatan sedimentasi
bahan organik atau BOD ke dasar sungai. Semakin positif nilai dari K 3 maka semakin
baik kondisi kualitas air sungai.
Banyak penelitan yang sudah dilakukan untuk mengembangkan metode dan
formula dalam menentukan ketiga konstanta tersebut. Metode tersebut adalah metode
kemiringan atau slope, momen, dan logaritmik. Sehingga tujuan dari penelitian ini
adalah penentuan konstanta deoksigenisasi dan BOD ultimate Sungai Cisadane di
Kota Bogor berdasarkan metode kemiringan (slope), momen, dan logaritmik.

METODOLOGI
Melalui pendekatan analisis Dissolved Oxygen (DO) dan Biochemical
Oxygen Demand (BOD) dari beberapa titik sampling pada segmen daerah kajian,
pengembangan fasilitas sanitasi lingkungan terutama air dari hasil pengolahan air
limbah dapat dikembangkan dan ditentukan kelayakan titik pembuangannya.
Kemampuan badan air untuk memulihkan kondisinya secara alami dibatasi oleh tiga
fenomena. Fenomena pertama adalah proses pengurangan oksigen terlarut
(deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasi bahan organik yang ada
di dalam air, sedangkan fenomena kedua adalah proses peningkatan oksigen terlarut
(reaerasi) akibat turbulensi yang terjadi pada aliran sungai. Fenomena terakhir adalah
jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi biokimia dibiarkan terlarut secara
sempurna (BOD ultimate). Adapun beberapa metode yang sering digunakan untuk
menentukan konstanta deoksigenasi (K1) dan BOD ultimate (La) adalah sebagai
berikut.
1) Metode Kemiringan (Slope Method)
Metode kemiringan memberikan konstanta BOD melalui pengolahan data leastsquare dari persamaan reaksi orde pertama.
. (1)
Keterangan:
dy= peningkatan BOD per satuan waktu pada waktu t
K1= konstanta deoksigenasi (hari-1)

La = BOD ultimate tahap awal (mg/L)


y = penggunaan BOD pada waktu t (mg/L)
Persamaan diferensial (1) adalah linier antara dy/dt dan y. dy/dt merupakan laju
perubahan BOD dan n adalah jumlah pengukuran BOD dikurangi satu. Dua
persamaan normal untuk menentukan K1 dan La adalah:
.. (2)
.. (3)
Konstanta a dan b dicari dengan menggunakan cara eliminasi dan subtitusi.
Variabel y merupakan nilai BOD. Setelah nilai a dan b diperoleh barulah nilai
K1dan La dapat ditentukan.
.. (4)
.. (5)
2) Metode Momen (Moment Method)
Metode ini mewajibkan pengukuran BOD secara regular berdasarkan serangkaian
interval waktu. Kalkulasi dibutuhkan untuk memperoleh jumlah nilai BOD (y)
sebagai akumulasi akhir dari serangkaian interval waktu dan jumlah dari waktu
dan nilai BOD terobservasi ( ty) sebagai akumulasi akhir dari rangkaian waktu.
Nilai konstanta K1 dan La dapat dengan mudah dibaca dari grafik yang telah
dipersiapkan melalui input nilai y/ty pada skala yang sesuai. Metode momen
memiliki dua tipe, yaitu tanpa fase lag dandengan fase lag. Pengolahan data BOD
dengan atau tanpa fase lag akan berbeda.
a. Tanpa Fase Lag

Tahap ini melalui beberapa tahapan, pertama adalah perhitungan y dan ty


(y adalah nilai BOD, ty adalah perkalian dari waktu dan BOD), perhitungan
y/ty. Setelah itu dilakukan penentuan nilai k1 dengan menggunakan grafik
berikut.

Gambar 1.Grafik untuk menentukan nilai konstanta k1

Setelah nilai k1 diperoleh, nilai K1 dan La pun dapat ditentukan dengan


menggunakan persamaan berikut.
............................ (6)
......................(7)
Keterangan:
x = nilai dari y/L hasil ploting dalam grafik gambar 1.
b. Fase Lag
Adapun tahapan dalam menentukan nilai konstanta K1 dan La dengan metode
ini adalah sebagai berikut.
a) Koefisien t, y, dan ty dihitung.
b) Koefisien t2 dan t2y dihitung dan dijumlahkan untuk mendapatkan t2 dan
t2y.
c) Masing masing koefisien dibagi dengan nilai n dimasukkan sebagai
jumlah observasi.

. (8)
d) Hasil perbandingan di atas dimasukkan ke dalam grafik pada Gambar III.4
untuk mendapatkan nilai k1.
e) Koefisien C dan La ditentukan dengan memproyeksikan kurva lain pada
Gambar III.4. Persamaan BOD padafase log dinyatakan dalam bentuk:
.. (9)
Keterangan:
t0 = periode lag
C = 1010
3) Metode Logaritma (Logarithmic Method)
Tahapan yang dilakukan pada metode logaritmik untuk mendapatkan nilai dari
konstanta K1dan La adalah sebagai berikut.
- Hitung yc
(10)
Keterangan:
S = nilai BOD hari ke-5
A = 1 (asumsi)
- Hitung laju oksidasi pada saat t=5 hari
.. (11)
- Tentukan La pada saat t =20 hari
- Menentukan nilai K1
...(12)

TINJAUAN PUSTAKA
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lebih

lanjut oleh Boyd (1990) bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD
adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic
matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang
digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon
terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai.
Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air
dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air
selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam
air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik
maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida, tembaga, dan sebagainya,
sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan. Contoh reaksi yang dapat
terjadi adalah oksigen bereaksi dengan kebanyakan unsur membentuk senyawa yang
disebut oksida dan sejak oksigen ditemukan, istilah oksidasi dihubungkan dengan
reaksi bentuk ini. Magnesium, misalnya, dapat bereaksi langsung dengan oksigen,
sehingga permukaan logam yang terbuka segera dioksidasi membentuk lapisan
magnesium oksida (MgO).
Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari pencemaran
organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam sampel maka aktivitas
bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi lebih rendah dari yang
semestinya (Mahida, 1981). Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara
biologis (Agnes Anita, 2005). BOD sebagai ukuran jumlah oksigen terlarut yang
digunakan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang terkandung
dalam perairan. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur
jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya
mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk
mengoksidasi bahan organik tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Metode Moment
Metode moment (moment method) dikembangkan oleh Moore et al (1950)
dalam Lee dan Lin (2007) digunakan untuk menghitung nilai konstanta deoksigenasi
dan BOD ultimate dan menyederhanakan perhitungan sebelumnya pada metode
slope. Metode ini menghitung nilai oksigen yang terlarut atau yang dikonsumsi
bakteri berdasarkan pada fase pertumbuhan bakteri dalam air. Terdapat 4 fase dalam
pertumbuhan bakteri yaitu fase adaptasi (Lag Phase), fase pertumbuhan (Log Phase),
fase stasioner (Stationer Phase) dan fase kematian (Death Phase). Dalam fase lag
phase, merupakan fase penyesuaian diri bakteri terhadap lingkungan dan lamanya

mulai dari satu jam hingga beberapa hari. Lama waktu ini tergantung pada macam
bakteri, umur biakan, dan nutrien yang terdapat dalam medium yang disediakan. Pada
fase ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan, belum mampu mengadakan
pembiakan, terapi metabolisme sel bakteri meningkat dan terjadi perbesaran ukuran
sel bakteri (Volk dan Wheeler, 1990)
Berdasarkan fase pertumbuhan tersebut, metode moment terbagi menjadi dua.
Pertama, metode moment yang mengannggap bahwa dalam badan sungai tersebut
bakteri yang hidup telah mengalami pendewasaan secara optimum. Kedua, metode
moment menganggap bahwa dalam badan sungai terdapat bakteri yang masih dalam
masa pertumbuhan. Perbedaan fase ini tentu berpengaruh pada kebutuhan makanan
pada bakteri, seharusnya bakteri pada fase tanpa lag lebih membutuhkan banyak
oksigen dalam kebutuhan hidupnya.
Perhitungan metode moment tanpa lag menggunakan data BOD hasil
sampling di badan sungai. Berdasarkan persamaan yang diajukan Moore et al (1950)
dalam Lee dan Lin (2007), didapatkan nilai konstanta deoksigenasi dan BOD ultimate
tanpa fase lag sebagai berikut :
Tabel 2. Data BOD dan ty pada metode momen tanpa lag
T

ty

1,49

2,98

3,08

9,23

4,98

19,92

2,62

13,1

2,25

13,5

Jumlah

14,42

58,73

Gambar 2. Kurva y/ty dan y/L untuk berbagai nilai k1, pada 7 hari berturut turut
Nilai konstanta deoksigenasi yang didapatkan dari perhitungan diatas ialah
0,78, sedangkan nilai BOD ultimate ialah 3,00 mg/L. Hal ini berarti terjadi
pengurangan oksigen sekitar 0,78 mg per hari terlarut akibat aktivitas bakteri dalam
mendegradasi bahan organik yang ada di dalam air. Nilai 3,00 mg/L menunjukkan
jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi biokimia dibiarkan terlarut secara
sempurna.
Tabel 3. Data perhitungan koefisien K1 dan La pada metode momen tanpa lag
y / Ty

= 0,245

k1 (dari grafik)

= 0,34

K1 = 2,3026. k1

= 0,78

y / L

= 4,8

L=La

= 3,00

Pada perhitungan konstanta deoksigenasi dan BOD ultimate dengan metode


yang sama dengan mempertimbangkan fase lag memiliki persyaratan bahwa data
valid dari sampling dari badan sungai harus berjumlah sekurangnya lima data, karena
kurva yang akan digunakan ialahkurva perhitungan BOD dengan fase lag selama 5
hari berturut-turut. Berikut hasil perhitungan metode moment dengan
mempertimbangkan fase lag :
Tabel 4. Data BOD dan ty pada metode momen dengan lag
t

ty

t2

t2y

1,49

2,98

5,96

3,08

9,23

27,69

4,98

19,92

16

79,68

2,62

13,1

25

65,5

15

12,17

45,23

55

178,83

Tabel 5. Data perhitungan koefisien K1 dan La pada metode momen dengan lag
ty / t

3,02

y/n

2,43

t2y/t2

3,25

(( ty/ t)-( y/n)

0,71

(( t2y/ t2)- ( y /n))


k1 (dari grafik)

0,34
(ektrapolasi)

K1

0,78

((ty/t)-(y/n))

0,12

CL

(ekstrapolasi)

CL

4,85

(L-(y/n))

0,028

CL

(ekstrapolasi)

2,57

C = CL/L

1,89

t0 = 1/k1. LogC

10,64

Y = L ( 1 - 10 (-k1 (t-t0) )

Y = 2,57 ( 1 - 10(-0,34(t-10,64))

Dari data di atas disimpulkan bahwa nilai pengurangan oksigen akibat


aktivitas bakteri yaitu sekitar 0,78 per hari, sedangkan jumlah total oksigen yang
dikonsumsi ketika reaksi biokimia bernilai 2,57. Dalam perhitungan ini terdapat
metode perhitungan secara ekstrapolasi untuk menentukan nilai konstanta
deoksigenasi (K) dan konstanta reaerasi (k1). Hal ini disebabkan oleh kurva yang
dikembangkan oleh Moore et al (1950) memiliki nilai keterbatasan maksimum,
sehingga nilai-nilai yang didapatkan dari hasil perhitungan apabila tidak berada

dalam range tersebut harus diekstrapolasi. Terdapat beberapa kemungkinan dalam hal
ini bahwa nilai yang dikembangkan Moore et al (1950) belum mempertimbangkan
kondisi air pada saat ini, atau kemungkinan lainnya adalah kesalahan perhitungan
akibat penggunaan rumus tidak sederhana. Ektrapolasi ialah melakukan perhitungan
sederhana untuk mencari suatu nilai di luar interval yang tersedia.

Metode Slope
Metode slope dikembangkan olehThomas (1937) diikuti Fair et al (1941).
Metode kemiringan (slope method) sering digunakan selama bertahun-tahun untuk
menghitung konstanta kurva BOD dalam bentuk grafis. Dengan menggunakan
metode ini bisa didapatkan konstanta dioksigenasi (K) dan BOD ultimate (La) pada
kondisi ideal dan kondisi pada saat kenyataannya di lapangan. Terdapat perbedaan
perhitungan dalam menentukan kedua kondisi tersebut yang berdasarkan waktu
pengujian DO. Pada kondisi idealnya, pengujian dilakukan pada jam yang sama pada
setiap harinya, sedangkan kondisi kenyataannya terdapat perbedaan jam pengujian
disebabkan oleh aktivitas lainnya.
Berikut perhitungan nilai konstanta dioksigenasi (K) dan BOD ultimate (La) kondisi
ideal yang diambil pengujiannya pada jam 11.00 :
Tabel 6. Data BOD dan ty pada metode slope dengan kondisi ideal
jam

DO

BOD (y)

y2

y'

y.y'

11.00

6,29

11.00

4,80

1,49

2,22

1,54

2,29

11.00

3,21

3,08

9,47

1,75

5,37

11.00

1,31

4,98

24,80 -0,23

-1,14

11.00

3,67

2,62

6,86

-1,37

-3,58

11.00

4,04

2,25

5,06

0,00

0,00

n = 5-1

14,42

48,41 1,69

2,95

Contoh perhitungan mencari nilai K1 dan La pada metode slope dengan kondisi ideal:
4a + 14,42b - 1.69 = 0

x14,42

57,68a + 207,94b - 24,37 = 0

14,42a + 48,41 b - 2,95 =0

x4

57,68a + 193,64b - 11,80 = 0


14,30b = 12,57

b = 0,88
4a + 14,42 (0,88) - 1,69 = 0
4a = -10,99
a = -2,75
K1 =

-0,87924

>>>>

La =

3,124473 >>>>

K1 = -b
La = - (a/b)

Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan nilai K dan La berturut-turut


yaitu -0,87 / hari dan 3,12 mg/L. Nilai K dibawah nol tidak mungkin terjadi pada
kondisi real di lapangan, karena nilai tersebut menunjukkan besaran nilai
pengurangan kadar oksigen. Apabila nilai tersebut dibawah bernilai nol atau dibawah
nol, berarti tidak ada aktivitas bakteri dalam badan sungai tersebut. Sedangkan nilai
La menunjukkan total oksigen yang digunakan oleh bakteri dalam menetralisir
limbah yang masuk dalam badan sungai.
Pada perhitungan nilai K dan La pada kondisi kenyataan mempertimbangkan
perbedaan pengujian pengambilan sampel DO. Berikut perhitungan nilai K dan La
pada kondisi real :
Tabel 7. Data BOD dan ty pada metode slope dengan kondisi real
jam

delta t

DO

BOD, y delta y

y`

y.y`

y2

11.00

6,29

11.00

4,80

1,49

1,49

0,01

1,01

2,22

13.00

2,08

1,08

3,21

3,08

1,59

-0,18

0,82

9,47

12.00

3,13

2,04

1,31

4,98

1,90

2,05

26,91

24,80

12.00

4,13

2,08

3,67

2,62

-2,36

-0,90

0,42

6,86

9.00

2,92

4,04

2,25

-0,37

14,42

2,25

0,98

29,15

43,35

Contoh perhitungan mencari nilai K1 dan La pada metode slope dengan kondisi real:
4a + 14,42b - 0,98 = 0

x 14,42

14,42a + 43,35b - 29,15 = 0

x4

57,68a + 207,94b - 14,13 = 0


57,68a + 173,40b - 116,60 = 0
34,54b = -102,47
b = -2,97

4a + 14,42 (-2,97) - 0,98 = 0

4a = 43,76
a = 10,94
K1 = 2,97
La =

3,69

Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan nilai K dan La berturut yaitu


2,97 / hari dan 3,69 mg/L. Hasil konstanta deoksigenasi yang didapatkan akan sangat
jauh berbeda dibandingkan perhitungan pada kondisi ideal, namun nilai 2,97 setiap
hari menunjukkan aktivitas bakteri termasuk tinggi dalam badan sungai tersebut
dengan penggunaan oksigen sekitar 3,69 mg/L. Oleh karena itu, perlu menjadi
perhatian bagi semua pihak agar badan sungai terus mampu mendukung makhluk
hidup di sekitarnya.
Metode Logaritmik
Pada tahun 1953,Orford dan Ingram mengusulkan kurva BOD dapat
dinyatakan sebagai fungsi logaritma (logaritmic method). Metode tersebut
mempertimbangkan bahwa nilai K bervariasi untuk berbagai sumber air limbah dan
nilai BOD sebanding dengan kualitas air limbah terkini. Perhitungan dengan metode
ini cukup sederhan, dengan memisalkan nilai a =1 untuk kurva standar BOD limbah
domestik. Berikut perhitungan dengan menggunakan metode logaritmik :
Tabel 8. Data perhitungan koefisien K1 dan La pada metode logaritmik
Rumus

Hasil

S = BOD5

2,62

a=1

yt = S (0,85 x log a t + 0,41)

3,97

dy/dt = (0,85 x S)/t

0,4454

La = y20

3,97

dy/dt = k1 (La - y5)


k1

0,32

Dari perhitungan didapatkan nilai konstanta deoksigenasi 0,32 /hari,


sedangkan nilai BOD ultimate sebesar 3,97 mg/L. Perhitungan tersebut hanya
menggunakan BOD pada hari ke-5, karena diaanggap bahwa nilai tersebut adalah
nilai oksigen yang bersisa pada hari terakhir. Kemudian dengan menggunakan
persamaan yang dikembangkan Orford dan Ingram dapat ditentukan nilai K dan La
pada setiap harinya.

Nilai konstanta K1 (kecepatan deoksigenasi) air sungai dapat menunjukan


kecepatan pemakaian oksigen oleh air sungai untuk proses biokimia seperti
penguraian (dekomposisi) bahan organic atau BOD yang masuk kedalam air sungai
secara kimia dan sebagainya. Semakin besar nilai K1 akan semakin besar
pulakemampuan sungai untuk melakukan dekomposisi, oksidasi dan purifikasi secara
ilmiah (Razif 1994). Oleh karena itu deoksigenasi akan menyebabkan penurunan
kandungan oksigen dalam air. Perubahan konstanta ini, selain karena pengaruh
perubahan kondisi fisik dan kecepatan aliran sungai, juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti perubahan kecepatan angin, perubahan temperatur, perubahan
konsentrasi DO dan BOD air sungai dan sebagainya. Sedangkan untuk nilai La,
merupakan nilai BOD ultimate yaitu jumlah total oksigen dikonsumsi ketika reaksi
biokimia dibiarkan berlanjut sampai selesai. Ketika nilai La meningkat maka kualitas
air menurun..
Tabel 9. Perbedaan nilai konstanta dan BOD ultimate dari hasil perhitungan Metode
Slope, Metode Moment dan Logaritmik
No.

Metode

Nilai
Konstanta Nilai
BOD
Deoksigenasi (K)
Ultimate (La)

Slope (kondisi ideal)

-0,88

3,12

Slope (kondisi real)

2,97

3,69

Moment tanpa lag

0,78

3,00

Moment dengan lag

0,78

2,57

Logaritmik

0,33

3,97

2
3

Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada tabel diatas, nilai


konstanta deoksigenasi (K) dan BOD ultimate (La) didapatkan nilai yang berbedabeda. Hal ini dapat disebabkan oleh kekurangan masing-masing metode dalam
menggunakan parameter dalam perhitungannya, misalnya pada metode slope
mempertimbangkan waktu pengambilan sampel, metode moment yang
memperhatikan fase pertumbuhan bakteri dalam air, atau metode logaritmik yang
menggunakan konstanta a untuk kurva standar BOD limbah domestik. Selain itu,
perbedaan hasil juga bisa disebabkan kesalahan dalam perhitungan, karena persamaan
yang digunakan memang tidak sederhana. Meskipun memiliki kelemahan, namun
masing-masing metode tetap memiliki kelebihan sendiri pada tiap perhitungannya.
Nilai K pada masing-masing metode menunjukan hasil yang sangat jauh
berbeda. Perhitungan dengan menggunakan metode slope pada kondisi ideal bahkan
menunjukkan hasil 0,88, artinya hampir tidak ada aktivitas bakteri untuk
mendegradasi bahan organik dalam air. Padahal kondisi pada kenyataannya hal
tersebut tidak mungkin terjadi, sebab aktivitas bakteri pada air sungai memiliki

potensi sangat tinggi, sehingga apabila dihitung menggunakan metode yang sama
pada kondisi real nilai konstanta deoksigenasi ialah 2,97.
Pada perhitungan metode moment dan logaritmik, nilai konstanta
deoksigenasi yang ditunjukkan tidak terlalu jauh berbeda. Metode moment baik
menggunakan fase lag atau tidak menunjukkan nilai 0,78 , sedangkan dengan
menggunakan metode logaritmik konstanta deoksigenasi bernilai 0,33. Hal ini berarti
menurut metode moment terjadi pengurangan oksigen 0,78 mg per hari, sedangkan
berdasarkan metode logaritmik terjadi pengurangan oksigen 0,33 mg setiap harinya.
Nilai BOD ultimate dari setiap metode tidak terlalu menunjukkan hasil yang
terlalu berbeda. Rata-rata jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi
biokimia dibiarkan terlarut secara sempurna pada titik sampling ialah 3,27 mg/L.
Nilai ini menjadi patokan untuk menunjukkan daya dukung air sungai untuk makhluk
hidup di sekitarnya. Semakin tinggi nilai oksigen yang terlarut akibat aktivitas
bakteri, maka oksigen yang dapat digunakan oleh makhluk hidup yang lain akan
semakin sedikit.
Perbandingan nilai K dan La setiap titik sampling
Nilai K dan La pada setiap titik sampling menunjukkan hasil yang berbedabeda. Perbedaan tersebut ditentukan oleh bahan pencemar yang ada di badan sungai.
Semakin tinggi tingkat pencemaran oleh bahan organik, maka jumlah bakteri yang
hidup di sungai tersebut juga semakin banyak. Hidunya bakteri di dalam sungai dapat
membawa efek positif dan negatif. Efek positifnya, bakteri mampu mempurifikasi
limbah organik yang ada di badan sungai, sedangkan dampak negatifnya, semakin
tinggi jumlah bakteri maka jumlah oksigen yang berada di dalam air semakin
berkurang.
Namun perbedaan nilai K dan La dapat juga disebabkan oleh kesalahan dalam
perhitungan, karena persamaan yang digunakan memang tidak sederhana. Setelah
membandingkan nilai K dan La pada ketiga metode, maka metode yang dianggap
akurat adalah metode moment, karena dengan menggunakan metode tersebut hasil
yang didapat masing-masing titik sampling tidak memiliki perbedaan yang jauh.
Misalnya pada titik-6 nilai K = 0,78 dan titik 8 nilai K = 0,645. Meskipun ada
kemungkinan nilai standar K lebih jauh dari kedua nilai tersebut, namun rata-rata
hasil perhitungan semua titik sampling bernilai pada kedua itu. Sedangkan BOD
ultimate yang dihitung hanya titik-6 dan titik-4 yang hampir memiliki kesamaan nilai
pada semua metode, yaiti titik-6 sekitar 3,2 mg/L dan titik-4 sekitar 1,9 mg/L.
Kapasitas asimilatif
Kapasitas asimilasi adalah kemampuan sumber daya alam dapat pulih
(misalnya air, udara) untuk menyerap limbah akibat aktivitas manusia (Fauzi,2004).
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui
kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan
manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya
kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber

daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup
dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang
yang sesuai. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah
(assimilative capacity). Berdasarkan nilai K1 dan La yang diperoleh kapasitas
asimilasi berbanding terbalik dengan nilai K1 dan La, semakin tinggi nilai koefisien
K1 dan La maka kapasitas asimilasi pun semakin rendah. Hal tersebut berdampak
merusak lingkungan karena oksigen yang berada dalam air mengalami penurunan
dengan nilai K1 dan La yang tinggi dampaknya dapat menyebabkan kemampuan air
untuk menyerap limbah dan pulih akan lebih rendah.

KESIMPULAN
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai konstanta deoksigenasi (K)
Sungai Cisadane pada titik sampling ke 6 adalah 0,78 mg dengan BOD Ultimate
(La) sebesar 3mg/L pada metode momen tanpa fase lag. Sedangkan pada metode
slope kondisi ideal diperoleh K dan La sebesar -0,87 per hari dan 3,12 mg/L. Nilai
tersebut dibawah bernilai nol atau di bawah nol, berarti tidak ada aktivitas bakteri
dalam badan sungai tersebut. Sementara kondisi real menyatakan K sebesar yaitu
2,97 / hari dan La sebesar 3,69 mg/L. Hasil konstanta deoksigenasi yang didapatkan
akan sangat jauh berbeda dibandingkan perhitungan pada kondisi ideal, namun nilai
2,97 setiap hari menunjukkan aktivitas bakteri termasuk tinggi dalam badan sungai
tersebut dengan penggunaan oksigen sekitar 3,69 mg/L. Oleh karena itu, perlu
menjadi perhatian bagi semua pihak agar badan sungai terus mampu mendukung
makhluk hidup di sekitarnya. Pada metode logaritmik diperoleh K 0,32 /hari dan La
3,97 mg/L. Nilai BOD ultimate dari setiap metode tidak terlalu menunjukkan hasil
yang terlalu berbeda. Rata-rata jumlah total oksigen yang dikonsumsi ketika reaksi
biokimia dibiarkan terlarut secara sempurna pada titik sampling ialah 3,27 mg/L.
Nilai ini menjadi patokan untuk menunjukkan daya dukung air sungai untuk makhluk
hidup di sekitarnya. Semakin tinggi nilai oksigen yang terlarut akibat aktivitas
bakteri, maka oksigen yang dapat digunakan oleh makhluk hidup yang lain akan
semakin sedikit. Nilai K dan La pada setiap titik sampling menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditentukan oleh bahan pencemar yang ada di badan
sungai. Semakin tinggi tingkat pencemaran oleh bahan organik, maka jumlah bakteri
yang hidup di sungai tersebut juga semakin banyak. Berdasarkan nilai K1 dan La
yang diperoleh kapasitas asimilasi berbanding lurus dengan nilai K1 dan La, maka hal
tersebut berdampak baik terhadap lingkungan karena dengan nilai K1 dan La yang
tinggi dapat menyebabkan kemampuan air untuk menyerap limbah dan pulih akan
lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Fauzi. 2004.Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan
Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Anita, Agnes. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN Coliform Pada
Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan Di Rsud Nganjuk. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 2(1): 97-110.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama agricultural
Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482 p.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius.
Kurniawan, Allen. 2014. Bab 3 : Evaluasi Kapasitas Asimilatif Air Sungai. (Tidak
dipublikasikan)
Mays, L.W. 1996. Water Resources Handbook. McGraw-Hill. New York.
Metcalf and Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering; Treatment, Disposal, Reuse.
McGraw-Hill, Inc. New York, Singapore.
Razif, Mohammad. 1994. Penentuan Konstanta Kecepatan Deoksigenasi, Reaerasi
dan Sedimentasi Disepanjang Sungai Dengan Simulasi Komputer. ITS :
Surabaya
Sunarti. 2008. Pengelolaan DAS berbasis Bioregion (Suatu Alternatif Menuju
Pengelolaan Berkelanjutan). Jakarta: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan
dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.
Umaly, R. C. Dan Ma L.A. Cuvin. 1988. Limnology: Laboratory and Field Guide,
Physico-chemical Factors, Biological Factors. National Book Store, Inc.
Publishers. Metro Manila
Volk dan Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar : Jilid 2 edisi V. Diterjemahkan oleh
Sumarto Adisumartono. Penerbit Erlangga : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai