Anda di halaman 1dari 68

BUKU KUMPULAN EDARAN KULIAH

GEOMORFOLOGI

DOSEN
DR. SAMPURNO

JURUSAN GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

DAFTAR ISI

Edaran 02. Relief Bumi .....................................................................................................3

Edaran 03.

Edaran 04. Pelapukan dan Bentuk Bentuk Morfologi.....................................................6

Edaran 05. Sungai (I) .......................................................................................................15

Edaran 06. Sungai (II) .....................................................................................................29

Edaran 07. Dataran dan Plateau ......................................................................................34

Edaran 08. Pegunungan Kubah (Dome Mountain) .........................................................38

Edaran 09. Pegunungan Lipatan (Folded Mountains) .....................................................40

Edaran 10. Pegunungan Patahan (Block Mountains) .....................................................41

Edaran 11. Gunung Api ...................................................................................................47

Edaran 12. Gelombang dan Pantai ..................................................................................55

Edaran 13. Terumbu Karang ...........................................................................................59

Edaran 14. Analisa Morfologi .........................................................................................63

Edaran 15. Analisa Morfologi (lanjutan) ........................................................................65

Edaran16.

Glasiasi ..........................................................................................................67

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 02

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

RELIEF BUMI

1.

Geomorfologi mempelajari cara-cara terjadinya, pemerian, dan klasifikasi dari relief bumi. Yang
diartikan dengan relief bumi adalah bentuk ketidak aturan secara vertikal baik dalam ukuran besar
maupun kecil, dari permukaan litosfir.
Konsep dasar dari terjadinya
oleh

davis,

yang mengenalkan

dan perkembangan relief bumi dikemukakan mula-mula

struktur,

proses,

dan

tahapan

(stages)

dalam

menjelaskannya.

Struktur berkaitan dengan posisi dan tataletak batuan pada bumi. Proses terjadinya dalam bentuk
erosi oleh angin, aliran sungai, glasial,

dan gelombang yang mengukir permukaan bumi. Tahapan

merupakan derajat atau besaran erosi yang terjadi pada suatu kurun waktu di suatu daerah.

2.

Klasifikasi relief

relief muka bumi akan lebih dipahami jika seluruh air, es, dan salju yang ada di muka bumi
dibuang lebih dulu; juga vegetasi yang menutupi daratan . Maka terdapat 3 kelompok besar atau
order.

3.

(1) order pertama

: benua dengan paparan, dan cekungan samudera

(2) order kedua

: pegunungan, plateau, dan dataran

(3) order ketiga

: perbukitan, lembah-lembah, gawir, 'butes', 'mesa'. dsb

Relief order pertama

termasuk kedalamnya adalah kelima benua (asia, afrika, eropa, australia, amerika), samuderasamudera besar (atlantik, pasifik, Hindia). Paparan merupakan bagian dari benua yang ditutupi
laut. Merupakan daerah dangkal 200 m dibawah muka laut. Batas antara benua dan cekungan
samudera umumnya miring tajam disebut lereng benua (continental slope). Contohnya antara
lain : yucatan, newfoundland, Amerika timur, peru, california, Jepang, Asia Tenggara. Beberapa
contoh paparan antara lain paparan sunda, sahul.
Permukaan benua umumnya tak teratur, melebihi dasar samudera. Diastrofisma, Vulkanisme,
dan erosi telah dan sedang mengubah bentuknya. Puncak tertinggi benua ialah Mt. Everest (

8880 m ).

>> Cekungan Samudera

merupakan bagian dari muka bumi. Kedalaman terbesar adalah sekitar 4000 m dibawah
permukaan

laut.

Dibanyak tempat

pada batas antara benua dan cekungan

samudera terdapat

Palung ('trough') yang dalam sekali dan berbentuk memanjang relatif sempit. Beberapa palung
antara lain :

Palung Filipina (11.000 m), guan


4.

Relief order kedua


Termasuk bagian dari benua dan cekungan samudera, berupa deretan pegunungan-pegunungan
besar, plateu, dan dataran-dataran luas.

a.

Pegunungan
Merupakan jajaran jajaran

daerah

tinggi

yang panjang,

relatif sempit,

dan mempunyai

puncak puncak yang sempit pula. Pegunungan dapat dibagi menurut tataletak geografi menjadi
Cordillera, Systems, Ranges, Chain, Groups, Isolated atau Individual Units.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Beberapa Contoh antara lain :


Pegunungan sirkum pasifik, Sirkum Mediteran ; cordillera dari Amerika Barat laut dan Columbia ;
Appalachian System ; Aleten Japan Indonesia Mountain chain; Volcanic Individual Mountain.

b.

Plateu dan dataran (plain)


Plateau dan dataran merupakan daerah strukturan horizontal. Plateau ber-relief tinggi dengan
lembah-lembah terjal dan canyon. Dataran ber-relif rendah dengan lembah-lembah dangkal.
Banyak plateu dan dataran yang terangkat atau bahkan terpatahkan oleh sesar.
Beberapa contoh plateu antara lain : Alleghany plateau (500m), Great Plains

>>>>
Drumlins, kames, dan eskars.
Bentuk bentuk oleh gelombang :
1.

bentuk erosi guha-guha laut/pantai

2.

bentuk residu wave-cut cliffs, benches, stacks, dan arches

3.

bentuk endapan dataran pantai dan gorong-gorong (bars)

Bentuk bentuk oleh angin :


1.

bentuk erosi blowholes.

2.

bentuk residu pedestal dan mushroom rocks.

3.

bentuk endapan sand dunes dan loess.

2. JENTERA GEOMORFIK

Semua bentuk mukabumi dihasilkan melalui proses-proses dan prosedur pengembangannya


yang berjalan sepanjang hidupnya. Beberapa tahapan bentuk telah dilaluinya yaitu tahapan
muda (youth), Dewasa (Maturity), dan Tahapan Tua (old Age).

Tahapan Muda :
Belum Jelas bentuknya; dataran yang terangkat dalam tahapan ini masih rata. Beberapa sungai
mengalir di permukaannya. Begitupula pada bentuk-bentuk konstuksional seperti pegunungan
lipatan,

pegunungan

patahan,

dan

gunung

api;

bentuknya

belum

terganggu

oleh

drainase

tumbuh

dalam

sayatan-

sayatan destruksional yang berikutnya.


Tahapan Dewasa :
Perkembangan

selanjutnya

menunnjukkan

bahwa

sistem

jumlah

panjangnya dan kedalamannya; selanjutnya mengutus dataran dan lereng menjadi lebih tajam
dan kasar dengan lembah yang terjal dan dalam. Bentuk aslinya menjadi tidak tampak lagi.
Tahapan Tua :
Proses-proses selanjutnya membuat topografi lebih mendatar. Gaya destruktive telah mengikis
dan meratakan permukaan bumi dan merendah hingga dekat dengan ketinggian mukalaut.
Ketinggian yang mendekati muka laut ini disebut base level . Bentuk wilayah yang datar dan
monoton akibat destruksi dinamakan Paneplane (hampir rata). Bentuk bentuk sisa dari hasil
paneplanisasi disebut monadnocks.

Jentera geomorfik merupakan

rangkaian pembentukan tahapan-tahapan

geomorfologi

yang

menerus dan dapat berulang.


Tuterupsi dapat terjadi pada setiap jentera hidup suatu wilayah. Suatu wilayah yang telah
mengalami tahapan tua dapat terangkat kembali dan menjadi up land ; sungai-sungai mengikis
kembali dengan cepat menuju base level. Hal tersebut dinamakan daerah yang mengalami
peremajaan (rejuvenation).

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

3. beberapa macam pemerian (deskripsi) dari suatu wilayah dapat dilakukan secara empiris atau
explanation.
1)

Pemerian Empiris : mengemukakan apa adanya tanpa penjelasan : bukit, lembah,


pegunungan

diulas

menurut

bentuk,

ukuran,

posisi

dan

warna-warna.

Dengan

demikian akan menyangkut banyak detail. Contoh :

disebelah

barat

padalarang

teredapat

sederet

perbukitan,

terdiri

dari

batugamping, dan batu lempung. Lebar wilayah perbukitan tersebut lebih kurang 7
km dan panjang 25 km, dengan puncak-puncaknya setinggi 900-1250 m diatas
muka laut...... dan seterusnya.
2)

Pemerian Explanation : penerian ini menggunakan istilah-istilah yang lebih tepat


karena mengandung arti genetik dari permasalahan morfologi. Perkataan bukit
adalah empiris tetapi dome adalah

genetik. Juga sekaligus mengandung arti

bentuk, ukuran, komposisi, lokasi dan sebagainya. Contoh :

disebelah barat padalarang terdapat sederet pegunungan lipatan sesebar 7 X 25


km membentuk bukit-bukit hogback dan lembah-lembah homoklin, terdiri dari
batugamping

dan

batu

lempung.

Sungai

obsekuen

dan

subsekuen

mengairi

wilayah tersebut.

3.KATASTROFISME, UNIFORMIATARIANISME DAN EVOLUSI

Katastrofisme

merupakan

pendapat

yang

menyatakan

bahwa

gejala-gejala

morfologi

terjadi secara mendadak. Hal ini didukung oleh beberapa kejadian geologi yang terbentuk secara
cepat seperti letusan gunungapi, longsoran, aliran lahar, angin badai yang membawa debu/pasir.
Sungai sungai, Gunung-gunung, dataran-dataran menurut pendapat ini juga terjadi demikian
(CUVIER).
Uniformiatarisme sebaliknya berpendapat bahwa proses pembentukan morfologi cukup
berjalan lambat dan terus menerus, tetapi mampu membentuk bentuk-bentuk yang sekarang.
Bahkan banyak perubahan perubahan yang terjadi pada masa lalu juga terjadi pada masa
sekarang.

Dan

seterusnya.

Idea

terutama

dari

falsafah

ini

dituangkan

ke

dalam

ungkapan

kejadian saat ini adalah kunci masalalu.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 04

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

PELAPUKAN DAN BENTUK BENTUK MORFOLOGI

1.

JENIS-JENIS PELAPUKAN
Muka bumi dimana-mana akan menghancur oleh pelapukan. Bukit bukit bagaimanapun
menjadi

tidak

Pelapukan

tahan

akan

olehnya,

juga tidak apabila bukit

menghancurkan

batuan

dan

hasil

tersebut

pelapukannya

terdiri dari
akan

batuan

terkikis

keras.

oleh

daya

destruktif.
Pelapukan meliputi banyak proses destruksi :
a. proses fisik

dan mekanik (desintegrasi

) seperti pemanasan, pendinginan, pembekuan,

gerakan tumbuhan dan binatang

dan lain-lain desintegrated mekanik

b. Proses-proses kimia (dekomposisi) dari berbagai sumber seperti oksidasi yang berlangsung
pada banyak logam dan sulfida; hidrasi pada felspat dan membentuk mineral lempung
seperti

kaolin. Atau

pada mineral

logam

membentuk

limonit ;

karbonan,

suatu reaksi

dengan CO2 mengubah felspat K menjadi karbonat K yang penting untuk tanaman;
pelarutan

batuan

dekomposisi

dan

banyak

tana,

yang

didorong

banyak

terjadi

pada

karbonat

dan

silika.

oleh suhu tinggi, kelembaban tinggi, dan oleh

Proses

tumbuh-

tumbuhan atau binatang.

2.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAPUKAN


Pelapukan batuan tergantung kepada beberapa faktor : (1) jenis batuan, yaitu komposisi
mineral, tekstur, dan struktur batuan; (2) kondisi iklim dan cuaca, apakah kering atau lembab,
dingin atau panas, seragam ataukah berubah-ubah; (3) kehadiran dan kelebatan vegetasi; (4)
kemiringan medan dan pengaruhnya terhadap pancaran matahari dan curahan hujan.

(1) faktor batuan :


pada batuan beku umumnya mineral-mineral yang terbentuk pada suhu yang lebih tinggi
mempunyai stabilitas terhadap pelapukan yang lebih rendah, seperti olivin leboih mudah
lapuk daripada amfibol; batuan beku yang berbuti lebih kasar cenderung lebih mudah
mengalami desintegrasi dari pada yang berbutir halus; batuan yang berpori akan lebih
cepat melapuk dari pada yang padat; termasuk batuan yang retak-retak; misalnya tufa
andesit lebih lapuk dari pada lava andesit, batuan yang hancur karena sesar lebih mudah
lapuk daripada batuan segar, dan seterusnya.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

(2) Faktor kondisi Iklim


Faktor iklim menyebabkan adanya kondisi lembab atau kering, panas atau dingin, lebat
atau langkanya vegetasi, dan sebagainya. Pada iklim gurun, dengan udara yang kering,
perbedaan suhu maksimum dan minimum sangat besar, akan menyebabkan pelapukan
mekanis

(desintegrasi)

dominan.

Yang

terjadi

adalah

hancurnya

batuan

menjadi

bongkahan bongkahan hingga pasir atau debu. Pada iklim tropis yang lembab dan
hangat

akan

tingginya

mengakibatkan

suhu

udara,

proses

banyaknya

dekomposisi

vegetasi

dan

secara

binatang

dominan.

Banyaknya

menyebabkan

air,

proses-proses

reaksi kimia lebih banyak terjadi. Pada daerah dingin, proses proses reaksi kimia lebih
banyak terjadi. Pada daerah dingin proses proses reaksi kimia berjalan amat lambat.
Proses pembekuan air menjadi es dalam rongga-rongga batuan dapat merecah batuan oleh
daya kristalisasi es (frost action)

(3) Faktor Kemiringan Medan


Kemiringan medan mempengaruhi kecepatan dari proses dekomposisi dan desintegrasi,
dan

mempengaruhi

proses

akumulasi

hasil

pelapukan.

Medan

yang

datar

akan

menyebabkan pancaran matahari lebih tegak lurus pada permukaan, gerakan air aliran dan
air tanah yang lambat sehingga proses reaksi kimia menjadi lebih lama, dan vegetasi
dapat tumbuh lebih baik. Kesemuanya menyebabkan pelapukan lebih intensif dan tanah
yang terbentuk lebih tebal. Sebaliknya terjadi pada medan yang miring terjal.
Tanah yang terbentuk di daerah beriklim lembab dikenal sebagai Pedalfer (terdiri dari
aluminium dan besi), dan yang terbentuk di iklim kering disebut Pedocal (mengandung
kalsium). Contoh pedalfer adalah tanah tanah laterit dengan pelarutan yang telah intensif.

3.

BENTUK BENTUK YANG DIHASILKAN OLEH PELAPUKAN


Selama

proses

weathering
perbedaan

pelapukan

yaitu

proses

kekerasan

berlangsung

pelapukan

batuan,

jenis

sering

dengan

batuan,

terjadi

perbedaan

struktur

apa

yang

intensitas

batuan

dan

dinamakan
yang

differential

disebabkan

sebagainya.

Hal

oleh

tersebut

menyebabkan bentukan bentukan morfologi yang menarik seperti : bongkahan bongkahan


desintegrasi pada granit, stone lattice, bentuk jamur (muskroom atau pedestal), demoiaelles
yaitu tiang-tiang tanah dengan bongkah-bongkah penutup, talus, exfoliation domes.

a.

Talus (Scree)
Merupakan akumulasi dari debris (reruntuhan akibat erosi) di kaki tebing terjadi kerucut
talus (talus cone). Jika berbentuk potongan krucut dengan apex pada puncak dan kaki
pada

dasarnya.

Fraksi

kasarnya

berada

pada

kaki

sedangkan

fraksi

halus

berada

di

puncak. Apex pada umumnya bermula pada mulut lembah pada dinding terjal.
Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

b.

Bongkah bongkah pelapukan atau bongkah residu


Terdapat

pada

batuan

massif

yang

memperlihatkan

retakan-retakan

(kekar-kekar).

Pelapukan berjalan melalui bidang-bidang kekar dan lambat laun meninggalkan bongkah
residu yang bundar, lonjong atau pipih dengan sudut-sudut membundar. Bagian yang
melapuk di sekitar bongkah hampir selalu membentuk lapisan konsentrik dan disebut
pelapukan mengulit bawang (spheroidal weathering). Dari bongkah residu yang segar
kearah luar lapisan konsentrik pelapukan makin intensif.

c.

Stone lattice, mushroom


Sangat

dipengaruhi

oleh

perbedaan

kekerasan

lapisan

batuan

sedimen

yang

membentuknya, dan komponen yang membentuknya. Gelombang laut, angin yang kurang
yang terus menerus dapat membentuknya.

d.

Exfoliation Domes
Berbentuk

bukit

dari

batuan

massif

yang

homogen,

dan

mengelupas

dalam

lapisan-

lapisan atau serpihan-serpihan melengkung akibat perubahan suhu. Ada dua pendapat,
yang pertama bahwa pengelupasan melengkung dikendalikan oleh struktur batuan asal,
khususnya pada batuan intrusi. Dan kedua bahwa exfoliasi tersebut oleh perubahan suhu.
Pendapat yang umum diterima adalah :
1.

Exfoliasi disebabkan oleh perubahan suhu musiman sehingga tejadi expansi dan kontrasi
pada batuan

2.

Expansi lapisan permukaan oleh terbentuknya kaolin dan felspat selama pelapukan

3.

Pelepasan tekanan dalam selama erosi.

4.

GERAKAN TANAH
Gerakan tanah sering terjadi pada tanah hasil pelapukan, akumulasi debris, tetapi dapat pula

pada batuan dasarnya. Gerak tanah dapat berjalan sangat lambat hingga cepat sekali, baik pada
tanah

kering

tetapi

khususnya yang

mempunyai

kelembaban

tinggi. Yang

terakhir

ini

dapat

berubah menjadi aliran (flow). Menurut sifat geraknua dibagi menjadi 3 tipe besar, (1) robohan
(fall), (2) gelinciran (slide) dan (3) aliran (flow).

a.

Type rebahan (Rock Fall dan Soil Fall)


Merupakan gerakan masa batuan atau tanah secara vertikal akibat adanya rongga di kaki
tebing baik oleh alam (gelombang laut, kikisan sungai) ataupun buatan. Umumnya terjadi
pada tebing yang sangat terjal dengan batuan/tanah yang menjorok keluar, bergerak tanpa
bidang gelincir dan cepat sekali.

b.

Type Gelinciran (slide)


Gerakan

masa

batuan

atau

tanah

menggelincir

melalui

bidang

gelincir

yang

jelas

memisahkan antara masa yang bergerak diatanya dan masa yang diam. Pada gelinciran
batuan (rock slide) umumnya terjadi pada batuan berlapis yang miring agak terjal sampai
terjal dengan kemiringan ke arah lembah atau lereng. Pada gelinciran tanah, dikemukakan
dua contoh antara lain debries avalanche dan debris slide.
Debris

avalanche

sedangkan

debris

merupakan
slide

gerakan

merupakan

masa

gerakan

tanah
masa

yang

cepat

tanah

yang

dan

tidak

dapat

menyatu,

cepat

pada

permulaannya lalu melambat dan menyatu dengan bidang gelincir yang jelas. Bentuk
debris slide umumnya mempunyai mahkota di hulu yang berbentuk kuda, dan bertangga.
Kemudian depresi dan daerah akumulasi debris dan menimbun di ujung kaki.
c.

Type Aliran (flow)


Berupa debris yang mengalir baik yang jenuh air maupun kering. Solifluction (solum =
tanah, Fluera = Mengalir) merupakan aliran tanah yang jenuh air dari atas ke bawah,

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

sering terjadi di musim hujan dan membentuk aliran lumpur (mud flow). Di daerah dingin
dinamakan

mud

glaciers yang

diakibatkan

oleh

mencairnya es dan

turun

mengalir

membawa serta debris dan tanah. Di daerah tropis aliran lumpur (dan batu-batu) dapat
terjadi

menyusul

rock

fall,

debris

avalanche,

ataupun

debris

slide

atau

terjadi

pada

akumulasi debris volkanik yang mengumpul di puncak gunung api setelah hujan lebat
atau setelah letusan danau kawah menjadi aliran lahar hujan dan lahar letusan.
Gerakan

tanah

juga

dapat

terjadi

secara

perlahan

lahan

pada

akumulasi

fragmen-

fragmen batuan pada medan yang miring misalnya talus. Gerakan ini disebut batu (rock
stream).

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 05

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

SUNGAI (I)

1.

UMUM
Pada hakekatnya, aliran sungai terbentuk oleh adanya sumber air, baik pada hari
hujan, mencairnya es, ataupun munculnya mata air, dan adanya relief dari permukaan bumi.
Air hujan setelah jatuh di permukaan bumi dapat mengalami evaporasi, merembes kedalam
tanah,

diserap

tumbuh

tumbuhan

dan

binatang,

transpirasi,

dan

sisanya

mengalir

dipermukaan sebagai Surface Run Off. Tun off ini dapat segera setelah hujan ataupun muncul
kemudian melalui proses resapan dulu kedalam tanah dan muncul kembali pada mata air.
Dalam sejarah hidup sungai terlewati perioda perioda muda (Youth), dewasa
(Mature), dan Tua (Old). Dalam perioda muda terdapat kegiatan erosi yang kuat, khususnya
erosi kebawah. Terdapat air terjun, kaskade ; penampang longitudinal tak teratur; longsorang
banyak

terjadi

pada

tebing-tebingnya.

Pada

periode

dewasa

terjadi

kesetimbangan.

Penampangnya graded hanya cukup untuk membawa beban (load) ; terdapat variasi antara
erosi dan sedimentasi. Dataran banjir, meander, oxbow lakes, alur teranyam, tanggul alam,
dan undak undak sungai menunjukkan kondisi graded. Sungai yang telah samasekali
graded termasuk ke dalam perioda tua.
Sungai juga dipelajari menurut jenis genetiknya : konsekuen, subsekuen, resekuen,
dan

insekuen

juga

anteseden

dan

superpose.

Berbagai

pola

aliran

sungai

antara

lain:

dendritik, trellis, radial, anular, rectangular yang sangat dipengaruhi oleh struktur batuan.

Periode sejarah kehidupan sungai dan perkembangan tahapan bentang alam tidak selalu sama;
suatu daerah yang dewasa dapat menunjukkan sejarah hidup sungai dalam periode muda.

2.

SEJARAH HIDUP SUNGAI


Suatu

daerah

melalui

perkembangan

jentera

geomorfik,

dan

sungai-sungai

menunjukkan

perubahan-perubahan dari periode muda, dewasa, dan tua.


a.

Sungai Muda dicirikan dengan kemampuannya mengikis alurnya. Hal ini terjadi jika
gradient

cukup

terjal

sehingga

mampu

membawa

beban

yang

terbawa

oleh

cabang-

cabang sungai. Sungai muda biasanya sempit, dengan tebing terjal dan terdiri dari batuan
dasar. Pelapukan tak sempat terjadi karena selalu terkikis. Sungainya menutupi seluruh
dasar lembah, tanpa dataran banjir, sering menunjukkan air terjun atau percepatan (rapids)
karena melewati masa batuan uang keras dan tak teratur.
Gradiennya tak teratur karena adanya variasi struktur batuan. Dapat ditemui danau karena
adanya depresi asal (initial depression). Aliran sungainya cepat, airnya umumnya jernih.
Potholoes dan Rock Channels sering dijumpai pada dasar sungai.

b.

Sungai

Dewasa

telah

mengalami

pengurangan

gradient

sungai

sehingga

kecepatan

alirannya berkurang. Daya erosi ke dalam berkurang dan terjadi pengendapan. Sungai
demikian

disebud

graded

dengan

penampang

yang

setimbang

dan

hamper

tanpa

keteraturan. Tanpa percepatan dan air terjun. Proses pelapukan lebih intensif dan dinding
lambat. Lebih landai. Singkapan batuan segar menjadi lebih jarang. Dasar sungai melebar
oleh pergeseran lateral sungai, dan terbentuk dataran banjir.
jika sungai utama mengalami graded tercapai kedewasaan awal. Jika cabang sungai
juga graded, kedewasaan lebih lanjut; dan jika alur sungai juga telah graded maka
telah mencapai periode tua.
Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

3.

JENTERA EROSI
Jentera erosi sering juga disebut jentera geografi atau jentera geomorfik (geographical or
geomorphic cycle) yang sebenarnya menyangkut tahapan yang dlalui oleh masa lahan demi

waktu ke waktu sejak pengangkatan hingga menjadi peneplain.


Tahapan

muda

(youth

stage)

suatu

daerah

setelah

pengangkatan

yang

cepat

dicirikan

dengan pengikisan sungai yang tajam dan dalam, jarak antara satu sungai dengan lainnya
dapat berjauhan. Makin lama punggungan antara sungai menjadi menyempit dan menjadi
punggungan yang tajam. Saat ini tahapan berubah menjadi dewasa. Penampang melintang

lembah selama tahapan dewasa menjadi convex ke atas.


Tahapan Dewasa tahapan dewasa berjalan makin lanjut dan tebing sungai menjadi makin
melandai. Puncak puncak tajam dari punggungan merendah lebih cepat dari pada kikisan
dasar sungai, relief menjadi berkurang. Punggungan menjadi membulat dan penampang
melintang sungai menjadi konkav keatas.
pada pengangkatan lambat dan melanjut yang panjang, maka pelebaran lembah relief
berjalan cepat dibanding dengan pengikisan kebawah dari sungai. Tahapan muda hampirhampir tidak terdapat dan tahapan dewasa datang lebih cepat (menurut penck).
Davis juga menyebutkan kemungkinan tersebut dan menjelaskan bahwa lembah dengan
penampang terbuka, tanpa dataran banjir, cenderung disebabkan pengangkatan lambat
sedangkan kehadiran dataran banjir pada dasar lembah yang lebar dengna tebing terjal
cenderung terbentuk pengangkatan dengan cepat.

4.

GRADASI SUNGAI
Sebuah sungai yang mencapai tahap gradasi sepanjang penampangnya secara teoritik adalah
seimbang. Kemampuan membawa beban dari sungai diimbangi dengan jumlah beban itu
sendiri. Kondisi ini tidak pernah tercapai dalam alam. Perubahan perubahan terjadi baik
dari kemampuan membawa ( volume dan kecepatan air ) atau dari jumlah beban.
Perubahan pengendapan air di muara sungai ( pembentukan delta ), menyebabkan perubahan
dari

gradient.

pengendapan

Pembentukan
di

dataran;

delta

sering

mengurangi
diikuti

gradien

dengan

sungai

banjir

di

dan

menyebabkan

dataran

banjir

dan

adanya
bahkan

pembentukan rawa-rawa atau danau.


Peremajaan di muara sungai karena penurunan muka laut menyebabkan kenaikan gradien
dan

pengikisan

kembali

aktif

ke

bawah.

Terdapat

proses

peremajaan

(rejuvenation)

dan

hasilnya adalah pembentukan teras-teras (undak-undak).


Perubahan pengendapan di bagian tengah sungai yang mengalami gradasi, misalnya dari
adanya pengendapan yang dibawa oleh cabang sungai menyebabkan adanya penyumbatan di
sungai utama. Penyumbatan menyebabkan adanya luapan (banjir) di bagian tengah tersebut
dan pembentukan/ perluasan daerah banjir. Dapat pula terbentuk genangan genangan dan
danau-danau.
Perubahan

perubahan

yang

mengganggu

keseimbangan

dari

sungai

yang

mengalami

gradasi akan menyebabkan perubahan yang menuju kepada keseimbangan baru dari sungai
tersebut.

5.

JENIS GENETIKA SUNGAI


Sungai, dalam pembentukannya, sangat dipengaruhi oleh proses-proses diastrofisme struktursstruktur geologi yang dihasilkannya, dan lereng-lereng yang menentukan arah alirannya.
Beberapa

jenis

genetika

sungai

antara

lain

sungai

konsekuen

(Consequent),

subsekuen

(subsequent), obsekuen (obsequent), resekuen (Resequent), dan Insekuen (Insequent); juga


superimpos

(superimposed),

anteseden

(Anticedent),

anaklinal

(anaclinal),

reversed,

resurrected, compound, dan komposit (composite)

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

a.Sungai Konsekuen, apabila mengalir searah dengan kemiringan mula dari daerah kubah,
pegunungan

blok

yang

baru

terangkat,

dataran

pantai

terangkat

mula-mula

memiliki

sungai konsekuen.
b.Sungai

Subsekuen

mengalir

dan

membentuk

lembah

sepanjang

daerah

lunak,

disebut

jugastrike stream karena mengalir sepanjang jurus lapisan.


c.Sungai

Obsekuen

berlawanan

mengalir

dengan

arah

berlawanan

aliran

dengan

sungai

arah

konsekuen.

kemiringan

Biasanya

lapisan

pendek

dan

dengan

juga

gradient

tajam, dan merupakan sungai musiman yang mengalir pada gawir. Umumnya merupakan
cabang dari sungai subsekuen
d.Sungai Resekuen mengalir searah dengan sungai konsekuen dan searah dengan kemiringan
lapisan. Sungai resekuen terbentuk lebih kemudian dan cenderung baru (resiquent berasal
dari recent dan consequent)
e.Sungai

Insekuen

struktur

batuan

merupakan
dan

tidak

sungai
jelas

yang

tidak

mengikuti

jelas

pengendaliannya

kemiringan

lapisan.

Pola

tidak

mengikuti

aliran

umumnya

dendritik. Banyak menyangkut sungai-sungai kecil.


f.Sungai Superimpose (superimposed atau superposed) merupakan sungai yang mula-mula
mengalir diatas suatu dataran alluvial atau dataran paneplain, dengan lapisan tipis yang
menutupinya sehingga lapisan dibawahnya tersembunyi. Jika terdapat rejuvenasi maka
sungai tersebut kemudian mengikis perlahan-lahan endapan alluvial atau lapisan penutup
tersebut dan menyingkapkan lapisan dibawahnya tanpa mengubah banyak pola aliran
semula.
g.Sungai Anteseden ialah sungai yang menglir tetap pada pola alirannya meskipun selama itu
terjadi

perubahan

perubahan

struktur

misalnya sesar, lipatan.

Ini

dapat

terjadi

jika

sturktur terbentuk atau terjadi perlahan-lahan.


h.Anaklinal dipergunakan untuk sungai anteseden di daerah yang mengalami pengangkatan
sedemikian sehingga kemiringannya berlawanan dengan arah aliran sungai.
i.compound

streams

mengairi

daerah

dengan

umur

geomorfik

yang

berbeda-beda,

composite streams mengairi daerah dengan stuktur geologi yang berlain-lainan. Banyak
sungai sungai besar dapat dimasukkan kedalam compound ataupun comporite streams
(missal : bengawan solo, citarum, asahan, dan sebagainya)

6.

POLA ALIRAN SUNGAI


Dikenal

beberapa

aliran

sungai

yang

kesemuanya

banyak

dikendalikan

oleh

struktur

struktur batuan dasarnya, kekerasan batuan dan sebagainya. Beberapa pola antara lain pola
dendritik, rectangular, trellis, radial dan anular.

a.Pola Aliran dendritik (dendritic drainage pattern) mirip sebuah gambaran batang pohon
dengan

cabang-cabangnya

mengalir

kesemua

arah

dan

akhirnya

menyatu

di

induk

sungai. Terdapat pada daerah dengan struktur batuan yang homogeny (granit) atau lapisan
sedimen horizontal.
b.Pola Aliran Rektangular (rectangular drainage pattern) dibentuk oleh cabang cabang
sungai yang berbelok, berliku-liku, dan menyambung secara membentuk sudut sudut
tegak

lurus.

berpotongan

Banyak
secara

dikendalikan

tegak

lurus.

oleh

Dapat

pola

kekar

terbentuk

dan

pada

sesar

batuan

yang

kristalin

juga

berpola

batuan

keras

berlapis horizontal.
c.Pola Aliran Trelis (trellis drainage pattern) berbentuk mirip panjang-panjang atau pola trali
pagar. Pola ini merupakan ciri dari sungai yang berada pada batu terlipat dan miring kuat.
Sungai sungai yang lebih besar cenderung mengikuti singkapan dari batuan lunak dan
jurus (subsekuen). Cabang cabang sungainya yang masuk dari kiri kanannya adalah
berjenis obsekuen dan resekuen. Induk sungai yang memotong arah struktur mungkin
karena superposisi.
Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

d.Pola Aliran Radial (radial drainage pattern) terjadi dari banyak sungai jenis konsekuen
yang sentrifugal dari suatu puncak, misalnya pegunungan kubah atau gunung api muda.
Cekungan structural dapat pula membentuk pola aliran radial centripetal ketengah.
e.Pola Aliran Anular (anular drainage pattern) merupakan aliran yang terbentuk pada daerah
kubah structural yang telah terkikis dewasa sehingga sungai sungai besarnya mengalir
melingkar mengikuri struktur dan batuan yang lunak. Sungai sungai ini jenis subsekuen.
Pola aliran anular dengan demikian merupakan variasi dari pola aliran trellis

Gambar pola aliran sungai

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 06

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

SUNGAI (II)
1.

every river appears to consist of main trunk, fed from a variety of branches, gach running
in a valley proportioned to its size, and all af them together forming a system of valleys,
communicating with one other, and having such a nice adjustment of the declivities that none
of them join the principle valley either on too high or too low a level; a circumstances which
would be infinitely improbable if each of these valleys were not the work of the streams
which flows in it
John Playfair (1802) illustration
Of Huttonian Theory of earth.

2.

Hukum Ferrel
Menggaris bawahi observasinya yang mengaitkan antara perputaran bumi dengan defleksi
aliran sungai. Deduksi mekanis mengatakan bahwa akibat perputaran bumi ke arah timur,
maka pada belahan bumi utara cenderung adanya deflaksi aliran sungai kekanan sedangkan
pada belahan bumi selatan deflaksinya ke kiri. Hal tersebut sehubungan dengan pengaruh
aliran angin dan udara pada permukaan bumi. Dibelahan bumi utara banyak kikisan sungai
dan daerah banjir banjir banyak berada pada sisi kanan.

I.SUNGAI MUDA
Aspek yang jelas dari sungai muda adalah kemampuan untuk mengikis. Hal ini banyak
tergantung
kecepatan

pada lereng
arus

dan

yang

tajam

kemampuan

sebagai akibat

transportasi

yang

pengangkatan/lipatan,
besar.

Didaerah

volume sungai,

hulu

banyak

terjadi

runtuhan, longsoran, rayapan tanah dan gerakan masa tanah pada umumnya, mata air, ravika
dan canyon. Daya corrosion, impact, quariyying, dan solution dari air cukup besar.
Erosi

sungai

yang

berupa

corrosion

dasar

sungai

oleh

pendongkelan

dan

bongkah

impact

disebabkan

bongkah/

gerusan,

kerikil/pasir

yang

benturan,
terbawa

dan
arus.

Quaryying terjadi akibat daya cungkil dan angkat arus air setelah memasuki retakan atau
celah

celah

batu.

Pelarutan

banyak

terjadi

pada

batu

gamping,

garam,

dan

gypsum.

Kegiatan erosi tersebut menunjukkan adanya akses energy dan menghasilkan alur alur
sempit tajam. Air terjun dan percepatan, potholes, natural bridge, dan dinding lembah yang
terdiri dari batu tanpa tanah penutup.
Sungai muda tidak hanya mengikis kedalam, tetapi ranting-ranting sungai terus mengikis ke
hulu

dan menambah

luas cekungan

hidrografinya. Pada tanah gembur atau

lunak tanpa

penutup vegetasi akan terbentuk topografi badland dengan ciri banyak alur-alur kecil, kering
berdinding tajam. Run off disini sering berjalan cepat.
Transportasi beban (load) pada sungai muda umumnya besar karena kecepatan arusnya.
Teoritis daya angkut sungai sebanding dengan kecepatannya.
Berikut ini gambaran hubungan antara kecepatan arus dan besarnya butiran beban yang
dapat diangkut.
Kecepatan (m/jam)

Ukuran butiran (cm)

500 m/ jam

Pasir halus

1.500 m/ jam

Kerikil

4.500 m/ jam (cepat)

5 cm

9.000 m/ jam (sangat cepat)

25 cm

16.500 m/ jam (banjir)

100 cm

33.000 m/ jam (banjir bandang)

500 cm

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Gerakan beban sungai ada yang menggeser atau menggelinding di dasar sungai (traction);
melompat lompat (saltation); suspense; atau larutan.
Pada lubang kecil atau depresi di dasar sungai, butiran beban dapat berputar-putar oleh arus
dan menggerus; selanjutnya terbentuk potholes, dan pada dasar air terjun terbentuk plunge

pools
Air Terjun
Air terjun dan percepatan (rapids) merupakan salahsatu indicator bagi sungai muda. Ada
dua

jenis

pertama,

yang

terbentuk

oleh

sejarah

normal

perkembangan

sungai

dan

menunjukkan bahwa sungai belum mengalami gradasi, kedua : yang terbentuk akibat
gangguan, intrupsi dalam sejarah hidupnya.
(1)Jenis pertama, jenis normal, disebabkan oleh adanya variasi dalam ketahanan batuan
terhadap

pengikisan.

Akibatnya

akan

terbentuk

belokan-belokan,

percepatan

percepatan, air terjun akibat differenisiasi dalam pengikisan.


(2)Jenis kedua, oleh gangguan antara lain oleh :
A.

B.

Menurunnya stream outlet


a.

Penurunan cepat dari sungai utama akibat rejuvenasi

b.

Perompakan sungai oleh sungai lain dengan elevasi yang lebih rendah.

c.

Glacial pada sungai utama lebih cepat dari cabang sungai

d.

Akibat sesar

Interupsi temporer sungai pembendungan


a.

Longsoran

b.

Aliran lava

c.

Morena

d.

Glacial

e.

Pengangkatan (missal: kubah) dijalan arus sungai

f.

Lain - lain

Perompakan Sungai (stream capture)


Perompakan sungai terjadi jika sebuah sungai mengalir di daerah yang lebih rendah dan
mengikis ke hulu kemudian bertemu dengan sungai yang mengalir di daerah yang lebih
tinggi elevasinya. Aliran sungai atas kemudian berubah mengalir ke sungai bawah.
Baberapa jenis bentukan dan aliran kemudian terjadi, antara lain :
-Sungai terompak (captured stream)
-Sungai perompak (captor stream)
-Elbow capture, belokan sungai dari aliran sungai terompak kea rah sungai perompak
-Air terjun
-Beheaded stream, sungai atas yang ditinggalkan akibat adanya perompakan , dengan
volume mengecil dan menjadi misfit atau underfit streram.
-Invorted stream merupakan sungai terompak yang berubah dari sungai beheaded ke arah

sungai perompak (captor stream)


Aspek geografi dari sungai muda.
Sungai muda yang umumnya terdapat pada daerah pegunungan, morfologi yang terjal
gradien yang besar arus yang cepat banyak air terjun mempunyai beberapa aspek
geografi seperti pembangkit tenaga listrik, suplai air, dan kadang kadang untuk media
transportasi. Meskipun demikian, di daerah hulu ini banyak terjadi longsoran, runtuhan,
erosi

ke

hulu

penanggulangan

yang

memerlukan

erosi.

Catch

pengamatan

dams,

terrassering,

dan

penanganan

penghutanan,

khusus

dan

untuk

penghijauan

merupakan beberapa dari usaha tersebut.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

II.SUNGAI DEWASA
Dalam perkembangannya, sebuah sungai selanjutnya dapat mencapai keseimbangan antara
erosi dan pengendapannya. Sungai yang demikian dinyatakan mempunyai penampang yang
seimbang. Perubahan perubahan keadaan akan mengganggu keseimbangannya. Kenaikan
beban

ke

hulu

mengendapkan

yang

besar,

banyak

misalnya

alluvial

dan

oleh

diikuti

endapan

lahar

penyayatan

menyebabkan

alurnya

lebih

sungai

dalam

sangat

membentuk

kemampuan transportasi bebannya kembali.


Sungai dewasa dengan demikian dinyatakan sebagai sungai yang telah mengalami gradasi,
yang berada dalam keadaan seimbang sehingga energinya hanya cukup membawa bebannya.
Perubahan

perubahan

temporal

pada

beban

atau

volume

menyebabkan

terjadinya

pengendapan atau pengikisan. Dasar sungai yang datar yang tertutup oleh endapan alluvial
tipis dengan dinding cembung yang rendah menunjukkan telah tercapainya gradasi sungai.
Pada sungai dewasa dapat terbentuk meander bebas yang sesuai dengan volumenya. Lebar
lembah yang menjadi ayunan meander rata-rata sepuluh sampai duapuluh lebar sungainya
sendiri. Beberapa sungai besar di Indonesia dengan meander beban antara lailn bengawan
solo, citarum, dan sebagainya.

III.SUNGAI TUA
Jika sebuah sungai menunjukkan bahwa bagian bagiannya telah mengalami gradasi maka
disebut sebagai sungai tua. Tidak dikenal batas kritis yang membagi sungai tua dengan
sungai dewasa.
Banyak sungai menunjukkan pergantian antara dewasa dan muda. Di daerah batuan keras
sangat dibutuhkan waktu untuk mencapai gradasi dan pada daerah demikian lembah sungai
umumnya menyempit dengan jeram-jeram, sedangkan dihulu atau hilirnya dapat saja lembah
menjadi melebar dan penampangnya melandai karena menemui batuan lunak. Daerah batuan
keras demikian dapat merupakan base level (muka dasar) temporer. Beberapa karakteristik
yang tampak untuk sungai dewasa adalah :
(1) Dataran banjir dengan tanggul alam
(2) Meander dengan oxbowlakes
(3) Lebar lembah sama atau lebih lebar dari daerah meander
(4) Tanpa percepatan atau air terjun
(5) Aliran air yang perlahan dan air berlumpur
(6) Tebing lembah yang rendah soil tebal, sedikit singkapan batuan
(7) Tanpa danau (kecuali ex lakes)

A.

DATARAN BANJIR
Sungai

dewasa

membentuk

dataran

banjir

dengan

mengendapakan

sebagian

dari

babannya. Sebagian besar bebean diendapkan padadaerah didekat sungai. Pada sisi kiri
kanan sungai yang menghamparkan banjir dengan demikian sering terbentuk akumulasi
yang tebal sedimen sepanjang sungai dan membentuk tanggul alam (natural leves)
Pada sungai yang penuh beban pasir kerikil dan bongkah bongkah seperti pada daerah
aliran lahar atau dari glacial dan sungai mengalir pada daerah kipas alluvial, sering dasar
sungai dengan cepat penuh endapan beban, aliran berikutnya akan mencari jalannya
sendiri. Jika terdapat tambahan air yang besar. Jalur sungai menjadi saling menyilang dan
saling berpindah, dipisahkan oleh leves lidges. Pola aliran yang demikian disebut braided
stream.

Dapat

pula terjadi

pembendungan

jika terdapat

akumulasi

yang

banyak

dari

kerakal atau bongkah-bongkah dijalan aliran sungai.


Beberapa

sungai

besar

dengan

dataran

banjir

uang

luas

antara

lain

sungai

gangga,

itwang, ito, Mekong, Po: di Indonesia adalah : sungai citarum, di danuk, bengawan solo,
barito, musi, dll.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

B.

DELTA
Sungai akan mengendapkan bebannya didaratan jika tidak mampu lagi mengangkutnya.
Ini dapat terjadi pada tekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan antara dua aliran
sungai

, dan

pada perubahan

gradein

tetapi

endapan

juga terjadi

jika sungai

masuk

kedalam danau atau laut.


Dataran yang terletak diantradia aliran sungai besar sering menjadi rawa-rawa karena
banjir yang meluap tidak dapat kembali kedalam sungai kareana terhalang tanggul alam.
Bentuk bentuk delta dipengaruhi oleh banyak factor a.l bentuk sungai, gradient sungai,
besarnya beban, kuat arus laut, arah arus laut, dsb.
Beberapa bentuk delta :
a.

Arcuate

delta,

berbentuk

convex

kearah

laut

dibatasi

pegunungan/bukit

bukit

didaerah hulu dan sampingnya. Beban sungai terdiri dari fraksi kasar dengan sedikit
bahan terlarut, bersifat porus. Contoh antara lain delta gangga, Irawadi, dan delta
Mekong.
b.

Estuarine Filling, berbentuk memanjang pada daerah endapannya. Contoh : delta

c.

Birds

elbe, seine, loire, dan Runson.


fost

kemudian

delta,

berbentuk

bercabang

seperti

cabang

cakar

banyak

ayam,

terdiri

melebar

dari

kelaut.

sungai

Terjadi

utama

karena

yang

adanya

penyumbatan penyumbatan pada suatu arus. Daerah antara dua cabang sungai
C.

UNDAK UNDAK SUNGAI (RIVEN TERRACES)


Undak

undak

sungai

pada

hakikatnya

merupakan

bentuk

bentuk

medan

yang

disebabkan oleh adanya endapan alluvial sungai yang kemudian terkikis. Undak dengan
demikian merupakan hasil peremajaan sungai pada masa dewasa atau tua.
Adalah

menarik

untuk

merekonstruksikan

ajuanan

sungai

dengan

landasan

bentuk

bentuk undak. Cups adalah sudut-sudut yang terjadi akibat berpotongan antara lengkung
tepi undak yang sat u dengan tepi undak yang datang kemudian.
ALUVIAL : bahan bahan erosi yang diangkut oleh sungai dan diendapkan sehingga
terbentuk lapisan lapisan endapan lembah atau delta.
D.

KIPAS ALUVIAL
Kipas Aluvial merupakan endapan alluvial yang bermula dari suatu mulut lembah
didaerah

pegunungan

dan

kemudian

memasuki

wilayah

dataran.

Dari

mulut

lembah

tersebut endapan kemudian menyebar meluas dengan sudut kemiringan makin melandai.
Fraksi kasar akan terakumulasi di dekat mulut lembah dan fraksi halus akan terdapat
pada

dataran.

Sungai

yang

mengalir

di

daerah

kipas

cenderung

berubah-ubah

arah

kareana perbendungan di daerah hulunya oleh fraksi kasar. Kipas alluvial dapat terjadi
pada kaki-kaki gunung api, kaki tebing, dari gawir sesar, atau pada lembah dibawah
lembah tergantung pada daerah glacial pada daerah beriklim kering, dikaki pegunungan
sering dijumpai akumulasi endapan rombakan batuan dengan kelerengan yang landai
berangsur mencapai daerah endapan alluvial. Daerah tersebut dinamakan Rock Pediment,
Rock

Plane

atau

Conoplain.

Daerah

yang

terletak

endapan disebut zone of planation. Jika akumulasi

antara

daerah

erosi

dan

daerah

endapan hasil rombakan tersebut

berbentuk kipas disebut rock fan.


Makna Geografi dari sungai dewasa
Sungai yang mengalir perlahan-lahan dan lebar, medan yang landai daerah rawarawa

dan

delta

dengan

sendirinya

mempunyai

makna

tersendiri

bagi

pegunungan

banyak sungai sungai didaerah ini menjadi transportasi penting seperti S. Musi, Donau,
Missisipim Kurang Ito, Amazona, dsb. Dataran banjir selain merugikan juga memberi
kesuburan bagi banyak daerah. Juga menekan air asin bagi daerah tepi pantai. Endapan
alluvial

banyak

menjadi

eleviver

bagi

air

tanah.

Bongkah-bongkah,

kerakal,

dan

pasirnya, khususnya didaerah hulu sering dimanfaatkan untuk bahan baku bangunan.
Air

tanah

yang

dangkal,

tanah

yang

lembek

dan

sering

mengandung

sisa-sisa

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

tumbuh-tumbuhan (gambut lempung organik), kadar air yang tinggi dapat menimbulkan
permasalahan dalam fundasi. Dataran-dataran yang luas, subur, banyak sungai, air tanah
yang

dangkal

tentunya

merupakan

daerah

yang

mempunyai

dayatarik

untuk

banyak

usaha seperti pemukiman, pertanian, sawah, industri, pelabuhan, dsb.


Banyaknya sungai, rawa-rawa dari danau-danau, seringnya banjir, air tanah yang
dangkal dan letak yang dekat dengan muka laut, juga merupakan persoalan tersendiri
khususnya dalam usaha pengaturan (drainage) bagi suatu daerah

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 07

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

DATARAN DAN PLATEAU

1.

Dataran dan plateau adalah wilayah-wilayah dengan struktur horisontal. Plateau mempunyai
relief yang tinggi dengan lembah-lembah dalam, dan dataran mempunyai relief rendah
dengan lembah-lembah dangkal. Banyak dataran termasuk kedalam jenis konstruksional
seperti pantai, interior plains, dataran danau, dataran lava dan dataran endapan glasial; jenis
destrusional a.l dataran delta, dataran banjir dan dataran outwash.
Banyak

Plateau

dan

dataran

yang

terganggu

dan

terpatahkan

dari sesar.

Studi

mengenai

plateau dan dataran menyangkut pula sifat-sifat kikisan yang dapat dikendalikan oleh struktur
lapisan, jenis batuan dan struktur-struktur geologi.

2.

DATARAN :
Terdapat 6 (enam) jenis dataran, yaitu :
(1) Dataran pantai (coastal plains) yang terbentuk oleh timbulnya dasar laut.
(2) Interior Plains, yang mirip dengan dataran pantai tetapi yang terletak sudah jauh dari
laut.
(3) Dataran Danau (lake plains), terbentuk oleh timbulnya dasar danau karena pengeringan
danau.
(4) Dataran Lava (lava plains) dan Plateau Lava (lava plateaus), terbentuk oleh aliran lava
encer.
(5) Dataran Endapan Glacial (till plains), terdiri dari endapan glacial (till) yang menutupi
topografi tidak rata.
(6) Dataran Alluvial (aluvial plains), yang terbentuk dari endapan aluvial sejak kipas
aluvial dikaki pegunungan hungga jauh kedataran banjir dan dataran pantai.
Dataran lain seperti dataran delta, dataran banjir, outwash plains, terbentuk oleh proses
destruksional, dan bersama dengan paneplane telah dibahas didalam hal sungai.

Batuan yang membentuk dataran pada umumnya lepas (urai) dan kadang kadang keras.
Kerakal, pasir, lempung, dan napal merupakan batuan-batuan yang lazim. Bentuk-bentuk
endapan lapisan lensa dapat ditemukan. Dataran alluvial umumnya terdiri dari pasir, kerakal,
lempung, dan lanau dengan ketebalan yang berbeda. Dataran danau umumnya lempung tipis
tipis berlapis. Interior plains lebih sering terdiri dari sedimen lempung dan batu gamping
berlapis yang keras, sedangkan batu pasir dan konglomerat termasuk kurang.

Dataran kadang kadang juga sedikit terangkat dan disebut escarped atau tilted plains.
Dataran dapat juga terkikis oleh sungai jika terjadi peremajaan dan disebut dissected plains.

Interiorplain muda.

Dataran ini mempunyai lapisan horizontal dan terletak jauh dari laut. Terdapat sedikit
sungai karena permukaan aslinya masih terdapat. Tanpa jalur-jalur topografi seperti pada
pantai. Batuan

umumnya terdiri

dari

batu

gamping,

serpih,

dan

juga batu

pasir. Karena

datarnya dapat ditemukan danau-danau dangkal, sungai yang ada berpola meander.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Dataran Dewasa

Sering

berbentuk

bukit-bukit bergelombang landai, lapisan lapisan

tetap horisontal,

diairi oleh banyak sungai dengan relief rendah, daerah yang datar sangat sedikit merupakan
ciri-ciri dataran dewasa. Pola sungai umumnya dendritik, kebanyakan muda. Pada daerah
batuan masif seperti batu pasir dan batu gamping, sungai dapat berpola recktangular atau
menyudut oleh karena adanya kekar; topografi dapat bertekstur kasar. Pada batuan lunak
seperti lempung dan serpih sungai akan mengalir kesemua arah dan topografi bertekstur
halus.
Plateau seharusnya merupakan dataran tinggi dengan lapisan horisontal meskipun dalam
pengertian awam tidaklah demikian. Plateau Guiana dari batuan komplex; plateau Piodmont
dan Plateau Lauransia di Amerika Serikat berdiri dari batuan kristalin yang terganggu.

3.

PLATEAU

III.1

Plateau Muda
Merupakan daerah dengan lapisan horisontal dan dibanyak tempat terkikis dalam oleh

sungai. Relief besar dan ini merupakan perbedaan dari dataran. Daerah plateau dapat tinggi
terhadap sekitarnya dan dibatasi oleh gawir; atau dapat pula lebih muda dari pegunungan
disebelahnya.
Pada daerah arid atau semiarid lembah-lembah di plateau benbentuk canyon yaitu lembah
yang dalam, terjal dan terdiri dari singkapan batuan seluruhnya, khususnya pda batuan keras.
Pada batuan lunak lembah lebih miring dan panjang.
Hulu lembah didaerah plateau beriklim gurun berbentuk amfiteater, dan tidak berbentuk
tajam

atau

runcing

seperti

pada

daerah

lembah.

Hal

tersebut

disebabkan

karena

proses

pembentukan lembah bukan karena pengikisan air tetapi karena pelapukan/desintegrasi. Oleh
adanya banyak kekar kekar vertical maka canyon didaerah gurun juga vertical dan berkelok
menyudut.
III.2

Plateau Dewasa
Pada kenampakan umum maka pegunungan plateau terlihat septertihalnya pegunungan

biasa dengan

bukit-bukit, lembah,

aliran

sungai, dst.

Pengertian

plateau hanya tampak pada

kedudukan lapisan batuannya yang horizontal. Terdapat kecenderungan bahwa puncak-puncak


bukitnya sebagian besar pada ketinggian yang hampir sama pula. Plateau dewasa pada daerah
lembah pada umumnya menunjukkan bukit-bukit dengan bentuk membundar dengan puncak
hampir datar. Tebingnya sering berundak karena melingkar bukit pengikisian terpilah oleh adanya
lapisan-lapisan keras dan lunak. Tebing tebing terjal sering berhutan atau berbelukar lebat pada
daerah arid, puncak puncak bukit sering tajam dengan tebing terjal.
Plateau yang terdiri dari batuan keras sering bertekstur kasar dengan arti bahwa jarak
sungai satusama lain berjauhan, puncak-puncaknya datar dan lebar; pada batuan yang lunak
cenderung didapati morfologi bertekstur halus dengan jarak sungai berdekatan dan punggunya
sempit, dan menghasilkan topografi bad lands.
Pada plateau yang terdiri dari batuan keras dan bekekar, sering dijumpai sungai/lembah
lembah berpola tegak lurus atau jajaran genjang satusama lain. Lembah lembah tersebut dapat
sempit dan dalam dan punggungannya merupakan blok-blok terpisah satusama lain oleh lembah
lembah lurus dan sempit dan disebut rockcity.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

III.3

Plateau Tua
Umumnya merupakan daerah dataran yang luas oleh pengikisan dengan lapisan horisontal

dan disebut paneplane pula. Bukit-bukit sisa erosi, yang juga berstruktur horizontal disebut mesa,
dapat 150-200 meter tingginya. Dimensi yang lebih kecil dinamakan butte, dan jika berbentuk
lebih sempit, tinggi seperti pilar pilar disebut pinnacles atau needles.
Oleh pengangkatan , sebuah plateau dapat mengalami peremajaan (rejuvenation) dengan
ciri ciri adanya incised meander, terus teras yang lebar dikiri kanan lembah hasil peremajaan
yang disebut esplanade atau benches.
III.4

Plateau Lava
Plateau ini terdiri dari banyak lapisan aliran lava, umumnya lava basalt yang encer pada

mulanya, yang mengalir berurutan dalam waktu yang berbeda sau menyusul lainnya. Sering
berselingan dengan abu gunung api, pelapukan lava, endapan danau, endapan sungai.
Banyak lava berpori karena vesikuleir dengan ada perselingan dengan endapan kedap air
maka sering didapati air tanah, mata air, dsb. Lembah lembah sungai di daerah ini sering terjal
atau berbentuk undak karena kerasnya lava dan adanya kekar. Mataair panas, sesar, kerucut
gunung api, dapat pula berasosiasi dengan plateau lava.
Plateau
plateau

tersesarkan

mengalami

atau

gangguan

plateau

oleh

terganggu

sesar,

lipatan

(broken

atau

or

bahkan

warped
berubah

plateau)
dan

kebanyakan

tertrobos

intrusi.

Beberapa contoh plateau antara lain plateau Colorado dan plateau Massuri (AS), beberapa bagian
dari pegunungan Selatan Jawa, plateau Sukandana (lampung)
III.5

Aspek Ekonomi Plateau


Banyak Plateau berpotensi mineral non-logam yang berasosiasi dengan batuan sedimen

seperti lempung untuk keramik, batu pasir kuarsa untuk gelas, batu gamping untuk pekapuran
dan semen, lignit dan batu bara untuk energi, fosfat dan air tanah. Jika dibandingkan dengan
daerah dataran kakigunung apai, maka air tanah di daerah plateau sering lebih sukar didapat.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 08

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

PEGUNUNGAN KUBAH (DOME MOUNTAINS)


Kubah diartikan sebagai struktur dari suatu daerah yang luas dengan sifat lipatan regional,
tetapi dengan sudut kemiringan yang kecil. Ukurannya bervariasi dari sekitar satu kilometer
hingga ratusan kilometer. Ada

beberapa sebab terjadinya kubah, antara lain oleh intrusi garam

atau diaper, intrusi lakolit, oleh intrusi batuan beku seperti batolit. Istilah kubah dan cekungan
selanjutnya menurut struktur dan bentuknya akan beralih ke antiklin dari daerah pegunungan
lipatan.

Tahapan Muda. Dalam tahapan ini pegunungan kubah akan mempunyai pengaturan oleh

sungai-sungai konsekuen dengan pola radial. Sayatan-sayatan sungai belum dalam, bentuk kubah
masih

utuh.

Selanjutnya

pengikisan

dimulai

dipuncak

dengan

membentuk

cekungan

erosi.

Beberapa sungai konsekuen mengikis ke hulu dan memusat intensif di puncak kubah, sehingga
puncak

kubah

menjadi

tersayat

(breached)

melalui

windgap.

Lapisan-lapisan

lunak

menjadi

mudah terkikis. Gawir yang terbentuk sering menunjukkan undak-undakyang memperlihatkan


lapisan keras dan lunak. Kadang-kadang inti kubah yang keras tampak di dasar cekungan erosi
kubah.

Tahapan Dewasa. Pengikisan di puncak makin meluas dan mendalam. Beberapa undak-undak

gawir menjadi terbentuk sesuai dengan banyaknya lapisan-lapisan yang resistant, demikian pula
akan lebih banyak windgap terbentuk. Sungai-sungai subsikuen menggabung dengan sungaisungai

konsekuen

yang

memanjang

karena

pengikisan

ke

hulu;

sungai-sungai

subsekuen

memanjang mengikuti penyebaran lapisan lunak, dan membentuk pola annular, punggunganpunggungan

yang

dibentuk

oleh

lapisan

miring

disebut

hogbacks,

dengan

lereng

terjalnya

menghadap ke tengah kubah kecuali kalau sudut kemiringan lapisan lebih dari 45 derajat. Pada
lerenga ini mengalir sungai obsekuen; sungai resekuen mengalir searah dengan lereng landai
hogbacks. Banyak windgap akan memutuskan punggungan hogbacks.

Tahapan Tua. Bentuk akhir dari pengikisan kubah akan membentuk peneplane. Kubah besar

dan tinggi dihasilkan oleh intrusi-intrusi batolit;yang lebih kecil dihasilkan oleh intrusi lakolit,
bahkan sill dapat menghasilkan kubah landai. Kubah-kubah kecil dapat dihasilkan oleh intrusi
garam atau diapir pada umumnya, termasuk diapir pada umumnya, termasuk diapir lempung.
Antiklin pendek yang menunjukkan penunjaman dikiri kanannya cenderung berbentuk kubah.

Beberapa Jenis Hogbacks :


Hogback

terbentuk

oleh

beberapa

kejadian

antara

lain

kubah,

antiklin

sesar,

intrusi

dan

sebagainya.
Plations.

Merupakajn

hogbacks

yang

terletak

terdekat

dengan

inti

kubah yang

keras seperti

batuan kristalin. Hogback ini tidak terpisah dari inti oleh adanya kubah subsekuen tetapi tersayat
olehlembah-lembah

konsekuen.

Ujung

atasnya

umumnya

meruncing

dan

bentuknya

mengingatkan kepada bentuk setrika (flat iron).


Hogbacks dan Cuestas. Berbentuk pHogbacks dan Cuestas. Berbentuk pHogbacks dan Cuestas.
Berbentuk pHogbacks dan Cuestas. Berbentuk punggungan lebar yang miring kearah lapisan dan
gawir

terjal

yang

miring

kearah

yang

berlawanan

dengan

arah

kemiringan

lapisan.

Jika

keimiringan punggungan melandai, sesuai dengan kelandaian lapisan, disebut cuesta. Batas sudut
kemiringan

punggungan

hogback

dan

cuesta

tidak

tegas,

ada

yang

menyatakan

15

derajat.

(Thornburry, 1960)
Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Glatoau upland. Lapisan sedimen dibagian atas kubah dapat horosontal, dan disebut pula sebagai
plateau.
Faulting. Terbentuk akibat adanya sesar normal pada lapisan sedimen horizontal, dan membentuk
drag. Atau drag lain yang dibentuk oleh sesar naik dapat pula membentuk hogbacks.
Igneous hogbacks. Terbentuk oleh lapisan-lapisan sill atau lensa-lensa batuan beku di sekitar
lakoklit. Batuan-batuan

tersebut yang menerobos lapisan-lapisan batuan sedimen yang lunak

setelah pengikisan dapat membentuk hogbacks.


Baried hogbacks. Merupakan bukit-bukit hogbacks yang terpisah satu sama lain oleh adanya
endapan eluvial yang tebal dan extensif di sekitarnya.

Aspek geografi kubah.

Inti kukbah yang terdiri dari batuan kristalin sering memberi arti sebagai sumber mineral
logam ; pertambangan sering dijumpai kubah-kubah garam tentunya memberi makna sebagai
sumber

garam.

Jika

tidak

berpotensi

akan

mineral,

inti

kubah

yang

bertextur

kasar

sering

merupakan daerah hutan dan sekaligus merupakan daerah tadah hujan. Juga lereng-lereng terjal
dari hogbacks sebaiknya merupkan daerah hutan untuk mencegah longsoran dan untuk tujuan
konservasi air
Daerah hogbacks mempunyai berbagai peranan terhadap adanya longsoran di gawir terjal dan
peresapan air dipunggung landai maupun terjal.
Hal tersebut menyebabkan bahwa lebih baik daerah hogback dihutankan atau dihijaukan. Banyak
hogback yang terdiri dari batuan beku atau gamping menjadi daerah penggalian khususnya pada
gawir yang terjal.
Daerah luar dari kubah, karena adanya perulangan lapisan keras dan lunak atau pervious, sering
merupakan perangkap yang baik untuk air atau minyak bumi.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 09

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

PEGUNUNGAN LIPATAN (FOLDED MOUNTAINS)

Istilah pegunungan lipatan (dome mountain) digunakan untuk suatu jenis pegunungan
dengan struktur lipatan yang relatif sederhana. Daerah pegunungan dengan lipatan lipatan yang
rumit seperti pegunungan Alpina disebut pegunungan kompleks (complex mountain)

a.

Tahapan
sinklin.

Muda.

Morfologinya

Sungai-sungainya

longitudinal

masih

bermula

(longitudinal

menggambarkan

menempati

consequent).

adanya

sepanjang

Sungai

lainnya

lingkungan

sinklin

dan

bersumber

antiklin

disebut

dari

dan

konsekuen

puncak

antiklin

kearah kubah sinklin dan disebut konsekuen lateral (lateral consequent).

Bila

erosi

melanjut

maka

pengikisan

sungai

lateral

dapat

menajam

ke

hulu

dan

juga

sepanjang puncak antiklin; hasilnya adalah sungai subsekuen dipuncak antiklin dan puncak
antiklin dapat terkikis lebih dalam lagi.

b.

Tahapan Dewasa. Pengikisan dipuncak antiklin dapat melanjut , melebar dan kearah dalam
sepanjang antiklin dan akhirnya terbentuk lembah antiklin. Kenampakan morfologi terhadap
struktur

geologi

menjadi

terbalik

(inverted

relief).

Sebaliknya

dapat

terjadi

bahwa

yang

semula merupakan cekungan sinklin menjadi bukit sinklin (sinklinal ridges).

Pola

aliran

sungai

yang

lazim

adalah

trelis,

tediri

dari

sungai-sungai

subsekuen

resikuen dan obsekuen. Pada daerah pegunungan lipatan, dengan lipatan-lipatan menujam
kenampakan morfologi sering ditandai oleh pola pegunungan yang berbentuk zig-zag; jika
bentuk lipatan adalah sederhana dapat dijumpai pegunungan pegunungan berbentuk cerutu.
Arah penujaman ditunjukkan oleh belokan pegunungan yang meruncing.
Pada daerah lipatan lipatan kuat, sesar sungkup dan sebgainya setelah berlangsung
erosi maka kadang kadang terdapat bukit bukit yang merupakan sisa sisa erosi dan
memperlihatkan lapisan lapisan inti dari sesar sungkup; bukit tersebut disebut outlier atau
klippe.
Erosi pada punggung bukir dapat pula membentuk cekungan dan pada dasar cekungan
lapisan yang lebih muda cekungan tersebut dinamakan window atau fonster
c.

Tahapan Tua. Daerah pegunungan lipatan oleh pengikisan menjadi peneplane dan sungai
mengalir di dataran tersebut seolah tanda mengindahkan adanya lapisan lunak ataupun keras.
Lapisan tipis endapan aluvial dapat menutupi paneplane.
Peremajaan. Setelah terbentuk paneplane maka dapat terjadi proses pengangkatan kembali.
Sungai sungai akan menyayat lebih dalam lagi, meninggalkan puncak puncak yang lebih
kurang

rata.

Windgaps

jauh

ditinggal

di

atas

puncak

puncak

pegunungan

sementara

sunganya menyayat lebih dalam lagi.

Aspek Geografi Pegunungan Lipatan

Daerah ini umumnya berbukit bukit terjal, dengan lembah lembah yang panjang; adanya
perulangan antara lembah lebar dan lembah sempit akibat perbedaan kekerasan batuan; adanya
gawir terjal dan pegunungan landai pada hogbacks atau homoclinal ridges. Hal hal tersebut
sangat mempengaruhi perencanaan pembangunan jalan raya; kemungkinan adanya trowongan;
potensi pembangunan bendungan dan waduk untuk mencapai tujuan.
Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Daerah pegunungan lipatan yang terdiridari batuan-batuan sedimen sering pula mengandung
nilai-nilai

ekonomis

seperti

batu

gamping,

batu

lempung,

batupasir

kwarsa,

gipsum,

dan

sebagainya yang dapat mengalirkan berbagai industri mineral seperti industri semen, industri
gelas, pekapuran dan sebagainya. Jika mengandung batubara tentunya akan berpotensi untuk
mineral energi. Bahkan tidak jarang mengandung potensi minyak dan gas bumi jika batuannya
merupakan batuan induk untuk kelahiran minyak dan gas bumi., dan memenuhi persyaratan
untuk menjadi perangkap minyak (oil traps).

Jika mempunyai batuan batuan trobosan, misalnya batolit, seringpula di daerah pegunungan ini
diperkaya lagi dengan potensi mineral logam.

GEOMORFOLOGI

Edaran 10

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

PEGUNUNGAN PATAHAN (BLOCK MOUNTAINS)

Pegunungan ini merupakan hasil deformasi dengan sesar atau sesar sesar sebagai pembentuk
utama. Yang menjadi masalah adalah pengnalan sesar dari kenampakan morfologi

a.

Tahap Muda. Pada tahapan ini pegunungan patahan memperlihatkan gawir- gawir terjal
yang

memisahkan

antara satu

blok pegunungan

dengan

blok yang

lain

atau

antara blok

pegunungan dengan blok lembah.


Umumnya bidang gawir tajam dan relatif rata, belum tersayat oleh lembah-lembah. Bentuk
Blok cenderung asimetri. Pegunungan blok cenderung lebih landai dari muka gawir, atau
bahkan rata seperti pada plateau. Bentuk blok persegi , berundak, atau membegi tergantung
kepada pola sesar.
b.

Tahap

Dewasa.

Kedewasaan

menyebabkan

adanya

pengikisan

pada

bagian

muka

atau

punggungan blok. Beberapa keadaan dapat terjadi :


1)

Bagian muka dari blok masih lebih terjal dari pada bagian punggung tetapi garis pemisah
air cenderung di kikis ke arah belakang.

2)

Garis dasar sesar cenderung untuk masih lurus.

3)

Adanya Triangular Facets yang merupakan sisa sisa bidang sesar setelah terkikis oleh
beberapa lembah. Oleh pengikisan intensif makin lama triangular facets makin merendah
dan akhirnya hilang.

4)

Adanya dataran Alluvial yang luas di muka bidang blok dengan kipas alluvial sebagai
transisi. Kipas alluvial terletak berjajar dalam garis lurus sepenjang kaki bidang muka dan
blok.

5)

Terras terras baru pada kaki bidang muka blok dapat terbentuk oleh adanya sesar resen.

6)

Mata air, khususnya mata air panas,s ering terdapat pada kaki bidang muka.

7)

Danau, blok basin lakes, dapat terbentuk di depresi dua blok atau antara punggungan dan
blok lain.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

c.

Tahap

Tua.

Oleh

pengikisan

lanjut

daerah

pegunungan

patahan

menjadi

mendatar

dan

kehilangan bentuk asimetrinya. Bidang muka dan punggungannya menjadi berlereng sama
landai. Bidang muka menjadi jauh mundur ke punggungan jika dibandingkan dengan bidang
sesar semula. Daerah alluvial sangat meluas; dataran aluvial yang terletak diantara dua jajaran
bukit bukit sisa pegunungan blok disebut bolson plains

Lain lain. Oleh berbagai jenis sesar dan pola sesar, hasil hasil pengikisian dapat menghasilkan









beberapa morfologi khusus antara lain :


spur bloks pada intrusi granit
Picd Mond Scarp
Rock Pediment di daerah beriklim kering
Inselberge atau islan mountains
Step Fault Scarp
fault Scarp
offset.

Aspek Geografi Daerah Pegunungan Patahan

Biasanya penggunaan tanah banyak ditemukan dibagian yang rendah dan datar. Daerah kipas
Alluvial karena banyak air dan lunak yang dapat subur oleh irigasi. Kota kota banyak tumbuh
didataran yang dekat dengan mulut lembah.
Dapat merupakan daerah berpotensi mineral mengingat bahwa daerah ini dapat dijumpai
sedimen sedimen bermineral industri. Ada air panas sangat menarik untuk berbagai tujuan
seperti kesempatan pariwisata, dan sebagainya. Danau danau bolson juga mempunyai arti
penting untuk lingkungannya.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 11

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

GUNUNG API

1.

UMUM
Pertumbuhan gunung api salah satu dari bentuk konstruksional. Setelah itu mengalami
berbagai tahapan erosi muda hingga tua. Proses pembentukakn gunung api melalui letusan
aliran lava, longsoran, injeksi kubah lava, dsb. Diselingi dengan erosi. Meskipun demikian
pada

arahnya,

proses

erosi

berjalan

lebih

sehingga nampaknya menjadi kurang

lambat

dari

proses

pembentukan

gunung

jelas. Disamping itu, gunung api dapat

api,

mengalami

proses konstruksi lain seperti sesar dan lipatan.

Berbeda dengan konstruksi yang lain, pembnetukan gunung api lebih bersifat parozismal.
Gunung api yang telah mencapai tahapan dewasa, oleh letusan baru dapat segera menjadi
muda

kembali.

pembentukan

Perubahan

kubah

lava,

perubahan

aliran

bentuk

oleh

aliran

lahar,

lava,

kegiatannya

dapat

pembentukan

terjadi

kerucut

seperti

porositer,

pembentukan kaldera, dsb. Tahapan erosi dewasa dapat dilihat pada gununga api yang telah
mati.

2.

BENTUK BENTUK GUNUNG API


Bentuk bentuk gunung api dipengaruhi oleh dua sifat untama kegiatannya : letusan, dan
aliran lava. Beberapa gunung api dipengaruhi hanya oleh letusan, beberapa lainnya oleh
lelehan lava saja dan yang lain oleh kombinasi antara letusan dan lelehan. Masing masing
kemudian dapat mengalami tahapan muda, dewasa, dan tua.
Bentuk bentuk oleh erupsi letusan. Kegiatan letusan menghasilkan tuga dan breksi
volkasnik dan memberi bentuk cinder cones. Composeite Cones terbentuk jika kegiatannya
bergantian antara erupsi letusan dan aliran lava. Adventive atau Parasitic Cones merupakan
hasil kerucut dari hasil erupsi

di lambung gunung api. Kerucut kerucut rendah dengan

kawah disebut naat , sering mempunyai danah kawah, tidak pernah tinggi , tanpa aliran lava.
Kerucut gunung api sederhana mempunyai kawah (crater) denan dinding kawah tertutup.
Jika dinding kawah sumbing karena penjebolan lava disebut brachet crater. Letusan letusan
yang berulang dan berpisah pisah dalam suatu kawah akan menghasilkan kawah ganda
(nested

craters).

menghasilkan

Letusan

kaldera,

dahsyat

suatu

kawah

(misalnya
yang

tipe

sangat

letusan

besar,

ferret

berdinding

atau

plinian)

terjal,

dan

akan

umumnya

mempunyai dasar kawah yang rata. Gunung api baru dapat tumbuh di dasar kaldera dan
disebut Gunung Api Sekunder
Kerucut gunung api Dewasa yang telah mengalami pengikisan yang dalam pada badannya
umumnya

telah

mati.

Pada

pengikisan

lanjut,

kadang-

kadang

samapai

memperlihatkan

struktur dalamnya bahkan korok-korok radial.


Gunung api didalam tahapan tua sudah tidak memperlihatkan bentuk kerucut lagi. Hanya
sisa diaterma saja yang kadang kadang terlihat mencuat diantra dataran, dan disebut jenjang
gunung api (volcanic necks)
Bentuk bentuk oleh erupsi lelehan. Erupsi tenang dalam bentuk lelehan lava dapat melalui
celah (fissures) atau
Dalam

beberapa

korok,dan membentuk plateau

keadaan

lava

mengalir

didalam

lava, kubah lava, dan lapangan

lembah

dan

menghasilkan

lidah

lava.
lava.

Amblesan pada beberapa bagian lava menghasilkan lubang dengan didnding vertikan dan
disebut

lava

Sehubungan

sniles;
dengan

melalui
aliran

lubgan

lava

ini,

tersebut
dapat

lava

terbentuk

enter

dapat

bentuk

terlihat

bentuk

pada

detail

dasarnya.

seperti

lava

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

bridges,

atau

pahvohoe.

lava

tunnel,

Banyaka

aliran

spatter
lava,

cones,

driblet

khususnya

cones,

pada

lava

lava

caslades,

yang

agak

turruli

kental,

dan

lava

mempunyai

permukaan yang berbongkah bongkah karena aliran dan disebut lava Aa atau lava bongkah.
Di bagian dalamnya dapatsaja masih cair dan mengalir terus meninggalkan permukaaannya
yang mulai mengeras. Terbentuklah lava tunel, lava bridges. Permukaan lava encer dapat
berbentuk seperti lava atau lava pahoehoe. Dan jika permukaan lava membubung dengan
memperlihatkan banyak retakan dan mempunyai kenampakan kerak roti disebut tumulus.
Pada keadaan yang jarang terjadi maka lava pada waktu muncul dari kawah langsung
membeku dan menyumpat lubang kepundan : sumbat lava (lava plug) dan jika mencuat tinggi
: jarum lava (jarum lava). Gunung galunggung dan gunung Merapi memperlihatkan sumbat
lazi dan Monut Place (P.Martinique di Hindia Barat) memperlihatkan jarum lava (200 300
meter di atas kawah)
Spatter cones terjadi apabila terdapat ledakan kecil gas di lambung kubah lava; dapat
mencapai 3 4 meter diatas permukaan setempat.

3.

TATA LETAK
Gunung api dapat lahir dengan erupsi sentral, seolah berdiri sendiri tetapi yang sering
adalah

berderot

dengan

arah

arah

kelurusan

tertentu,

saling

sejajar

atau

berpotongan.

(contoh : deratan gunung api sepanjang Bukit Barisan, P. Jawa, Eslandia, dsb). Penyebaran
gunung api dapat pula berada dalam wilayah yang meluas (areal eruption)

4.

ASPEK GEOGRAFI GUNUNG API


Gunung api terkenal memberi kesuburan kepada muka bumi. Selain itu ketinggiannya
akan menyebabkan naiknya gerak angin yang membawa uap air dan terjadi pengembunan;
selanjutnya menyebabkan besarnya hujan di daerah pegunungan tersebut. Sifat sarang dari
tufa gunung

api

menyebabkan

daerah

in

menjadi

daerah

rembesan

air

tanah

yang

baik.

Banyak mata air dan sungai sungai bermula dari daerah gunung api.
Lava, bongkah bongkah lahar, dan pasir lahar di banyak tempat digali untuk bahan baku
bangunan. Tufanya yang bersifat hidrastik serta digunakan sebagai tras (semen trase)

Bencana bencana gunung api sangat tergantung pada sifat letusannya dan morfologinya.
Beberapa bencana yang dapat timbul adalah aliran lava, jatuhan piroklasitik langsung, aliran
lahar, baik lahar letusan ataupun lahar hujan, hembusan awan panas (nuce ardente) akumulasi
dan hembusan gas gas beracun (CO, CO 2, H2SO4, HCl, HF, HBr, dsb) dan longsoran
longsoran. Longsoran- longsoran tanah sering

terjadi pada tebing- tebing terjal di daerah

gunung api tua tahapan erosi dewasa (Hang layang, Larantuka Flores, Marapi Sumatera
Bara, Ciremei Jawa Barat).

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 12

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

GELOMBANG

1.

Terdapat

berbagai

jenis

pantai

yang

terjadi

DAN PANTAI

oleh

berbagai

sebab

pula

yaitu

pantai

emergence dan pantai subemergence. Delta dan dataran aluvial pantai termasuk ke
dalam pantai emergence, sedangkan pantai sekitar gunung api, aliran lava, drumlins dan
morena sering mendekati aspek pantai submergence. Dari bentuknya maka pantai dapat
berbentuk sederhana, rendah, dan reguler dengan perairan pantai yang dangkal; atau dapat
tinggi, terjal, tak teratur, dengan perairan yang dalam. Klasifikasi pantai di dasarkan atas
genesa (Johnson) I. Pantai emergence, II Pantai submergence, III Pantai Neutral, IV Pantai Campuran (Compound).

2.

PANTAI SUBMERGENCE.

Pantai ini terbentuk jika muka air laut menggenangi daerah dataran yang tenggelam. Pada
mulanya daerah pantai adalah tak teratur, banyak teluk dan lembah-lembah tenggelam;
dasar laut juga tak teratur menggambarkan lembah dan

bukit-bukit lama.

Tahapan Muda. Pantai tak teratur, gelombang mengikis lebih dalam daerah-daerah lemah
dan dapat terbentuk chimneys dan stacks di muka pantai. Oleh gelombang daerah lemah
terkikis gelombang membentuk guha-guha di tepi pantai

(sea caves); juga sea arch.

Longsoran-longsoran sering terjadi karena pengikisan kaki tebing.


Akibat

pengikisan

(tanjung)

banyak

dan

pengendapan

menderita

terbentuk

pengikisan

dan

spits

menjadi

dan
terjal.

pantai-pantai
Berbagai

ujung

endapan

bukit
pantai

terbentuk : headland beaches, bayside beach, bay head beach. Spit adalah bentuk
endapan pantai dengan satu bagian tergabung dengan daratan dan bagian lain menjorok
tipis ke laut. Terdapat berbagai bentuk spits : simple spit, hocked, atau recurved spit,
compound spit, complex spit.
Istilah bar digunakan untuk spit yang menghubungkan satu headland dengan headland
yang lain : bay mouth bar, mid bay bar, bay head bar. Tombolo adalah genting yang
menghubungkan pulau dengan daratan.
Tahapan Dewasa. Keadaan detail dari pantai menjadi hilang.
Headland menjadi mundur ; bay mouth bar menyambung dari satu headland ke yang lain,
dan

teluk-teluknya

makin

terisi

lebih

banyak

sedimen.

Akhirnya

seluruh

headland

terdorong ke belakang, dan garis pantai menyatu ke daratan utama (main land).
3.

PANTAI EMERGENCE.
Terbentuk jika muka laut menggenangi daerah laut atau danau yang sebagian terangkat.
Pada mulanya garis pantai

cenderung

lurus, dengan kontur lurus pula. Tanpa ke tak

teraturan yang berarti. Kedalaman laut mendalam secara teratur. Gelombang kecil dapat
melaju dan mengikis tebing rendah : membentuk nip. Gelombang benar dapat mengikis
dasar pantai ; endapannya membentuk submarine bar, sejajar dengan garis pantai.

Tahapan muda. Submarine bar selanjutnya tumbuh membentuk offshore atau barrier bar
dengan lagoon dibelakangnya. Sebagian besar offshore bars tidak menerus, tetapi terputus
dan tempat offshore bar terputus tadi disebut tidal inlets.tidal deltan terbentuk didalam
lagoon gelombang yang masuk dan keluar membawa endapan. Pada masa pasang naik
gelombang

dapat

melampaui

bar

dan

mengendapkan

sedimen

dibelakangnya,

disebut

wash over.
Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Tahapan dewasa. Setelah gesong (bar) terbentuk dan gelombang makin mengikis dasar
laut dimuka gosong, maka gosong dapat terkikis pantai terdorong ke arah lagoon dan
daratan. Profil pantai menjadi lebih terjal dan nip terbentuk.

4.

PANTAI NEUTRAL.
Merupakan

pantai

yang

terbentuk

secara

tidak

tergantung

pada

gejala

naikan

atau

penurunan pantai. Pantai ini merupakan hasil pengendapan aluvial. Delta, dataran aluvial,
dan pantai outwash plain terbentuk ini. Pantai umumnya mendalam pada ujungan delta
(foreset bets). Bentuk pantai umumnya sederhana atau agak melengkung. Birds foot delta
(lobate) mempunyai bentuk tak teratur, sebagai akibat banyaknya cabang sungai di delta
yang menyebar secara divergen. Alir sungai yang sangat perlahan-lahan dan blokade
mulut sungai oleh endapan menyebabkan adanya divergensi arah sungai pada delta.

5.

PANTAI CAMPURAN (COMPOUND).


Terbentuknya oleh adanya proses pengangkatan dan penurunan. Indikasi adanya prosesproses

tersebut

(submergence),

antara

lain

teras-teras

dataran

pantai

(emmergence),

dan

(emergence),
seterusnya.

teluk-teluk

Contraposed

yang

banyak

shoreline

jika

daratan lama berbentuk kasar berpantai terjal tetapi dibatasi oleh daratan pantai yang
sempit. Istilah contraposed analog dengan istilah super imposed yang dipergunakan untuk
sungai yang mengikis lapisan penutup hingga mencapai batuan yang lebih tua.

6.

LAIN-LAIN. BEACH RIDGES merupakan pantai berbukit-bukit memanjang, rendah,


akibat pertumbuhan

pantai

ke arah

laut. Lembah-lembah diantara bukit-bukit

disebut

swales, slashes, atau furrowa.

BEACH COSPS. Merupakan akumulasi pantai berbentuk segitiga, terdiri dari pasir atau
kerikil, tersebar secara teratur sepanjang pantai. Puncak segitiga menunjuk ke arah laut.

OSCILLATION RIPPLES, CURRENT RIPLLES, RILL MARKS, SAND DOMES.

ASPEK GEOGRAFI PANTAI.


Pantai

emmergence

umumnya

mempunyai

delta

pelabuhan

yang

jarang

dan

miskin

karena dangkal dan berlumpur; daerah belakangnya dapat subur makmur atau mempunyai
sumberdaya

mineral.

Pantai

submergence

yang

berteluk

dan

dalam

sering

menjadi

pelabuhan yang baik, tetapi daerah belakangnya miskin.


Daerah dataran pantai yang datar sering menjadi menarik karena mudah direncanakan.
Air tanah dangkal dan dapat berpotensi penggunaannya. Pantai submergence sering marik
sekali

karena

Lagoon

keindahan

pemandangaannya

dan

pantai

yang

bersih

dan

pasir

kasar.

dari pantai emergence juga mempunyai arti tersendiri bagi banyak kepentingan ;

pantai emergence sering berlumur sehingga dapat merupakan hambatan bagi konstruksi
bangunan.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 13

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

TERUMBU KARANG
1. Terjadinya terumbu karang.
Terumbu karang merupakan koloni dari rumah-rumah jasad renik karang
yang

(corral polyps)

hidup di lingkungan pantai, dengan berbagai persyaratan yaitu:

(1) suhu air dan lingkungan panas atau tropis, di atas 20 C


(2) kedalaman air kurang dari 50 meter
(3) air jernih, tanpa sedimen, dasar cukup keras
(4) laut tenang, gelombang tidak besar ; gelombang besar akan merusak tubuh karang yang rapuh dan menghambat pertumbuhan.
(5) Sirkulasi air cukup lancar untuk mendapatkan cukup oksigen

Pada kondisi yang sesuai karang berkembang dengan cepat, dan larva yang berkembang biak
pada karang akan tersebar oleh arus laut ke tempat lain. Jika larva mendapatkan landasan yang
kokoh seperti batuan keras atau cangkang-cangkang yang mengumpul dan mengeras maka
kurang

cepat

Pertumbuhan

terbentuk
karang

dan

berkembang.

dipercepat

oleh

Kumpulan

terjadinya

karang

algae

dan

ini

membentuk

.........................

terumbu.

yang

juga

mengambil kalsium karbonat dari air laut. Pertumbuhann terumbu karang oleh polyp dan algae
efektif pada kedalaman antara 20 dan 40 meter.

2. Bentuk-bentuk terumbu karang


Terumbu karang dapat berbentuk fringing reefs, barrier reefs dan atoll reefs.
(1) Fringing reef tumbuh melekat pada pulau atau pantai benua. Tanpa lagoon atau genangan
laut antara terumbu dan daratan berbatu-batu yang menjadi tumpuan dari terumbu tersebut.
(2) Barrier reef merupakan terumbu yang tumbuh dengan mempunyai jarak dari pantai sejauh
beberapa ratus sampai beberapa kilometer dari daratan pantai. Terdapat lagoon atau genangan laut antara terumbu dengan pantai. Barrier reef itu sendiri merupakan jalur relatif
sempit terdiri dari karang dan pasirnyna yang kadang-kadang

dari daratan pantai. Terdapat

lagoon atau genangan laut antara terumbu dengan pantai. Barrier reef itu sendiri merupakan jalur relatif sempit terdiri dari karang dan pasirnyna yang kadang-kadang muncul ke
permukaan laut. Jalur karang sempit tadi dapat berbentuk cincin jika mengitari pulau.
(3) Atoll juga berbentuk cincin atau elips. Merupakan jalur sempit karang atau pasir melingkar, dengan lagoon atau genangan laut ditengahnya. Atoll mirip sebuah barrier reef yang
mengitari pulau tetapi tanpa pulau ditengahnya.

3. Beberapa penjelasan mengenai terbentuknya ketiga terumbu


(1) Charles Darwin (1842). Karang mula-mula terbentuk melekat kepada daratan
(fringing reef) kemudian disusul dengan penenggelaman fondasi atau pulau.
Penenggelaman berlangsung lambat dan tersendat, dan karang sementara itu
tumbuh terus; maka terdapat jarak antara karang dan pulau (barrier reef). Hanya
lingkaran karang terluar yang memenuhi persyaratan tumbuh secara aktif.
Jika pulau sama sekali tenggelam akan terbentuk atoll.
(2) Daly mengemukakan teori glacial control. Menurut teori ini muka air laut selama waktu
glacial, lebih lebih di daerah ekuator, menurun menyebabkan adanya wilayah pengikisan
pantai yang baru dimana karang tumbuh. Setelah itu, pada waktu interglasial terdapat
kenaikan muka laut; interglasial terakhir menyebabkan kenaikan muka laut sekitar 80 meter.
Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

(3) Lain lain teori dikemukakan pula oleh Rein, Murray, Vangkar, Goppy, Agassiz, dan lain lain.

Rein menyebut bahwa atoll dapat terjadi pada puncak bawah muka laut yang diam. Murray
menambahkan bahwa lagoon yang terbentuk diatas dasar yang diam merupakan pelarutan,
sedangkan terumbunya tumbuh kearah luar. Vangkar beranggapan bahwa pada paparan yang
landai, terumbu dapat tumbuh pada suatu jarak dari pantai dan terbentuk barrier reef; lagoon akan
berisi ari berlumpur yang tidak memungkinkan karang dapat tumbuh. Goppy menyatakan pula
adanya undak undak karang pada daratan tepi pantai oleh pengangkatan daratan/dasar laut.
Agassiz et.al. beranggapan bahwa terumbukarang tumbuh diatas paparan yang dibentuk oleh
gelombang.

Bukti bukti untuk teori penenggelaman (darwin)


(1) Garis pantai yang dibatasi oleh barrier reef kebanyakan berteluk teluk dan headlands
jarang menunjukkan tebing tebing pengikisan gelombang. Tebing tebing tersebut, bila
ada, telah tenggelam
(2) daerah

daerah

menunjukkan

di

barrier

pasifik
reef

yang

dan

pantainya. Sebaliknya, daerah

menunjukkan

atoll,

tetapi

bukti

dapat

bukti

mempunyai

daerah yang mempunyai

pengangkatan

fringing

reef

barrier reef dan

tidak

disekitar

atoll tidak

menunjukkan adanya gejala gejala pengangkatan.


(3) Pulau kecil yang dikelilingi barrier reefs disebut juga almost atoll mununjukkan
lereng lereng yang serupa dengan puncak puncak gunung yang sekarang.
(4) Adanya unconformable contact antara reef dan masa daratan yang menunjukkan adanya
pengikisan dan tenggelam sebelum terumbu tumbuh diatasnya.
(5) Ketebalan reefs yang sangat besar (sampai 300 m) menunjukkan bahwa terumbu tumbuh
diatas masa yang
sangat

dalam.

sedang

Pada

tenggelam.

beberapa

kasus

Organisme karang
rekonstruksi

tidak

kedalaman

tumbuh
dasar

ditempat
terumbu

yang
dapat

mencapai 400-500 meter.


(6) Ditemukannya barrier reef dan atol yang berada dibawah muka laut; ini disebabkan oleh
proses penenggelaman yang lebih cepat dari pertumbuhan karang.

Bukti bukti untuk teori glacial Control antara lain (Daly)


(1) kedalaman dari dasar (fundasi) lagoon umumnya uniform, rata rata antara 70 dan 100
meter.
(2) Dasar atau fundasi tersebut berupa paparan terbentuk oleh erosi gelombang pada pulau
yang stabil selama periode glasial.

Theori Daly banyak kelemahannya antara lain bahwa kedalaman dari dasar terumbu tidak
hanya mencapai 70 100 meter, tetapi dapat mencapai 400 meter; juga kenyataan bahwa
terumbu karang dapat tumbuh di tempat yang terbukti tidak stabil
Dari pembahasan teori tesrsebut dapat dideduksikan adanya tiga jenis pulau yang mempunyai
terumbu karang disekitarnya, yaitu (a) pulau yang tetap, (b) pulau yang menaik, dan (c) pulau
yang sedang menurun (tenggelam)

Apek geografi terumbu karang


Pulau karang dan atoll mempunyai sifat kekurangan air tawar, kecilnya variasi tanaman dan
binatang, dan jauhnya/terpencilnya letak, miskin akan tanah yang subur untuk pertanian, dan
hempasan angin dan matahari yang terus menerus.
Kombinasi pancaran matahari, pantai, lagoon air laut, dan pepohonan kelapa beserta ikan
ikan yang indah tentunya mempunyai dayatarik tersendiri.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 14

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

ANALISA MORFOLOGI

1.

analisa morfologi merupakan suatu pekerjaan aatau langkah[-langkah memisahkan ssesuatu menjadi bagian-bagiannya yang lebih kecil (separating or breaking up of anything into
its constituent elements). Batu dapat dianalisa menjadi unsur unsure pembentuk minerl
mineralnya, dan sebagainya. Morfologi dapat dianalisa kedalam pembagian sudut lereng, bentuk bentuk bukit atau order order gunung, kerapatan sungai, pola genetic sungai, tahapan kedewasaan, jenis- jenis pegunungan/datarannya, dan sebagainya.

2.

Analisa morfologi dilakukan dengan menggunakan data dasar yang diambil dari pengamatan lapangan, pengukuran lapangan, peta topografi, foto udara, dan sebagainya. Berbagai data selanjutnya perlu diolah dengan berbagai cara, baik dengan tangan atau dengan
alat. Keluaran (output) yang dihasilkan dapat berbentuk uraian deskriptif /explanatory,
ataupun dalam bentuk tabel tabel, grafik grafik, angka angka ringkasan (summary
figures) seperti jumlah, rata rata, persentase, proporsi, ratio, angka indez, dan sebagainya. Misalnya :

a.

Jumlah ketinggian dihitung dari muka laut; jumlah luas pulau pulau Indonesia;
jumlah panjang sungai dari suatu DAS; dan sebagainya

b.

Rata rata kedalaman sungai; rata rata ketinggian sebuah plateau; rata rata curah hujan dalam suatu bulan; rata rata debit air mata air, dan sebagainya

c.

Presentase luas daratan terhadap seluruh luas daerah nusantara; presentase dataran
terhadap seluruh daerah; presentase daerah gunung api terhadap luas daerah seluruhnya; dan sebagainya

d.

Ratio luas antara DAS yang satu dengan DAS yang lain; ratio antara daerah dengan sudut lereng yang memenuhi syarat untuk pemukiman dengan sudut lereng
untuk pertanian; dan sebagainya

3.

e.

Angka index lonsoran di daerah batu lempung; kerapatan sungai; dan sebagainya

f.

Lain lain.

analisa dapat dilakukan dengan menggunakan tabel-tabel, grafik-grafik, diagram diagram angka angka, atau peta peta. Macam analisa yang bagaiman yang akan digunakan tergantung dari sifat dan tujuan penelitian itu sendiri. Pada dasarnya analisa merupakan usaha penguraian lebih lanjut daripada data agar dapat diperbandingkan; maka dari
itu pada analisa perlu dibuat kategori kategori atau klasifikasi-klasifikasi. Selain itu
pada analisa juga berarti memperhitungkan besarnya pengaruh antara nilai variable yang
satu terhadap variable lainnya.

Berikut

ini

digambarkan

matriks

antara

tujuan

analisa

dan

variable

yang

mungkin

mempengaruhinya.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Sat. Morfologi

Tekuk Lereng

Luas DAS

Kerapatan Sungai

Pola Aliran

Bentuk Aliran

Bentuk Bukit

Macam analisa

Pola Kotur

Elevasi

Sudut Lereng

Matrix hubungan antara macam-macam analisa dan tujuan analisa.

Tujuan analisa
I.

Ilmiah Geologi

1.

Jenis Batuan

2.

Stratigrafi

(V)

3.

Struktur-Struktur Geologi
V

kemiringan lapangan

lipatan

sesar

kekar

4.

Intrusi

5.

Gunung Api

II.

Aplikasi

1.

Tata Guna Tanah

(V)

(V)

2.

Bendungan

(V)

(V)

3.

Jalan Raya

4.

Air Tanah

5.

dan sebagainya

V
V

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 15

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

Analisa Morfologi (lanjutan)

Analisa Morfologi dilakukan dengan pemisahan pemisahan unsur unsur morfologi menjadi
bagian

bagian

yang

lebih

kecil. Analisa dilakukan

dengan

memperhatikan

tujuan

semula,

mungkin berupa tujuan tujuan ilmiah atau tujuan tujuan aplikasi. Analisa morfologi yang
lazim diadakan adalah : elevasi, sudut lereng, pola kontur, bentuk bukit, pola bukit, bentuk aliran,
kerapatan sungai, luas DAS, tekuk lereng/gradien, dan satuan morfologi.

1.

Elevasi. Elevasi diukur dalam meter diatas muka laut. Data mengenai elevasi diperlukan
dalam kaitannya dengan iklim/cuaca daerah tersebut yang selanjutnya dapat memperngaruhi aplikasi misalnya untuk tataguna tanah, pertanian/perkebunan, engineering, dan sebagainya. Misalnya pohon teh dapat hidup baik pada elevasi antara sekian dan sekian meter
diatas muka laut; salju terdapat pada elevsi sekitar 5.000 meter keatas, dan sebagainya

2.

Sudut Lereng. Penggunaan lahan sangat dipengaruhi pemilihannya oeh sudut lereng dan
luasnya masing- masing. Beberapa penggunaaan lahan memerlukan sudut lereng yang
mutlak datar seperti lapangan terbang, dan penggunaan lahan lain dapat tidak terlalu terpengaruh sudut lereng seperti beberapa macam daerah rekreasi, jalan setapak. Beberapa
penggunaan lain bahkan memerlukan sudut sudut lereng terjal seperti mendaki gunung.
Sudut lereng untuk pemukiman tentunya lebih kecil daripada daerah villa. Pemukiman
transmigrasi mempunyai batasan sudut lereng persen.

3.

Pola Kontur. Yang dimaksud dengan pola kontur adalah tata letak dari garis garis kontur, kerapatannya satu sama lain , dan bentuk bentuk lengkungan dan kelurusan dari garis kontur. Dari pola kontur dapat memberi gambaran akan bentuk bukit , kelurusan-kelurusan bukit, bahkan penafsiran terhadap kekerasan relatif batuan dan struktur struktur
geologi. Orang mengenal pola kontur yang khas untuk perbukitan karst, gunung api, pe gunungan lipatan, kubah, plateau, dan sebagainya

4.

Bentuk Bukit. Berbagai bentuk bukit dikenal baik dari pengamatan lapangan, foto udara,
maupun peta topografi; misalnya bentuk membulat (pada karst), memanjang (peg. Lipatan), zig zag (peg. Lipatan), melingkar (kubah bawah) kerucut (Gn. Api), kipas (kipas aluvial), dan sebagainya. Masing masing bentuk memeberi gambaran akan keadaan geologi sebagai hasil denudasi.

5.

Pola Bukit. Bukit bukit tersebut dalam 4 dapat tersusun dan membentuk berbagai pola :
tak teratur, terdapat kelurusan, paralel satu sama lain, zig zag, terputus, membelok, en
echelon, radial, dan sebagainya. Pola bukit ditentukan oleh berbagai faktor seperti jenis
batuan, arah-arah struktur (lipatan, sesar, kekar), proses pengendapan primer, proses- proses erosi dan denudasi, dan sebagainya.

6.

Bentuk Sungai. Yang dimaksudkan adalah bentuk gradien sungai thalweg, atau bentuk penampang membujur sungai, bentuk kelurusan kelurusan dan belokan belokan sungai
secara detail. Bentuk gradien/penampang sungai mengikuti thalweg sangat dipengaruhi
oleh batas batas daerah konstruksional dan destruksional, kekerasan batuan dasar dan
struktur struktur geologinya, dan pengaruh pengaruh pengikisan sungai terhadap dasar
sungai, dan sebagainya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana bentuk penampangnya,
berapa besar gradiennya, dimana terdapat perubahan gradien atau tekuku lereng. Bentuk
penampang melinrang ditentukan oleh tingkat tahapan kedewasaan sungai dan daerah
yang dengan sendirinya sangat tergantung pada jenis batuan, struktur batuan, dan stadium
erosinya; beberapa bentuk penampang melintang sungai antra lain bertebing terjal dan

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

sempit, bertebing landai berbentuk U, simeteri, asimetri, membentuk under cut, dan sebagainya
7.

Pola Aliran Sungai. Dikenal beberapa pola aliran sungai seperti pola dendritik, rektangular, trellis, paralllel, radial, anular, dan sebagainya. Kesemuanya sangat ditentukan oleh
jenis batuan, kekerasannya, dan struktur-struktur geologinya. Untuk mendapat kepastian
mengenai hubungan antara pola aliran dengan struktur struktur geologi misalnya, diperlukan analisa terhadap kelurusan/ belokan belokan sungai atau kelurusan/pembelokan
bukit; hasilnya dibandingkan dengan analisa kekar atau perlapisan.
Diagram riset dapat digunakan untuk keperluan tersebut.

8.

Kerapatan Sungai. Merupakan angka perbandingan antara jumlah panjang sungai persatu2

an luas (Km/Km ). Gunanya untuk mendapatkan gambaran bagaimana tingkat erosi ; daerah dengan kerapatan sungai yang lebih besar relatif mempunyai tingkat erosi yang lebih
besar. Dari beberapa data angka kerapatan sungai dapat dibuat kontur kerapatan sungai.
9.

Luas DAS. Disebut juga catchment area; merupakan daerah aliran sungai yang dibatasi
oleh garis pemisah air (water devide) yaitu garis yang menghubungkan punggungan dan
puncak- puncak tertinggi disekitar daerah aliran sungai dengan daerah aliran sungai yang
2

lain. Luas DAS (dalam Km ) memberi gambaran akan banyaknya curah hujan yang masuk kedalam DAS tersebut. DAS yang lebih luas akan menerima curah hujan lebih banyak.
10. Satuan Morfologi. Daerah dimuka bumi yang mempunyai kesamaan dalam bentuk bentuk dan pola aliran sungai dimasukkan ke dalam satuan yang sama. Tujuan utama adalah
memisahkan manakah daerah konstruksional dan daerah destruksional. Kemudian masing
masing

satuan dapat dibagi lagi menjadi subsatuan lagi atas dasar struktur dan stages

(untuk konstruksional) dan atas dasar deporisional (untuk destruksional).

Satuan Morfologi

Sub Satuan Morfologi

(Orde I)

(Orde II)
Plateau

Orde III

Peneplain,

pinnacles,

butle,

messa,

benches, dan sebagainya

Pegunungan

Kubah

Hogbacks, cuestas, dan sebagainya

Peg. Lipatan

Hogbacks,
synclinal

cuetas,
ridges,

anticlinal

valley,

anticlinal

ridges,

monoclinal

ridges,

synclinal

valley

dan

sebagainya
Peg. Bongkah

Fault scarp, block mts, island mauntains,


bolson plains, dan sebagainya.

Peg. Kompleks
Gunung Api

Puncak,

badan,

kaki

gn

api,

kawah,

kerucut parasitor, end. Lahar, aliran lava,


dan sebagainya
Dataran Pantai

Dataran pantai, delta, rawa, bars, dunes,

Dataran Banjir

Dataran banjir, rawa, danau oxbow, dan

corrol reefes, lagoon, dsb


Dataran

sebagainya
Dataran Danau

Delta, dataran danau

Dataran Alluvial

Kipas alluvial, teras-teras sungai, gosonggosong.

Dataran Glasial

Morena, drumlins, eskers

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

GEOMORFOLOGI

Edaran 16

DEPT. TEKNIK GEOLOGI


F T I ITB
DR. SAMPURNO

GLASIASI

Terdapat dua jenis glasiasi utama yaitu Glasial Alpina dan Glasial Kontinental. Glasiasi alpina
merupakan glasial

yang terbatas pada lembah

lembah dan berbentuk memanjang/melidah;

glasial piedemount umumnya meluas menutupi dataran, dan glasial kontinental menutupi daerah
lebih luas lagi.

a.

Glasial Alpina
atau

Disebut juga mountain glaceal

local glacial yang pada hakekatnya merupakan sungai

es. Glasial ini dapat terjadi pada elevasi kira kira diatas 5000 meter. Glasial ini jika
dibandingkan dengan sungai biasa mempunyai channel yang lebih besar, mengikis lebih
kuar; erosi terluas pada pertengahan dari panjang glasial. Ujung glasial dapat surut kehulu.
Topografi pra glasial adalah topografi yang lazim terdapat pada topografi biasa dengan
pelapukan dan pengikisan sungai. Terdapat lapisan tanah, singkapan singkapan, lembah
lembah sempit, air terjun dan sebagainya.]
Topografi selama glasiasi daerah hulu dan puncak tertutup salju atau es. Gerakan glasial
dapat bergerak searah dengan lembah ataupun tidak. Gerakan glasial mengikis kuat bagian
hulu dan memperendah dengan cepat baian atas dan membentuk amfiteater atau cirques.
Topografi post glasiasi mencerminkan topografi yang banyak dipengaruhi oleh pengikisan
glasial:

banyak

ditengahnya
terletak

cirques

seperti

diantara

dipuncak

puncak

dua

atau

matterhorn;

lidah

glasial

bahkan

meninggalkan

punggungan

(aretes);

lembah

puncak

punggungan

lembah

puncaktajam

sempit

berbentuk

tajam

U;

yang

kembang

tergantung (hanging valley) sebagai akibat dari keadaan erosi yang kuat dari lembah glasial
utama

dibandingkan

dengan

cabangnya

atau

tributaries,

danau

danau;

pada

lembah

glasial utama sering longsor; dari lembah samping (tributaries) sering membentuk air terjun
atau kipas aluvial. Tebal endapan dapat mencapai 600-700 meter.
Pada daerah dengan garis lintang yang besar sering terbentuk pantai fiord. Lembah pantai
merupakan

lembah

glasial.

Dalamnya

laut

difiord

ini

dapat

dijelaskan

karena

naiknya

mukalaut akibat interglasial; kedalaman dapat mencapai 200 300 meter.

b.

Glasial Kontinental

Glasial ini menutupi, mengikis, mentransport, dan mengendapkan sedimen lebih luas
dan lebih tebal. Penyebaran yang luas dari glasial disebabkan oleh kondisi iklim yang
extrem. Hal ini dapat dilatar belakangi ileh hal hal lain yang lebih luas lagi seperti
ostronomik, perubahan kadar dan tebal gas gas di atmosfer, dan sebagainya. Pada saat
2

sekarang ini tudung es masih ada seluas 6.000.000 mil . bebannya dapat menyebabkan
penurunan daerah yang luas.
Erosi glasial ini sangat kuat dan luas. Bekas bekas pengikisan membentuk glasial
grooves

dan

terendapkan

glasial
diatas

striae.

Permukaan

permukaan

batuan

daerah
yang

tanpa

segar;

tanah

pelapukan;

endapan

glasial

endapan

sering

glasial

terdiri

dari

bongkah bongkah batuan segar pula dan bubuk batuan; bukit bukit sering mempunyai
bentuk- bentuk punggungan membulat (rochesmoutonees) dengan lereng landai.
Ujung ujung dari glasial kontinental berakhir pada lembah lembah dan mirip
dengan glasial alpena. Gerakan glasial menggosok batuan dasar menjadi bubuk bubuk
halus dan membentuk emulsi putih kotor. Endapannya membentuk lapisan tipis tipis
Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

disebut varva
Endapan glasial membentuk berbagai endapan tergantung kepada posisinya. Endapan
umumnya disebut morena. Beberapa jenis morena dikenal antara lain morena terminal atau
enel

moraine.

Reccesional

moraines,

mitercebate

moraines,

dan

grround

moraines.

Endapan juga dapat dibagi menurut materialnya seperti fillmoraines, waterlaid moraines,
delta moraines, dan kame moraines.
Endapan fluvioglasial terjadi oleh mencairnya es menjadi air sehingga glasial secara
perlahan-lahan berubah menjadi sungai. Beberapa endapan dikenal sebagai outwash plaius,
alluvial feus, volley traius, dan delta plaius. Kettles merupakan lembah sempit memanjang
pada ontrash plain; sering menjadi danau. Kettles ini terbentuk karena mencairnya sisa
sisa es yang mula mula masih muncul diantara outwash plain.
Endapan

lain

adalah

Eskers,

Kames,

dan

Crevasse

Fillings.

Masing

masing

merupakan endapan yang terjadi pada glacial tunnel, moulin (pipa glasial), dan retakan
retakan pada glasial.

Sumber :
1.

Katili, J. A. 1963. Geologi. Jakarta: Departemen Urusan Research Nasional

2.

Lobeck, A. K. 1939. Geomorphology An Introduction to the study of landscapes. New York: McGraw-Hill
Book Company.

Anda mungkin juga menyukai