Anda di halaman 1dari 10

HIBRIDISASI DAN MENDELISME

I.

Tujuan

1. Mengenal ikan ikan betta


2. Belajar mengetahui rasio fenotipdari keturunan kawin silang
3. Membuktikan Hukum Mendel
4. Mengetahui genotip dan fenotip anakan

II.

Tinjauan Pustaka

Pewarisan gen pada individu didasari oleh Hukum Mendel I atau dikenal
dengan Hukum Segregasi. Gen-gen dalam individu diploid, beberapa pasanganpasangan alel dari pasangan gen kepada keturunannya. Pewarisan sifat yang dapat
dikenal dari orang tua kepada keturunannya secara genetik disebut hereditas.
Hukum pewarisan ini mengikuti pola yang teratur dan terulang dari generasi ke
generasi. Dengan mempelajari cara pewarisan gen tunggal, akan dimengerti
mekanisme pewarisan suatu sifat dan bagaimana suatu sifat tetap ada dalam
populasi, demikian juga akan dimengerti bagaimana pewarisan dua sifat atau lebih
( Crowder 1997)
Hibrid adalah hasil perkawinan antara dua individu yang mempunyai sifat
beda. Berdasarkan banyaknya sifat beda yang terdapat pada suatu individu ,
perkawinan dapat perkawinan dapat dibedakan menjadi :
a. monohibrid, yaitu hibrid dengan satu sifat beda
b. dihibrid, yaitu hibrid dengan dua sifat beda
c. trihibrid, yaitu hibrid dengan tiga sifat beda, dan seterusnya (Suryo 1980)
Dari hasil percobaan Mendel dengan mepergunakan tiga sifat pembeda maka
dapat disimpulkan bahwa kejadian-kejadian yang berlangsung pada model
dihibrid dapat diterapkan pada model trihibrid dan polihibrid. Umpamanya bila
setiap pasangan gen bebas bersegregasi tanpa dipengaruhi oleh gen lainnya maka

untuk memperoleh perbandingan genotip maupun fenotip pada F2, kita dapat
mengandalkan nilai perbandingan dari tiga model monohibrid atau membuat
pangkat tiga dari nilai perbandingan monohibrid (Jusuf 1988).
Hukum Mendel didasarkan atas kekhasan tingkah laku kromosom selama
pemotongan gamet (fase meiosis) dan fertilisasi. Bagian yang paling penting
diperankan oleh aturan pemurnian gamet. Secara kromosom pemurnian gamet
didasarkan pada adanya satu dari dua krmosom homolog pada nukleus setiap
gamet. Setiap gen sampai menjadi gamet, bersama dengan kromosom di tempat
yang telah ditentukan. Ini tidak disebabkan oleh lokasi gen pada homolog lain
(Kirpichnikov 1981)
Eksperimen Mendel menggunakan tanaman kacang ercis (Pisum sativum).
Pemilihan tanaman ini bukan secara kebetulan, tetapi merupakan hasil pemikiran
yang cukup panjang dan teliti. Alasannya menggunakan tanaman tersebut adalah :
1. Penyerbukan dapat dengan mudah dikontrol pada tanaman ini
2. Tanaman kacang ercis mudah dibudidayakan dan dari satu generasi ke
generasi berikutnya hanya membutuhkan satu musim tanam.
3. Tanaman kacang ercis mempunyai banyak perbedaan pewarisan yang tampak
dengan jelas.
Mendel memilih tujuh unit dari karakter yang berbeda dari varietas tersebut untuk
megikuti pewarisan (Strickberger 1985).
Berdasarkan hasil eksperimennya, Mendel merumuskan dua hukum, yaitu :
a. Hukum I Mendel, dikenal dengan Hukum Pemisahan Gen yang Sealel (The
Law of Segregation of Allelic Genes) yaitu pada waktu tanaman yang
heterozigot (F1) membentuk gamet terlihat aanya pemisahan alel, sehungga
gamet memiliki salah satu alel.
b. Hukum II Mendel, disebut Hukum Pengelompokan Gen Secara Bebas (The
Law of Independent Assortment of Genes) yang menyatakan bahwa gen-gen
dari sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan
reduksi pads awaktu pembentukan gamet gamet (Suryo 1980)

Klasifikasi Ikan Betta menurut Susanto dan Lingga (1997) :


Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Classis

: Pisces

Sub Classis

: Teleostei

Ordo

: Percomorphoidei

Sub Ordo

: Anabantaidei

Familia

: Anabantidae

Genus

: Betta

Species

: Betta splendens

III. Alat dan Bahan


A. Alat :

Tempat benih ikan Betta atau akuarium

Seser kecil

Alat tulis

Ember kecil

B. Bahan :

Induk ikan Betta jantan dan betina

Anakan ikan Betta

III.

Cara Kerja

1. Menyediakan dan mengambil 15 anakan ikan Betta.


2. Mengamati pola warna dan warna dari anakan ikan Betta pada pinna caudalis,
pinna dorsalis dan pinna analis.
3. Mengamati pola warna pada induk ikan Betta pada pinna caudalis, pinna
dorsalis dan pinna analis.

4. Mencatat jumlah setiap pola warna yang ada.


5. Membandingkan hasil dari variasi pola warna yang terjadi pada anakan dan
pada induk.
IV.

Hasil Pengamatan

Tabel : Pola warna pada ikan Betta


Ikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Male/Female
Male
Male
Male
Male
Male
Male
Male
Female
Female
Male
Male
Male
Male
Male
Female

Pinna Dorsalis
Biru
Biru Merah
Biru
Biru
Biru
Biru
Biru
Biru
Biru
Biru
Biru
Biru
Biru Merah
Biru
Biru Merah

Kombinasi Warna
Pinna Caudalis
Biru
Biru Merah
Biru Merah
Merah Biru
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Merah Biru
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah

Pinna Analis
Biru
Biru Merah
Biru Merah
Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Merah Biru
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah
Biru Merah

Tabel : Pola Warna Pola Pinna Caudalis


Pola Warna Pinna Caudalis
Biru
Biru Merah
Merah
Jumlah

Jumlah Ikan
24
77
19
120

Pola Warna Pinna Caudalis Induk


Jantan : Biru Merah
Betina : Biru Merah

Tabel: Pola Warna pada Induk ikan Betta


No.

Male/Female

1.
2.

Male
Female

Pinna Dorsalis
Biru
Biru

Kombinasi Warna
Pinna Caudalis
Biru Merah
Biru Merah

Pinna Analis
Merah Biru
Merah Biru

Diketahui :
B : Gen pembawa warna biru
b : Gen pembawa warna merah
Persilangan ikan Betta ini adalah persilangan monohibrid dominansi tidak penuh
sehingga tercipta sifat intermediet.
Parental Bb X Bb
Gamet B dan b X B dan b
F1 BB

biru

Bb

biru merah

bb

merah

Rasio fenotip : 1 (biru) : 2 (biru merah) : 1 (merah)


Rasio genotip : 1 (BB) : 2 (Bb) : 1 (bb)
Analisis Chi Square (X2) :
O : hasil yang diperoleh
E : hasil yang diharapkan
d : deviasi = O E

O
E
d
2
d /E

Biru
24
30
-6
2
(- 6) /30 = 1,2

Biru Merah
77
60
17
2
(17) /60 = 4,8

X2 = 1,2 + 4,8 + 4,08 = 10,05


dF = 3 - 1 = 2

Merah
19
30
-11
2
(- 11) /30 = 4,03

Jumlah
120
120

K(2) = 0,01 - 0,001

hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil yang


diharapkan atau tidak sesuai dengan hukum Mendel.

Tabel X2 :
Derajat
Kebebasan
1
2

0,99

0,90

0,70

Kemungkinan
0,50 0.30 0,10

0,002
0,02

0,016
0,21

0,15
0,71

0,46
1,39

1,07
2,41

2,71
4,61

3,84
5,99

6,64
9,21

10,83
13,82

0,12

0,58

1,42

2,37

3,67

6,25

7,82

11,35

16.27

0.05

0,01

0,001

Nilai K(2) yaitu 10,05 berada diantara 0,01 dan 0,001.


Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil yang
diharapkan atau tidak sesuai dengan hukum Mendel karena nilai K(2) berada
bawah 0,01.

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini diamati hasil persilangan ikan Betta (Betta spendens)
dengan dengan satu sifat beda yaitu warna yang terdapat pada pinna dorsalis,
pinnna caudalis dan pinna analis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui
fenotp dan genotip anakan ikan tersebut dan juga untuk membuktikan Hukum
Mendel dengan melihat rasio fenotip dan genotip dengan menggunakan analisis
test chi-square (test X2.
Hasil pengamatan diperoleh dari 15 individu anakan Betta yang diamati
pola warna pada pinna dorsalis, pinna caudalis dan pinna

analis, kemudian

membandingkannya dengan pola warna yang ada pada induk. Untuk


membuktikan Hukum Mendel, anakan yang diamati sejumlah 120 individu yang
kemudian diuji dengan test chi-square (X2).

1. Pola warna pada pinna dorsalis

Pola warna pada pinna dorsalis anakan menunjukkan adanya dua warna
yang muncul yaitu warna biru dan kombinasi biru merah. Warna biru terdapat
pada 12 individu anakan sedangkan warna biru merah terdapat pada 3 individu
anakan. Warna pinna dorsalis baik pada induk jantan maupun betina berwarna
biru, yang menunjukkan bahwa genotip dari induk jantan dan betina homozigot
(BB). Seharusnya pada persilangan ini dihasilkan 100% anakan yang mempunyai
pola warna pinna dorsalis berwarna biru. Hal ini menunjukkan terjadinya
penyimpangan yang dikarenakan

indukan ikan Betta pada pengamatan ini

dianggap sebagai parental yang pada kenyataannya indukan ini sudah menjadi
keturunan yang kesekian kalinya.
Munculnya

warna merah pada pinna dorsalis yaitu dengan kombinasi

biru merah dikarenakan warna merah pada pinna dorsalis indukan bersifat resesif,
sifat tersebut ditutupi oleh warna biru sehingga warna tersebut tidak muncul pada
pinna dorsalis induk. Akan tetapi sifat (warna) tersebut muncul kembali pada
keturunannya, dalam hal ini sebagai F1. Jadi munculnya warna biru merah pada
pinna dorsalis anakan yang berasal dari induk yang memiliki pola warna pinna
dorsalis biru disebabkan karena adanya sifat dominan dan resesif.

2. Pola warna pada pinna caudalis


Pola warna pada pinna caudalis anakan menunjukkan adanya dua warna yang
muncul yaitu biru dan kombinasi biru merah atau merah biru. Warna biru muncul
pada 1 individu anakan sedangkan warna biru merah terdapat pada 12 individu
anakan dan warna merah biru terdapat pada 2 individu anakan. Warna pinna
caudalis baik pada induk jantan maupun betina berwarna biru merah. Hal ini
berarti genotip dari induk jantan dan betina adalah heterozigot (Bb) sehingga
dalam persilangannya menghasilkan anakan dengan pola warna yang bervariasi.
Sifat heterozigot ini mempunyai sifat intermediet karena pada anakan
ditemukan sifat kombinasi atau perantaraan antara homozigot dominan dan

homozigot resesif yang muncul pada pinna caudalis dengan pola warna biru
merah. Warna biru pada anakan menunjukkan bahwa genotip anakan tersebut
adalah homozigot, sedangkan genotip anakan yang memiliki warna kombinasi
adalah heterozigot. Pola warna merah tidak ditemukan pada pinna caudalis anakan
karena warna tersebut bersifat resesif walaupun tidak resesif penuh karena ada
anakan yang mempunyai pinna caudalis berwarna merah biru (merah terdapat
dalam kombinasi). Perbandingan yang seharusnya ada pada genotip dan fenotip
yaitu 1 : 2: 1 tidak terjadi karena anakan yang diamati hanya 15 ekor sedangkan
keseluruhan anakan dari ika tersebut ada 120 individu.

3. Pola warna pada pinna analis


Pola warna pinna analis yang diamati tampak adanya

tiga warna yang

muncul, yaitu warna biru, biru merah atau merah biru dan merah. Pola warna biru
pada pinna analis anakan hanya muncul pada 1 individu, begitu juga dengan pola
warna merah, sedangkan pola warna kombinasi biru merah atau merah biru
muncul pada 13 ekor anakan. Warna pinna analis induk jantan maupun betina
adalah merah biru. Munculnya pola warna biru, biru merah atau merah biru dan
merah pada anakan menunjukkan bahwa induk mempunyai genotip yang
heterozigot, sehingga pola warna yang muncul pada anakan bervariasi.
Perbandingan genotip yang seharusnya terjadi tidak terjadi karena anakan yang
diamati hanya sebagian saja, sedangkan pola warna yang ada pada induk muncul
semua pada anakan.
Untuk membuktikan Hukum Mendel, dilakukan analisis tes chi-square (X 2)
yang diambil dari data pola warna pinna caudalis seluruh anakan. Pengamatan
terhadap pinna caudalis menunjukkan adanya

3 pola warna, yaitu biru, biru

merah dan merah. Anakan ikan Betta yang mempunyai pola warna biru ada 24
individu, warna biru merah ada 77 individu dan warna merah ada 19 individu.
Jumlah total anakan yang diamati ada 120 ekor. Hasil tes chi-square menunjukkan
bahwa warna biru yang diharapkan ada 30 ekor, warna biru merah 60 ekor dan

warna merah 30 ekor dan diperoleh nilai deviasi masing-masing sebesar 6, 17


dan 11, sehingga diperoleh nilai X2 sebesar 10.05. Karena persilangan ini
merupakan persilangan monohibrid dominasi tidak penuh yang memiliki jumlah
kelas fenotip sebanyak 3 maka diperoleh derajat kebebasan sebesar 2. Setelah
dimasukkan ke dalam tabel X2 diperoleh nilai K(2) yang berada diantara 0.01
sampai 0.001. Hasil yang diperoleh ini tidak baik atau dikatakan tidak sesuai
dengan Hukum Mendel. Hal ini terjadi karena ada faktor lain yang ikut
mengambil peranan pada hibridisasi ini. . Nilai X 2 tersebut dikatakan signifikan
atau berarti yang artinya deviasi (penyimpangan) sangat berarti dan faktor
kemungkinan sangat besar peranannya. Faktor kemungkinan tersebut bisa berupa
faktor internal maupun eksternal (lingkungan).

Daftar pustaka

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,


Jogjakarta
Jusuf, M. 1980. Genetika Dasar I : Ekspresi Gen. PAU ITB, Bogor
Kirpichnikov, V.S. 1981. Genetic Bases of Fish Selection. Springer-Verlag Berlin
Heidenberg, New York
Strickberger, W.M. 1985. Genetic. Macmillian Publishing Company, New York
Suryo. 1980. Genetika S1. Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta

10

Anda mungkin juga menyukai