Anda di halaman 1dari 6

Gontor dan Bahasa

Posted By: sekpimon: January 21, 2015In: Catatan

Bahasa adalah mahkota pondok, demikian


kata-kata yang sering disampaikan penggerak bahasa di Gontor. Dalam istilah lain, language
is our crown atau al-lughatu taaju-l-mahadi. Ibarat mahkota, bahasa menjadi simbol
kehormatan dan kebanggaan Pondok Modern Darussalam Gontor. Maklum, Gontor memang
dikenal sebagai pondok yang mengembangkan bahasa Arab dan bahasa Inggris secara
konsisten. Sehingga, Gontor sering mendapat julukan laboratorium hidup untuk kedua bahasa
asing tersebut.
Penerapan bahasa Arab dan Inggris di pondok ini tidak terlepas dari sejarah lahirnya Gontor.
Saat itu Trimurti bercita-cita mencetak generasi yang tidak hanya pandai di bidang agama,
tapi juga pandai di bidang keilmuan lainnya. Mereka bertiga menyadari kelemahan umat
Islam pada waktu itu. Saat Indonesia diundang menghadiri Muktamar Islam Sedunia yang
akan diselenggarakan di Makkah pada tahun 1926, tidak ada satu pun tokoh Islam negeri ini
yang menguasai dua bahasa asing sekaligus dengan sama baiknya. Padahal, syarat
keikutsertaan dalam agenda besar tersebut minimal pandai berbahasa Arab dan Inggris.
Akhirnya, terpilihlah K.H. Mas Mansur yang pandai berbahasa Arab bersama H.O.S.
Cokroaminoto yang menguasai bahasa Inggris untuk mewakili umat Islam Indonesia.
Dari sinilah, Trimurti bertekad membuat lembaga pendidikan yang mampu menghasilkan
tokoh-tokoh dengan kedua kriteria itu. Bahasa Arab sebagai kunci untuk menguasai ilmuilmu keislaman dan bahasa Inggris menjadi sarana untuk memahami ilmu-ilmu umum atau
sains. Dengan penguasaan kedua bahasa ini, Trimurti berharap alumni Gontor tidak hanya
menjadi ulama yang tahu ilmu agama, tapi juga menguasai sains dan ilmu-ilmu lainnya.
Dalam istilah lain, Gontor mampu mencetak ulama yang intelek bukan intelek yang tahu
agama.
Sejak berdirinya, Gontor sudah mengajarkan kedua bahasa asing tersebut. Secara bertahap,
bahasa Arab dan Inggris berkembang. Untuk menunjang perkembangannya, pengajaran di
kelas menggunakan bahasa Arab dan Inggris, sesuai pelajarannya. Buku-buku materi
berbahasa Arab tidak boleh diterjemahkan ke bahasa Indonesia, demikian pula buku-buku
pelajaran bahasa Inggris. Kedua jenis pelajaran ini harus disampaikan menggunakan bahasa
aslinya. Inilah yang disebut Gontor dengan thariqah mubasyirah.
Metode ini diterapkan sepenuhnya mulai kelas 2 KMI. Di kelas satu, beberapa pelajaran
keislaman masih menggunakan bahasa Indonesia. Tapi, khusus untuk pelajaran bahasa Arab

yang menggunakan buku Durusu al-Lughah al-Arabiyah karya K.H. Imam Zarkasyi dan
H. Imam Syubani wajib disampaikan dengan bahasa Arab. Pelajaran bahasa Inggris juga
demikian.
Di asrama, santri-santri harus menggunakan bahasa Arab atau Inggris dalam setiap
percakapannya. Demikian pula dalam pergaulan mereka dengan santri-santri lain di luar
asrama. Ada istilah minggu bahasa Arab dan minggu bahasa Inggris di Gontor, atau
diistilahkan juga dalam bahasa Inggris dengan Arabic fortnight and English fortnight.
Sedangkan dalam bahasa Arab diberi istilah al-usbu al-Araby wa al-usbu al-Injilizy.
Maksudnya, untuk penerapan kedua bahasa asing tersebut dalam percakapan santri-santri,
Gontor menjadwalkannya secara teratur dalam dua mingguan, dua minggu khusus untuk
bahasa Arab, dan kemudian berganti bahasa Inggris untuk dua minggu selanjutnya. Biasanya,
pergantian bahasa itu berlangsung di hari Jumat, tepat setelah Maghrib, saat pengumuman
harian terkait kegiatan pondok atau santri dibacakan Bagian Penerangan Organisasi Pelajar
Pondok Modern (OPPM). Jika pengumuman itu berbahasa Arab, berarti mulai saat itu hingga
dua minggu ke depan santri-santri wajib berbahasa Arab. Sebaliknya, jika pengumumannya
berbahasa Inggris, berarti mereka telah memasuki minggu bahasa Inggris.
Peraturan ini berjalan dengan disiplin tinggi. Di asrama, santri-santri diawasi para pengurus
dari kelas 5. Sedangkan kelas 6 selaku pengurus OPPM, khususnya Bagian Penggerak
Bahasa Pusat atau lebih dikenal dengan istilah The Centre for Language Improvement (CLI)
dalam bahasa Inggris dan Qismu Ihyi al-Lughah al-Markazy dalam istilah Arab-nya,
mengawasi jalannya disiplin bahasa di asrama-asrama dan di kawasan pondok secara
menyeluruh.
Mereka bertanggung jawab kepada Bagian Pembimbing Bahasa atau Qismu Haiati Isyrfi alLughah yang dipegang guru-guru pembimbing bahasa. Bagian Pembimbing Bahasa yang
dikenal juga dengan istilah Language Advisory Council (LAC) ini mengawasi dan
membimbing langsung jalannya disiplin bahasa kelas 6 secara khusus. Seluruh santri tidak
diperbolehkan menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari mereka, apalagi
bahasa daerah, termasuk santri-santri dari kelas 6.
Khusus santri baru, mereka diberi waktu tiga bulan masa percobaan untuk membiasakan diri
berbahasa resmi pondok, sebelum benar-benar diwajibkan. Dalam tiga bulan pertama, santri
baru masih ditoleransi menggunakan sedikit bahasa Indonesia dalam percakapannya sambil
perlahan mempraktikkan bahasa Arab. Biasanya, secara bertahap dalam jangka waktu itu
santri baru akan mampu bercakap-cakap ringan dengan bahasa Arab yang sering didengar dan
dicontohkan guru di kelas atau kakak kelas 5 di asrama. Tiga bulan selanjutnya, ia sudah
harus berhati-hati agar tidak sampai berbicara bahasa Indonesia sepatah kata pun juga.
Disiplin bahasa sudah sepenuhnya harus dipatuhi memasuki bulan keempat mereka menjadi
santri Gontor.
Pada enam bulan pertama itu, santri baru hanya mempraktikkan percakapan berbahasa Arab.
Mereka belum terikat peraturan dua minggu bahasa Inggris. Selama setengah tahun, mereka
dibiasakan berbahasa Arab dulu di asrama dan dalam pergaulan sesama santri baru. Barulah
pada semester kedua, santri-santri baru mulai mengikuti peraturan berbahasa dwi-mingguan,
bahasa Arab dan Inggris secara bergantian.

Setiap pagi, tepat setelah shalat Subuh dan membaca Al-Quran, bahasa santri akan diperkaya
dengan kosakata baru. Pada waktu itu, setiap asrama diramaikan dengan suara-suara lantang
para santri yang menirukan pengurus asrama melafalkan kosakata baru untuk mereka.
Kosakata yang diberikan per hari itu seragam berasal dari Bagian Penggerak Bahasa Pusat.
Tiap hari santri menerima tiga kosakata baru sesuai tingkatan kelas masing-masing. Santri
dari kelas 1 tidak mendapatkan kosakata yang sama dengan santri dari kelas 2. Kosakata
untuk kelas 3 juga berbeda dengan kosakata yang diberikan ke kelas 4. Hal yang sama juga
berlaku untuk tingkatan kelas lainnya. Pemberian kosakata baru ini disesuaikan dengan
minggu bahasanya. Jika hari itu termasuk ke dalam minggu bahasa Arab, maka kosakata yang
diberikan kosakata bahasa Arab. Demikian pula sebaliknya.
Agar kosakata-kosakata tersebut melekat kuat dalam ingatan santri-santri, maka mereka
diwajibkan menggunakan setiap kosakata untuk membuat tiga kalimat berbeda. Sehingga,
minimal mereka mampu membuat sembilan kalimat dari ketiga kosakata baru. Kalimatkalimat yang tertulis di buku khusus itu diserahkan kepada pengurus asrama dan dikoreksi
setiap hari. Inilah yang menunjang perkembangan kemampuan mengarang santri
menggunakan bahasa Arab atau Inggris, biasa disebut dengan istilah insya atau composition.
Selain ditulis, kosakata baru tersebut juga dihapal santri-santri untuk digunakan dalam
percakapan sehari-hari.
Gontor juga menyelenggarakan berbagai macam kompetisi berbasis bahasa sebagai bagian
dari program peningkatan bahasa Arab dan Inggris. Lomba drama berbahasa Arab dan Inggris
antarasrama adalah salah satu contohnya. Drama bahasa Arab diadakan di awal tahun,
sedangkan yang berbahasa Inggris dilaksanakan pada akhir tahun. Ada juga lomba pidato tiga
bahasa: Indonesia, Arab, dan Inggris. Lomba ini bisa diikuti seluruh santri dari kelas 1 hingga
kelas 5. Kelas 6 sudah bertindak sebagai panitia penyelenggara dan tidak terlibat lagi sebagai
peserta. Setelah mengurus OPPM, mereka sudah harus fokus menghadapi ujian akhir.
Demikianlah pentingnya bahasa di Gontor, laksana mahkota bagi seorang raja. Ia akan
menjadi kunci utama untuk memperdalam ilmu pengetahuan, baik selama di pondok ini
maupun setelah berada di tempat lain. Selain itu, ada pepatah mengatakan bahwa orang yang
mengetahui bahasa suatu kaum atau masyarakat suatu bangsa akan selamat dari tipu daya
mereka. Man arafa lughata qaumin, salima min makrihim.*elk

ENERAPAN METODE MUBASYARAH DALAM MUHADDATSAH YAUMIYAH DI PON-PES


MODERN RADEN PAKU TRENGGALEK A. Latar Belakang Pondok pesantren Raden
Paku memiliki visi dan misi untuk mewujudkan para siswanya agar dapat
menguasai bahasa arab dengan baik dan benar. Para siswa diwajibkan untuk
selalu berkomunikasi bahasa arab dimanapun dan kapanpun ia
berada( muhaddatsah yaumiyah). Sedangkan ketika para siswa belajar di dalam
kelas, guru menyampaikan semua materi dengan bahasa arab, karena
dimaksudkan agar siswa mampu menirukan apa yang dilakukan oleh guru,
sehingga mereka mampu untuk melakukan komunikasi bahasa arab dengan
lingkungan disekitarnya. Setiap pagi bada subuh mereka selalu mengucapkan
mufrodat-mufrodat dan kalimat-kalimat yang telah diberikan oleh ustadz /
ustadzah dan dipakai dalam kegiatan Muhaddtsah Yaumiyah. Untuk mencapai
visi misi itu maka, harus ada kesesuaian antara metode pengajaran dengan
segala kegiatan yang dilakukan oleh para peserta didik (Mansoer Pateda,
1991:74) Adapun kegiatan di pon-pes Raden Paku dalam setiap harinya adalah:
pada waktu pagi hari, para siswa diberi mufrodat-mufrodat baru, guru
mengucapkan mufrodat-mufrodat baru kemudian siswa mengikutinya, dan
mufrodat-mufrodat baru itu di praktekkan dalam muhaddtasah yaumiyah
mereka. Dan ciri-ciri tersebut merupakan bagian dari metode mubasyarah. Ciriciri metode Mubasyarah: a) Materi pelajaran pertama-tama diberikan kata demi
kata, kemudian struktur kalimat. b) Peserta didik memiliki kesempatan yang
banyak untuk mempraktekkan bahasa c) Peserta didik dapat mempraktekkan
bahasa sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi (Mansoer
Pateda,1991:130) B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penerapan Metode
Mubasyarah dalam Muhaddatsah Yaumiyah Di Pondok Pesantren Modern Raden
Paku? 2. Apa factor yang menghambat penerapan Metode Mubasyarah dalam
Muhaddatsah Yaumiyah Di Pondok Pesantren Modern Raden Paku? 3.
Bagaimanakah langkah-langkah Metode Mubasyarah dalam Mewujudkan Peserta
didik yang Terampil Dalam Muhaddatsah Yaumiyah? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk
Mengetahui penerapan Metode Mubasyarah dalam Muhaddatsah Yaumiyah Di
Pondok Pesantren Raden Paku. 2. Untuk Mengetahui factor penghambat Metode
Mubasyarah dalam Muhaddatsah Yaumiyah Di Pondok Pesantren Modern Raden
Paku Trenggalek. 3. Untuk Mengetahui langkah-langkah Penerapan Metode
Mubasyarah Untuk dalam Muhaddattsah Yaumiyah Di Pondok Pesantren Modern
Raden Paku. D. Kerangka Teori a. Definisi Metode Mubasyarah Metode
mubasyarah / metode langsung adalah suatu cara menyajikan materi pelajaran
bahasa asing yang mana guru langsung menggunakan bahasa asing tersebut
sebagai bahasa pengantar, dan tanpa menggunakan bahasa anak didik
sedikitpun dalam mengaja. Jika ada suatu kata-kata yang sulit dimengerti oleh
anak didik, maka guru dapat mengartikannya dengan menggunakan alat
peraga,mendemonstrasikan, menggambarkan, sinonim, antonym dan lain-lain.
Metode ini berpijak dari pemahaman bahwa pengajaran bahasa asing tidak sama
halnya dengan mengajar ilmu alam yang pasti. Jika mengajar ilmu alam yang
pasti, siswa dituntut agar dapat menghafal rumus-rumus tertentu, berpikir dan
mengimgat maka dalam pengajaran bahasa siswa/ peserta didik dilatih untuk
praktek langsung mengucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu.
Sekalipan kata-kata atau kalimat-kalimat tersebut mula-mula masih asing dan

tidak dipahami anak didik, namun sedikit demi sediki tkata-kata dan kalimat itu
akan dapat di ucaokan dan dapat pula mengartikannya. Ciri-ciri penerapan
metode Mubasyarah: d) Materi pelajaran pertama-tama diberikan kata demi
kata, kemudian struktur kalimat. e) Peserta didik memiliki kesempatan yang
banyak untuk mempraktekkan bahasa f) Peserta didik dapat mempraktekkan
bahasa sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi (Mansoer
Pateda,1991:130) g) Peserta didik termotivasi untuk dapat menyebutkan dan
mengerti kata-kata, kalimat dalam bahasa asing yang diajarkan oleh gurunnya.
h) Guru mula-mula mengajarkan kata-kata dan kalimat-kalimat sederhana yang
dapat dimengerti dan diketahui oleh peserta didik dalam bahasa sehari-hari,
misalnya (pena, pensil,buku) maka peserta didik dapat dengan mudah
menangkap simbol-simbol bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya i) Peserta
didik memperoleh pengalaman langsung dan praktis, sekalipun mula-mula
kalimat yang diucapkan itu belum dimengerti dan dipahami j) Alat ucap (lidah)
peserta didik lebih menjadi terlatih dan jika menerima ucapan ucapan yang
sering di dengar maka ia akan mudah untu mengucapkannya (Tayar
Yusuf,1997:154) k) Sebagian besar waktu digunakan untuk latihan bahasa,
seperti imla, insya, dan mmutholaah ( Abdul hamid,dkk.2008:24) Metode ini
sebenarnya tepat sekali digunakan pada tingkat perrmulaan maupun atas,
karena peserta didik merasa telah memiliki bahan untuk bercakap / berbicara
dan tentu saja agar peserta didik betul-betul merasa tertantang untuk bercakap /
muhaddatsah yaumiyah dengan menggunakan Bahasa Arab. Maka sanksi-sanksi
dapat diterapkan bagi meraka yang menggunakan bahasa ibu dalam percakapan
sehari-hari (Tayar Yusuf, 1991:155) b. Definisi Muhaddatsah Yaumiyah Adalah
serangkaian kegiatan bercakap-cakap sehari-hari dengan Bahasa Arab, dalam
percakapan atau muhaddatsah itu dapat terjadi antara guru dengan peserta
didik, dan antara pesrta didik dengan teman lainnya, sambil menambah dan
terus memperkaya perbendaharaan kata-kata (vocabulary /mufrodat) yang
semakin banyak ( Tayar Yusuf,1997:191) Tujuan dari muhaddatsah Yaumiyah
dengan Bahasa Arab adalah sebagai berikut: Melatih lidah siswa agar terbiasa
dan fasih bercakap-cakap (berbicara) Bahasa Arab. Terampil berbicara dalam
Bahasa Arab mengenai kejadian apa saja dalam masyarakat dan dunia
internasional yang ia ketahui. Mampu dan memahami percakapan orang lain
melalui telepon, TV, radio dll. Menumbuhkan rasa cinta dan menyenangi
bahasa Arab dan Al-quran, sehingga timbul kemauan untuk belajar dan
mendalaminya (Tayar yusuf, 1997:192) Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menerapkan metode Mubasyarah dalam Muhaddatsah
yaumiyan, antara lain: Berani mempraktekkan percakapan, dengan
mennghilangkan perasaan malu dan takut akan salah. Prinsip yang harus
dipegang adalah yang penting berbicara. Rajin memperbanyak
perbendaharaan kata (vocabulary/ mufrodat). Selalu melatih alat pendengaran
dan pengucapan agar menjadi fasih dan lancar. Terus-menerus banyak
membaca buku dalam bahasa Arab. Terciptanya lingkungan berbahasa Arab
(biah Lughowiyah). ( Tayar yusuf, 1997:195) E. Jenis Penelitian Berdasarkan judul
yang diambil oleh penulis, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan,

gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk melakukan penyebaran suatu gejala,
atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan
gejala lain dalam masyarakat Penelitian kualitatif adalah pendekatan yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan
menggunakan prosedur statistik atau dengan cara lain dari pengukuran (Lexy
j.Moleong, 2007:4) F. Sumber Data Dalam melakukan penelitian tindakan ini
peneliti mengambil sumber data dari siwa, guru atau muallim (person), serta
dokumen-dokumen tentang system pengajaran yang ada di pon-pes Modern
Raden Paku. G. Instrument Peneliti melakukan pengamatan dengan instrument
observasi. H. Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi.2007.Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta : Bumi Aksara Arsyad, Azhar. 2004.Bahasa Arab dan Metode
Pengajaraannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hamid, Abdul, dkk. 2008.
Pembelejaran Bahasa Arab. Malang : UIN- press Moleong, Lexy j. 2007. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. Pateda, Mansoer. 1991.
Linguistik Terapan. Yogyakarta : Nusa Indah Yusuf, Tayar. 1997. Metodologi
Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta :Raja Grafindo Persad

Anda mungkin juga menyukai