Anda di halaman 1dari 21

asidimetri dan alkalimetri

By Faaza
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR KIMIA ANALITIK
ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI
NAMA

: MIFTA NUR RAHMAT

NO. STAMBUK

: F1C1 08 001

KELOMPOK

: III

ASISTEN

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2009

ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI


(Titrasi Asam Asetat Dengan Natrium Hidroksida)
1. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dilaksanakannya percobaan ini adalah untuk menentukan kadar asam asetat dalam contoh
(sampel).
1. LANDASAN TEORI
Berdasarkan atas hasil reaksi antara analit dengan larutan standar maka analisis volumetrik
dibagi menjadi titrasi netralisasi (asam basa) yang terdiri dari alkalimetri dan asidimetri.
Asidimetri merupakan titrasi terhadap larutan basa bebas dan larutan garam terhidrolisis dari

asam lemah. Sedangkan alkalimetri merupakan titrasi terhadap larutan asam bebas dan larutan
garam terhidrolisis dari basa lemah. (Keenan, 1986).
Semua metoda titrimetri tergantung pada larutan standar yag mengandung sejumlah reagen
persatuan volume larutan dengan ketepatan yang tinggi. Metode volumetri diklasifikasikan
menjadi titrasi asam-basa, titrasi redoks, titrasi pengandapan dan titrasi kompleksometri
(Khopkar, 1990)
Titrasi biasanya merupakan larutan elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl yang diperlukan untuk
bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis yang disebut sebagai titik ekivalen. Perbedaan titik
akhir dan titik ekivalen disebut sebagai kesalahan titik akhir. Kesalahan titk akhir adalah
kesalahan acak yang berbeda ntuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan dan
nilainya dapat dihitung. Dengan menggunakan metode potensiometri dan konduktometri,
kesalahan titik akhir ditekan sampai nol (Rivai, 1995).
Teknik Volumetri dan Gravimetri menjadi alternatif metoda analisis yang mempunyai
ketertelusuran tertinggi, karena metoda tersebut mempunyai ketertelusuran yang terdekat ke
standar nasional maupun standar internasional. Untuk dapat melakukan analisis secara volumetri
dan gravimetri yang baikdan benar diperlukan pengetahuan yang cukup, karena metoda ini dapat
menjadi metoda acuan untk metoda pengukuran lainnya (http://www.kimia-lipi.net/index).
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi (titrasi asam-basa) yaitu
suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan
yang merupakan kebalikan asam-basanya. Jadi apabila larutan tersebut merupakan larutan asam
maka harus diberikan basa sebagai larutan ujinya, begitu pula sebaliknya. Pemilihan metode ini
dipakai karena merupakan metode yang sederhana dan sudah banyak digunakan dalam
laboratorium maupun industri (riset dan pengembangan). Pada pengukuran konsentrasi larutan
dengan menggunakan metode titrasi asam-basa, biasanya cara umum yang sering dilakukan
adalah dengan menetesi larutan yang diuji, yang sebelumnya telah diberi larutan indikator,
dengan larutan uji. Ditetesi hingga terjadi perubahan warna dari larutan indikator, apabila terjadi
perubahan warna yang disebut titik akhir maka penetesan larutan uji dihentikan (http://chem-istry.org).
Kemudian nilai konsentrasi larutan yang diuji dihitung berdasarkan cara yang telah ditetapkan
dalam metode titrasi. Pada metode ini mata manusia memegang peranan penting dalam
pengamatan terjadinya perubahan warna, juga dalam pengendalian proses yang berlangsung,dan
penentuan nilai konsentrasi larutan, perhitungannya dilakukan secara manual. Dengan
menggunakan cara ini terdapat beberapa kelemahan antara lain kesalahan paralaksi dan
memerlukan waktu yang relatif lama untuk perhitungan atau penentuan nilai konsentrasi larutan.
Karena setiap individu dengan individu yang lainnya relatif berbeda, dalam pengamatan dan
penghitungannya tergantung pada ketelitian masing-masing individu
(http://www.elektroindonesia.com)
1. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain yakni :

1. Gelas Piala
2. Pipet volume
3. Labu takar
4. Buret
5. Erlenmeyer
Adapun bahan bahan yang digunakan pada percobaan ini anatara lain :
1. Larutan NaOH
2. Larutan CH3COOH
3. Indikator fenolfalein (PP)
1. PROSEDUR KERJA

Asidimetri

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pembakuan (standarisasi) larutan asam
dan basa (dalam hal ini HCl dan NaOH) yang digunakan sebagai larutan baku
sekunder serta menetapkan kadar amonia (NH 4OH) menggunakan larutan baku HCl
dan kadar asam cuka (CH3COOH) menggunakan larutan baku NaOH.
Teori Singkat
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku
basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan

menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai
titrasi asam-basa.
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang
ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi
sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang
diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang
menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik
ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir
stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu
sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di
mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan
warna indikator. Kadua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik.
Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada
titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, titrimetrik lebih baik,
karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asambasa adalah sebagai berikut :
o

Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa,
maka reksinya adalah : HA + OHA- + H2O

Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka
reaksinya adalah ; BOH + H+ B+ = H2O

Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa
adalah reaksi penetralan, yakni ; H + + OH - H2O dan terdiri dari beberapa
kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat
dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.
Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam
analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis
kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan
bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan
HCl.
Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua
macam cara, yaitu :
1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam
yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa.
Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),

Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau

V1 + N1 = V 2 + N 2

Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan
molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa
berasam dua 1 M = 1 N.
2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol
Misalnya untuk reaksi :
2 NaOH + (COOH)2(COONa) + H2O
(COOH)2 = 2 NaOH
Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah
molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :

V 1 M1

------- = --V2 M 2

 

V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2

Oleh sebab itu : V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x 2


Alat dan Bahan

Alat :

Bahan :

1.

Buret dan statif

2.
oksalat

Labu Elenmeyer

1. Larutan baku NaOH


2.

Larutan pembaku asam

3.

Pipet volumetrik

3. Indikator : (PP)
4.

Larutan amonia (NaOH)

5.

Larutan asam cuka

Cara Kerja
A. Pembakuan NaOH

1. Dipipet 25 mL larutan asam oksalat yang sudah diketahui konsentrasinya ke


dalam labu Elenmeyer 250 mL yang telah dicuci dan dibilas dengan
akudestilata.
2. Ditambahkan 1-3 tetes indikator fenolflatelien
3. Larutan NaOH yang akan dibakukan disiapkan di dalam buret, lalu larutan
asam oksalat dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari jernih menjadi
merah muda.
4. Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.
B. Penetapan Kadar Asam Cuka

1. Dipipet 25 mL larutan asam cuka yang akan ditentukan kadarnya ke dalam


labu Elenmeyer yang sudah dibersihkan dan dibilas dengan akudestilata.
2. Diteteskan 1-3 tetes indicator fenolflatelein
3. Dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah dibakukan pada percobaan
sebelumnya, sehingga terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah
muda.
4. Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.
Hasil dan Pembahasan
Percobaan asidimetri yang dilakukan teridiri dari tahap standardasi NaOH kemudian
penentuan kadar asam cuka (CH 3COOH). Prinsip asidimetri adalah pengukuran
konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa. Dalam hal ini NaOH
sebagai basa kuat dan CH3COOH sebagai asam lemah.
Pada percobaan ini digunakan indicator fenolflatelien sebagai indiaktor visual yang
menandakan terjadinya reaksi sempurna. Yaitu ketika warna larutan yang semula
bening menjadi merah muda pertama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

Pada percobaan asidimetri ini menggunakan metode titrasi, yaitu mengukur volume
titran yang perlukan untuk mencapai titik ekivalen; artinya ekivalen pereaksipereaksi sama. Reaksi yang terjadi juga disebut reaksi netralisasi.
Dari dua macam perhitungan titrasi, praktikan menggunakan penghitungan
berdasarkan logika, dengan rumus : V1 x N1 = V2 x N2
di mana V1 dan N1 adalah volume dan konsntrasi asam dan V 2 dan N2 adalah volume
dan konsentrasi basa.
Percobaaan ini dilakukan duplo, yang pertama secara manual dan yang kedua
menggunakan mesin. Sebelum mengukur kadar asam cuka, perlu diketahui terlebih
dahulu konsentrasi NaOH dengan mentitrasikannya pada larutan asam oksalat 0.1
N dengan indicator PP sampai terjadi perubahan warna. Dari percobaan ini:
V1

= 25 mL

V2 mesin

= 25.9 mL

V1 x N1 = V2 mesin x N2
maka
o

N2 = (V1 x N1)/ V2 mesin

= (25 mL x 0.1 N)/25.9mL


= 2.5 mL N x 25.9 mL
=0.09652 N
o

N2 = (V1 x N1)/ V2 manual

= (25 mL x 0.1 N)/26 mL


= 2.5 mL N x 26 mL
=0.09615 N
_
N2 = N2/n
= (0.09652 N + 0.09615 N)/2

N1

= 0.1 N;
V2 manual

= 26 mL. N2 = ?

= 0.096335 N
Harga N2 rata-rata yang diperloleh mendekati 0.1 N, artinya harga N 2 rata-rata yang
diperoleh cukup baik. Setelah N2 rata-rata diketahui, kita dapat menentukan kadar
asam cuka. Diperoleh :
V1

= 25 mL

V2 mesin

= 26.1 mL

N2

= 0.9615 N
V2 manual

= 26.5 mL. N1 = ?

V1 x N1 = V2 mesin x N2
Maka
N1 = V2 x N2/ V1 mesin

= (26.1 mL x 0.096335 N)/25mL


= 2.514 mL N / 25 mL
=0.1005 N
o

N1 = V2 x N2/ V1 manual

= (26.5 mL x 0.096335 N)/25mL


= 2.5528 mL N / 25 mL
=0.102112 N
_
N1 = N1/n
= (0.1005 N + 0.102112 N)/2
= 0.101341 N
Jadi, kadar asam cuka (CH3COOH) yang didapat pada percobaan ini adalah
0.101341 N.

Kesimpulan

Titrasi asidimetri pada percobaan ini adalah menentukan kadar (CH 3COOH) dengan
menggunakan larutan NaOH yang telah dibakukan. Reaksi dapat diamati dengan
baik dengan penggunaan asam lemah (CH 3COOH), basa kuat NaOH, dan indicator
PP. rekasi sempurna terjadi ketika terjadi perubahan warna larutan dari bening ke
merah muda. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi netralisasi dengan
menghasilkan H2O dan CH3COONa.

Alkalimetri
Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pembakuan (standarisasi) larutan asam
dan basa (dalam hal ini HCl dan NaOH) yang digunakan sebagai larutan baku
sekunder serta menetapkan kadar amonia (NH 4OH) menggunakan larutan baku HCl
dan kadar asam cuka (CH3COOH) menggunakan larutan baku NaOH.
Teori Singkat
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku
basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan
menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai
titrasi asam-basa.
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang
ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi
sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang
diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang
menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik
ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir
stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu
sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di
mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan
warna indikator. Kadua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik.
Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada
titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, titrimetrik lebih baik,
karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asambasa adalah sebagai berikut :

Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa,
maka reksinya adalah : HA + OHA- + H2O

Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka
reaksinya adalah ; BOH + H+ B+ = H2O

Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa
adalah reaksi penetralan, yakni ; H + + OH - H2O dan terdiri dari beberapa
kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat
dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.
Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam
analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis
kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan
bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan
HCl.
Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua
macam cara, yaitu :
1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam
yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa.
Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),
Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau

V1 + N1 = V 2 + N 2

Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan
molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa
berasam dua 1 M = 1 N.
2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol
Misalnya untuk reaksi :
2 NaOH + (COOH)2(COONa) + H2O
(COOH)2 = 2 NaOH

Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah
molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :

V 1 M1

------- = --V2 M 2

V 1 M1 x 1 = V 2 M 2 x 2

Oleh sebab itu : V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x 2


Alat dan Bahan
Alat :

Bahan :

1.

Buret dan statif

1. Larutan baku NaOH

2.

Labu Elenmeyer

2. Larutan baku HCl

3.<SPAN

style="FONT:

7pt

'Times New Roman'">


3. Larutan pembaku boraks

Pipet

volumetrik

4.

Larutan asam borat (H3BO3)

5.

Larutan amonia

6.

Indikator : (MM), (MB)

Cara Kerja
A. Pembakuan HCl

o Menggunakan Boraks Sebagai Pembaku


1.Dipipet 25 mL larutan boraks yang sudah diketahui konsentrasinya ke dalam labu
Elenmeyer 250 mL yang telah dicuci dan dibilas dengan akuadestilata
2.Ditambahkan 1-3 tetes indikator merah metil
3.Larutan HCl yang akan dibakukan disiapkan di dalam buret, lalu larutan boraks
dtitrasi sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah jingga.
4.Volume HCl yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo

o Menggunakan NaOH Sebagai Larutan Baku Sekunder


1.Dipipet 25 mL larutan HCl yang akan dibakukan ke dalam labu Elenmeyer 250 mL
yang telah dicuci dan dibilas dengan akuadestilata
2.Ditambahkan 1-3 tetes indikator merah metil
3.Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah dibakukan hingga terjadi
perubahan warna dari merah menjadi kuning jingga.
4.Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.
B. Penetapan Kadar NH4OH
1.Dipipet 25 mL asam borat ke dalam labu Elenmeyer yang berfungsi untuk
mencegah menguapnya larutan amonia.
2.Dipipet 25 mL larutan amonia yang akan ditentukan kadarnya dan dimasukkan ke
dalam labu Elenmeyer yang berisi asam borat.
3.Diberi indikator campuran merah metil dan biru metilen, sehingga warnanya
menjadi hijau.
4.Dititrasi dengan larutan HCl yang sudah dibakukan pada percobaan sebelumnya,
dengan perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu
5.Volume HCl yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.
Hasil dan Pembahasan
Percobaan alkalimetri kali ini menggunakan asam kuat HCl dan basa lemah amonia
(NH4OH). Pada dasrnya percobaan ini adalah untuk menentukan kadar konsentraasi
amonia. Namun, HCl terlebih dahulu harus dibakukan dengan melakukan titrasi
pada boraks (Na2B4O7) dan ditetesi indikator metil orange tiga tetes sebagai
indikator visualnya. Perhitungan yang digunakan seperti pada percobaan asidimetri
dimana :
V1 dan N1 adalah volume dan konsentrasi basa dan V2 dan N2 adalah volume dan
konsentrasi asam (HCl) dan percobaan dilakukan duplo (manual dan mesin).
Diperoleh
V1

= 25 mL

N1

= 0.1 N;

V2 mesin

= 25.6 mL

V2 manual

= 26.4. N2 = ?

V1 x N1 = V2 mesin x N2
maka
o

N2 = (V1 x N1)/ V2 mesin

= (25 mL x 0.1 N)/25.6mL


= 2.5 mL N x 25.6 mL
=0.0976 N
o

N2 = (V1 x N1)/ V2 manual

= (25 mL x 0.1 N)/25.4 mL


= 2.5 mL N x 25.4 mL
=0.0984 N
_
N2 = N2/n
= (0.0976 N + 0.0984 N)/2
= 0.098 N
Dari harga N2 rata-rata yang diperoleh bisa ditentukan kadar normalitas NH 4OH
dengan rumus yang sama. Dalam penghitungan kunatitif konsentrasi amonia,
pemipetan 25 mL asam borat (H3BO3) tidak diperhitungkan, karena dia tidak ikut
bereaksi. Ia hanya berfungsi untuk mencegah penguapan amonia. Otomatis,
penambahan indikator campuran antara metil merah dengan metil biru adalah 3:1.
indikator ditambahkan sampai larutan amonia dan asam boraks berwarna hijau.
Titrasi dengan HCl yang telah dibakukan merubah warna larutan tersebut menjadi
abu-abu pada volume 17.5 mL dan 18.1 mL. Titrasi dilakukan duplo dengan mesin
Perhitunganya adalah sebagai berikut:
V1 x N1 = V2 x N2
Maka

N1 = V2 x N2/ V1

= (17.6 mL x 0.098 N)/25mL


= 1.7248 mL N / 25 mL
= 0.068992 N
o

N1 = V2 x N2/ V1

= (18.1 mL x 0.098 N)/25mL


= 1.7738 mL N / 25 mL
= 0.070952 N
_
N1 = N1/n
= (0.068992 N + 0.070952 N)/2
= 0.069972 N
Jadi, kadar amonia (NH4OH) yang didapat pada percobaan ini adalah 0.069972 N.
Kesimpulan
Titrasi alkalimetri pada percobaan ini adalah untuk mengukur kadar konsentrasi
NH4OH (basa lemah) dengan HCl sebagai basa kuat. Reaksi netralisasi dapat
diamati dengan baik ketika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu
dengan menggunakan indikator MO dan ME (3:1) sebagai indikator visualnya.
Reaksi netralisasinya adalah NH4OH+HCl NH4Cl+H2O.
Titrasi asidimetri terjadi dengan baik karena sifat asam dan basanya berbeda.
Artinya asam lemah akan membentuk reaksi sempurna dengan basa lemah.
Percobaan titrasi asidimetri menghasilkan air dan garam.

2.1Prinsip Dasar Titrasi


Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa.
Reaksi ini menghasilkan larutan yang pH-nya lebih netral. Secara umum metode
titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut
produkaA + tT
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. untuk
menghasilkan produk yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu
larutan (larutan standar) konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat equivalen
mol titran sama dengan mol analitnya begitu pula mol equivalennya juga berlaku
sama.
ntitran = nanalit
neq titran = neq analit
dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi larutan ke dua.
(anonim, 2009)
Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan
sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan, diantaranya:
1. reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak
adanya reaksi sampingan
2. reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi.
Dengan kata lain konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat
besar besar. Maka dari itu dapat terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi
analit (atau titran) pada titik ekivalensi.
3. diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen
tercapai. Dan diharapkan pula beberapa indikator atau metode instrumental agar
analis dapat menghentikan penambahan titran
4. diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya
beberapa menit. (anonim, 2009)
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya (Day, dkk, 1986).
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran
ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang
dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat maupun titran
biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi
dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut
dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik

ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar
kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting
agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik
ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
Syarat zat yang bisa dijadikan standar primer:
1.Zat harus 100% murni.
2.Zat tersebut harus stabil baik pada suhu kamar ataupun pada waktu dilakukan
pemanasan, standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum
ditimbang.
3.Mudah diperoleh.
4.Biasanya zat standar primer memiliki massa molar (Mr) yang besar hal ini untuk
memperkecil kesalahan pada waktu proses penimbangan. Menimbang zat dalam
jumlah besar memiliki kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan
menimbang zat dalam jumlah yang kecil.
5.Zat tersebut juga harus memenuhi persyaratan teknik titrasi (Anonim, 2009).
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi.
Titik dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir
teoritis. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi oleh suatu
perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan
standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih
lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai
indikator (Anonim, 2009).
2.2Asidi alkalimetri
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).
H+ + OH- H2O
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawasenyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya
alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa.
Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator.
Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam
bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua
macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk
satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu.
Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH
larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di
sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator

agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.


Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan
air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang
disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil
reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama
dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau
penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah
basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan
dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk
menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asambasa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam
menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil
reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen.
Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam
atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi
asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume
tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila
titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri.
Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis
garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar
(asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari
basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya
ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksireaksi tersebut.
Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen
( artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini
disebut sebagai titik ekivalen.
Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran.
Cara Mengetahui Titik Ekivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva
titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,
pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak

diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.


Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit
mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indiator
yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indiator
disebut sebagai titik akhir titrasi (Anonim, 2009).
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna
yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna
indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau
basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang
memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada
indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan
dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH
larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan
warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator
0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes ( 0,1 ml ) indikator ( 0,1%
dengan berat formula 100 ) adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan
konsentrasi 0,1 M.
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak
terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator
phenolphthalein ( pp ) seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam
larutan asam ) tidak akan berwarna ( colorless ) dan akan berwarna merah
keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa ).
Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator
dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini
bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati
untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil merah.
Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke kuning, maka bila indikator metil
merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati adalah
campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange (Anonim, 2009).
2.3Asam Cuka
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka
memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Asam cuka merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam
format. Larutan asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya
hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam cuka merupakan
pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan
dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil
asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam

asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer
juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan
asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1,5 juta ton per tahun diperoleh dari
hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber
hayati.(anonim, 2009)
2.4Aplikasi
Pembuatan Asam Nitrat (HNO3) dalam Industri
Pembuatan asam nitrat skala industri memakai proses yang dinamakan proses
tekanan tunggal. Dalam proses ini sebuah kompresor putar bertahap banyak, yang
mempunyai pendingin di antara tahap-tahapnya, digerakkan oleh turbin uap dan
turbin pemulih tenaga yang disebutkan alat ekspansi gas sisa (tail gas expander).
Pendingin antara tahap diatur sedemikian rupa agar suhu keluar adalah sekitar
230oC pada 1MPa.
Udara keluar dibelah, 85% masuk ke dalam konverter dan 15% ke dalam penukar
kalor dan kolom putih. Udara tekan yang panas itu dicampur dengan amonia lewat
panas dan dikirim ke konverter yang beroperasi pada tekanan 800 sampai 950 kPa.
Campuran udara dan amonia yang mengandung kira-kira 10% amonia, dilewatkan
melalui 30 lapisan kaca 80 mesh yang terbuat dari platina kurang lebih 10%
rhodium. Pembakaran berlangsung cepat dengan suhu keluar mencapai 940oC.
Konversi menjadi NO adalah 94-95% dan diperlukan 62 gram paduan platina per ton
metrik kapasitas harian asam. Suhu gas dan konsentrasi amonia yang masuk
reaktor merupakan dua parameter yang sangat menentukan.
Pada konsentrasi amonia 11,5% sampai 12% bisa terjadi ledakan. Gas masuk harus
mempunyai suhu sedikitnya 205oC dan sebaiknya 230oC agar lapisan pertama kaca
itu tetap berada pada suhu reaksi. Pada konsentrasi amonia 10% kenaikan suhu
adiabatik adalah 710oC, sehingga konsentrasi amonia dibatasi pada 10%. Umur
katalis biasanya 6-10 minggu; hal ini terutama adalah akibat erosi. Dengan
demikian, biaya katalis mencapai $5 per ton metrik HNO3 100% yang dihasilkan.
Pelet yang mengandung Kobalt Trioksida juga digunakan sebagai katalis, tetapi
konversinya agak rendah.
Gas keluar dari konverter dilewatkan melalui pemanas, lanjut uap, ketel uap kalor
limbah dan pemanas gas sisa dan keluar pada suhu 2000C. Gas itu kemudian
dilewatkan melalui pendingin kondensor yang menghasilkan HNO3 40% sampai
45% sebagai produk yang mengandung 40% nitrogen terikat. Baik gas keluar yang
sudah diinginkan maupun asam nitrat encer, keduanya dilewatkan melalui
absorber, masih pada tekanan penuh sebesar 980 kPa. Absorber-absorber itu
adalah suatu kolom piring tudung-gelembung atau piring tapis dengan gelungan
pendingin diatas setiap 20-50 piring. Gas masuk dari bawah asam nitrat encer agak
ke atas pada kolom dan air dingin masuk dari atas. Suhu gas yang keluar bersuhu
sekitar 10oC. Pada kolom ini terdapat dua titik cekik (pinch point) yang diakibatkan
oleh masalah kinetiknya. Di dekat dasar, laju reoksidasi NO cukup lambat karena
asam pekat yang terdapat disitu menghalangi absorbsi NO2 sehingga tidak dapat

berlangsung lambat. Di dekat puncak kolom, konsentrasi NOx dan oksigen menjadi
sangat rendah, sehingga gaya dorong untuk absorbsi itu kecil saja.

Anda mungkin juga menyukai