BIOKIMIA II
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nyalah maka Laporan Tetap Praktikum Biokimia II ini dapat saya selesaikan.
Adapun dalam laporan ini terdapat empat percobaan yang telah dilakukan, antara lain:
Uji Sifat Fisik dan Kimia Cairan Tubuh (Air Liur dan Empedu), Penetapan Kadar Kolesterol,
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kerja Enzim (Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Aktifitas
Enzim), dan Percobaan Protein.
Dalam penulisannya laporan tetap ini, serta saat praktikum berlangsung tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini saya mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pembimbing mata kuliah biokimia dan
kepada semua pihak atas bantuan, dukungan, dan motivasinya.
Saya menyadari laporan tetap ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat saya harapkan dating dari semua pihak. Akhirnya, semoga
laporan tetap ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penilis
DAFTAR ISI
Kata pengantar
. 2
Daftar isi
. 3
Uji Sifat Fisik dan Kimia Cairan Tubuh (Air Liur dan Empedu)
. 4
. 32
Percobaan Protein
. 44
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
: menguji sifat fisik dan kimia cairan tubuh (air liur dan empedu)
Hari/Tanggal
Tempat
(Y3n, 2009)
Fungsi cairan empedu adalah untuk mencerna makanan di dalam usus, terutama
lemak. Cairan empedu dari hati ini sebagian disalurkan langsung ke usus dan bercampur
dengan makanan yang akan dicerna. Sementara sebagian cairan lagi masuk ke kantung
empedu. Disini sebagian air akan diserap/dibuang, sehingga cairannya akan lebih pekat.
Cairan empedu yang pekat ini lebih efektif untuk mencerna makananan dibandingkan yang
langsung dari hati tadi (Y3n, 2009).
Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari
pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium
dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan dari
sistin. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting
dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu (Jevuska, 2009).
Asam-asam empedu membantu emulsifikasi lipid yang dimakan, suatu proses yang
memudahkan pencernaan enzimatik dan absorbsi lemak diet. Asam-asam deoksikolat dan
litokolat adalah asam-asam empedu sekunder yang disintesis dalam usus lewat kerjanya
enzim-enzim bakteri pada asam-asam empedu primer. Hanya sebagian asam-asam empedu
primer yang terdapat dalam usus diubah menjadi asam empedu sekunder (Montgomery,
1993: 911-912).
Pada rongga mulut terdapat tiga macam kelenjar ludah (saliva) yang menghasilkan
cairan ludah. Kelenjar-kelenjar tersebut adalah: kelenjar parotis, yang terletak di dekat
telinga, kelenjar sublingualis yang terletak di bawah rahang atas, kelenjar submandibularis
yang terletak di bawah lidah. Di dalam cairan ludah mengandung sebanyak 90% air, dan
sisanya terdiri atas garam-garam bikarbonat, lendir (mukus), lizozim (enzim penghancur
bakteri), dan amilase (ptialin). Ketiga kelenjar ludah setiap harinya dapat menghasilkan lebih
kurang 1600 cc air ludah. Cairan ludah berfungsi untuk memudahkan dalam menelan
makanan karena makanan tercampur dengan lendir dan air, melindungi rongga mulut dari
kekeringan, panas, asam dan basa, serta membantu pencernaan kimiawi, karena kelenjar
ludah menghasilkan enzim ptialin (amilase) yang berperan dalam pencernaan amilum
menjadi maltosa dan glukosa, enzim ini berfungsi dengan baik pada pH netral (pH 7)
(Cryonpedia, 2010).
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Saliva terdiri atas ion-ion
Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-, dan zat-zat organic seperti musin dan enzim
amilase atau ptyalin. Saliva mempunyai pH antar 5,75 sampai 7,05. Pada umumnya pH saliva
sedikit dibawah 7. Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar saliva
adalah pikiran tentang makanan yang disukai, adanya bau makanan yang sedap atau melihat
makanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera. Rangsangan demikian disebut
rangsangan reflex. Rangsangan keluarnya saliva karena adanya makanan dalam mulut disebut
rangsangan mekanik, sedangkan rasa makanan yang lezat atau manis dapat menimbulkan
rangsangan yang disebut rangsangan kimiawi (Poedjadi, 2007: 235-236).
Tabung reaksi
Pipet tetes
Pipet ukur
Kertas saring
Gelas kimia
Gelas ukur
6
Pengaduk
B. Bahan
-
Air liur
Aquadest
Empedu
Larutan CuSO4
Pereaksi molish
Larutan HCl
HNO3 pekat
Larutan sukrosa 5%
Minyak
Uji Biuret
2 ml air liur encer
+ NaOH 10%
Dicampur
+ beberapa tetes H2SO4
Hasil
Uji Molish
2 ml air liur encer
+ 2 tetes pereaksi molish
Dicampur
Tabung reaksi dimiringkan
+ 2 ml H2SO4 melalui dinding tabung
Hasil
Uji Presipitasi
2 ml air liur encer
+ 1 tetes asam asetat encer
Dicampur dengan baik
Hasil
Uji Sulfat
1 ml air liur
+ 3 5 tetes HCl
+ 5 10 tetes BaCl2 2%
Hasil
B. Empedu
Empedu
Dihancurkan dengan pengaduk
+ aquadest
disaring
Larutan empedu encer
Uji Gmelin
Tabung reaksi
+ 3 mL HNO3 pekat
+ 3 mL larutan empedu encer (melalui
dinding tabung)
Hasil
Uji Pettenkofer
5 ml larutan larutan empedu encer
+ 5 tetes larutan sukrosa 5%
Tabung reaksi dimiringkan
+ 3 ml H2SO4 (melalui dinding tabung)
Hasil
Tabung 1
Tabung 2
+ 3 ml larutan empedu
Dikocok
Hasil
V. HASIL PENGAMATAN
A. Air Liur
1. Uji Biuret
Perlakuan
+ 2 mL NaOH
Hasil Pengamatan
Terbentuk 3 fase
Bagian atas: busa
Bagian tengah: kental
Bagian bawah: larutan bening
+ CuSO4
Awal
2. Uji Molish
Perlakuan
Hasil Pengamatan
+ Pereaksi Molish
+H2SO4
3. Uji Presipitasi
Perlakuan
Filtrate liur + asam asetat
Hasil Pengamatan
Terbentuk gel bening keputihan,
Ada yang larut dan tidak larut.
4. Uji Sulfat
Perlakuan
Hasil Pengamatan
+ HCl
+ BaCl2
B. Empedu
Uji Gmelin
Perlakuan
HNO3 + empedu
Hasil Pengamatan
Terbentuk 4 fase.
Berturut-turut dari atas ke bawah : larutan
hijau, orange, kuning dan bening.
Uji Pettenkofer
Perlakuan
Hasil Pengamatan
+ Sukrosa
+ H2SO4
Terbentuk 4 fase
Berturut-turut dari atas ke bawah: larutan
berwarna hijau, hitam, coklat, bening
kekuningan.
Hasil Pengamatan
Tabung 1
Terbentuk 2 fase
Air + Minyak
Tabung 2
NaOH
11
b. Uji Molish
OH
O H
H2SO 4
3H2O
H
OH
HO
HO
O
O
OH
H
OH
Hidroksimetilfurfural
Heksosa
OH
HO
H2SO 4
HO
O
OH
-naftol
Hidroksimetilforfural
cincin ungu
c. Uji Presipitasi
Air liur + CH3COOH mengendap (koagulasi)
d. Uji Sulfat
BaCl2 + SO42-
HCl
BaSO4(s) + 2Cl-
e. Uji Gmelin
Bilirubin + HNO3 kompleks kuning kemerahan
f. Uji Pattenkofer
Sukrosa + H2SO4 hidroksometilfurfural
Hidroksimetilfurfural + cairan empedu cincin ungu
g. Fungsi Empedu sebagai Emulgator
Garam-garam empedu + minyak micelles
Micelles + air larut
12
VII. PEMBAHASAN
Air liur atau saliva memiliki peran penting dalam system pencernaan makanan. Saliva
berfungsi untuk memudahkan dalam menelan makanan, melindungi rongga mulut dari
kekeringan, panas, asam dan basa, dan untuk membantu pencernaan kimiawi. Pada umumnya
pH saliva berada sedikit dibawah 7.
Uji biuret pada air liur merupakan uji warna yang dilakukan untuk mengetahui adanya
protein dalam air liur. Uji biuret ini khas untuk mengetahui adanya ikatan peptide yang ada
pada protein. Dimana dalam suasana basa (akibat penambahan NaOH) Cu2+ akan bereaksi
dengan gugus CO dan NH2 pada asam amino dalam protein sehingga membentuk suatu
kompleks berwarna. Dari uji yang dilakukan didapatkan hasil positif yang artinya di dalam
air liur terdapat protein. Hal ini karena air liur mengandung enzim amilase yang merupakan
suatu protein dan musin yang merupakan suatu glikoprotein serta senyawa-senyawa protein
lain yang juga terkandung dalam air liur (Poedjadi, 2007).
Uji molish yang dilakukan pada air liur adalah uji warna untuk mengetahui adanya
karbohidrat pada air liur. Hasil yang didapat adalah positif yaitu dengan terbentuknya cincin
ungu yang merupakan hasil reaksi kondensasi antara hidroksimetilfurfural dengan -naftol
(Poedjadi, 2007). Hidroksimetilfurfural terbentuk dari reaksi dehidrasi dengan H2SO4 dengan
gula heksosa. Hal ini dikarenakan adanya karbohidrat yang dapat berupa maltose atau
glukosa (yang merupakan gula heksosa) hasil pemecahan amilum oleh enzim maltase yang
masih tersisa dari proses pencernaan makanan.
Air liur yang ditambahkan asam asetat encer pada uji presipitasi menghasilkan larutan
yang seperti gel. Hal ini terjadi karena adanya koagulasi dari melekul-molekul yang berupa
protein (misalnya enzim amilase) yang terkandung pada air liur. Dimana protein pada
penambahan asam akan menyebabkan terjadinya koagulasi. (Simanjuntak, 2003).
Uji sulfat dilakukan untuk mengetahui adanya sulfat dalam air liur. Hasil yang didapat
adalah positif yang ditandai dengan adanya endapan/butiran-butiran putih BaSO4. Hal ini
dikarenakan dalam air liur juga terkandung ion sulfat (Poedjadi, 2007).
Cairan empedu dihasilkan dari hati dan disimpan didalam kandung empedu yang
memiliki panjang sekitar 5-7 cm dan merupakan membran berotot. Kandung empedu terbagi
ke dalam sebuah fundus, badan, dan leher. Cairan empedu yang berwarna hijau tua berasal
dari bilirubin yang merupakan pigmen empedu. Bilirubin ini terbentuk dari penguraian
hemoglobin, asam-asam empedu, dan kolesterol. Adanya bilirubin ini dapat dibuktikan
dengan reaksi gmelin sehingga diperoleh hasil positif yang menghasilkan turunan yang
13
berwarna yang ditandai dengan adanya banyak fase yang terbentuk yang terdiri dari berbagai
warna. (Trinaningsih, 2007). Hal ini terjadi akibat oksidasi bilirubin yang merupakan pigmen
empedu oleh HNO3. Pada uji pettenkofer, larutan sukrosa dengan H2SO4 sehingga terbentuk
gula heksosa yang kemudian membentuk suatu senyawa hidroksimetilfurfural yang dengan
adanya cairan empedu akan terbentuk suatu cincin ungu.
Pada percobaan untuk membuktikan fungsi empedu sebagai emulgator ternyata
didapatkan hasil yang positif yang ditandai dengan terbentuknya emulsi yang stabil dari
minyak yang semula tidak bercampur dengan air. Empedu memegang peran penting dalam
proses pencernaan lemak. Dimana garam-garam empedu ini mempunyai peranan sebagai
pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar lemak (dalam hal ini yang digunakan
adalah minyak) menjadi suspensi dari lemak. Garam-garam empedu ini bergabung dengan
lemak dan membentuk micelles, yaitu kompleks yang larut dalam air. Hal inilah yang
menyebabkan lemak lebih mudah terserap dalam system pencernaan (efek hidrotrofik)
(Jevuska, 2009).
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan:
-
Air liur mekandung enzim amilase yang merupakan suatu protein dan musin yang
merupakan suatu glikoprotein sehingga memberikan hasil positif pada uji biuret.
Di dalam air liur terdapat karbohidrat dalam bentuk maltose atau glukosa yang
merupakan hasil pemecahan amilum oleh enzim amilase sehingga memberikan
hasil positif pada uji molish.
Dalam air liur terkandung ion sulfat sehingga memberikan uji positif pada uji
sulfat yang ditandai dengan adanya endapan/butiran-butiran putih Ba2SO4.
Didalam empedu terdapat bilirubin yang merupakan pigmen empedu yang dapat
diidentifikasi dengan uji gmelin dan membentuk suatu turunan berwarna.
15
DAFTAR PUSTAKA
Cryonpedia. 2010. Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia. http://www.crayonpedia.org/
mw/2._Sistem_Pencernaan_Makanan_Pada_Manusia_11.2 [21 Mei 2010].
Jevuska. 2009. Proses Pembentukan dan Sekresi Empedu. http://www.jevuska.com/2009/
10/08/proses-pembentukan-dan-sekresi-empedu [24 Mei 2010].
Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Montgomery, Rex. 1993. Biokimia. Yogyakarta: UGM Press.
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supryanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Simanjuntak, M.T. dan J. silalahi. 2003. Penuntun Praktikum Biokimia. http://library.usu.
ac.id/download/fmipa/farmasi-mtsim2.pdf [28 Mei 2010].
Tutinaningsih. 2010. Biokimia Urine. http://treesnasmart.blogspot.com/2009/05/biokimiaurine.html [28 Mei 2010].
Y3n. 2009. Empedu Batu?. http://masteryen.com/y3n/?p=110 [24 Mei 2010].
16
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
Hari/Tanggal
Tempat
Gambar Kolesterol
Karena tidak larut dalam darah, maka kolesterol ditransportasikan dalam sistem
sirkulasi lipoprotein. Ada beberapa jenis lipoprotein di dalam darah dari ukuran besar hingga
yang berukuran paling kecil: chylomicrons, very low density lipoprotein
lipoprote
(VLDL),
intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density
lipoprotein (HDL) (Sudarma, 2009: 85).
17
kolesterol
berfungsi
membentuk
dinding
sel
(membran
sel)
dalam
tubuh.
Selain itu ia juga berperan penting dalam produksi hormon seks, vitamin D, serta untuk
fungsi otak dan saraf. Manusia rata-rata membutuhkan 1.100 miligram kolesterol per hari
untuk memelihara dinding sel dan fungsi fisiologis lain. Kolesterol yang terdapat dalam
tubuh manusia berasal dari dua sumber utama yaitu dari makanan yang dikonsumsi dan dari
pembentukan oleh hati. Kolesterol yang berasal dari makanan terutama terdapat pada daging,
unggas, ikan, dan produk olahan susu. Jeroan daging seperti hati sangat tinggi kandungan
kolesterolnya, sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan justru tidak mengandung
kolesterol sama sekali (Akang, 2009).
Sedikitnya lebih dari separuh jumlah kolesterol dalam tubuh berasal dari sintesis
(sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Pada manusia, hati
menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis, sementara usus sekitar 10% lainnya. Pada
hakekatnya semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol.
Fraksi mikrosomal (reticulum endoplasma) dan sitosol sel terutama bertanggung jawab atas
sintesis kolesterol. Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu, (1) Mevalonat
yang merupakan senyawa enam karbon disintesis dari asetil KoA, (2) Unit isoprenoid
dibentuk dari mevalonat dengan menghilangkan CO2, (3) Enam unit isoprenoid mengadakan
kondensasi untuk membentuk intermediet, skualen, (4) Skualen mengalami siklisasi untuk
menghasilkan senyawa steroid induk, yaitu lanosterol, (5) Kolesterol dibentuk dari lanosterol
setelah melewati beberapa tahap lebih lanjut, termasuk menghilangnya tiga gugus metil
(Murai, dkk, 2003)
Adanya kolestesterol dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa reaksi warna.
Salah satu diantaranya ialah reaksi salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan dalam kloroform
dan larutan ini dituangkan di atas larutan asam sulfat pekat dengan hati-hati, maka bagian
asam berwarna kekuningan dengan fluoresensi hijau bila dikenai cahaya. Bagian kloroform
akan berwarna biru yang berubah menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam
kloroform bila ditambahkan anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat, maka larutan
tersebut yang mula-mula akan berwarna merah kemudian menjadi biru dan hijau. Ini disebut
reaksi Lieberman Burchard. Warna hijau yang terjadi ternyata sebanding dengan konsentrasi
kolesterol. Karenanya reaksi Lieberman Burchard dapat digunakan untuk menentukan
kolesterol secara kuantitatif. Dalam darah manusia normal terdapat antara 150-200 miligram
tiap 100 ml darah (Poedjadi, 2007: 75-76).
18
Hasil pemeriksaan kadar kolesterol biasanya dinyatakan dalam milligram per 100
milliliter darah. Rentangan kadar kolesterol total dalam darah manusia ditampilkan pada tabel
dibawah ini:
Kadar (mg/100 ml)
Kurang dari 200
Normal
Antara 200-239
Batas normal-tinggi
Tinggi
(Anonim1, 2009).
Tabung reaksi
Pipet tetes
Pipet ukur
Penangas air
Spektrofotometer UV-VIS
Vortex mixer
B. Bahan
-
Alcohol absolute
Petroleum benzin
Aquadest
19
Tabung reaksi
+ 4ml CH3COOH glasial
Blanko
+ 3 ml H2SO4 pekat
2 lapisan
Dikocok
Didiamkan dalam ruang gelap 30 menit
Diukur A dan %T pada = 560 nm
20
Hasil
Dilakukan hal yang sama untuk kolesterol tinggi
Hasil
B. Kurva Kalibrasi
0,5 ml larutan
1 ml larutan
2 ml larutan
V. HASIL PENGAMATAN
A. Uji Sampel
Kolesterol Tinggi
PERLAKUAN
+ 0,1 ml serum
HASIL PENGAMATAN
Keruh keputihan, terdapat semacam koloid
putih yang menyebar dalam larutan.
+ 5 ml petroleum benzin
Terbentuk 3 fase
dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
Tengah: putih
Fase bawah: keruh
Setelah dikocok
+ 4 ml colour reagent
Dipanaskan
+ 3 ml H3SO4 pekat
Kolesterol Rendah
PERLAKUAN
+ 0,1 ml serum
HASIL PENGAMATAN
Terdapat lebih banyak endapan putih yang
menyebar dalam larutan, larutan berwarna
keruh keputihan.
+ 5 ml petroleum benzin
Sebelum dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
Fase tengah: sangat kental, keruh kekuningan
Fase bawah: seperti terbentuk endapan putih
Setelah dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
Fase tengah: kental
Fase bawah: seperti endapan putih
+ 3 ml aquadest
22
Sebelum dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: berwarna bening
Fase tengah: putih
Fase bawah: kental
Setelah dikocok
Terbentuk 3 fase
Fase atas: bening
Fase tengah: seperti ada endapan
Fase bawah: agak keruh
+ 4 ml colour reagent
Dipanaskan
+ 3 ml H2SO4 pekat
Blanko
PERLAKUAN
+ 3 ml H2SO4 pekat
HASIL PENGAMATAN
Terbentuk 3 fase
Fase atas: berwarna bening agak pink
Fase tengah: orange bening
Fase bawah: putih bening
TABUNG
%T
ABSOBANS
Blanko
077,8
0,098
087,0
0,061
079,8
0,097
23
B. Kurva Kalibrasi
PERLAKUAN
Dipanaskan
0,5 ml
1 ml
2 ml
Larut
Bening
Bening
bening
larut
larut
+ H2SO4 pekat
2 fase
PERLAKUAN
%T
ABSORBANS
0,5 ml
088,3
0,050
1 ml
087,4
0,057
2 ml
083,5
0,077
Perhitungan
a. Kolesterol volume 0.5 mL
Kadar kolesterol standar = 1.25 mg
Massa = V x kadar
24
Kurva Kalibrasi
0.09
0.08
A
b
s
o
r
b
a
n
0.07
0.06
y = 0.685x + 0.016
0.05
0.04
Series1
0.03
Linear (Series1)
0.02
0.01
0
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
konsentrasi (mg)
X = 0.118
Jadi kadar kolesterol dalam serum tinggi = 0.118 mg/0.1 mL = 118 mg/dL
Sehingga kadar kolesterol tersebut tergolong rendah.
VII. PEMBAHASAN
Kolesterol merupakan salah satu sterol yang penting yang terdapat dalam jaringan dan
lipoprotein plasma. Biasanya terdapat dalam bentuk kolesterol bebas atau gabungan dengan
asam lemak rantai panjang seperti ester kolesteril. Kolesterol tidak larut dalam air karena
adanya perbedaan kepolaran (Anonim, 2010). Akan tetapi kolesterol larut dalam pelarut
lemak dan sangat nonpolar seperti petroleum benzin.
Untuk mendapatkan kolesterol murni dari serum rendah maupun tinggi maka
dilakukan pemisahan yang menggunakan prinsip seperti ekstraksi pelarut. Alkohol absolute
atau yang lebih dikenal dengan etanol dicampurkan dengan serum untuk melarutkan
senyawa-senyawa lain selain kolesterol karena kolesterol tidak larut dalam pelarut ini.
Penambahan petroleum benzin ini berfungsi sebagai pelarut bagi kolesterol. Setelah diaduk
terlihat seperti ada 3 fase, kemudian ditambahkan air agar pemisahannya lebih jelas sehingga
akan terbentuk 2 fase dengan fase air dibagian bawah. Etanol ini sendiri merupakan pelarut
yang juga dapat larut dalam air (Anonim3, 2010). Larutan yang bening dibagian atas diambil
kemudian pelarutnya diuapkan dalam penangas air sehingga didapatkan kolesterol murni
untuk selanjutnya dilakukan uji kadar totalnya.
Pengujian kuantitatif kadar kolesterol total ini dilakukan dengan teknik Lieberman
Burchard. Dimana dalam praktikum ini yang digunakan adalah colour reagent yang
merupakan FeCl3.6H2O dalam asam asetat glasial untuk melarutkan kolesterol. Setelah
penambahan asam sulfat pekat larutan tetap bening dan terdapat cincin berwarna orange
dibagian tengahnya. Asam sulfat ini berguna untuk membentuk kompleks warna. Larutan ini
setelah didiamkan dalam ruang gelap ternyata tidak mengalami perubahan warna. Larutan
26
didiamkan ditempat gelap agar tidak ada penyerapan cahaya oleh kolesterol sebelum
kolesterol diukur dengan UV-VIS karena hal ini tentunya dapat mempengaruhi serapan
cahaya pada saat pengukuran sehingga turut mempengaruhi hasil pengukuran (Murray,
2003). Seharusnya larutan menjadi berwarna kemerahan setelah ditambahkan asam sulfat
pekat yang setelah didiamkan akan akan berubah menjadi warna biru dan hijau. Dimana
warna hijau yang terjadi sebanding dengan kadar kolesterol. Akan tetapi larutan tetap bening
setelah disimpan diruang gelap. Dari hasil pengukuran didapatkan absorbans untuk kolesterol
rendah sebesar 0,061 dan absorbans kolesterol tinggi sebesar 0,097.
Untuk menentukan kadar kolesterol sebelumnya dibuat terlebih dahulu kurva kalibrasi
larutan kolesterol standar 0,05 mg/ml petroleum benzin dan ditentukan persamaan garisnya.
Kadar kolesterol total didapat dengan memasukkan nilai absorbans yang didapat dari hasil
pengukuran ke dalam persamaan yang didapat. Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh
kadar kolesterol rendah sebesar 65 mg/100 ml darah dan kadar kolesterol tinggi sebesar 118
mg/100 ml darah dengan persamaan grafik Y= 0,685X + 0,016. Hasil yang didapat kemudian
dibandingkan dengan standar kadar kolesterol dalam darah dan didapat kadar serum rendah
maupun kadar serum tinggi yang masih dalam batas rendah karena biasanya rentang normal
kolesterol sekitar 150-200 mg/100 ml darah (poedjiadi, 2007).
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan:
a. Penentuan kadar kolesterol total dapat dilakukan dengan teknik Lieberman Burchard
dimana kadar kolesterol dapat dihitung berdasarkan nilai absorbans yang didapat.
b. Pemisahan kolesterol dari serum untuk mendapatkan kolesterol murni menggunakan
prinsip ekstraksi pelarut yaitu kolesterol larut dalam petroleum benzin sedang
senyawa-senyawa lainnya larut dalam etanol. Dimana etanol dapat larut dalam air
sehingga kolesterol dapat dipisahkan.
c. Kolesterol bersifat dapat menyerap cahaya dan absorbansinya dapat diukur dengan
UV-VIS.
d. Kadar kolesterol total untuk kolesterol rendah sebesar 65 mg/100 ml darah sedangkan
kadar kolesterol total untuk kolesterol tinggi sebesar 118 mg/100 ml darah.
e. Kadar kolesterol total untuk kolesterol rendah maupun tinggi masih tergolong normal,
sedangkan kadar kolesterol total untuk kolesterol tinggi tergolong rendah.
27
DAFTAR PUSTAKA
Akang. 2009. Si Baik dan Si Jahat Itu Bernama Kolesterol. http://aa-kolesterol.blogspot.com/
2009/12/si-jahat-dan-si-baik-itu-bernama_06.html [19 Mei 2010].
Anonim1. 2009. Apa Arti Hasil Test Kolesterol Darah Anda. http://www.mangkukmerah.
com/ [17 mei 2010].
Anonim2. 2010. Air, Si Cantik yang Tersia-sia. http://www.chem-is-try.org/
artikel_kimia/kimia_anorganik/air-si-cantik-yang-tersia-sia/ [17 Mei 2010].
Anonim3. 2010. Etanol. http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol [16 Mei 2010].
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2009. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Poedjadi, Anna dan F. M. Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar biokimia. Jakarta: UI Press.
Sudarma, I Made. 2009. Kimia Bahan Alam. Mataram: FMIPA Press.
28
LAMPIRAN
29
2. Berikan alasan mengapa larutan kolesterol perlu disimpan dalam ruang gelap
sebelum diukur absorbansinya?
Kolesterol bersifat dapat menyerap cahaya sehingga sebelum dilakukan pengukuran
kolesterol harus didiamkan ditempat gelap agar tidak ada penyerapan cahaya dari luar
sebelum kolesterol diukur dengan UV-VIS yang dapat mengacaukan atau mempengaruhi
hasil pengukuran.
30
1. Apa fungsi Alkohol absolute, petroleum benzin dan asam sulfat dalam percobaan ini?
Alcohol absolute atau yang lebih dikenal dengan etanol merupakan pelarut polar yang baik
yang berfungsi untuk melarutkan senyawa-senyawa selain kolesterol yang terdapat dalam
serum.
Petroleum benzin merupakan pelarut yang sangat nonpolar yang berfungsi untuk melarutkan
kolesterol.
Asam sulfat pekat berfungsi untuk membentuk kompleks warna pada larutan kolesterol.
31
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
Hari/Tanggal
Tempat
32
pepsin, enzim pencernaan dalam lambung yang bekerja pada pH 2) (Campble, dkk,2002:
101-102).
Tabung reaksi
Pipet tetes
Gelas ukur
Gelas kimia
Penangas air
Alat UV-VIS
B. Bahan
Air liur
Aquadest
Larutan iodium
Es batu
Larutan pati pH 3, 5, 9, 11
34
Pasangan 1
Pasangan 2
Pasangan 3
Pasangan 4
Ditempatkan
ditempatkan
ditempatkan
ditempatkan dlm
Dalam bejana
suhu kamar
penangas air
(T= 60oC)
(T= 100oC)
(T= 0oC)
Tabung B
Tabung U
Larutan pati
1 mL
1 mL
2 mL
1 mL
1 mL
8 mL
8mL
penangas)
Air suling
35
Pasangan 1 (pH 3)
Pasangan 2 (pH 5)
Pasangan 3 (pH 9)
Tabung B
Tabung U
1 mL
1 mL
2 mL
1 mL
1 mL
Air suling
4 mL
4 mL
V. HASIL PENGAMATAN
A. Pengaruh Suhu terhadap Aktifitas Enzim
Tabung
Hasil Pengamatan
Tabung U
Tabung U
Tabung U
Tabung U
A uji
A blanko
0oC
0,122
0,169
Suhu ruang
0,363
0,448
60 C
1,099
2,096
100oC
1,736
2,500
Hasil Pengamatan
Tabung 1. pH 3
Tabung B
Tabung U
Terbentuk 3 fase: larutan biru muda pada fase atas, larutan biru tua di
bagian tengah, dan endapan putih di bagian bawah.
Tabung 2. pH 5
Tabung B
Tabung U
Tabung 3. pH 9
Tabung B
Tabung U
Tabung 4. pH 11
Tabung B
Tabung U
37
A uji
A blanko
2,470
1,363
0,165
2,500
0,107
0,161
0,087
0,501
A uji
A blanko
0C
0,122
0,169
0,074
Suhu ruang
0,363
0,448
0,085
60 0C
1,099
2,096
0,997
100oC
1,736
2,500
0,764
Grafik Hubungan T vs A
A 1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
20
40
60
80
100
120
T (C)
38
A uji
A blanko
2,470
1,363
1,107
0,165
2,500
2,335
0,107
0,161
0,554
0,087
0,501
0,414
Grafik Hubungan pH vs A
A
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
10
12
pH
VII. PEMBAHASAN
enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam
tubuh. Enzim bersifat spesifik yang berarti bahwa enzim dapat bekerja secara khas terhadap
suatu substrat tertentu. Hal ini menyebabkan suatu enzim hanya dapat mengkatalisa suatu
reaksi tertentu. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat yang
bereaksi sehingga dengan demikian dapat mempercepat reaksi yang terjadi karena enzim
dapat menurunkan energi pengaktifan yang menyebabkan terjadinya reaksi akan lebih
mudah.
Enzim merupakan suatu protein, oleh karena itu sama halnya seperti protein, kerja
enzim juga dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama substrat, suhu, keasaman, kofaktor,
39
dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH optimum yang berbeda-beda. Dimana
enzim dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan pH berubah sehingga dapat
menyebabkan enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau bahkan dapat mengalami
kerusakan (denaturasi) (Poedjadi, 2007).
Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan adalah enzim amilase yang
berfungsi memecah ikatan pada amilum sehingga terbentuk maltosa. Enzim amilase ini
terkandung dalam air liur (saliva) sehingga dalam praktikum kali ini saliva digunakan sebagai
sumber enzim amilase. Enzim amilase yang terdapat dalam saliva merupakan enzim amilase yang juga disebut ptyalin (Heru, 2009).
Pada percobaan untuk menyelidiki pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase,
larutan pati (terdiri dari amilum dan amilopektin) yang dicampur dengan saliva diperlakukan
pada suhu yang bervariasi sehingga nantinya dapat diketahui suhu optimum dari enzim
tersebut. Tabung 1 diperlakukan pada suhu 0oC dan tabung 2 pada suhu kamar. Keduanya
memberikan hasil yang sama yaitu pada tabung uji yang ditambahkan saliva, larutan yang
dihasilkan lebih jernih jika dibandingkan larutan pada tabung blanko. Hal ini mungkin karena
sebagian amilum telah terhidrolisis oleh adanya enzim amilase sehingga larutan menjadi
lebih bening. Akan tetapi hal ini tidak membuktikan secara pasti apakah amilum telah
terhidrolisis ataukah masih ada dalam larutan karena ke dalam larutan tersebut tidak
ditambahkan iodium. Iodium ini sendiri dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya
amilum dalam larutan karena iodium jika bereaksi dengan amilum akan membentuk suatu
kompleks berwarna biru keunguan. Sehingga jika didalam suatu larutan terdapat amilum
maka larutan yang tadinya bening dapat berubah warna menjadi biru. Pada suhu 0oC
kemungkinan enzim amilase tidak aktif yang diakibatkan oleh rendahnya suhu. Akan tetapi
pada peningkatan suhu (menjadi suhu kamar) maka aktifitas enzim akan meningkat (hingga
mencapai suhu optimal). Larutan bening pada tabung 3 blanko (T= 60oC) dan tabung 4
blanko (T= 100oC) setelah ditambahkan iodium berubah menjadi berwarna biru tua pekat.
Hal ini karena tidak adanya enzim amilase sehingga amilum tidak terhidrolisis dan
membentuk kompleks dengan iodium. Sedangkan tabung 3 uji (T= 60oC) larutan yang
dihasilkan berwarna bening kekuningan, akan tetapi terdapat larutan warna biru didasar
tabung. Hal ini mengindikasikan enzim amilase telah memecah amilum akan tetapi
aktivitasnya tidak maksimal yang ditandai dengan adanya larutan biru yang akan menghilang
jika didiamkan beberapa lama lagi (ada amilum yang belum terhidrolisis). Sedangkan pada
tabung 4 uji (T= 100oC) larutan yang dihasilkan berwarna biru jernih yang berarti lebih
banyak amilum yang belum terhidrolisis (aktivitas enzim berkurang). Suhu optimum enzim
40
amilase adalah sekitar 37oC (suhu badan). Dimana dengan peningkatan suhu menyebabkan
aktifitas enzim berkurang atau bahkan menyebabkan denaturasi pada enzim (Filzahasni,
2009). Dari grafik hasil percobaan terlihat bahwa dari beberapa variasi suhu yang dicobakan,
tabung dengan perlakuan suhu 60oC memberikan nilai A yang paling besar. Hal ini berarti
dari keempat suhu yang dicobakan, enzim amilase memiliki aktifitas paling baik pada suhu
tersebut. Akan tetapi kita belum bisa mengatakan bahwa suhu tersebut merupakan suhu
optimum enzim amilase karena perlu dilakukan percobaan untuk variasi suhu yang lebih
banyak lagi.
Sama halnya seperti suhu, enzim juga memiliki pH optimal. Larutan blanko pada
keempat pH yang berbeda menunjukkan warna yang hampir sama yaitu biru keunguan. Hal
ini karena tidak adanya enzim amilase yang dapat memecah amilum. Tabung uji pada pH 3
menghasil larutan berwarna biru. Hal ini karena enzim amilase terinaktif pada pH kurang dari
4. Pada pH 5 larutan yang dihasilkan berwarna bening kekuningan, akan tetapi terdapat
seperti cincin ungu yang berarti kerja enzim belum optimal. Pada pH 9 larutan berwarna
bening keunguan yang menandakan aktifitas enzim menurun. Sedangkan pada pH 11
dihasilkan larutan biru keunguan yang hampir sama seperti pada larutan blanko. Hal ini
berarti aktifitas enzim semakin menurun. pH optimal enzim amilase adalah sekitar 6,6
dimana saliva mempunyai pH sedikit dibawah 7. Pada pH yang tinggi enzim akan mengalami
denaturasi sehingga dapat menurunkan aktifitas enzim (Campble, 2002). Berdasarkan grafik
hasil percobaan diketahui aktifitas enzim paling optimal diantar keempat pH yang dicobakan
berada pada pH 5.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan:
-
Enzim amilase terinaktifkan pada suhu rendah (sekitar 0oC ) dan pH dibawah 4.
41
Aktifitas enzim amilase akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu dan pH sampai
pada batas optimumnya. Dimana pada pH dan suhu diatas suhu optimum, aktifitas
enzim amilase akan berkurang seiring dengan kenaikan suhu atau pH.
Dilihat dari grafik hasil percobaan diketahui suhu optimum enzim amilase berada
pada T= 60oC dan pH optimumnya berada pada pH 5.
42
DAFTAR PUSTAKA
Campble, Neil A., dkk. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2007. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Filzahazny. 2009. Enzim. http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/enzim-2/
[21 Mei 2010].
Heru. 2009. Kandungan Air Liur dan Manfaat.
http://blognyaheru.wordpress.com/2009/10/27/
kandungan-air-liur-dan-manfaat/ [24 Mei 2010].
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Prima, X-3. 2009. Aktifitas Enzim. http://www.x3-prima.com/2009/06/aktivitas-enzim.html
[21 Mei 2010].
Wikipedia. 2010. Enzim. http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim [21 Mei 2010].
43
PERCOBAAN PROTEIN
I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
Hari/Tanggal
Tempat
disebut
serum.
Serum
pada
dasarnya
merupakan
plasma
darah
tanpa
44
(Evanjie, 2010)
Serum terdiri dari semua protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah)
termasuk cairan elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan semua substansi exogenous.
Rumusan umum yaitu: serum = plasma - fibrinogen - protein faktor koagulasi. Serum terbagi
menjadi 4 jenis yaitu: a). Serum protein (bahasa Inggris: globular protein, spheroprotein)
merupakan salah satu dari tiga jenis protein di dalam tubuh yang terbentuk dari asam amino
berupa larutan koloidal di dalam plasma darah, b). Serum globulin adalah istilah umum yang
digunakan untuk protein yang tidak larut, baik di dalam air maupun di dalam larutan garam
konsentrasi tinggi, tetapi larut dalam larutan garam konsentrasi sedang, mempunyai rasio
35% dari protein plasma, berguna untuk sirkulasi ion, hormon dan asam lemak dalam sistem
kekebalan, c). Serum lipoprotein adalah senyawa biokimiawi yang mengandung protein dan
lemak yang dapat terikat secara kovalen maupun non kovalen dengan protein, dan d). Serum
wewenang yang hanya berjumlah 1% dari protein plasma, terdiri dari enzim, proenzim dan
hormon(Wikipedia, 2010).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan
polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein
merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan
oleh Jns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Protein sederhana dapoat dibagi menjadi dua
bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein globular yang berbentuk bulat dan protein
fiber yang mempunyai bentuk panjang seperti serat(Budi, 2009).
Dua jenis protein globular yaitu globulin dan albumin. Albumin adalah protein yang
dapat larut dalam air serta terkoagulasi oleh panas. Larutan albumin dalam air dapat
diendapkan dengan penambahan amonium sulfat hingga jenuh. Albumin antara lain terdapat
pada serum darah dan putih telur. Globulin mempunyai sifat sukar larut dalam air murni,
tetapi dapat larut dalam larutan garam netral, misalnya NaCl encer. Larutan globulin dapat
diendapkan dengan penambahan garam amoniumsulfat hingga setengah jenuh. Globulin
45
dapat diperoleh dengan jalan mengekstraksinya dengan larutan garam (5-10%) NaCl,
kemudian ekstrak yang diperoleh diencerkan dengan penambahan air. Globulin akan
mengendap dan dapat dipisahkan. Seperti albumin, globulin antara lain terdapat dalam serum
darah, pada otot, dan jaringan lain(poedjiadi, 2007).
Struktur protein tidak stabil karena mudah mengalami denaturasi. Denaturasi suatu
protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi atau terkacaunya ikatan hidrogen dan
gaya-gaya sekunder lain yang mengutuhkan molekul tersebut sehingga berakibat pada
hilangnya banyak sifat fisiologis protein itu. Faktor-faktor penyebab denaturasi diantaranya,
perubahan temperatur, pH, detergent, radiasi, zat pengoksidasi atau pereduksi (yang dapat
mengubah hubungan S-S), dan perubahan tipe pelarut(Fessenden, 2007: 395).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada
struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat
untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses
denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier
protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan
pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi
hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum
ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein(Roypd, 2009).
Putih telur mengandung air, protein, karbohidrat, dan mineral. Protein terdiri dari 5
bentuk yang berbeda-beda, yaitu: ovalbumin, ovomukoid, ovomusin, ovokonalbumin dan
avoglobumin. Ovalbumin paling banyak terdapat pada bagiuan putih telur, yaitu sekitar 75%.
Karbohidrat terdapat dalam jumlah sedikit, terdapat dalam bentuk manosa dan galaktosa
(Syamsir, dkk, 1994: 34).
Protein dapat diidentifikasi dengan berbagai reaksi warna, salah satunya adalah reaksi
biuret. Pada reaksi biuret, larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus
amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif
yang ditandai dengan timbulya warna merah violet atau warna biru violet (Roypd, 2009).
46
Tabung reaksi
Pipet tetes
Kertas saring
Corong
Penangas air
Sentrifuge
B. Bahan
Etanol 95%
Tabung Reaksi
+ Serum darah
+ (NH4)2 SO4, tetes demi tetes
Endapan: ada/tidak ada
Disaring
Filtrate
Endapan
Tabung 1
Tabung 2
+ 2 ml serum
+ 2 ml albumin telur
+ etanol absolute
+ etanol absolute
Disaring
Endapan
Filtrat
V. HASIL PENGAMATAN
A. Pengendapan Protein dengan Larutan Garam Konsentrasi Tinggi (Salting Out)
PERLAKUAN
Serum + amoniumsulfat
HASIL PENGAMATAN
Orange putih keruh.
Lapisan bawah terdapat gumpalan putih
keruh
Setelah disentrifuge
Setelah pemanasan
Larutan
menjadi
hijau
kehitaman
Endapan krem.
Filtrate + CuSO4 + NaOH
Setelah pemanasan
HASIL PENGAMATAN
Terdapat 3 lapisan:
Lapisan atas: larutan putih bening
Lapisan tengah: putih
Lapisan bawah: endapan orange bening
Setelah pemanasan
Setelah pemanasan
Terbentuk 3 lapisan:
Lapisan atas: larutan bening
Lapisan tengah: larutan putih
Lapisan bawah: gumpalan kental
kekuningan.
Pada saat penyaringan tidak didapatkan
filtratnya.
Setelah pemanasan
49
VII. PEMBAHASAN
Serum adalah plasma darah (mengandung sekitar 90% air) tanpa fibrinogen. Serum
darah terdiri dari protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah) termasuk cairan
elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan semua substansi exogenous(Wikipedia, 2010).
Protein yang terdapat dalam serum terdiri dari sekitar 56% merupakan fraksi albumin, 4%
1-globulin, 10% 2-globulin, 12% -globulin, dan 18% -globulin.
Protein globulin yang terdapat pada serum memiliki berbagai fungsi bioligik,
diantaranya sejumlah -globulin dan -globulin mempunyai fungsi tranpor khusus misalnya
kelompok 1-globulin yaitu transkobalamin yang mengangkut vitamin B12 dan transkortin
yang mengangkut kortisol, -globulin bertanggungjawab untuk transport besi bervalensi tiga
dalam plasma, -globulin merupakan glikoprotein yang berperan pada reaksi imun sehingga
disebut immunoglobulin (IgG). Sedangkan albumin berperan besar untuk ikatan protein
obat(Evanjhie, 2010).
Protein mempunyai struktur yang tidak stabil sehingga mudah mengalami denaturasi
yang meliputi presipitasi dan koagulasi. Denaturasi protein ini dipengaruhi oleh pH, panas,
adanya garam logam berat, perubahan tipe pelarut, dll. Pada denaturasi terjadi perubahan
terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuarterner molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatan kovalen sehingga terkadang dapat berlangsung secara reversible dan dapat
mengalami renaturasi atau penyusunan kembali molekul protein (Zulfikar, 2008). Sifat
protein ini dapat dimanfaatkan untuk proses pemisahan protein yang merupakan
makromolekul yang banyak terdapat pada serum darah.
50
Sedangkan bagian bawahnya adalah protein yang terkoagulasi. Dari perbandingan hasil
keduanya berarti albumin lebih mudah terkoagulasi oleh etanol dibandingkan globulin.
Baik filtrat maupun endapan dari serum setelah dilakukan uji biuret menunjukkan
hasil yang positif. Hal ini karena di dalam filtrat masih terkandung globulin yang belum
terkoagulasi seluruhnya. Endapan albumin telur juga menunjukkan uji positif yang berarti di
dalam endapan tersebut terdapat protein albumin yang hampir semuanya terkoagulasi
sehingga hampir tidak didapat filtrat.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan:
a. Di dalam serum darah terkandung protein yang terdiri dari albumin dan globulin.
b. Protein dalam serum dapat dipisahkan dengan cara mengendapkannya dengan
penambahan ammonium sulfat. Proses ini disebut salting out.
c. Globulin akan mengendap pada penambahan ammonium sulfat setengah jenuh,
sedangkan albumin akan mengendap pada penambahan ammonium sulfat hingga
jenuh.
d. Penambahan larutan garam, misalnya ammonium sulfat dapat menurunkan kelarutan
protein.
e. Identifikasi adanya protein dapat dilakukan dengan uji warna biuret yang akan
memberika hasil positif dengan terbentuknya kompleks berwarna ungu pada larutan.
f. Protein serum juga dapat diendapkan dengan penambahan etanol 95% yang dapat
mengurangi konstanta dielektrik air sehingga kelarutan protein berkurang.
g. Albumin lebih mudah diendapkan dengan etanol dibandingkan dengan globulin.
52
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Biuret Test untuk protein. http://www.scumdoctor.com/Indonesian/
nutrition/protein/Biuret-Test-For-Proteins.html [6 Juni 2010]
Budi, Darmawan Setia. 2009. Amino dan Protein. http://darmaqua.blogspot.com/
2008/04/amino-dan-protein.html [6 Juni 2010]
Ddbiotechnology. 2009. Isolasi dan Purifikasi Enzim. http://ddbiotechnology.wordpress.com/
[6 Juni 2010]
Evanjie. 2010. Plasma Darah. http://evantherapy.wordpress.com/tag/protein/ [6 Juni 2010]
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2007. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI press.
Roypg. 2009. Asam Amino dan Protein. http://roypg.blogspot.com/2009_02_01_archive.html
[6 Juni 2010]
Syamsir, Elvira, dkk. 1994. Studi Komparatif Sifat Mutu dan Fungsional Telur Puyuh dan
Telur Ayam Ras. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan: 5(3): 4.
Wikipedia. 2010. Serum Darah. http://id.wikipedia.org/wiki/Serum_darah [6 Juni 2010]
Zulfikar. 2008. Kimia Kesehatan. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2015
[6 Juni 2010]
53