Anda di halaman 1dari 4

dunia psikologi klinis

Kamis, 13 Februari 2014


sayangi keluarga anda yang masuk usia pra-lansia
Mungkin kalian mempunyai pengalaman:
"kok mama saya diusia di atas 50 tahun menjadi sangat sensitif?"
"kok orang tua saya sangat manja seperti anak kecil?"
"kenapa ketika tidak lagi bekerja ayah saya menjadi pemurung?"
"kenapa orang tua saya akhir-akhir ini sering marah-marah tanpa alasan?"
dan masih banyak lagi...
Masa perkembangan yang dilewati sebagai bukti bahwa manusia akan mengalami
penuaan. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
dalam tubuh untuk memperbaiki diri atau mengganti diri, mempertahankan struktur atau fungsi
normalnya tidak dapat lagi bertahan terhadap infeksi dan tidak dapat memperbaiki kerusakan
yang diderita (Darmojo & Martono, 2006). Menurut Hadi (2004), menua atau lanjut usia
merupakan proses yang alamiah meliputi proses organobiologik, psikologi dan sosial.
Adanya peningkatan jumlah lanjut usia menyebabkan masalah kesehatan fisik dan
psikologis semakin kompleks, terutama yang berkaitan dengan gejala penuaan. Proses penuaan
umunya terlihat jelas pada saat memasuki usia 40 tahun ke atas. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), menyatakan jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun di Asia Tenggara mencapai 142
juta jiwa atau 8 % dari total jumlah penduduk. Hal yang sama juga dinyatakan oleh DepKes RI,
lanjut usia terdiri dari pra-lansia (individu yang berusia 45-59 tahun) dan lansia (individu yang
berusia 60 tahun atau lebih). Pada tahun 2011 jumlah lansia di Indonesia mencapai 19,5 juta jiwa
(8,2 % dari total penduduk), yang mayoritas adalah wanita. Tahun 2025, jumlah orang lansia
diperkirakan meningkat menjadi 40 juta jiwa (13,2 % dari penduduk Indonesia) dan pada tahun
2050 jadi 71,6 juta jiwa (25,5 % dari total penduduk di Indonesia) (Kompas /02/10/2012).
Sejalan dengan problematika tersebut, menjadi dasar pentingnya untuk memerhatikan
kesehatan psikologis pra-lansia dengan tujuan agar pra-lansia dapat mempersiapkan diri dengan
baik sebelum memasuki usia yang rentan dengan masalah fisik dan psikologis yaitu masa lansia.

Hal ini didukung oleh pendapat Santrock (2002), masa pra-lansia akan menjadi tolak ukur
individu untuk berhasil dan merasa puas di masa lansianya.
Setiap perkembangan akan mempunyai tugas dan ciri masing-masing yang khas, begitu
juga individu yang memasuki masa dewasa usia pertengahan (45-59 tahun) yang biasanya juga
disebut dengan masa pra-lanjut usia. Ada pandangan bahwa masa ini terjadi krisis paruh baya
(midlife crisis) karena pada usia ini biasanya individu mulai menyadari bahwa mereka belum
mencapai tujuan yang mereka tetapkan saat masih muda atau bahkan mereka menyadari bahwa
dirinya tidak mampu lagi melakukan hal-hal yang penting (Atkinson dkk, 1993). Menurut
Perlmutter (1985), krisis pra-lansia akan timbul karena adanya tekanan fisik dan psikologis yang
muncul ketika tugas perkembangan mengancam lebih dari sumber daya internal dan sistem
dukungan sosial yang dimiliki oleh individu. Selain itu, faktor ekonomi yang menengah ke
bawah akan menjadi sebuah stressor bagi individu itu sendiri.
Menurut Santrock (2002), pada masa pra-lansia terjadi penurunan fungsi fisik, kognitif,
emosi, dan sosial. Perubahan-perubahan tersebut akan mempengaruhi kesehatan, psikolgis, serta
akan berdampak pada kualitas hidup pra-lansia. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Miller
(Stanley dan Beare, 2007), masalah yang terjadi pada pra-lansia erat kaitannya dengan perubahan
fisik, lingkungan tempat tinggal dan hubungan sosial dengan masyarakat. Stressor psikososial
yang berat, misalnya kematian pasangan hidup, terpisah dari keluarga dekat atau anak, dapat
menyebabkan perubahan psikologis yang mendadak, misalnya masalah emosi, bingung, panik,
depresif, cemas dan apatis. Menurut Hurlock (1999), pada usia pra-lansia juga terdapat empat
kategori stres, yaitu: stres somatik, stres budaya, stres ekonomi dan stres psikologis.
Perubahan dan stressor yang ada membuat pra-lansia pria dan wanita mempunyai banyak
alasan untuk takut memasuki usia pra-lansia, seperti kepercayaan tradisional tentang kerusakan

mental dan fisik yang juga disertai dengan berhentinya reproduksi, waktunya tidak produktif,
semakin adanya penurunan ekonomi, post power syndrome, empty nest syndrome, dan lain-lain.
Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan berpengaruh pada kondisi emosi pra-lansia.
Atkinson (1993) menyebutkan beberapa penelitian bahwa seorang wanita pada usia 40 tahun ke
atas lebih banyak memiliki gejala mengenai masalah emosional dibandingkan orang yang lebih
muda.
Keterangan di atas menunjukkan akan adanya perubahan alami yang akan di alami oleh
seseorang yang masuk dalam usia 40-59 tahun. Tugas kita bukan hanya mengetahui adanya masa
perubahan tersebut melainkan memberikan dukungan dan membantu penyelesaian masalah jika
masa tersebut menjadi suatu beban bagi mereka.

Isella Loviana, S.Psi., M.Psi., Psikolog


Diposkan oleh isella loviana di 05.54
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

isella loviana
Setiap orang mempunyai masalah, jangan pernah merasa kalian lah manusia tersedih
karena menghadapi masalah yang menurut kalian berat. ketika seseorang menghadapi
masalah akan diliputi perasaan emosi seperti: sediih, kecewa, marah, gengsi, malu dan
lain-lain, sehingga tidak dapat berpikir jernih. hal ini membuat kalian memerlukan
psikolog untuk berbagi apa yang dirasakan agar dapat lebih tenang, nyaman dan

menemukan solusi dari masalah yang kalian hadapi. kami mempunyai latar belakang
pendidikan yang tepat, profesional, dan dilatih untuk membantu anda.
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

2014 (3)
o Februari (2)

anak belajar dari kehidupan

sayangi keluarga anda yang masuk usia pra-lansia

o Januari (1)
Template Simple. Gambar template oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai