Laporan Kasus Kaki Diabetik
Laporan Kasus Kaki Diabetik
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEI 2011
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KAKI DIABETIK
OLEH:
ANDI RAHMAT HIDAYAT
C 111 07 104
PEMBIMBING:
dr. MEGA CITRA DIATRI
: Tn. Dj
Umur
Nomor RM
: 069513
ANAMNESIS (HETEROANAMNESIS)
KU: luka pada kaki kiri
AT: dialami sejak lebih dari 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, Awalnya
berupa luka lecet akibat terbentur batu. Luka kemudian makin lama makin
melebar hingga berukuruan seperti sekarang. Nyeri (+), panas (+), bengkak
(+), kemerahan (+), nanah (+).
Demam (+), riwayat demam (+) kadang dikeluhkan sejak pasein terluka.
Demam tidak terlalu tinggi, perlangsungan hilang timbul, turun dengan
pemberian paracetamol, menggigil (+), nyeri kepala (+),
Pusing (-), Riwayat sering pusing (+) sejak 4 bulan terakhir.
Batuk (+) hanya sesekali, sesak (-), Nyeri dada (-), riwayat sesak dan nyeri
dada sebelumnya (-)
Mual (-), Muntah (+) frekuensi 1x isi sisa makanan, Nyeri ulu hati (-),
Riwayat nyeri ulu hati (+) 3 hari SMRS, Nafsu makan biasa, pasien sering
merasa lapar meski baru makan beberapa jam yang lalu, pasien sering
merasa lemah dan merasa cepat haus. Penurunan BB 10 kg dalam 1 bulan
terakhir
Pasien mengeluh sering kram, gatal, kebas, dan merasa panas pada kedua
kaki dan ujung-ujung jari tangan, Pasien juga mengaku sering mengalami
luka-luka kecil di kaki tanpa disadari (tidak terasa).
BAK : Lancar, warna kuning tua, Riwayat BAK berpasir dan keruh (-)
pasien merasa sering-sering BAK pada malam hari 6x dalam 3 bulan
terakhir. Pasien merasa cukup puas ketika berkemih,
BAB : Biasa, konsistensi padat, warna kuning kecoklatan.
RPS: Riwayat Diabetes sejak 7 tahun yang lalu, berobat dengan Glibenklamid
namun tidak teratur. Riwayat DM pada keluarga (+) (Ibu kandung)
Riwayat Hipertensi sejak 7 tahun yang lalu berobat tidak teratur biasa
mengonsumsi captopril.
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat penyakit maag (+) tidak diketahui sejak kapan, membaik dengan
antasida
Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat penyakit jantung pada keluarga (+)
(Ibu kandung).
Riwayat jika mendapatkan luka sukar sembuh (+) beberapa bulan terakhir.
Riwayat merokok (+) sejak muda - 1 bungkus perhari berhenti 5 tahun
yang lalu.
Riwayat minum minuman beralkohol (-).
Riwayat penyakit rematik dan asam urat (-).
Riwayat penyakit kuning (-).
Riwayat bengkak pada kaki (-)
PEMERIKSAAN FISIS
SP : SS/GL/CM
T : 160/100 mmHg
P : 22 x/menit
N : 84 x/menit, reguler
S : 37,30C
TB : 160 cm
LLA : 30 cm
BB : 67,41 kg
Kepala
Thorax
:
I
:
: IC tidak tampak
P : IC tidak teraba
P : pekak, batas jantung kesan normal
A : S1/S2 murni, regular, bising (-)
Abdomen :
I
Tampak luka pada phalanx III proximal pedis (s) sepanjang 5 cm, lebar 3
cm kedalaman 2 cm. gangren (-), darah (+), pus (+), Nyeri (+), bengkak
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
10/4
11/4
12/4
13/4
14/4
15/4
TD (mmHg)
160/10
0
84
22
37.4
4.12
10.1
31.2
227
12.7
160/11
0
96
24
37
-
150/9
0
94
24
36.5
-
150/10
0
92
24
36.7
-
150/8
0
88
24
36.6
-
150/9
0
92
20
36.8
4.12
12.4
37.2
257
11.5
77
14
10
0.8
103
104
313
44
55
42
1.5
13.3
-
147
-
145
-
139
-
220
12
170
103
7.5
-
N (x/menit)
P (x/menit)
S (oC)
RBC (x106/mm3)
Hb (gr/dl)
HCT (%)
PLT (x103/mm3)
WBC
(x103/mm3)
MCV
MCH
MCHC
NEU (%)
LYM (%)
MON (%)
EOS (%)
BAS (%)
LED I
LED II
GDP (mg/dl)
GDS (mg/dl)
HbA1C (%)
SGOT (U/L)
SGPT (U/L)
Ureum (mg/dl)
Creatinin
(mg/dl)
Kol.
Total
(mg/dl)
HDL (mg/dl)
LDL (mg/dl)
Trgliserida
(mg/dl)
As. Urat (mg/dl)
Natrium
(mmol/l)
Kalium (mmol/l)
Klorida (mmol/l)
BT (menit)
CT (menit)
PT (menit)
APTT (menit)
17/4
18/4
19/4
20/4
140/9
0
78
20
36.7
-
140/9
0
72
20
36.5
-
140/10
0
88
24
36.3
-
140/9
0
80
20
36.7
4.03
12.6
37.8
232
9.8
84
29
36
84
75
134
-
131
-
130
-
124
-
120
-
50
1.3
192
20
153
85
127
3.0
99
215
1025
19
32.9
URINALISIS (11/4/2011)
16/
4
-
Hasil Laboratorium
Darah
: Bilirubin
: Urobilinogen : Keton
: Protein
: 30 mg/dl
Nitrogen
: Glukosa
: pH
: 5
BJ
: 1,020
Leukosit
: 10 /l
Vitamin C
: Sedimen eritrosit : 3 /LPB
Sedimen leukosit : 3 /LPB
Sedimen torak
: Epitel sel
: +
Bakteri
: -
Interpretasi
Normal
Normal
Normal
Normal
Proteinuria
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Deskripsi :
FOTO CRURIS AP
Kesan :
DIAGNOSIS SEMENTARA
1.
2.
3.
4.
PENATALAKSANAAN AWAL
RENCANA PEMERIKSAAN
TANGGAL
10/4/2011
PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan Hari I
S: luka pada sela jari kaki kiri
demam (+)
O: anemis (+) ikterus (-)
BP bronkovesikuler, BT -/BJ I/II murni, regular
peristaltik (+) kesan N
H/L tidak teraba
Ext : Ulkus pada tepi medial
phalanx III (s) ukuran 5x3x2 cm,
darah (+), pus (+), udem (+), Nyeri
(+), teraba hangat (+)
A: Kaki diabetik (S) Wagner III
HT grade II
Dislipidemia
11/4/2011
Periksa:
Urinalisis
GDP, HbA1c
Profil lipid, asam urat
Foto thorax PA
Foto pedis sinistra AP/lat
EKG
Perawatan Hari II
S: demam (+)
nyeri pada sela jari kaki kiri (+)
R/
Diet DM 1900 kkal/hr
Diet rendah garam
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
O: anemis (+) ikterus (-)
Ceftriaxone 1gr/12j/iv
BP bronkovesikuler, BT -/Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
BJ I/II murni, regular
Metronidazole 0,5gr/8j/drips
peristaltik (+) kesan N
Ranitidine 1amp/12j/iv
H/L tidak teraba
Paracetamol 500 mg 3x1
ext: Ulkus pada tepi medial Captopril 25 mg 1-0-1
phalanx III (s) ukuran 5x3x2 cm, Simvastatin 20 mg 0-0-1
darah (+), pus (+), udem (+), Humulin R 8-8-8 IU/sc
Nyeri (+), teraba hangat (+)
Humulin N 0-0-10 IU/sc
A: Kaki diabetik (S) Wagner III
DM tipe 2 obese
HT on treatment
Dislipidemia
12/4/201114/4/2011
INSTRUKSI DOKTER
R/
Diet DM 1900 kkal/hr
Diet rendah garam
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Ceftriaxone 1gr/12j/iv (ST)
Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
Metronidazole 0,5gr/8j/drips
Ranitidine 1amp/12j/iv
Humulin R 8-8-8 IU/sc tunda
Paracetamol 500 mg 3x1
Captopril 25 mg 2x1
Simvastatin 20 mg 0-0-1
15/4/2011
17/4/2011
Perawatan Hari V
Perawatan Hari VI
S: Luka pada sela jari kaki kiri
R/
Diet DM 1900 kkal/hr
Diet rendah garam,
kolesterol
rendah
18/4/201119/4/2011
R/
Diet DM 1900 kkal/hr
Diet rendah garam, rendah
kolesterol
O: anemis (-) ikterus (-)
IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
BP bronkovesikuler, BT -/Ceftriaxone 1gr/12j/iv
BJ I/II murni, regular
Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
peristaltik (+) kesan N
Metronidazole 0,5gr/8j/drips
H/L tidak teraba
Cardioaspirin 1x1
ext: ulkus pada tepi medial Antiplat 50 mg 2x1
phalanx III (s)
Ketorolac 1amp/12j/iv
Captopril 25 mg 1-0-1
A: Kaki diabetik (S) Wagner III
Simvastatin 20 mg 0-0-1
DM tipe 2 obese
Humulin R 8-8-8 IU/sc
HT on treatment
Humulin N 0-0-10 IU/sc
Dislipidemia
Rawat luka pagi-siang
Periksa:
GDP/hari
Kultur & sensitivitas AB
20/4/2011
Perawatan hari XI
S: KU baik, keluhan (-)
R/
Diet DM 1900 kkal/hr
Diet rendah garam, rendah
O: anemis (-) ikterus (-)
kolesterol
BP bronkovesikuler, BT -/IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
BJ I/II murni, regular
Ceftriaxone 1gr/12j/iv
peristaltik (+) kesan N
Ciprofloxacin 0,2gr/12j/drips
H/L tidak teraba
Metronidazole 0,5gr/8j/drips
ext: ulkus pada tepi medial Cardioaspirin 1x1
phalanx III
Antiplat 50 mg 2x1
RESUME
Pasien laki-laki, 58 tahun, MRS dengan keluhan utama luka pada sela jari
kaki kiri, dialami sejak lebih dari 3 minggu SMRS, akibat terbentur batu. Nyeri
(+), panas (+), pus (+), edema (+), eritema (+), gangrene (-). Demam (+), Pola
demam subfebris intermitten, menggigil (+), sefalgia (+). Batuk (-) sesak (-),
Nyeri dada (-) Mual (-), Muntah (+), Nyeri ulu hati (-), Polifagi (+), Polidipsi (+),
Poliuri (+), Penurunan BB 10kg dalam 1 bulan.
Riwayat DM dan Hipertensi sejak 7 tahun yang lalu berobat tidak teratur,.
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-), Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat
penyakit jantung pada keluarga (+). Riwayat merokok (+) sejak muda - 1
bungkus perhari berhenti 5 tahun yang lalu. Riwayat minum minuman beralkohol
(-).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan SP: SS/GL/CM, tanda vital T: 160/100
mmHg, N: 88 x/menit, P: 24 x/menit, S: 37,3 0C.. Tampak luka pada phalanx III
proximal ukuran 5x3x2 cm. gangren (-), darah (+), pus (+), Nyeri (+), bengkak
(+), pada sekitar luka, perbaan hangat (+), Kemerahan (+), Pulsasi arteri dorsalis
pedis (), arteri tibialis posterior (+), arteri poplitea (+), arteri femoralis (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan lekosit tanda-tanda
infeksi. Selain itu terdapat penurunan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit
yang menandakan pasien anemia meskipun secara fisik (pemeriksaan fisik) tidak
didapatkan pasien anemis. LED ikut meningkat menggambarkan adanya proses
inflamasi. Selain itu, didapatkan juga peningkatan dari kadar kolesterol total, LDL
kolesterol dan GDP.
Pada foto thorax tidak ditemukan adanya kelainan sedangkan pada foto cruris
sinistra AP didapatkan kesan osteoporosis senilis dan ulkus pada soft tissue tanpa
gas gangrene.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
lainnya, maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik (S) Wagner III + DM
tipe 2 obese + HT grade II + dislipidemia
DISKUSI
Pasien Tn. D datang dengan keluhan luka jari tengah kaki kiri yang dialami
sejak kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit, yang akibat terbentur.
Luka tersebut tidak kunjung sembuh dan bertambah lebar. Pada anamnesis
ditemukan riwayat DM sejak 7 tahun yang lalu, berobat tidak teratur dengan
Glibenklamid. Selain itu pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
kadar GDP dan GDS. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa pasien menderita
DM yang tidak terkontrol meskipun dengan monoterapi Glibenklamid, dan
menunjang diagnosis kaki diabetik.
Adapun pemeriksaan lebih lanjut didapatkan rasa kram, gatal, dan kebas pada
ujung-ujung jari tangan dan kaki, serta proteinuria dari urinalisisnya,
membuktikan bahwa pasien ini telah mengalami berbagai komplikasi DM, baik
makrovaskular maupun mikrovaskular.
Selain itu, pada pemeriksaan profil lipid adanya peningkatan kolesterol total
dan LDL serta penurunan kolesterol HDL, menunjukkan adanya dislipidemia.
Pasien berusia 58 tahun dan memiliki IMT 26,33 kg/m2 (obese I), tekanan darah
awal 160/100 mmHg. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Tn. D menderita
suatu sindrom metabolik.
Foto pedis AP/lateral tidak menunjukkan tanda-tanda gas gangren maupun
osteomielitis, namun didapatkan tanda-tanda infeksi sekunder oleh karena itu luka
pada kaki Tn. D diklasifikasikan sebagai kaki diabetik Wagner III.
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mencegah
infeksi lebih lanjut pada kaki, mengontrol kadar gula darah, menurunkan tekanan
darah, serta memperbaiki profil lipid. Untuk kaki diabetiknya diberikan triple
drugs
combination
yang
terdiri
atas
Ceftriaxone,
Ciprofloxacin,
dan
pada pasien dianjurkan untuk tetap melakukan diet rendah garam dan rendah
kolesterol meskipun sudah pulang ke rumah.
Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri atas penanganan komplikasi, pencegahan
timbulnya luka, dan penurunan berat badan.. Edukasi pasien mengenai pemakaian
pelindung kaki dan (jika memungkinkan) pemilihan sepatu khusus untuk
mendistribusikan tekanan secara merata pada seluruh permukaan telapak kaki.
Penurunan berat badan dan pengaturan diet dianjurkan untuk mengurangi risiko
timbulnya berbagai komplikasi seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan lainlain.
KAKI DIABETIK
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik
yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
oleh
diabetes
mellitus.
Faktor
utama
yang
mempengaruhi
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik. 1
1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 2
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama
sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang
paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan amputasi. 2
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana
basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet
aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau
jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. 2
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi
endotel melalui berbagai mekanisme antara lain: 3
sulfat.
Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan
disfungsi
endotel,
namun
aktivasi
koagulasi
yang
berulang
dapat
Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2)
Terjadi
disolusi,
fragmentasi,
dan
fraktur
pada
persendian
tarsometatarsal.
(3)
(4)
b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang
menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di
sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien. 2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti: 2
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain. 2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul
selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus. 2
3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,
50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan
energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin. 2
KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005) 1
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
B. Klasifikasi Liverpool 1
Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi.
C. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
D. Klasifikasi Texas 1
Stadium
Tingkat
0
Tanpa
tukak
atau
pasca
tukak,
kulit
intak/utuh
1
Luka
superfisial,
Luka
tidak
tendon
3
sampai
sampai tendon
atau
Luka
sampai
tulang/sendi
kapsul sendi
----------------------------Dengan Infeksi----------------------------
---------------------------Dengan Iskemia---------------------------
Size/Extent in mm
Tissue Loss/Depth
None
Infection
Impaired Sensation
Hypotension, azotemia
Absent
Present
DIAGNOSIS
Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu
ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat
penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasikomplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.5
Gejala klinis akibat neuropati perfier
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hypesthesia
Hyperesthesia
Paraesthesia
Dysesthesia
Radicular pain
Anhydrosis
kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki
diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otototot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha,
mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.5
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah
terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene
hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi5
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan
prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi),
pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis,
foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu
dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.5
PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa
perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement
non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004
di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
itu,
terapi
hiperbarik
dilaporkan
juga
bermanfaat
untuk
DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007:
h. 1911-4.
2. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran
Andalas Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
3. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.
Dalam: Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01[citied on 2011, April 24].
Available from : http://emedicine.medscape.com/.
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrisons Manual of Medicine 17 th
Edition. New York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Dalam: IPDs CIM: Compendium of Indonesian
Medicine, 1st Edition. Jakarta: IDI, 2009: 13-40.