KASUS 4
Pasien N perempuan usia 48 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak nafas dan batuk sejak
2 minggu yang lalu.
10 Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit demam (+), sesak (+)
Minum masih mau, Buang Air Kecil terakhir 3 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit
Riwayat HiperTensi dan Diabetes Mellitus disangkal
Pemeriksaan fisik
- Suhu : 39 derajat C
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Heart rate : 116 kali per menit
- RR : 44 kali per menit
Pemeriksaan Lab
- Leukosit : 15.000/mikroL
- Neutrofil : 55.9%
- Limfosit : 29.0 %
- Monosit : 7.9 %
- Eosinofil : 5.1 %
- Basofil : 0.0 %
- Eritrosit : 3.29
- Hb : 10 g/dL
- Hematokrit : 28.1%
- MCV : 85.6 fl
- MCH : 26.1 pg
- MCHC : 30.5 g/dL
- Trombosit : 353
- Kreatinin : 1.57 mg/dL
- Ureum : 167 mg/dL
Hasil Thoraks AP : tampak opasitas info oven di paracardial dextra. Corakan bronchovaskuler
paru sinistra kasar dengan air bronchogram (+).
Sinus costophrenicus dextda terbuka sinistra terpotong.
Cor : CTR < 0.56
Kesan thoraks AP : Pneumonia dextra
Besar cor normal
Diagnosa
Pneumonia
Terapi
- Azithromicin 1 x 500 mg iv
- Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam
- Methylprdnisolon iv 2 x 125 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Acetylcistein 3 x 200 mg
- Furosemid 40 mg/ 12 jam
- Ketosteril 3 x 1 tablet
- Pantoprazole 2 x 40 mg
- Ondansetron 2 x 8 mg tablet
- Flixotide 2 mL tiap 8 jam
Pertanyaan:
1.
2.
Buatlah pemantauan terapi (Drug Therapeutic Monitoring/DTM) dengan metode the four
square method !
Jawab
A.
-
Metode SOAP
a. Subjective
Ny. N
Perempuan
Usia 48 tahun
Keluhan sesak nafas dan batuk sejak 2 minggu yang lalu.
10 HSMRS demam (+), sesak (+)
Minum masih mau, BAK terakhir 3 jam SMRS
Riwayat HT dan DM disangkal
b. Objective
Vital sign
- Suhu : 39 derajat C
36.5C - 37.5C
90/60 - 120/80 mm Hg
14 - 20 per menit
Pemeriksaan Laboratorium
- Leukosit : 15.000/mikroL
4.000 11.000/mikroL
sel darah putih adalah melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan virus. Pemeriksaan
leukosit dilakukan untuk mengetahui kelainan sel darah putih yang bertanggungjawab
terhadap imunitas tubuh, evaluasi infeksi bakteri dan virus, proses metabolik toksik dan
keganasan sel darah putih.
- Neutrofil : 55.9%
50-70 %
25-40 %
2-8 %
2-4 %
Eosinofil berperan dalam reaksi alergi, reaksi obat dan infeksi parasit.
- Basofil : 0.0 %
0-1,0 %
3,8-5,2 (106/l)
Fungsi eritrosit / sel darah merah adalah membawa oksigen ke seluruh tubuh
- Hb : 10 g/dL
12-16 (g/dl)
Hb merupakan protein yang terdapat dalam eritrosit yang berfungsi membawa oksigen ke
dalam tubuh. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi Hb
- Hematokrit : 28.1%
37-47 %
Hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
dengan plasma darah
- MCV : 85.6 fl
80-100 fL
26-34 pg
32-36 g/dL
150-450 (103/l)
Kadar kreatinin dalam darah dapat dipengaruhi oleh gangguan ginjal. Oleh karena itu,
kreatinin sangat berguna dalam mengevaluasi fungsi ginjal. Peningkatan kadar kreatinin
mengindikasikan penurunan laju filtrasi glomerulus.
- Ureum : 167 mg/dL
20 mg 40 mg
Ureum merupakan hasil akhir metabolisme protein untuk mengetahui adanya gagal ginjal
akut atau tidak, suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak kecepatan
penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal.
Hasil Thoraks Antero Posterior (AP): tampak opasitas info oven di paracardial dextra.
Corakan bronchovaskuler paru sinistra kasar dengan air bronchogram (+).
Sinus costophrenicus dextda terbuka sinistra terpotong.
Cor : CTR < 0.56
Kesan thoraks AP : Pneumonia dextra
Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera pada kemasan azithromycin sebelum
mulai mengonsumsinya. Azithromycin kapsul sebaiknya dikonsumsi satu jam sebelum makan
atau dua jam setelah makan. Sedangkan dalam bentuk tablet dan cair bisa dikonsumsi setelah
atau sesudah makan. Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis
berikutnya. Usahakan untuk mengonsumsi azithromycin pada jam yang sama tiap hari untuk
memaksimalisasi efeknya.
Jika Anda mengonsumsi obat antasida, pastikan ada jarak waktu dua jam dengan
mengonsumsi azithromycin karena antasida dapat mengganggu penyerapan antibiotik ini.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi azithromycin, disarankan segera meminumnya begitu
teringat jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Selain itu jangan menggandakan
dosis azithromycin pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang terlewat.
Pastikan Anda menghabiskan seluruh dosis yang diresepkan oleh dokter meski kondisi Anda
tampaknya sudah membaik. Hal ini dilakukan untuk mencegah kembalinya infeksi. Jika
kondisi tidak membaik setelah menghabiskan obat, periksakan diri ke dokter.
Azithromycin juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang
biasa terjadi setelah mengonsumsi antibiotik makrolida ini adalah nafsu makan berkurang,
sakit kepala, mual, sakit perut, diare
2. Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam
Ceftriaxone adalah golongan antibiotik cephalosporin yang dapat digunakan untuk
mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri, seperti pneumonia, sepsis, meningitis,
infeksi kulit, gonore atau kencing nanah, dan infeksi pada pasien dengan sel darah putih yang
rendah. Selain itu, ceftriaxone juga bisa diberikan kepada pasien yang akan menjalani
operasi-operasi tertentu untuk mencegah terjadinya infeksi.
PERINGATAN:
Penggunaan ceftriaxone selama masa kehamilan dan menyusui sebenarnya tidak disarankan,
kecuali jika dirasa perlu oleh dokter. Harap berhati-hati jika menderita gangguan hati, ginjal,
serta gangguan pencernaan seperti kolitis. Harap waspada bagi pasien yang sedang menjalani
diet rendah. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.
Dosis Ceftriaxone
Dosis akan disesuaikan dengan jenis dan tingkat keparahan infeksi serta kondisi kesehatan
pasien. Ceftriaxone biasanya diberikan dengan cara disuntikkan oleh dokter. Jika gejala Anda
tidak sembuh atau justru memburuk, segera beri tahu dokter.
Ceftriaxone juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang biasa
terjadi setelah mengonsumsi antibiotik ini adalah lelah,sariawan, nyeri tenggorokan, diare
3. Methylprdnisolon iv 2 x 125 mg
Methylprednisolone termasuk jenis obat kortikosteroid atau yang lebih dikenal dengan istilah
steroid. Kinerja obat ini adalah menekan sistem kekebalan tubuh untuk mengurangi gejala
peradangan seperti pembengkakan, nyeri, dan ruam. Obat ini dapat digunakan untuk
menangani peradangan atau inflamasi dalam berbagai penyakit, misalnya penyakit Crohn,
kolitis ulseratif, alergi, artritis reumatoid, asma, serangan multiple sclerosis, serta jenis-jenis
kanker tertentu. Methylprednisolone juga dapat diberikan kepada pengidap kelainan hormon.
PERINGATAN:
Bagi anak-anak, wanita hamil dan yang sedang menyusui, sesuaikan dosis dan pemakaian
dengan anjuran dokter. Jika menggunakan methylprednisolone, Anda perlu memberi tahu
dokter atau perawat sebelum menjalani penanganan medis apapun. Harap berhati-hati bagi
pengidap
hipertensi, penyakit
jantung,
gangguan
ginjal,
gangguan
hati, diabetes atau glaukoma, osteoporosis, hipotiroidisme, epilepsi, infeksi, myastenia gravis
dan infeksi seperti tuberkulosis, cacar air, campak, dan herpes zoster. Harap waspada bagi
yang pernah mengalami serangan jantung, gangguan psikis, tukak lambung, gangguan
inflamasi usus, penggumpalan darah, barubaru saja menerima vaksin, serta mengalami
kontak langsung dengan pengidap cacar air, campak, atau herpes zoster. Peningkatan dan
penurunan dosis perlu dilakukan secara berkala untuk menegah terjadinya efek samping dan
gejala putus obat. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera hubungi dokter.
Dosis Methylprednisolone
Dosis methylprednisolone sangat berbeda-beda pada tiap pasien. Faktor-faktor yang
menentukan dosis methylprednisolone adalah kondisi kesehatan yang diobati, tingkat
keparahannya, dan respons tubuh pasien terhadap pengobatan ini. Berat badan juga
diperhitungkan dalam menentukan dosis. Takaran yang methylprednisolone umumnya
berkisar antara 4-48 mg per hari. Dosis obat ini biasanya akan direvisi ulang oleh dokter
setelah beberapa waktu sesuai dengan respons tubuh terhadap methylprednisolone.
Peningkatan dan pengurangan dosis obat ini perlu dilakukan secara bertahap untuk
mengurangi efek samping dan mencegah gejala putus obat. Methylprednisolone sebaiknya
dikonsumsi dengan makanan atau setelah makan. Usahakan untuk mengonsumsi obat ini
pada waktu yang sama tiap hari agar efeknya dalam tubuh maksimal. Penggunaan
methylprednisolone jangka panjang atau melebihi dosis dapat meningkatkan risiko terkena
gangguan kelenjar adrenal. Karena itu, dosisnya harus sesuai anjuran dokter. Jika
membutuhkan vaksinasi atau konsumsi obat lain selama menggunakan obat ini, lakukanlah
setelah mendiskusikannya dengan dokter. Obat ini akan menurunkan kekebalan tubuh Anda,
jadi tingkatkanlah kewaspadaan serta kebersihan Anda. Segera hubungi dokter jika Anda
sakit atau terjadi kontak dengan orang yang menderita infeksi. Bagi pasien yang lupa
mengonsumsi methylprednisolone, disarankan segera meminumnya begitu teringat jika
jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis methylprednisolone
pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang terlewat. Methylprednisolone juga
berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa potensi efek samping yang umumnya
terjadi adalah mual dan muntah, nyeri ulu hati, sakit perut, gangguan pencernaan, lemas dan
lelah, berkeringat melebihi biasanya, uring-uringan, kecemasan dan depresi, sulit tidur,
menstruasi yang tidak teratur, kenaikan berat badan
4. Paracetamol 3 x 500 mg
Paracetamol adalah jenis obat yang termasuk kelompok analgesik atau pereda rasa sakit. Obat
ini dipakai untuk meredakan rasa sakit ringan hingga menengah. Obat ini juga bisa dipakai
5. Acetylcistein 3 x 200 mg
Gangguan saluran pernapasan dengan sekresi mukus yang berlebihan termasuk bronkhitis,
emfisema dan bronkhiektasis, pencegahan & pengobatan komplikasi bronkopulmoner dengan
mukostasis, katar (radang selaput lendir dengan pengeluaran getah radang) pada bronkhial.
Dan sebagai anti radikal bebas atau anti oksidan. N-acetylcysteine adalah derivat asam amino
alamiah cysteine. N-acetylcysteine mempunyai aktivitas fluidifikasi melalui gugus sulfhidril
bebas pada sekret mukoid atau mukopurulen dengan cara memutus jembatan disulfida
intramolekul dan intermolekul dalam agregat glikoprotein. N-acetylcysteine mempunyai
toleransi intestinal yang baik, cepat diabsorpsi sesudah pemberian oral dan didistribusikan ke
seluruh tubuh termasuk paru.
PERINGATAN
Selama pengobatan, penderita asma harus dimonitor, pengobatan dihentikan bila ada tandatanda bronkospasme. Bau sulfur yang ada, bukan tanda dari kerusakan obat, hanya
merupakan sifat zat berkhasiatnya. Pada penderita dengan riwayat gastritis, sebaiknya
diberikan setelah makan. Tidak dianjurkan untuk penderita diabetes melitus atau dapat
diberikan bila kadar glukosanya terkontrol dalam batas normal.
Pada beberapa penelitian baik pada hewan maupun manusia menunjukkan pemberian Nacetylcysteine tidak menimbulkan efek teratogenik maupun efek samping berbahaya, akan
tetapi selama kehamilan dan menyusui pemberian Fluimucil harus dibawah pengawasan
dokter, dokter mengevaluasi rasio risiko dan manfaatnyauntuk beberapa kasus. Beritahukan
kepada dokter jika anda diduga hamil atau berencana untuk hamil. Pemberian Fluimucil,
khususnya pada awal treatment, dapat mengencerkan sekresi bronchial, dengan demikian
secara bersamaan dapat meningkatkan volumenya
6. Furosemid 40 mg/ 12 jam
Furosemide merupakan obat yang digunakan untuk membuang cairan berlebih di dalam
tubuh. Cairan berlebih yang menumpuk di dalam tubuh dapat menyebabkan sesak napas,
lelah, kaki dan pergelangan kaki membengkak. Kondisi ini juga dikenal dengan sebutan
edema dan bisa disebabkan oleh penyakit gagal jantung, penyakit hati dan penyakit ginjal.
Furosemide juga digunakan untuk tekanan darah tinggi saat obat diuretik lainnya tidak bisa
mengatasinya lagi. Obat ini bisa digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat diuretik
lainnya, seperti triamteneatau spironolactone. Kadang-kadang obat ini juga diberi bersama
dengan mineral kalium.
PERINGATAN:
Bagi wanita hamil, sesuaikan dengan anjuran dokter tentang pemakaian obat ini. Furosemide
sebaiknya tidak dikonsumsi ketika sedang menyusui karena dapat berdampak pada bayi.
Harap berhati-hati bagi penderita penyakit ginjal, prostat, hati, rematik asam urat dan
diabetes. Harap waspada bagi yang mengalami dehidrasi, sulit buang air kecil, memiliki
tingkat natrium dan kalium rendah dalam darah. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis,
segera temui dokter.
Dosis Furosemide
Dosis akan disesuaikan dengan kondisi yang ingin ditangani, kondisi kesehatan pasien dan
kemudian direvisi menurut respons tubuh pasien terhadap obat. Dosis yang umum diresepkan
dokter adalah antara 20-80 mg per hari. Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera
pada kemasan furosemide sebelum mulai menggunakannya. Furosemide dapat dikonsumsi
sebelum atau sesudah makan. Jika diresepkan furosemide tablet, gunakan air putih untuk
membantu menelannya. Obat ini sebaiknya dikonsumsi sebelum sore hari karena akan merasa
perlu ke toilet beberapa kali selama beberapa jam dan hal ini akan mengganggu tidur jika
mengonsumsinya terlalu malam. Bagi pasien yang lupa mengonsumsi furosemide, disarankan
segera meminumnya begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan
menggandakan dosis furosemide pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang
terlewat.
Pastikan memeriksakan diri ke dokter secara teratur selama mengonsumsi
furosemide agar dokter dapat memonitor perkembangan kondisi. Mengonsumsi minuman
keras saat sedang menggunakan furosemide berpotensi membuat pusing jadi sebaiknya
dihindari. Furosemide berpotensi menyebabkan efek samping. Tapi seiring dengan
penyesuaian tubuh dengan obat, efek samping akan berkurang dan mereda. Efek samping
yang umum terjadi akibat mengonsumsi obat ini adalah mulut terasa kering, sensitif terhadap
cahaya matahari, pusing, sakit kepala, sakit perut, penglihatan buram, merasa lelah
7. Ketosteril 3 x 1 tablet
Ketosteril memiliki indikasi insufisiensi ginjal kronis pada retensi terkompensasi atau
terdekompensasi berfungsi untuk memasok asam amino pembentuk protein bagi penderita
gangguan ginjal. Seorang penderita gangguan ginjal biasanya tidak diperbolehkan
mengkonsumsi protein berlebihan, karena bisa memperburuk kondisi ginjalnya. Dengan
Ketosteril, kebutuhan protein pasien tetap tercukupi dengan konsumsi makanan rendah
protein.
PERHATIAN
Pemberian kalori pada penderita haris cukup. Periksa kadar kalsium serum secara periodik.
8. Pantoprazole 2 x 40 mg
Penghambat pompa proton adalah golongan obat yang bekerja dengan menghambat produksi
asam pada tahap akhir mekanisme sekresi asam yaitu pada enzim (H+, K+)-ATPase dari
pompa proton suatu sel parietal. PPI bersifat lipofilik (larut dalam lemak) sehingga dapat
dengan mudah menembus membran sel parietal tempat asam dihasilkan serta hanya aktif
dalam lingkungan asam dan pada satu tipe sel saja yaitu sel parietal dari mukosa lambung.
Pranza adalah suatu sediaan dari golongan PPI, keberadaannya Pranza akan melengkapi
variasi sediaan PPI dalam praktek klinis sehari-hari, misalnya dalam penanganan perdarahan
saluran cerna bagian atas. Cara pemberian secara intravena akan mempercepat onset kerja
obat dalam mengontrol produksi asam lambung dan menjadi alternatif pada saat penggunaan
sediaan oral PPI tidak dimungkinkan. Selain itu pantoprazole memiliki interaksi obat yg
paling minimal dibandingkan golongan PPI lainnya
PERHATIAN
Pantoprazole dikontraindikasikan pada pasien yang diketahui hipersensitif terhadap salah satu
komponen obat. Sebelum pengobatan ulkus lambung, kemungkinan keganasan sebaiknya
INTERAKSI OBAT
a. azithromycin + ondansetron
Penggunaan Azitrhomycin dan ondasentron dapat meningkatkan interval QTc. Perlu
monitoring serius dalam interaksi penangannya. Gunakan obat alternatif lain jika tersedia.
Menggunakan azitromisin bersama-sama dengan ondansetron dapat meningkatkan risiko
irama jantung yang tidak teratur yang mungkin serius dan berpotensi mengancam nyawa,
meskipun efek samping relatif jarang. Anda mungkin lebih rentan jika Anda memiliki kondisi
jantung yang disebut sindrom QT panjang bawaan, penyakit jantung lainnya, kelainan
konduksi, atau gangguan elektrolit (misalnya, magnesium atau kehilangan kalium karena
diare berat atau berkepanjangan atau muntah). Bicarakan dengan dokter Anda jika Anda
memiliki pertanyaan atau masalah. Anda harus mencari perhatian medis segera jika Anda
mengembangkan pusing mendadak, ringan, pingsan, sesak napas, atau jantung berdebardebar selama pengobatan dengan obat-obat ini, baik bersama-sama atau sendiri. Hal ini
penting untuk memberitahu dokter Anda tentang semua obat lain yang Anda gunakan,
termasuk vitamin dan herbal. Jangan berhenti menggunakan obat apapun tanpa terlebih
dahulu berbicara dengan dokter.
b. methylprednisolone + furosemide
methylprednisolone, furosemide. Mekanisme: sinergisme farmakodinamik. Kecil atau tidak
signifikan interaksi. Risiko hipokalemia, terutama dengan aktivitas glukokortikoid yang kuat
Sebelum menggunakan methylprednisolone, beritahu dokter jika menggunakan furosemide.
Kemungkin perlu penyesuaian dosis atau tes khusus untuk aman mengambil kedua obat
bersama-sama. Kombinasi ini dapat menyebabkan nyeri otot atau kram, kehilangan nafsu
makan, lemah, pusing, atau kebingungan. Jika mengambil kedua obat bersama-sama, beritahu
dokter jika memiliki gejala-gejala tersebut. Hal ini penting untuk memberitahu dokter tentang
semua obat lain yang digunakan, termasuk vitamin dan herbal. Jangan berhenti menggunakan
obat apapun tanpa terlebih dahulu berbicara dengan dokter
c. ceftriaxone + furosemide
ceftriaxone meningkatkan toksisitas furosemide oleh sinergisme farmakodinamik. Kecil atau
tidak signifikan interaksi. Peningkatan risiko nefrotoksisitas. Antibiotik sefalosporin seperti
ceftriaxone sesekali dapat menyebabkan masalah ginjal, dan menggunakannya dengan
furosemide dapat meningkatkan risiko itu. Interaksi ini lebih mungkin terjadi ketika
cephalosporin diberikan pada dosis tinggi melalui suntikan ke dalam pembuluh darah atau
ketika diberikan kepada orang tua atau individu dengan fungsi ginjal yang sudah ada
sebelumnya penurunan. Tanda dan gejala kerusakan ginjal mungkin termasuk mual, muntah,
kehilangan nafsu makan, meningkat atau menurun buang air kecil, tiba-tiba kenaikan berat
badan atau penurunan berat badan, retensi cairan, pembengkakan, sesak napas, kram otot,
kelelahan, lemah, pusing, kebingungan, dan tidak teratur irama jantung. Biarkan dokter tahu
jika mengalami beberapa atau semua masalah ini selama pengobatan. Kemungkin perlu
penyesuaian dosis atau lebih sering monitoring oleh dokter untuk menggunakan kedua obat
aman. Hal ini penting untuk memberitahu dokter tentang semua obat lain yang digunakan,
termasuk vitamin dan herbal. Jangan berhenti menggunakan obat apapun tanpa terlebih
dahulu berbicara dengan dokter.
d. furosemide + pantoprazole
Menggunakan pantoprazole bersama dengan furosemide dapat menyebabkan kondisi yang
disebut hypomagnesemia, atau magnesium darah rendah. Obat yang dikenal sebagai inhibitor
pompa proton termasuk pantoprazole dapat menyebabkan hypomagnesemia bila digunakan
dalam waktu lama, dan risiko dapat ditingkatkan lebih lanjut bila dikombinasikan dengan
obat lain yang juga memiliki efek seperti furosemide. Dalam kasus yang parah,
hypomagnesemia dapat menyebabkan irama jantung yang tidak teratur, jantung berdebar,
kejang otot, tremor, atau kejang. Pada anak-anak, irama jantung yang abnormal dapat
menyebabkan kelelahan, sakit perut, pusing, dan ringan. Sebuah penyesuaian dosis atau lebih
sering monitoring oleh dokter mungkin diperlukan untuk menggunakan kedua obat aman.
Jika menggunakan obat inhibitor over-the-counter pompa proton seperti Prilosec OTC,
Zegerid OTC atau Prevacid 24 HR harus mengikuti petunjuk pada kemasan dengan hati-hati.
Jangan gunakan obat lebih sering atau untuk jangka waktu lebih lama dari yang
direkomendasikan pada label kecuali diresepkan oleh dokter. Hal ini penting untuk
memberitahu dokter tentang semua obat lain yang digunakan, termasuk vitamin dan herbal.
Jangan berhenti menggunakan obat apapun tanpa terlebih dahulu berbicara dengan dokter.
e. Methylprednisolone + makanan
Jus jeruk dapat meningkatkan kadar darah dan efek metilprednisolon. Perliu membatasi
konsumsi jeruk dan jus jeruk selama pengobatan dengan metilprednisolon. Namun, jika telah
teratur mengkonsumsi jeruk atau jus jeruk dengan methylprednisolone, tidak mengubah
jumlah produk ini dalam diet tanpa terlebih dahulu berbicara dengan dokter atau profesional
kesehatan lainnya. Hubungi dokter jika ada perubahan kondisi atau mengalami efek samping
meningkat. Jus jeruk tidak diharapkan untuk berinteraksi.
1) Tujuan Terapi :
Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu
Mencegah keparahanan penyakit penumonia.
Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit penumonia.
Eradikasi patogen
Meminimalkan ESO
Memperbaiki kualitas hidup pasien
2) Sasaran Terapi :
Tetapkan fungsi pernafasan, tanda-tanda sakit sistemik: dehidrasi, sepsis -> kolepas
Terapi soportif: oksigen, cairan pengantin bronkodilator, fisioterapi dada. Nutrtisi,
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan
tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien mengenai tindakan
melatih pernapasan.
Terapi suportif: nitrisi dan hidrasi yang cukup, fisioterapi
Edukasi pencegahan: cuci tangan, masker sanitasi
Subyektif terapetik
Keluhan sesak nafas hilang
Keluhan batuk hilang
Demam Hilang
Frekuensi buang air kecil normal
Subyektif toksik
- Pasien mengalami keluhan sesak
nafas
- Pasien mengalami keluhan batuk
- Pasien masih mengalami demam
- Poliuria
Obyektif terapetik
Suhu normal 36-37 C
Tekanan darah normal
120/80 mmHg
Denyut nadi normal
60-100 permenit
Respiration Rate normal 14-20 kali permenit.
Leukosit turun 4000-11.000/L
Eosinofil turun 2-4%
Hemoglobin naik 12-16 g/dL
Hematokrit naik 37-47
MCHC naik 32-36 g/dL
Kreatinin turun 0,6-1,2mg/dL
Ureum turun 20 40 mg
Obyektif toksik
Suhu normal 39 C
Tekanan darah 130/90 mmHg
Denyut nadi 116 permenit
Respiration Rate 44 kali permenit.
Leukosit 15.000/ L
Eosinofil 5,1%
Hemoglobin 10 g/dL
Hematokrit 28,1%
MCHC 30,5 g/dL
Kreatinin 1,57 mg/dL
Ureum turun 167 mg
Subyektif terapetik: data subyektif yang digunakan untuk menilai keberhasilan terapi
Obyektif terapetik: data obyektif yang digunakan untuk menilai keberhasilan terapi
Subyektif toksik: data subyektif yang digunakan untuk menilai bahwa terapi tidak efektif
atau bahkan berbahaya/toksik
Obyektif toksik: data obyektif yang digunakan untuk menilai bahwa terapi tidak efektif atau
bahkan berbahaya/toksik
Daftar pustaka
Wells, B. G., Dipiro, J. T., et al., 2009, Pharmacotherapy Handbook, 7th ed,
New York, McGraw Hill Companies.
Dipiro, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition,
The McGraw-Hill Companies, Inc.,USA.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug
Information Handbook, 14th Edition, AphA, Lexi-Comp Inc, Hudson, Ohio.
Tatro, D., 2001, Drug Interaction Facts, 6th Ed, Fact and Comparisons, USA.
Gunawan, S. G., 2009, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Balai Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2006, MIMS Annual, Indonesia, PT. Info Master Lisensi dari CMP
Medica, Jakarta.
KASUS PNEUMONIA
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Breliantin Kencana Putri
FA/10322
FA/10353
FA/10359
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015