Penyakit Addison
Penyakit Addison
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi kortisol dan
aldosteron. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan
kematian. Penyebab utama insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit
primer korteks adrenal atau (2) defisiensi sekresi hormone aldosteron
kortikotropik (ACTH). Defisiensi corticotrophin-realising hormone (CHR)
saja yang dapat menyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol, tetapi penyakit
ini hanya dijumpai padsa pajanan kronik glukokortikoid farmakologik atau
setelah pengangkatan adenoma adenokorteks penghasil kortisol.
Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses
patologik di korteks adrenal, maka penyakit ini disebut Penyakit Addison.
Pasien
dengan
penyakit
Addison
memperlihatkan
memperlihatkan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penyakit Addison ?
8. Bagaimana penatalaksaan dari Penyakit Addison?
1.5 Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat sebagai pembelajaran mahasiswa
dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu mengenai Sistem Endokrin
serta
berguna
dalam
meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan
BAB II
PEMBAHASAN PENYAKIT ADDISON
2.1 Definisi
Kegagalan kelenjar adrenal untuk memproduksi hormone dalam jumlah yang
adekuat sehingga akan mempengaruhi kerja tubuh dalam menekan dan
meregulasi tekanan darah serta mengatur keseimbangan air dan garam.
2.2 Etiologi
Ada beberapa keadaan yang diperkirakan sebagai penyebab dari penyakit
Addison, diantaranya :
menyebabkan
adenokorteks
kronis
primer.
Adrenalitis
2.3 Epidemiologi
Penyakit Addison sudah dikenal sejak 150 tahun lalu, yang pertama kali
dikemukakan oleh Thomas Addison pada tahun 1855. Penyakit Addison
jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang; dua pertiga
pasien adalah perempuan. Diagnosis ditegakkan antara usia 20 sampai 50
tahun.2
Dahulu, tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit Addison. Saat ini
dengan kemoterapi yang baik, hanya sedikit pasien tuberkulosis yang
mengalami penyakit Addison.
Kedua
kelenjar
adrenal
mempunyai cortex dan medulla yang berwarna coklat tua. Arteri yang
memperdarahi masing-masing glandula suprarenalis ada tiga buah : (1) arteria
phrenica inferior, (2) aorta, (3) arteri renalis. Sebuah vena keluar dari hilum
Mineralkortikoid Aldosteron
Aldosteron meningkatkan reabsorbsi natriun dan sekresi kalium di
tubulus ginjal. Bahwa aldosteron mengkatkan absorbs natrium dan secara
bersamaan meningkatkan sekresi ginjal, terutama sel mprinsipal di sel tubulus
kolektifus dan sedikit tubulus dan koligentes. Oleh karena itu, aldosteron
menyebabkan natrium disimpan cairan ektrasel sementara meningkatkan
eksresi kalium di urin.
Bila kosentrasi aldosteron dalam plasma tinggi maka keadaan ini akan
mengurangi jumlah natrium yang hilang secara sementara ked dalam urin
sedimikian kecil sehinga hanya beberapa miliekuivalen tiap hari. Pada saat
yang sama, kalium yang hilang dalam urin menigkat beberapa kali lipat. Oleh
karena itu, hasil akhir efek aldosteron
15
sampai
25
mmHg,
dan
peningkatan
tekanan
dara
dehidrasi cairan ektrasel yang sengat berat dan volume dara yang rendah ,
megarah syok sirkulasi. Tanpa pengobatan, keadaan ini
biasanya
membran, yang kerja samanya dibutuhkan untuk tranpor natrium dan kalium
dan hidrogen melalui
di
timbulnya
membran
sel
yang
bergandengan
dengan
sistem
secon
pembentukan cAMP di el otot polos pembuluh dara dan sel epitel tubulus
kolektivus ginjal waktu kurang dari 2 menit, waktu yang sangat sngkat
9
trinkripsi gen dan sntesis protein yang baru. Pada jenis sel lainya aldosteron
telah
menunjukkan
dapat
meningkatkan
sistem
second
messenger
juga
sangat
10
Glukokortikoid Kortisol
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat
Perangsangan glukoneogenesis. Sejauh ini efek metabolik yang paling
terkenal dari kortisol dan glukokortikoid lainnya terhadap metabolisme adalah
kemampuan kedua hormon ini untuk merangsang proses glukoneogenesis
( pembentukan karbohidrat dari protein beberapa zat lain ) oleh hati, sering
11
kecepatan
glukoneogenesis
dan
berkurangnya
kecepatan
12
kadar plasma insulin, walau demikian, menjadi tidak efektif dalam menjaga
glukosa plasma seperti ketika dalam kondisi normal. Karena alasan yang belum
sepenuhnya jelas, tinggi nya kadar glukokortikoid menurunkan senstiivitas
banyak banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap
efek rangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa. Satu penjelasan
yang mungkin adalah bahwa kadar asam lemak yang tinggi, disebabkan
pengaruh glukokortikoid memobalisasi lipid dari simpanan lemak, dapat
merusak kerja insulin pada jaringan. Dengan cara ini, sekresi glukokortikoid
berlebihan dapat menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat dengan cara
yang sama, yang ditemukan pada pasien dengan kadar hormon pertumbuhan
berlebih.
Peningkatan konsentrasi gula darah kadangkala cukup besar (50 persen atau
lebih diatas normal) ayng merupakan suatu keadaan yang disebut diabetes
adrenal. Pada diabets adrenal, pemberian hanya sedikit menurunkan tingginya
konsentrasi glukosa darah- tidak sebanyak pada diabetes pankreatik-karena
jaringan bersifat resisten terhadap pengaruh insulin.
Efek Kortisol Terhadap Metabolisme Protein
Pengurangan Protein Sel. Salah satu efek utama kortisol terhadap sistem
metabolisme tubuh adalah kemampuannya untuk mengurangi penyimpanan
protein di seluruh sel tubuh kecuali protein dalam hati. Keadaan ini disebabkan
oleh berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya katabolisme protein yang
sudah ada di dalam sel. Kedua efek ini mungkin sebagai akibat dari
berkurangnyapengangkutan asam amino ke dalam jaringan ekstrahepatik,
seperti yang akan dibicarakan nanti; keadaan ini mungkin bukan merupakan
satu-satunya penyebab, oleh karena kortisol juga menekan pembentukan RNA
dan sintesis protein selanjutnya di sebagian besar jaringan ekstrahepatik,
terutama di otot dan jaringan limfoid. Bila kelebihan kortisol sangat banyak,
otot dapat menjadi begitu lemah sehingga orang tersebut tidak dapat berdiri
dari posisi jongkok dan fungsi imunitas dari jaringan limfoid dapat diturunkan
hingga sedikit kurang dari normal.
13
14
15
16
ACTH
Diatur
oleh
Faktor
Pelepas-Kortikotropin
dari
Hipotalomus. Seperti hormon hipofisis lain yang sekresinya diatur oleh faktor
pelepas dari hipotalamus, sekresi ACTH juga diatur oleh suatu faktor pelepas
yang penting. Faktor pelepas ini disebut faktor pelepas kortikotropin (CRF).
Faktor pelepas kortikotropin disekresikan ke dalam pleksus kapiler utama dari
sistem portal hipofisis di eminensia mediana hipotalamus dan kemudian
dibawa ke kelenjar hipofisis anterior, tempat faktor pelepas kortikotropin akan
merangsang sekresi ACTH. CRF merupakan suatu peptida yang terdiri dari 41
asam amino. Badan sel neuron yang menyekresi CRF terutama terletak di
nukleus paraventrikular hipotalamus. Nukleus ini selanjutnya menerima
banyak hubungan saraf dari sistem limbik dan batang otak bagian bawah.
Bila tidak ada CRF, maka kelenjar hipofisis anterior ini hanya dapat
menyekresi sedikit ACTH. Sebaliknya, sebagian besar kondisi yang
menyebabkan tingginya kecepatan sekresi ACTH, mengawali sekresi ini
melalui sinyal yang dimulai di daerah basal otak, termasuk hipotalamus, dan
kemudian dihantarkan oleh CRF ke kelenjar hipotalamus anterior.
ACTH Mengaktifkan Sel Adrenokortikol untuk Memproduksi Steroid
Melalui Peningkatan Siklik Adenosin Monofosfat (cAMP). Efek utama
ACTH terhadap sel-sel adrenokortikal adalah mengaktifkan adenilil siklase
dalam membran sel. Adenilil siklase ini selanjutnya akan meginduksi
pembentukan cAMP dalanr sitoplasma sel, mencapai efek maksimumnya
dalam waktu kira-kira 3 menit. cAMP ini selanjutnya akan mengaktifkan
enzim-enzim intrasel yang menyebabkan terbentuknya hormon adrenokortikal.
17
Hal ini merupakan contoh lain cAMP yang bekeda sebagai sistem sinyal
second messenger.
Langkah yang paling penting dari ACTH yang sudah dirangsang dalam
mengatur sekresi adrenokortikal adalah mengaktifkan enzim protein kinase
A,yang menyebabkan perubahan awal dari kolesterol menjadi pregnenolon.
Perubahan awal ini adalah langkah "pembatasan kecepatan" untuk semua
hornon adrenokortikal, yang akan menjelaskan mengapa untuk pembentukan
hormon adrenokortikal secara nonnal dibutuhkan ACTH. Perangsangan dalam
jangka waktu panjang pada korteks adrenal oleh ACTH tidak hanya akan
meningkatkan aktivitas sekretoriknya. namun juga menyebabkan hipertrofi dan
proliferasi selsel adrenokortikal, khususnya pada zona fasikulata dan
retikularis, tempat kortisol dan androgen disekresikan.
Stres Fisiologis Meningkatkan Sekresi ACTH dan Sekresi Adrenokortikal.
Pada bagian awal bab ini telah dinyatakan, bahwa hampir setiap jenis stres fisik
atau stres mental dalam waktu beberapa menit saja sudah dapat sangat
meningkatkan sekresi ACTH dan akibatnya sekresi kortisol juga akan sangat
meningkat, sering kali meningkat sampai 20 kali lipat. Efek ini digambarkan
oleh respons sekresi adrenokortikal yang cepat dan kuat setelah trauma.
Rangsangan sakit yang disebabkan oleh jenis stres fisik atau kerusakan
jaringan pertama-tama dihantarkan ke atas melalui batang otak dan akhirnya ke
eminensia mediana hipotalamus. Di sini, CRF disekresikan ke dalam sistem
portal hipofisis. Dalam beberapa menit, seluruh rangkaian pengaturan
mengarah kepada sejumlah besar kortisol di dalam darah. Stress mental dapat
menyebabkan peningkatan secara cepat sekresi ACTH yang sebanding.
Keadaan ini dianggap sebagai akibat dari naiknya aktivitas dalam sistem
limbik, khususnya dalam regio amigdala dan hipokampus, yang kemudian
menjalarkan sinyal ke bagian posterior medial hipotalamus.
Efek Penghambat Kortisol Terhadap Hipotalamus dan kelenjar Hipofisis
Anterior yang Menurunkan Sekresi ACTH. Kortisol mempunyai efek
umpan balik negatif langsung terhadap (l) hipotalamus unfuk menurunkan
pembentukan CRF dan (2) kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan
18
2.5 Patofisiologi
Defisiensi
Mineralkortikoid.
Kurangnya
sekresi
aldosteron
sangat
menyebabkan
berkurangnya
glukoneogenesis,
19
(POMC),
hormone
termasuk
dan
ACTH
dan
Konsekuensi
melanocyteklinis
adalah
mengancam nyawa. 2
Defisiensi Aldosteron bermanifestasi sebagai meningkatnya pengeluaran
natrium dan reabsorpsi kalium diginjal. Deplesi garam menyebabkan
berkurangnya air dan volume plasma. Menurunnya volume plasma
menimbulkan hipotensi postural. Pasien dengan penyakit Addison
mungkin memiliki tekanan darah yang normal saat berbaring tetapi
mengalami hipotensi mencolok dan takikardia saat berdiri beberapa menit.
Berdasarkan definisi , hipotensi postural terjadi apabila tekanan sistolik
dan diastolik turun lebih dari 20 mmHg saat pasien mengambil posisi
tegak. Takikardia postural terjadi apabila kecepatan nadi meningkat lebih
dari 20 denyut permenit (bpm) pada keadaan seperti diatas. Berkurangnya
tekanan darah dan meningkatnya kecepatan nadi biasanya menetap lebih
dari 3 menit setelah perubahan posisi. Dengan demikian, pasien penyakit
Addison mungkin memiliki tekanan darah 120/80 mmHg saat berbaring,
tetapi tekanan darah tersebut turun menjadi 60/40 mmHg setelah pasien
20
2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit Addison sudah dapat diperkirakan berdasarkan gambaran
klinis defisiensi kortisol, aldosteron, dan androgen. Diagnosis dipastikan
dengan pemeriksaan laboratorium yang sesuai.
Apabila gejala timbul dalam beberapa minggu atau bulan, maka
diagnosisnya adalah insufisiensi adrenal kronik. Sebaiknya, gejala dapat
timbul secara cepat dan mengarah pada diagnosis insufisiensi adrenal akut
atau krisis addisonian. Penyakit ini dapat terjadi apabila diagnosis dan
pengobatan tertunda dan gejala bertambah parah atau saat pasien dengan
diagnosis yang sudah jelas mengalami penyakit akut yang tidak dicakup oleh
dosis steroid untuk stress. Infusiensi adrenal akut adalah kedaruratan medis.
Pasien dating dengan muntah, dehidrasi, hipotensi, dan hipoglikemia.
Diagnosis insufisiensi adrenal ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium
spesifik.
Pasien
dengan
infusiensi
adrenal
primer
21
tes
stimulasi
Metode
Hasil
diukur kadar kortisol pk normal : 6-24 microg/dl
insufisiensi adrenal : 3
08.00 -09.00 serta pk
mcg/dl
17.00
bukan insufisiensi adrenal :
19 mcg/dl
darah/urin kadar kortisol rendah atau
ACTH kortisol
diukur
sebelum
sesudah
dan tidak
naik
sama
sekali
stimulasi
sebelum
menit
dan
sesudah
injeksi
ACTH pemberian
panjang
tes autoantibodi
48-72 jam
imunoflouresensi
primer (Addison)
ditemukan
indirek
menunjukan
antibodi
adanya
2.9 Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya
20 sampai 30 mg/hari dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosteron, 922
mampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfafluorokortisol perlu ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stress
(misalnya, penyakit demam, pembedahan, trauma), karena apabila tidak,
maka pasien dapat mengalami insufisiensi adrenal akut. Terapi pada
insufisiensi adrenal sekunder hanya memerlukan penggantian dengan kortisol
terapi. Pasien harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi aldosteronnya
normal.2
2.10 Prognosis
Kecuali risiko krisis adrenal, kesehatan dan usia pasien biasanya normal,
sedangkan pigmentasi dapat menetap.3
23
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat insufisiensi korteks
adrenal berupa defisiensi kortisol,aldosteron, dan androgen. Penyakit ini
jarang ditemukan dan lebih sering ditemukan pada wanita dari pada pria.
Indikasi diagnostic dari penyakit ini diantaranya; (1) menurunnya kortisol
serum (2) meningkatnya ACTH (3) hiponatrenia, hiperkalsemia dan asidosis
metabolic (4) tingginya rennin serum, dan (5) rendahnya aldosteron serum.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi kortisol, yang apabila
penatalaksaan dan pemberian dosis sudah disesuaikan dengan benar, maka
status metabolic pasien kembali normal dan ia mampu menjalani hidup secara
normal.
24
DAFTAR PUSTAKA
3. Persatuan Ahli Penyakit Dalam. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 2. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI: 1986.
5. Guyton, A.C & Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi
11. Jakarta: EGC: 804-808.
25
LAMPIRAN
26
27