Anda di halaman 1dari 46

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Sabun


Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala
di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari
lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang
dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa.
Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 79) menyebut sabun
sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai
masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.
Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali.
Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih,
seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia membuat sabun
mulai dianggap sebagai seni.
Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di
Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan
Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya
minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,
kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun
pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang.
Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya,
adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual

Universitas Sumatera Utara

dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi
barang mewah.(http://docs.google.com/viewerocw.usu.ac.id/course/download/-teknologioleokimia/tkk-322_handout_sabun.pdf)
Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki sejarah
tersendiri serta teknik pembuatannya. Namun dari sekian banyak versi penemuan, diambil
satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa Romawi kuno. Nama
Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari Gunung Sapo, di
mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang
tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada
masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang
berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang orang mencuci pakaian di sungai Tiber
mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah
asal usul sabun dimulai. (http://soapmakersdiary.wordpress.com/2007/10/31/definisisaponifikasi-dan-sejarah-singkat-pembuatan-sabun/)

2.2 Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan
larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang
berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesa
dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan yang
digunakan untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya
digunakan adalah NaOH dan Na2CO3 maupun KOH dan K2 CO3. Ada dua produk yang
dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah hasil
reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari
lemak hewan dan nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan
sabun, anatara lain : minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit
(palm oil),

minyak kedelai (soybean oil) dan lain-lain. Masing-masing mempunyai

karakter dan fungsi yang berlainan. (Wikipedia, 2007)

Universitas Sumatera Utara

2.3 Sabun
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun
mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat
dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang
mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol
digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat
melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan
air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam
air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif)
seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu
dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion.
Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar.
Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam
air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni
segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujungujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.1 Sifat sifat Sabun


1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O

CH3(CH2)16COOH + OH-

2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak
akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garamgaram Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4

Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

Universitas Sumatera Utara

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun
(garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar
maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun
mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat
hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai
kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16
(larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar). Polar :
COONa+ (larut

dalam air,

hidrofilik

dan

juga

memisahkan kotoran polar).

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.2 Kegunaan Sabun


Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang
dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut
dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran


Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika
lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun
terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri atas atom karbon dengan
gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun dikocok dengan air
akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini mengandung
agregat molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon nonpolar, atau
lipofilik, mengarah kebagian pusat misel. Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik
membentuk permukaan misel yang berhadapan dengan air. Pada sabun biasa, bagian luar

Universitas Sumatera Utara

dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat
keliling setiap misel.
Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan
mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun melarutkan
minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini,
butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari
butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensi). (Hard Harold, 1984). Secara
singkat cara kerja sabun sebagai penghilang kotoran dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan
permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap lebih cepat kepermukaan kain.
2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat
molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan
molekul sabun membentuk suatu emulsi.
3. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan
menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.4 Jenis-jenis Sabun


Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat
dengan beberapa cara. Sabun batangan yang ada di pasaran terdidri dari sabun mandi
kecantikan, sabun kesehatan atau sabun anti bakteri, sabun cair, dan sabun untuk air
sadah. Beberapa persamaan terjadi karena sabun kesehatan batangan kesehatan
mempunyai bahan dasar lemak yang sama. Sabun mandi biasanya dibuat dari campuran
lemak (stearine) dan minyak kelapa (coconut natural oil atau CNO) dengan perbandingan
80/20 atau 90/10, dan sabun yang mempunyai lemak yang berlebih mempunyai
perbandingan 50/50 atau 60/40 dan ada yang 7 sampai 10% ditambahkan asam lemak
bebas juga. Sabun kesehatan mengandung bahan seperti Triclosan dan Tri Chloro Carban
(TCC) yang merupakan dua senyawa yang banyak digunakan sebagai antimicrobial.

Universitas Sumatera Utara

Penggunaanya secara khas yaitu 0,3-1,0% untuk triclosan, dan 1,0-1,5% triclorocarban.
Keduanya termasuk kedalam amulgator dan dan dapat terdispersi atau terlarut dalam
pelarut yang sesuai, seperti parfum.
Pada umumnya sabun yang akan diperdagangkan mengandung 10 sampai 30%
air, dan jika sabun kekurangan air maka akan sulit larut. Hampir semua sabun memiliki
parfum. Hal ini untuk menghilangkan aroma sabun yang asli. Sabun mandi dibuat dengan
bahan pilihan yang mengandung 10-15% pelembab.
Jenis sabun batangan lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi
kecantikan adalah suatu produk sabun untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh
dengan formulasi yang sesuai untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi yang
sangat diperlukan kulit dan membantu memelihara kulit dengan mempertahankan
kelembaban kulit serta membantu pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel
kulit. Pada sabun kecantikan busa harus lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis
Spitz, 1996).

2.3.5 Metode - metode Pembuatan Sabun


Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun
yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah metode-metode,
yang mana metode-metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing.

2.3.5.1 Metode Batch


Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH)
berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan
untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan
alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun
gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air
dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air
secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan
yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih

Universitas Sumatera Utara

lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan,
seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan
diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat,
sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di
dalamnya). (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.5.2 Metode Kontiniu


Metoda kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis
dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontiniu
dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan
dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian
dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. (http://www.scribd.com/doc/ 23977749/
pembuatan-sabun)
Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida (lemak/minyak) dengan
kaustik soda secara langsung untuk menghasilkan sabun. Proses saponifikasi ini hampir
sama dengan proses menggunakan ketel, hanya saja proses ini dilakukan secara kontiniu
sementara proses dengan ketel memakai sistem batch.
Langkah pertama dari proses saponifikasi adalah pembentukan sabun dimana
trigliserida (lemak/minyak), kaustik soda, larutan elektrolit berupa garam natrium dan
alkali dari natrium hiroksida (NaOH) di dalam autoklaf, dipanaskan dan diaduk pada suhu
1200C dan tekanan 2 Atm. Lebih dari 99.5% lemak berhasil disaponifikasi pada proses
ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan dalam sebuah pendingin berpengaduk dengan
suhu 85-900C. Disini hasil saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase
produknya yaitu sabun dan lye.
Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun untuk mengontrol
viskositas larutan. Larutan garam NaCl adalah elektrolit yang biasa digunakan untuk
mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah. Kemudian komponen ini diumpan
ke turbidisper.

Universitas Sumatera Utara

Turbidisper, mikser, pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisai merupakan


bagian terpenting pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam
turbidisper yang dilengkapi dengan pengaduk. Dari turbidisper, campuran sabun, asam
lemak, dan kaustik soda dialirkan dalam mixer yang dilengkapi dengan jeket pendingin
melalui bagian bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kaustik soda
yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi dari saluran dibagian samping mixer untuk
diumpan kembali ke turbidisper dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang masuk ke
mixer diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan.
Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada
sabun butiran atau lempengan.
Dalam pembuatan sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum dan zat aditif lainnya dalam mixer. Campuran sabun ini kemudian
diteruskan untuk dimixing untuk mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang
homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat
pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan
terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan
ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan
sabun tersebut merupakan tahap terakhir penyelesaian pembuatan sabun. (Luiz Spitz,
1996)

2.3.5.3 Metode Neat Soap


Dalam metode ini turunan trigliserida murni dipanaskan pada mixer dengan jacket panas.
Separuh dari jumlah total alkali yang digunakan diumpankan secara perlahan-lahan
dengan laju alir volume sekitar 200 ml/15-20 menit. Sisanya kemudian ditambahkan
bersamaan dengan EDTA (ethylene diamine tetra acetat) dan natrium klorida. Natrium
klorida ditambahkan untuk mengurangi viskositas dari neat soap. EDTA digunakan
sebagai zat anti oksidan dan juga sebagai pencegah kontaminasi logam dalam neat soap.
Dalam reaksi netralisasi asam lemak untuk menghasilkan sabun, ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Suhu Operasi. Suhu yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi tetapi
dengan pengadukan yang lambat. Selain itu, juga dapat meningkatkan selektivitas.
Biasanya, suhu operasi antara 80-950C.
2. Tekanan Operasi. Peningkatan tekanan akan meningkatkan kinetika reaksi
tetapi menurunkan selektivitas.
3. Pengadukan. Meningkatkan kecepatan pengadukan akan dapat meningkatkan
kecepatan reaksi dan penurunan selektivitas yang besar.
4. Katalis. Penambahan katalis dapat meningkatkan kinetika reaksi dan sedikit
memperkecil selektivitas.
Neat soap yang dihasilkan mengandung 60% total fatty matter (TFM), diperoleh melalui
beberapa tahapan proses sebagai berikut :
1. Pengeringan. Neat soap dikeringkan untuk mengurangi kandungan airnya
sebesar 10-15 %. Jika kandungan air terlalu tinggi maka proses terlalu padat sehingga
proses berjalan lambat.
2. Pemurnian . Sabun Neat soap yang sudah dikeringkan akan dimurnikan dengan
menggunakan roll mill, plodder atau kombinasi keduanya. Dalam tahapan ini, neat soap
dimanipulasi kedalam bentuk yang diinginkan, dihomogenkan agar terbentuk struktur
sabun yang kristal. Kemudian sabun dipadatkan dengan plodder.
3. Pemotongan dan pembungkusan. Proses selanjutnya adalah pemotongan sabun
kedalam bentuk noodle-noodle soap untuk selanjutnya dibungkus atau diolah ke tahapan
berikutnya.
4. Pengolahan Noodle Soap. Perusahaan sabun biasanya membeli bahan baku
sabun dalam bentuk noodle soap dan kemudian diolah oleh perusahaan tersebut ke
tahapan pengolahan berikutnya, seperti pemberian warna, pengharum, dan komponen lain
yang dapat menjadikan sabun sebagai merk dagang. Yang pertama dilakukan dalam
memproduksi noodle soap untuk memenuhi kebutuhan perusahaan sabun adalah sabun
dipadatkan dan dibuat berbentuk silinder padat dan kemudian dibungkus. Spesifikasi

Universitas Sumatera Utara

noodle soap yang diproduksi biasanya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan perusahaan
sabun yang akan menggunakannya sebagai bahan baku, bentuknya pun dibuat sedemikian
rupa agar kelihatan bagus seperti toilet soap, laundry soap, translucent soap dan lain-lain.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29146/4/Chapter%20II.pdf)

Gambar 1. Contoh Soap Noodle

2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun dalam Industri


2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak)
Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada reaktor
pada suhu 1250C dengan bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak dan NaOH
dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan didapati reaksi yang tidak setimbang
sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan selama 10 menit
dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor.
Minyak dan NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan)
diumpankan ke reaktor lalu diinjeksikan steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan
larutan garam NaCl (brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya elektrolit sehingga
hasil reaksi antara minyak dan NaOH mudah dipisahkan pada proses selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam satuan
%b/%b) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil, palm
stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan
formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi. Setelah reaksi
sempurna maka sabun dipompakan ke static separator untuk memisahkan antara sabun
dan gliserol. Gliserol yang didapat hasil proses saponifikasi ini yang dijadikan sebagai
bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut dengan spent lye dengan
kemurnian gliserin 20-30%.
Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian
dilanjutkan atau dimasukkan ke washing coloumn sambil diumpankan fresh lye, untuk
memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-logam lain yang terkandung di
dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke reaktor. Fresh lye
(larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam washing coloumn ini
terdiri dari larutan NaOH 48%, larutan NaCl 22%, dan air atau H2O. (PT. Oleochem and
Soap Industri, 2010)
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak
mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada
kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua
reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
RCOOCH2

CH2OH
reaksi eksotermik

RCOOCH

3 NaOH

3 RCOONa

RCOOCH2

CHOH
CH2OH

Minyak/

Natrium

Lemak

Hidroksida

Sabun
(Garam
Natrium)

Gliserol

Universitas Sumatera Utara

Reaksi saponifikasi dari Tallow, yang diwakili oleh asam stearat, dan palm
stearine yang diwakili oleh asam palmitat, seperti halnya hasil teori dari sabun dan
gliserol dapat dengan baik dijelaskan dengan persamaan kimia di bawah ini :

CH2OOC-(CH2)16-CH3
CHOOC -(CH2)16-CH3

CH2OH
+

3 NaOH

CH2OOC-(CH2)16-CH3

3CH3-(CH2)16COONa

Natrium

Gliserol

Natrium

Hidroksida

10.33%

Stearat

CH2OOC-(CH2)14-CH3

CH2OH
+

3 NaOH

CH2OOC-(CH2)14-CH3
Tripalmitin

CH2OH

Tristearine

CHOOC -(CH2)14-CH3

CH2OH

CH2OH

3CH3-(CH2)14COONa

CH2OH
Natrium
Hidroksida

Gliserol
11.41%

Natrium
Palmitate

Asam palmitat hasil gliserol nya lebih tinggi ( 11.41% ) dibandingkan dengan
asam stearat ( 10.33%). Oleh karena itu, palm sterine akan menghasilkan jumlah gliserol
lebih tinggi daripada tallow, karena kandungan asam stearat yang lebih tinggi dalam
molekulnya.
Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan sabun
seperti laju penyabunan, jumlah alkali yang dibutuhkan untuk saponifikasi dan kekuatan

Universitas Sumatera Utara

elektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai hasil sabun setengah jadi dan
gliserin yang bervariasi. (Iftikhar Ahmad, 1980)

2.3.6.2 Netralisasi Neat Soap (Sabun Hasil Saponifikasi)


Setelah sabun telah dipisahkan di washing coloumn

selanjutnya dimasukkan ke

Centrifuge (Cf). Didalam centrifuge ini sabun ini juga dipisahkan antara lye dan neat
soapnya. Lye yang telah dipisahkan dikembalikan lagi ke washing coloumn sedangkan
sabunnya dilanjutkan ke Neutralizer. Didalam neutralizer ini aditif yang dicampur adalah
Palm Kernel Oil (PKO) dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate). PKO ditambahkan
dengan tujuan untuk memastikan kandungan kadar NaOH dalam neat soap sebesar
0,025% - 0,045%. dan selanjutnya di transfer ke Crutcher. Didalam crutcher ini neat soap
masih dicampur aditif yaitu EDTA dan Turpinal, kemudian diaduk agar homogen
kemudian dilanjutkan ke Feed Tank. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)

2.3.6.3 Pengeringan Sabun


Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap pengeringan (drying)
dan kemudian direcycle dengan cara dipanaskan melalui Heat Exchanger (HE) dengan
speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42% dengan tekanan 1,5 bar. Disetting
secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi yang telah disetting maka saatnya
diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga tekanan dan temperatur agar jangan
sampai drop. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding
ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang
mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran yang kemudian disimpan dalam
suatu wadah penyimpanan soap noodle dikenal dengan nama Silo. (PT. Oleochem &
Soap Industri, 2010)
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang
umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi
dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis
jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat

Universitas Sumatera Utara

digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem
tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun
dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Dryer dengan mulai
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada
dryer sistem tunggal.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun


Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer (analgamator). Campuran sabun
ini klemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengubah campuran tersebur menjadi
suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap
pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi
potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun
batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan,
pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.7 Flow Chart Pembuatan Sabun (Soap Noodle) dalam Industri

Universitas Sumatera Utara

2.3.8 Flow Chart Pembuatan Sabun Secara Umum


Dibawah ini adalah proses saponifikasi yang biasanya digunakan untuk pembuatan sabun:

Minyak atau lemak


tumbuhan /hewan
Fuller's Earth
Pemurnian
( Perlakuan awal )
Caustic Soda
Proses
Penyabunan
Natrium Chlorida
Pemisahan

Sabun Dadih

Glycerine Mentah

Fitting

Pemurnian

Neat Soap

Glycerine Murni

Pengeringan,
Pemotongan

Aditif
/Pengisi
Powdered
Laundry Soap

Sabun Cuci

Sabun Mandi

( Iftikhar Ahmad, 1981 )

Universitas Sumatera Utara

2.4 Bahan Pembuatan Sabun


2.4.1 Bahan Baku
2.4.1.1 Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari
gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah
minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud
keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (
28C), sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.
Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam
lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang
rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai
karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air.
Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu
banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga
sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik
lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap,
sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada
temperatur tinggi. (http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2.4.1.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak


Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi
karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak
mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis
minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :

Universitas Sumatera Utara

1. Tallow ( Lemak Sapi )


Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging
sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur
solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan
iodine. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi
dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan
stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari
tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow
dengan titer point di bawah 40C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari
tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam
miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2. Lard ( Lemak Babi )
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
seperti asam oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35 ~ 40%). Jika
digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu
untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih
dan mudah berbusa.
3. Palm Oil ( Minyak Sawit )
Minyak umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak sawit dapat diperoleh
dari pemasakan buah sawit. Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya
kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100%
minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan
lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%,
asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan
asam miristat 0,5-1%.

Universitas Sumatera Utara

4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa )


Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi
daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan
terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki
kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam
kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh
lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%,
asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam
kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari
minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam
minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat
asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,10,4%.
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi
parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

Universitas Sumatera Utara

8. Castor Oil ( Minyak Jarak )


Biji tanaman jarak terdiri dari 75% daging biji, dan 25% kulit. Daging biji jarak ini bisa
memberikan rendemen 54% minyak. Minyak yang dihasilkan dari biji tanaman jarak
dikenal sebagai minyak jarak. Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan
sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai
massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan
176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai
senyawa ester. Gliserida tersebut tersusun dari asam lemak dan gliserol. Asam lemak
yang terdapat pada gliserida maupun asam lemak bebas bisa dibuat menjadi sabun bila
direaksikan dengan kaustik dan reaksi tersebut dikenal dengan saponifikasi. Komposisi
asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%,
asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%. (G. Brown,
1973)
9. Olive Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi
memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang
keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak
tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga
mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak
jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen
dari

total

asam

lemak

dalam

minyak

zaitun.

(http://albahar.wordpress.com/2007/06/13/keistimewaan-minyak-zaitun)
10. Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak
dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki
sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan
miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan

Universitas Sumatera Utara

stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/ .

Tabel 2.1. Sumber Asam Lemak dan Sifat Garam Natrium

SIFAT GARAM NATRIUM


Jenis

Rumus

Asam Lemak

Molekul

Sumber Utama

Kekerasan

Kelarutan

Kinerja

Daya

Sabun

dalam air

dalam air keras

Busa

Daya Membersihkan
Air
Air
Air
Dingin
Hangat
Panas

ASAM LEMAK JENUH :


Lauric

C11H23COOH

Minyak kelapa, PKO

Miristat

C13H23COOH

Minyak kelapa, PKO

Palmitat

C15H31COOH

Palm Stearin, Palm Oil,

Tallow, Rice Bran Oil,


Cottonseed Oil
Stearat

C17H35COOH

Tallow

C17H33COOH

Semua minyak sayur,

ASAM LEMAK TAK JENUH :


Oleat

Palm Stearin, Palm Oil,


Tallow dan teaseed oil
Linoleat

C17H31COOH

Cottonseed, Jagung,
kacang, ricebran, rubberseed, safflower, kedelai
minyak bunga matahari

Linolenat

C17H30COOH

Kedelai, ricebran,
cottonseed, minyakbunga matahari

Ricinoleat
Keterangan :

C17H32(OH)COOH

Castor Oil

: Sangat Baik

: Baik

: Cukup

(Iftikhar Ahmad, 1981)


Tabel 2.2 menunjukkan titik leleh dari daftar asam lemak yang pada umumnya ditemukan
dalam bentuk asam karboksilat dan gliserol dalam lemak dan minyak. Komponen asam
lemak yang umumnya ditemukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan merupakan
trigliserida yang mengandung atom karbon dengan jumlah yang sama dalam rantai

Universitas Sumatera Utara

hidrokarbon yang tidak mempunyai cabang. Rantai hidrokarbon yang panjang dari asam
lemak mungkin dalam bentuk jenuh atau mengandung satu atau lebih karbon-karbon
ikatan rangkap. (Ralph J. Fessenden, 1982)
Tabel 2.2. Titik Leleh dari Beberapa Asam Lemak
Jenis Asam Lemak

Jumlah
Atom C

Titik Leleh
(oC)

Formula

Asam Lemak Jenuh :


Laurat

12

CH3(CH2)10COOH

44

Myristat

14

CH3(CH2)12COOH

58

Palmitat

16

CH3(CH2)14COOH

63

Stearat

18

CH3(CH2)16COOH

70

Arachidat
Asam Lemak Tidak Jenuh :

20

CH3(CH2)18COOH

75

Palmitoleat

16

CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH

32

Oleat

18

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH

Linoleat

18

CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH

-5

Linolenat

18

CH3(CH2)CH=CH-CH2CH=CHCH2-CH=CH(CH2)7-COOH

-11

Arachidonat

20

CH3(CH2)4(CH=CHCH2)4CH2CH2COOH

-50

2.4.1.3 Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim : 2-Aminoethanol, monoethanolamine,
dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang
biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam
lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut
dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat
mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun

Universitas Sumatera Utara

yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa
tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan
sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh
industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2.4.2 Bahan Pendukung


Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil
saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk
yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2.4.2.1 Garam ( NaCl )


NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada
produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun
dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam
(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan
gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang
tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan
magnesium

agar

diperoleh

sabun

yang

berkualitas.

(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2.4.2.2 Bahan Aditif


Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan
untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan
aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum.
(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.2.1 Builders (Bahan Pembentuk/Penguat)


Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral
yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak
dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga
membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat
berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran
yang telah lepas. Umumnya yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa
senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)
2.4.2.2.2 Filler ( Bahan Pengisi )
Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya supaya lebih
murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik
berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk memperoleh sabun yang
memperoleh sabun yang , berwarna putih, gravity spesifik 4,17, tidak larut dalam air
panas dan dingin. TiO2 ada dalam tiga kristal : anatase, brookit, dan rutile. Biasanya
diperoleh secara sintetik.
Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara
luas sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida digunakan dalam elektrolit,
plastic dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat stabil terhadap
perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian ole hidrogen
dan karbon monoksida. Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang
dimurnikan dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium oksida antara lain dalam vitreus
enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih
yang dominan di usaha karena mempunyai sifat : indeks refraksi tinggi dan non toksik.
(Supena, 2007)
Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan
baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek

Universitas Sumatera Utara

ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan
lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan
sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam
air. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.4.2.2.3 Bahan Antioksidan


EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk
kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi
oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih
pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang bagus,
selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk metode
titriametil. (Supena, 2007)
Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau
tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui
dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang
sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Farid
Kurnia, 2009)

2.4.2.2.4 Bahan Pewarna (Coloring Agent)


Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar
memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli
sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna
merah, putih, hijau maupun orange. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatansabun)

2.4.2.2.5 Bahan Pewangi (fragrances)


Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar
dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas
sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal

Universitas Sumatera Utara

dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan
dengan berat jenis 0,9 g/ml. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat
dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis
parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum
ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat
seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan
jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada
produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan
harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang
digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring
flower. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.5 Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak dalam Pembuatan Sabun


Sabun adalah garam natrium asam lemak. Asam lemak (fatty acid) yang digunakan untuk
membuat sabun diperoleh dari minyak dan lemak yang berasal dari sayuran atau hewan.
Biaya produksi dan sifat karakteristik dari sabun sebagian besar tergantung pada jenis dan
sifat dari berbagai minyak dan lemak yang digunakan. Karena konstituennya lebih dari
90% dari bahan baku ini.
Pertimbangan ketika memilih suatu campuran lemak untuk pembuatan sabun,
bahwa harus mengandung perbandingan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang tepat,
panjang dan pendeknya rantai asam lemak untuk memberikan kualitas yang diharapkan
seperti stabilitas, daya larut, mudah berbusa, kekerasan, dan kemampuan atau daya
membersihkan setelah menjadi produk jadi. Lemak yang biasa digunakan dalam
pembuatan sabun adalah coconut oil, palm kernel oil (minyak inti sawit), tallow, palm
stearine atau palm oil. Grade kedua yaitu sabun cuci, dimana lemak atau minyak yang
biasa digunakan yaitu acid oil, rosin, dan soft oil juga dapat digunakan. Persentase
tertinggi dari lemak mengandung asam laurat (lauric acid) dan asam miristat (myristic
acid) membuat sabun mempunyai sifat mudah larut dalam air dingin dan mempunyai sifat
pembusaan yang baik. Sabun yang terbuat dari lemak lunak (soft fats) dan yang
mengandung persentase tertinggi asam lemak tak jenuh membuat sabun menjadi sangat

Universitas Sumatera Utara

larut dalam air. Sedangkan lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung
persentase tertinggi asam lemak jenuh rantai panjang memberikan kekerasan sabun.
Dengan mencampurkan lemak-lemak berbeda memungkinkan untuk memperoleh
sabun jadi dengan sifat-sifat optimum untuk kegunaan yang diharapkan. Faktor-faktor
teknis-ekonomis di bawah perlu diperhatikan oleh pembuat

sabun ketika memilih

komposisinya.
a. Ketersediaan mengenai lemak atau minyak dan biayanya.
b. Stabilitas dan perlakuan awal yang dibutuhkan.
c. Karakteristik teknis analisis, contohnya bilangan penyabunan, faktor INS (Iodine
Number and Saponification) empiris, titer point (titik beku) dan perbandingan
kelarutan.
d. Kualitas dari sabun yang diinginkan dalam hal warna sabun, kemampuan
membusa, kekerasan dan daya pembersihan. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.5.1 Ketersediaan Bahan Baku


Produksi sabun tahunan dunia adalah lebih dari 6 juta ton. Jika dirata-ratakan 60% asam
lemak diasumsikan dalam pembuatan sabun. Di bawah ini adalah jumlah asam lemak
yang dibutuhkan :
C16 dan C18 rantai panjang

3.009.600 ton

Asam laurat

752.000 ton

Total asam lemak

3.761.600 ton

Sumber utama asam lemak C16 dan C18 yang murah dan tersedia adalah tallow dan
palm stearine. Saat ini Malaysia mengekspor lebih dari 40.000 ton palm stearine tiap
bulan dan jumlah eksport ini diharapkan meningkat pada tahun ini.

Universitas Sumatera Utara

Keberadaan palm stearine juga digunakan sebagai shortening (minyak sayur) dan
campuran dalam produk lain. Tetapi sebagian besar akan digunakan dalam pembuatan
sabun.
Perbandingan Harga dari Palm Stearine
Mengenai faktor biaya, palm stearin lebih murah dibandingkan palm oil, dan harganya
rendah dibandingkan dengan edible tallow. Ketersediaan palm stearine dan biaya yang
lebih rendah, tidak sulit untuk menyatakan bahwa palm stearine akan memainkan
peranan penting dalam pasar bahan baku sabun yang akan datang. Tabel 2.3 menjelaskan
perbandingan harga palm stearine dan edible tallow. (Iftikhar Ahmad, 1981)
Tabel 2.3. Perbandingan harga Palm Stearine dan Tallow (USD)
Palm Stearine

Tallow

Harga Per Ton (Malaysia)

Harga per Ton (Australia)

1980

486

500

Februari 1980

489

520

Maret

511

525

Periode
Januari

1980

2.5.2 Stabilitas dan Perlakuan Awal


Mengenai stabilitas dan perlakuan awal, pada stearine mengandung sedikit asam lemak
tak jenuh seperti asam oleic ( oleat ) daripada tallow dan bebas dari zat lemas. Oleh sebab
itu perlakuan awal yang dibutuhkan sederhana. Palm stearine juga bebas dari bau tidak
sedap.

2.5.3 Karakteristik Teknis Analisis


Di bawah ini adalah parameter analisis yang digunakan oleh pembuatan sabun dalam
memilih minyak dan lemak.
-

Bilangan Penyabunan (Saponification Value, SV)

Universitas Sumatera Utara

Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali ( basa ) yang dibutuhkan untuk


menyabunkan tiap gram lemak atau minyak.
-

Bilangan Iodine (Iodine Value, IV)


Bilangan iodine menyatakan ukuran keberadaan ketidakjenuhan, terutama asam
oleat dan linoleat. Asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang lebih lembut
dan lebih larut. Sedangkan minyak laurat mengandung asam lemak rantai pendek,
membuat sabun keras dan mudah larut.
Pada tujuan praktiknya, sebuah unit dikombinasikan dengan menggunakan faktor
I.N.S (Iodine Number and Saponification). Yaitu ditentukan dengan cara bilangan
penyabunan dikurang dengan bilangan iodine. Dengan meningkatnya faktor I.N.S,
maka diperoleh :
1. Sabun lebih keras
2. Mengurangi kelarutan sabun *
3. Lebih berbusa *
4. Kemampuan untuk mengurangi pemakaian bahan ( material ) pengisi
5. Mengurangi ketengikan sabun setelah beberapa lama
Dalam hal memberikan sifat sabun yang optimum, faktor I.N.S biasanya berada
diantara 130 165. Dengan mencampur minyak yang mempunyai faktor I.N.S
yang tinggi seperti coconut oil ataupun palm kernel oil (minyak inti sawit),
dengan palm stearine atau tallow dan dengan minyak yang faktor I.N.S nya rendah
seperti kacang tanah. Minyak seperti palm stearine atau tallow dianjurkan cocok
sebagai dasar pembuatan sabun laundry ( sabun cuci ).
* Asam laurat ( lauric acid ) seperti minyak kelapa ( coconut oil ) dan minyak
inti sawit adalah pengecualian.

Titik Beku (Titer Point)

Universitas Sumatera Utara

Beberapa pembuat sabun menggunakan parameter titer point untuk mengontrol


kekerasan sabun dari beberapa bahan pengisi minyak atau lemak. Angka titer
untuk sabun laundry adalah 38 40, dan untuk sabun mandi diantara 40 44.
-

Perbandingan Daya Larut (Solubility Ratio, SR)

Perbandingan daya larut terutama digunakan untuk mengatur jumlah palm stearine atau
tallow dalam komposisi minyak atau lemak. Perbandingan daya larut campuran minyak
atau lemak dihitung dengan membagi faktor I.N.S dari pengisi minyak dengan jumlah
faktor I.N.S dari beberapa minyak yang ada dalam campuran yang mempunyai faktor
I.N.S lebih tinggi dari 130 ( diluar minyak inti sawit dan coconut oil ). Jika sangat larut,
kecepatan membusa sabun dibutuhkan jumlah palm stearine atau tallow yang sedikit, jika
tidak dibutuhkan jumlah yang tinggi. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.5.4 Kualitas Sabun yang Diinginkan


Sebelum proses pembuatan sabun, kualitas dari sabun yang dibuat harus secara jelas
ditentukan atau diputuskan. Dengan mencampur minyak minyak atau lemak yang
berbeda memungkinkan untuk memperoleh sebuah sabun akhir dengan kualitas yang
diharapkan. Parameter mutu yang biasanya diperhatikan adalah : Tampilan umum
(meliputi kepadatan sabun/compact, bercahaya, kesat), kelarutan yang baik, pembusaan
yang baik dan stabil, daya membersihkan tinggi, berbuih, tahan terhadap ketengikan, baik
dalam air lunak, stabilitas baik (berhubungan dengan warna) Perbedaan minyak dan
lemak menghasilkan sabun dengan mutu yang berbeda pula, misalnya warna, konsistensi
pembusaan dan daya membersihkan. Tabel 2.4 menunjukkan karakterisasi sabun yang
dihasilkan dari beberapa minyak dan lemak yang penting.
Untuk penggunaan yang spesifik, mutu dievaluasi dan lemak-lemak dipilih secara
sesuai. Sebagaimana yang dianjurkan pada tabel 2.4, sabun yang terbuat dari palm
stearine dan tallow mempunyai persamaan dan kedua komponen-komponennya dapat
ditukar dalam bahan pengisi lemak. Satu alasan hasil sabunnya mempunyai sifat yang
sama yaitu sifat kimianya. Seperti yang kita lihat dari tabel 2.5 keduanya hanya
mempunyai asam lemak rantai pendek . Meskipun persentase asam palmitat dan asam

Universitas Sumatera Utara

stearat bervariasi diantara palm stearine dan tallow, jumlah asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh rantai panjang adalah sama.
Tabel 2.4. Sifat Sabun yang Dibuat dari Minyak dan Lemak yang Berbeda

No.

Lemak dan
Minyak

Palm Kernel Oil

Coconut Oil

Konsistensi

Daya

Sifat

Sabun

Sabun

Membersihkan

Putih ke kuning
pucat

Sangat Keras

Membusa
Cepat, tetapi
busa
tidak tahan
lama
Cepat, tetapi
busa
tidak tahan
lama

Pengaruh
pada
Kulit

Sangat Bagus

Sedikit

Putih ke kuning
pucat

Palm Stearine

RBD Palm
Stearine

Tallow

Minyak Biji Kapas


dan
Minyak Kacang
Tanah

Warna dan Hasil

Rosin ( Damar )

Kuning Pucat

Putih

Kekuning kuningan

Kekuning kuningan

Sangat Keras

Cukup Keras

Cukup Keras

Cukup Keras

Agak Lembut

Lambat,
tapi tahan
lama
Lambat,
tapi tahan
lama
Lambat,
tapi tahan
lama
Cepat, agak

Sangat Bagus

Sedikit

Lembut dan
Lengket

Lemah dan

Sabun Cuci dan


Sabun Rumah Tangga
1. Sabun Cuci dan
Mandi
2. Sabun Cukur

Cukup

Cukup

Cukup

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sabun Cuci dan


Sabun Rumah Tangga
Sabun Mandi dan
Sabun
Cuci bermutu baik
Sabun Mandi dan
Sabun
Cuci bermutu baik

Bagus

Tidak ada

Berbusa
Coklat

Kegunaan

Sabun Rumah Tangga


dan Sabun Cuci

Sedang

Tidak ada

Berminyak

Sabun Rumah Tangga


dan Sabun Mandi

(Iftikhar Ahmad, 1981)


Tabel 2.5. Persentase Komposisi Kimia dari Minyak dan Lemak yang Umumnya
Digunakan dalam Sabun
Asam Lemak
Asam Kaprilat
Asam Kaprat
Asam Laurat
Asam Miristat
Asam Palmitat
Asam Stearat
Asam Oleat
Asam Linoleat

Coconut
Oil
59
6 10
44 52
13 19
8 11
13
5-8
2

Palm Kernel
Oil
3-5
3-7
40 - 52
14 - 18
7-9
1-3
11 - 19
2

Palm
Stearine
0.1 - 0.4
1.2 - 1.3
52 - 58
4.8 - 5.3
27 - 32
6.6 - 8.2

Tallow
0.2
2-8
24 - 37
14 - 19
40 - 45
3-4

( Iftikhar Ahmad, 1981 )

Universitas Sumatera Utara

2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci ( Laundry ) dan Sabun Mandi
Sejauh ini kekerasan sabun sangat dikaitkan, secara ilmiah memungkinkan untuk
mengontrolnya dengan penggunaan faktor I.N.S dan titer point (titik beku). Sifat dari
kelarutan dan kekuatan penyabunan (pembusaan) dikontrol dengan perbandingan
kelarutan (Solubility Ratio, S.R). Dengan tingginya S.R mengindikasikan pembusaan dan
daya larut yang baik.
Penggunaan I.N.S, titer, dan S.R memungkinkan sipembuat sabun untuk menjaga
keseragaman produk nya dengan mencampur dengan lemak-lemak yang berbeda. Untuk
sabun cuci, S.R 1,5 2,5 pada umumnya direkomenndasikan, sementara untuk sabun
mandi S.R 2,0 3,0 dan faktor I.N.S 150 179 adalah dianjurkan. ( Lihat Tabel 2.6 ).
Walaupun pengisi lemak/minyak berbeda, namun I.N.S, titer point (titik beku),
dan nilai S.R berada dalam cakupan spesifik, di semua hal sabun yang dihasilkan akan
sama kualitasnya. Apapun lemak yang digunakan, asalkan konstanta seperti I.N.S, titer
point (titik beku), dan nilai S.R berada dalam cakupan spesifik, maka sabun dihasilkan
akan dapat diterima mutunya. ( Iftikhar Ahmad, 1981 )
Tabel 2.6. Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci dan Sabun Mandi

No.

A - Sabun Cuci

Pengisi
Lemak
Palm
Kernel/
Coconut
Oil
Palm
Stearine

Jumlah

Angka
I.N.S

15%

240

B - Sabun Cuci

Nilai
Rata-rata

Jumlah

Angka
I.N.S

20%

240

I.N.S =
159
35%

166

Inedible

40%

30%

150

166

Minyak

Jumlah

Angka
I.N.S

15%

240

35%

65%

150

D - Sabun Mandi

Nilai
Rata-rata

Jumlah

Angka
I.N.S

15%

240

I.N.S =
161
166

S.R =
2.02

Titer =
39.0

Tallow

Nilai
Rata-rata

I.N.S =
163

S.R =
1.91
3

C - Sabun Cuci

S.R =
2.95
-

Titer =
38.3

Nilai
Rata-rata

I.N.S =
169
75%
( RBD
)

166

S.R =
2.95

Titer =
39.6

Titer =
41.1

15%

85

20%

85

10%

85

10%

50

Lunak
5

Damar

(Iftikhar Ahmad, 1981)

Universitas Sumatera Utara

2.7 Parameter Kunci Dalam Penentuan Kualitas Sabun


2.7.1

Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram alkali (potassium hidroksida) yang


dibutuhkan untuk menyabunkan tiap gram lemak atau minyak. Suatu ukuran berat
molekul rata-rata dari asam lemak yang ada. Bilangan penyabunan ini dapat digunakan
untuk semua minyak dan lemak. (AOCS Official Methods Cd 3-25)
Tabel 2.7. Bilangan Penyabunan dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak
Bil.
Penyabunan

2.7.2

Palm Oil
( PO )

Palm
Stearine
( PS )

Tallow

Palm Kernel
Oil
( PKO )

Coconut
Natural Oil
( CNO )

Minyak
Dedak Padi

Minyak
Jarak

190 202

193 - 206

192 - 202

240 - 255

250 - 264

184 - 195

176 - 187

Bilangan Iodine ( Iodine Value, IV )

Bilangan iodine menyatakan ukuran keberadaan ketidakjenuhan, terutama asam oleat dan
linoleat. Asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang lebih lembut dan lebih larut.
Sedangkan minyak laurat mengandung asam lemak rantai pendek, me mbuat sabun keras
dan mudah larut.
Tabel 2.8. Bilangan Iodine dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak
Bil. Iodine

Palm Oil

Palm Stearine

( PO )
51 - 55

( PS )
22 48

Tallow

Palm
Kernel Oil

Coconut
Natural Oil

40 - 56

( PKO )
16 20

( CNO )
7 - 12

Minyak
Dedak
Padi
92 - 120

Universitas Sumatera Utara

Minyak
Jarak
81 - 98

Tabel 2.9. Pengaruh Panjang Rantai dan Ketidakjenuhan pada Sifat Sabun
Panjang Rantai antara C12 dan C18
Sifat Sabun
1. Kelarutan
2. Daya Membersihkan
3. Busa
4. Air Lunak
5. Kekerasan
6. Stabilitas Terhadap
Oksidasi

Panjang

Pendek

Sedikit
Baik
Lambat, stabil
Kurang
Kecil

Baik
Kurang
Cepat, tidak stabil
Baik
Besar

Tidak Jenuh
2 Ikatan
Rangkap atau
lebih
Kurang
Medium, Stabil
Lunak

Baik

Baik

Kurang

Sabun yang dibuat dari asam miristat ( C14 asam lemak jenuh ) mempunyai sifat
optimum. Karena tidak ada minyak alam tunggal yang mengandung banyak C14. Lemak
harus diblending atau dicampur menurut mutu akhir produk yang diharapkan. Sabun yang
banyak mengandung asam lemak laurat mempunyai sifat keras, cepat berbusa, dan cepat
larut dalam air. Sabun dari lemak dengan rantai karbon panjang dan ketidakjenuhan yang
tinggi adalah lebih lunak, tetapi mempunyai daya membersihkan yang baik dalam air
hangat. Lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung persentase tertinggi
asam lemak jenuh menghasilkan sabun yang teksturnya keras, kurang larut, dan sedikit
berbusa.
Alkali tanah digunakan untuk penyabunan juga sangat penting dalam pembuatan
sabun. Seperti sabun yang berasal dari garam natrium, biasanya lebih keras daripada
sabun yang berasal dari garam kalium. (Iftikhar Ahmad, 1981)
2.7.2.1 Titrasi Iodometri
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I(iodide) untuk menghasilkan I2. I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan
larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan
sebagai titrasi kembali. Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi
jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini

Universitas Sumatera Utara

disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat
dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang sangat
baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawaan iodida umumnya KI ditambahkan
secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah
equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan
menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3)
dengan indikator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum I2
sampai warna ini tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan
iodat adalah sebagai berikut :
IO3- + 5 I- + 6H+ 3I2 + H2O
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat
bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O32-)
sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32-. Kita menitrasi
langsung antara tiosulfat dengan analit, alasannya adalah karena analit yang bersifat
sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan
oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri.
Alasan kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion
logam seperti Besi(II). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi
Iodometri adalah sebagai berikut :
Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal
ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat
akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi
sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum
ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada
media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Titrasi harus
dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara
bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk
menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat

Universitas Sumatera Utara

dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang.


Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi
bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).
S2O32- + 2H+ H2SO3 + S
Pastikan jumlah iodida yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit
tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodida tidak akan
mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera
maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2. ( http://kimiaanalisa.web.id/115)

2.7.2.2 Standarisasi Larutan Tiosulfat


Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi dengan menggunakan
senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi (analytical grade) seperti K2Cr2O7,
KIO3, KBrO3, atau senyawaan tembaga(II). (http://kimiaanalisa.web.id/115/)
Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan tiosulfat.
Iodium murni merupakan standard yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena
kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi
oksidasi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida.
Kalium Dikromat. Senyawa ini dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang
tinggi. Bobot ekuivalennya cukup tinggi, tak-higroskopis, dan zat padat serta larutannya
sangat stabil. Reaksi dengan iodida dilaksanakan dalam asam sekitar 0,2 - 0,4 M.
didiamkan 5 sampai 10 menit :
Cr2O72- + 6I- + 14H+

2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

Bobot ekuivalen kalium dikromat adalah seperenam bobot molekularnya atau


49,03g/mol, pada konsentrasi asam lebih tinggi dari 0,4M, oksidasi kalium iodida oleh
udara. Agar diperoleh hasil sebaik-baiknya, sedikit natrium bikarbonat atau karbon

Universitas Sumatera Utara

berbentuk padat ditambahkan dalam labu titrasi. Karbon dioksidasi yang dihasilkan akan
mengusir setelah itu campuran dibiarkan sampai reaksi sempurna.(A.L. Underwood,1986)

2.7.2.3 Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung


Terdapat banyak penerapan proses iodometri dalam kimia analitik. Beberapa dipaparkan
dalam tabel. Penerapan iodometri tembaga digunakan dengan meluas baik untuk bijih
maupun aliase. Metode itu memberikan hasil yang baik sekali dan lebih cepat daripada
penetapan tembaga secara elektrolisis. Biasanya bijih tembaga mengandung besi, arsen
dan stibium. Unsur-unsur ini dalam keadaan oksidasi mereka yang tinggi (biasanya
demikian dari proses pelarutannya) akan mengoksidasi iodida dan dengan demikian
mengganggu.
Tabel 2.10. Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung
Analit
Arsen(V)
Brom
Bromat
Klor
Klorat
Tembaga(II)
Dikromat
Hidrogen Peroksida
Iodat
Nitrit
Oksigen
Ozon
Periodat
Permanganat

Reaksi
3-

AsO4 + 2I + 2H
Br2 + 2I-

BrO3- + 6I- + 6H+


Cl2 + 2I- + 2H+
ClO3- + 6I- + 6H+
2Cu2+ + 4ICr2O72- + 6I- + 14H+
H2O2 + 2I- + 2H+
IO3- + 5I- + 6H+
2HNO2 + 2I- + 2H+
O2 + 4Mn(OH)2 + 2H2O
O3 + 2I- + 2H+
IO4- + 7I- + 8H+
2MnO4- + 10I- + 16H+

AsO33- + I2 + H2O
2Br- + I2
Br- + 3I2 + 3H2O
2Cl- + I2
Cl- + 3I2 + 3H2O
2CuI(s) + I2
2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
I2 + 2H2O
3I2 + 3H2O
2NO + I2 + 2H2O
4Mn(OH)3
O2 + I2 + H2O
4I2 + 4H2O
2Mn2+ + 5I2 + 8H2O

(A.L. Underwood, 1986)

Universitas Sumatera Utara

Gangguan besi dapat dicegah dengan penambahan amonium bifluorida, NH4HF2,


yang mengubah ion besi(III) menjadi kompleks FeF63- yang stabil. Seperti disebut di atas,
stibium dan arsen tidak akan mengoksidasi ion iodida kecuali dalam larutan berkeasaman
tinggi. Dengan menyesuaikan pH menjadi sekitar 3,5 dengan suhu buffer, gangguan dari
kedua unsur ini dapat dihilangkan. Park menyarankan penggunaan buffer ftalat untuk
maksud ini. Tetapi, penyelidikan lebih baru, menunjukkan bahwa suatu larutan ion
bifluorida, HF-, yang ditambahkan kepada besi kompleks, memberikan suatu bufer yang
kira-kira ber-pH seperti diinginkan sehingga tak diperlukan buffer tambahan. (A.L.
Underwood, 1986)
2.7.2.4 Indikator Kanji (Amilum)
Warna larutan iod 0,1 N cukup kuat sehingga iodium dapat bertindak sebagai indikator
sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada
pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform, dan kadang-kadang hal ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir reaksi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloid) kanji, dari warna biru tua kompleks pati-iodium berperan sebagai
uji kepekaan terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan sedikit sekali asam
daripada dalam larutan netral dan lebih adanya ion iodida.
Mekanisme yang tepat dari pembentukan kompleks itu belum diketahui. Tetapi
diduga bahwa molekul iodium diikat pada permukaan -amilosa, suatu konstituenkonstituen kanji lain, -amilosa, atau amilopektin, membentuk kompleks kemerahan
dimana warna mana tak-mudah dihilangkan. Oleh karena itu, kanji yang mengandung
amilopektin sebaiknya tak digunakan. Produk komersial, kanji larut terdiri terutama amilosa.
Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat
dengan jalan sterilisasi atau dengan penambahan suatu zat pengawet. Hasil peruraiannya
memakai iodium dan berubah menjadi kemerahan-merahan. Merkurium(II) iodida, asam
borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang menimbulkan
hidrolisis atau koagulasi kanji hendaklah dihindari. Kepekaan indikator berkurang dengan

Universitas Sumatera Utara

naiknya temperatur dan oleh beberapa zat organik, seperti metil dan etil alkohol. (A.L.
Underwood, 1986)

2.7.2.5 Natrium Tiosulfat


Larutan standard yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
tiosulfat. Lazimnya garam ini dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.5H2O. Larutan tak
boleh

distandarisasikan

berdasarkan

penimbangan

langsung,

melainkan

harus

distandarisasikan terhadap standard primer.


Larutan Natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakai
belerang akhirnya masuk ke larutan itu, dan proses metaboliknya akan mengakibatkan
pembentukan SO32-, SO42- dan belerang koloidal. Belerang ini akan menyebabkan
kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan
untuk menyiapkan larutan tiosulfat dididihkan agar steril, dan sering ditambahkan boraks
atau natrium karbonat sebagai pengawet. Oksidasi tiosulfat oleh udara berlangsung
lambat. Tetapi runutan tembaga sering kadang-kadang terdapat dalam air suling akan
mengkatalisis oksidasi oleh udara. Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan
membentuk belerang sebagai endapan mirip susu. (A.L. Underwood, 1986).
S2O32- + 2H+ H2S2O3 H2S2O3 + S(s)
Tetapi reaksi lambat dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasikan ke dalam larutan iod
yang asam, jika larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan tiosulfat jauh lebih
cepat daripada reaksi penguraian.
Iod mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :
4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42- + 10H+
Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa, oksidasi menjadi sulfat itu tidak
terjadi, jika digunakan iod sebagai titran. Banyak zat pengoksid kuat, seperti pereaksi

Universitas Sumatera Utara

dichromat, permanganat dan garam serium(IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat,


namun reaksinya tidak kuantitatif. (A.L. Underwood, 1986)

2.7.2.6 Kalium Dikromat


Senyawa ini dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi. Bobot ekuivalennya
cukup tinggi, tak-higroskopis, dan zat padat serta larutannya sangat stabil. Reaksi dengan
iodida dilaksanakan dalam asam sekitar 0,2 - 0,4 M. didiamkan 5 sampai 10 menit :
Cr2O72- + 6I- + 14H+

2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

Bobot ekuivalen kalium dikromat adalah seperenam bobot molekularnya atau


49,03g/mol, pada konsentrasi asam lebih tinggi dari 0,4M, oksidasi kalium iodida oleh
udara. Agar diperoleh hasil sebaik-baiknya, sedikit natrium bikarbonat atau karbon
berbentuk padat ditambahkan dalam labu titrasi. Karbon dioksidasi yang dihasilkan akan
mengusir setelah itu campuran dibiarkan sampai reaksi sempurna. (A.L. Underwood,
1986)

2.7.3 Faktor I.N.S (Iodine Number and Saponification)


Pada tujuan praktiknya, sebuah unit dikombinasikan dengan menggunakan faktor I.N.S.
Yaitu ditentukan dengan cara bilangan penyabunan dikurang dengan bilangan iodine.
Dengan meningkatnya faktor I.N.S, maka diperoleh :
1. Sabun lebih keras
2. Mengurangi kelarutan sabun *
3. Lebih berbusa *
4. Kemampuan untuk mengurangi pemakaian bahan ( material ) pengisi
5. Mengurangi ketengikan sabun setelah beberapa lama

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.11. Nilai I.N.S dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak

Nilai I.N.S

Palm Oil

Palm Stearine

( PO )

( PS )

139 - 147

171 - 160

Tallow

152 146

Palm
Kernel Oil

Coconut
Oil

( PKO )

( CNO )
243 252

224 235

Minyak
Dedak
Padi

Minyak

92 - 75

91 - 100

Jarak

Dalam hal memberikan sifat sabun yang optimum, faktor I.N.S biasanya berada diantara
130 165. Dengan mencampur minyak yang mempunyai faktor I.N.S yang tinggi seperti
coconut oil ataupun palm kernel oil ( minyak inti sawit , dengan palm stearine atau tallow
dan dengan minyak yang faktor I.N.S nya rendah seperti kacang tanah. Minyak seperti
palm stearine atau tallow dianjurkan cocok sebagai dasar pembuatan sabun laundry
(sabun cuci ). (Iftikhar Ahmad, 1981)
Keterangan* Asam laurat ( lauric acid ) seperti minyak kelapa ( coconut oil ) dan minyak inti sawit adalah
pengecualian.

2.7.4 Titer Point ( Titik Beku )


Metode ini digunakan untuk menentukan titik beku dari asam lemak. Berlaku untuk
minyak dan lemak dari hewan dan lemak dan minyak sayuran. Prinsip nya yaitu
membekukan cairan fatty acid yang tadinya diperoleh melalui saponifikasi minyak atau
lemak, lalu didinginkan dalam sebuah aparatus khusus dan sementara itu temperature
diamati. Ketika sampel mulai membeku, pengadukan dihentikan dan kenaikan sedikit
temperatur diamati. Temperatur tertinggi yang dicapai sebelum suhunya kembali turun
adalah yang dicatat. (American Oil Chemist Standarization (AOCS) Official Methods Da
13-48)
Beberapa pembuat sabun menggunakan parameter titer point untuk mengontrol
kekerasan sabun dari beberapa bahan pengisi minyak atau lemak. Angka titer point untuk
sabun laundry adalah 38 40, dan untuk sabun mandi diantara 40 44.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.12. Titer Point dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak

Titer C

Palm Oil

Palm Stearine

( PO )

( PS )

40 - 42

46 - 54

Tallow

40 - 47

Palm
Kernel
Oil

Coconut
Oil

( PKO )
20 28

Minyak

( CNO )

Minyak
Dedak
Padi

20 - 24

26 - 30

1-4

Jarak

Tabel 2.13. Range Titer Point Untuk Berbagai Jenis Sabun


Jenis Sabun
Sabun Cuci

Sabun Mandi

Titer dari Bahan Baku Material

Sabun Temperatur Rendah

300C - 370C

Sabun Temperatur Sedang

370C - 390C

Sabun Temperatur Tinggi

390C - 410C

Sabun Mandi

390C - 400C

2.7.5 Perbandingan Kelarutan ( Solubility Ratio, SR )


Perbandingan daya larut terutama digunakan untuk mengatur jumlah palm stearine atau
tallow dalam komposisi minyak atau lemak. Perbandingan daya larut campuran minyak
atau lemak dihitung dengan membagi faktor I.N.S dari pengisi minyak dengan jumlah
faktor I.N.S dari beberapa minyak yang ada dalam campuran yang mempunyai faktor
I.N.S lebih tinggi dari 130 ( diluar minyak inti sawit dan coconut oil ). Jika sangat larut,
kecepatan membusa sabun dibutuhkan jumlah palm stearine atau tallow yang sedikit, jika
tidak dibutuhkan jumlah yang tinggi.

2.7.6 Asam Lemak Bebas ( Free Fatty Acid, FFA )


Asam lemak bebas adalah hasil samping dari pengolahan minyak kelapa sawit. Dalam
pembuatan lilin, asam lemak bebas digunakan sebagai pengganti lemak lilin. Asam lemak
bebas dapat juga digunakan dengan menggunakan sebagai bahan baku pembuatan
detergent, industri kosmetik, cat, tekstil dan lain-lain.
Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya
bergabung dengan lemak netral pada konsentrasi sampai 15 persen belum menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

faktor yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam lemak bebas dari 1 persen, jika
dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik.
Namun intensitasnya bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas.
Walaupun asam lemak bebas dalam jumlah kecil dapat mengakibatkan rasa yang tidak
enak. Dan dapat menghasilkan bau tengik. Asam lemak bebas juga dapat mengakibatkan
karat dan warna gelap jika lemak dipanaskan dalam wajan besi. (S. Ketaren, 1986)

2.7.7 Jumlah Asam Lemak ( Total Fatty Acid, TFA )


Jumlah asam lemak pada sabun menunjukkan total jumlah asam lemak yang tersabunkan
dan asam lemak bebas yang terkandung pada sabun. Menurut SNI (1994), jumlah asam
lemak minimal sebesar 71%. Dalam suatu formulasi, asam lemak berperan sebagai
pengatur

konsistensi.

Asam lemak

diperoleh secara alami

melalui hidrolisis

trigliserida.(William dan Schmitt, 2002). Ditambahkan pula oleh Spitz (1996), bahwa
asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk larut dalam air. Hal ini akan membuat
sabun menjadi lebih tahan lama pada kondisi setelah digunakan.

2.7.8 Kadar Air ( Moisture Content )


Kadar air menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam suatu bahan.
Menurut SNI (1994), kadar air dalam sabun maksimum sebesar 15%. Faktor konsentrasi
gel lidah buaya dan bee pollen berpengaruh nyata terhadap kadar air sabun opaque.

2.7.9 Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai NaOH ( Free Alkali as NaOH )
Kelebihan alkali dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih pada proses
pembuatan sabun. Alkali bebas yang melebihi standar dapat menyebabkan kerusakan
kulit dan iritasi kulit lainnya. Kadar alkali bebas pada sabun maksimum sebesar 0,05%.
Alkali juga dapat merusak kulit dibandingkan dengan menghilangkan bahan berminyak
dari kulit. Sungguhpun demikian dalam penggunaan sabun dengan air akan terjadi proses
hidrolisis sehingga mendapatkan sabun yang baik maka diukur sifat alkalisnya yakni pH
5,8-10,5. (Erik, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Pada kulit yang kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak, beberapa penyakit
kulit sensitif terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian cairan sabun merupakan
kontra indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun pH menjadi 9,
walaupun kulit cepat bertukar kembali menjadi normal mungkin perubahan ini tidak
diinginkan pada penyakit kulit tertentu. (Lely Sari, 2003)
2.7.10 Garam Dapur (NaCl)
Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal
putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah
natrium chloride (NaCl). Senyawa natrium adalah penting dalam perindustrian kimia,
kaca, logam, kertas, petroleum, sabun, dan tekstil. Sabun pada umumnya merupakan
garam natrium dengan beberapa jenis asam lemak.
Natrium dalam bentuk logam merupakan wujud penting dalam pembuatan ester
dan dalam perkilangan senyawa organic. Logam alkali ini adalah juga merupakan wujud
dalam natrium chloride (NaCl). (Wikipedia, 2007)

2.7.11 Keretakan (Cracking Phenomena)


Palm Oil (PO) adalah minyak semipadat yang berasal dari mesocarpium buah sawit,
Elaesis guineensis. Palm Stearine (PS) adalah fraksi dari PO dan salah satu sumber yang
paling murah asam lemak C16 C18 yang digunakan dalam pembuatan sabun.
Bagaimanapun, PO mempunyai beberapa pembatasan ukuran ketika digabungkan ke
dalam formulasi sabun mandi. Sabun keras yang dihasilkan cenderung menjadi retak pada
kondisi kering ataupun basah.
Kekerasan (hardness) dan peristiwa keretakan (cracking phenomena) adalah dua
sifat-sifat penting sabun padat. Kedua sifat ini adalah saling berhubungan. Kekerasan
sabun tergantung pada bilangan iodine dari minyak atau lemak, yang mana menunjukkan
derajat kejenuhan dan ketidakjenuhan. Bilangan iodine yang rendah menunjukkan bahwa
minyak atau lemak mempunyai tingkat kejenuhan yang tinggi, dan sabun yang dihasilkan
umumnya padat. Keberadaan tingkat ketidakjenuhan dalam lemak mengurangi kekerasan

Universitas Sumatera Utara

sabun. Palm Stearine mempunyai bilangan iodine yang rendah, dan ini adalah satu sebab
untuk kekerasan sabun.
Keretakan dapat disebabkan sejumlah faktor seperti bentuk batangan (sabun),
tingkat distorsi (penyimpangan) kekosongan selama pencetakan (stamping), komposisi
jumlah bahan pewangi (fragrance) dan bahan-bahan aditif. Ada dua jenis cracking,
dinamakan kering dan basah (dry cracking dan wet cracking).

Cracking kering

dikarenakan celah yang disebabkan oleh udara yang masuk ke dalam sabun selama
tekanan akhir. Ini disebabkan sedikitnya vakum atau ketidakefisienan plodding. Cracking
basah terjadi pada batangan sabun selama penggunaan untuk mencuci dan biasanya
menimbulkan garis-garis keretakan pada batangan sabun. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.8. Energi Disosiasi Ikatan


Energi disosiasi ikatan merupakan energi yang diperlukan untuk memutuskan salah satu
ikatan 1 mol suatu molekul menjadi gugus-gugus molekul. Energi disosiasi ikatan
disimbolkan dengan huruf D.
(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliahweb/2009/0706593/energidisosiasimolekul.htm)

Bila atom saling terikat membentuk molekul, energi dilepaskan (biasanya sebagai
kalor atau cahaya). Jadi molekul agar terdisosiasi menjadi atom-atomnya, harus diberikan
energi. Ada dua cara agar ikatan terdisosiasi. Satu cara adalah karena pemaksapisahan
heterolitik (heterolytic cleavage) (Yunani, hetero, berbeda), dalam mana kedua elektron
ikatan dipertahankan pada satu atom. Hasil pembelahan heterolitik adalah sepasang ion.
(http://sanglazuardi.com/belajar-kimia/energidisosiasiikatan)

2.8.1 Pemaksapisahan heterolitik :


H

H H+ + H:-

Cl H+ + :Cl:-

Universitas Sumatera Utara

Suatu panah lengkung (

) digunakan dalam persamaan-persamaan ini untuk

menunjukkan arah ke mana pasangan elektron bergerak selama pemutusan ikatan. Dalam
pemaksapisahan heterolitik dari HCl atau H2O, elektron ikatan dipindahkan ke Cl atau O
yang lebih elektronegatif. (Ralph J. Fessenden, 1992)
Proses lain yang memungkinkan suatu ikatan terdisosiasi adalah pemaksapisahan
homolitik (Yunani, homo, sama). Dalam hal ini setiap atom yang turut dalam ikatan
kovalen menerima satu elektron dari pasangan yang saling dibagi yang asli. Yang
dihasilkan adalah atom yang secara listrik netral atau gugus atom.
(http://sanglazuardi.com/belajar-kimia/energidisosiasiikatan)

2.8.2 Pembelahan homolitik :


H

H H. + H.

Cl H. + .Cl
Panah lengkung dalam persamaan-persamaan ini hanya mempunyai separuh dari

kepala panahnya. Jenis panah separuh seperti ini, disebut kait-ikatan, dan digunakan
untuk menunjukkan arah pergeseran dari satu elektron, sedangkan panah lengkung
dengan kepala lengkap digunakan untuk menunjukkan arah pergeseran sepasang elektron.
(Ralph J. Fessenden, 1992)
Pemaksapisahan homolitik lebih berguna daripada pemaksapisahan heterolitik
dalam penentuan energi yang diperlukan untuk disosiasi ikatan karena perhitungan tak
disulitkan oleh tarikan ionik antara hasilnya. Dari penentuan komponen gas yang
terdisosiasi pada suhu tinggi, perubahan entalpiH (perubahan kadar kalor, atau energi)
telah dihitung untuk sejumlah besar disosiasi ikatan. Untuk reaksi CH4 CH3. + H. , H
sama dengan 104 kkal/mol. Dengan perkataan lain, untuk pemaksapisahan satu atom
hidrogen dari setiap atom karbon dalam satu mol CH4 memerlukan 104 kkal. Nilai ini
(104 kkal/mol) adalah energi disosiasi ikatan untuk ikatan H3C-H.

Universitas Sumatera Utara

Energi disosiasi ikatan untuk beberapa jenis ikatan disusun dalam tabel 2.14.
Untuk memecah ikatan yang lebih stabil memerlukan energi yang lebih besar. Misalnya,
pemaksapisahan dari HF menjadi H. dan F. (135 kkal/mol) adalah sukar dibandingkan
dengan pemaksapisahan ikatan O-O dalam hidrogen peroksida, HOOH (35 kkal/mol).
Dalam tabel 2.15, bahwa atom yang dihubungkan oleh ikatan ganda memerlukan
energi lebih banyak untuk disosiasi daripada atom yang sama dihubungkan oleh ikatan
tunggal (CHCH, 230 kkal/mol, terhadap CH 3-CH3, 88 kkal/mol). Selain itu pula bahwa
bagian lain dari molekul dapat mempengaruhi energi disosiasi ikatan :
H3C H + 104 kkal/mol H3C. + H. (lebih sukar)
(CH3)3C-H + 91 kkal/mol (CH3)3C. + H. (lebih mudah)
Tabel 2.14 Energi Disosiasi Ikatan yang terpilih (dalam kkal/mol)

E. Disosiasi
104

Ikatan C-H
CH3-H

E. Disosiasi
104

Ikatan CXa(halogen)
CH3-Cl

NN

226

CH3-CH2-H

98

CH3CH2-Cl

81.5

CH2=CH2

163

F-F

37

(CH3)2CH-H

94.5

(CH3)2CH-Cl

81

CHCH

230

Cl-Cl

58

(CH3)3C-H

91

(CH3)3C-Cl

78.5

Br-Br

46

CH2=CH-H

108

CH2=CH-Cl

84

I-I
H-F

36
135

CH3-Br
CH3CH2-Br

70
68

H-Cl
H-Br

103
87

(CH3)2CH-Br
(CH3)3C-Br

68
67

H-I
HO-OH

71

Ikatan
H-H

E. Disosiasi
83.5

Ikatan CC
CH3-CH3

E. Disosiasi
88

35

(Ralph J. Fessenden, 1982)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai