menghendaki suatu hasil peta yang mempunyai fungsi optimal, sehingga pengertian dan komunikasi antara data kolektor dengan
pemrosesan kartografis dan pengguna peta harus terjalin dengan baik.
2. SEJARAH KARTOGRAFI
Perkembangan kartografi dapat dikelompokkan dalam empat periode, yakni (1) periode kuno, (2) periode pertengahan, (3) periode
renaissance, dan (4) periode modern.
(1) Periode Kuno
Pembuatan peta pada periode ini masih dibuat secara manual dengan tangan (menuscript map). Peta peta pada periode kuno ini
terutama dibuat oleh orang orang Yunani dan Tiongkok dan mutu ilmiahnya cukup tinggi pada masa itu.
(2). Periode Pertengahan
Dalam periode ini perpetaan sangat dipengaruhi oleh aliran supernaturalisme Kristen. Pada periode ini mereke melukiskan muka
bumi ke dalam bentuk peta tidak menurut keadaan yang sebenarnya namun sesuai dengan jalan pikiran mereka dengan disertai
dengan perasaan yang artistic dan simbolik. Mereka beranggapan karena bumi adalah ciptaan Tuhan, dan Tuhan adalah Maha
Sempurna, sehingga dalam menggambarkan ciptaannya pun harus sempurna, dan sempurna menurut pandangan mereka masa itu
adalah semua kenampakannya harus digambarkan secara simetris. Karena perpetaan pada periode ini lebih dipenagruhi oleh aliran
suatu agama, maka perpetaan mengalami kemerosotan mutu hasil, bahkan dibanding dengan periode kuno hasil perpetaan pada
periode ini mutu hasilnya lebih rendah. Kondisi ini terjadi hingga periode tahun 800 an. Pada akhir periode ini telah mulai ada
metode pencetakan peta, meskipun masih sangat sederhana.
(3) Periode Renaisance
Pada periode ini terjadi perubahan mendasar dalam kartografi atau perpetaan, yakni terjadi pada sekitar tahun 1500 an, terjadi
kondisi yang demikian, antara lain karena beberapa factor, yakni: (a) adanya kesadaran para pembuat peta akan makna
ketinggalannya dalam perpetaan terhadap bangsa timur (Arab); (b) orang perpetaan mulai kembali ke prinsip prinsip kartografi
dan geografi; (c) peta peta dapat dicetak dengan cepat, dalam jumlah besar, dan harga yang murah; dan (d) mereka menyadari
makna ekspansi atau perkembangan wilayah yang pesat yang sangat memerlukan perpetaan.
(4) Periode Modern
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan pesat perpetaan pada periode modern, antara lain: (a) mulai tumbuh
kembangnya logika manusia, sehingga segala sesuatunya didasarkan atas logika; (b) mulai ditemukannya peralatan kartografi yang
baru, sehingga memberikan hasil perpetaan yang cepat dan lebih akurat; (c) terjadi peperangan di mana-mana sehingga sangat
memerlukan pembuatan peta pada wilayah wilayah tersebut; (d)mulai meluasnya hubungan inernasional, yang sangat memrlukan
perpetaan untuk kelancaran komunikasi; (e) pada periode ini telah mulai ditemukan dan dikembangkan teknik foto udara; dan (f)
adanya perkembangan ilmiah modern sangat mendukung perkembangan perpetaan pada periode modern ini.
3. PENGERTIAN SKALA DAN PROYEKSI PETA
Perbandingan jarak di peta dengan jarak sesungguhnya di muka bumi adalah skala peta atau sering disebut kedar. Atau skala
dapat diartikan perbandingan antara panjang garis garis bumi dengan jari jari globe.
Skala peta berdasarkan bentuk satuan angkanya disajikan ke dalam tiga jenis, yakni:
Skala numeric (skala angka, skala pecahan), skala ini menyatakan perbandingan jarak pada peta dengan jarak sebenarnya di muka
bumi yang penulisannya dalam bentuk angka pecahan atau numeric, misalnya 1:50.000, artinya pada jarak 1 satuan di peta sama
dengan jarak 50.000 satuan yang sebenarnya di lapangan.
Skala numeric inchi atau mil, pada skala ini menunjukkan bahwa pada jarak satu inchi atau mil di peta sama dengan jarak beberapa
inchi atau mil di lapangan. Penggunaan jenis skala ini lebih banyak digunakan untuk jenis peta topografi, khususnya pada negara
negara yang menggunakan satuan inchi atau mil. Misalnya skala 1:50.000 dalam satuan inchi, berarti 1 inchi di peta sama jaraknya
terhadap 50.000 inchi di lapangan.
Skala Grafis, jenis skala ini ditunjukkan dengan gambar bentuk garis lurus yang dibagi dalam bagian bagian dengan jarak atau
kesatuan panjang yang sama.
MEMPERBESAR DAN MEMPERKECIL SKALA PETA
Sesuai dengan kebutuhan penggambaran dan analisa peta, maka skala peta dapat diperbesar maupun diperkecil. Ada tiga cara
memperbesar dan memperkecil peta, yakni:
Gambar 1. Peta Dengan Skala Grafis
Pada contoh gambar 1 tersebut menunjukan bahwa skala grafis pertama menunjukkan pada jarak 4 inchi di peta sama dengan 16
miles di lapangan, skala garfis kedua menunjukkan jarak 4 inchi di peta sama dengan 50 miles di lapangan, skala grafis ketiga
menunjukkan pada jarak 4 inchi di peta sama dengan 20 miles di lapangan, dan skala grafis keempat menunjukkan pada jarak 1 cm
di peta sama dengan 40 km di lapangan.
Beberapa cara memperbesar dan memperkecil peta adalah sebagai berikut:
square methode , pada metode ini dilakukan dengan cara membuat grid atau petak petak pada peta dan pada kertas gambar.
Ukuran sisi masing masing peta disesuaikan dengan skala yang dikehendaki.
fotografis, pada metode ini dilakukan dengan cara peta yang ada dipotret, dan dengan mengatur jarak focus kamera maka akan
terjadi perbesaran atau pengecilan ukuran skala peta yang dipotret.
panthograph, pada metode ini dilakukan dengan cara menggunakan alat perbesaran dan pengecilan skala peta yang system
kerjanya hamprr sama dengan paralelograph. Alat ini yang telah banyak digunakan di Indonesia.
penggambaran.
KLASIFIKASI PROYEKSI PETA
Klasifikasi proyeksi poeta mendasarkan pada beberapa hal, yakni (1) berdasarkan garis karakteristiknya; (2) berdasarkan tingkat
kesalahannya; dan (3) berdasarkan konstruksinya.
Klasifikasi Proyeksi Peta Berdasarkan Garis Karakteristiknya, mendasarkan hal tersebut, maka proyeksi peta dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok, yakni: (a) proyeksi normal, yakni garis karakterIsitik berimpit dengan sumbu bumi; (b) proyeksi transversal,
yakni garis karakteristik tegak lurus dengan sumbu bumi; dan (c) proyeksi obligue (miring), yakni garis karakteristik membentuk
sudut lancip terhadap sumbu bumi.
Klasifikasi Proyeksi Peta Berdasarkan Tingkat Kesalahannya, mendasarkan hal tersebut maka proyeksi peta dapat dibagi menjadi
tiga kelompok, yakni (a) proyeksi equivalent, yakni proyeksi yang kebenarannya pada luasan yang tetap, pada proyeksi ini luasnya
tetap benar, artinya luas bagian-bagian dari peta sama luasnya dengan luas bagian-bagian pada globe dengan ukuran skala yang
sama; (b) proyeksi equidistant, yakni proyeksi yang kebenarannya pada jarak yang tetap, pada proyeksi ini jarak pada arah tertentu
pada peta sama jaraknya dengan jarak pada globe dengan ukuran skala yang sama; dan (c) proyeksi conform, yakni proyeksi yang
kebenarannya pada bentuk peta yang sama dengan bentuk globe dengan ukuran skala yang sama. Namun pada proyeksi conform
ini kebenaran bentuk yang tetap sama antara peta dan globe tersebut hanya mungkin untuk ukuran luas yang terbatas, olah karena
itu dituntut adanya persyaratan persyaratan lainnya, yakni (1) garis pararel dan meridian saling tegak lurus; (2) skala ke segala
arah pada titik harus sama, namun skala dari titik yang satu ke titik yang lain bias berbeda; dan (3) perbandingan unsur pararel dan
meridian tetap.
Klasifikasi Proyeksi Peta Berdasarkan Konstruksinya, mendasarkan konstruksinya proyeksi peta dibagi menjadi dua kelompok,
yakni (a) proyeksi perspektif, yakni proyeksi yang konstruksinya memang bersifat matematis, sehingga maknanya sama dengan
proyeksi pada umumnya; dan (b) proyeksi non perspektif, yakni proyeksi yang merupakan modifikasi dari proyeksi perspektif.
MEMILIH JENIS PROYEKSI PETA YANG DIGUNAKAN
Pada dasarnya tujuan proyeksi peta adalah memperkecil kesalahan dalam penggambaran bidang lengkung ke dalam bidang datar,
namun bagaimanapun juga kesalahan tetap pasti ini. Bahkan dalam proyeksi peta ada beberapa segi yang ditonjolkan
kebenarannya, meskipun dampaknya pada bagian bagian lainnya tingkat kesalahan cukup besar. Oleh karena itu ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebelum memilih jenis proyeksi yang akan digunakan, yakni (a) maksud dari pemetaan sendiri; (b)
luasan wilayah yang akan digambar; (c) bentuk wilayah yang akan digambarkan; (d) lokasi atau letak wilayah yang akan digambar;
dan (e) kemudahan dalam penggambarannya.
A. Proyeksi Azimuthal
Proyeksi Azimuthe atau Proyeksi zimuthal adalah proyeksi peta yang menggunakan bidang datar sebagai bidang proyeksi. Pada
proyeksi ini, bila bola bumi menyinggung bidang proyeksi pada salah satu kutub (kutub utara atau selatan) maka disebut Proyeksi
Azimuthal Normal, sedangkan bila menyinggung pada salah satu titik equator maka disebut Proyeksi Azimuthal Equatorial, dan bila
menyinggung di salah satu titik di sembarang tempat pada bola bumi maka disebut Proyeksi Azimuthal Miring (oblique). Beberapa
contoh dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3. Proyeksi Peta
B. Proyeksi Silinder
Proyeksi silinder yang sebenarnya, menggunakan bidang silinder sebagai bidang proyeksinya. Kenampakan yang ada pada bola
bumi (globe) diproyeksikan ke bidang silinder tersebut, kemudian bidang silinder dipotong dan dibuka menjadi bidang datar.
Sifat proyeksi silinder yang normal adalah lingkaran-lingkaran meridian diproyeksikan menjadi garis-garis lurus vertikal yang sejajar.
Lingkaran-lingkaran paralel diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang sejajar dan tegak lurus dengan meridian-meridian. Pada
proyeksi silinder normal ini artinya bahwa sumbu bumi berimpit dengan sumbu silinder, dan menyinggung equator. Namun dapat
pula bidang proyeksi memotong bola bumi pada suatu paralel. Untuk lebih jelasnya dapat melihat contoh gambar.
Gambar4 Proyeksi Silinder Mercator
C. Proyeksi Kerucut
Bila kita meletakkan kerucut pad bola bumi (globe) maka kerucut itu akan menyinggung bola bumi sepanjang lingkaran
singgungnya. Bila posisi kerucut tersebut normal, maka garis singgung daari bidang kerucut dengan bola bumi tersebut berada di
suatu parallel, dan parallel ini disebut dengan parallel standard. Dimana pada parallel standard yang tidak mengalami distorsi
(penyimpangan) berarati faktor skala (scale factor) = 1.]
Factor skala = k = jarak di peta
jarak di bumi
Kedudukan sumbu kerucut terhadap sumbu bola bumi dapat normal, miring dan transversal.
Bila kerucut menyinggung bola bumi, maka disebut tangent (tangential) terghadap bola bumi, dan berarti hanya ada satu parallel
standard. Nemun bila kerucut memotong bola bumi, maka disebut secant terhadap bola bumi, dan berarti ada 2 (dua) parallel
standard. Adanya dua paralel standard berguna untuk memperkecil distorsi, karena bila daerah yang akan dipetakan membentang
dari utara-selatan, kalau hanya memakai satu parallel standard, maka daerah yang jauh dari parallel standard terrsebut akan
mengalami distorsi yang besar.
Contoh-sontoh proyeksi kerucut yang sederhana dapat dilihat dari gambar di bawah.
berakhir dengan huruf X pada jalur 720 U dan 840 U (huruf I dan 0 tidak digunakan).
Dalam penerpaan sistem UTM bagi peta-peta Dasar Nasional seluruh wilayah Indonesia terbagi dalam 9 wilayah (zone) yang
masing-masing mempunyai lebar 60 bujur, mulai dari meridian 900 timur sampai dengan meridian 1440 bujur timur dengan batas
garis paralel 100 lintang utara dan 150 lintang selatan dengan 4 satuan daerah yaitu L, M, N, dan P. sebagai bidang referensi
digunakan Spheroid GRS 1967 (Geodetic Reference System 1967) dengan dimensi :
radius equator (a) = 666378160 m
penggepengan (f) = 1 ; 298,25
DAFTAR PUSTAKA
Bos, E.S. 1978. Thematic Cartographic Prin.iples in Thematic Mapping, I.T.C. The Netherland.
I.C.A. 1984. Basic Cartography. BAS Printers Limited, Hamp shire.
Keates, J. 1976. Cartographic Design and Production. Longman Ltd, London.
Muehrcke C, Phillip. 1978. Map Use: Reading, Analysis, and Interpretation. Wisconsin, USA.
Oxtoby P.J. and Brown, A. 1976. Cartographic Techniques, I.T.C. The Netherland.
Robinson Arthur, Elements of Cartography, John Wiley & Sons, New York, U.S.A.
Sijmons, K. and Oxtoby, P.J. 1983. Map Projection, I.T.C. The Netherland.
Surjosumarto. 1977. Menmbaca Peta. Jakarta.
Truran, H.C. 1977. Statistical Map and Diagram. Heinemann Educational Books Ltd, London.