Anda di halaman 1dari 36

PORTOFOLIO

Praktikum Farmasi Simulasi


Penggunaan Obat-obatan pada Usia Lanjut
(obat antidiabetes, obat jantung, obat asma dan pembuluh darah)

Disusun Oleh :
Kelompok 2 Genap
Chairul Umam Kusuma

PO.71.39.0.12.006

Isra Tri Hardianti

PO.71.39.0.12.020

Lucky Handayani

PO.71.39.0.12.022

Marisa Sundari

PO.71.39.0.12.024

Mema Cenovita

PO.71.39.0.12.026

Nilam Permatasari

PO.71.39.0.12.028

Kelas : III Reguler A


Dosen Pembimbing

: Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN FARMASI
2014/2015
LEMBAR PENGESAHAN
Portofolio yang berjudul
Penggunaan Obat-obatan pada Usia Lanjut
(obat antidiabetes, obat jantung, obat asma dan pembuluh darah)

Yang disusun oleh:

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Chairul Umam Kusuma


Isra Tri Hardianti
Lucky Handayani
Marisa Sundari
Mema Cenovita
Nilam Permatasari

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing


Poltekkes Kemenkes Palembang pada tanggal 5 November 2014

Mengetahui,
Pembimbing

Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt, M.Kes


NIP. 196302141994021001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya lah kami dapat menyusun portofolio yang berjudul Penggunaan Obat-obatan
pada Usia Lanjut (obat antidiabetes, obat jantung, obat asma dan pembuluh darah) yang
bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Farmasi Simulasi yang mana portofolio
ini ditujukan sebagai pedoman praktikum Farmasi Simulasi khususnya pelayanan obat pada
ibu hamil. Dalam penyusunan portofolio , kami memperoleh data dari berbagai media cetak
maupun media elektronik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan portofolio ini masih banyak kekurangan.
Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar kami dapat
menyusun portofolio selanjutnya dengan lebih baik dan kiranya portofolio ini dapat memberi
manfaat bagi para pembaca. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan meminta maaf
apabila ada kesalahan dalam penulisan portofolio ini.

Palembang, 6 November 2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Boedi, 2006)
Pemberian obat atau terapi untuk kaum lansia, memang banyak masalahnya, karena
beberapa obat sering beinteraksi. Kondisi patologi pada golongan usia lanjut, cenderung
membuat lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan dengan pasien yang lebih
muda sehingga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami efek samping dan interaksi obat
yang merugikan (Anonim, 2004).
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat
sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada
seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis rasional dihubungkan dengan
diagnosis yang diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti

terjadi

interaksi obat yang sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi
atau kematian. Kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang
biasanya menderita lebih dari satu penyakit. Penyakit utama yang menyerang lansia ialah
hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus,
gangguan fungsi ginjal dan hati. Selain itu, juga terjadi keadaan yang sering mengganggu
lansia

seperti

gangguan

fungsi

kognitif,

keseimbangan

badan,

penglihatan

dan

pendengaran. Semua keadaan ini menyebabkan lansia memperoleh pengobatan yang


banyak jenisnya (Darmansjah, 1994).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Mahasiswa D3 farmasi mengetahui tentang pelayanan kefarmasian pada usia
lanjut ?
2. Apakah mahasiswa dapat menerapkan ilmu kefarmasian dengan konsep pelayanan
berstandar KIE (Komunikatif, Informatif, Edukatif)?
C. TUJUAN
1. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa D3 farmasi tentang pelayanan
kefarmasianterhadap usia lanjut di apotek?
2. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu kefarmasian

dengankonsep

pelayanan

berstandar KIE (Komunikatif, Informatif,Edukatif)


D. MANFAAT
1. Meningkatkan

mutu

kefarmasian

sebagai

kompetensi

dalam

melayani

dan

memberikan informasi kepada pelanggan dalam hal pelayanan kefarmasian pada usia
lanjut (manula).

2. Mahasiswa dapat menerapkan secara nyata pelayanan kefarmasian sesuai standart


kompetensi ahli madya farmasi ,sehingga memudahkan mahasiswa ketika memasuki
dunia kerja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Usia Lanjut
Pada usia lanjut perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga mengubah
absorbsi obat, misalnya meningkatnya pH lambung, menurunnya aliran darah ke usus

akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu pengosongan lambung dan gerak
saluran cerna. Oleh karena itu, kecepatan dan tingkat absorbsi obat tidak berubah pada usia
lanjut, kecuali pada beberapa obat seperti fenotain, barbiturat, dan prozasin (Bustami,
2001).
Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan tubuh
dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi pada beberapa obat
dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan sel darah merah dan jaringan tubuh
termasuk organ target. Pada usia lanjut terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh
tanpa lemak dan cairan tubuh total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin
plasma. Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebih menjadi
berarti bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu juga
dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada beberapa obat dan
kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi eliminasi lebih cepat.
Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan cara
penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh
kecepatan ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya membuat obat
menjadi lebih larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang aktif atau dengan ekskresi
metabolitnya oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati, antara lain
melalui ambilan (uptake) oleh reseptor dihati dan melalui metabolisme sehingga
bersihannya tergantung pada kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada usia lanjut,
penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan ekskresi obat yang
tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol.
Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya
obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya
berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga dengan
bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia
lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan
filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Akan
tetapi, kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya tetap normal.
Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin dan
litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus
dan tubulus (Bustami, 2001).
B. Perubahan Fisiologis Lansia
Perubahan Sistem Respiratori
Pada kelompok usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik dan fisiologis yang
mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan

atau organ. Perubahan tersebut salah satunya adalah sistem respirasi. Fungsi primer dari
sistem respirasi adalah menyuplai O2 ke darah dan membuang CO2. Ketika ada faktor
yang mendukung, seperti penyakit, tempat dengan kebutuhan O2 yang banyak di dalam
tubuh, perubahan sistem pernapasan mungkin mempengaruhi fungsi keseluruhan dari
lansia. Perubahan yang terjadi tersebut bukanlah suatu hal yang abnormal, melainkan hal
yang wajar dan terdapat mekanisme kompensasi yang menyertai segala perubahan yang
terjadi.
Berdasarkan studi literatur, berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perubahan
anatomis dan fisiologis sistem respirasi pada lansia. Lansia mengalami penuaan normal
yang dialami tubuhnya, khususnya sistem respirasi.
1. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan sekret.
3. Penurunan aktivitas paru ( mengembang& mengempisnya ) sehingga jumlah udara
pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang
tenang kira kira 500 ml.
4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m),
menyebabkan terganggunya proses difusi.
5. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari
hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun
yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari
saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi. Perubahan Anatomi
Menurut Stanley (2007),
perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai
berikut :
Paru-paru kecil dan kendur.
Hilangnya recoil elastic.
Pembesaran alveoli.
Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
Kelenjar mucus kurang produktif.
Penurunan sensivitas sfingter esophagus
8. Penurunan sensivitas kemoreseptor. Perubahan-perubahan ini, bila dikombinasikan
dengan sekitar 50% pengurangan respon hipoksia dan hiperkapnia pada usia 65
tahun, dapat mengakibatkan penurunan efisiensi tidur dan penurunan kapasitas

aktivitasnya. Perubahan Fisiologis Proses penuaan menyebabkan beberapa


perubahan structural dan fungsional pada toraks dan paru paru. Kita ketahui
bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida
antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi
kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapiler kapiler yang kurang
berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru
paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh Daya pegas paru paru
berkurang, sehingga secara normal menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi
disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena
dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah, maka menyebabkan
kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun.Dekalsifikasi iga dan peningkatan
klasifiaksi dari akrtilago kostal juga terjadi.Membran mukosa lebih kering, sehingga
menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi terhadap infeksi
pernapasan.(Maryam, 2008).
Sedangkan menurut Stokslager, 2003 perubahan fisiologis pada sisitem pernapasan
sebagian berikut:
Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
Atrofi umum tonsil.
Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan
metabolism kalsium dan kartilago iga.
Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
Kifosis.
Degenerasi atau atrofi otot pernapasan
9. Toleransi rendah terhadap oksigen. Implikasi klinis dari perubahan pada sistem
respirasi sangat banyak. Perubahan struktural, perubahan fungsi pulmonal, dan
perubahan sistem imun mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami
kegagalan respirasi akibat infeksi, kanker paru, emboli pulmonal, dan penyakit kronis
seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Di bawah ini merupakan
tabel yang menunjukkan perubahan anatomis dan gangguan fungsi pulmonal
(Stanley, 2007)
Perubahan Hasil Perubahan Kalsifikasi kartilago kosta Peningkatan diameter
anteropostterior Peningkatan pernapasan abdomen dan diafragma Peningkatan
kerja pernapasan Penurunan PaO2 Atrofi otot pernapasan Peningkatan risiko untuk
terjadinya kelelahan otot inspirasi Penurunan kecepatan aliran ekspirasi maksimal
Penurunan dalam rekoil elastis Peningkatan volume penutupan Peningkatan udara
yang terjebak Ketidakcocokan ventilasi perfusi Peningkatan volume residu
Menurunnya kekuatan kapasitas vital Menurunnya kapasitas vital Pembesaran
duktus alveolar Menurunnya area permukaan alveolar Peningkatan ukuran dan

kekakuan trakea dan jalan napas pusat Menurunnya kapasitas difusi Peningkatan
ruang mati Di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan penyebab perubahan
cadangan fisiologis dan mekanisme perlindungan pulmonal (Stanley, 2007):
Perubahan Hasil Konsekuensi Hilangnya silia Kurang efektifnya peningkatan
mukosilia Peningkatan risiko gangguan respirasi Penurunan refleks muntah dan
batuk Jalan napas yang tidak terlindung Peningkatan risiko cedera pulmonal
Penumpukan respon terhadap hipoksemia dan hiperkapnia Penurunan saturasi O2
Penurunan cadangan fisiologis Penurunan fungsi limfosit T dan imunitas humoral
Penurunan respon antibodi terhadap antigen spesifik Peningkatan kerentanan
terhadap infeksi Berkurangnya respon hipersensitivitas lambat Penurunan efisiensi
dan vaksinasi Penurunan fungsi reseptor 2 Penurunan respon terhadap agonis 2
yang dihirup Peningkatan kesulitan dalam menangani asma Penurunan motilitas
esofagus dan gaster dan hilangnya tonus sfingter kardiak Peningkatan risiko refluks
ke esofagus Peningkatan risiko terjadinya aspirasi Pada lansia yang sehat, paru-paru
menjadi lebih kecil dan lebih lemah, dan berat mereka berkurang kira-kira 20%.
Di bawah ini terdapat tabel yang menunjukkan perubahan beberapa indikator fungsi
paru-paru berkaitan dengan lansia (Ebersole, 2005): Indikator Perubahan Volume
tidal Volume resiidu Kapasitas vital Kapasitas total paru Volume paksa ekspirasi
Tidak ada Meningkat 50 % Berkurang 25 % Tidak berubah, sebagai hasil dari
mekanisme kompensasi Menurun Perubahan-perubahan anatomis dan fisiologis
yang terjadi karena penuaan pada lansia merupakan suatu hal yang normal. Pada
tubuh lansia sendiri terdapat mekanisme yang bekerja untuk mengkompensasi
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut. Namun, jika terdapat faktor-faktor
pendukung terjadinya penyakit pernapasan pada lansia seperti riwayat merokok atau
riwayat penyakit pernapasan lainnya, mekanisme kompensasi tersebut akan
berkurang fungsinya dan akan memperparah kondisi sistem respirasi lansia.
C. Interaksi Farmakokinetik
1. Fungsi Ginjal
Perubahan paling berarti saat memasuki usia lanjut ialah berkurangnya fungsi ginjal
dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal atau kadar
kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat sering berkurang, sehingga
memperpanjang intensitas kerjanya. Obat yang mempunyai half-life panjang perlu diberi
dalam dosis lebih kecil bila efek sampingnya berbahaya. Dua obat yang sering diberikan
kepada lansia ialah glibenklamid dan digoksin. Glibenklamid, obat diabetes dengan masa
kerja panjang (tergantung besarnya dosis) misalnya, perlu diberikan dengan dosis terbagi
yang lebih kecil ketimbang dosis tunggal besar yang dianjurkan produsen. Digoksin juga
mempunyai waktu-paruh panjang dan merupakan obat lansia yang menimbulkan efek

samping terbanyak di Jerman karena dokter Jerman memakainya berlebihan, walaupun


sekarang digoksin sudah digantikan dengan furosemid untuk mengobati payah jantung
sebagai first-line drug (Darmansjah, 1994).
Karena kreatinin tidak bisa dipakai sebagai kriteria fungsi ginjal, maka harus
digunakan nilai creatinine-clearance untuk memperkirakan dosis obat yang renal-toxic,
misalnya aminoglikoside seperti gentamisin. Penyakit akut seperti infark miokard dan
pielonefritis akut juga sering menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan ekskresi obat.
Dosis yang lebih kecil diberikan bila terjadi penurunan fungsi ginjal, khususnya bila
memberi obat yang mempunyai batas keamanan yang sempit. Alopurinol dan petidin, dua
obat yang sering digunakan pada lansia dapat memproduksi metabolit aktif, sehingga
kedua obat ini juga perlu diberi dalam dosis lebih kecil pada lansia.
2. Fungsi Hati
Hati memiliki kapasitas yang lebih besar daripada ginjal, sehingga penurunan
fungsinya tidak begitu berpengaruh. Ini tentu terjadi hingga suatu batas. Batas ini lebih
sulit ditentukan karena peninggian nilai ALT tidak seperti penurunan creatinine-clearance.
ALT tidak mencerminkan fungsi tetapi lebih merupakan marker kerusakan sel hati dan
karena kapasitas hati sangat besar, kerusakan sebagian sel dapat diambil alih oleh selsel hati yang sehat. ALT juga tidak bisa dipakai sebagai parameter kapan perlu
membatasi obat tertentu. Hanya anjuran umum bisa diberlakukan bila ALT melebihi 2-3
kali nilai normal sebaiknya mengganti obat dengan yang tidak dimetabolisme oleh hati.
Misalnya pemakaian methylprednisolon, prednison dimetabolisme menjadi prednisolon
oleh hati. Hal ini tidak begitu perlu untuk dilakukan bila dosis prednison normal atau bila
hati berfungsi normal. Kejenuhan metabolisme oleh hati bisa terjadi bila diperlukan
bantuan hati untuk metabolisme dengan obat-obat tertentu.
First-pass effect dan pengikatan obat oleh protein (protein-binding) berpengaruh
penting secara farmakokinetik. Obat yang diberikan oral diserap oleh usus dan sebagian
terbesar akan melalui Vena porta dan langsung masuk ke hati sebelum memasuki
sirkulasi umum. Hati akan melakukan metabolisme obat yang disebut first-pass effect dan
mekanisme ini dapat mengurangi kadar plasma hingga 30% atau lebih. Kadar yang
kemudian ditemukan dalam plasma merupakan bioavailability suatu produk yang
dinyatakan dalam prosentase dari dosis yang ditelan. Obat yang diberikan secara intravena tidak akan melalui hati dahulu tapi langsung masuk dalam sirkulasi umum. Karena
itu untuk obat-obat tertentu yang mengalami first-pass effect dosis IV sering jauh lebih
kecil daripada dosis oral.
Protein-binding juga dapat menimbulkan efek samping serius. Obat yang diikat
banyak oleh protein dapat digeser oleh obat lain yang berkompetisi untuk ikatan dengan
protein seperti aspirin, sehingga kadar aktif obat pertama meninggi sekali dalam darah
dan menimbulkan efek samping. Warfarin, misalnya, diikat oleh protein (albumin)
sebanyak 99% dan hanya 1% merupakan bagian yang bebas dan aktif. Proses

redistribusi menyebabkan 1% ini dipertahankan selama obat bekerja. Bila kemudian


diberi aspirin yang 80-90% diikat oleh protein, aspirin menggeser ikatan warfarin kepada
protein sehingga kadar warfarin-bebas naik mendadak, yang akhirnya menimbulkan efek
samping perdarahan spontan. Aspirin sebagai antiplatelet juga akan menambah
intensitas perdarahan. Hal ini juga dapat terjadi pada aspirin yang mempunyai waktuparuh plasma hanya 15 menit. Sebagian besar mungkin tidak berpengaruh secara klinis,
tetapi untuk obat yang batas keamanannya sempit dapat membahayakan penderita
(Boestami, 2001)biokimia seluler, pengaruhnya akan terlihat bila mekanisme regulasi
homeostatis melemah (Boedi, 2006)
D. Interaksi Farmakodinamik
Interkasi farmakodinamik pada usia lanjut dapat menyebabkan respons reseptor
obat dan target organ berubah, sehingga sensitivitas terhadap efek obat menjadi lain. Ini
menyebabkan kadang dosis harus disesuaikan dan sering harus dikurangi. Misalnya
opiod dan benzodiazepin menimbulkan efek yang sangat nyata terhadap susunan saraf
pusat. Benzodiazepin dalam dosis normal dapat menimbulkan rasa ngantuk dan tidur
berkepanjangan. Antihistamin sedatif seperti klorfeniramin (CTM) juga perlu diberi dalam
dosis lebih kecil (tablet 4 mg memang terlalu besar) pada lansia.
Mekanisme terhadap baroreseptor biasanya kurang sempurna pada usia lanjut,
sehingga obat antihipertensi seperti prazosin, suatu 1 adrenergic blocker, dapat
menimbulkan

hipotensi

ortostatik;

antihipertensi

lain,

diuretik

furosemide

dan

antidepresan trisiklik dapat juga menyebabkannya (Darmansjah, 1994)


E. Penyakit-penyakit yang di alami pada Lasia
1. Gangguan Kardiovaskular
Jantung serta pembuluh darah sering

mengalami

kerusakan

berupa

penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah. Hal ini sangat meningkat resiko
terjadinya gangguan jantung berupa penyakit jantung koroner, gagal jantung akibat
tekanan darah tinggi, dan lain-lain.
PJK merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada lansia. Dengan
mengkombinasikan laporan insiden MI dan Angina Pektoris, badan National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) III di USA, didapat data bahwa sekitar 27% pria
dan 17% wanita berusia 80 tahun ke atas menderita PJK. Sedangkan pada kelompok
umur 65-74 tahun, didapat 64% masalah jantung pada pria dan 60% pada wanita adalah
PJK.
Resiko seseorang untuk menderita PJK adalah satu dari tiga untuk pria, dan satu
dari empat untuk wanita. Di atas umur 65 tahun, tingkat mortalitas akibat MI adalah
tinggi. Sekitar 8% meninggal setiap tahunnya akibat MI dan sisanya diperkirakan akan
mengalami serangan infark yang fatal dalam waktu 10 tahun ke depan. Akan tetapi, lebih
dari sepertiga kasus MI tidak diketahui, entah karena perjalanan penyakitnya yang laten

atau karena gejalanya yang tidak khas. PJK adalah manifestasi umum dari keadaaan
pembuluh darah yang mengalami pengerasan dan penebalan dinding, disebut juga
Aterosklerosis. Tapi selain itu stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi dan kelainan arteri
koronaria kongenital juga dapat menyebabkan PJK.
Selain itu, enyempitan pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan aliran
darah. Pada tungkai (kaki), gangguan darah ini sering dikeluhkan berupa berat bila
berjalan jauh, kesemutan, dan pada penderita diabetes (kencing manis) lambatnya
penyembuhan luka.Gangguan

aliran

darah

dalam

pembuluh

darah otak

dapat

mengakibatkan penurunan fungsi otak yang sering berupa pikun atau pelupa, sulit
berkonsentrasi. Gangguan aliran darah di otak (pendarahan otak dan penyumbatan
pembuluh darah) yang berat dapat berakibat stroke

dengan resiko kelumpuhan

dan bahkan kematian. Gangguan aliran darah ke ginjal dapat menurunkan fungsi
ginjal dan dirasakan dalam bentuk peningkatan tekanan darah ( hipertensi ),
pembengkakan

pada wajah, pembengkakan pada tungkai bilamana banyak berjalan

atau duduk.
2. Hipertensi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi
meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik
dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65
tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60
tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri
Semarang, 2008).
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena
menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat
memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal
jantung, dan gagal ginjal
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi
faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas
usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada
usia lanjut dibedakan atas:
a) Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b) Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008).
3. Diabetes Melitus

Diabetes adalah suatu kondisi yang ditandai meningkatnya kadar gula dalam darah
(hyperglycemia) sehingga menimbulkan risiko kerusakan microvascular (retinopathy,
nephropathy dan sakit saraf). Dan macrovascular (stroke, tekanan darah tinggi dan
kelainan jantung). Diabetes adalah suatu sindroma yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah disebabkan oleh karena adanya kelainan pada sel beta pada pulau
langerhans kelenjar pankreas.
Seseorang didiagnosis diabetes jika terdapat keluhan khas seperti poliuria,
polidipsia, polipagia dan penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya disertai
dengan nilai pemeriksaan darah sewaktu 200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126
mg/dl ataupun kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada pengukuran TTGO (tes toleransi
glukosa oral) yang diukur kadar glukosa 2 jam setelah minum 75 g glukosa (Suyono,
2005).
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan
kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut
maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti
jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang.
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah
masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang
menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan
200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan
yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi,
sekitar 20% dari lansia berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah
sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang,
gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.
Jenis diabetes ada 2 :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada diabetes melitus tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadi kekurangan hormon
insulin pada proses penyerapan makanan. DM tipe I atau disebut DM yang tergantung
pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
karena kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita
DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan
memerlukan insulin seumur hidup.
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Jika pada Diabetes Melitus 1 penyebab utamanya adalah dari malfungsi kelenjar
pankreas pada Diabetes Melitus Tipe 2, gangguan utama justru terjadi pada volume
reseptor (penerima) hormon insulin yakni sel-sel darah. Dalam kondisi ini produktifitas
hormon insulin bekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh kuantitas volume

reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. DM
tipe II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang
ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan
meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia (Anonim, 2003).

BAB III
TINJAUAN RESEP
A. Resep
1. Resep 1
dr. Budiman SpD
RS CH Palembang
Palembang, 5 November 2014
R/Levemir Flexpen

No.I

10 IU

S 1 d d malam
R/ Lodem Tab

No. XXX

S 1 d d tab p.c
Dr. Muslim 1/2
-----------------------------da
Poli RS. Telkom Palembang
Palembang,
5 November 2014
R/ Gludepatic 500
tab No. LX
S 2 d d I p.c
-----------------------------da 1/2
R/ Amoxilin 500
No.XV
S3dd
Pro : Dani Martin
Salbutamol
No.Budi
X No. 135 Palembang
Alamat R/
: KM.
12 Lorong
S 1 d d tab
2. Resep 2

Pro : Akbar P
Alamat: Perum Telkom Kertapati

APOTEK SIMULASI FARMA


Jl. Ismail Marzuki No. 5341/171
Tlp. 0711-352071
SALINAN RESEP
Nomor
:1234
Dari Dokter : dr. Muslim
Pro
: Dani Martin
Dibuat tanggal: 5 november 2014
R/Levemir Flexpen
S 1 d d malam

No.I

10 IU

R/ Lodem Tab
No. XXX
S 1 d d tab p.c
-----------------------------det 1/2
R/ Gludepatic 500 tab
No. LX
S 2 d d I p.c
-----------------------------det 1/2
Palembang, 6 November 2014
p.c.c
B. Salinan Resep

cap apotek

1. Resep 1
Mona Rahmi Rulianti, M. Farm, Apt
SIA : 14.05/PROMKES&SDK/DK/IV/2012

C. Perhitungan Bahan
Resep 1
1. Levemir flexpen 10 IU
Penggunaan 1 x sehari pada malam hari setelah makan malam atau sebelum tidur
2. Lodem tablet

= x 30 tablet = 15 tablet

Penggunaan 1 x sehari 1 tablet setelah makan pagi


3. Gludepatic 500 mg tablet = x 60 tablet = 30 tablet
Penggunaan 2 x sehari 1 tablet setelah makan pagi dan malam
Resep 2
1. Amoxil 500 mg = 15 capsul
Penggunaan 3 x sehari 1 capsul

2. Salbutamol = 10 tablet
Penggunaan 2 x sehari 1 tablet
D. Perhitungan dosis

E. Monografi Bahan
1. Levemir
Komposisi
Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat
Indikasi
Dosis
Pemberian Obat

: Insulin determir 100 IU / ml


: 5 flexpen 3 ml
: Rp 223.500,: PT. Novo Nordisk
:K
: Diabetes Melitus
: Subkutan, dosis individual
: Diberikan sebelum atau sesudah makan. Untuk pasien yang

diterapi dengan rejimen 1 x/ hari, dosis malam dapat diberikan bersama makan

malam atau menjelang tidur atau 12 jam sesudah pemberian dosis pagi
Interaksi Obat
: Obat antidiabetik oral, MAOI, penyekat non selektif, ACE
inhibitor, salisilat, alkohol, tiazid, glukokortikoid, hormon tiroid, simpatomimetik ,
hormon pertumbuhan, danazol, okreotid/ lanreotid dapat meningkatkan atau

menurunkan efeknya.
Efek Samping
: Hipoglikemia, reaksi pada tempat injeksi seperti gatal/

kemerahan pada lokasi penyuntikan.


Penyimpanan
: Simpan pada suhu antara 2-8 C dilemari es bukan di
freezer sebelum penggunaan pertama. Setelah penggunaan pertama, jangan

disimpan dilemari es. Melainkan disuhu kamar, tidak melebihi 30 C.


Perhatian
: Kondisi infeksi dan demam, Hipoalbuminea berat, Dapat
mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin, Hamil dan laktasi.
2. Lodem tab
Komposisi
Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat
Indikasi

: Glikuidone 30 mg
: 10 x 10
: Rp 2.100 / tablet
: PT. Dexa Medica
:K
: Diabetes Militus tipe 2 yang tidak terkontrol dengan diet

Kontraindikasi

: IDDM, koma & prekoma diabetes & gangguan keseimbangan

metabolik yang ekstrim dengan 8kecenderungan ke keadaan asidosis atau ketosis,


atau dalam kondisi stress karna pembedahan atau infeksi akut. Gagal fungsi hati

atau ginjal berat, porfiria, hamil & menyusui


Dosis
: Awal : sehari 15 mg sebelum makan pagi, dosis dapat
ditingkatkan perlahan dengan kenaikan sebesar 15 mgHingga diperoleh dosis 45-60

mg dalam 2-3 dosis terbagi, Dengan dosis terbesar diberikan sebelum makan pagi.
Maks
: dosis tunggal 560 mg
Dosis seharian
: sehari 2x 10 mg
Farmakokinetik
: Gliquidone diabsorpsi dari usus (95%), dan mencapai kadar
maksimum dalam plasma setelah 2-3 jam. Pemberian gliquidone tunggal 30 mg
secara oral memberikan kadar maksimum plasma rata-rata 500-700 g/l 2-3 jam
setelah pemberian. Dalam 1,5 jam, konsentrasi ini akan turun separuhnya.
Perbandingan antara relawan sehat dan penderita diabetes tanpa gangguan ginjal
memperlihatkan tidak ada perubahan kadar gliquidone dalam plasma dan darah
dibandingkan dengan penderita nondiabetes dan diabetes yang disertai dengan
gangguan ginjal. Gliquidone dimetabolisme secara ekstensif, hasil metabolisme
utama adalah O-desmethylgliquidone. Deaktivasi metabolit utama dapat dicapai
dengan demetilasi di hati. 95% gliquidone diekskresikan sebagian besar sebagai
metabolit pada feses lewat empedu, obat ini dapat digunakan pada pasien dengan
kerusakan

fungsi

ginjal

karena

obat

tampaknya

tidak

diakumulasi.

Hanya sejumlah kecil dari metabolit yang diekskresi melalui ginjal. Rata-rata hanya
5% dari dosis yang diberikan, dan itu dalam bentuk hasil metabolisme, ditemukan di

urin, tanpa menghiraukan cara pemberian dan jumlah yang diberikan.


Farmakologi
: Gliquidone merupakan obat antidiabetik oral dari golongan
sulfonilurea. Sama seperti sulfonilurea lainnya, gliquidone terutama bekerja dengan
cara menstimulasi sel pada islet Langerhans pankreas untuk melepaskan insulin
endogen. Gliquidone merupakan obat antidiabetik oral yang efektif Seperti
sulfonilurea lainnya, gliquidone bekerja dengan cara menstimulasi influks kalsium ke
dalam sel pankreas dan dengan cepat merangsang pelepasan insulin. Gliquidone
juga memiliki efek ekstra pankreas. Obat ini menyebabkan jaringan-jaringan perifer
menjadi lebih sensitif terhadap insulin, kemungkinan dengan adanya penambahan
jumlah reseptor insulin, dan hasilnya adalah penurunan sintesis insulin secara
keseluruhan.

Gliquidone,

seperti

halnya

sulfonilurea

lainnya,

membutuhkan

keberadaan sel-sel pankreas yang masih berfungsi untuk efek hipoglikemiknya.


Gliquidone dapat menyebabkan hipoglikemia terutama bila diberikan secara
berlebihan, hal ini dapat disebabkan oleh lebih cepatnya insulin yang dilepaskan dari
pankreas dibandingkan dengan glibenklamid.Gliquidone, seperti halnya sulfonilurea

lainnya, memiliki efek inotropik positif, namun tidak ada bukti pada penggunaan

secara klinis.
Pemberian Obat
Interaksi Obat

: Berikan 1/2 jam sebelum makan.


: Barbiturat, vasopresin, antikoagulan oral, alkohol, salisilat,

sulfonilamid, fenilbutazon, tuberkulostatik, kloramfenikol, antikoagulan, MAOI,


penyekat,

adrenergik,

mikonazol,

kotrimoksazol,

sulfinpirazol,

sulfoniurea,

kontrasepsi oral, klorpromazin, obat simpatomimetik, kortikosteroid, hormon tiroid,

produk yang mengandung asam nikotinat.


Efek Samping
: Hipoglikemi, alergi, ruam kulit, intolerandi gagal ginjal, mual &

muntah, tidak enak badan, kehilangan konsentrasi & Penurunan kesadaran


Perhatian
: Lansia atau dalam kondidi lemah. Penggunaan bersama
Denganterapi antidiabetik oral. Efek obat dapat ditingkatkan oleh kerja fisik.

3. Gludepatic
Komposisi
Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat
Indikasi

: Metformin hidroclorida 500 mg


: Dus 10x10 tab
: Rp. 33.000 / box
: PT. Fahrenheit
:K
: Terapi awal baru didiagnosis mengidap diabetes, obat

tunggal Kegagalan primer atau sekunder pada pemakaian sulfonilurea, obat kobinasi

sulfonilurea, obat pembantu penderita diabetes ketergantungan terhadap insulin


Kontraindikasi
: Gangguan fungsi ginjal, peny.hati kronik, kegagalan jantung
miokardinal infark, DM dengan komplikasi asidosis, infeksi insulin dipenden diabetes,
hipoksia jaringan, alkoholisme dan pemakaian bersama diuretik yang dapat

menyebabkan asidosis laktat


Dosis
: Awal 1 tablet 2 x/hari. Pemeliharaan 1 tablet 3 x/hari.
Farmakokinetik
: Metformin diperkirakan 50%-60% bioavalabilitasnya oral,
kelarutannya dalam lipid rendah, dan volume distribusinya pada cairan tubuh.
Metformin mempunyai t 1,5-3 jam, tak terikat protein plasma, tidak dimetabolisme,
dan

dieksresi

oleh

ginjal

sebagai

senyawa

aktif.

Kerja

metformin

pada

glukoneogenesis di hati di duga mengganggu pengambilan asam laktat oleh hati.


Pada pasien insufisiensi ginjal (terjadi akumulasi Metformin) dapat meningkatkan
risiko asidosis laktat sehingga dapat berakibat fatal. Absorpsi metformin relatif lambat
dan dapat diperpanjang jadi sekitar 6 jam. Obat ini diekskresikan dalam urin dengan
kecepatan klirens ginjal yang tinggi yaitu 450 ml/menit. Eliminasi awal metformin
adalah cepat dengan waktu paruh bervariasi antara 1.7 dan 3 jam. Terminal fase
eliminasi diketahui selama 4 sampai 5% dari dosis terserap lambat dengan waktu
paruh antara 9 17 jam. Tempat utama konsentrasi obat adalah mukosa usus dan
kelenjar liur. Konsentrasi plasma pada keadaan tunak berkisar sekitar 1 hingga 2

mcg / mL. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak berikatan dengan protein-protein
plasma. Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerulus.
Waktu paruh metformin rata-rata adalah 6 jam, meskipun secara farmakodinamik,

efek antihiperglikemik pada metformin > 24 jam.


Farmakologi
: Gludepatic 500 adalah antidiabetik oral golongan biguanida,
dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes temtama dengan
meningkatkan aksi insulin. Juga memperbaiki sensitifltas terhadap insulin, sehingga
mengurangi glukoneogenesis di hati, meningkatkan glikolisis dan menghambat

absorpsi glukosa dari usus.


Farmakodinamika
: Menurunkan kadar gula darah lebih rendah yang nyata pada
pasien DM tipe 2. Prinsip kerja dari metformin adalah menurunkan glukosa darah

tidak tergantung pada adanya fungsi pankreatik sel-sel B


Pemberian Obat
: Tablet 500 mg sehari 3 kali 1 tablet.
Interaksi Obat
: Penyesuaian dosis antikoagulan. Penurunan bersihan ginjal
dengan simetidin. Dengan sulfonilurea atau insulin menyebabkan hipoglikemia.

Risiko asidosis laktat meningkat oleh alkohol. Mengganggu absorpsi vit B12.
Efek Samping
: Asidosis laktat dengan gejala mual, muntah, kejang perut,

diare, anoreksia, penurunan penyerapan vitamin B12


Penyimpanan
: Simpan pada suhu kamar. Terlindung dari cahaya.

4. Amoxil

Komposisi

Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat
Indikasi

: Amoxillin trihidrat setara amoksisilin

500 mg/ kapl; 125 mg/ 5 ml sirup.


: Dus 100 kap 500 mg; botol 60 ml sirup
: Rp 148,500 / box
: PT. Pharos
:K
: Infeksi saluran pernapasan, saluran kemih dan kelamin,

infeksi lain seperti salmonella sp, shigella, kulit, luka selulitis, furunkulosis
Kontraindikasi : Pasien dengan reaksi alergi terhadap penisilina.
Dosis
: 500 mg
Farmakokinetik
:
1. Absorpsi
Amoxicillin hampir lengkap diabsorbsi sehingga konsekuensinya Amoxicillin tidak
cocok untuk pengobatan shigella atau enteritis karena salmonella, karena kadar
efektif secara terapetik tidak mencapai organisme dalam celah intestinal.
Amoxicillin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di saluran
pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Nilai puncak konsentrasi
serum dan AUC meningkat sebanding dengan meningkatnya dosis. Efek terapi
Amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per oral. Meskipun
adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat menurunkan dan

menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum Amoxicillin, namun hal


tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat yang diabsorpsi (McEvoy,2002)
2. Distribusi
Distribusi obat bebas ke seluruh tubuh baik. Amoxicillin dapat melewati sawar
plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik. Namun demikian,
penetrasinya ke tempat tertentu seperti tulang atau cairan serebrospinalis tidak
cukup untuk terapi kecuali di daerah tersebut terjadi inflamasi. Selama fase akut
(hari pertama), meningen terinflamasi lebih permeable terhadap Amoxicillin, yang
menyebabkan peningkatan rasio sejumlah obat dalam susunan saraf pusat
dibandingkan rasionya dalam serum. Bila infefksi mereda, inflamasi menurun
maka permeabilitas sawar terbentuk kembali (Mycek, et.al.,2001).
3. Eliminasi
Jalan utama ekskresi melalui system sekresi asam organik (tubulus) di ginjal,
sama seperti melalui filtrate glomerulus. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal,

dosis obat yang diberikan harus disesuaikan (Mycek, et.al.,2001).


Farmakologi
:
Amoxicillin
hampir
lengkap
diabsorbsi

sehingga

konsekuensinya Amoxicillin tidak cocok untuk pengobatan shigella atau enteritis


karena salmonella, karena kadar efektif secara terapetik tidak mencapai organisme
dalam celah intestinal. Amoxicillin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92%
di saluran pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Nilai puncak
konsentrasi serum dan AUC meningkat sebanding dengan meningkatnya dosis. Efek
terapi Amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per oral.
Meskipun adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat menurunkan
dan menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum Amoxicillin, namun hal

tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat yang diabsorpsi (McEvoy, 2002)
Farmakodinamik
: Amoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah
derivat dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang
mempunyai daya kerja bakterisida. Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif
maupun bakteri gram negatif. Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes,
Streptococcus

viridan,

Streptococcus

faecalis,

Diplococcus

pnemoniae,

Corynebacterium sp, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis.


Bakteri gram negatif: Neisseira gonorrhoeae, Neisseriameningitidis, Haemophillus
influenzae, Bordetella pertussis, Escherichia coli, Salmonella sp, Proteus mirabillis,

Brucella sp
Pemberian Obat
Interaksi Obat
Efek Samping

: 2 x sehari
: Probenesid memperlambat ekskresi amoksisilina.
: Pada pasien yang hipersensitif dapat terjadi reaksi alergi

seperti urtikaria, ruam kulit, pruritus, angioedema dan gangguan saluran cerna
seperti diare, mual, muntah, glositis dan stomatitis.

Penyimpanan

: Simpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan

kering.
5. Salbutamol

Komposisi

Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat

: Salbutamol sulfat setara salbutamol 2 mg dan

4 mg per tab dan 2 mg / 5 ml sirup


: Dus 10 x 10 tab 2 & 4 mg ; botol 100 ml
: Rp 10.000,- / box
: PT. Indofarma
:K
Indikasi
: Kejang bronkus pada semua asma bronkial,

bronkitis kronis dan emfisema


Kontraindikas i
: Hipersensitif
Dosis
:
Dewasa> 12 tahun 2-4 mg sehari 3-4 x atau 1-2 sendok (5-10 ml) sehari 3-4x
Anak : 2-6 tahun 1-2 mg sehari 3-4x atau -1 sendok (0,25-5 ml) sehari 3-4x
6 12 tahun: 2 mg sehari 3-4 x atau 1 sendok (5 ml) sehari 3-4x
Farmakokinetik
: Salbutamol mudah diserap dari saluran pencernaan
Farmakologi
: Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta-2 adrenergik
yang selektif. Pada bronkus salbutamol akan menimbulkan relaksasi otot polos
bronkus secara langsung.Maka salbutamol

efektif untuk mengatasi gejala-gejala

sesak napas pada penderita-penderita yang mengalami bronkokonstriksi seperti :


asma bronkial, bronkitis asmatis dan emfisema pulmonum, baik untuk penggunaan
akut maupun kronik. Salbutamol menghambat pelepasan mediator dari pulmonary
mast cell, mencegah kebocoran kapiler dan udema bronkus serta merangsang
pembersihan mukosiliar. Sebagai agonis beta-2 salbutamol pengaruhnya terhadap
adrenoseptor beta-1 pada sistem kardiovaskuler adalah minimal. Ratio stimulasi
beta-2/beta-1 salbutamol lebih besar dari obat-obat simpatomimetik lainnya.
salbutamol dapat digunakan oleh anak-anak maupun dewasa. Salbutamol

juga

bekerja langsung pada otot polos uterus yaitu menurunkan kontraktilitasnya. Efek
salbutamol dapat dihambat oleh obat-obat penghambat reseptor beta, maka
salbutamol tidak boleh diberikan bersama-sama dengan obat tersebut. Obat ini
diabsorpsi dengan baik melalui saluran pencernaan sehingga efeknya akan tampak
setelah 15 menit dan berlangsung selama 4 8 jam.Waktu paruh eliminasinya
berkisar dari 2,7 sampai 5 jam. Salbutamol tidak dimetabolisme oleh enzim-enzim
COMT maupun sulfatase dari dinding intestin. Di hati akan berkonjugasi dengan

sulfat. Diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh


Farmakodinamik
: Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling
aman dan paling efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk
pengobatan asma. Selain untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat
ini

juga

efektif

untuk

mencegah

timbulnya

exercise-induced

broncospasm

(penyempitan saluran pernafasan akibatolahraga). Saat ini, salbutamol telah banyak


beredar

di

pasaran

dengan

berbagai

merk dagang,

antara

lain:

Asmacare, Bronchosal, Buventol Easyhaler, Glisend, Ventolin,Venasma, Volmax ,


dll. Kerja obat mengakibatkan akumulasi siklik adenosinemonofosfat (cAMP) pada
reseptor adrenergic beta, menyebabkan bronkodilatasi,relative selektif terhadap

reseptor beta 2 (paru) (Deglin, 2004).


Pemberian Obat
: Untuk tablet : Dewasa : sehari 3-4 kali 2-4 mg.
Anak diatas 6 tahun : sehari 3-4 kali 2 mg.
Anak 2-6 tahun : sehari 3-4 kali 1-2 mg

Interaksi Obat

: Peningkatan efek / toksisitas :Peningkatan durasi efek

bronkodilasi mungkin terjadi jika salbutamol digunakan bersama Ipratropium inhalasi.


;Peningkatan efek pada kardiovaskular dengan penggunaan MAO Inhibitor,
Antidepresan Trisiklik, serta obat-obat sympathomimetic (misalnya: Amfetamin,
Dopamin, Dobutamin) secara bersamaan. ;Peningkatkan risiko terjadinya malignant
arrhythmia jika salbutamol digunakan bersamaan dengan inhaled anesthetic
(contohnya: enflurane, halothane).;Penurunan efek: ;Penggunaan bersama dengan
Beta-Adrenergic

Blocker

(contohnya:

Propranolol)

dapat

menurunkan

efek

Salbutamol. ;Level/efek Salbutamol dapat turun bersama dengan penggunaan:


Aminoglutethimide, Carbamazepine, Nafcillin, Nevirapine, Phenobarbital, Phenytoin,

Rifamycins dan obat lain yang dapat menginduksi CYP3A4.4


Efek Samping
: Pada pemakaian dosis besar kadang ditemukan terjadi

tremor, palpitasi, kejang otot, takikardia, sakit kepala dan ketegangan


Penyimpanan
: Simpan pada suhu di bawah 30C.
Perhatian
: Hati-hati pada penderita thyrotoksitosis, hipertensi, gangguan
kardiovaskular, hipertiroid. Sebaiknya dihindari pada kehamilan trismester pertama.
Hati-hati penggunaan pada anak kurang dari 2 tahun.

6. Jarum Suntik Insulin


Jarum Injeksi insulin micro fine. Sangat halus dan persisi, digunakan bersamaan dengan
obat insulin injeksi. Penyuntikannya subkutan, di daerah lemak sekitar perut. Karena
halusnya (0,25) tidak terasa sakit.
Price
: Rp 1000,- / Jarum
D. Etiket

APOTEK SIMULASI FARMA


Jl. Ismail Marzuki No. 5341/171
Tlp. 0711-352071
Apoteker : Dra. Ratnaningsih DA. Apt, M.Kes

Nomor : 1234
Nama : Dani Martin

Tgl,5 November 2014

Levemir flexpen 10 IU
1 X sehari pada malam hari

APOTEK SIMULASI FARMA


Jl. Ismail Marzuki No. 5341/171
Tlp. 0711-352071
Apoteker : Dra. Ratnaningsih DA. Apt, M.Kes
Nomor : 1234
Nama : Dani Martin

Tgl,5 November 2014

Lodem tablet
1 X sehari 1 tablet sesudah makan

APOTEK SIMULASI FARMA


Jl. Ismail Marzuki No. 5341/171
Tlp. 0711-352071
Apoteker : Dra. Ratnaningsih DA. Apt, M.Kes
Nomor : 1234
Nama : Dani Martin

Tgl,5 November 2014

Gludepatic tablet
2 X sehari 1 tablet sesudah makan

APOTEK SIMULASI FARMA


Jl. Ismail Marzuki No. 5341/171
Tlp. 0711-352071
Apoteker : Dra. Ratnaningsih DA. Apt, M.Kes
Nomor : 1235
Nama : Akbar P

Tgl,5 November 2014

Amoxil tablet
3 X sehari 1 tablet

APOTEK SIMULASI FARMA


Jl. Ismail Marzuki No. 5341/171
Tlp. 0711-352071
Apoteker : Dra. Ratnaningsih DA. Apt, M.Kes
Nomor : 1235
Nama : Akbar P

Tgl,5 November 2014

Salbutamol tablet
2 x sehari 1 tablet

BAB IV
SKENARIO PELAYANAN RESEP
Di suatu pagi yang sejuk tepatnya di apotek Simulasi Farma, datanglah seorang lelaki paruh
baya ke apotek tersebut. Melihat kedatangan bapak tersebut, Asisten apotekerpun langsung
menyambut kedatangannya.

AA 1 & 2

: Selamat pagi bapak, selamat datang di Apotek Simulasi Farma.

Ada

yang bisa kami bantu?


Pasien 1

: Ini nak, saya mau tebus obat. (sambil memberikan resep kepada asisten
apoteker) Ini resepnya.

Asisten Apoteker pun melihat resep tersebut.


AA 1

: Nama bapak Dani Martin benar ? Umurnya berapa pak?

Pasien 1

: Iya benar, 57 tahun.

AA 1

: Tunggu sebentar ya pak, kami akan mengecek resepnya terlebih dahulu.

Asisten Apoteker 1 pun mengecek obat yang berada didepan lalu memberikan resep
kepada Asisten Apoteker 2 untuk mengecek obat yang ada didalam.
AA 1

: Nilam tolong cek resep ini kebelakang (Asisten Apoteker 1 pun


memberikan resepnya kepada Asisten Apoteker 2) tunggu sebentar ya pak
obatnya mau dicek terlebih dahulu. (Sang bapak pun mengangguk)

setelah petugas mengecek resepnya dan obat yang diperlukaan, petugas yang berada
digudang memberitahukannya kepada Asisten Apoteker yang ada didepan.
Petugas

: Lucky semua obatnya ada.

(kemudian Asisten Apoteker memberitahu kepada sang bapak)


AA 1

: Bapak semua obatnya ada, mau ditebus semuanya langsung atau mau
cek harganya terlebih dahulu.

Pasien 1

: Tanya harganya dulu aja nak.

AA 1

: Tunggu sebentar ya pak, (Asisten Apoteker pun mengecek seluruh harga


obatnya menggunakan kalkulator) Bapak semua harganya Rp 486.000,pak.

Pasien 1

: Ohh..Lumayan mahal ya,kalau begitu saya tebus setengah obatnya.

AA 2

: Baiklah bapak obatnya akan ditebus semua kecuali Levemir Flexpennya


totalnya Rp 355.500,-.

Pasien 1

: Memang itu untuk apa nak ? perasaan cuman bergeser sedikit harganya.

AA 2

: Levemir Flexpen adalah insulin yang digunakan oleh penderita Diabetes


Militus pak. Nanti akan kami jelaskan apabila obatnya sudah disiapkan.
Memang yang membuat mahal itu flexpennya pak dibading obat yang lain.

Pasien 1

: Ohh, baiklah kalau begitu.

Asisten Apoteker 1 lalu mensteples nomor antri dengan resep dan menyerahkan ke dalam
gudang untuk dikemas.
AA 2

: Bapak ini nomor antrinya, dan bapak silahkan duduk dikursi tunggu
terlebih dahulu, nanti kalo obatnya sudah dikemas akan kami panggil.
(sambil menunjukan kursi tunggu)

(setelah menerima resep, petugas gudang dengan cekatan, menyiapkan obat, menyiapkan
etiket, serta mencatatnya di buku stock)
sementara menunggu obat yang sedang disiapkan oleh petugas gudang, tiba-tiba apotek
tersebut kedatangan seorang wanita.
AA 2

: Selamat pagi mbak, selamat datang di Apotek Simulasi Farma. Ada yang
bisa kami bantu ?

Pasien 2

Mau nebus resep mbak (Ibu tersebut memberikan resepnya kepada

Asisten Apoteker)
AA 2

: Resep ini milik bapak Akbar P benar buk ?

Pasien 2

: Benar mbak, itu resep bapak saya.

AA 2

: Umur bapak Akbar sekarang berapa buk ?

Pasien 2

: 50 tahun mbak.

AA 2

: Kalo begitu resepnya mau ditebus langsung atau mau tanya harga
terlebih dahulu buk ?

Pasien 2

: Langsung aja mbak.

AA 2

: Baiklah ibu, ini nomor antrinya dan silahkan ibu duduk terlebih dahulu.
(Asisten Apoter pun memberikan nomor antri kepada pasien ldan juga
mensteples nomor antri pada resepnya. Setelah itu Asisten Apoteker
langsung kebelakang)

AA 1

: Bapak Dani Martin nomor 103.

Pasien 1

: Iya.

AA 1

: Bapak silahkan duduk disini pak, ()Asisten Apotekr mempersilahkan


duduk) bapak ini semua obatnya, yang ini Lodem tablet dimakan 1 x sehari
1 tablet setelah makan pagi. Yang ini Gludepatic tablet 2 x sehari 1 tablet
setelah makan pagi dan malam. Dan yang ini Levemir Flexpen sebagai
insulin dipake sebelum atau sesudah makan malam, dipakenya tinggal
memutar atas ini sampai angka 10 IU, lalu pasang jarum suntiknya pak
diputar kaya biasa. Buka dua lapisan tutupnya dan tinggal bapak suntikan
dipermukaan lengan tangan atau dibawah perut 2 cm dari pusar.
Disuntiknya nanti agak dimiringkan 45 derajat pak jangan lurus. Setelah
disuntikan jarumnya tinggal pencel tombol ini pak.

Pasien 1

: Jadi digunakannya pada malam hari dan tinggal diputar sampai 10 IU ya


nak.

AA 1

: Iya pak, kalo nanti cairannya tidak keluar bapak jangan khawatir dan
membuang flexpennya. Karena itu biasanya terjadi pengkristalan pada
jarumnya, kalo hal seperti itu terjadi bapak tinggal membeli jarumnya saja
diapotek lalu menggantinya.

Selama Asisten Apoteker menjelaskan, pasien 2 juga mendengar penjelasan asisten


Apoteker.
Pasien 1

: Nak, ada kamar kecil disini?

AA 1

: Ada pak diluar, disamping sebelah kanan.

Pasien 1

: Saya keluar sebentar ya, nanti dilanjutin lagi.

AA 1

: baiklah pak.

Pasien 2

: Mbak, masih lama ya obat saya ? saya mau ngajar nih. (dengan muka
yang sedikit cemberut)

AA 1

: Tunggu saja sebentar lagi buk.

AA 2

: Bapak Akbar P nomor 103.

Pasien 2

: Iya mbak.

AA 2

: Ibu ini obatnya.

Pasien 2

: Iya tunggu sebentar (Pasien 2 pun melihat kearah Asisten Apoteker yang
sedang menjelaskan kepada pasien 1) Mbak pena itu untuk apa sih ?

AA 1

: Ini Flexpen buk, insulin untuk pengobatan Diabetes Militus.

Pasien 2

: Oh.. saya pernah dengar itu. (melihat kearah Asisten Apoteker 1) Lanjut
mbak.

AA 2

: Yang ini Amoxil tablet diminum 3 x sehari pagi, siang dan malam dan obat
ini harus habis buk karena ini sebagai antibiotik. Dan yang Salbutamol 2 x
sehari pagi dan malam, diminum pada saat sakit dan hentikan kalau tidak
sakit lagi. Jangan lupa obat ini langsung diminum jangan dikunya atau
dipecahkan dan minumnya harus banyak ya buk biar mulut dan
tenggorokannya tidak kering.

Pasien 2

: Baiklah, Berapa mbak?

AA 2

: Uangnya Rp 24.800,-

Pasien 2 memberikan uangnya.


Pasien 2

: Mbak nggak usah dikembaliin uangnya, cuma Rp 200,- juga. Kalo begitu
saya langsung pulang mbak terimakasih. (sambil tersenyum)

AA 2

: Iya sama-sama buk, jangan sungkan untuk mampir keapotek kami


apabila ada yang dibutuhkan.

Setelah pasien 2 keluar, masuklah pasien pertama dari luar.


AA 1

: Sudah bapak ?

Pasien 1

: Iya nak, maaf lama menunggu. Maklum sudah tua, jadinya bawaan mau
kebelakang terus.

AA 1

: Iya bapak nggak papa kok, bagus malah banyak-banyakin minumn ya


biar cepet sehat. Saya lanjutkan ya bapak. Sebenarnya penjelasannya
sudah selesai, tapi saran saya pak jarumnya ini diganti setiap
pemakaiannya pak. Karena berdasarkan pengalaman yang pernah ada
kalo jarumnya nggak pernah diganti bisa tumpul dan jadi sakit kalo disuntik
lagi.

Pasien 1

:Ohh.. gitu ya nak, yaudah sekalian saja jarumnya. Ngindari terjadi apaapa. Mending keluar uangya lebih dibanding sayanya sakit. Emang
berapaan nak ?

AA 1

: Rp 1000,- kok pak.

Pasien 1

: Yaudah sekalian diaturin 10 biji nak, total uangnya berapa nak?

AA 1

: Uangnya Rp 365.500,-

bapak nanti jangan khawatir kalo dalam

penyuntikan terjadi kemerahan, gatal-gatal, kebengkakan pada lokasi


penyuntikan. Karena itu hanya bersifat sementara dan saya sarankan anak
bapak saja yang menyuntikannya, agar lebih aman.
Pasien 1 pun memberikan uangnya.
AA 1

: Saya terima ya uangnya Rp 370.000,- (Asisten Apoteker memasukin


uang kedalam laci, dan menambil kembaliannya) bapak ini kembaliannya
Rp 4500,- dan ini copy resepnya untuk tebus sebagian obat yang belum
bapak beli. (Asisten apoteker memberikan copy resep dan uang
kembalian)

Pasien 1

: Iya nak, terimkasih ya atas informasinya. Bapak permisi dulu.

AA 1

: Iya pak sama-sama, kalo ada yang ingin ditanyakan lagi, bisa datang
kesini jangan sungkan datang keapotek kami.

Pasien 1

: Iya nak, kalo habis saya beli kesini lagi

Asisten Apoteker langsung mengangguk dan memberi senyuman kepada sang bapak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2006, MIMS Petunjuk Konsultasi, Ed. Ke-6, 70-76, PT. InfoMaster, Jakarta

Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar & Klinik, Ed.I, Salemba Medika, Jakarta
Ediningsih, Endang, 2006, Obat Hipoglikemik Agent,
http://www.farmako.uns.ac.id/penguasa/barak_upload/materi/ORAL
%20HIPOGLIKEMIK%20AGENT.pdf

LAMPIRAN
Lampiran 1

PERAN SKENARIO PELAYANAN RESEP DI APOTEK


PENGGUNAAN OBAT PADA USIA LANJUT

(OBAT ANTIDIABETES, OBAT JANTUNG, PEMBULUH DARAH dan ASMA)

Chairul Umam Kusuma

sebagai

Pasien 1

Isra Tri Hardianti

sebagai

Petugas Gudang

Lucky Handayani

sebagai

Asisten Apoteker 1

Marisa Sundari

sebagai

Sutradara

Mema Cenovita

sebagai

Pasien 2

Nilam Permatasari

sebagai

Asisten apoteker 2

Lampiran 2
No Kasus

:V

Kelas

: Reguler III A

Kelompok

: II (Genap)

Thema

: Penggunaan Obat-obatan pada Usia Lanjut ( obat antidiabetes, obat

jantung, pembuluh darah dan asma)

1. Resep 1
dr. Budiman SpD
RS CH Palembang
Palembang, 5 November 2014
R/Levemir Flexpen

No.I

10 IU

S 1 d d malam
R/ Lodem Tab

No. XXX

S 1 d d tab p.c
-----------------------------da 1/2
R/ Gludepatic 500 tab No. LX
S 2 d d I p.c
-----------------------------da 1/2

Pro : Dani Martin


Alamat : KM. 12 Lorong Budi No. 135 Palembang

2. Resep 2

Dr. Muslim
Poli RS. Telkom Palembang
Palembang, 5 November 2014

R/ Amoxilin 500

No.XV

S3dd
R/ Salbutamol No. X
S 1 d d tab

Pro : Akbar P
Alamat: Perum Telkom Kertapati

Lampiran 3
GAMBAR

dr. Budiman SpD


RS CH Palembang
Palembang,

P. NO 1
R/
AWAS! OBAT KERAS
BACA ATURAN PAKAI

Pro

Alamat:

2014

Dr. Muslim
Poli RS. Telkom Palembang
Palembang,

R/

Pro

Alamat :

2014

Anda mungkin juga menyukai