Porto Folio
Porto Folio
Disusun Oleh :
Kelompok 2 Genap
Chairul Umam Kusuma
PO.71.39.0.12.006
PO.71.39.0.12.020
Lucky Handayani
PO.71.39.0.12.022
Marisa Sundari
PO.71.39.0.12.024
Mema Cenovita
PO.71.39.0.12.026
Nilam Permatasari
PO.71.39.0.12.028
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mengetahui,
Pembimbing
Puji dan syukur kami hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya lah kami dapat menyusun portofolio yang berjudul Penggunaan Obat-obatan
pada Usia Lanjut (obat antidiabetes, obat jantung, obat asma dan pembuluh darah) yang
bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Farmasi Simulasi yang mana portofolio
ini ditujukan sebagai pedoman praktikum Farmasi Simulasi khususnya pelayanan obat pada
ibu hamil. Dalam penyusunan portofolio , kami memperoleh data dari berbagai media cetak
maupun media elektronik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan portofolio ini masih banyak kekurangan.
Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar kami dapat
menyusun portofolio selanjutnya dengan lebih baik dan kiranya portofolio ini dapat memberi
manfaat bagi para pembaca. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan meminta maaf
apabila ada kesalahan dalam penulisan portofolio ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Boedi, 2006)
Pemberian obat atau terapi untuk kaum lansia, memang banyak masalahnya, karena
beberapa obat sering beinteraksi. Kondisi patologi pada golongan usia lanjut, cenderung
membuat lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan dengan pasien yang lebih
muda sehingga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami efek samping dan interaksi obat
yang merugikan (Anonim, 2004).
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat
sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada
seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis rasional dihubungkan dengan
diagnosis yang diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti
terjadi
interaksi obat yang sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi
atau kematian. Kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang
biasanya menderita lebih dari satu penyakit. Penyakit utama yang menyerang lansia ialah
hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus,
gangguan fungsi ginjal dan hati. Selain itu, juga terjadi keadaan yang sering mengganggu
lansia
seperti
gangguan
fungsi
kognitif,
keseimbangan
badan,
penglihatan
dan
dengankonsep
pelayanan
mutu
kefarmasian
sebagai
kompetensi
dalam
melayani
dan
memberikan informasi kepada pelanggan dalam hal pelayanan kefarmasian pada usia
lanjut (manula).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Usia Lanjut
Pada usia lanjut perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga mengubah
absorbsi obat, misalnya meningkatnya pH lambung, menurunnya aliran darah ke usus
akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu pengosongan lambung dan gerak
saluran cerna. Oleh karena itu, kecepatan dan tingkat absorbsi obat tidak berubah pada usia
lanjut, kecuali pada beberapa obat seperti fenotain, barbiturat, dan prozasin (Bustami,
2001).
Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan tubuh
dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi pada beberapa obat
dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan sel darah merah dan jaringan tubuh
termasuk organ target. Pada usia lanjut terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh
tanpa lemak dan cairan tubuh total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin
plasma. Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebih menjadi
berarti bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu juga
dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada beberapa obat dan
kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi eliminasi lebih cepat.
Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan cara
penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh
kecepatan ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya membuat obat
menjadi lebih larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang aktif atau dengan ekskresi
metabolitnya oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati, antara lain
melalui ambilan (uptake) oleh reseptor dihati dan melalui metabolisme sehingga
bersihannya tergantung pada kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada usia lanjut,
penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan ekskresi obat yang
tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol.
Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya
obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya
berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga dengan
bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia
lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan
filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Akan
tetapi, kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya tetap normal.
Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin dan
litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus
dan tubulus (Bustami, 2001).
B. Perubahan Fisiologis Lansia
Perubahan Sistem Respiratori
Pada kelompok usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik dan fisiologis yang
mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan
atau organ. Perubahan tersebut salah satunya adalah sistem respirasi. Fungsi primer dari
sistem respirasi adalah menyuplai O2 ke darah dan membuang CO2. Ketika ada faktor
yang mendukung, seperti penyakit, tempat dengan kebutuhan O2 yang banyak di dalam
tubuh, perubahan sistem pernapasan mungkin mempengaruhi fungsi keseluruhan dari
lansia. Perubahan yang terjadi tersebut bukanlah suatu hal yang abnormal, melainkan hal
yang wajar dan terdapat mekanisme kompensasi yang menyertai segala perubahan yang
terjadi.
Berdasarkan studi literatur, berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perubahan
anatomis dan fisiologis sistem respirasi pada lansia. Lansia mengalami penuaan normal
yang dialami tubuhnya, khususnya sistem respirasi.
1. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan sekret.
3. Penurunan aktivitas paru ( mengembang& mengempisnya ) sehingga jumlah udara
pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang
tenang kira kira 500 ml.
4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m),
menyebabkan terganggunya proses difusi.
5. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari
hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun
yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari
saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi. Perubahan Anatomi
Menurut Stanley (2007),
perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai
berikut :
Paru-paru kecil dan kendur.
Hilangnya recoil elastic.
Pembesaran alveoli.
Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
Kelenjar mucus kurang produktif.
Penurunan sensivitas sfingter esophagus
8. Penurunan sensivitas kemoreseptor. Perubahan-perubahan ini, bila dikombinasikan
dengan sekitar 50% pengurangan respon hipoksia dan hiperkapnia pada usia 65
tahun, dapat mengakibatkan penurunan efisiensi tidur dan penurunan kapasitas
kekakuan trakea dan jalan napas pusat Menurunnya kapasitas difusi Peningkatan
ruang mati Di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan penyebab perubahan
cadangan fisiologis dan mekanisme perlindungan pulmonal (Stanley, 2007):
Perubahan Hasil Konsekuensi Hilangnya silia Kurang efektifnya peningkatan
mukosilia Peningkatan risiko gangguan respirasi Penurunan refleks muntah dan
batuk Jalan napas yang tidak terlindung Peningkatan risiko cedera pulmonal
Penumpukan respon terhadap hipoksemia dan hiperkapnia Penurunan saturasi O2
Penurunan cadangan fisiologis Penurunan fungsi limfosit T dan imunitas humoral
Penurunan respon antibodi terhadap antigen spesifik Peningkatan kerentanan
terhadap infeksi Berkurangnya respon hipersensitivitas lambat Penurunan efisiensi
dan vaksinasi Penurunan fungsi reseptor 2 Penurunan respon terhadap agonis 2
yang dihirup Peningkatan kesulitan dalam menangani asma Penurunan motilitas
esofagus dan gaster dan hilangnya tonus sfingter kardiak Peningkatan risiko refluks
ke esofagus Peningkatan risiko terjadinya aspirasi Pada lansia yang sehat, paru-paru
menjadi lebih kecil dan lebih lemah, dan berat mereka berkurang kira-kira 20%.
Di bawah ini terdapat tabel yang menunjukkan perubahan beberapa indikator fungsi
paru-paru berkaitan dengan lansia (Ebersole, 2005): Indikator Perubahan Volume
tidal Volume resiidu Kapasitas vital Kapasitas total paru Volume paksa ekspirasi
Tidak ada Meningkat 50 % Berkurang 25 % Tidak berubah, sebagai hasil dari
mekanisme kompensasi Menurun Perubahan-perubahan anatomis dan fisiologis
yang terjadi karena penuaan pada lansia merupakan suatu hal yang normal. Pada
tubuh lansia sendiri terdapat mekanisme yang bekerja untuk mengkompensasi
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut. Namun, jika terdapat faktor-faktor
pendukung terjadinya penyakit pernapasan pada lansia seperti riwayat merokok atau
riwayat penyakit pernapasan lainnya, mekanisme kompensasi tersebut akan
berkurang fungsinya dan akan memperparah kondisi sistem respirasi lansia.
C. Interaksi Farmakokinetik
1. Fungsi Ginjal
Perubahan paling berarti saat memasuki usia lanjut ialah berkurangnya fungsi ginjal
dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal atau kadar
kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat sering berkurang, sehingga
memperpanjang intensitas kerjanya. Obat yang mempunyai half-life panjang perlu diberi
dalam dosis lebih kecil bila efek sampingnya berbahaya. Dua obat yang sering diberikan
kepada lansia ialah glibenklamid dan digoksin. Glibenklamid, obat diabetes dengan masa
kerja panjang (tergantung besarnya dosis) misalnya, perlu diberikan dengan dosis terbagi
yang lebih kecil ketimbang dosis tunggal besar yang dianjurkan produsen. Digoksin juga
mempunyai waktu-paruh panjang dan merupakan obat lansia yang menimbulkan efek
hipotensi
ortostatik;
antihipertensi
lain,
diuretik
furosemide
dan
mengalami
kerusakan
berupa
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah. Hal ini sangat meningkat resiko
terjadinya gangguan jantung berupa penyakit jantung koroner, gagal jantung akibat
tekanan darah tinggi, dan lain-lain.
PJK merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada lansia. Dengan
mengkombinasikan laporan insiden MI dan Angina Pektoris, badan National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) III di USA, didapat data bahwa sekitar 27% pria
dan 17% wanita berusia 80 tahun ke atas menderita PJK. Sedangkan pada kelompok
umur 65-74 tahun, didapat 64% masalah jantung pada pria dan 60% pada wanita adalah
PJK.
Resiko seseorang untuk menderita PJK adalah satu dari tiga untuk pria, dan satu
dari empat untuk wanita. Di atas umur 65 tahun, tingkat mortalitas akibat MI adalah
tinggi. Sekitar 8% meninggal setiap tahunnya akibat MI dan sisanya diperkirakan akan
mengalami serangan infark yang fatal dalam waktu 10 tahun ke depan. Akan tetapi, lebih
dari sepertiga kasus MI tidak diketahui, entah karena perjalanan penyakitnya yang laten
atau karena gejalanya yang tidak khas. PJK adalah manifestasi umum dari keadaaan
pembuluh darah yang mengalami pengerasan dan penebalan dinding, disebut juga
Aterosklerosis. Tapi selain itu stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi dan kelainan arteri
koronaria kongenital juga dapat menyebabkan PJK.
Selain itu, enyempitan pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan aliran
darah. Pada tungkai (kaki), gangguan darah ini sering dikeluhkan berupa berat bila
berjalan jauh, kesemutan, dan pada penderita diabetes (kencing manis) lambatnya
penyembuhan luka.Gangguan
aliran
darah
dalam
pembuluh
darah otak
dapat
mengakibatkan penurunan fungsi otak yang sering berupa pikun atau pelupa, sulit
berkonsentrasi. Gangguan aliran darah di otak (pendarahan otak dan penyumbatan
pembuluh darah) yang berat dapat berakibat stroke
dan bahkan kematian. Gangguan aliran darah ke ginjal dapat menurunkan fungsi
ginjal dan dirasakan dalam bentuk peningkatan tekanan darah ( hipertensi ),
pembengkakan
atau duduk.
2. Hipertensi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi
meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik
dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65
tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60
tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri
Semarang, 2008).
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena
menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat
memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal
jantung, dan gagal ginjal
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi
faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas
usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada
usia lanjut dibedakan atas:
a) Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b) Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008).
3. Diabetes Melitus
Diabetes adalah suatu kondisi yang ditandai meningkatnya kadar gula dalam darah
(hyperglycemia) sehingga menimbulkan risiko kerusakan microvascular (retinopathy,
nephropathy dan sakit saraf). Dan macrovascular (stroke, tekanan darah tinggi dan
kelainan jantung). Diabetes adalah suatu sindroma yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah disebabkan oleh karena adanya kelainan pada sel beta pada pulau
langerhans kelenjar pankreas.
Seseorang didiagnosis diabetes jika terdapat keluhan khas seperti poliuria,
polidipsia, polipagia dan penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya disertai
dengan nilai pemeriksaan darah sewaktu 200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126
mg/dl ataupun kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada pengukuran TTGO (tes toleransi
glukosa oral) yang diukur kadar glukosa 2 jam setelah minum 75 g glukosa (Suyono,
2005).
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan
kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut
maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti
jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang.
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah
masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang
menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan
200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan
yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi,
sekitar 20% dari lansia berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah
sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang,
gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.
Jenis diabetes ada 2 :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada diabetes melitus tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadi kekurangan hormon
insulin pada proses penyerapan makanan. DM tipe I atau disebut DM yang tergantung
pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
karena kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita
DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan
memerlukan insulin seumur hidup.
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Jika pada Diabetes Melitus 1 penyebab utamanya adalah dari malfungsi kelenjar
pankreas pada Diabetes Melitus Tipe 2, gangguan utama justru terjadi pada volume
reseptor (penerima) hormon insulin yakni sel-sel darah. Dalam kondisi ini produktifitas
hormon insulin bekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh kuantitas volume
reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. DM
tipe II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang
ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan
meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia (Anonim, 2003).
BAB III
TINJAUAN RESEP
A. Resep
1. Resep 1
dr. Budiman SpD
RS CH Palembang
Palembang, 5 November 2014
R/Levemir Flexpen
No.I
10 IU
S 1 d d malam
R/ Lodem Tab
No. XXX
S 1 d d tab p.c
Dr. Muslim 1/2
-----------------------------da
Poli RS. Telkom Palembang
Palembang,
5 November 2014
R/ Gludepatic 500
tab No. LX
S 2 d d I p.c
-----------------------------da 1/2
R/ Amoxilin 500
No.XV
S3dd
Pro : Dani Martin
Salbutamol
No.Budi
X No. 135 Palembang
Alamat R/
: KM.
12 Lorong
S 1 d d tab
2. Resep 2
Pro : Akbar P
Alamat: Perum Telkom Kertapati
No.I
10 IU
R/ Lodem Tab
No. XXX
S 1 d d tab p.c
-----------------------------det 1/2
R/ Gludepatic 500 tab
No. LX
S 2 d d I p.c
-----------------------------det 1/2
Palembang, 6 November 2014
p.c.c
B. Salinan Resep
cap apotek
1. Resep 1
Mona Rahmi Rulianti, M. Farm, Apt
SIA : 14.05/PROMKES&SDK/DK/IV/2012
C. Perhitungan Bahan
Resep 1
1. Levemir flexpen 10 IU
Penggunaan 1 x sehari pada malam hari setelah makan malam atau sebelum tidur
2. Lodem tablet
= x 30 tablet = 15 tablet
2. Salbutamol = 10 tablet
Penggunaan 2 x sehari 1 tablet
D. Perhitungan dosis
E. Monografi Bahan
1. Levemir
Komposisi
Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat
Indikasi
Dosis
Pemberian Obat
diterapi dengan rejimen 1 x/ hari, dosis malam dapat diberikan bersama makan
malam atau menjelang tidur atau 12 jam sesudah pemberian dosis pagi
Interaksi Obat
: Obat antidiabetik oral, MAOI, penyekat non selektif, ACE
inhibitor, salisilat, alkohol, tiazid, glukokortikoid, hormon tiroid, simpatomimetik ,
hormon pertumbuhan, danazol, okreotid/ lanreotid dapat meningkatkan atau
menurunkan efeknya.
Efek Samping
: Hipoglikemia, reaksi pada tempat injeksi seperti gatal/
: Glikuidone 30 mg
: 10 x 10
: Rp 2.100 / tablet
: PT. Dexa Medica
:K
: Diabetes Militus tipe 2 yang tidak terkontrol dengan diet
Kontraindikasi
mg dalam 2-3 dosis terbagi, Dengan dosis terbesar diberikan sebelum makan pagi.
Maks
: dosis tunggal 560 mg
Dosis seharian
: sehari 2x 10 mg
Farmakokinetik
: Gliquidone diabsorpsi dari usus (95%), dan mencapai kadar
maksimum dalam plasma setelah 2-3 jam. Pemberian gliquidone tunggal 30 mg
secara oral memberikan kadar maksimum plasma rata-rata 500-700 g/l 2-3 jam
setelah pemberian. Dalam 1,5 jam, konsentrasi ini akan turun separuhnya.
Perbandingan antara relawan sehat dan penderita diabetes tanpa gangguan ginjal
memperlihatkan tidak ada perubahan kadar gliquidone dalam plasma dan darah
dibandingkan dengan penderita nondiabetes dan diabetes yang disertai dengan
gangguan ginjal. Gliquidone dimetabolisme secara ekstensif, hasil metabolisme
utama adalah O-desmethylgliquidone. Deaktivasi metabolit utama dapat dicapai
dengan demetilasi di hati. 95% gliquidone diekskresikan sebagian besar sebagai
metabolit pada feses lewat empedu, obat ini dapat digunakan pada pasien dengan
kerusakan
fungsi
ginjal
karena
obat
tampaknya
tidak
diakumulasi.
Hanya sejumlah kecil dari metabolit yang diekskresi melalui ginjal. Rata-rata hanya
5% dari dosis yang diberikan, dan itu dalam bentuk hasil metabolisme, ditemukan di
Gliquidone,
seperti
halnya
sulfonilurea
lainnya,
membutuhkan
lainnya, memiliki efek inotropik positif, namun tidak ada bukti pada penggunaan
secara klinis.
Pemberian Obat
Interaksi Obat
adrenergik,
mikonazol,
kotrimoksazol,
sulfinpirazol,
sulfoniurea,
3. Gludepatic
Komposisi
Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat
Indikasi
tunggal Kegagalan primer atau sekunder pada pemakaian sulfonilurea, obat kobinasi
dieksresi
oleh
ginjal
sebagai
senyawa
aktif.
Kerja
metformin
pada
mcg / mL. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak berikatan dengan protein-protein
plasma. Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerulus.
Waktu paruh metformin rata-rata adalah 6 jam, meskipun secara farmakodinamik,
Risiko asidosis laktat meningkat oleh alkohol. Mengganggu absorpsi vit B12.
Efek Samping
: Asidosis laktat dengan gejala mual, muntah, kejang perut,
4. Amoxil
Komposisi
Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat
Indikasi
infeksi lain seperti salmonella sp, shigella, kulit, luka selulitis, furunkulosis
Kontraindikasi : Pasien dengan reaksi alergi terhadap penisilina.
Dosis
: 500 mg
Farmakokinetik
:
1. Absorpsi
Amoxicillin hampir lengkap diabsorbsi sehingga konsekuensinya Amoxicillin tidak
cocok untuk pengobatan shigella atau enteritis karena salmonella, karena kadar
efektif secara terapetik tidak mencapai organisme dalam celah intestinal.
Amoxicillin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di saluran
pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Nilai puncak konsentrasi
serum dan AUC meningkat sebanding dengan meningkatnya dosis. Efek terapi
Amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per oral. Meskipun
adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat menurunkan dan
sehingga
tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat yang diabsorpsi (McEvoy, 2002)
Farmakodinamik
: Amoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah
derivat dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang
mempunyai daya kerja bakterisida. Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif
maupun bakteri gram negatif. Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes,
Streptococcus
viridan,
Streptococcus
faecalis,
Diplococcus
pnemoniae,
Brucella sp
Pemberian Obat
Interaksi Obat
Efek Samping
: 2 x sehari
: Probenesid memperlambat ekskresi amoksisilina.
: Pada pasien yang hipersensitif dapat terjadi reaksi alergi
seperti urtikaria, ruam kulit, pruritus, angioedema dan gangguan saluran cerna
seperti diare, mual, muntah, glositis dan stomatitis.
Penyimpanan
kering.
5. Salbutamol
Komposisi
Kemasan
Price
Produsen
Kategori Obat
juga
bekerja langsung pada otot polos uterus yaitu menurunkan kontraktilitasnya. Efek
salbutamol dapat dihambat oleh obat-obat penghambat reseptor beta, maka
salbutamol tidak boleh diberikan bersama-sama dengan obat tersebut. Obat ini
diabsorpsi dengan baik melalui saluran pencernaan sehingga efeknya akan tampak
setelah 15 menit dan berlangsung selama 4 8 jam.Waktu paruh eliminasinya
berkisar dari 2,7 sampai 5 jam. Salbutamol tidak dimetabolisme oleh enzim-enzim
COMT maupun sulfatase dari dinding intestin. Di hati akan berkonjugasi dengan
juga
efektif
untuk
mencegah
timbulnya
exercise-induced
broncospasm
di
pasaran
dengan
berbagai
merk dagang,
antara
lain:
Interaksi Obat
Blocker
(contohnya:
Propranolol)
dapat
menurunkan
efek
Nomor : 1234
Nama : Dani Martin
Levemir flexpen 10 IU
1 X sehari pada malam hari
Lodem tablet
1 X sehari 1 tablet sesudah makan
Gludepatic tablet
2 X sehari 1 tablet sesudah makan
Amoxil tablet
3 X sehari 1 tablet
Salbutamol tablet
2 x sehari 1 tablet
BAB IV
SKENARIO PELAYANAN RESEP
Di suatu pagi yang sejuk tepatnya di apotek Simulasi Farma, datanglah seorang lelaki paruh
baya ke apotek tersebut. Melihat kedatangan bapak tersebut, Asisten apotekerpun langsung
menyambut kedatangannya.
AA 1 & 2
Ada
: Ini nak, saya mau tebus obat. (sambil memberikan resep kepada asisten
apoteker) Ini resepnya.
Pasien 1
AA 1
Asisten Apoteker 1 pun mengecek obat yang berada didepan lalu memberikan resep
kepada Asisten Apoteker 2 untuk mengecek obat yang ada didalam.
AA 1
setelah petugas mengecek resepnya dan obat yang diperlukaan, petugas yang berada
digudang memberitahukannya kepada Asisten Apoteker yang ada didepan.
Petugas
: Bapak semua obatnya ada, mau ditebus semuanya langsung atau mau
cek harganya terlebih dahulu.
Pasien 1
AA 1
Pasien 1
AA 2
Pasien 1
: Memang itu untuk apa nak ? perasaan cuman bergeser sedikit harganya.
AA 2
Pasien 1
Asisten Apoteker 1 lalu mensteples nomor antri dengan resep dan menyerahkan ke dalam
gudang untuk dikemas.
AA 2
: Bapak ini nomor antrinya, dan bapak silahkan duduk dikursi tunggu
terlebih dahulu, nanti kalo obatnya sudah dikemas akan kami panggil.
(sambil menunjukan kursi tunggu)
(setelah menerima resep, petugas gudang dengan cekatan, menyiapkan obat, menyiapkan
etiket, serta mencatatnya di buku stock)
sementara menunggu obat yang sedang disiapkan oleh petugas gudang, tiba-tiba apotek
tersebut kedatangan seorang wanita.
AA 2
: Selamat pagi mbak, selamat datang di Apotek Simulasi Farma. Ada yang
bisa kami bantu ?
Pasien 2
Asisten Apoteker)
AA 2
Pasien 2
AA 2
Pasien 2
: 50 tahun mbak.
AA 2
: Kalo begitu resepnya mau ditebus langsung atau mau tanya harga
terlebih dahulu buk ?
Pasien 2
AA 2
: Baiklah ibu, ini nomor antrinya dan silahkan ibu duduk terlebih dahulu.
(Asisten Apoter pun memberikan nomor antri kepada pasien ldan juga
mensteples nomor antri pada resepnya. Setelah itu Asisten Apoteker
langsung kebelakang)
AA 1
Pasien 1
: Iya.
AA 1
Pasien 1
AA 1
: Iya pak, kalo nanti cairannya tidak keluar bapak jangan khawatir dan
membuang flexpennya. Karena itu biasanya terjadi pengkristalan pada
jarumnya, kalo hal seperti itu terjadi bapak tinggal membeli jarumnya saja
diapotek lalu menggantinya.
AA 1
Pasien 1
AA 1
: baiklah pak.
Pasien 2
: Mbak, masih lama ya obat saya ? saya mau ngajar nih. (dengan muka
yang sedikit cemberut)
AA 1
AA 2
Pasien 2
: Iya mbak.
AA 2
Pasien 2
: Iya tunggu sebentar (Pasien 2 pun melihat kearah Asisten Apoteker yang
sedang menjelaskan kepada pasien 1) Mbak pena itu untuk apa sih ?
AA 1
Pasien 2
: Oh.. saya pernah dengar itu. (melihat kearah Asisten Apoteker 1) Lanjut
mbak.
AA 2
: Yang ini Amoxil tablet diminum 3 x sehari pagi, siang dan malam dan obat
ini harus habis buk karena ini sebagai antibiotik. Dan yang Salbutamol 2 x
sehari pagi dan malam, diminum pada saat sakit dan hentikan kalau tidak
sakit lagi. Jangan lupa obat ini langsung diminum jangan dikunya atau
dipecahkan dan minumnya harus banyak ya buk biar mulut dan
tenggorokannya tidak kering.
Pasien 2
AA 2
: Uangnya Rp 24.800,-
: Mbak nggak usah dikembaliin uangnya, cuma Rp 200,- juga. Kalo begitu
saya langsung pulang mbak terimakasih. (sambil tersenyum)
AA 2
: Sudah bapak ?
Pasien 1
: Iya nak, maaf lama menunggu. Maklum sudah tua, jadinya bawaan mau
kebelakang terus.
AA 1
Pasien 1
:Ohh.. gitu ya nak, yaudah sekalian saja jarumnya. Ngindari terjadi apaapa. Mending keluar uangya lebih dibanding sayanya sakit. Emang
berapaan nak ?
AA 1
Pasien 1
AA 1
: Uangnya Rp 365.500,-
Pasien 1
AA 1
: Iya pak sama-sama, kalo ada yang ingin ditanyakan lagi, bisa datang
kesini jangan sungkan datang keapotek kami.
Pasien 1
Asisten Apoteker langsung mengangguk dan memberi senyuman kepada sang bapak.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar & Klinik, Ed.I, Salemba Medika, Jakarta
Ediningsih, Endang, 2006, Obat Hipoglikemik Agent,
http://www.farmako.uns.ac.id/penguasa/barak_upload/materi/ORAL
%20HIPOGLIKEMIK%20AGENT.pdf
LAMPIRAN
Lampiran 1
sebagai
Pasien 1
sebagai
Petugas Gudang
Lucky Handayani
sebagai
Asisten Apoteker 1
Marisa Sundari
sebagai
Sutradara
Mema Cenovita
sebagai
Pasien 2
Nilam Permatasari
sebagai
Asisten apoteker 2
Lampiran 2
No Kasus
:V
Kelas
: Reguler III A
Kelompok
: II (Genap)
Thema
1. Resep 1
dr. Budiman SpD
RS CH Palembang
Palembang, 5 November 2014
R/Levemir Flexpen
No.I
10 IU
S 1 d d malam
R/ Lodem Tab
No. XXX
S 1 d d tab p.c
-----------------------------da 1/2
R/ Gludepatic 500 tab No. LX
S 2 d d I p.c
-----------------------------da 1/2
2. Resep 2
Dr. Muslim
Poli RS. Telkom Palembang
Palembang, 5 November 2014
R/ Amoxilin 500
No.XV
S3dd
R/ Salbutamol No. X
S 1 d d tab
Pro : Akbar P
Alamat: Perum Telkom Kertapati
Lampiran 3
GAMBAR
P. NO 1
R/
AWAS! OBAT KERAS
BACA ATURAN PAKAI
Pro
Alamat:
2014
Dr. Muslim
Poli RS. Telkom Palembang
Palembang,
R/
Pro
Alamat :
2014