Penyakit mulut dalam perngertian yang luas dapat didefinisikan sebagai suatu
bidang dalam kedokteran gigi yang memusatkan padadiagnosa dan terapi dari
penyakit mukosa mulut dan keluhan lainnya yang mungkin merefleksikan
penyakit mulut setempat.(1)
Seperti halnya kulit,warna dari mukosa mulut tergantung pada dekatnya
suplay darah kepermukaan mukosa. Dan sejumlah keratin yang bertambah pada
permukaan mukosa.pada mukosamulut ditemukan variasi warna merah muda
yang merupakan sifat yang khas dari mukosamulut yang normal. Warnanya
bervariasi mulai dari merah muda gelap (kemerah-merahan) sampaimerah muda
yang pucat (hampir putih).
(2,3)
Lesi pada mukosa mulut adalah hal yang paling sering ditemukan oleh
seorang dokter gigi ketika melakukan diagnosa terhadap suatu penyakit mulut.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar kelainan sistemik maupun kelainan
lokal bermanifestasi pada rongga mulut dengan menyababkan kelainan pada
jaringan lunak mulut dalam bentuk lesi. Lesi-lesi yang bermanifestasi ke dalam
mukosa mulut ini memiliki perbedaan-pe
sepertitrauma fisik,
kimiawi,
dan
elektris; infeksi,
masalah metabolisme,
dan otoimun.(4)
Lesi dapat ditangani dengan pembedahan, seperti pada daerah tertentu
pada otakuntuk menangani epilepsi. Namun tidak semua lesi memerlukan
penanganan.
Kata lesi diturunkan dari bahasa Latin yang berarti "cedera".
2.2. Klasifikasi Lesi
2.2.1. Lesi berdasarkan perubahan warna: (5)
1.
Lesi merah
1.1.Definisi
Lesi merah adalah suatu keadaan yang abnormal pada mukosa dimana
tampak kilinis berwarna lebih merah darijaringansekitarnya dengan permukaan
licin seperti adrofi atau granuler. Pada lesi inijuga terlihat inflamiasi,tapi tandatandanya lebih mudah terlihat pada selepitel premaligna. (6)
1.2.Etiologi
Lesi merah biasanya disebabkan antaralain oleh faktor lokal (merokok
yang hebat, alkohol serta kebersihan mulut yang buruk), faktorherediter atau
bawaan, respon autoimun, dan adanya infeksi terutama infeksi jamur kandida. .(6)
1.3.Macam-macam lesi merah(5)
Purpura (Petechiae)
Varikositas (Varix)
Trombus
Telangiektasia Hemorhagik Herediter
Sindrom Sturge-Weber (Ensefalotrigeminal Angiomatosis)
2.
Lesi putih
2.1.
Definisi
Lesi putih adalah suatu keadaan yang abnormal pada mukosa dimana
nampak klinis berwarna lebih putih, lebih tingi, lebih kasar atau mempunyai
tekstur yang berbeda dari jaringan sekitarnya, dimana keadaan tersebut
menggambarkan
peningkatan
lapisan
keratin,
koloni
jamur
atau
lapisan
2.2.
Etiologi
(7)
Etiologi dari lesi putih pada mukosa mulut, antara lain factor local,
herediter, respon autoimun, dan adanya infeksi.
Penyebab factor local yang paling sering adalah tembakau. Tembakau
dapat diisap, dicium, dikunyah-kunyah, atau diletakkan dalam mulut. Pada
semua keadaan tersebut, tembakau mempunyai efek karsinogenik pada mukosa
mulut. Tembakau yang tdak dibakar (dicium, dikunyah, disumbatkan) dapat
meninggalkan tanda-tanda khas di daerah yang biasa disisipi tembakau tersebut.
Daerah-daerah posterior umum dipakai untuk menyumbat atau mengunyah,
sedangkan daerah-daerah anterior lebih disukai untuk mencium bau.
Merokok tampaknya tidak berhubungan dengan peningkatan insiden
kanker mulut bila dibandingkan dengan efeknya pada saluran pernapasan bagian
atas. Merokok, terutama merokok dengan pipa, berhubungan dengan leukoplakia
palatum dan hyperplasia kelenjar mucous yang disebut stomatitis nikotina.
Walaupun kebiasaan ini sendiri bukan merupakan prakanker, tetapi merupakan
factor pendorong dari karsinoma mulut, terutama bibir. Pada beberapa daerah di
India, sigaret digunakan dengan bagian yang menyala di dalam mulut, kebiasaan
tersebut menyebabkan insiden yang tinggi dari kanker palatum. Pada keadaan
ini aksi kimia tembakau diletakkan berkontak erat dengan epithelium mulut,
tembakau akan meneluarkan eek karsinogennya yang tampaknya bersifat kimia.
Kebiasaan mengunyah biasanya terbatas pada satu daerah mulut dan
pada daerah tersebut akan terjadi leukoplakia yang setelah 2o tahun atau lebih
akan
berubah
menjadi
neoplasma,
sehingga
kebiasaan
ini
dianggap
berhubungan dengan karsinoma pipih, gingiva rahang bawah, dasar mulut dan
lidah, yang lebih jarang terjadi.
Sayangnya merokok merupakan kebiasaan yang diterima secara umum,
agak tidak canggung dan untuk sedikit mengalihkan perhatian. Segaret dan
cerutu dapat dianggap sebagai lambing pergaulan dan keramahan.
Terdapat hubungan erat antara kebiasaan meminum alcohol dan
karsinoma mulut di Eropa dan Amerika: 51% penderita kanker mulut merupakan
peminum alcohol berat. Oleh karena itu, juga terdapat hubungan antara sirosis
hati dan karsinoma mulut. Walaupun alcohol memiliki aksi langsung tetapi
mungkin alcohol bereaksi secara tidak langsung dengan mekanisme yang tidak
diketahui. Individu yang meminum sejumlah besar alcohol biasanya juga perokok
berat, ini akan menibulakn aksi sinergis untuk mempercepat terjadinya kanker
mulut. Pada beberapa penelitian terbukti bahwa meminum alcohol lebih cepat 15
tahun (atau lebih) tgerjadi kanker mulut dibandingkan pada individu yang tidak
meminum alcohol dan merokok.
Kebersihan mulut yang buruk, restorasi yang tidak tepat, tepi-tepi gigi
yang tajam dan gigi tiruan yang longgar seringkali merupakan factor etiologi dari
kanker mulut. Karena frekuensi terjadinya factor iritasi ini sangat tinggi, sungguh
sulit untuk membuktikan hubungan sebab-akibat antara factor iritasi dan
mengindikasikan
adanya
penyakit
yang
mendasari
timbulnya
proliferasi komponen kandida dari flora mulut. Spectrum spesies Candida yang
dapat terbentuk di dalam rongga mulut meliputi Candida albicans, Candida
glabrata,
Candida
tropicalis,
Candida
krusei. walaupun
pseudotropicalis,
spesies
Candida
Candida
dapat
penyebab
keluarga Cryptokokakeae.
2.3.
merupakan
jamur
bersel
tunggal
dari
3.1.
Lesi putih
Granula Fordyce
Linea Alba Bukalis
Leukoedema
Morsicatio Buccarum (Mukosa Tergigit)
White Sponge Nevus
Lesi Putih Traumatic (Chemical Burn)
Leukoplakia
2.3.2.
3.
Lesi merah/putih
3.1.
(5)
1.
Lesi vesikulobulosa
1.1.
cairannya, ukuran 1 cm
Gingivostomatitis Herpetika Primer
Herpes Simpleks Kambuhan
Herpangina
Varicella (Cacar Air)
Herpes zoster (Shingles)
Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut
Reaksi Alergi
Sindrom Steven-Johnson
Pemphigus Vulgaris
Pemphigoid Membrane Mukosa (Cicatrical) Jinak
Pemphigoid Bullosa
2.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Lesi Merah
Purpura (Petechiae)
Purpura adalah suatu keadaan yang ditanadai oleh genangan darah
ekstravasasi. Faktor yang menstimulasi iatrogenik, buatan atau tarauma
kecelakaan pada jaringan-jaringan vaskular yang ada di dalam kulit atau
submukosa. Dalam keadaan dimana tidak ada trauma, maka harus dicurigai
keberadaan kurangnya keping darah baik kualitatif maupun kuantitatif, faktorfaktor pembekuan, atau kerapuhan kapiler. Pada awalnya purpura tampak merah
terang, tetapi lama-kelamaan cenderung untuk berubah warna, menjadi ungubiru atau selanjutnya coklat-kuning. Karena lesi-lesi ini terdiri atas darah
ekstravaskuler, lesi tidak menjadi pucat bila ditekan. (5)
Salah satu contoh purpura adalah petechiae. Petechiae adalah lesi datar
warna merah atau keunguan. Berasal dari darah yang masuk ke subkutan.lesi ini
bila ditekan tidak berubah pusat jadi tetap berwarna kemerahan, contohnya
yaitu scurvy.
(6)
Palatum lunak adalah lokasi intra oral yang paling umum untuk petechiae
multifokal. Petechiae palatum dapat merupakan tanda awal dari mononukleosis
menular, demam scalet, leukemia, diatesis perdarahan atau kelainan darah. Juga
dapat menunjukkan robeknya kapiler-kapiler palatum akibat batuk, bersin,
muntah atau fellatio.
purpura yang sebenarnya. Hal itu terjadi sebagai akibat dari infki kandida dan
radang dari muara kelenjar-kelenjar liur tambahan, bukan karena tekanan negatif
dari gigi tiruan seperti yang dipercaya di masa lalu. (5)
seri
peristiwa
yang
meliputi
trauma,
pengaktifan
urutan
tidak
hancur,
maka
aliran
darah
tersumbat
dan
terbentuk
pada mukosa bibir. Keras pada Palpasi dan dapat sedikit nyeri. Tidak ada
predileksi jenis kelamin, tetapi trombus paling umum dijumpai pada pasien
diatas usia 30 tahun. Sumbatan-sumbatan vaskuler dapat membesar secara
konsentris dan menutup seluruh lumen pembuluhnya atau masak dan berkapur
untuk membentuk suatu plebolit. Plebolit adalah temuan oral yang jarang dan
terdapat dalam pipi, bibir, atau lidah. Secara radiografis tampak seperti donat,
melingkar, fokus-fokus radiopak dengan tengah yang radiolusen.
Telangiektasia Hemorhagik Herediter(5)
Telangiektasia hemorhargik herediter adalah suatu penyakit genetik yang
diturunkan sebagai suatu sifat dominan autosomal. Penyakit tersebut ditandai
oleh telangiektasia yang multiple dimana ada makula-makula ungu merah atau
papula-papula sedikit merah yang menunjukkan pembesaran secara permanen
dari kapiler-kapiler tepi dari kulit, mukosa dan jaringan-jaringan lain. Lesi-lesi
tersebut biasanya berukuran 1 sampai 3 mm, tidak ada denyut pembuluh darah
ditengahnya dan menjadi pucat waktu diaskopi. Sesudah pubertas, ukuran dan
banyaknya lesi cenderung makin meningkat dengan bertambahnya usia. Pria
dan wanita mengalaminya dengan rasio seimbang. Perdarahan adalah gambaran
yang mencolok dari penyakit ini.
Lesi-lesi telangiektasia hemorhagik herediter terletak langsung dibawah
lokusanya dan mudah terkena trauma, berakibat robek, perdarahan dan
pembentukan ulkus. Lesi-lesi kulit tidak mudah robek karena ada epitel
bertanduk yang menutupinya. Lokasi yang paling umum pada kulit adalah
telapak tangan, jari-jari, dasar kuku, wajah dan leher. Lesi mukosa dapat
dijumpai pada bibir, lidah, septum nasi dan konjungtiva.
aliaran
darah
vena
yang
disebabkan
olh
angioma
Hyperplasia vaskuler yang mengenai mukosa pipi dan bibir adalah temuan
oral yang paling sering. Palatum, gusi dan dasar mulut juga dapat terkena.
Penyebaran bercak-bercak oral merah terang tersebut adalah ke daerah-daerah
yang dipasok oleh cabang-cabang saraf trigeminus. Seperti lesi wajah, bercakbercak ini berhenti di garis tengah. Keterlibatan gusi dapat membuat jaringan
menjadi edema dan menyebabkan kesulitan dengan hemostasis jika dilakukan
prosedur bedah yang mengenai jaringan-jaringan ini. Erupsi gig yang abnormal,
makrokeilia, makroglosia dan makrodonsia adalah akibat dari pertumbuhan yang
sangat berlebihan dari pembuluh darah besar. Pada daerah hyperplasia vaskuler,
bedah mulut harus dilakukan menurut ukuran hemostatik yang ketat.
3.2. Lesi Putih
Granula Fordyce(7)
Granula Fordyce timbul dan kelenjar sebasea yang secara embrionik
terperangkap selama penggabungan prosesus malcsilaris dan mandibula.
Garanula-granula
tersebut
menjadi
lebih
mencolok
sesudah
kematangan
alveolar dan pilar anterior fasia, kelenjar sebasea besar paling sering terlihat
pada sulkus alveolobukal bawah.
Granula Fordyce terjadi pada kira-kira 80% orang dewasa dan telah
dilaporkan tidak ada predileksi dalam ras dan jenis kelamin.
Gambar 3.8 Granula Fordyce
Secara histologis, tampak sarang-sarang sel-sel jernih yang membulat, 10
sampai 30 setiap sarang, dengan inti yang terletak di tengah, kecil, berwarna
gelap, dan berkapsul dalam lamina propria dan submukosa.
Gambaran klinisnya cukup untuk mendiagnosis granula Fordyce; biopsi
biasanya tidak diperlukan.
Kadang-kadang,
berkeratinissi
dan
kumpulan
vermillio
kelenjar
border
bibir
pada
(batas
mukosa
merah
eksternal
bibir)
yang
dianggap
mengganggu dan diangkat melalui pembedahan. Jika tidak, maka tidak ada
alasan untuk melakukan terapi.
Linea Alba(7)
Seorang peneliti mengemukakan bahwa linea alba disebabkan oleh
muskulus buksinatorius yang menekan mukosa melalui tonjolan-tonjolan (cusp)
gigi posterior rahang atas ke dalam garis oklusi. Linea alba juga seningkali
dikaitkan dengan creanated tongue dan dapat merupakan tanda dan bruksisme,
clenching, atau tekanan mulut yang negatif.
Linea alba tampak kurang lebih sebagai suatu garis tebal bergelombang
pada mukosa pipi setinggi bidang okiusi dengan panjang yang bervariasi.
Biasanya terlihat bilateral, cukup jelas pada beberapa orang dan berwarna
kelabu pucat atau putih. Secara umum kelainan bertanduk tanpa gejala ini
lebarnya 1 sampai 2 mm dan memanjang dan mukosa pipi daerah molar kedua
sampai ke kaninus (Gambar 3.7).
klinisnya
menunjukkan
ciri
diagnostik
sehingga
mudah
didiagnosa.
Linea alba merupakan variasi normal dan tidak memerlukan perawatan.
Leukoedema(7)
Etiologinya tidak diketahui, dipekirakan berkaitan dengan faktor herediter
atau kerusakan stratified squamous epithelium pada saat proses maturasi.
Leukoedema juga diperkirakan dapat terjadi sebagai hasil dan fungsi mastikasi
dan berkaitan dengan kebersihan mulut yang buruk. Leukoedema secara
signifikan lebih prevalen di antara orang-orang yang mempunyai kebiasaan
merokok sehari-hari daripada di antara yang tidak merokok.
Leukoedema adalah suatu variasi mukosa yang umum dan berkaitan
dengan orang-orang berkulit gelap, tetapi kadang-kadang dapat dijumpai pada
orang-orang berkulit putih. Insiden leukoedema cenderung meningkat dengan
bertambahnya usia dan 50% dan anak-anak kulit hitam dan 92% orang dewasa
kulit hitam menderitanya. Leukoedema tidak menunjukkan gejala apapun dan
biasanya ditemukan selama pemeriksaan mulut rutin.
Leukoedema biasanya dijumpai bilateral pada mukosa pipi sebagai suatu
film tipis yang opak, putih atau abu-abu. Pada mukosa bibir dan palatum molle
jarang ditemukan. Leukoedema seringkali pucat dan sulit dilihat. Menonjolnya
lesi berhubungan dengan derajat pigmentasi melanin di bawahnya, derajat
Meskipun
morsicatio
buccarum
tidak
mempunyai
potensi
oleh
suatu
cara
autosomal
dominan
yang
diturunkan,
yang
seluruh mukosa mulut atau didistribusikan secara universal sebagai bercakbercak putih tertentu. Tepi gusi dan dorsal lidah hampir tidak pernah terkena,
meskipun palatum lunak dan ventral lidah umum terlibat. Ukuran lesinya
bervariasi dan satu pasien ke pasien lain dan dan waktu ke waktu (Gambar 3.9).
Epitelium mengalami penebalan yang hebat karena akantosis dan
hiperparakeratosis. Terdapat spongiosis (edema intraselular) .yang terjadi di
seluruh lapisan sel prickle.
Penentuan diagnosa yang tepat diperlukan agar pasien tidak salah
dirawat. Bila diagnosa telah ditentukan, diagnosa harus diberitahukan kepada
pasien sebaik mungkin, agar ia dapat melakukan tindakan pencegahan yang
diperlukan.
Lesi dapat disalah diagnosa sebagai keratosis, tetapi biasanya hasil
pemeriksaan riwayat dapat memperjelas diagnosa tersebut, walaupun cheek
biting, friksional keratosis, dan keratosis pada pasien yang suka mengunyah atau
mengisap
tembakau,
mempunyai
bentuk
yang
sama. Leukoedema
sering
mukosa yang berdekatan dengan gigi yang sakit. Kasus lain dapat terjadi pada
praktek dokter gigi yang memberikan obat-obat kaustik ke mukosa mulut pasien
secara tidak hati-hati. Selain itu, chemical burn juga dapat terjadi pada
penggunaan obat-obat tetes untuk sakit gigi yang mengandung creosote,
gulacol, atau derivat fenol; penggunaan obat kumur yang berlebihan; larutan etil
alkohol 70%; dan kokain yang ditempatkan pada mukosa mulut.
Chemical burn dapat terjadi bila senyawa analgesik yang mengandung
asam asetil salisilat diletakkan dalam lipatan mukobukal untuk meredakan
pulpitis, periostitis, atau abses periapikal. Lesi pseudomembranous yang sangat
sakit berwarna putih dan berbentuk tidak teratur, akan timbul di daerah-daerah
di mana obat-obatan tersebut berkontak dengan mukosa mulut (Gambar 3.16).
Seluruh mukosa pipi mungkin akan terserang secara difus. Jaringan akan terasa
sakit dan daerah bekas kauterisasi yang berwarna putih dapat diangkat dengan
mudah dan meninggalkan daerah perdarahan yang kasar dan sangat sakit.
Obat tetes untuk sakit gigi yang tersedia di pasaran yang mengandung
creosote, guiacol, atau derivat fenol juga memiliki aksi kaustik pada mukosa
mulut. Karena obat-obat yang meringankan sakit gigi ini jarang akan berada
tetap di dalam lesi karies, maka luka bakar mukosal akan terjadi bila obat ini
digunakan oleh pasien.
Pada
beberapa
pasien
aplikasi
larutan
etil
alkohol
70%
akan
Hal-hal di bawah ini yang dicurigai sebagai etiologi dan leukoplakia yaitu :
- produk-produk tembakau
- temperatur dingin
- makanan panas dan/atau pedas
- alkohol
- trauma okiusi
- tepi-tepi tajam dan protesa atau gigi
- radiasi
- sifilis
- kandida albikan
Fakta kehadiran faktor-faktor di atas tidak dapat dibuktikan pada sekitar
20% penderita kanker mulut sehingga dilakukan penyelusuran faktor penyebab
tambahan. Weaver,dkk melaporkan penemuan yang menarik dan penelitian 200
pasien dengan karsinoma sel squamosa pada kepala dan leher. Peneliti ini
melaporkan bahwa 11 pasien tersebut dilaporkan tidak pernah menggunakan
alkohol
atau
tembakau.
Satu
dan
11
pasien
tersebut
dilaporkan
telah
menggunakan obat kumur yang mengandung 25% alkohol banyak kali dalam
sehari selama lebih dan 20 tahun.
Selain faktor lokal di atas, keadaan dan mukosa mulut juga dipengaruhi
oleh faktor sistemik. Sifihis tertier, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat,
dan mungkin defisiensi nutrisi lainnya semuanya disertai dengan glositis atrofik
dan perubahan atrofik di tempat lain pada mukosa mulut yang menjadikan
pasien-pasien ini sangat mudah terkena leukoplakia dan karsinoma mulut.
Namun yang lebih sering adalah pasienpasien penderita xerostomia yang
karsinoma
verukoid
dapat
berkembang
dan
suatu
lesi
leukoplakia, maka seorang dokter harus menentukan apakah lesi tersebut betulbetul suatu karsinoma verukoid.
Lichen planus dapat memberikan gambaran suatu lesi seperti plak, dan
dapat dikelirukan dengan leukoplakia. Akan tetapi perbedaannya dengan
leukoplakia yang lebih sering dalam bentuk lesi tunggal, lichen planus biasanya
terjadi sebagai lesi-lesi yang tersebar di seluruh rongga mulut. Lichen planus
juga berkembang menjadi beberapa konfigurasi yang berbeda (seperti plak
putih, stria Wickham, bulla, erosi). Ketika beberapa vriasi lesi terjadi, maka akan
lebih memudahkan dalam membedakan kedua jenis penyakit ini. Bila disertai
suatu lesi merah-putih pada kulit maka hal ini juga mendukung diagnosa lichen
planus.
Lesi oral diskoid lupus eritematosus lebih umum terjadi dan perkiraan. Lesi
ini lebih sering terjadi pada pasien dengan lesi diskoid lupus pada kulit dan pada
pasien dengan lupus enitematosus sistemik. Menariknya, lesi diskoid mulut
mulanya tampak sebagai lesi tunggal pada beberapa pasien yang tidak
menunjukkan tanda-tanda adanya diskoid atau sistemik lupus.
Penanganan leukoplakia yang terpenting adalah bahwa dokter menyadari
bahwa tidak semua leukoplakia mempunyai gambaran yang sama: Saat ini
dikembangkan suatu kategori dimana leukoplakia dapat dipertimbangkan
beresiko berubah menjadi ganas yaltu :
a.
Leukoplakia yang terjadi pada lidah, dasar mulut, bibir dan gingiva lebih
dicurigai merupakan leukoplakia yang ganas atau akan mengalami perubahan
menjadi ganas daripada leukoplakia yang terjadi pada tempat-tempat lain.
b.
c.
d.
Leukoplakia
pada
pasien
yang
tidak
pernah
merokok
mempunyai
Lesi leukoplakia pada lidah di pasien wanita lebih cepat mengalami perubahan
menjadi ganas daripada pada pasien pria.
Jadi pasien yang mempunyai satu dan kategori di atas mempunyai resiko
menjadi ganas. Jika suatu lesi mempunyai dua atau lebih gambaran diatas maka
digolongkan sebagai pasien dengan resiko tinggi mengalami perubahan menjadi
ganas. Eksisi harus dilakukan dengan cepat dan tindakan lanjut yang berkala dan
hati-hat, direncanakan untuk mendeteksi dan merawat rekuren yang terjadi.
Untuk lesi leukoplakia dengan resiko rendah, pendekatan konservasi
diindikasikan.
Pendekatan
ini
digambarkan
sebagal
berikut
dokter
harus
Keratosis Rokok(5)
Keratosis rokok adalah suatu bukti reaksi spesifik dari orang-orang yang
mengisap rokok tanpa filter atau marijuana dalam jangka waktu yang sangat
pendek. Lesi-lesinya, yang berdekatan satu sama lain ketika mulut ditutup,
mengenai bibir atas dan bawah di lokasi penempatan rokok. Bercak-bercak
keratotik ini kira-kira 7 mm diameternya dan umunya terletak lateral dari garis
tengah. Papula-papula menimbulputih jelas terlihat diseluruh bercak, membuat
suatu permukaan keras dan kasar pada palpasi. Kadang-kadang keratosis dapat
meluas kedalam mukosa bibir, tetapi jarang sampai mengenai batas vermilion.
Pria-pria tua paling umum mendapatkannya. Menghentikan kebiasaan merokok
biasanya member kesembuhan. Terjadinya ulkus dan pembentukan keropeng
akan menimbulkan kecurigaan pada perubahan neoplastik.
Stomatitis Nikotin(7)
Stomatitis nikotin adalah tipe spesifik dan leukoplakia yang sering terlihat
pada pria yang merokok dengan pipa atau mengisap rokok secara terbalik dalam
waktu yang lama.
Stomatitis nikotin biasa dijumpai pada pria-pria usia pertengahan dan tua,
di posterior rugae palatum, lesi ini menunjukkan perubahan progresif dengan
berlalunya waktu. MuIa-mua iritasinya menyebabkan erimatosus yang difus pada
palatum. Akhirnya palatum menjadi putih keabu-abuan selain dan hiperkeratosis.
Terjadi banyak papula-papula keratotik khas dengan tengah yang merah cekung
dan berhubungan dengan lubanglubang duktus ekskretorius kelenjar liur minor
yang melebar serta meradang. Papula-papula tergabung dan membuat palatum
tampak seperti berbatubatu yang khas. Papula-papula yang terpisah, tetapi
dengan tengah merah menonjol adalah umum ditemukan (Gambar 3.11).
stomatitis
nikotin
adalah
suatu
indikasi
bahwa
paslen
akan mempunyai lesi yang banyak dan kurang mencolok. Pria-pria belasan tahun
paling sering keadaan ini, terutama karena iklan-iklan pemasaran yang intensif
dari perusahaan-perusahaan tembakau.
Bercak-bercak snuff dipper yang dini berwarna merah muda pucat,
dengan permukaan tampak berkerut-kerut dan berlipat-llipat. Perubahan menjadi
putih, putih kuning dan coklat kuning dapat terjadi sebagai hyperkeratosis dan
terjadi pewarnaan eksogen.
Penggunaan tembakau tanpa diisap yang kronis dapat dikaitkan dengan
perubahan-perubahan
periodontal,
karies,
perubahan-perubahan
displastik
sama
meliputi
hyperplasia
epitel
verukosa,
piostomatitis
vegetans
dan
tahap
klinis
pada
saat
diagnosis,
lebar
tumor
pada
diameter
Lichen Planus(7)
Lichen
planus
adalah
suatu
penyakit
kulit
biasa
yang
seringkali
yang sangat berbeda dan bentuk klasiknya, dan dapat ditemukan pada semua
daerah tubuh. Lesi mempunyai pola linear yang dianggap mengikuti garis
perjalanan saraf atau garukan, atau papula dapat tersusun sedemikian rupa
sehingga berbentuk anular. Papula sendiri terasa gatal, sehingga pasien
cenderung menggaruk-garuk, dan merubah bentuk aslinya. Beberapa papula
hilang dengan cepat, sedang beberapa diantaranya akan tetap selama beberapa
bulan dan membentuk daerah pigmentasi yang kecil, mungkin disebabkan oleh
iritasi.
Bila diulaskan minyak pada papula, dan diusap kembali dengan sepotong
kasa kering, pola lesi dapat terlihat lebih jelas. Dengan bantuan lensa tangan,
stria putih yang ditemukan pertama kali oleh Wickham pada tahun 1895 dan
disebut sesuai dengan namanya dapat dilihat. Dengan bantuan lensa tersebut,
tepi lesi sering terangkat. Kedua tanda tersebut kadang-kadang sangat
bermanfaat untuk menentukan diagnosa.
Sebagian besar papula berwarna keperakan atau keunguan, tetapi dapat
berubah menjadi tipe eritematus yang Iebih mempersulit penentuan diagnosa.
Bula jarang terlihat, walaupun terlihat, bula biasanya pecah sebelum pasien
menyadarinya, menghasilkan lesi borok yang tidak khas. Lesi atropi terlihat
mempunyai stria Wickham pada permukaannya. Bentuk vesikular lebih sering
terlihat pada penggunaan arsen untuk pengobatan sifihis. Pada semua bentuk
lesi yang tidak biasa, lesi kiasik selalu dapat dilihat bila dilakukan pemeriksaan
dengan teliti.
Pada 10% kasus lichen planus dapat mengenai kuku, terutama kuku jari.
Biasanya kerusakan yang ditimbulkan ringan, yaitu berupa ridge vertikal sebagai
cekungan yang lama-lama hilang. Jarang terjadi kerusakan yang lebih hebat dan
kuku jari, berupa daerah tempat kuku yang mengalami kerusakan baik sebagian
maupun menyeluruh.
Lesi oral : Lesi-lesi oral dan lichen planus dapat mempunyai 1 dan 4
gambaran : atrofik, erosif, menyebar (retikular) atau mirip plak. Dapat Iebih dan
1 bentuk mengenai seorang pasien. Daerah yang paling sering terkena adalah
mukosa pipi. Lidah, bibir, palatum, gusi dan dasar mulut juga dapat terkena.
Lesi-lesi yang bilateral dan relatifsimetris biasanya ditemukan.
Gambaran klinik yang dominan pada lichen planus oral atrofik adalah
memerahnya mukosa, disebabkan olh atrofi epitel. Pada batas daerah yang
merah, tampak stria Wickham yang keputih-putihan. Lichen planus atrofi pada
gusi, terutama jika terjadi ruptur pada epitel, dapat mempunyai sifat serupa
dengan gingivitis deskuamativa, tetapi berupa manifestasi gingiva nonspesifik
pada beberapa gangguan sistemik.
Lichen planus erosif terjadi jika epitel permukaan sama sekali hilang dan
mengakibatkan ulserasi. Mukosa pipi dan lidah adalah daerah yang umum
terkena. Pada awalnya, dapat timbul vesikel atau bulla, yang akhirnya tererosi
dan menjadi ulserasi. Lesi-lesi yang matang mempunyai tepi-tepi merah tak
teratur, pseudomembran sentral nekrotik yang kekuning-kuningan dan bercak
putih melingkar yang sering terdapat di perifernya (Gambar3.12) Keadaan
tersebut sangat sakit dan dapat terjadi cepat sekali.
Tipe yang paling sening adalah tipe retikular. Secara khas mempunyai
banyak garis-ganis atau papula-papula yang dikenal sebagai stria Wickham.
Daerah-daerah yang putih berkilauan tersebut seringkali tanpa gejala, tetapi
memprihatinkan secara kosmetik. Keadaan ini dapat mengenal daerah-daerah
yang luas (Gambar 3.13).
Tipe yang paling jarang ditemukan dan lichen planus adalah bentuk plak
tanpa gejala. Lesi ini adalah plak atau bercak putih padat yang mempunyai
permukaan yang licin sampai sedikit tak teratur dan gambaran yang asimetris
(Gambar 3.14). Untuk tipe plak, dijumpai 51% di antara 611 orang Denmark
yang terkena lichen planus oral, telah dinyatakan bahwa orang yang tiap hari
merokok secara signifikan mempunyai prevalensi yang lebih rendah terhadap
tipe retikular dan atropi serta prevalensi yang lebih tinggi terhadap tipe plak.
Diperkirakan
bahwa
penemuan
itu
tergantung
pada
mekanisme
yang
menyebabkan tipe lesi atrofik dan tipe retikular diubah menjadi lesi plak akibat
pengaruh merokok.
Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk
diagnosa histopatologik dan lichen planus yaitu daerah hiperparakeratosis atau
hiperorthokeratosis, sering disertai dengan penebalan lapisan sel granular dan
gambaran gigi gergaji pada rote peg; degenerasi liquefaction atau nekrosis pada
lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita eosinofilik dan suatu pita
subepitelial yang padat dan limfosit.
Biasanya sulit untuk membedakan berbagai tipe keratosis mulut dengan
lichen planus, terutama pada tipe lichen planus yang saling bergabung.
Walaupun riwayat dan daerah lesi dapat membantu dalam menentukan diagnosa
banding, biopsi mungkin merupakan cara satusatunya untuk menentukan
diagnosa akhir. Leukoedema dapat terlihat seperti retikular lichen planus yang
kasar, terutama bila mukosa ditegangkan selama pemeriksaan. Pola retikular
dapat terlihat juga pada penderita kandidiasis mulut, tetapi daerah tersebut
biasanya dapat dihilangkan dan bila tetap ada keraguan dapat dilakukan
pertama.
Pempigus
dan
pempigoid
tidak
jarang
menimbulkan
kesulitan, karena mukosa di sekitarnya sangat Iemah. Lichen planus yang parah
dengan daerah erosi, juga mempunyai mukosa yang lemah. Eksfoliatif sitologi
untuk sel akantolitik atau biopsi merupakan cara pemeriksaan diagnosa terakhir.
Kelenjar sebasea yang ektopik (Fordyce spot) juga terlihat mirip dengan papula
lichen planus, bila dokter gigi tersebut kurang berpengalaman.
Bila diagnosis sudah dikonfirmasi secara histologis maka pasien harus
ditentramkan hatinya dengan memberitahu bahwa kondisi tersebut bersifat
jinak, terutama bila tidak ada gejala. Meskipun ada anggapan bahwa lichen
planus, terutama lesi erosif mungkin merupakan predisposisi kanker mulut,
pendapat mi belum diterima secara bulat. Oleh karena itu, lebih bijaksana bila
dilakukan pemeriksaan dan biopsi ulang (tergantung keadaan klinis) secara
teratur pada setiap penderita lichen planus.
Pada kasus-kasus yang bersimtom pengobatan awal yang diberikan
adalah
kumur-kumur
dengan
obat
kumur
yang
mengandung
antiseptik
bermanfaat
bagi
beberapa
penderita.
Suntikan
intralesi
dengan
dulu
kadarnya
sebelum
griseofulvin
diberikan
serta
sesudah
dapat
terjadi
dalam
kaitan
dengan
berbagai
obat
chloroquine,
dapsone,
penicilinamine,
furosemide,
phenothiazines,
emas,
quinidine,
merkuri,
methyldopa,
thiazides,
antibiotic
mellitus
yang
(pemakalan
kortikosteroid
tidak
protesa),
terdiagnosa
pengobatan
(agranulositisis),
atau
kurang
(hipoti
terkontrol),
roidisme),
imunosupresif
(infeksi
iritasi
antibiotik
H
IV),
mukosa
(leukimia),
sitotoksik
putih
mutiara
atau
putih
kebiruan
yang
dapat
dikeruk
dan
dan tablet hisap antibiotik.hal ini berkaitan dengan ekologi mulut, dimana
adanya hubungan antara kuman laktobasili (lactobasillus acidophilus) dengan
jamur
kandida (Candida
beberapa
produk
akhir
albicans) secara
metabolik
alamiah. Laktobasili
dari
kandida
untuk
memerlukan
tumbuh
dan
memperbanyak diri.
Kemungkinan yang paling besar penyebab kandidiasis atrofik akut yaitu
supresi imun yang parah.
Infeksi jamr tersebut membuat daerah-daerah jamur mukosa permukaan
mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang tidak
menimbul. Sakit sepertiterbakar adalah keluhan utama yang paling sering.
Perawatan kandidiasis atrofik akut dapat dilakukan dengan mudah dengan
larutan nystatin 1 ml (100.000 IU) 4 kali sehari. Pada orang dewasa, faktor
predisposisinya harus dihilangkan dan dilakukan perawatan lokal dengan tablet
nystatin (500.000 IU) yang dihisap 4 kai sehari. Obat lain yang bisa digunakan
untukmengganti
nystatin
karena
mempunyai
rasa
tidak
enak
adalah
oleh
organosme
kandida
yang
ada
di
bawah
didasar
gigi.
oklusi yang tidak tepat dan permukaan jaringan gigi tiruan yang kasar (mungkin
dipengaruhi oleh bahan cetak alginat).
Walaupun lesi berupa bercak tetapi lesi biasanya mengenai seluruh
permukaan jaringan dibawah gigi tiruan atas, sampai puncak ridge tatapi jarang
meluas sampai kepermukaan bukal atau labial dari alveolar.
Gambaran mikroskopnya terdapay epitelium yang bersifat atrofik dan
terdapat ulser didaerah tersebut.
Perawatan kandidiasis atrofik kronos adalah dengan melepas gigi tiruan
dan memberikan tablet nistatin atau amphoterisin B. Selain itu,diperlukan
kerjasama dengan protetis untuk mendapatkan dasar pencegahan yang baik
biasa perlu dibuat gigi tiruan baru. Tapi ada beberapa pasien menolak untuk
melepas gigi tiruan pada siang hari sehingga cara perawatan tersebut harus di
modifikasi dengan relining gigi tiruan dan memperbaiki kelainan oklusinya.
Gigi tiruan harus dilepas selama mungkin terutama pda malam hari
dimana gigi harus direndam dalam larutan cetrimide 1%. Pada siang hari, larutan
nystatin dapat dioleskan pada permukaan gigi tiruan atas 3 kali perhari. Kadangkadang perawan oprasi untuk menghilangkan lipatan juga diperlukan.
penyebab dalam sebagaian besar kasus; tetapi virus herpes tipe 2, yang
mempunyai kecenderungan kulit di bawah pinggang dapat menyebabkan
gingivostomatitis herpetika secara kontak oral-genital atau oral-oral.
Manifestasi-manifestasi dari infeksi
masing-masing
membentuk
ulkus
besar
pada
mukosa
pipi,
mukosa
bbir,
gusi,
palatum,lidah dan bibir. Erosi dangkal dari kulit di sekitar mulut dapat terlihat
herpetika
primer
adalah
penyakit
menular
yang
otoinokulasi
dari
daerah-daerah
epidermal
lain,
terjadinya
perpindahan
virus
di
sepanjang
saraf-saraf
sensoris
yang
terkena.
Kekambuhan oleh virus biasanya terjadi pada orang dewasa yang melampaui
usia 50 tahun, meskipun dapat juga dijumpai pada orang dewasa muda atau
anak-anak. Sebelum timbul, terjadi tanda-tanda pendahulu yaitu rasa gatal,
kesemutan, rasa terbakar, nyeri dan parestesia. Lesi ditandai oleh lepuh-lepuh
vesikuler yang sangat sakit pada kulit dan mukosa yang menyebar unilateral
disepanjang jalannya saraf dan berhenti tiba-tiba di garis tengah. Dua daerah
yang mengalami paling parah, batang tubuh antara vertebra T3 dan L2 dan
wajah disepanjang divisi opthalmikus dari saraf trigeminus.
Lesi-lesi kulit dari shingles mulai sebagai mokula eritomatus yang diikuti
oleh vesikuler dan pustule. Pembentukan keropeng terjadi dalam 7 sampai 10
hari dan menetap selama bebrapa minggu. Sakit hebat, tetapi biasanya
menghilang jika keropeng-keropengnya menghilang.
Lesi-lesi intraolar adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang
dan merah sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah dan mukosa pipi dapat
terkena lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari saraf
trigeminus. Keterlibatan divisi kedua dari saraf trigeminus secara khas akan
mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi keluar
dari raphe palatum. Malaise, demam dan penderitaan yang cukup berat dapat
menyertai herpes zoster. Pasien seringkali dating dengan sakit hebat 1 sampai 2
hari sebelum vesikel-vesikel virusnya timbul.
Herpes zoster biasanya sembuh tanpa pembentukan jaringan parut
dalam kira-kira 3 minggu, tetapi banyak pasien mengalami pengalaman sakit
menetap
setelah
lesi-lesinya
mereda.
Keadaan
ini
disebut
postherpetic
Penderita
imunosupresi
sangat
rentan
terhadap
shingles
dan
mempunyai angka morbibitas yang sangat tinggi. Pada masa lalu, serangan
shingles yang langka disebut tanda kematian karena korban-korban ini pasti
meninggal. Infeksi virus zoster varicella kadang-kadang disertai dengan sindrom
Ramsay Hunt (herpes zoster, kelumpuhan wajah unilateral dan lepuh-lepuh
telinga) dan sindrom Reye (demam tinggi, edema serebral, degenerasi hati,
mortalitas tinggi dan peggunaan salisilat).
Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut(5)
yang
umum,
bersama
dengan
meningkatnya
suhu,
malaise
dan
limfadenopati. Diagnosisnya dapat dibuat dengan cara kultur virus dan studi
antibodi serum, tetapi penyebaran klasik dari lesi pada telapak tangan, telapak
kaki dan mukosa mulut adalah diagnostik dalam sebagian besar kasus. Terlepas
dari macam perawatannya, penyembuhan terjadi dalam kira-kira 10 hari.
Reaksi Alergi(5)
Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas terhadap bahan-bahan
tertentu, yang diperoleh dengan cara pemajanan berulang terhadap suatu
alergen. Raeksi hipersensitivitas biasanya mengakibatkan kerusakan jaringan
sebagai suatu akibat dari reaksi antigen-antibodi (meningkatnya rangsang
antigenic atau tingkat kekebalan). Manifestasi alergi dapat menyeluruh atau
setempat dan dapat terjadi pada usia berapapun. Predisposisi genetik pada
alergi dan sensitivitas yang menetap adalah gambaran yang umum.
Reaksi hipersensitivitas diklasifikasikan dalam beberapa tipe menurut
faktor-faktor berikut: kecepatan terjadinya gejala (cepat atau lambat); gambaran
klinisnya; dan respons seluler serta jaringan (Tipe I- hipersensitivitas cepat
diperantarai IgE, Tipe II-hipersensitivitas sitotoksik tergantung antibody, Tipe IIIhipersensitivitas kompleks, Tipe IV-hipersensitivitas lambat atau diperantarai sel,
dan Tipe V-hipersensitivitas stimulori). Yang bermakna secara klinis bagi dokter
gigi adalah hipersensitivitas cepat tipe I (syok anafilaktik, urtikaria, edema
angioneurotik, stomatitis alergika) dan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV
(alrgi kontak).
Respons alergi cepat seperti anafilaksis diperantarai oleh histamine dan
terjadi dalam beberapa menit setelah pepemjanan antigen. Jika keadaan
tersebut terbatas pada pembuluh darah superficial, maka pelepasan histamine
diperantarai IgE berakibat vasodilatasi, meningkatnya permeabilitas kapiler,
pembengkakan jaringan dan gatal-gatal. Secara khas, masing-masinglepuh, juga
dikenal sebagai urtikaria atau hives,timbul setelah menelan makanan-makana
tertentu seperti kerang, buah jeruk, coklat, atau obat-obat yang diberikan secara
sistemik.
Angiodema adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang ditandai oleh
pengumpulan
serum
didalam
jaringan,
dibawa
oleh
vasodilatasi
yang
diperantarai histamin. Ada bentuk turunan dan dapatan, dengan bentuk turunan
lebih serius karena kemungkinan keterlibatan organ-organ dalam.
Pembengkakan adalah gambaran angiodema yang paling menonjol.
Timbul dengan cepat dan menghilang selama 24 sampa 36 jam. Disertai dengan
sensasi rasa hangat, tegang dan gatal. Umumnya mengenai jaringan perioraldan
periorbital. Angiodema seringkali kambuh dan tak dapat diramalkan. Jika suatu
allergen dapat dikenali, maka dianjurkan menghindari bahan-bahan tersebut dan
pemakaian antihistamin dianjurkan.
Stomatitis alergika, juga disebut mukositis alergika adalah sutu reaksi
hipersensitivitas tipe I oral terhadap obat atau makanan yang digunakan secara
sistemik. Manifestasi oral dari lepuh bervariasi dan mungkin secara klinis mirip
dengan eritema multiformis, lichen planus atau lupus eritematosus. Secara
intraoral biasanya tampak jelas daerah merah yang kering mengkilat. Daerahdaerah putih dapat ada di sekitarnya. Akan tetapi pembentukan vesikel multiple
yang mengelupas dan akhirnya membentuk ulkus yang tertutup fibrin. Tepi
meradang dan eritematosus dan rasa sakit terbakar adalah hal biasa.
Responsnya dapat terbatas pada mukosa pipi, gusi, bibir, atau lidah atau dapat
melibatkan seluruh rongga mulut. Mungkin juga disertai dengan lesi kulit.
Perawatannya adalah menghindari allergen dan pemakaian antihistamin.
Anafilaksis menyeluruh adalah suatu reaksi hipersensitivitas cepat (Tipe
I) yang dapat membahayakan jiwa jika mengenai jaringan laring. Hal itu akibat
dari interaksi antigen-antibody yang membuat degranulasi sel batang dan
pelepasan amine vasoaktif dan mediator seperti histamin. Pada kasus yang
hebat, suatu peningkatan yang menyeluruh dalam permeabilitas vaskkuler
kontraksi otot menyebabkan urtikaria, dispnea, hipotensi, edema laring dan
kolaps vaskuler. Reaksi hipersensitivitas cepat setempat ringan dirawat dengan
antihistamin, sedangkan epinefrin dibutuhkan untuk merawat secara efektif
reaksi-reaksi
anafilaktik
menyeluruh
parah.
Perawatan
seharusnya
selalu
atau
desinfektan
kimia
ternyata
dapat
mengakibatkan
respons
juga
dapat
menunjukkan
tanda-tanda
hipersensitivitas
lambat.Gingivitis sel plasma mengakibatkan edema difus dan gusi merah padam
disebabkan bahan-bahan pengharum dalam beberapa pasta gigi dan permen
karet. Seringkali mengenai bibir dan sudut mulut dan mengakibatkan keilitis.
Antiseptik, tablet isap anti-biotik, anastetik topical, preparat euganol
dan obat kumur dapat mengakibatkan lesi rasa terbakar yang sama. Ini tampak
pada mukosa alveolar, dorsum lidah dan palatum sebagai ulkus eritematotus
yang tertutup oleh pseudomembran kelabu-putih. Restorasi dan kerangka gigi
tiruan sebagian dari aloi tuangan yang mengandung logam-logam berat seperti
cobalt,
merkuri,
nikel
atau
perak,
dapat
juga
mengakibatkan
reaksi
terbakar. Alergi terhadap monomer bebas yang ada dalam gigi tiruan dahulu
dianggap merupakan kejadian umum, sekarang sudah jarang ada.
Hipersensitivitas
cepat
setempat
diobati
dengan
antihistamin,
bersama
dengan
lebih
banyak
tanda-tanda
umum,
termasuk demam, malaise, sakit kepala, batuk, nyeri dada, diare, muntah dan
artralgia.
Triad klinis klasik dari sindromSteven-Jhonson terdiri atas lesi mata
(konjungtivitis), lesi genital (balanitis, vulvovaginitis) dan stomatitis. Sebagai
tambahan, ada lesi kulit target yang khas pada wajah, dada dan perut, yang
selanjutnya berkembang menjadi lesi vesikulobulosa barair yang sakit.
Seperti eritema multiformis, gusi biasanya jarang terkena bulla yang
mengelupas dibanding dengan mukosa yang tidak berkeratin. Lesi ulseratif dan
hemoragik yang luas pada bibir dan daerah-daerah gundul mukosa mulut adalah
san gat sakit dan biasanya membuat pasien tidak dapat makan dan menelan.
Asupan nutrisi yang tak cukup, dehidrasi, dan kesehatan yang buruk adalah
akibat umum yang mengharuskan pasien dirawat inap di rumah sakit.
sel epitel. Ada bentuk akut dan kronis, bentuk kronis yang lambat merupakan
yang paling umum.
Gambaran
perkembangan
klinis
cepat
yang
dari
paling
bulla
mencolok
multiple
yang
dari
pemphigus
cenderung
adalah
pecah
dan
meninggalkan erosi-erosi pada kulit dan membrane mukosa mulut. Jika ada
keterlibatan sistemik, maka kelemahan parah dapat mengakibatkan kematian.
Lesi-lesi mukokutan dini terdiri atas bulla atau plak gelatin berair yang jernih
dan berkilauan. Bullah tersebut sangat rapuh dan cepat pecah, berdarah dan
berkeropeng. Lesi cenderung kambuh pada daerah yang sama dan selanjutnya
menyebar kedaerah-daerah sekitarnya. Tekanan lateral ringan pada suatu bulla
akan menyebabkan bulla menyebar dengan cara meluas (tanda nikolsky).
Temuan khas dan konsisten adalah tutup superficial keputih-putihan, merupakan
atap bulla yang mengempis, yang dapat dengan mudah dikelupas. Kasus yang
menunjukkan daerah-daerah yang mengelupasyang mengenai gusi, secara klinis
disebut gingivitis desquamatif.
Pemphigus dapat tampak sebagai sayatan epitel dengan lipatan-lipatan
jaringan yang putih, ulkus apthosa atau traumatic atau pada keadaan yang
melibatkan banyak daerah bibir, mukosa pipi, lidah, gusi palatum dan orofaring,
suatu
keadaan
yang
mirip
eritema
multiformis.
Lesi
tunggal
seringkali
mempunyai tepi membulat, sedangkan erosi yang luas pada mukosa pipi
umumnya merah, kasar dan mempunyai tepi tak teratur yang difus. Seringkali
lepuh dapat saling bertumpuk di atas lesi yang sedang menyembuh sedemikian
sehingga periode remisi tidak ada. Lidah kurang umum terlibat dibandingkan
dengan bibir, mukosa pipi, dan gusi. Keropeng-keropeng perdarahan yang tebal
dan fetor oris adalah khas dari lesi yang luas. Penderita pemphigus seringkali
terganggu oleh sakit hebat yang menyertai keadaan ini.
Diagnosis pemphigus dipastikan oleh tanda Nikolsky positif, biopsi dan
teknik pewarnaan imunofloresen. Sebelum terapi steroid, maka dehidrasi dan
septikimia merupakan komplikasi fatal dari pemphigus.s
Pemphigoid Membrane Mukosa (Cicatrical) Jinak dan Pemphigoid Bullosa (5)
Pemphigoid adalah suatu penyakit mukokutan yang kronis, membatasi
diri, sedikit lebih umum dalam rongga mulut daripada pemphigus, tetapi dengan
morbiditas dan mortalitas yang lebih kecil. Dua tipe yang mengakibatkan lesi
oral yang mirip dapat dijumpai dalam mulut, pemphigoid membrane mukosa
jinak dan pemphigoid bullosa.
Pemphigoid bullosa yaitu tipe yang jarang dari keduanya, terjadi pada
kulit dan rongga mulut, tidak mempunyai predileksi jenis kelamin atau ras.
Lipatan-lipatan kulit di daerah ketiak, lipat paha dan perut paling sering
terserang. Tipe kedua yaitu pemphigoid membrane mukosa jinak (BMMP), juga
disebut cicatrical terbatas pada membrane mukosa, terutama membrane
okuler dan oral. Penyakit ini terjadi dua kali lebih sering pada wanita daripada
pria, biasanya setelah usia 50 tahun. Kadang-kadang terjadi pada orang-orang
yang lebih muda. Tidak ada predileksi ras.
Lesi kulit pemphigoid biasanya mendahului lesi oral, cenderung
mengelupas setempat dan menyembuh secara spontan. Bibir jarang terkena.
Bulla intraoral biasanya merupakan gelembung tegang, kecil, kuning atau
berdarah. Bulla-bulla tersebut terbentuk perlahan-lahan dan cenderung terjadi di
palatum, gusi, dan mukosa pipi. Karena bulla pemphigoid terjadi akibat dari
pemisahan subepitel, maka berdinding lebih tebal, tidak rapuh dan bertahan
lebih lama daripada pemphigus. Dalam beberapa kasus bulla menetap selama
beberapa hari sebelum pecah, keutuhan ini yang menunjukkan diagnosis dari
pemphigoid. Ulkus yang besar dan dangkal dapat terjadi dari penggabungan dari
beberapa lesi yang berdekatan. Ulkus tersebut dikelilingi oleh cincin-cincin
eritematosus, menunjukkan pola simetris dan kadang-kadang berdarah.
Jika keadaan tersebut terbatas pada gusi, yang mana sering terjadi,
maka telah dipakai istilah klinis gingivitis desquamatif untuk menyebut gusi
yang gundul, terang, merah, dan rasa terbakar. Gingivitis desquamatif adalah
istilah deskriftif dan dapat menggambarkan beberapa keadaan klinis yang sama
seperti lichen planus erosive, pemphigoid dan pemphigus yang diagnosisnya
belum ditentukan.
BMMP dapat terjadi pada anus, vagina, dan mukosa faring, tetapi
komplikasi
BMMP
yang
paling
parah
adalah
mata
yang
mengakibatkan
dengan
obat-obat
imunosupresi
seperti
azathioprine
merupakan
penyebab,
dimana
trauma
merupakan
penyebab
yang
paling
umum.Ulkus dapat terjadi pada semua usia dan pada kedua jenis kelamin.
Kiranya lokasi ulkus traumatikus adalah mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan
tepi perifer dari lidah.
Ulkus traumatikus dapat diakibatkan oleh bahan-bahan kimia, panas,
listrik, atau gaya mekanik, dan seringkali diklasifikasikan menurut sifat
penyebabnya. Tekanan dari dasar atau sayap gigi tiruan yang tidak pas atau dari
kerangka gigi tiruan sebagian adalah sumber dari ulkus dekubitus atau
tekanan.Ulkus ulkus tropic atau iskemik terutama terjadi pada palatum di
daerah tempat dilakukan penyuntikan. Suntikan gigi juga dianggap berkaitan
dengan ulserasi traumatic yang dapat dijumpai pada bibir bawah pada anakanak yang mengigit bibirnya setelah perawatan gigi selesai dilakukan. Sebagai
tamabahan dari cedera tiruan terebut, anak kecil dan bayi rentan terhadap ulkus
traumatikus palatum lunak akibat dari menghisap ibu jari yang disebut apthae
Bednar.
Ulkus dapat diakibatkan oleh kontak dengan gigi patah, cengkeraman gigi
tiruan sebagian atau mukosa tergigit secara tak sengaja. Luka bakar dari
makanan atau minuman yang terlalu panas umumnya terjadi pada palatum.
Ulkus traumatikus lain disebabkan oleh cedera akibat kuku jari yang mencungkilcungkil mukosa mulut. Diagnosis dari keadaan ini sederhana dan seringkali
diperoleh dari riwayat cermat dan pemerikaan temuan fisik.
Gambaran dari ulkus traumatikus akibat factor mekanis bervariasi, sesuai
dengan intensitas dan ukuran dari penyebabnya. Ulkus tersebut biasanya
tampak sedikit cekung dan oval bentuknya. Pada awalnya daerah eritematosus
dijumpai
di
perifer,
yang
perlahan-lahan
menjadi
muda
karena
proses
Apthosa
Kambuhan
diklasifikasikan
dalam
tiga
kategori
menurut ukurannya: Apthae minor, apthae major, dan ulkus herpetiformis. Kirakira 20% dari penduduk menderita apthae minor atau canker sore nama yang
biasa disebut oleh pasien. Dapat dijumpai pada setiap orang, tetapi wanita dan
orang dewasa muda sedikit lebih rentan. Pola keturunan telah terbukti disini dan
orang-orang yang merokok lebih jarang terkena daripada bukan perokok. Faktorfaktor yang memicu apthae meliputi atopi, trauma, endokrinopati, menstruasi,
defisiensi nutrisi, stress, dan alergi makanan. Meskipun etiologinya tidak
diketahui, studi-studi dewasa ini mencurigai proses imunopatik yang melibatkan
aktivitas sitolitik diperantarai sel sebagai respon terhadap HLA atau antigen
asing.
Bentuk
dari
streptococcus
dicurigai
menjadi
penyebab
dalam
2 sampai
5 mm.
Tepi
eritematosus yang
mencolok
tidak
bervariasi,
kambuh
dan
pola
terjadinya
bervariasi.
Kebanyakan orang terserang ulkus tunggal, sekali atau dua kali setahun, mulai
sejak masa anak-anak atau remaja. Kadang-kadang ulkus tampak dalam
kelompok-kelompok, tetapi biasanya kurang dari 5 terjadi sekaligus. Ulkus
multiple dapat menetap dalam jangka waktu beberapa bulan. Ulserasi yang
menetap seringkali sangat sakit dan biasanya mempunyai gambaran tak teratur.
Tindakan yang lebih ekstrim mungkin diperlukan untuk dengan efektif untuk
merawat pasien tersebut. Ulkus apthosa minor biasanya sembuh dengan
spontan tanpa pembentukan jaringan parut, dalam waktu 14 hari.
Meskipun tidak ada pengobatan yang sukses sepenuhnya untuk stomatitis
apthosa, pasien terbukti member respon terhadap suspense antibiotic, koagulasi,
kauterisasi, dan obat-obat anti-peradangan.
Ulkus Pseudoapthosa(5)
Pseudoapthae adalah suatu istilah ciptaan Binney yang menunjuk pada
ulkus-ulkus mukosa kambuhan di mulut yang mirip apthosa, dan dihubungkan
dengan defisiensi nutrisi. Penelitian menunjukkan bahwa 20% dari penderita
stomatitis apthosa kambuhan mengalami defisiensi asam folat besi dan vitamin
B12. Pseudoapthae seringkali disertai dengan penyakit peradangan usus,
penyakit Crohn, intoleransi gluten, anaemia pernisiosa.
Pseudoapthae
mirip
ulkus
apthosa,
tetapi
secara
khas
lebih
menetap.Ada sedikit predileksi untuk wanita antara usia 25 dan 50 tahun. Ulkusulkusnya cekung, membulat dan sakit. Tepi-tepinya dapat menimbul dan
kencang, tetapi pengerasan jarang dijumpai. Perubahan papilla lidah dapat
member petunjuk bagi pakar diagnostic tentang keadaan defisiensi nutrisi yang
mendasarinya. Penyembuhannya lambat dan mungkin pasien mengeluh tidak
pernah bebas dari ulserasi. Penyakit yang kronis dan menetap harus dievaluasi
untuk mengetahui defisiensi nutrisi, termasuk pemeriksaan hematologic. Jika
hasil laboratorium abnormal, maka diperlukan rujukan medis.
Apthosa Major(5)
Apthosa
major
adalah
suatu
varian
besar
dri
apthosa
minor,
sering
dijumpai
dalam
hubungannya
dengan
siklik
neutropenia,
agranulositosis, dan intoleransi gluten. Ulkus yang terletak pada lidah dapat
sangat mirip karsinoma. Adanya pembentukan jaringan parut berguna untuk
menentukan diagnose, untuk membedakan dengan keganasan.
Ulserasi Herpetiformis(5)
Ulserasi herpetiformis adalah tipe ulserasi fokal kambuhan pada mukosa
mulut yang secara klinis mirip ulkus yang dijumpai pada herpes primer; karena
itu namanya dari ulserasi apthosa kambuhan. Gambaran mencolok dari penyakit
adalah erosi-erosi kelabu putih, yang jumlahnya banyak, berukuran sekepal
jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tak jelas batasnya. Pada awalnya
ulkus-ulkus tersebut berdiameter 1 sampai 2 mm dan timbul berkelompok dan
terdiri atas 10 sampai 100. Mukosa disekitar ulkus adalah eritematosus dan
perkirakan akan ada gejala sakit.
Setiap bagian dari mukosa mulut dapat terkena ulserasi herpetiformis,
tetapi khususnya pada ujung anterior lidah, tepi-tepi lidah dan mukosa bibir.
Ukuran yang lebih kecil ini membedakannya dari apthae, sedangkan tidak
adanya vesikel dan gingivitis bersama dengan sifat kambuhnya membedakannya
dari herpes primer dan infeksi-infeksi virus oral lainnya. Virus tidak dapat dibiak
dari lesi dan lesi tersebut tidak menular.
usia
20
tahun,
yaitu
10
tahun
sesudah
puncak
terjadinya
kompleks
gejala
dengan
manifestasi
ulseratif.
Dalam
tahap
wanita, dan timbul antara usia 20 dan 30 tahun. Paling umum terjadi pada orang
Asia, pantai Mediterania dan Inggris.
Manifestasi mata dari sindrom Behcet meliputi foto phobia, konjungtivitas
dan iritis kambuhan kronis dengan hypopyon yang kadang-kadang menjurus
kekebutuan. Manifestasi mata dapat timbul bersama dengan atau terjadi
bertahun-tahun sesudah ulkus oral dan genital. Perubahan kulit ditandai oleh
nodula-nodula subkutan dan lepuh-lepuh makula dan popula yang bervesikel,
berulserasi dan berkeropeng. Ulkus genital dapat mengenai mukosa atau kulit
dan cenderung menjadi lebih kecil dan kurang umum daripada lesi oral.
Ulkus oral, lesi yang paling sering dari sindrom Behcet dapat merupakan
tanda awal dari penyakit tersebut. Satu atau beberapa sekelompok mirip
apthosa pada mukosa pipi atau bibir adalah khas; tetapi dapat terjadi disetiap
daerah mukosa mulut. Sama dengan apthosa, ulkusnya rata, dangkal, dan oval
dengan ukuran yang bervariasi. Lesi-lesi kecil cenderung terjadi lebih sering
daripada lesi yang besar. Eksudat serofibrinosa menutupi permukaannya dan
tepi-tepinya merah serta berbatas jelas. Sering ada keluhan sakit dan periode
kambuh dari eksaserbasi dan remisi adalah khas. Pasien dengan keterlibatan
mukokutan terbatas dirawat secara simtomatik dengan steroid topikal neurookuler memerlukan perawatan dokter umum. Azathioprine, cyclophosphamide,
thalidomide dan colchine telah dipakai dengan sukses pada kasus-kasus
tertentu. Semua obat-obat ini mempunyai efek samping yang cukup serius.
Ulkus Granulomatosus(5)
Dua infeksi granulomatosus umumyang dapat mengakibatkan ulkus oral
adalah tuberculosis (TB) dan histoplasmosis. Ini adalah lesi jarang dijumpai pada
orang yang lebih tua sesudah penyakit tersebut berkembang jauh. Kelainan yang
mendasari seperti AIDS, mengakibatkan ulkus tersebut terjadi pada kelompok
penduduk yang lebih muda. Karena lesi paru-paru seperti batuk yang menetap
adalah temuan riwayat yang penting.
Penyebaran organism dari paru-paru ke mulut melalui saliva yang
terinfeksi,
dapat
mengakibatkan
infeksi
mulut.
TB
mulut
dan
infeksi
histoplasmosis ditandai oleh ulserasi. Ulkus-ulkus ini dapat terjadi pada setiap
permukaan mukosa; tetapi, lesi tuberculosis terjadi lebih sering pada dorsum
lidah dan mukosa bibir di sudut mulut. Gambaran klinisnya bervariasi dan dapat
mirip dengan ulkus traumatikus atau karsinoma epidermoid, terutama jika
lesinya terletak pada tepi lateral lidah. Lesi-lesi pada lengir alveolar seringkali
mirip suatu daerah pencabutan yang bergranulasi. Bagian tengah ulkus
granulomatosa berwarna kuning-kelabu atau bahkan kebiru-biruan, nekrotik dan
cekung beberapa mm. daerah perifer dari ulkus tersebut bergelombang atau
membenjol dan digambarkan seperti batu bulat. Tepi lesinya tidak teratur,
berbatas jelas dan bergaung. Komponen-komponen noduler dan vegetative
seringkali dijumpai dalam kaitannya dengan ulkus histoplasmosis. Limfadenopati
servikal adalah temuan yang umum. Tergantung pada lokasi dan factor-faktor
iritasi, beberapa pasien jarang mengeluh sakit dan temuannya dapat merupakan
suatu kebetulan, pasien-pasien lain mengalami ketidaknyamanan yang parah.
Lesi tuberculosis dan histoplasmosis menular dan organism aktif dapat ditularkan
dalam kondisi yang sesuai.
Suatu biopsy atau biakan diperlukan untuk memastikan diagnosisnya.
Gambaran
histologist
dan
pewarnaan
khusus
menunjukkan
organisme
penyakitnya
mengakibatkan
proliferasi
neoplastik
yang
segera
akhirnya pembentukan ulkus. Ulkus yang lebuh lanjut cenderung menjadi besar,
berbentuk kawah dan bagian tengahnya tertutup oleh selaput nekrotik yang
kunig-kelabu. Kadang-kadang ada fokus kasar merah, sedangkan tepi-tepinya
keras, menimbul dan kadang-kadang berjamur.
Karsinoma dapat terjadi di setiap tempat dalam mulut. Daerah-daerah
yang paling umum adalah sakit, kebas, leukoplakia, eritoplakia, pengerasan,
perlengketan danlimfadenopati. Limfadenopati metastatik ditandai oleh kelenjar
limfe seperti karet yang tidak sakit, cekat didasarnya dan menempel bersamasama. Penggunaan berlebihan dari alcohol dan tembakau oleh pasien akan
meningkatkan kecurigaan pemeriksa akan karsinoma mulut, jika suatu ulkus
menetap tidak sembuh dalam 14 hari. Biopsi harus dilakukan oleh klinisi yang
member perawatan utomo
Ulkus Khemoterapeutik(5)
Pasien-pasien yang menerima obat-obat imunosupresan untuk berbagai
penyakit
serius,
termasuk
transpalantasi
organ,
kondisi
autoimun,
atau
neoplasma, dapat mengalami ulserasi oral dan stomatitis. Efek samping dari
obat kemoterapeutik dapat langsung atau tidak langsung berbahaya untuk
mukosa
mulut.
Antimetabolit
seperti
methotrexate
bias
menghambat
daerah tersebut merah dan rasa terbakar. Epitel permukaan hilang dan
terbentuk ulkus yang biasanya besar, dalam, nekrotik dan sakit. Tepi-tepi ulkus
tidak teratur dan seringkali tidak ada tepi radang merah yang khas, karena
kurangnya respons radang oleh pasien. Jika sakitnya menjadi parah dan nutrisi
serta cairan tidak cukup, maka dosis obat harus dikurangi.
Kultur sangat dianjurkan untuk semua lesi karena kecenderungannya
untuk terinfeksi organism Gram negative dan jamur dank arena kemiripinannya,
maka ulkus-ulkus tersebut dapat menyerupai kekambuhan dari virus herpes
simpleks laten. Anastesi topikal dipakai untuk mengurangi gejala, sedangkan
tindakan
kebersihan
mulut,
termasuk
bahan-bahan
antimikrobial
seperti
3. Luka bakar
Lesi putih yang terjadi karena trauma fisik termis dan dapat disebabkan
makanan yang panas, asap rokok, instrumen gigi yang panas, dan lain-lain. Lesi
putih ini nonkeratotik dan bersifat sementara. Ulkus berwarna abuabu keputihan dan jika disebabkan makanan yang panas biasanya terletak di
bagian tengah palatum durum. Luka bakar ini dapat terjadi karena obat
analgesik asam asetilsalisilat yang sering diletakkan pada lipatan mukosa bukal
untuk meredakan rasa sakit pulpitis danperiodontitis pada beberapa pasien.
Bentuk lesi tidak teratur, putih, di mana pseudomembran dan seluruh mukosa
pipi bisa terkena. Jika pseudomembran diangkat akan timbul rasa sakit dan
daerah yang terangkat kasar serta berdarah. Penatalaksanaannya adalah
dengan menghentikan aplikasi aspirin, mengontrol infeksi dengan antiseptik dan
antibiotik, serta irigasi lesi dengan akuades untuk menghilangkan obat yang
masuk.
4. Radiation mucocitis
Terjadi karena terapi radiasi pada keganasan daerah leher dan kepala yaag
terjadi pada akhir minggu pertama radioterapi. Lesi berwarna merah difus
terutama pada mukosa berkeratin tipis, lama-kelamaan terjadi pseudomembran,
dan jika epitel terlepas akan terjadi ulkus. Penatalaksanaannya adalah
mengontrol terjadinya infeksi sekunder, peningkatan kebersihan mulut, dan
pemberian antiseptik dengan bahan dasar klorheksidin glukonat 0,12% dan
antibiotik spektrum luas.
C. Lesi putih hiperkeratosis tanpa kecenderungan menjadi ganas
1. Stomatitis nikotina
Merupakan lesi spesifik pada perokok berat yang menggunakan pipa atau cerutu.
Terjadi pada palatum dan terbatas pada daerah yang terpapar uap tembakau
rokok. Pada tahap awal, mukosa tampak kemerahan tapi kemudian berubah
menjadi putih keabu-abuan, menebal, dan berfisur. Penebalan terbatas pada
muara kelenjar liur minor palatum yang tampak sebagai umbilicated noduleputih
dengan bagian tengah merah dan dapat berubah menjadi coklat karena deposit
tar. Lesi ini bersifat reversibel sehingga akan hilang jika kebiasaan merokok
dihilangkan.
2. Traumatic keratosis
2. Leukoplakia nonhomogen
o Eritroleukoplakia (eriosit): lesi berwarna putih merah.
o Nodular: permukaan lesi berbenjol-benjol seperti nodul
o Verukosa: pada permukaan lesi terdapat proyeksi-proyeksi tajam dari epitel.
Yang berpotensi menjadi ganas berturut-turut adalah eritroplakia,
eritroleukoplakia, nodular leukoplakia, verukosa leukoplakia, dan homogen
leukoptakia.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sitologi atau biopsi untuk
menentukan ada tidaknya displasia sel. Bila perlu, dilakukan biopsi ulang dalam
waktu 6-12 bulan, terutama bila terdapat perubahan ukuran atau karakteristik
lesi.
Penatalaksanaan
Dapat dengan dua cara yaitu terapi nonbedah dan terapi bedah. Terapi
nonbedah dengan pemberian vitamin A 1 x 25.000 IU atau 50.000 IU/hari selama
tiga bulan, vitamin E, makanan dengan kadar karoten tinggi, penghentian
rokok dan pemakaian obat kumur beralkohol, serta pemakaian obat jamur
selama 1-2 minggu.
2. Eritroplakia
Daerah mukosa yang kemerahan, memiliki tekstur seperti beludru, dan
berdasarkan pemeriksaan klinis serta histopatologi tidak disebabkan inflamasi
atau penyakit lain. Sebagian besar lesi ini, terutama yang berada di bawah lidah,
dasar mulut, palatum molle, dan pilar faucialanterior memiliki kecenderungan
menjadi ganas. Diduga sebagai lesi awal karsinoma sel skuamosa oral. Jarang
ditemukan karena tidak mencolok dan asimtomatik, karena itu pemeriksaan
mulut harus dilakukan dalam keadaan kering dan dengan teliti. Tidak memiliki
predileksi jenis kelamin, meski mungkin berhubungan dengan kebiasaan
merokok dan minuman keras.
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau
kumur. Diagnosis pasti dengan biopsi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sama dengan leukoplakia. Biopsi harus dilakukan namun
observasi selama 1-2 minggu sambil menghilangkan iritan yang dicurigai dapat
diterima.
Diagnosis Banding
Kandidosis, stomatistis dentata, tuberkulosis, histoplasmosis, iritasi mekanis.
3. Liken Planus
Suatu penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat kronik, dan mudah
terjadi eksaserbasi. Etiologinya belum jelas tetapi diduga karena stres,
pemakaian obat, dan defisiensi vitamin B kompleks jangka panjang.
Mirip dengan leukoplakia, namun liken planus lebih difus, distribusinya
menyeluruh, terdapat minimal satu lesi seperti renda. Kelenturan kulit tidak
berubah.
Manifestasi Klinis
o Kulit
Khas adanya papul dengan permukaan dan berbentuk poligonal, berwarna
keungu-unguan, mengkilat, gatal, diameter 1 cm dan distribusinya terutama
pada ekstremitas.
o Mukosa mulut
Distribusi lesi pada nukosa bukal, bibir, lidah, dan gingiva. Lesi biasanya bilateral
tetapi tidak simetris. Bentuk lesinya bervariasi yaitu retikular, papular, lesi
seperti plak, atopik, bula dan erosif.
Merupakan suatu kondisi prakanker karena pada pemeriksaan histopatologis
terlihat adanya hiperkeratosis, parakeratosis, ortokeratosis, penebalan lapisan
granulosum, rete pegs, dan degenerasi likuifaksi sel basal.
o Serologi: HIV
Diagnosis Banding
Plak susu, debris makanan.
Penatalaksanaan
o Cari faktor predisposisi dan diterapi.
o Beri terapi oral atau sistemik dengan obat golongan azol, mikostatin oral 1-2
mg.
Definisi
Banyak penyakit mulut yang memiliki gejala klinis lesi ulseratif, vesikular, dan
bula. Untuk itu diperlukan keterangan tambahan tentang riwayat penyakit selain
pemeriksaan klinis. Sedikitnya harus ditanyakan sejak kapan lesi itu muncul
untuk membedakan apakah akut atau kronik, riwayat penyakit sebelumnya, dan
banyaknya lesi yang ada. Penyakit mulut dengan manifestasi lesi ulseratif,
vesikular, dan bula dapat dikelompokkan menjadi:
Faktor Predisposisi
Rekurensi dapat terjadi karena virus laten pada saraf. Faktor predisposisi yang
dapat mengaktifkan virus laten adalah demam, stres, trauma lokal pada
ganglion saraf, alergi, defisiensi nutrisi, dan kelelahan fisik.
Penatalaksanaan
Pemberian asiklovir, terapi simtomatik, terapi suportif, dan pencegahan
rekurensi dengan menghindarkan faktor-faktor predisposisi.
Komplikasi
Pada keadaan tertentu infeksi dapat sangat hebat sehingga menimbulkan
komplikasi, yaitu:
Penatalaksanaan
Untuk penderita varisela maupun herpes zoster pada usia muda diberikan
pengobatan simtomatis atau ditambah dengan asiklovir untuk mempercepat
penyembuhan, dan mengurangi rasa nyeri. Beri vitamin neurotropik, dan lakukan
perawatan lesi ekstraoral dengan antiseptik atau bedak salisil untuk mencegah
infeksi sekunder yang dapat menyebabkan skar. Kortikosteroid prednison 3 x 5
mg selama 5 hari diberikan untuk mencegah komplikasi neuralgia maupun
mengurangi komplikasi pada mata.
Eritema Multiforme
Etiologi
Eritema multiforme adalah penyakit inflamasi akut pada kulit dan mukosa yang
menyebabkan berbagai bentuk lesi akibat deposit imunokompleks. Etiologinya
belum jelas tetapi ada beberapa faktor yang diduga berperan yaitu obat-obatan
golongan sulfa, penisilin, analgesik, antipiretik, mikroorganisme, penyakit
autoimun, radiasi, psikis atau keganasan.
Patogenesis
Diduga merupakan suatu reaksi hipersensitivitas dan adanya deposit
imunokompleks pada pembuluh darah superfisial kulit serta mukosa
menyebabkan aktivasi komplemen, peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
dan penarikan leukosit yang akan melepaskan enzim proteolitik sehingga terjadi
kerusakan jaringan.
Manifestasi Klinis
Kelainan ini timbul cepat dengan gejala prodromal kurang dari 48 jam. Lesi
patognomonik adalah lesi target pada kulit yang terdiri dari bula dikelilingi oleh
edema dan eritema. Lesi pada eritema multiforme lebih besar, tidak teratur,
lebih dalam, biasanya berdarah, dan dapat terjadi pada semua mukosa mulut.
Lesi pada bibir khas berbentuk lesi yang ditutupi krusta merah kehitaman.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus eritema multiforme yang ringan cukup dengan
pengobatan suportif, seperti obat anestesi kumur dan diet makanan lunak.
Sedangkan pada eritema multiforme sedang maupun berat memerlukan
kortikosteroid, contohnya prednison atau metilprednisolon dengan dosis awal 3050 mg/hari selama beberapa hari.
Etiologi
Bakteri penyebab adalah Bacillus fusiformis dan Borellia vincentii. Adanya
bakteri-bakteri tersebut tidak selalu memberikan gejala, kadang gejala baru
timbul bila ada faktor predisposisi yang menurunkan daya tahan jaringan mulut.
Faktor Predisposisi
Kebersihan mulut yang buruk sehingga terjadi penimbunan makanan dan karang
gigi, merokok, emosi/stres, kelelahan fisik, dan penyakit kelainan darah.
Manifestasi Klinis
Terdapat rasa sakit akut pada gingiva yang menyeluruh, keluhan perdarahan
gingiva, hilangnya pengecapan dan bau mulut, dan adanya gejala sistemik
seperti sakit kepala, demam, dan limfadenopati.
Pada gingiva terlihat nekrosis yang menyeluruh atau lokal, terdapat
pseudomembran, hilangnya papil interdental, jaringan mudah sekali berdarah,
dan bagian mukosa mulut lain yang menempel pada gingiva, di mana lesi
terdapat juga akan terkena sehingga timbul ulkus datar, multipel, dan teratur
sebagai abkatch ulcera.
Penatalaksanaan
o Hilangkan gejala aktif dengan cara mematikan dan mengontrol bakteri dengan
penisilin 4 x 500 mg/hari, kumur dengan H2O2 1,5-2%, dan pemberian roboransia
vitamin C atau B kompleks.
Manifestasi Klinis
Berdasarkan penampakan lesi, stomatitis aftosa rekurens dapat dibagi menjadi
ulserasi minor bila diameter kurang dari 1 cm dengan penyembuhan tanpa skar;
ulserasi mayor bila diameter lebih dari 1 cm, penyembuhan lebih lama, dan
meninggalkan skar; ulserasi herpetiformis bila ulserasi kecil-kecil dan berkumpul.
Penatalaksanaan
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien
topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2-3 lesi ulserasi minor.
Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon
atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan
menjelang tidur. Pemberian tetrasiklin dapat diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri dan jumlah ulserasi. Bila tidak responsif terhadap kortikosteroid atau
tetrasiklin, dapat diberikan dapson dan bila gagal juga maka diberikan talidomid.
Infeksi Herpes Simpleks Rekurens
Infeksi Herpes simpleks rekurens pada mulut, yaitu pada bibir atau intraoral
terjadi pada pasien yang pernah menderita infeksi Herpes simpleks dan
memiliki antibodi pelindung, sehingga disebut juga sebagai reaktivasi bukan
reinfeksi. Pemicunya adalah demam, haid, sinar ultraviolet, stres, dan
imunosupresi.
Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul adalah gejala prodromal diikuti timbulnya vesikel-vesikel
kecil berdiameter 1-3 mm yang berkelompok sebesar 1-2 cm pada bibir. Lesi
pada intraoral sama dengan lesi yang muncul pada bibir, tapi sangat cepat
pecah sehingga membentuk ulserasi. Biasanya pada mukosa berkeratin tebal,
yaitu gingiva, palatum, dan jembatan alveolar. Lesi akan bertambah besar dan
menyebar ke mukosa di sekitarnya, pada daerah yang mengandung sedikit
keratin, seperti mukosa rongga mulut, mukosa bibir, dan dasar rongga mulut.
Penyakit ini akan sembuh dalam 1-2 minggu.
Penatalaksanaan
Tergantung keluhan pasien. Pemberian asiklovir 5 x 200 mg dapat diberikan
sebagai profilaksis bukan saat penyakit ini kambuh.
c. Lesi multipel kronik
Penyakit mulut dengan manifestasi lesi multipel kronik adalah pemfigus,
pemfigoid sikatrik, dan liken planus erosif.
Pemfigus
Penyakit autoimun yang melibatkan kulit dan mukosa dan ditandai dengan
adanya bula intradermal. Ada 4 bentuk, yaitu pemfigus vulgaris, pemfigus
vegetans, pemfigus foliaseus, dan pemfigus eritematosus. Bentuk lesi pada
pemfigus tidak bulat, iregular, dan dangkal dengan tanda Nikolsky yang khas.
Penatalaksanaan
Pemberian kortikosteroid sistemik dosis tinggi bersama dengan imunosupresan
seperti siklosporin atau azatioprin.
d. Ulkus traumatik
Lesi ini disebabkan trauma karena gigi, makanan, alat yang dipasang pada
rongga mulut, panas, atau bahan kimia dan akan sembuh dalam 1 minggu. Lesi
ini harus dibedakan dari karsinoma sel skuamosa.
. Stomatitis aphtosa
minor (MiRAS).
Sebagian besar pasien
menderita stomatitis
aphtosa bentuk minor ini.
Yang ditandai oleh luka
(ulser) bulat atau oval,
dangkal, dengan diameter
kurang dari 5mm, dan
dikelilingi oleh pinggiran
yang eritematus. Ulserasi
pada MiRAS cenderung
mengenai daerah-daerah
non-keratin, seperti
mukosa labial, mukosa
bukal dan dasar mulut.
Ulserasi bisa tunggal atau
merupakan kelompok
yang terdiri atas empat
atau lima dan akan
sembuh dalam jangka
waktu 10-14 hari tanpa
meninggal beka.
2. Stomatitis aphtosa
major (MaRAS).
Hanya sebagian kecil dari
pasien yang terjangkit
stomatitis aphtosa jenis
ini. Namun jenis stomatitis
aphtosa pada jenis ini
lebih hebat daripada
stomatitis jenis minor
(MiRAS). Secara klasik, ulser
ini berdiameter kira-kira
1-3 cm, dan berlangsung
selama 4minggu atau
warna, tekstur,
simetrisitas dan adanya
ulserasi atau fisura.
Gusi diinspeksi
terhadap inflamasi,
perdarahan, retraksi,
dan perubahan warna.
Lidah.
Dorsal (punggung)
diinspeksi untuk
tekstur, warna dan lesi.
Inspeksi bagian mulut
terhadap adanya lesi,
bercak putih terutama
pada bagian mukosa
pipi bagian dalam, bibir
bagian dalam, lidah
serta di langit langit.
b. Diagnosa
Keperawatan.
1. Perubahan membran
mukosa oral yang
berhubungan dengan
kondisi patologis,
infeksi atau trauma
kimia atau mekanis.
Perubahan nutrisi,
kurang dari kebutuhan
tubuh, yang
berhubungan dengan
ketidakmampuan
untuk mencerna nutrisi
adekuat akibat kondisi
oral atau gigi.
Gangguan cairan tubuh
berhubungan dengan
intake cairan yang
kurang.
Nyeri yang
berhubungan dengan
perawatan mulut.
Meminimalkan
ketidaknyamanan dan
nyeri.
Meningkatkan control
infeksi.
7. Kurang pengetahuan
tentang proses penyakit.
Intervensi keperawatan :
Pendidikan kesehatan
dan pertimbangan
perawatan di rumah
tentang pentingnya
perawatan kebersihan
mulut, rongga mulut,
dan gigi.
Mengajarkan teknik
menggosok gigi yang
benar.
d. Implementasi.
Sasaran : sasaran utama
untuk pasien mencakup
perbaikan pada kondisi
membran mukosa oral.
e. Evaluasi.
Menunjukkan bukti
membran mukosa
secara utuh.
Mencapai dan
mempertahankan berat
badan yang diinginkan.
Mempunyai cirri diri
positif.
Mendapatkan tingkat
kenyamanan yang
dapat diterima.
Mengalami penurunan
rasa takut yang
berhubungan dengan
nyeri, isolasi dan
ketidakmampuan.
Bebas dari infeksi.
Mendapatkan informasi
tentang proses
penyakit dan program