Dapat diperbarui
Dapat terurai
Kontinuitas bahan bakunya terjamin (Hambali, dkk, 2007)
Mengurangi impor BBM atau Automatic Diesel Oil
Meningkatkan kesempatan kerja orang indonesia di dalam negeri
Meningkatkan kemampuan teknologi pertanian dan industri di dalam negeri
Memperbesar basis sumber daya bahan bakar minyak nabati (BBN)
Mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara, karena biodiesel ramah
lingkungan.
Sebagai bahan bakar, biodiesel harus memenuhi karakteristik yang ditetapkan oleh
Parameter
Densitas pada
40 oC
Viskositas pada
40 oC
Angka setana
Titik nyala
Titik kabut
(Cloud Point)
Titik Tuang (Pour
Point)
Air dan sedimen
Satuan
Nilai
Metode Uji
Metode
Setara
kg/m3
850-890
ASTM D 1298
ISO 3675
mm2/s
2,3-6,0
ASTM D 445
ISO 3104
min. 51
ASTM D 613
ISO 5165
min. 100
ASTM D 93
ISO 2710
max.18
ASTM D 2500
max.18
ASTM D97
maks. 0,05
ASTM D 2709
maks. 360
ASTM D 1160
Temperatur
destilasi 90%
Angka asam
Mg-KOH/gr
maks. 0,8
AOCS Cd 3-63
FBI-A01-03
10
Gliserol bebas
%-berat
maks. 0,02
AOCS Ca 14-56
FBI-A02-03
11
Gliserol total
%-berat
maks. 0,24
AOCS Ca 14-56
FBI-A02-03
12
%-berat
min. 96,5
Dihitung
FBI-A03-03
13
Bilangan iodine
g-I2/100g
maks. 115
AOCS Cd 1-25
FBI-A04-03
14
Abu tersulfatkan
%-berat
maks 0,02
ASTM D 874
ISO 3987
(Density),
menunjukkan
perbandingan
massa
persatuan
volume
karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh masin
diesel persatuan volume bahan bakar. Massa jenis bahan bakar diesel diukur dengan
menggunakan metode ASTM D 287 atau ASTM DI 298 dan mempunyai satuan
kilogram/meter kubik (kg/m3).
- Viskositas (kekentalan) Viskositas
merupakan
sifat
intrinsik
fluida
yang
resiko bahaya saat penyimpanan. Semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar
semakin aman penanganan dan penyimpanannya.
- Titik Kabut (Cloud Point) titik kabut adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai
tampak berawan (cloudy), hal ini timbul karena munculnyakristal-kristral
(padatan) di dalam bahan bakar.Walaupun bahan bakar masih bisa mengalir pada titik
ini keberadaan kristal di dalam bahan bakar dapat mempengaruhi kelancaran aliran
bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injector.
- Titik tuang (pour point) adalah temperatur terendah yang masih memungkinkan
terjadinya aliran bahan bakar di bawah pour point bahan bakar tidak lagi bisa
mengalir karena terbentuknya Kristal yang menyumbat aliran bahan bakar dan pada
cloud pointterjadi pada temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan pour
point.
- Kadar Air ( Water Contain) Pada negara yang mempunyai musim dingin kandungan
air yang terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat
menyumbat aliran bahan bakar. Selain itu keberadaan air dapat menyebabkan korosi
dan pertumbuhan mikro organisme yang juga dapat menyumbataliran bahan bakar.
Sedimen dapat menyebabkan penyumbatan juga dan kerusakan mesin (Siboro,
2010).
- Bilangan asam diukur untuk melihat tingkat keasaman suatau bahan bakar diesel.
Jika bilangan asam ini tinggi, maka akan menyebabkan pengurangan waktu
pemakaian pompa bahan bakardan juga dapat mengurangi waktu pemakaian
saringan pada mesin.
- Bilangan gliserin bebas dan total gliserin diukur untuk menunjukkan sempurna
tidaknya suatu trigliserida diubah menjadi alkil ester. Jika bilangan ini tinggi dapat
menyebabkan kerusakan pada mesin (Tyson, 2014).
- Bilangan Iodine (Number iodine) Angka iodine pada biodiesel menunjukkan tingkat
ketidak jenuhan senyawa penyusun biodiesel, padahal disisi lain keberadaan senyawa
tak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada temperatur rendah karena
senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga
berkorelasi pada cloud danpour point yang juga rendah (Siboro, 2010).
- Uji abu sulfat bertujuan untuk memastikan penghilangan semua katalis yang
dimasukkan selama proses. Jika kandungan sisa katalis proses yang masih ada
dalam alkil ester tinggi dapat menyebabkan terbentuknya endapan pada injektor atau
penyumbatan pada saringan mesin (Tyson, 2014).
dengan
katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi
selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan
untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA
dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester.
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol (Nurul, dkk, 2010).
Reaksi esterifikasi adalah:
O
R
KOH
OH + H3C
(asam lemak)
OH
(metanol)
CH3 + HO
(metil ester)
(air)
k = A e(-Ea/RT) ...............................................................(4.1)
T= Suhu absolut (oC)
R= Konstanta gas umum (cal/gmol oK)
E= Tenaga aktivasi (cal/mol)
A= Faktor tumbukan (t-1)
K= Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
- Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga
pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar.
- Suhu reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k
makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar (Nurul,
dkk, 2010).
NaOH
O
H2C
O
R1
O
HC
C
O
R2
H2C
R3
(trigliserida)
+ 3 CH3OH
Katalis
(methanol)
R1
C
O
OCH3
H2C
OH
R2
C
O
OCH3 + HC
OH
R3
OCH3
OH
(metil ester)
H2C
(gliserol)
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined.
Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin
diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya
dan disaring.
- Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30-65C (titik didih
metanol sekitar 65C). Semakin tinggi temperatur, konversiyang diperoleh akan
semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat (Nurul, dkk, 2010).
: H2O
: 18 g/mol
: Cair
: 100 oC
: 0 oC
: 0,998 g/cm3
: KOH
: 56 g/mol
: Padatan
: 1384 oC
: 380 oC
: 1,046 g/cm3
: CH3OH
: 32 g/mol
Bentuk
Titik didih
Titik lebur
Densitas
D. Minyak Kelapa Sawit
Berat molekul
Indeks Bias
Could point
Densitas
Viskositas kinematik
-
E. Natrium hidroksida
Rumus kimia
Berat molekul
Bentuk
Titik didih
Titik lebur
Densitas
F. Phenolpthelin
Rumus kimia
Berat molekul
Bentuk
Titik didih
Titik lebur
Densitas
4.4. Alat dan Bahan
A. Alat yang digunakan:
- Beakerglass
- botol aquadest
- buret
- corong pemisah
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- klem
- labu leher tiga
- labu ukur
- Magnetic Stirrer
- piknometer
- pipit tetes
- pipet volume
- spatula
- statif
- termometer
: Cair
: 64,5 C
: -97,8 oC
: 0,7921 g/cm3
o
: 269,638 g/mol
: 1,4521 pada 60 oC
: 16
: 0,0891 (50 oC); 0,874 (75 oC); 0,857 (100 oC)
: 47,8 cSt pada 38 oC
9,1 cSt pada 100 oC
: NaOH
: 40 g/mol
: Zat Padat Putih
o
: 1388 C
: 323 oC
: 2,1 g/cm3
: C20H14O4
: 318 g/mol
: Cair
: 548,7 oC pada 1 atm
: 258-263 oC
: 1,299 g/cm3
B. Bahan - bahan yang digunakan:
- Aquadest (H2O)
- indikator fenolftaelin (C20H14O4)
- kalium hidroksida (KOH)
- metanol (CH3OH)
- minyak kelapa sawit
- natrium hidroksida (NaOH)
1. Uji FFA
Melakukan Uji FFA / angka asam lemak bebas, jika hasil FFA > 2 % maka
dilakukan proses esterifikasi sampai bahan baku mempunyai FFA < 2 %. Jika
FFA < 2 % maka dapat melakukan proses transesterifikasi.
Prosedur pengujian Free Fatty Acid (asam lemak bebas):
- Menimbang 20 gram minyak dalam Erlenmeyer
- Memanaskan minyak sampai suhu 40 oC
- Memasukkan metanol 96 % sebanyak 50 mL dan 3 tetes indikator PP ke
dalam Erlenmeyer
- Mendinginkan larutan sampai suhu ruangan
- Menitrasi larutan dengan larutan KOH 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna menjadi merah jambu
- Mencatat volume titran yang dibutuhkan
- Menyatakan asam lemak bebas sebagai % FFA
- Perhitungan % FFA:
2. Proses Esterifikasi
- Memanaskan 1 liter minyak hingga mencapai suhu 60 oC 65 oC
- Menambahkan 2,25 gram metanol dan 0,05 gram asam sulfat untuk setiap
gram asam lemak bebas dalam minyak. Mencapurkan asam sulfat dan
metanol terlebih dahulu kemudian menambahkannya secara perlahan ke
dalam minyak
- Melakukan pengadukkan dengan Magnetic Stirrer selama 2 jam
- Mendinginkan campuran sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah adalah
metanol-air-asam sulfat
- Mengukur kembali % FFA.
3. Proses Transesterifikasi
- Menimbang 2,5 gram natrium hidrokasida dan melarutkannya di dalam
56,44 gram metanol (1,7616 mol metanol)
- Memasukkan 250 gram minyak (0,2936 mol minyak) ke dalam labu leher
tiga dan memanaskan minyak pada suhu 60 oC
- Kemudian memasukkan larutan natrium hidroksida alkoholik ke dalam
minyak dan transesterifikasi dilakukan selama 120 menit disertai dengan
pengadukan
- Menghentikan proses setelah waktu reaksi tersebut
- Memisahkan lapisan tersebut dengan menggunakan corong pemisah sampai
terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan bawah (gliserol dan metanol) dan lapisan
atas (crude biodiesel)
- Mencuci kelebihan alkohol dan residu katalis dari crude biodiesel dengan
menggunakan air panas 80 90 oC
- Pencucian diulangi sampai air yang digunakan untuk proses pencucian telah
jernih sehingga diperoleh metil ester yang telah bebas pengotor
- Penguapan sisa air pencuci yang ada di metil ester dengan memanaskan
metil ester sampai temperatur 90 100 oC.
4. Uji densitas metil ester
- Menimbang berat piknometer kosong
- Memasukkan metil ester kedalam piknometer
- Menimbang piknometer yang telah diisi metil ester
- Menghitung densitas metil ester.
Perlakuan
Uji FFA
Minyak
Lar. A
Pengamatan
Larutan berwarna
Kesimpulan
Suhu 40 oC
kuning.
Lar. A + PP + CH3OH Lar.
Terbentuk 2 lapisan.
dititrasiLar.
KOH
Lar. C
Warna terbentuk 2
kuning (minyak).
lapisan.
% FFA
= 0,9572 %
2.
Transesterifikasi
NaOH + CH3OH
Lar. A
Minyak
Lar. B
Larutan berwarna
kuning.
diaduk
Lar.
A + Lar. B
Lar. C
dipisahkan
Lar.
Larutan berwarna
Lar. D
coklat keruh.
Terbentuk 2 lapisan.
dicucui air
panas
Lapisan D
Terbentuk 2 lapisan.
Lar. E
Larutan berwarna
kuning jernih.
Lar. E
3.
D
Uji Densitas
(biodiesel).
Lar.
Berat piknometer
kosong = 16,51 gr
Berat piknometer
0,85 g/cm3
2. Proses transesterifikasi
4.8. Perhitungan
1. Menghitung % FFA
volume
(37,80 16,51)g
25 mL
0,85 g/cm 3
H2C
O
R1
C
O
OCH3
R2
C
O
OCH3
R3
OCH3
NaOH
HC
C
O
R2
H2C
R3
(trigliserida)
R1
+ 3 CH3OH
(methanol)
(metil ester)
H2C
HC
H2C
(gliserol)
Pembahasan
1. Menguji % FFA
Tujuan mengetahui % FFA yakni untuk mengetahui dan menentukan tahap apa
yang akan dilakukan dalam pembentukan biodiesel. Jika % FFA < 2 % maka
langsung melakukan proses transesterifikasi tanpa melalui tahap esterifikasi,
sedangkan jika % FFA > 2 % maka harus melakukan proses esterifikasi terlebih
dahulu karena untuk menurunkan kadar FFA. % FFA yang didapatkan pada
O
R1
C
O
OCH3
H2C
R2
C
O
OCH3 + HC
R3
OCH3
NaOH
HC
C
O
R2
H2C
R3
(trigliserida)
R1
+ 3 CH3OH
(methanol)
(metil ester)
H2C
(gliserol)
DAFTAR PUSTAKA
Hambali, Erliza, dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia: Jakarta
Prihandana, Rama & Hendroko, Roy. 2007. Energi Hijau. Swadaya: Jakarta
Prihandana, Rama, dkk. 2007. Meraup Untung dari Jarak Pagar. Agromedia: Jakarta
Nurul, H,. Maharani dan Zuliyana. 2010. Pemubuatan Metil Ester (biodiesel) dari
Minyak dedak dan Metanol Dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi,
http://eprints.undip.ac.id/13454/1/ARTIKEL_ILMIAH.pdf., diakses tanggal 12
Desember 2014.
Siboro, Jamson. 2010. Pengaruh Lama Reaksiterhadap Perubahan Karakteristik
Biodiesel Turunan Minyak Kacang Tanah Dengan Menggunakan Katalis CaO
Dan
Cosolvent
Eter,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19403-/4/Chapter%20II.pdf.,
diakses tanggal 12 Desember 2014.
Tyson. 2014. Biodiesel dari Minyak Nabati, http://che.unsyiah.ac.id/wpcontent/uploads/sites/4/2014/01/Biodiesel-Dari-Minyak-Nabati.pdf.,
diakses tanggal 12 Desember 2014.