Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN

TUTORIAL BLOK 17
SKENARIO A

DISUSUN OLEH
Kelompok Tutorial A 2
Tutor : dr. Alfian
Nur haniyyah
04011381320021
Indah Meita Said
04011381320031
Maya Indah Sari
04011181320055
Nova Pebi Putri
04011281320005
Ratu Rizki Ana
04011381320047
Hana Yuniko 04011281320025
Rostika Fajrastuti 04011181320093
Muhammad Hadi
04011281320035
Nadya Aviodita
04011381320035
Ayu Laisitawati
04011181320009
Mia Esta Poetri
04011281320033
Bella Melinda
04011281320041
Eriza Dwi Indah
04011181320023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN PELAJARAN 2013-2014

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan
hidayahnya jua-lah Penyusun bisa menyelesaikan tugas Laporan Tutorial ini dengan baik tanpa
aral yang memberatkan.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas Laporan Tutorial Skenario A
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok 17.
Terima kasih tak lupa pula Kami haturkan kepada dr. Alfian, yang telah membimbing
dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik dalam memberikan saran,
arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
yang membangun sangat Kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi Penyusun
dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang,9 April 2015


Penyusun

Kelompok Tutorial A2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
SKENARIO A....................................................................................................................4
I.

Klarifikasi Istilah........................................................................................................4

II.

Identifikasi Masalah...................................................................................................6

III.

Analisis Masalah.........................................................................................................7

IV.

Hipotesis......................................................................................................................17

V.

Sintesis ........................................................................................................................17

VI.

Learning Issue
1...........................................................................................................................Hepatiti
s B.....................................................................................................................28
2...........................................................................................................................Anatom
i system hepatobilier.......................................................................................39
3...........................................................................................................................Fisiolog
i system hepatobilier.......................................................................................45
4...........................................................................................................................Ikterik
..........................................................................................................................50

VII.

Kerangka Konsep.......................................................................................................53

KESIMPULAN .................................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................55

SKENARIO A BLOK 17 TAHUN 2015


Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP dengan
keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai BAK seperti the tua.
Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada. 10 hari yang lalu Nn.Anita mengalami demam tinggi
terus-menerus. Nn.Anita hanya mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam
berkurang. Ibu dan Nn.Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik
Kesadaran kompos mentis, BB : 50kg, TB 158 cm.
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, pernapasan : 20x/menit, suhu 36,7C.
Pemeriksaan spesifik :
Kepala

: sclera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis

Leher

: dalam batas normal.

Thoraks

: dalam batas normal.

Abdomen

: inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae, tepi tumpul,

konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness(-).


Ekstremitas

: palmar eritema (-) , akral pucat (-), edema perifer (-)

Pemeriksaan laboratorium :
-

Hb
Leukosit

: 12,3 g/dl
: 8.800/mm3

Ht
Trombosit

: 36 vol %
: 267.000/mm3

LED
: 104 mm/jam
Bil direk
: 8,94 mg/dl
SGOT
: 295 u/l
HBsAg(+)
Anti HAV IgM(-)
Anti HBc IgM(-)

Bil tot
Bil indirek
SGPT
Anti HBs(-)
HBeAg (-)

: 9,49 mg/dl
: 0,55 mg/dl
:376 u/l

Klarifikasi istilah :
1. Hepatitis B : penyakit virl akut yang terutama di tularkan secara parenteral melalui
kontak personal yang erat, atau dari ibu ke neonatus. Gejala prodormal yang berupa
demam, malaise, anoreksia, mual, dan muntah, mereda seiring timbulnya gejala klinis
ikterus, angioderma, lesi kulit urtikarial , dan atritis. Setelah 3 sampai 4 bulan
kebanyakan pasien sembuh sempurna, tetapi beberapa diantaranya dapat menjadi karier
atau penyakitnya menjadi kronis.
2. Kompos mentis : kesadaran normal atau kesadaran sepenuhnya
3. Skera ikterik : warna kekuningan pada sclera akibat hiperbilirubinemia dan pigmen
empedu
4. Shifting dullness : pekak yang berpindah akibat adanya cairan bebas dalam rongga
5.
6.
7.
8.
9.

peritonium
Palmar eritema : kemerahan pada palmar yang dihasilkan oleh kongesti pembuluh kapiler
Akral pucat : ujung jari pucat
Edeme perifer : retensi cairan pada kaki atau pergelangan kaki
HBsAg : hepatitis B survace merupakan penanda awal hepatitis B
SGOT : serum glutamic oxalo acetic transaminase yaitu sebuah enzim yang secara
normal berada di hati dan prgan lain, dikeluarkan kedalam darah ketikaterjadi kerusakan

hati atau perubahan permeabilitas dinding sel hati.


10. HBeAg : antigen E hepatitis yang merupakan protein dari virus dan menunjukan bahwa
virus secara aktif mereplikasi di dalam hati dan menunjukan bahwa darah seseorang serta
cairan tubuhnya sangat menular
11. Anti HAV Igm : antibody tubuh yang dibentuk sebagai tanggapan infeksi virus hepatitis
A.
12. Anti HBc Igm : antibody terhadap antigen cor yang terdapat pada sel hati setelah infeksi
virus hepatitis B yang menunjukan apakah individu tersebut sudah terpapar VHB atau
belum.

13. Anti HBs : antibody golongan IgG tergadap HBsAg yang timbul setalah terpapar virus
VHB atau setelah vaksinasi hepatitis B yang bersifat protektif.
14. Bil direk : pigmen empedu yang dihasilkan melalui pemecahan heme dan reduksi
biliverdin, normalnya larut dalam air.
15. Bil indirek : yang dihasilkan melalui pemecahan heme dan reduksi biliverdin normalnya
dalam plasma
Identifikasi masalah
1. Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP
dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai BAK
seperti the tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada.
2. 10 hari yang lalu Nn.Anita mengalami demam tinggi terus-menerus. Nn.Anita hanya
mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam berkurang.
3. Ibu dan Nn.Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu.
4. Pemeriksaan fisik
Kesadaran kompos mentis, BB : 50kg, TB 158 cm.
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, pernapasan : 20x/menit, suhu 36,7C.
5. Pemeriksaan spesifik :
Kepala
: sclera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis
Leher
: dalam batas normal.
Thoraks
: dalam batas normal.
Abdomen
: inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae, tepi
tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness(-).
Ekstremitas : palmar eritema (-) , akral pucat (-), edema perifer (-)
6. Pemeriksaan laboratorium :
- Hb
: 12,3 g/dl
Ht
: 36 vol %
- Leukosit
: 8.800/mm3
Trombosit
: 267.000/mm3
- LED
: 104 mm/jam
Bil tot
: 9,49 mg/dl
- Bil direk
: 8,94 mg/dl
Bil indirek
: 0,55 mg/dl
- SGOT
: 295 u/l
SGPT
:376 u/l
- HBsAg(+)
Anti HBs(-)
- Anti HAV IgM(-)
HBeAg (-)
- Anti HBc IgM(-)

Analisis masalah
1. Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP
dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai BAK
seperti the tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada.

a. Apa organ yang terganggu pada kasus ?


Organ yang terganggu adalah hepar dan biliaris
b. Apa penyebab dan mekanisme abnormal mata kuning dan BAK seperti teh tua?
Mata kuning diakibatkan karena peningkatan bilirubin dalam sirkulasi darah. Hal ini
dapat terjadi karena gangguan baik pada prehepatik, intrahepatik, dan post-hepatik.
Biasanya mengenai sklera terlebih dahulu karena permukaan nya kaya akan elastin,
selain itu sklera warnanya putih dan sangat terlihat jika terjadi perubahan warna.
BAK seperti teh tua karena terjadi peningkatan kadar bilirubin direk/ konjugasi dalam
urin sehingga warna urin menjadi lebih pekat.
c. Bagaimana hub jk, usia, dan pekerjaan terhadap kasus?
Persentase hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45- 49 tahun (11,92%), umur
>60
tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%), selanjutnya HBsAg positif
pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%)
d. Apa indikasi tidak ada keluhan BAB dan gatal-gatal pada kasus?
Bilirubin direk biasanya di konversi menjadi sterkobilinogen dan urobilinogen.
Sterkobilinogen digunakan untuk mewarnai feses, sedangkan urobilinogen untuk
mewarnai urin. Sebagian besar sterkobilinogen keluar melalui tinja dan mewarnai
tinja dan mencapai jumlah kecil mencapai air seni, sehingga BAB masih baik-baik
saja pewarnaannya.
e. Bagaimana hubungan keluhan mata kuning sejak satu minggu yang lalu Nn.anita
dengan riwayat mengidap hepatitis B sejak satu tahun yang lalu?
Hubungannya, karena hepatitis B menyebabkan bilirubin di pembuluh darah
meningkat sehingga menyebabkan mata kuning.
2. 10 hari yang lalu Nn.Anita mengalami demam tinggi terus-menerus. Nn.Anita hanya
mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam berkurang.
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme demam tinggi terus-menerus pada kasus?
sebagai reaksi proses inflamasi akut pada hepar akibat virus
Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar
tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses
peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh

kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat
toksin tertentu yang sebagai pirogen eksogen.
Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya
dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit,
makrofag, dan untuk memakannya (fagositosis). Dengan adanya proses fagosit ini,
tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata-senjata berupa zat kimia yang
dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti
infeksi. Pirogen endogen yang keluar selanjutnya akan merangsang sel-sel epitel
hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asan arakhidonat. Asam
arakhidonat yang di keluarkan oleh hipotalamus akan memacu pengeluaran
prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari
thermostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan
titik patokan suhu tubuh (diatas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini
dikarenakan thermostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang di
bawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses
menggigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh
yang lebih banyak.
3. Ibu dan Nn.Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu.
a. bagaimana klasifiksasi hepatitis B ?
- hepatitis akut
- hepatitis kronik Hepatitis B kronik diartikan sebagai penderita dengan virus
hepatitis B yang bertahan lebih dari 6 bulan setelah infeksi akut.
1. aktif : Pada penderita ini dapat ditemui tanda-tanda penyakit hati kronik, seperti
pembesaran hati, kemerahan pada telapak tangan, serta pelebaran pembuluh darah
kecil
2. tidak aktif : Pada penderita ini tidak terdapat gejala.
b. Adakah hubungan riwayat hepatitis B dengan keluhan terhadap kasus?
Ibu Nn. Anita terinfeksi HBV => menurunkan secara genetik ke Nn. Anita =>
Hepatitis B kronis => infeksi dan inflamasi => keluhan
Replikasi virus berlebihan => inflamasi akut => demam tinggi 10 hari terakhir.
c. Bagaimana fisiologi bilirubin?
Fisiologi pembentukan bilirubin :
a. Produksi bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan
protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. 1 gram
hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin indirek.
Oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim
heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ
lain.Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh
enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen
serta pada pH normal bersifat tidak larut.
b. Transport bilirubin
Bilirubin indirek ditransfer melalui membrane sel ke dalam hepatosit. Di dalam sel
hepar, bilirubin terikat pada ligandi dan sebagian kecil pada glutation S-transferase
lain dan protein Z. Sebagian besar bilirubin indirek yang masuk ke dalam hepatosit
akan dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu.
c. Konjugasi bilirubin
Di dalam hepatosit , bilirubin indirect dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide
dengan bantuan enzim ahila uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG) yang
mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi
bilirubin diglukoronide terjadi di membrane kanlikulus. Bilirubin natural X dapat
diekskresikan langsung ke dalam empedu tanpa mengalami proses konjugasi .
d. Ekskresi bilirubin
Setelah bilirubin indirek mengalami proses konjugasi menjadi bilirubin direk yang
dapat larut ke dalam ar dan diekskresi dengan cepat ke system empedu kemudian ke
usus. Di usus, bilirubin direk tidak mengalami proses absorpsi. Sebagian kecil
bilirubin direct dihidrolisis menjadi bilirubin indirect oleh enzim beta-glukoronidase

yang terdapat dalam usus dan di absorpsi kembali. Siklus ini disebut siklus
enterohepatis.
4. Pemeriksaan fisik
: 20x/menit, suhu 36,7C.
Pemeriksaan spesifik :
Kepala
: sclera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis
Leher
: dalam batas normal.
Thoraks
: dalam batas normal.
Abdomen
: inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae, tepi
tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness(-).
Ekstremitas : palmar eritema (-) , akral pucat (-), edema perifer (-)
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik & pemeriksaan spesifik?

Interpretasi dan Mekanisme Abnormal dari Pemeriksaan Umum dan Spesifik


No
Hasil Pemeriksaan Fisik
Nilai Normal
Interpretasi Hasil
.
Pemeriksaan Umum
Sensorium: Kompos
1.
Kompos Mentis
Nnormal
Mentis
Rata -rata 120/80
2.

3.
4.
5.
6.
7.

Tekanan Darah : 110/70

mmHg (Nilai
Normal = 110/60-

130/85)
16 24 x/menit
60 100 x/menit
36,5 37,5C
Pemeriksaan Spesifik
Mata
Konjuntiva tidak anemis
Tidak anemis
RR : 20 x/menit
Nadi : 90 x/menit
Temperatur : 36,7C

Sklera ikterik

Putih

Normal

Normal
Normal
Normal
Normal
Ikterus (pigmentasi kuning
pada kulit yang disebabkan
oleh hiperbilirubinemia)

8.
9.
10.
11.

I: Datar
Palpasi = Lemas
P = Hepar teraba 2 JBAC,

Leher
Dalam Batas Normal
Dada
Dalam Batas Normal
Abdomen
Datar
Lemas

tepi tumpul, konsistensi

Hepar tidak teraba

lunak, nyeri tekan (+)

Nyeri tekan (-)

13.

P = shifting dullness (-)

14.
15.
16.

Palmar eritema (-)


Akral Pucat (-)
Edema perifer (-)

shifting dullness (-)


Ekstremitas
Palmar eritema (-)
Akral Pucat (-)
Edema perifer (-)

12.

Normal
Normal

Abnormal : Hepatomegali

Normal
Normal
Normal
Normal

Mekanisme abnormal:
Sklera ikterik
Infeksi virus hepatitis B Akut on Kronik pada hepatosit hepatosit yang terinfeksi dapat
menyintesis dan menyekresikan protein permukaan non infektif (HBsAg) dalam jumlah
besar aktivasi limfosit sel T CD8+ sititoksik dan aktivasi respon inflamasi
pembengkakan dan disorganisasi hepatosit menekan dan menghambat kanalikuli atau
kolangiola kolestasis intrahepatik aliran bilirubin terkonjugasi terhambat Bilirubin
terkonjugasi masuk kembali kedalam sirkulasi sistemik sklera ikterik.

Hepar teraba 2 JBAC, tepi tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+)
Infeksi virus hepatitis B Akut on Kronik pada hepatosit Stimulasi respon inflamasi
akumulasi sel radang akut, peningkatan pemeabilitas vaskular pada hepar hepatomegali.

5. Pemeriksaan laboratorium
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?
1) Hb
: 12,3 g/dl (normal)
2) Ht
: 36 vol % (normal)
3) Leukosit
: 8.800/mm3 (normal)
4) Trombosit
: 267.000/mm3 (normal)
5) LED
: 104 mm/jam
Nilai normal : Wes 0-20 mm/jam
Win 0-15 mm/jam
Interpretasi : meningkat
Mekanisme : karena adanya proses inflamasi dan infeksi akut,
6) Bil tot
: 9,49 mg/dl
Nilai normal : 0,1-1,2 mg/dL
Interpretasi : meningkat
Mekanisme : kongesti sistem hepatobilier
7) Bil direk
: 8,94 mg/dl
Nilai normal : 0,1-0,3 mg/dL
Interpretasi : meningkat

Mekanisme
8) Bil indirek
Bil indirek
Nilai normal
Interpretasi
9) SGOT
SGOT

: kongesti sistem hepatobilier


: 0,55 mg/dl
: 0,55 mg/dl
: 0,1-1 mg/dL
: normal
: 295 u/l SGPT
:376 u/l

Perempuan : < 31 U/L


Laki-laki

: < 35 U/L

SGPT
Perempuan : < 31 U/L
Laki-laki

: < 41 U/L

Mekanisme: Nn. Anita => Infeksi Hepatitis B kronik => terjadinya proses infeksi
dan inflamasi di hepar => pemecahan hepatosit
10) HBsAg(+)
HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) Yaitu suatu protein yang merupakan
selubung luar partikel VHB. HBsAg yang positif menunjukkan bahwa pada saat
itu yang bersangkutan mengidap infeksi VHB.
Mekanisme: Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari
peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi
virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane
utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut
membentuk partikel virus.
11) Anti HBs(-)
Antibodi terhadap HBsAg. Antibodi ini baru muncul setelah HBsAg menghilang.
Anti HBsAg yang positif menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan telah
kebal terhadap infeksi VHB baik yang terjadi setelah suatu infeksi VHB alami
atau setelah dilakukan imunisasi hepatitis B.
Sedangkan pada kasus, Anti HBs (-) yang berarti menunjukkan belum
terbentuknya kekebalan terhadap virus Hepatitis B.
12) Anti HAV IgM(-)
Infeksi bukan termasuk fase akut. Respon kekebalan awal virus adalah IgM antiHAV, 2-3 minggu setelah infeksi. Antibody ini akan bertahan selama 3-6 bulan
setelah infeksi , dan akan menurun dan tidak terdeteksi.
13) HBeAg (-)

Interpretasi : pada pasien hepatitis pre core mutant (seperti pada kasus ) walaupun
HBeAg negative, virus masih dalam fase replicant.
Mekanisme abnormal :
Ada 4 fase perjalanan penyakit hepatitis B kronik, yaitu fase imunotolerens,
imunoklirens, inactive carrier state, dan fase reaktivasi. Pada fase imunoklirens,
tubuh mulai memberikan respon terhada hepatitis B dan akan mengubah HBeAg
yang positif menjadi negative dan anti-HBe menjadi positif. Setelah itu, pasien
masuk ke fase inactive carrier state dimana HBeAg yang positif menjadi negative
dan anti-HBe menjadi positif, biasanya tidak ada gejala klinis dan transaminase
normal.
Akan tetapi, pada pasien-pasien

hepatitis kronik pre core mutant,

HBeAg

negative menandakan masih tetap terjadi replikasi virus. Karena pada pasien
hepatitis kronik pre core mutant, virus telah mengalami mutasi sehingga virus
hepatitis tidak dapat menghasilkan HBeAg tetapi anti-HBe tetap dihaislkan oleh
host karena pada tingkat sel T respon imunologik terhadap HBcAg dan HBeAg
sama.
14) Anti HBc IgM(-)
Interpretasi : pasien terinfeksi virus hepatitis b kronis
b. Fungsi & cara pemeriksaan
a. HBsAg
Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg)
merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. HBsAg merupakan petanda
serologik infeksi virus hepatitis B pertama yang muncul di dalam serum dan
mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca infeksi, mendahului munculnya
gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya HBsAg merupakan satusatunya petanda serologik selama 3 5 minggu. Pada kasus yang sembuh, HBsAg
akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi sedangkan pada kasus kronis,
HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulan. HBsAg positif yang
persisten lebih dari 6 bulan didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10%
penderita yang memiliki HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap
positif selam bertahun-tahun.

HBsAg dan HBeAg keduanya adalah antigen (pasangan antibodi). Fungsi


pemeriksaan HbsAg

adalah untuk mengetahui apakah pasien merupakan

penderita hepatitis B, yang ditandai dengan HBsAg positif.


b. HBeAg
Fungsi pemeriksaan HBeAg adalah untuk mengetahui apakah adanya replika
virus dalam hepatosit (sel hati). HBeAg berkaitan erat dengan HBV DNA, yaitu
DNA virus Hepatitis B. Pada beberapa kasus, ada yang nilai HBeAg-nya negatif
namun bukan pertanda mutlak bahwa yang bersangkutan tidak memiliki virus,
misalnya pada penderita Hepatitis B yang mengalami mutasi
c. Anti HBs
Untuk mengetahui adanya antibody / zat kekebalan terhadap virus Hepatitis B
1.Pada penderita Hepatitis B, anti HBs positif merupakan tanda kesembuhan
2.Pada pasien yang belum / sudah mmendapatkan vaksinasi Hepatitis B, jika anti
HBs positif berarti pasien sudah mempunyai kekebalan terhadap infeksi virus
Hepatitis B. Disarankan untuk rutin memeriksakan kadar anti HBs, jika kadar
Anti HBs menurun, perlu diberikan vaksinasi ulang
3.Jika HBsAg dan Anti HBs negatif: Pasien belum pernah terinfeksi dan belum
mempunyai kekebalan terhadap infeksi Hepatitis B, disarankan untuk vaksinasi
cara pemeriksaan :
1. Dikelurkan perangkat regen yang akan diperiksa dari lemari pendingin agar
sesuai dengan suhu ruangan.
2. Dibuka alumunium pembungkus, ambil strip.
3. Dimasukkan 100 l sampel pada tabung reaksi.
4. Diinkubasi strip pada sampel dengan arah panah menunjukkan kebawah,
jangan melebihi garis maksimum test strip saat mencelupkan strip.
5. Dibaca hasil setelah 15 menit, hasil tidak dapat dibaca setelah 20 menit.
Interprestasi hasil :
Positif (+)
: Terdapat garis merah pada garis test dan garis control.
Negatif (-)
: Hanya terdapat garis merah pada garis kontrol.
Invalid
: Hanya terdapat garis merah pada garis test atau tidak terdapat
garis merah pada garis test dan garis kontrol.
d. Anti HAV IgM
fungsi nya untuk mengetahui adanya antibody terhadap virus Hepatitis A
e. Anti HBc IgM

Anti Hbc Antibodi terhadap protein core. Antibodi ini pertama kali muncul pada
semua kasus dengan infeksi VHB pada saat ini (current infection) atau infeksi
pada masa yang lalu (past infection). Anti HBc dapat muncul dalam bentuk IgM
anti HBc yang sering muncul pada hepatitis B akut, karena itu positif IgM anti
HBc pada kasus hepatitis akut dapat memperkuat diagnosis hepatitis B akut.
Namun karena IgM anti HBc bisa kembali menjadi positif pada hepatitis kronik
dengan reaktivasi, IgM anti HBc tidak dapat dipakai untuk membedakan hepatitis
akut dengan hepatitis kronik secara mutlak.
Hipotesis
Nn.Anita menderita hepatitis B kronik dengan inflamasi hati akut
Sintesis
1. Bagaimana cara mendiagnosis sesuai kasus?
Anamnesis:
1. Konsumsi alkohol jangka panjang
2. Pemakaian narkotik suntikan
3. Penyakit hati menahun
Gejala klinis:

Awalnya tidak ada gejala yang jelas dan spesifik

Pada keadaan yang lebih berat:

demam

- nyeri kepala

ikterus

- mual/muntah

urin berwarna coklat seperti teh

anorexia

- lemah badan

hati membesar / mengecil

- nyeri perut kanan atas

spider naevi

- splenomegali

Pemeriksaan fisik:
1.
2.
3.
4.
5.

Asites dan Edema


Ikterik
Konjungtiva anemis (jika anemia parah)
Hepatomegali
Splenomegali

6. Palmar eritema
7. Akral pucat
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan bilirubin
b. Kelainan hematologi anemia
c. Penanda virus hepatitis B (HbsAg, HbeAg, Anti HBs, anti HBc IgM, Anti HAV
IgM)
d. Hb turun dan hipoprotrombinemia (jika sudah sangat kronis)
e. Bilirubin indirek dan Bilirubin Direk
f. SGOT/SGPT meningkat
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Radiologi
Pemeriksaan radiologi barium meal, endoskopi, untuk melihat varises esophagus
Ultrasonografi
USG: melihat hati, limfa, cairan dalam abdomen
CT-Scan dan MRI
Hepatomegali, nodul hati, splenomegali, cairan dalam abdomen
Pungsi cairan ascites
Scanning dengan menggunakan isotop
Biopsi hati
Pemeriksaan untuk causa dan USG

2. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?


- Pasien sirosis hepatis : palmar eritema +, ascites +, pitting
- Ikterus tanpa nyeri kolik,nyeri tekan pada hepar , hepatomegali : Hepatitis, hepatoma,
-

abses hepar
Nyeri kolik dengan menggigil , ikterus hilang timbul : obstruksi batu empedu dan

/atau hepato kolangitis.


Murphy sign, urin gelap seperti teh, steatore, pruritus : kolesistitis.
Kolangitis : trias charcoat (panas, nyeri perut, ikterus )
Ikterus progresif,sakit pingang dicurigai : keganasan pancreas
Kelainan intrahepatik : yellownish jaundice ,BAK seperti air the, dengan atau tanpa

nyeri dan nyeri tekan, BAB bisa atau tidak seperti dempul
kelainan ekstrahepatik : greenish jaundice (kuning kehijauan)+ BAK seperti teh

pekat + BAB seperti dempul + gatal +nyeri


prehepatik : ikterik + anemia

3. Apa saja pemeriksaan tambahan yang dapat menyingkirkan diagnosis banding?


Pemeriksaan biopsy hati untuk mebedakan kasus hepatitis akut dengan kasus reaktivasi
atau flare hepatitis kronik.

Pemeriksaan USG : hepatomegali dengan tepi tajam dan permukaan hati yang rata serta
adanya gambaran hipoechoic (dark liver) pada pasien hepatitis akut sementara pada
pasien reaktivasi / kasus flare pada hepatitis kronik didaptkan gambaran USG berupa
hepatomegali , ada gambara ekostruktur yang kasar, tidak homogeny, dan permukaan hati
yang tidak rata lagi, serta tepi hati yang tumpul.
4. Apa diagnosis kerja sesuai kasus?
Hepatitis B kronik dengan inflamasi akut fase ikterik
5. Apa definisi diagnosis kerja?
Ada 4 fase pada perjalanan penyakit hepatitis B kronik, yaitu fase imunotolerans, fase
imunklirens, inactive carrier state, dan fase reaktivasi. Pada fase imunotolerans praktis
tidak ada respon imun terhadap partikel virus hepatitis B sehingga tidak ada sitolisis selsel hati yang terinfeksi dan tidak ada gejala.
Pada fase imunoklirens didapatkan kadar transaminase yang meningkat dan pada fase ini
tubuh memulai memberikn respon imun terhadap hepatitis B dan hal ini akan mengubah
HBeAg yang positif menjadi negatif dan anti HBe menjadi positif. Pada fase ini terjadi
gejala klinik dan kenailan transaminase dengan berbagai tingkat mulai dari yang
asimptomatik sampai dengan gejala klinik yang parah yang dapat terjadi berulang kali.
Pada fase ini dapat terjadi eksaserbasi akut yang disebut dengan flare. Bila flare ini
terjadi berulang kali maka sirosis hati akan cepat terjadi. Setelah fase imunklirens ini
berlangsung, penderita masuk ke dalam fase inactive carrier state di mana praktis tidak
ada gejala klinik, trasaminase biasanya normal, HBeAg negatif dan anti HBe positif .
Tetapi pada sebagian pasien, walaupun HBeAg negatif dan anti HBe positif, tetapi
replikasi virus hepatitis B belum berhenti. Pasien-pasien ini mengidap infeksi hepatitis B
dengan mutant pre core, virus yang telah mengalami mutasi ini tidak mampu membuat
HBeAg tetapi anti HBe tetap dibentuk oleh host karena pada tingkat sel T respon
imunologik terhadap HBcAg dan HBeAg sama. Pada pasien dengan VHB tipe liar,
serokonversi HBeAg menjadi anti HBe merupakan pertanda baik dan kemungkinan untuk
terjadi sirosis dan hepatoma kecil. Pada pasien-pasien dengan infeksi VHB mutant pre

core karena masih adanya aktivitas penyakit dan jumlah partikel virus masih tinggi, maka
lebih sering terjadi sirosis dan hepatoma.

6. Bagaimana epidemiologi diagnosis kerja?


Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di China dan bagian lain
di Asia te rmasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan ini bisa terinfeksi
Hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia, 8-10 persen populasi
orang dewasa mengalami infeksi Hepatitis B kronik. Penyakit hati yang disebabkan
Hepatitis B merupakan satu dari tiga penyebab kematian dari kanker pada pria, dan
penyebab utama kanker pada perempuanPresiden Perkumpulan Peneliti Hati Indonesia
(PPHI) Prof Dr Laurentius A Lesmana, mengungkapkan tingkat prevalensi penyakit
hepatitis B di Indonesia sebenarnya cukup tinggi. Secara keseluruhan jumlahnya
mencapai 13,3 juta penderita. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi tahun
2003 (lampiran), di Indonesia jumlah kasus Hepatitis B sebesar 6.654 sedangkan di
Sumbar 649, berada pada urutan ke tiga setelah DKI Jakarta dan Jatim.Dari sisi jumlah,
Indonesia ada di urutan ketiga setelah Cina (123,7 juta) dan India (30-50 juta) penderita.
Tingkat

prevalensi

di

Indonesia

antara

5-10%.

Pada level dunia, penderita hepatitis B memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Menurut


Prof Lesmana, jumlah penderita hepatitis B di kawasan Asia Pasifik memang lebih
banyak dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Hal itu bisa
terjadi karena di Eropa atau Amerika, hepatitis B diderita oleh orang dewasa. Sedangkan
di Asia Pasifik umumnya diidap oleh kalangan usia muda.
7. Bagaimana etiologi diagnosis kerja?
-

infeksi virus

obat-obatan

bahan kimia

racun

8. Bagaimana Faktor resiko diagnosis kerja?

Beberapa kelompok individu yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapat


penularan infeksi HBV adalah:
- Penghuni institusi yang bersifat tertutup seperti penjara.
- Pecandu Narkotika (terutama yang menggunakan jarum suntik).
- Staf dan penderita unit dialis, petugas kesehatan yang sering berhubungan dengan
-

darah atau produk yang berasal dari darah.


Penderita yang sering mendapat transfusi darah.
Individu yang sering berganti pasangan baik heteroseksual maupun homoseksual.
Suami/istri atau anggota keluarga penderita infeksi HBV kronik.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan HbsAg positif.
Individu yang tinggal di daerah dengan prevalensi infeksi HBV tinggi.
Populasi dari golongan sosial ekonomi rendah yang tinggal di daerah
overcrowded dan hygiene kurang walaupun prevalensi HBV rendah.
Disamping terdapat kelompok-kelompok individu yang selain mudah

terkena infeksi HBV dan bila terinfeksi cenderung untuk menetap, yaitu:
Penderita sindrom down.
Penderita dengan hemodialisis kronik.
Bayi dan anak-anak kecil di daerah endemik.

9. Bagaimana patofisiologi diagnosis kerja?


Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah partikel
Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan
memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan
tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B
smerangsang respon imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun non spesifik
karena dapat terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu
dengan mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T, CD8 + terjadi
setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada pada
permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 + akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel
hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan
menyebabkan meningkatnya ALT.
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi antibody
antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel
virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan demikian
anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis B dapat
diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi virus hepatitis B
yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon imun yang tidak efisien
dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor pejamu.
Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B,
hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel sel terinfeksi, terjadinya
mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi HBeAg, integarasi genom virus
hepatitis B dalam genom sel hati
Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibody
terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor
kelamin dan hormonal.
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B dalam
persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus hepatitis B pada
neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi
virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam
tubuh janin mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa
diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.
10. Bagaimana pathogenesis diagnosis kerja?
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah
partikel dan maasuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel
hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat
dan tubuler, dan HbsAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang
respons imun tubuh, yang pertama kali dirangsang adalah respons imun spesifik (innate
immune response) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit
sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini tejadi tanpa restriksi HLA, yaitu
dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik, yaitu dengan
mengaktifasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak
reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas I yang ada pada
permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding APC dan dibantu rangsangan sel
T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC

kelas II pada dinding APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel
hati dan menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptida kapsid yaitu HbcAg atau
HbeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada didalam sel hati yang
terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan
menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping itu dapat juga
terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas
IFN dan TNF yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi antibodi
antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-Hbe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel VHB
bebas dan mencegah masuknya virus kedalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan
mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan
gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B kronik ternyata dapat
ditemkan adanya anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan HbsAg.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri,
sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap.
Proses eliminasi VHB oleh respons imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor
virus ataupun faktor pejamu.
-

Faktor Virus, antara lain :

Terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan terhadap CTL yang berfungsi
melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak memproduksi HbeAg,
integrasi genom VHB dala genom sel hati.
-

Faktor Pejamu, antara lain :

Faktor genetik, kurangnya IFN, adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan
fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor kelamin atau hormonal.
Salah satu contoh peran imunoterapi terhadap produk VHB dalam persistensi VHB adalah
mekanisme persistensi infeksi VHB pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HbsAg dan
HbeAg positif. Diduga persistensi tersebut disebabkan adanya imunotoleransi terhadap
HbeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi VHB, sedangkan persistensi

pada usia dewasa diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi
partikel virus. Persistensi infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerahprecore
dari DNA yang menyebabkan tidak dapat diproduksinya HbeAg. Tidak adanya HbeAg
pada mutan tersebut akan menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.

11. Bagaimana gejala klinis diagnosis kerja?


- Mual-mual (Nausea)
- Muntah muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan hebat pada liver sehingga
-

membuat keseimbangan tubuh tidak terjaga


Diare
Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual
Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh
Penyakit kuning (Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata, dan kulit
(Misnadiarly, 2007).

12. Bagaimana tatalaksana diagnosis kerja?


Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan maka akan
dilakukan periksaan darah. Setelah diagnosa ditegakkan sebagai Hepatitis B, maka ada cara
pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan telan (oral) dan secara injeksi.
a. Pengobatan oral yang terkenal adalah;
Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang dikenal dengan nama
3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak-anak, Pemakaian obat ini cenderung
meningkatkan enzyme hati (ALT) untuk itu penderita akan mendapat monitor
bersinambungan dari dokter.
Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral akan lebih efektif,
tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh buruk terhadap fungsi ginjal.
Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada penderita Hepatitis B kronik,
efek samping dari pemakaian obat ini adalah sakit kepala, pusing, letih, mual dan terjadi
peningkatan enzyme hati. Tingkat keoptimalan dan kestabilan pemberian obat ini belum
dikatakan stabil.
b. Pengobatan dengan injeksi/suntikan adalah ;

Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif pemancar sinar


yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.
Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN, ROFERON)
diberikan secara subcutan dengan skala pemberian 3 kali dalam seminggu selama 12-16
minggu atau lebih. Efek samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada
penderita yang memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit pada
otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini dapat dihilangkan
dengan pemberian paracetamol. Langkah-langkah pencegahan agar terhindar dari penyakit
Hepatitis B adalah pemberian vaksin terutama pada orang-orang yang beresiko tinggi
terkena virus ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti
pasangan/homosexual), pekerja kesehatan (perawat dan dokter) dan mereka yang berada
didaerah rentan banyak kasus Hepatitis B.

13. Bagaimana pencegahan diagnosis kerja?


-

Memeriksa HBsAg untuk darah dan produk darah yang ditransfusikan

Memusnahkan semua jarum habis pakai

Menjalankan universal precautions seperti penggunaan alat yang steril, menggunakan


sarung tangan dan penutup mata serta wajah untuk menghindari terpaparnya VHB pada
waktu melakukan sentrifugasi di dalam laboratorium

Melakukan vaksinasi hepatitis B

14. Bagaimana komplikasi diagnosis kerja?


-

Munculnya jaringan parut pada hati atau mengalami penyakit sirosis hati. Infeksi pada
penyakit hepatitis B yang bisa mengakibatkan terjadinya peradangan yang pada akhirnya
akan menimbulkan jaringan parut yang lebih luas dimulai dari hati. Jaringan parut yang
terletak dihati akan membuat kemampuan hati dalam berfungsi bisa terganggu.

Penyakit kanker hati. Orang yang mengalami infeksi penyakit hepatitis B kronik biasanya
akan mempunyai suatu peningkatan dalam resiko mengalami penyakit kanker hati.

Gagal hati. Kegagalan hati yang sifatnya akut adalah suatu kondisi dimana ada beberapa
fungsi-fungsi vital dari mulai hati ditutup. Disaat itu terjadi, biasanya pengobatan yang
perlu dilakukan adalah dengan transplantasi hati untuk bisa mempertahankan kehidupan.

Infeksi penyakit hepatitis D. Siapa saja yang terinfeksi oleh penyakit hepatitis B kroni
juga akan rentan untuk mengalami infeksi pada strain virus hepatitis lain misalnya adalah
hepatitis D. Anda tidak bisa terinfeksi penyakit hepatitis D terkecuali jika pernah
mengalami penyakit hepatitis B. Dan setelah penyakit hepatitis B dan juga penyakit
hepatitis D yang akan membuat resiko kemungkinan dari terjadinya penyakit ini dan bisa
mengembangkan penyakit hepatitis.

Sakit ginjal. Infeksi yang terjadi pada penyakit hepatitis B biasanya akan menimbulkan
suatu masalah sakit ginjal yang pada akhirnya bisa mengakibatkan penyakit gagal ginjal.
Anak-anak yang mempunyai resiko lebih cepat pulih dan sehat dari sakit ginjal
dibandingkan oleh orang dewasa yang bisa mengalami suatu kemungkinan penyakit
ginjal.

15. Bagaimana prognosis diagnosis kerja?


Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh berbagai factor, yang paling utama adalah
gambaran histology hati, respon imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis
B, serta respon tubuh terhadap pengobatan. Pada umumnya, prognosis pada hepatitis B
adalah Quo ad vitan & functionam: bonam.
16. Bagaimana skdi diagnosis kerja?
Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Learning issue
1. Hepatitis B
A.
Definisi Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Perjalanan penyakit terbagi menjadi 2 yaitu akut dan kronik. Pada fase akut, pasien
mengalami gejala infeksi yang bisa sembuh atau menjadi kegagalan hati. Sementara fase
kronik, pasien tidak nampak sakit walaupun virus hepatitis berada dalam tubuhnya.
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang
mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva,
melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan,
sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara
12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma.
Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini
mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit penyakit
hepatitis B melalui Health Promotion dan pencegahan penyakit melalui pemberian
vasinasi. Menurut WHO bahwa pemberian vaksin hepatitis B tidak akan menyembuhkan
pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah
berkembangnya penyakit menjadi carier
B.

Etiologi dan Masa Inkubasi BEP A TmS B

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini ditemukan pertama kali
oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini
termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang
disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat
Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen
permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya
virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara
epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam
penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90
hari.
C.
Sumber Penularan Virus Hepatitis B.
Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa:

Darah
Saliva
Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
Feces dan urine
Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang

terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau
serangga penghisap darah.
D.
Cara Penularan Virus Hepatitis B
Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk
jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo
b. Non Parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus
hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:
a. Penularan vertical : penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif
kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada
bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan
kelompok etnik.
b. Penularan horizontal : penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus
hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual

E.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B
1.
Faktor Host (Penjamu)
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbul
serta perjalanan penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
i.Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25
-45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada
anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang
dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam
jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.

ii.Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.
iii.Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B,
terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum
mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang
sempurna.
iv.Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya
hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian
akupuntur.
v.Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah,
dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka
dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja,
air kemih).
2.
Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B
terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr
yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya. Subtype adw terjadi di
Eropa, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype
adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di
Jepang dan China.
3.
Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan
hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:

Lingkungan dengan sanitasi jelek


Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
Daerah unit laboratorium
Daerah unit bank darah
Daerah tempat pembersihan
Daerah dialisa dan transplantasi.
Daerah unit perawatan penyakit dalam

F.
Patologi Hepatitis B
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B
(VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian
mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan
mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan
menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari
nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA
tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi
virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke
peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena
respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau
minimal maka terjadi keadaan karier sehat.
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu
adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi
sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan.
Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan
batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan
bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang
berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik
aktif.

G.
Manifestasi Klinis Hepatitis B
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi 2
yaitu :

1.
Hepatitis B akut
Adalah manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya
matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis
B akut terdiri atas 3 yaitu :
i.Hepatitis B akut yang khas
ii.Hepatitis Fulminan
iii.Hepatitis Subklinik
2.

Hepatitis B kronis

Adalah manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi
kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan
terjadi koeksistensi dengan VHB.
3.
Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
i.

Fase Praikterik (prodromal)


Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri
didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan
laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT,
Fosfatose alkali, meningkat).

ii.

Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali.
timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus,
gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.

iii.

Fase Penyembuhan

Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati
masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
4.
Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai
prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian.
Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan
SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil,
kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah,
dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.
5.
Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis
ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap.
H.
Kelompok Resiko Tinggi Terkena Hepatitis B
Dalam epidemiologi Hapatitis B dikenal kelompok resiko tinggi yang lebih sering
terkena infeksi Virus B dibandingkan yang lain, yang termasuk kelompok ini adalah :
1. lndividu yang karena profesi / pekerjaannya atau lingkungannya relatif lebih
sering ketularan, misal : petugas kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan), petugas
laboratorium, pengguna jarum suntik, wanita tuna susila, pria homoseksual, supir, dukun
bayi, bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi hepatitis B.
2. Individu dengan kelainan sistem kekebalan selular, misal penderita hemofilia,
hemodialisa, leukemia limfositik, penderita sindroma Down dan penderita yang
mendapat terapi imunosupresif.

I.
Pencegahan Hepatitis B
Menurut Park ada lima pokok pencegahan yaitu :
o Health Promotion, usaha peningkatan mutu kesehatan
o Specifik Protection, perlindungan secara khusus
o Early Diagnosis dan Prompt Treatment, pengenalan dini terhadap penyakit, serta
pemberian pengobatan yang tepat
o Usaha membatasi cacat
o Usaha rehabilitasi .

Dalam upaya pencegahan infeksi Virus Hepatitis B, sesuai pendapat Effendi dilakukan
dengan menggabungkan antara pencegahan penularan dan pencegahan penyakit.
1. Pencegahan Penularan Hepatitis B
Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik pada hospes
maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan.
1.

Health Promotion terhadap hos berupa pendidikan kesehatan, peningkatan

higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi darah dan mengurangi
kontak erat dengan bahan-bahan yang berpotensi menularkan virus VHB.
2.

Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya:

meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHB melalui


tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan di kota dan di
desa serta pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan
juru masak serta pelayan rumah makan.
3.

Perlindungan Khusus Terhadap Penularan Dapat dilakukan melalui sterilisasi

benda-benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan
sarung tangan bagi petugas kesehatan, petugas laboratoriumyang langsung bersinggungan
dengan darah, serum, cairan tubuh daripenderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan,
penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu
dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (Onkologi dan Dialisa) untuk
menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan penderita.
2. Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif

Immunisasi Aktif

Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang lahir dari ibu
HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan pada
orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra
muskular sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun.
Program pemberian sebagai berikut:
Dewasa:Setiap kali diberikan 20 g IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian
diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.
Anak :Diberikan dengan dosis 10 g IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1
bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.

Immunisasi Pasif
Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif dimana daya
lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius dengan
menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan terhadap Post Expossure
maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HBsAs positif diberikan
HBIG 0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian
ulangan pada bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif
diberikan HBIG 0,06 ml/Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang
setelah 1 bulan.

I.

Reaktivasi Hepatitis B Kronik


A.

Definisir Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Reaktivasi Hepatitis B kronik adalah timbulnya aktivitas penyakit hati dengan tandatanda hepatitis B akut, misalnya kenaikan kadar transaminase yang tinggi dan kadar DNA
VHB yang tinggi pada seorang penderita infeksi hepatitis B kronik yang secara klinis
sudah tenang dan HbeAg negatif, sebaliknya anti HBE positif.
Reaktivasi dapat terjadi pada karier asimptomatik, pada pasien hepatitis B kronik dan
bahkan pada pasien sirosis yang tadinya sudah inaktif, sedang bila kejadian tersebut
terjadi pada fase imunoclearance dinamakan flare.
Flare

Reaktivasi

Fase

Galur virus
HbeAg
Anti Hbe
Viral load
Terapi

B.

Immunoescape(sesuda

Fase

h fase inaktif)

immunoclearance(sebelu

Tipe Liar (Wild)


+
107 108 kopi/cc
Antiviral

m fase inaktif)
Pre Core Mutant
+
>105 kopi/cc
Antiviral

Gejala Klinis Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Reaktivasi / flare hepatitis B kronis dapat bersifat asimptomatik, misalnya terjadinya


kenaikan transaminae tanpa disertai gejala. Bisa juga berbentuk hepatitis B akut yang
khas (typical), hepatitis berat atau bahkan hepatitis B fulminan.
i. Gejala hepatitis B akut yang khas :
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :

Fase Praikterik (prodromal)

Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri
didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan
laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT,
Fosfatose alkali, meningkat).

Fase lkterik

Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali.
timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus,
gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.

Fase Penyembuhan

Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati
masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.

ii.

Gejala hepatitis fulminan

Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan
SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil,
kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah,
dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremiaPada pemeriksaan serologik
didapatkan HbsAg positif, HbeAg negatif, dan ati Hbe positif, tetapi dapat juga negatif,
HBV DNA positif, umumnya dengan titer tinggi , lebih dari 10 5 kopi/cc. Kasus-kasus
dengan ikterus yang dalam dan adanya hipoalbuminemia serta tanda-tanda koagulopati
merupakan kasus emergensi karena bila penanganannya kurang cepat dapat menjadi
gagal hati fulminan yang fatal.
Baik aktivasi maupun flare, dapat terjadi secara berulang kali, dan makin sering terjadi
ulangan flare atau reaktivasi, makin cepat pula penderita mengalami sirosis hati.
C.

Penyebab Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Penyebab reaktivasi ataupun flare hepatitis B kronik sering tidak diketahui dan terjadi
secara spontan. Tetapi reaktivasi dapat terjadi pada carrier inaktif yang mendapat
pengobatan imunosupresif atau sitostatik yang menekan replikasi virus sehingga waktu
obat tersebut dihentikan , terjadi kenaikan replikasi virus yang mendadak yang
mneyebabkan gejala-gejala berat dan fatal. Reaktivasi diketahui dapat terjadi akibat
infeksi virus hepatotropik yang lain, misalnya virus hepatitis A, virus hepatitis C.
Keadaaan lain yang bisa menyebabkan reaktivasi adalah transplantasi hati, reseksi hati,
reseksi hati parsial dalm terapi hepatoma, kehamilan, dan infeksi HIV.
Replikasi virus hepatotropik diduga menekan replikasi virus hepatitis B, sehingga waktu
replikasi virus lain itu berhenti, replikasi virus hepatitis B justru naik dan menimbulkan
reaktivasi.
D.

Patofisiologi Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Dalam perjalanan penyakit infeksi Hepatitis B kronis dikenal 4 fase, yaitu sebagai
berikut:
a.
b.

Fase imunotoleransi
Fase immune clearance

c.
d.

Fase inaktif
Fase reaktivasi

Fase reaktivasi terjadi setelah fase inaktif. Reaktivasi adalah fase timbulnya tanda-tanda
aktivitas penyakit hati dengan manifestasi seperti hepatitis B akut.
Terjadinya reaktivasi dan flare sangat berhubungan dengan keseimbangan yang dinamik
antara replikasi virus dengan respon imun host. Salah satu factor yang menonjol adalah
adanya kadar virus yang tinggi yang disertai dengan respon imun host yang baik. Pada
fase imunotoleran, kadar virus sangat tingggi tetapi sama sekali tidak ada perlawanan
respon imun tubuh sehingga kllinis tidak terjadi penyakit hati.
Pada flare yang terjadi pada fase imunoclearance terjadi peningkatan replikasi virus
secara periodic, karena respon imun host mulai meningkat, maka dapat terjadi kenaikan
transaminase dan bahkan disertai gejala klinis yang jelas. Pada reaktivasi hepatitis B,
terjadi gejala klinis karena pada fase itu respon imun tubuh normal dan terjadi reaksi
reaktivasi bergantung dari besarnya respon imun tubuh tersebut. Bila respon tubuh sangat
kuat makan timbul gejala hepatitis fulminan. Pada pasien hepatitis kronik pre core
mutant, sitolisis sel-sel yang terinfeksi berlangsung hebat.
E.

Pengobatan Reaktivasi Hepatitis B Kronik

Untuk kasus reaktivasi ataupun flare hepatitis B kronik, obat-obatan anti viral merupakan
salah satu pilihan yang harus dipertimbangkan kasus per kasus. Pemberian interferon
dan analog nukleosid. Analog nukleosid harus segera diberikan pada kasus-kasus
dengan kadar ALT > 10 kali harga normal dan pada keadaan-keadaan di mana terdapat
kecenderungan untuk terjadi gagal hati fulminan. Untuk mencegah terjadinya reaktivasi
pada kasus-kasus hepatitis B kronik yang perlu mendapatkan terapi sitostatik atau
imunosuppretiva perlu diberikan obat-obatan analog nukleosid pada saat pemberiaan
sitostatika atau suppretiva dan 1 tahun setelah obat dihentikan.

2. Anatomi system hepatobilier


Hepar adalah organ terbesar yang bertekstur lunak dan terletak di sebelah kanan
atas rongga abdomen. Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan

dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Beratnya 1200 1600 gram. Hepar
dapat dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis sinister yang kecil
oleh perlekatan ligamentum peritoneale, ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter
terbagi lagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh vesica biliaris, fissura
ligamenti teretis, vena cava inferior, dan fissura ligamenti venosi. Penelitian
menunjukkan bahwa pada kenyataannya lobus quadratus dan lobus caudatus merupakan
bagian fungsional lobus hepatis sinister.
Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk
cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum
minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta dan
duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik kandung
empedu. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan
panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi
50.000 sampai 100.000 lobulus. Setiap lobuli hepar disusun oleh vena sentralis, sel
parenkim hepar, hepatosit, kapiler empedu, dan sinusoid.
Setiap lobuli hepar disusun oleh vena sentralis, sel parenkim hepar, hepatosit,
kapiler empedu, dan sinusoid. Pada bagian perifer tertentu, lobuli dipisahkan oleh
jaringan ikat yang mengandung duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh
darah. Daerah ini dinamakan kanalis porta (celah porta). Kanalis porta mengandung
jaringan pengikat yang di dalamnya terdapat trigonum kiernann yang terdiri dari: cabangcabang vena porta, cabang-cabang arteri hepatica, duktus biliferus, pembuluh limfe, dan
saraf.
Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu: vena porta hepatika yang berasal
dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida,
vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka
yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta hepatis yang
kemudian dalam porta tersebut vena porta dan arteri hepatika bercabang menjadi dua
yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan
vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang

disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena
sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika.
Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan
organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di
antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke
hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen
Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan
refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Pendarahan
Vasa darah

yang memberi darah ke hepar adalah a.hepatica dan v.portae hepatis.

a.hepatica membawa darah yang kaya oksigen ke hepar, sedangkan v.portae hepatis
membawa darah vena yang kaya hasil pencernaan yang telah diserap dari tractus
gastrointestinal. Darah arteri dan vena masuk ke v.centralis dari setiap lobules hepatis
melalui sinusoid hepar.Vena centralis bermuara ke vena hepatica dextra et sinistra, dan
meninggalkan permukaan posterior hepar menuju vena cava inferior.
Limfe
Hepar menghasilkan banyak limfe, sekitar 1/3-1/2 seluruh limfe tubuh. Vasa limfe
meninggalkan hepar dan masuk ke beberapa lymphonodus di porta hepatis. Vassa efferent
menuju LN.coeliacus. Sejumlah kecil
LN.mediastinalis posterior.
Persyarafan

vasa limfe menembus diafragma menuju

N.symphaticus dan N.parasymphaticus yang berasal dari plexus coeliacus.

Anatomi Hati Pada Sirosis Hepatis


Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus
hati dan ini memacu timbulnya jarigan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan
nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau
hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah
jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang
lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran
dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah
porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis
alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dari sirosis
pada sel duktules, sinusoid retikuloendotel, terjadi Abrogenesis dan septa aktif Jaringan
kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah tertbentuk septa permanen
yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung
etiologi sirosis.Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis
daerah portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen.Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.Septa aktif ini
berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi
sebagai berikut :

Tipe I : lokasi daerah sentral.


Tipe II : sinusoid.
Tipe III : jaringan retikulin.
Tipe IV : membran basal.
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada
sirosis, pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga
asidosis laktat merupakan faktor perangsang.
Anatomi Apparatus Biliaris
Apparatus billiaris merupakan suatu system yg terdiri atas vesica fellea, ductus hepaticus,
ductus cysticus, dan ductus choledocus.
Vesica fellea
Merupakan suatu kantung berbentuk spt pear yg terletak di fossa visceralis di facies
visceralis hepatis. Vesica fellea memiliki ukuran panjang sekitar 8cm dan memiliki volum
40-50cm. Vesica fellea terletak di cavum abdomen pada regio hipokondrium/
hipokondriaka dextra. Vesica fellea memiliki syntopi pd impressio biliaris pd facies
visceralis lobus hepatis dexter.
Morfologi Vesica Fellea

Vesica fellea memiliki bagian fundus, corpus, dan collum. Fundus vesica fellea menonjol
di margo inferior hepar. Proyeksi nya terletak pd perpotongan tepi lateral dr m. rectus
abdominis (MRA) dan pertengahan dr arcus costa dextra. Corpus dr vesica fellea
bersentuhan dg facies visceralis hepar kearah superoposterior sinistra.
Sedangkan collum dr vesica fellea melanjut sbg ductus cysticus yg berjalan dalam
omentum minus dan akan bersatu dg ductus hepaticus communis dan membentuk ductus
choledocus/ ductis billiaris.
Vesica fellea berfungsi utk menyimpan cairan billiaris yg diproduksi oleh sel hepatosit,
utk kemudian nantinya akan diregulasi ke dalam lumen duodenum utk mengemulsikan
lemak.
Ductus hepaticus
Ductus hepaticus dextra et sinistra keluar dr hepar mll porta hepatis, lalu akan bersatu
membentuk ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus communis berukuran sekitar 4
cm, dan berjalan di tepi bebas omentum minus. Ductus hepaticus communis akan bersatu
dg ductus cysticus utk membentuk ductus choledocus(billiaris).
Ductus cysticus
Ductus cysticus berukuran sekitar 4cm, berbentuk spt huruf S dan berjalan pd tepi bebas
di kanan dr omentum minus. Ductus cysticus ini menghubungkan antara collum vesica
fellea dg ductus hepaticus communis utk nantinya bersatu membentuk ductus choledocus
(biliaris). Mukosa dr ductus cysticus menonjol berbentuk lipatan spiral yg disebut dg
plica spiralis/ valvulla heister/ valvulla spiralis. Fungsi dr valvulla ini yaitu utk
memperkuat dinding dr ductus cysticus dan jg utk membantu agar lumen dr ductus
cysticus ttp terbuka.
Ductus Choledocus (Billiaris)
Ductus choledocus berukuran sekitar 8cm dan merupakan penyatuan dr ductus cysticus
dan ductus hepaticus communis.
Mekanisme pengaliran cairan empedu
Hepatosit canaliculi billiaris ductus hepaticus dextra et sinistra ductus hepaticus
communis ductus cysticus vesica fellea (empedu dipekatkan dan disimpan) jika
ada makanan (lemak) dlm duodenum hormon CCK (CholeCitoKinin) kontraksi

vesica fellea dan relaksasi sphincter oddi ductus cysticus ductus choledocus
ampulla vater papilla duodeni major duodenum pars descendens

3. Fisiologi system hepatobilier


Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah mengeluarkan empedu, normalnya anatara 600
1000 ml/hari.
Dua fungsi penting dari empedu :
1. Pencernaan dan absorpsi lemak.
Hal ini dikarenakan asam empedu dalam empedu melakukan dua hal :
-

Membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar dari makanan

menjadi partikel-partikel kecil.


Membantu absorpsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membrane
mukosa intestinal.

2. Mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah.


Hal ini terutama meliputi bilirubin dan kelebihan kolesterol.
SEKRESI EMPEDU
Empedu disekresikan oleh sel-sel fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit. Sekresi ini
mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat-zat organic lainnya.
Kemudian empedu disekresikan ke dalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak di antara
sel-sel hati. Selanjutnya mengalir menuju septa interlobularis, tempat kanalikuli
mengeluarkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian secara progresif
masuk ke duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus
biliaris komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan ke dalam duodenum atau
dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam melalui duktus sistikus ke dalam
kandung empedu.
Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris, bagian kedua dari sekresi hati
ditambahkan ke dalam sekresi empedu yang pertama. Sekresi tambahan ini berupa larutan
ion-ion Natrium dan Bikarbonat encer yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris

yang mengelilingi duktus dan duktulus. Fungsinya adalah untuk menetralkan asam yang
dikeluarkan dari lambung ke duodenum.
PENYIMPANAN DAN PEMEKATAN EMPEDU DALAM KANDUNG EMPEDU
Empedu disekresikan terus-menerus oleh sel-sel hati, namun sebagian besar normalnya
disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di dalam duodenum. Volume
maksimal yang dapat ditampung kandung empedu hanya 30 60 ml. Dalam 12 jam,
sekresi empedu mencapai 450 ml, namun dapat disimpan dalam kandung empedu karena
air, natrium, klorida, dan elektrolit kecil lainnya secara terus-menerus diabsorbsi melalui
mukosa kandung empedu, memekatkan sisa zat-zat empedu yang mengandung garam
empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5
kali lipat, tetapi dapat dipekatkan maksimal 20 kali lipat.
KOMPOSISI EMPEDU
-

Air
Bilirubin
Asam lemak
Na+
Ca ++
HCO3-

- Garam empedu
- Kolesterol
- Lesitin
- K+
- Cl-

PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU


Ketika makanan mulai dicerna di dalam upper GIT, kandung empedu mulai dikosongkan,
terutama waktu makan berlemak mencapai duodenum sekitar 30 menit setelah makan.
Mekanisme pengosongan kandung empedu adalah kontraksi ritmis dinding kandung
empedu , dan relaksasi dari sfingter Oddi yang dirangsang oleh hormone kolesistokinin.
Rangsangan untuk memasukkan kolesistokinin ke dalam darah dari mukosa duodenum
adalah kehadiran makanan berlemak dalam duodenum.
Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang secara lemah oleh serabutserabut saraf yang menyekresi asetilkolin dari system saraf vagus dan enteric usus.
Keduanya merupakan saraf yang dapat meningkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian
lain upper GIT.

FUNGSI GARAM-GARAM EMPEDU PADA PENCERNAAN & ABSORPSI


LEMAK
Sel-sel hati menyintesis sekitar 6 gram garam empedu setiap harinya. Precursor dari
gaaram empedu adalah kolesterol.
Garam empedu mempunyai dua kerja penting pada traktus intestinal :
-

Emulsifikasi partikel lemak dalam makanan


Membantu absorpsi dari asam lemak, monogliserida, kolesterol, dan lemak lain dalam
traktus intestinal.
Dalam membantu absorpsi, garam empedu akan membentuk kompleks-kompleks fisik
yang sangat kecil dengan lemak ini, kompleks ini disebut micel, dan bersifat semi larut di
dalam kimus akibat muatan listrik dari garam-garam empedu.
Selanjutnya micel akan diangkut ke mukosa usus, lalu diabsorpsi ke dalam darah.
SIRKULASI ENTEROHEPATIK
Sekitar 94 % garam empedu direabsorpsi ke dalam darah dari usus halus. Garam empedu
kemudian memasuki darah portal dan diteruskan kembali ke hati. Pada saat melewati
sinusoid vena, garam empedu diabsorpsi kembali ke dalam sel-sel hati dan kemudian
disekresikan kembali ke dalam kandung empedu.
Dengan caara ini, sekitar 94 % dari semua garam empedu disekresikan kemabi ke
kandung empedu. Rata-rata garam ini akan mengalami sirkulasi sebanyak 17 kali
sebelum dikeluarkan bersama feses.
Sejumlah kecil garam empedu yang dikeluarekan ke dalam feses akan diganti dengan
jumlah garam yang baru yang dibentuk terus-menerus oleh sel-sel hati. Sirkulasi ulang
garam empedu ini disebut sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu.
SINTESIS EMPEDU
Asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalm hati. Asam-asam ini adalah asam kolat
dan asam kenodioksikolat. 7- hidroksilasi pada kolesterol merupakan tahap regulatorik
pertama dan terpenting dalam biosintesis empedu yang dikatalisa oleh kolesterol 7hidroksilase enzim ini ,suatu monooksigenasetipikal yang memerlukan O 2, NADPH, dan
sitokrom P450. Tahap- tahap hiroksilasi jiga dikatalisa oleh oleh enzim monooksigenase.

Jalur biosintesis asam empedu awalnya terbagi dalam satu sub jalur yang menghasilakan
kolil-KoA ditandai oleh tambahan gugus -OH pada posisi 12 dan jalur lain yang
menghasilkan kenodeoksilat- KoA. Jalur kedua di mitokondria yang melibatkan 27hidroksilasi kolesterol oleh sterol 27 hidroksilase sebagai langkah pertama menghasilkan
banyak asam empedu primer.
Asam empedu primer memasuki empedu sebagai konjugat glisin dan konjugat taurin
konjugasi berlangsung di peroksisom (g:t =3:1). Pada empedu yang alkalis asam-asam
empedu dan konjugatnya berada dalam bentuk garam maka munculah istilah garam
empedu.
Sebagian asam empedu primer diusus menglami perubahan lebih lanjut oleh aktivitas
bakteri usus. Perubahan perubahan mencakup dekonjugasi dan 7- dehidroksilasi yang
menghasilkan asam empedu sekunder, asam deoksikolat, asam litokolat.
Sintesis asam empedu diatur ditahap 7-hidroksilase. Tahap penentu laju utama adalah
pada reaksi kolesterol 7 hidroksilase. Aktivitas enzim diatur secara umpan balik melalui
reseptor pengikat asam empedu

yaitu Reseptor Farnesoid X (FXR). Asam

kenodeoksikolat sangat penting untuk pengaktifan FXR. Aktivitas kolesterol ditingkatkan


oleh kolesterol dari makanan dan endogen dan di atur oleh insulin, glukagon,
glukokortikoid dan tiroid
PEMBENTUKAN HEME
Substrat utama pembentukan heme adalah suksinil KoA dari siklus asam sitrat
dalam mitokondria, dan asam amino glisin. Piridoksal fosfat (vit. B6) juga diperlukan
dalam reaksi ini umtuk mengaktifkan glisin dan sebagai bagian dari enzim ALA sintase.
Biosintesis heme terjdi dalam 7 tahapan yang masing-masing tahap dikatalisa oleh
enzim yang berbeda-beda.
PIGMEN EMPEDU
Haemoglobin akan diuraikan menjadi heme dan globin. Globin diuraikan menjadi
asam amino pembentuknya, kemudian digunakan kembali. Zat besi dari heme akan
memasuki depot zat besi yang juga akan digunakan kembali.

Tempat penguraian heme : sel-sel retikuloendotelial hepar, limpa, dan sum-sum


tulang. Heme bersifat hidrofobik harus diubah dulu agar larut dalam air sehingga dapat
diekskresikan. Katabolisme heme berjalan oleh system enzim kompleks yang dinamakan
heme oksigenase.
Reaksi yang terjadi adalah :
1. Enzim heme oksigenase mengoksidasi heme sehingga cincin heme terbuka, membentuk
tetrapirol linear biliverdin (berwarna hijau kebiruan), Fe 3+, dan CO.
2. Jembatan metal antara cincin III dan IV direduksi oleh enzim biliverdin reduktase
membentuk bilirubin (berwarna kuning)
Bilirubin uncojugated yang sudah terbentuk di jaringan perifer diangkut ke hati
oleh albumin plasma. Metabolisme pigmen empedu selanjutnya terjadi di hepar dan usus.
Metabolisme pigmen empedu di hepar dapat dibagi menjadi 3 proses :
1. Pengambilan bilirubin unconjugated oleh sel parenkim hepar
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air. Dalam plasma, bilirubin terikat pada
albumin yang berafinitas tinggi. Dalam hepar, bilirubin dilepas dari albumin dan secara
pasif masuk ke endotel sinusoid hepatosit.
Bilirubin ini disebut juga bilirubin indirek.
2. Konjugasi bilirubin dan reticulum endoplasma halus
Dalam hepatosit, enzim Uridin difosfat glukuronat transferase (UDPG transferase)
menambahkan 2 molekul glukoronat ke dalam molekul bilirubin, sehingga membentuk
bilirubin diglukoronat yang lebih larut dalam air.
Bilirubin ini disebut bilirubin direk/conjugated.
3. Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu
Sekresi ini terjadi melalui mekanisme transport aktif.
Perbedaan bilirubin indirek dengan bilirubin direk :
Bilirubin indirek
Larut dalam lemak, sedikit larut

Bilirubin direk
Larut dalam air dan

dalam air
Sangat toksis
Dapat melewati blood brain

plasma
Tidak toksis
Tidak dapt melewati

barrier
(-) di urine
Reaksi indirek dengan Wan den

blood brain barrier


(+) di urine
Reaksi direk dengan

Berg (perlu etanol)

Van den Berg

METABOLISME PIGMEN EMPEDU DI USUS


Dari empedu, bilirubin conjugated disekresikan ke dalam usus. Dalam ileum
terminalis dan colon, glukoronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik (enzim glukoronidase), kemudian direduksi oleh flora usus menjadi sekelompok senyawa
tetrapirol yang berwarna, Urobilinogen dan Stercobilinogen. Senyawa ini mudah
dioksidasi menjadi urobilin dan stercobilin yang berwarna.
Sebagian kecil urobilinogen diserap kembali oleh usus dan diekskresi kembali
melalui

hati

untuk

melewati

siklus

urobilinogen

enterohepatik.

Urobilinogen

diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk urobilin ( 0-4 mg/hr). Ekskresi stercobilin
dalam feces 40-280 mg/hr.
4. Ikterik
Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus
pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL (Cloherty, 2004).
Pada orang dewasa,ikterus akantampak apabila serum bilirubin >2mg/dL. Ikterus lebih
mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan
hiperbilirubinemia lebihmengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
Klasifikasi
Terdapat2 jenis ikterus: ikterus fisiologis dan patologis (Mansjoer, 2002).
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua-ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada neonatus
cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.
e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

2. Ikterus patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
b. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup bulan dan
10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.
c. Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.
d. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan
patologis lain yang telah diketahui.
f. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.
Etiologi
Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
1. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
- Kelainan sel darah merah
- Infeksi seperti malaria, sepsis.
- Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat obatan, maupun yang berasal dari
dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.
2. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang
larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali
kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan
oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan
pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan
berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
3. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk
akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah

akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian
kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan:
hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.

Kerangka Konsep

Kesimpulan
Nn.Anita, usia 21 tahun menderita hepatitis akut on kronik, dengan tanda inflamasi hati akut
karena system imun yang tidak adekuat.

Daftar Pustaka
Patrick Davey. 2002. At a Glance Medicine .Jakarta: Penerbit Erlangga
Soeparman, 1987, Ilmu Penyakit Dalam .Edisi 2, Balai Penerbit UI.
Sulaiman Ali, Yulitasari, 1995. Virus Hepatitis A sampai E di Indonesia, Yayasan Penerbitan IDI,
Jakarta
Siregar, Haris dkk. Fisiologi Sistem Gastrointestinal. Edisi pertama. Bagian Ilmu Faal Fkultas
Kedokteran Unhas. Makassar; 1995. Hal 58-59
Waugh, Anne dan Grant, Allison. Ross and Wilson Anatomy and Physiology in Health and
Illness. Churchill Livingstone. British; 2004. hal 317
Robbins, Stanley dan Kumar, Vinay. Buku Ajar Patologi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta; 2005. Hal 307-318
Cooke, Robin dan Stewart Brian. Color Atlas of Anatomical Pathology. Edisi 3. Churchill
Livingstone. British; 2004. hal 119
Harrison, T.R. Principals of Internal Medicine : Disorder of Gastrointestinal System. Edisi 17.
McGraw Hill. 2008
Liaw YF, Tai DI, Chu CM, Pao CC, and Chen TJ. Accute Extracerbation in Chronic Type B
Hepatitis : Comparison Between HbeAg and Antibody-positive Patients. Hepaology 1987:7:2023

Maria H, 1997, Hepatitis B Makin Meningkat, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia;


tahun XXV, nomor 7
Markum, 1997, Imunisasi. FKUI, Jakarta
Schalm SW. Natural History of Chronic Hepatitis B in European Countries, available from :
www . niddk . gov/fund/other/hbv2006/05%20Schalm%20Abstract.pdf
Soemohardjo, soewignjo, dkk. 2009. Reaktivasi dan Flare Hepatitis B Kronik.

Anda mungkin juga menyukai