Anda di halaman 1dari 166

TEKNIK

PEMERIKSAAN
TELINGA, HIDUNG
DAN TENGGOROK

Aurikulum
Meatus akustikus eksternus (MAE)
Membrana timpani

BAGIAN BERTULANG RAWAN


Heliks dan Anti Heliks
Tragus dan Anti Tragus
Konka
Sulkus Retroaurikuler
BAGIAN TIDAK BERTULANG RAWAN
Lobulus

MEATUS AKUSTIKUS EKSTERNUS


MAE berbentuk tabung dan terdiri dari 2 bagian:
Bagian 1/3 luar adalah pars kartilagenus:
Merupakan kelanjutan dari aurikulum
Mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
serumenalis
Kulit merekat erat dengan perikondrium
Bagian 2/3 dalam adalah pars osseus:
Merupakan bagian dari os temporale
Tidak berambut
Ada penyempitan yaitu istmus MAE
Tidak mobil terhadap sekitarnya

MEMBRANA TIMPANI
Posisi
-Membentuk sudut 45 dengan bidang horisontal dan sagital
-Tepi bawah terletak 6 mm lebih medial daripada tepi atas
-Pada bayi < 1 tahun letaknya lebih horisontal dan frontal
Warna
-Putih mengkilat seperti mutiara
Ukuran
-Tinggi 9 - 10 mm, lebar 8 - 9 mm
Bentuk
-Oval yang condong ke anterior
Bagian
-Pars Tensa
-Pars Flaksida

GAMBAR MEMBRANA TIMPANI KANAN


Keterangan:
1.Pars Flaksida
2.Prosesus Brevis
3.Plika Anterior
4.Plika Posterior
5.Pars Tensa
6.Umbo
7.Manubrium Mallei
8.Refleks Cahaya

MEMBRANA TIMPANI NORMAL

KUADRAN MEMBRANA TIMPANI

PATOLOGI MEMBRANA TIMPANI

PERUBAHAN POSISI

PERUBAHAN STRUKTUR

Perforasi Marginal dan Atik

MEMBRANA TIMPANI BOMBANS

CARA MEMERIKSA TELINGA (OTOSKOPIA)

GAMBAR ALAT PEMERIKSAAN TELINGA

PELAKSANAAN
A.

Cara Memakai Lampu Kepala:


Pasang lampu kepala, sehingga tabung lampu berada di antara kedua
mata
Letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm di depan mata kanan
Mata kiri ditutup
Proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya dan
saling bersinggungan
Diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm

B. Cara

Duduk:

Penderita duduk di depan pemeriksa


Lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri
penderita
Kepala dipegang dengan ujung jari
Waktu memriksa telinga yang kontra lateral, hanya
posisi kepala penderita yang diubah
Kaki, lutut pemeriksa dan penderita tetap pada
keadaan semula

C. Cara Memegang Telinga:

Kanan
Aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III, IV, V
pada planum mastoid
Aurikulum ditarik ke arah posterosuperior untuk meluruskan MAE
Kiri
Aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III, IV, V
di depan aurikulum
Aurikulum ditarik ke arah posterosuperior

D. Cara Memegang Otoskop:


Pilih spekulum telinga yang sesuai dengan lumen MAE
Nyalakan lampu otoskop
Masukan spekulum telinga pada MAE

E. Cara Memilin Kapas:


Ambil sedikit kapas, letakkan pada pemilin kapas
dengan ujung pemilin berada di dalam tepi kapas
Pilin perlahan searah jarum jam
Untuk melepasnya, ambil sedikit kapas, putar
berlawanan arah dengan jarum jam

Syarat :
Tempat :
Ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat tidak rata atau
dilapisi soft board/korden), serta ada jarak sepanjang 6 m.
Penderita (yang diperiksa)
Mata ditutup/dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
Telinga yang diperiksa dihadapkan kearah pemeriksa
Telinga yang tak diperiksa, ditutup atau dimasking dengan menekan-nekan
tragus ke arah MAE oleh pembantu pemeriksa. Bila tak ada pembantu,
telinga ditutup kapas yang di basahi gliserin.
Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan

Pemeriksa :
Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan
paru-paru, sesudah ekspirasi biasa.
Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2
suku kata yang dikenal penderita, biasanya
kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
Kata harus mengandung huruf lunak (frekuensi
rendah) dan huruf desis (frekuensi tinggi)

Teknik Pemeriksaan
Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri, penderita tetap di

tempat, sedang pemeriksa yang berpindah tempat.


Mulai pada jarak 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata (umumnya 5 kata).
Bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m

dibisikkan kata lain dalam jumlah yang sama, bila didengar semua
mundur lagi, sampai pada jarak dimana penderita mendengar 80%
kata-kata (mendengar 4 kata dari 5 kata yang dibisikkan), pada
jarak itulah tajam pendengaran telinga yang di tes.
Untuk memastikan apakah hasil tes benar maka dapat di tes ulang.

Misalnya tajam pendengaran 3 m, maka bila pemeriksa maju ke


arah 2 m penderita akan mendengar semua kata yang dibisikkan
(100%) dan bila pemeriksa mundur ke jarak 4m maka penderita
hanya mendengar kurang dari 80% kata yang dibisikkan.

HASIL TES

Pendengaran dapat
Pendengaran)

dinilai

secara

kuantitatif

(tajam

KUANTITATIF

Fungsi pendengaran

Suara bisik

Normal

6m

Tuli Ringan

4 m - <6 m

Tuli Sedang

1 m - <4 m

Tuli Berat

<1 m

Tuli Total

Bila berteriak di depan


telinga, penderita tetap
tidak mendengar

Frekuensi garpu tala :


16..32..64..128..256..512..1024..2048..4096..8
192

Bas
Discant
Huruf lunak

Huruf desis

Mutlak
Untuk percakapan sehari-hari

TES BISIK MODIFIKASI


Digunakan untuk skrining
pendengaran, yaitu untuk
menapis/memisahkan kelompok
pendengaran normal dan kelompok
tidak normal pada sejumlah besar
populasi, misalnya pada uji
kesehatan penerimaan mahasiswa
atau pegawai.

Caranya :
Tes dikerjakan diruang kedap suara dibisikkan 10
kata-kata, dengan intensitas lebih rendah dari tes
bisik konvensional karena jarak lebih dekat.
Untuk

memperpanjang

jarak

pemeriksa

dapat

menjauhkan mulutnya dengan telinga penderita


yang diperiksa yaitu dengan jalan menoleh atau
duduk di belakang penderita, sambil memberi
masking pada telinga yang diperiksa. Bila penderita
dapat dengan betul 80% kata-kata yang dibisikkan
maka dinyatakan pendengarannya normal.

Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering


dilakukan :
1.Tes batas atas dan batas bawah
2.Tes Rinne
3.Tes Weber
4.Tes Schwabach
Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang
berbeda dan saling melengkapi.

Tujuan : menentukan frekwensi


garpu tala yang dapat di dengar
penderita melewati hantaran udara
bila dibunyikan pada intensitas
ambang normal.

Cara :
Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekwensi terendah
berurutan

sampai

dibunyikan

satu

frekwensi
persatu,

tertinggi/

dengan

sebaliknya)

cara

dipegang

tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan


dengan lunak (dipetik dengan ujung jari/kuku, didengarkan
terlebih dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang
untuk mencapai intensitas bunyi yang terendah bagi orang
normal/nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan
pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat
MAE pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada
garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.

Interpretasi
Normal

: mendengar garpu tala pada semua

frekwensi.
Tuli konduksi : batas bawah naik (frekwensi rendah
tak terdengar)
Tuli sensori neural : batas atas turun (frekwensi tinggi
tak terdengar)
Kesalahan : Garpu tala dibunyikan terlalu keras shg tidak
dapat
tak

mendeteksi pada frekwensi mana penderita


mendengar.

Tujuan : membandingkan hantaran udara


dan
hantaran tulang pada satu
telinga
penderita.
Cara :
A. Bunyikan garpu tala frekwensi 512 Hz,
letakkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid penderita (posterior dari MAE)
sampai penderita tak mendengar, kemudian
cepat pindahkan ke depan MAE penderita.
Apabila penderita masih mendengar garpu
tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila
tidak mendengar disebut Rinne negatif.

B. Bunyikan garpu tala frekwensi 512


Hz,
kemudian dipancangkan pada
planum mastoid, kemudian segera
dipindah di depan MAE, penderita
ditanya mana yang lebih keras. Bila
lebih keras di depan disebut Rinne
positif, bila lebih keras di belakang
Rinne negatif

Interpretasi :
Normal
: Rinne positif
Tuli konduksi
: Rinne negatif
Tuli sensori neural : Rinne positif
Kadang-kadang terjadi false Rinne
(pseudo positif atau pseudo negatif)
terjadi bila stimulus bunyi ditangkap
oleh telinga yang tidak di tes, hal ini
dapat terjadi bila telinga yang tidak dites
pendengarannya
jauh
lebih
baik
daripada yang di tes.

Kesalahan :
Garpu tala tidak diletakkan dengan baik
pada mastoid atau miring, terkena
rambut, jaringan lemak tebal shg
penderita
tidak
mendengar
atau
getaran terhenti karena kaki garpu tala
tersentuh aurikulum.
Penderita terlambat memberi isyarat
waktu garpu tala sudah tak terdengar
lagi, shg waktu dipindahkan di depan
MAE getaran garpu tala sudah berhenti.

Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua


telinga

penderita.

Cara :
Garpu

tala

frekwensi

512

Hz

dibunyikan,

kemudian

tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median,


biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada
gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horizontal.
Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang
mendengar atau mendengar lebih keras. Bila mendengar
pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi telinga
tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau samasama mendengar bararti tak ada lateralisasi.

Interpretasi :
Normal
: tidak ada lateralisasi
Tuli konduksi
: mendengar lebih
keras di
telinga
yang sakit.
Tuli sensori neural : mendengar lebih
keras pada telinga yang sehat.
Karena menilai kedua telinga sekaligus
maka kemungkinannya dapat lebih dari
satu

Contoh : lateralisasi ke kanan, dapat di


interpretasikan :
Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan
lebih berat.
Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal.
Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri
lebih berat
Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri.

4. Tes Schwabach
Tujuan : membandingkan hantaran lewat
tulang
antara penderita dengan
pemeriksa.
Cara :
1. Garpu tala frekuensi 512 hz
dibunyikan
kemudian
tangkainya
diletakkan tegak lurus pada planum
mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah
tidak mendengar, secepatnya garpu tala
dipindahkan ke mastoid penderita.

Bila penderita masih mendengar maka


Schwabach
memanjang,
tetapi
bila
penderita tidak mendengar, terdapat 2
kemungkinan
yaitu
Schwabach
memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan
ini maka tes dibalik, yaitu tes pada
penderita dulu baru ke pemeriksa.

2.

Garpu tala 512 Hz dibunyikan


kemudian diletakkan tegak lurus pada
mastoid penderita, bila penderita
sudah
tidak
mendengar
maka
secepatnya garpu tala dipindahkan
pada
mastoid
pemeriksa,
bila
pemeriksa masih mendengar berarti
Schwabach penderita memendek.

Interpretasi
Normal

: Schwabach normal

Pada tuli konduksi


: Schwabach
memanjang
Pada tuli sensori neural: Schwabach
memendek

Kesalahan
Garpu tala tidak diletakkan dengan
benar, kakinya tersentuh hingga
bunyi menghilang.
Isyarat menghilangnya bunyi tidak
segera diberikan oleh penderita.

Gambar
Tes garputala

Ringkasan
Tuli konduksi

Tes

Tuli Sensori Neural

Normal

Batas Atas

Menurun

Naik

Batas Bawah

Normal

Negatif

Rinne

Positif

Lateralisasi ke sisi
sakit

Weber

Lateralisasri ke sisi
sehat

Memanjang

Schwabach

Memendek

III. NOTASI PADA


AUDIOGRAM

Pada pemeriksaan audiometri, dibuat grafik


(audiogram) yang merupakan ambang
pandengaran penderita lewat hantaran
tulang (bone conduction = BC ) dan
hantaran udara
( air conduction = AC ).
Ambang pendengaran ialah intensitas
minimal (dB) dari rangsangan bunyi yang
masih dapat didengar penderita pada
frekuensi 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000
dan 8000 Hz.

Gambar audiogram normal, tuli


konduksi, sensoneural,
campuran

Penulisan Hasil
Simbol telinga kiri

:
AC
X
BC
>
warna hitam/biru
Simbol telinga kanan :
AC
0
BC
<
warna merah
Hasil pembacaan pada audiogram :
1. Pendengaran normal : AC dan BC 20 dB
2. Tuli konduksi
:
AC > 20 dB
BC 20 dB
Ada air bone gap
( tidak berhimpit )

3. Tuli sensori normal


: AC dan BC
turun
> 20 dB berimpit
4. Tuli Campuran
: AC dan BC > 20 dB
Ada air bone gap
Klasifikasi derajat ketulian rata-rata pada
frek. 500, 1000 dan 2000 Hz :
0-25 dB : normal
26-40 dB
: tuli ringan
41-60 dB
: tuli sedang
61-90 dB
: tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat

PEMERIKSAAN HIDUNG DAN


SINUS PARANASALIS

PEMERIKSAAN HIDUNG DAN


SINUS PARANASALIS
Jenis pemeriksaan hidung dan sinus paranasalis terdiri atas:
1. Pemeriksaan dari luar
2. Rinoskopi anterior
3. Rinoskopi posterior
4. Transluminasi Diapanoscopia
5. X-foto
6. Pungsi percobaan
7. Biopsi
8. Pemeriksaan laboratorium rutin, bakteriologi, serologi, sitologi

Pemeriksaan dari luar


A. Inspeksi, perhatikan:

Kerangka Dorsum nasi:


lebar (polip)
Miring (fraktur)
Saddle nose ( lues)
Lorgnet nose (abses septum nasi)

Luka-luka, warna, odem (kulit ujung hidung jadi mengkilat)


,ulkus naso-labial.
Bibir atas: maserasi akibat dari sekresi sinusitis, adenoiditis.

B. Palpasi, perhatikan:
Dorsum nasi: krepitasi, deformitas (tanda fraktur os
nasalis)
Ala nasi: Sangat sakit pada furunkel vestibulum nasi
Regio frontalis untuk sinus frontalis:

Menekan lantai sinus frontalis, dengan ibujari ke


arah medio-superior ,dengan tenaga yang
optimal dan simetris (tenaga kiri= kanan)
Nilai: mempunyai nilai bila ada perbedaan reaksi,
sinus yang lebih sakit adalah sinus yang patologis

Menekan dinding muka sinus frontalis, dengan ibu jari ke arah


medial dengan tenaga yang optimal dan simetris , pada tempat
yang simetris dan tidak boleh pada foramen suopraorbitalis
sebab disana ada N.supraorbitalis.
Nilai seperti diatas

palpasi sinus frontalis

Fossa kanina ( untuk sinus maxilaris): Syarat- syarat


seperti diatas , tetapi jangan ditekan pada foramen infraorbitalis sebab ada N. Infra-orbitalis.

C. Perkusi:
Bila palpasi menimbulkan reaksi yang hebat maka dapat
dilakukan dengan perkusi.
Syarat buat palpasi juga berlaku buat perkusi.

RINOSKOPI ANTERIOR
1. Alat:
a.
b.
c.
d.
e.

Spekulum hidung hartman


Pinset (angulair)- bayonet (Lucae)
Aplikator
Pipa penghisap
Kaca rinoskopi posterior

Gambar alat pemeriksaan hidung

2. Cara pemakaian spekulum


Memegang spekulum dengan tangan kiri, posisi spekulum
horizontal, tangkai lateral, mulutnya medial(masuk dalam
lubang hidung)

Memasukkan spekulum
Mulut spekulum dalam keadaan tertutup,
masukkan spekulum kedalam kavum nasi dan
mulut spekulum dibuka pelan- pelan

Mengeluarkan spekulum
Mulut spekulum ditutup 90%, baru dikeluarkan.
Jika ditutup 100%, maka mungkin ada bulu rambut
yang terjepit dan ikut tercabut.

3. Tahap- tahap pemeriksaan:


a. Memeriksa Vestibulum Nasi
b. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Bawah
c. Memeriksa Fenomena Palatum Mole
d. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Atas
e. Memeriksa Septum Nasi ( Seluruhnya )

a. Memeriksa Vestibulum Nasi

Pemeriksaan pendahuluan, yang dilihat :


Bibir atas : maserasi ( terutama anak anak )
Pinggir pinggir lubang hidung : kruste, merah
Posisi septum nasi : dorong ujung hidung ke atas dengan ibu
jari

Pemeriksaan dengan spekulum


Bagian vestibulum sisi lateral dengan mendorong spekulum ke
lateral, medial dengan mendorong ke medial, superior dengan
mendorong ke atas, inferior dengan mendorong ke bawah
Yang di lihat : apakah ada sekret, krusta, bisul bisul,
raghaden

b. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Bawah

Arahkan cahaya lampu ke kavum nasi


sehingga sejajar dengan konka inferior,
perhatikan :
warna mukosa dan konka inferior hiperemi, anemi,
biru
besarnya lumen kavum nasi
dasar kavum nasi
septum deviasi, bentuk krista atau spina

c. Memeriksa Fenomena Palatum Mole

Cahaya lampu di arahkan ke dinding belakang


nasofaring.
Normal nasofaring kelihatan sangat terang karena
cahaya lampu tegak lurus pada dinding belakang
nasofaring.
Kemudian penderita disuruh mengucapkan huruf
iiii.
Positif jika, pada saat mengucapkan iiii palatum
mole bergerak keatas, sehingga akan kelihatan benda
gelap yang bergerak ke atas

Benda yang gelap karena cahaya tidak tegak lurus pada


palatum mole.
Selesai mengucapkan huruf iiii palatum mole bergerak
kebawah dan tampak benda gelap menghilang ke arah
bawah atau dinding belakang yang gelap jadi terang
kembali.
Fenomena palatum mole negatif bila waktu mengucapkan
huruf iiii, palatum mole tidak bergerak ke atas,
nasofaring tetap terang.

Fenomena palatum mole negatif pada :


paralisa dari palatum mole (post difteri)
spasme dari palatum mole (abses peritonsil)
sikatrik ( pasca ATE dengan sluder, arkus anterior ikut
terambil)
tumor dalam nasofaring, misalnya karsinoma nasofaring,
abses retrofaring, adenoid

d. Memeriksa

e.

Kavum Nasi Bagian Atas

Arahkan cahaya lampu diarahkan ke kavum nasi bagian


atas ( kepala ditengadahkan )
Perhatikan :
kaput dari konka media
meatus medius: pus, polip
septum bagian atas: mukosa, posisi (deviasi sampai menekan
konka media)
fissura olfaktoria

Memeriksa Septum Nasi ( Seluruhnya )

Dari posisi tengadah penderita dikembalikan ke


posisi semula. Dilihat adanya deviasi septum.

PEMERIKSAAN
RINOSKOPIA
POSTERIOR

TUJUAN PEMERIKSAAN
Menyinari koane dan dindingdinding nasofaring dengan
cahaya yang dipantulkan oleh
suatu cermin yang ditempatkan
dalam nasofaring.

Syarat yang harus dipenuhi:


Harus ada tempat yang cukup luas buat
menempatkan kaca untuk itu lidah di dalam
mulut dan ditekan ke bawah dengan spatula.
Harus ada jalan yang lebar antara uvula dan
faring
agar cahaya yang dipantulkan oleh
cermin, dapat masuk ke dalam nasofaring.
Untuk keperluan itu penderita harus bernapas dari
hidung, sehingga palatum mole akan bergerak ke arah
bawah, untuk memberi jalan kepada udara yang dari
kavum nasi ke paru-paru dan sebaliknya.

Alat-alat

Cermin yang kecil


Spatula penekan lidah
Lampu spiritus
Solusio tetrakain (- efedrin) 1%.

Teknik
Penderita yang sangat sensitif, faring
diberikan Xylocain 10%, selama 5
menit. Spatula dipegang dengan tangan
kiri, cermin dengan tangan kanan.
Punggung cermin dipanasi dengan
lampu spiritus sampai suhunya sedikit
diatas 37 derajat C. Temperatur dicek
dengan menyentuhkan pada punggung
tangan kiri.

Mulut dibuka lebar, lidah ditarik


kedalam mulut, penderita bernafas
lewat hidung.
Ujung spatula diletakkan paramedian
kanan depan uvula, lidah ditekan
kebawah.
Masukkan cermin antara faring dan
palatum mole kanan, kemudian cermin
disinari.

Posterior Rhinoscopy
Mirror Examination
Nasal
turbinates
Sup. Middle
&Infer

Margo
posterior

Tahap-tahap pemeriksaan:
Tahap 1 : Pemeriksaan septum nasi
(margo
posterior), koane dan tuba
kanan
Tahap 2 : Pemeriksaan septum nasi
(margo posterior), koane dan tuba kiri
Tahap 3 : Memeriksa atap nasofaring
Tahap 4 : Memeriksa kauda konka
inferior

Rinoskopia posterior untuk


melihat koane
1. Meatus superior
2. Meatus medius
3. Meatus inferior
4. Koana
5. Konka Superior
6. Konka medius
7. Konka inferior
8. Palatum mole
9. Uvula

Rinoskopia posterior untuk melihat


ostium tuba
1. Lipatan
anterior dari
ostium tuba
2. Ostium tuba
3. Fosa
Rosenmuller
4. Lipatan
posterior dari
ostium tuba

Tahap 1 : Memeriksa bagian kanan


penderita.
Cermin letaknya para median, maka kelihatan kauda
konka media kanan.
Putar tangkai cermin ke medial sehingga kelihatan
margo posterior septum nasi di tengah-tengah
cermin.
Putar tangkai cermin ke kanan sehingga kelihatan
konka. Konka yang paling besar ialah kauda dari
konka inferior.
Perhatikan kauda konka superior dan meatus
medius. Tangkai cermin diputar terus ke kanan.
Kelihatan ostium dan dinding-dinding tuba.

Tahap 2: Memeriksa bagian


kiri

Putar tangkai cermin ke medial, hingga


tampak margo posterior dari septum
nasi.
Putar terus tangkai cermin ke kiri
sehingga tampak berturut-turut konka
media kiri dan tuba kiri.

Tahap 3: Memeriksa atap


nasofaring
Tangkai cermin mulai diputar kembali
ke medial sehingga pada cermin
kelihatan kembali margo posterior
septum nasi.
Sesudah itu tangkai cermin
dimasukkan sedikit dan cermin
direndahkan sedikit.

Rinoskopia posterior untuk melihat atap


nasofaring

1. Konka
medius
2. Adenoid
3. Konka
superior
4. Margo
posterior
septum nasi

Tahap 4: Memeriksa kauda


konka inferior
Tangkai cermin direndahkan, atau cermin
dinaikkan. Biasanya kauda konka inferior tak
dapat dilihat. Dapat dilihat bila konka inferior
hipertrofi, bentuk nya seperti murbei
(berdungkul-dungkul), udem.
Perhatikan:
Radang : pus pada meatus medius dan
meatus superior adenoiditis, ulkus pada
dinding-dinding nasofaring (tbc)
Tumor : poliposis, karsinoma.

TRANSLUMINASI ( Diaphanoscopia)
Adalah pemeriksaan penerawangan sinus maksilaris dan
sinus frontalis yang dilakukan dikamar gelap, dengan
memakai lampu bertangkai panjang (Heyman) berkekuatan
6 volt
Cara melakukan:
Sinus Frontalis:
lampu ditekankan pada lantai sinus frontalis
lampu ditekankan ke arah media-superior
cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan tangan
kiri
Hasilnya bila sinus normal, maka di dinding depan akan
kelihatan terang

Transluminasi Sinus
Frontalis

Sinus maksilaris
Cara 1:
mulut dibuka lebar-lebar
lampu ditekankan pada margo inferior orbita kearah
inferior
cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan
tangan kiri

Hasilnya:
bila sinus normal, maka Palatum durum homo lateral
tampak terang.

Transluminasi Sinus Maksilaris


Cara 1

Cara 2:
mulut dibuka
kedalam mulut dimasukkan lampu yang
telah diselubungi tabung gelas
mulut ditutup rapat-rapat
cahaya yang memancar dari mulut dan bibir
atas ditutup dengan tangan kiri

Transluminasi Sinus Maksilaris


Cara 2

Hasilnya:
pada sinus maksilaris normal, pada daerah dinding depan
dibawah orbita terlihat bayangan terang berbentuk seperti
bulan sabit.
Penilaian:
Pemeriksaan hanya mempunyai nilai bila ada perbedaan
antara kiri dan kanan.
Bila kedua sinus terang, kemungkinannya:
pada pria
-> sinus normal
pada wanita
-> sinus normal/keduanya berisi cairan
(karena tulang tipis)
Bila sama gelap, kemungkinannya:
pada pria
- > sinus normal (karena tulang tebal)

PUNGSI PERCOBAAN
Hanya untuk sinus maksilaris, menggunakan alat
pungsi yang disebut troicart dan dilakukan melalui
meatus inferior. Bila keluar nanah atau sekret
mukoid, dilanjutkan dengan tindakan irigasi sinus.

X- FOTO RONTGEN
Posisi untuk menilai sinus maksilaris yang baik ialah posisi
water.
Sinus yang gelap berarti sinus yang patologis. Perhatikan
apakah batas-batas sinus (tulang) masih utuh atau tidak.

BIOPSI
Pada sinus maksilaris dapat dilakukan:
1. melalui lubang pungsi pada meatus inferior
2. memakai cara Caldwell- Luc.

OPERASI CALDWELL-LUC

PEMERIKSAAN MULUT,
FARING DAN TONSIL

Pemeriksaan Mulut
Inspeksi, perhatikan :
Ptialismus, Trismus
Gerakan bibir dan sudut mulut (N. VII)
Mukosa dan gingiva, misalkan ada ulkus
Gigi atau geraham rusak yang dapat
menimbulkan sinusitis maksilaris (caries
gigi P1, P2, M1, M2, M3 atas) atau
trismus yang disebabkan gigi M3 bawah
yang letaknya miring.

Pemeriksaan Mulut
Lidah : Parese N. XII, atrofi, aftae,
tumor malignan
Palatum durum (torus palatinus),
prosesus alveolaris bengkak oleh
karena radang atau tumor sinus
maksilaris

Pemeriksaan Mulut
Palpasi
Jangan dilupakan bila ada ulkus pada
lidah (karsinoma)
Perkusi
Pada gigi dan geraham, terasa sakit
bila ada radang

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
Mulut dibuka lebar-lebar, lidah ditarik
ke dalam, dilunakkan, lidah ditekan
ke bawah, di bagian medial.
Penderita disuruh bernapas :
Tak boleh menahan napas
Tak boleh napas keras-keras
Tak boleh ekspirasi atau mengucap ch

Lidah ditekan anterior dari tonsil,


hingga kelihatan pole bawah tonsil

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
A. Memeriksa besar tonsil
Besar tonsil ditentukan sebagai
berikut :
T0 : Tonsil telah diangkat
T1 : Bila besarnya jarak arkus
anterior dan uvula atau tonsil
masih berada dalam fossa
tonsilaris

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
T2 : Bila besarnya 2/4 jarak arkus
anterior dan uvula
T3 : Bila besarnya jarak arkus
anterior
dan uvula
T4 : Bila besarnya mencapai uvula
atau
lebih

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
B. Memeriksa mobilitas tonsil
Digunakan 2 spatula
Spatula 1 : diletakkan di atas lidah
(paramedian)
Spatula 2 : posisi ujungnya vertikal
menekan jaringan
peritonsil, sedikit lateral
dari arkus anterior,
digerakkan ke medial dan lateral

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
C. Memeriksa patologi dari tonsil dan
Palatum Mole
Perhatikan anatominya
Perhatikan patologinya

Tonsilitis akut

: semua merah,
titik-titik putih pada

tonsil
Tonsilitis Kronik : arkus anterior merah

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
Aftae
: Ditekan sakit
Abses peritonsil : * ismus fausium kecil,
* tonsil terdesak ke
medial
* sekitar tonsil
merah
dan oedem
* uvula terdesak
heterolatelal
udematus

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
Difteri
: pseudo membran warna
kotor, hemoragis, ada
yang di luar batas
tonsil
Plaut Vincent : ulkus seluruh tonsil,
monolateral, febris,
perlu
usap tenggorok

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
Radang spesifik
: Tuberkulosa
Tumor benigna : keras, tonsil fiksasi
Sikatrik
: akibat tonsilektomi,
insisi abses peritonsil
Korpus alienum : duri ikan, tulang

TONSILITIS

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
D. Memeriksa patologi faring
Faringitis akut --> semua merah
Faringitis Kronik --> hanya granulae
merah
Aftae, difteri, ulkus sifilis, sikatriks,
corpus alienum

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
E. Memeriksa paresis/paralisis palatum
mole
Normal
Waktu istirahat
Uvula menunjuk ke bawah
Konkavitas palatum mole simetris

Ucapkan aa,ee
Bergerak-gerak tetap simetris

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
Paresis bilateral
Waktu istirahat
Seperti normaal
Ucapkan aa,ee
Seperti normal
Mungkin uvula sedikit
bergerak

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
Paresis unilateral
Waktu istirahat
Seperti normal

Ucapkan aa,ee
Palatum mole terangkat ke arah yang sehat,
uvula miring, menunjuk ke arah sehat,
konkavitas, tak simetris
Kondisi di atas dapat karena tumor nasofaring
atau
paresa N.X

Pemeriksaan Tonsil dan


Faring
F. Memeriksa Paresis Faring
Normal
Bila disentuh sensitif, dijumpai refleks muntah

Paresis bilateral
Dijumpai tumpukan air ludah dan bila disentuh
tidak sensitif dan reflek muntah hilang

Paresis Unilateral
Bila disentuh muncul gerakan yang bergerak
hanya faring yang sehat.

Pemeriksaan
Laring

Pemeriksaan laring terdiri


atas :

Pemeriksaan dari luar dengan inspeksi


dan palpasi
Laringoskopia indirekta dengan cermin
laring
Laringoskopia direkta dengan
laringoskop kaku, laringoskop fiber optik
atau mikroskop
Pemeriksaan kelenjar leher
Pemeriksaan X-foto rontgen

Pemeriksaan
Dari Luar

Inspeksi :
Diperhatikan warna dan keutuhan
kulit, serta benjolan yang ada pada
daerah leher disekitar laring. Suatu
benjolan yang mengikuti gerakan
laring adalah struma dan kista
duktus tireoglossus.

Palpasi berguna untuk :


Mengenal bagian bagian dari
kerangka laring ( kartilago hyoid,
kartilago tiroid, kartilago krikoid ) dan
gelang gelang trakhea.
Apakah ada oedem, struma, kista,
metastase, susunan yang abnormal
dijumpai pada fraktur dan dislokasi

Laring yang normal, mudah sekali


digerakkan kekanan dan kekiri oleh
tangan pemeriksa.

Laringosk
opi
Indirekta

Maksudnya adalah melihat laring


secara tidak langsung dengan cara
menempatkan cermin didalam faring
dan cermin tersebut disinari oleh
cahaya. Bayangan laring pada
cermin terlihat dari sinar yang
dipantulkan.

Syarat syarat :
Harus ada jalan yang lebar buat
cahaya yang dipantulkan oleh
cermin dari faring ke laring. Untuk
keperluan itu maka lidah harus
dikeluarkan, sehingga radiks linguae
yang menutup jalan itu bergerak
keventral.

Harus ada tempat yang luas buat


cermin dan cemin tidak boleh ditutup
oleh uvula. Untuk keperluan itu
penderita disuruh bernafas dari
mulut, Dengan demikian uvula
bergerak dengan sendirinya keatas
dan menutup jalan ke nasofaring.

Alat Alat :
Cermin laringoskop yang
besar
Lampu spiritus
Larutan Xylocain 10% buat
faring yang sensitif
Kain kasa yang dilipat

Tahap Tahap
Pemeriksaan :

Memeriksa radiks linguae,


epiglotis dan sekitarnya
Memeriksa lumen laring dan
rima glotidis
Memeriksa bagian yang
letaknya kaudal dari rima
glotidis

Pelaksanaan :
Anaestesi faring dengan Xylocain
10%. Pada umumnya anaestesi
ini tidak diperlukan, kecuali
untukfaring yang sangat sensitif.
Pemeriksaan dapat dimulai kira
kira 10 menit setelah
disemprotkan larutan Xylocain
10%.

Mulut harus dibuka lebar


lebar, harus bernafas dari
mulut
Penderita diminta
menjulurkan lidah panjang
panjang

Bagian lidah yang ada diluar


mulut

Dibungkus dengan kain kasa, kita


pegang dengan tangan kiri, jari I
diatas lidah, jari III dibawah lidah dan
jari II menekan pipi
Dipegang dengan tenaga yang
optimal. Lebih keras dari itu
menyebabkan penderita merasa
sakit, bila lebih lunak lidah akan
terlepas

Cermin dipegang dengan tangan


kanan, seperti memegang pensil
arah cermin kebawah.
Cermin dipanasi ( lebih sedikit dari
37 C ), supaya nanti tidak menjadi
kabur.

Panas cermin dikontrol pada lengan


bawah kiri pemeriksa. Cermin
dimasukkan ke dalam faring, dan
mengambil posisi dimuka uvula.
Kalau perlu uvula didorong sedikit ke
belakang dengan punggung cermin,
cermin disinari.

Untuk pemeriksaan laringoskopi


indirekta,kepala penderita diatur
dalam 3 posisi :
1. Posisi tegak
2. Posisi Killian : lebih jelas untuk
melihat sekitar komisura
posterior
3. Posisi Tuercks : lebih jelas untuk
melihat
sekitar komisura anterior

Tahap 1 : radiks
lingue,epiglotis dan sekitarnya
Kelihatan gambar dari radiks linguae,
epiglotis yang menutup introitus
laringis, plika glossoepiglotika, valekula
kiri dan kanan.
Perhatikan anatominya
Perhatikan patologinya: udem dari
epiglotis, ulkus, tumor, korpus alienum.

Facies posterior tonsil pada


kesempatan ini dapat diperiksa yaitu
pada awal tahap 1 atau pada akhir
tahap 3.
Perhatikan : warna, aftae, ulkus
Untuk keperluan ini penderita
disuruh mengucapkan huruf iii
yang panjang dan yang tinggi.

Akibat mengucapkan huruf iiiyang


tinggi itu, ialah laring ditarik keatas dan
ke muka.
Dalam gerakan keatas dan kemuka itu,
ikut pula serta epiglotis.
Epiglotis yang sebelumnya menutup
introitus laringis, sekarang terbuka
sehingga cahaya dapat masuk ke
dalam laring dan trakea.
Korda vokalis bergerak ke garis median.

Tahap 2 : melihat laring dan


sekitarnya
Perhatikan anatomi laring, berupa :
- Epiglotis dan pinggirnya.
- Aritenoid kiri dan kanan.
- Plika ari-epiglotika kiri dan kanan
- Sinus piriformis kiri dan kanan
- Dinding posterior dan dinding lateral
faring

Plika ventrikularis kiri dan


kanan
- Komisura anterior dan
posterior
- Korda vokalis kiri dan kanan
-

Gambar laring

Perhatikan patologianatominya

Radang :
- Laringitis akut(semua merah)
- Laringitis kronis(sedikit merah atau
yang
merah hanya korda
vokalis saja)

Ulkus :
Laringitis TBC berupa erosi ulkus
pada komisura posterior dan erosi
ulkus pada korda vokalis.
Epiglotis berupa udem, infiltrat,
ulkus.
Karsinoma

Udem : radang, alergi, tumor.


Cairan :
Sputum hemoragis dijumpai pada
TBC, keganasan.
Tumpukan saliva di sinus pyriformis
Tumor :
Benigna (papiloma,polip,nodul,kista)
Maligna karsinoma.

Perhatikan gerakan dari


korda vokalis kiri dan
kanan normal, simetris,
tidak
bergerak(parese)unilateral
atau bilateral.

Kausa paralisa,antara lain:


Kelainan saraf otak
Di leher
: Tumor
colli,operasi struma
Dalam thoraks : Karsinoma paru, TB
paru,
aneurisma

Jantung :
Corbivinum, perikarditis, mitral
insufisiensi,stenosis
Nefritis, diabetes
Fiksasi dari aritenoid :
Karsinoma aritenoid.

Tahap 3 : melihat trakea


Biasanya korda vokalis hanya dapat
dilihat dalam stadium fonasi
Dalam stadium respirasi lumen laring
tertutup oleh epiglotis, sehingga
mukosa trakea hanya dapat waktu
belum ada aduksi yang komplet, atau
di waktu permulaan abduksi.

Perhatikan : anatomi,
patologi mukosa, warna
mukosa, sekret regio
subglotik,udem, tumor.

LARINGOSKOPIA DIREKTA

Maksudnya adalah
Melihat laring secara
langsung tanpa cermin
tetapi dengan perantaraan
alat yang disebut
laringoskop.

Laringoskop yang
digunakan
a. Laringoskop kaku,yaitu :
Endoskop model Brunings,
jackson,
Mc.intosh, Mc.Gill
Sumber cahaya : Brunings
proximal,
Jackson distal

Teknik
Penderita ditidurkan terlentang diatas
meja periksa
Pemeriksaan baru dapat dimulai kira kira 10 menit setelah ke dalam faring
dan laring diseprotkan Xylocain 10% ( +
10 semprot)
Pipa Laringoskop dimasukkan sampai
introitus laringis
Memperhatikan gambar laring seperti
pada laringoskop indirek

b. Laringoskop fiber optic


c. Mikrolaringoskop dengan memakai
mikroskop
perhatikan :
Penderita berbaring, posisi kepala di
depan pemeriksa
Bagian kanan penderita adalah juga
bagian kanan pemeriksa

PEMERIKSAAN KELENJAR
LEHER

Pada umumnya baru teraba apabila ada


pembesaran >1cm
Palpasi dilakukan dengan:
1.Posisi pemeriksa berada di belakang
penderita
2.Dilakukan secara sistematis/berurutan mulai
dari submental berlanjut ke arah angulus
mandibula, sepanjang muskulus
sternocleidomastoid, clavicula dan di teruskan
saraf assesorius

X-FOTO RONTGEN

Indikasi
Fraktur laring
Karsinoma laring:
Untuk melihat pasage yang masih ada
Untuk melihat luasnya tumor

Macam pemeriksaan:
Foto leher PA/lateral soft tissue
Laringogram dengan menggunakan kontras
Tomogram

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai