Anda di halaman 1dari 47

GAMBARAN SIKAP DAN TINDAKAN REMAJA TERHADAP

KECERDASAN EMOSIONAL DI SMA NEGERI 1


KISARAN KECAMATAN KISARAN TIMUR
KABUPATEN ASAHAN

PROPOSAL

OLEH:
OKFIAN AL MASRI TANJUNG
NIM.20121242

AKADEMI PERAWATAN YAYASAN PERGURUAN


GITA MATURA ABADI KISARAN
ANGKATAN XIX
TA. 2014 / 2015
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Proposal Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Dihadapan
Tim Penguji Ujian Sidang Proposal Karya Tulis Ilmiah Program Pendidikan
D III Akademi Keperawatan Gita Matura Abadi Kisaran
1

Kisaran,

April 2015

PEMIMBING AKADEMIK

(Wahyu Agustina S.Kep.Ns.M.Psi)

LEMBAR PENGESAHAN
Proposal Karya Tulis Ini Telah Diperiksa Oleh Tim Penguji Ujian Proposal Karya
Tulis Ilmiah Program Pendidikan Diploma III Akademi Keperawatan
Gita Matura Abadi Kisaran

Tim Penguji

TandaTangan

1. Joni Siagian SKM. M.Kes


..
2. Marini Weldinar S.Kep,Ns
......................
3. Amelia Dini Anggraini Silalahi SKM,MM .

Disahkan Oleh:
Akper Yagma Kisaran
Direktur

( Joni Siagian SKM. M.Kes)


KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati peneliti mengucapkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT Dimana atas rahmat dan karunianya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan proposal karya tulis ini yang merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan program pendidikan DIII Keperawatan Yayasan Perguruan Gita
Matura Abadi. Adapun judul proposal karya tulis ini adalah Gambaran Sikap
dan Tindakan Remaja terhadap Kecerdasan Emosional di SMA Negeri 1
Kisaran
Dalam penyusunan proposal karya tulis ini peneliti mendapat bantuan dari
berbagai pihak, baik berupa moril maupun materi secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Kepada seluruh keluarga khususnya kepada Mamak, Kakak, Abang dan


seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi
serta memberikan doanya sehingga proposal karya tulis ini selesai tepat
waktu.
2. Ibu Hj. Hajizah Hasibuan, selaku ketua Yayasan Perguruan Gita Matura
Abadi Kisaran.
3. Bapak Joni Siagian, SKM.M.Kes.Selaku Direktur Akademi Keperawatan
Gita Matura Abadi Kisaran.
4. Ibu Wahyu Agustina S.Kep, Ns, M.Psi. Selaku pembimbing Akademi dan
pemimbing Proposal Karya Tulis yang telah membantu penulisan dalam
penyusuna dan pembuatan Proposal Karya Tulis dengan baik.
5. Bapak Joni Siagian, SKM, M.Kes, selaku penguji I dalam sidang Proposal
Karya Tulis Ilmiah dan yang merupakan salah satu pembimbing Proposal
Karya Tulis yang saya hormati sekali.
6. Ibu Marini Weldinar S.Kep,Ns, selaku penguji II dalam sidang Proposal
Karya Tulis Ilmiah.
7. Ibu Amelia Dini Anggraini Silalahi SKM,MM selaku penguji III dalam
sidang Proposal Karya Tulis Ilmiah.
8. Bapak / Ibu dan seluruh staf Dosen Akademi Keperawatan Gita Matura
Abadi Kisaran yang telah memberi pengajaran dan bimbingan selama
peneliti menimba ilmu di Akper Yagma Kisaran.
9. Seluruh teman teman angkatan XIX yang telah memberikan motivasi
kepada peneliti dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

10.

Akhirnya peneliti berharap semoga proposal karya tulis ini dapat

berguna dan bermanfaat untuk menghadapi jenjang selanjutnya dalam


menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah pada akhir program proses
belajar mengajar pada D III Keperawatan Akper Yagma Kisaran.
11.
12.

Kisaran, April 2015


13.

Hormat Saya
14.

15.

Peneliti
16. DAFTAR ISI

17.
18. LEMBAR JUDUL
19. PERNYATAAN PERSETUJUAN

ii

20. LEMBAR PENGESAHAN

iii

21. KATA PENGANTAR

iv

22. DAFTAR ISI

vi

23.
24. BAB I PENDAHULUAN

25. 1.1........................................................................... Latar Belakang

1
26. 1.2....................................................................... Rumusan Masalah

5
27. 1.3........................................................................... Ruang Lingkup

5
28. 1.4........................................................................ Tujuan Penelitian

5
29. 1.4.1 Tujuan Umum..................................................................................5
30. 1.4.2 Tujuan Khusus.................................................................................6

31. 1.5...................................................................... Manfaat Penelitian


6
32.
33. BAB II TINJAUAN TEORITIS

34. 2.1..................................................................... Sikap dan Tindakan

8
35. 2.1.1 Sikap (Attitude)................................................................................8
36. 2.1.2 Tindakan atau Praktik (Practice)...................................................11
37. 2.2................................................................................ Kecerdasan

12
38. 2.2.1 Definisi Kecerdasan.......................................................................12
39. 2.2.2 Macam-macam Kecerdasan...........................................................13
40. 2.3........................................................................................ Emosi

15
41. 2.3.1 Definisi Emosi...............................................................................15
42. 2.3.2 Penggolongan Emosi.....................................................................16
43. 2.4.......................................................... Kecerdasan Emosional (EI)

17
44. 2.4.1 Definisi Kecerdasan Emosional (EI).............................................17
45. 2.4.2 Komponen Kecerdasan Emosi (EI) :.............................................18
46. 2.5...................................................................................... Remaja

20
47. 2.5.1 Definisi Remaja.............................................................................20
48. 2.5.2 Masa Remaja..................................................................................21

49. 2.5.3 Emosi Remaja................................................................................23


50.
51.
52. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

27

53. 3.1........................................................ Tempat dan Waktu Penelitian

27
54. 3.1.1 Tempat Penelitian...........................................................................27
55. 3.1.2 Waktu Penelitian............................................................................27
56. 3.2........................................................................ Desain Penelitian

27
57. 3.3.................................................................... Populasi dan Sampel

28
58. 3.3.1 Populasi..........................................................................................28
59. 3.2.2 Sampel...........................................................................................28
60. 3.4........................................................................ Kerangka Konsep

29
61. 3.5..................................................................... Definisi Konseptual

30

62. 3.6.................................................................... Definisi Operasional

32
63. 3.7...................................................................... Aspek Pengukuran

33
64. 3.7.1 Pengukuran berdasarkan Variabel Penelitian.................................33
65. 3.8............................................................ Teknik Pengumpulan Data

33
66. 3.9............................................................... Alat Pengumpulan Data

34
67. 3.10............................................... Pengolahan Data dan Analisa Data

34
68. 3.10.1..................................................................... Pengolahan Data

34
69. 3.10.2.......................................................................... Analisa Data

35
70. 3.11 ........................................................................ Jadwal kegiatan
36
71.
72. LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

37

73. KUISIONER

38

74. DAFTAR PUSTAKA

42

75.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak selamanya berjalan dengan lurus, tenang,
penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Kadangkala seorang manusia harus
menghadapi berbagai hambatan, rintangan, persoalan dan konflik dalam
kehidupannya. Beberapa hambatan, rintangan, persoalan dan konflik
tersebut sederhana dan mudah diselesaikan, tetapi ada juga beberapa yang
kompleks dan sulit untuk diatasi. Hal ini dapat menimbulkan keadaan tidak
seimbang dan tekanan psikologis serta gangguan emosional dalam diri

seseorang. Keadaan tersebut akan membuat individu melakukan berbagai


usaha untuk menguasai, meredakan, atau menghilangkan berbagai tekanan
yang dialaminya. Berbagai usaha yang dilakukan individu tersebut
membutuhkan emosi yang terkendali untuk menghadapi situasi yang
menekan.
Menurut Goleman (2015), kecerdasan emosional itu lebih penting
daripada IQ. Dia menyatakan bahwa kecerdasan emosi itu adalah : self
awareness (kemampuan untuk mengenali emosi diri), self control
(kemampuan untuk mengontrol emosi yang muncul), self motivation
(kemampuan untuk memotivasi diri), empathy (kemampuan untuk
mengetahui dan memahami emosi orang lain), dan social skill (kemampuan
untuk membina hubungan dengan orang lain). Selain itu bisa juga diartikan
sebagai kemampuan untuk mengontrol perasaan diri sendiri dan perasaan
orang lain. Dengan kata lain kecerdasan emosi seseorang itu akan terbentuk
apabila ada kerjasama yang baik antara pikiran dan perasaan.
Kecerdasan emosional (EI) bukanlah mode atau kecenderungan.
Bukan juga sesuatu yang baru seperti yang sering digembor-gemborkan
masyarakat melalui berbagai investasinya melalui pelatihan. EI berkembang
bersamaan dengan proses tumbuh kembang manusia dalam beradaptasi dan
bergaul dengan manusia lain. Menurut Stein (2002) kecerdasan emosional
sama tuanya dengan peradaban. Penelitian yang telah dilakukan oleh BarOn
(1988), Mayer dan Salovey (1990) serta Goleman (2015), mengenai
kecerdasan emosional mengemukakan bahwa keberhasilan seseorang tidak
hanya ditentukan oleh intelektualitas semata. Intelektualitas atau Intelligent

Quotient (IQ) hanya merupakan syarat minimal untuk meraih keberhasilan.


Telah terbukti tidak sedikit orang-orang yang memiliki IQ tinggi kalah
dalam persaingan. Sebaliknya banyak orang yang mempunyai IQ iasa-biasa
saja justru sukses dalam berkarier. Pakar psikolog sepakat bahwa IQ hanya
menyumbang sekitar 20 persen sebagai faktor-faktor yang menentukan
suatu keberhasilan, sedangkan 80 persen sisanya berasal dari faktor lain,
termasuk apa yang dinamakan dengan kecerdasan emosional (Goleman,
2015).
Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering
ditemukan remaja yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara
dengan kemampuan intelegensinya. Ada remaja yang mempunyai
kemampuan intelegensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang
relatif rendah, namun ada remaja yang walaupun kemampuan intelegensinya
relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya
taraf intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan
seseorang, karena ada faktor lain termasuk salah satunya kecerdasan
emosional yang menentukan keberhasilan seseorang.
Hal ini dirasa sangat wajar, dikarenakan paradigma yang
berkembang ditengah-tengah masyarakat Indonesia adalah kecerdasan
intelektual (IQ) itu lebih penting dibandingkan dengan kecerdasan
emosional (EI). Dalam proses belajar remaja di SMA, kedua inteligensi itu
sangat diperlukan. Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ
rendah dan memiliki keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan,
bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang

10

seharusnya sesuai dengan usia mereka. Tetapi sesungguhnya IQ tidak dapat


berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap
mata pelajaran yang disampaikan di sekolah.
Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia mencatat 339 kasus
tawuran remaja sepanjang tahun 2013, 12 kasus bunuh diri remaja di tahun
2012 dan terdapat 7000 lebih kasus remaja yang terpaksa mendekam di
penjara karena terlibat kasus penyalahgunaan narkoba, pelecehan seksual,
pencurian dan pembunuhan . Kasus tawuran yang didominasi remaja SMA
pada tahun 2013 meningkat 128 kasus jika dibandingkan tahun 2010.
(http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/EI_tawuran.pdf diakses February 9th 2015
10:48 PM)
Data Komisi Nasional Perlindungan Anak ini menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional para remaja SMA masih tergolong rendah. Karena
masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan
seorang manusia. Istilah pemberontak merupakan istilah yang sering
dilekatkan pada masa remaja karena mereka sering melakukan suatu
tindakan yang melanggar aturan. Adanya sifat pemberontak pada diri
remaja, tampak pada kecenderungan remaja untuk melakukan tindakantindakan yang mengandung resiko.
Remaja hendaknya memahami pentingnya kecerdasan emosi.
Kecerdasan ini terlihat dalam beberapa hal seperti bagaimana remaja
mampu memberi kesan yang baik tentang dirinya, mempu mengungkapkan
dengan baik emosinya sendiri, dapat mengendalikan perasaan serta mampu
mengungkapkan reaksi emosi sesuai kondisi yang ada sehingga interaksi

11

dengan

orang

lain

mampu

terjalin

(http://eprints.uns.ac.id/kedokteran/psikologis/

baik

dan

efektif.

remaja_EI.pdf

diakses

February 11th 2015 12:47 PM)


Berdasarkan survey awal, data yang didapatkan dari guru BP dan
asumsi peneliti beberapa remaja di SMA Negeri 1 Kisaran ditemukan
sebagian remaja yang kurang motivasi dalam belajar, sering membolos,
menunda-nunda pekerjaan, kurang peduli dalam hal tugas kelompok, takut
bertemu dengan guru yang dianggapnya menakutkan, dan senang dengan
ketidakhadiran guru. Mengapa hal itu bisa terjadi terhadap sebagian remaja
itu? Mungkinkah pelajar yang mayoritas usia remaja mengalami
gangguan emosi yang belum stabil atau belum mampu mengambil sikap dan
tindakan untuk mengontrol kecerdasan emosinya?
Permasalahan-permasalahan remaja yang telah dikemukakan di atas
berkaitan pentingnya kecerdasan emosional pada diri remaja sebagai salah
satu faktor penting untuk menunjang keberhasilannya, baik itu dalam
kesehariannya yang harus dipenuhi rasa optimis dan motivasi meraih
prestasi akademik dan mampu berinteraksi dengan orang lain secara baik
dan efektif. Maka dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, peneliti tertarik
mengambil judul Gambaran Sikap dan Tindakan Remaja terhadap
Kecerdasan Emosional di SMA Negeri 1 Kisaran.
1.2

Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran sikap dan tindakan remaja terhadap
kecerdasan emosional di SMA Negeri 1 Kisaran?

12

1.3

Ruang Lingkup
Pada tahap ini peneliti akan membatasi masalah yang terdapat pada
identifikasi masalah, adapun batasan masalah dari beberapa identifikasi
masalah diatas yaitu self awareness (kemampuan untuk mengenali emosi
diri), self control (kemampuan untuk mengontrol emosi yang muncul), self
motivation (kemampuan untuk memotivasi diri), empathy (kemampuan
untuk mengetahui dan memahami emosi orang lain), dan social skill
(kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain).

1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimanakah gambaran sikap dan tindakan
remaja terhadap kecerdasan emosional

1.4.2

Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi sikap dan tindakan remaja untuk mengenali emosi diri
sendiri.
b. Mengidentifikasi sikap dan tindakan remaja untuk mengontrol emosi
yang
c.

muncul pada diri sendiri.

Mengidentifikasi sikap dan tindakan remaja untuk memotivasi diri

sendiri.
d. Mengidentifikasi sikap dan tindakan remaja untuk mengetahui dan
memahami emosi orang lain.
e. Mengidentifikasi sikap dan tindakan remaja untuk membina hubungan

13

dengan orang lain.

1.5

Manfaat Penelitian
1. Instansi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
informasi tentang pentingnya kecerdasan emosional bagi seluruh elemen
terkait dalam instansi pendidikan.
2. Mahasiswa
Memberikan

pengetahuan

bagi

mahasiswa

untuk

dapat

menggunakan kecerdasan emosinya dengan sebaik mungkin agar didapat


kesuksesan dalam berprestasi dan bersosialisasi.
3. Remaja
Diharapkan dengan adanya penelitian kecerdasan emosi ini, remaja
dapat menggunakan kecerdasan emosinya untuk mengenali emosi diri,
mengontrol emosi yang muncul, memotivasi diri, memahami emosi orang
lain dan memiliki kemampuan untuk membina hubungan baik dengan
orang lain.
4. Peneliti
Memberikan pengetahuan tersendiri bagi peneliti dan memberikan
informasi tentang betapa pentingnya kecerdasan emosional serta dapat
memberikan pengalaman bagi peneliti yang akan melakukan penelitian
selanjutnya.

14

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1

Sikap dan Tindakan

2.1.1

Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Campbell (1950) menDefinisikan dengan sangat sederhana, yakni: An
individuals attitude is syndrome of response consistency with regard to object.
Jadi jelas, disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala
dalam merespon stimulasi atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian, dan kejiwaan yang lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan
tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.
Komponen Pokok Sikap:
Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya,
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

15

objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana


pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit kusta.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut
terhadap objek. Seperti contoh butir tersebut, berarti bagaimana orang
menilai terhadap penyakit kusta, apakah penyakit yang biasa saja atau
penyakit yang membahayakan.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah
ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
Misalnya, tentang contoh sikap terhadap penyakit kusta di atas, adalah apa
yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit kusta.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap
yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek menerima
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang terhadap
periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran
si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di
lingkungannya.

b. Menanggapi (responding)

16

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan


terhadap pertanyaan atau objek yang diamati misalnya, seorang ibu yang
mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta
menanggapi

oleh

penyuluhan,

kemudian

ia

menjawab

atau

menanggapinya.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberi nilai positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain
dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespon. Contoh butir a di atas, ibu itu mendiskusikan ante natal care
dengan

suaminya,

atau

bahkan

mengajak

tetangganya

untuk

mendengarkan penyuluhan ante natal care.


d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakini. Seseorang yang telah mengambil sikap
tertentu berdasarkan keyakinannya dia harus berani mengambil risiko bila
ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Contoh
tersebut di atas, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal
care, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mingkin
kehilangan penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena
meninggalkan rumah dan sebagainya.

2.1.2

Tindakan atau Praktik (Practice)


Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan

untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab
untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas
atau sarana dan prasarana.

17

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut


kualitasnya, yaitu:
a. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi
masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya,
seorang anak kecil menggosok gigi namun masih selalu diingatkan oleh
ibunya, adalah masih disebut praktik atau tindakan terpimpin.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan
sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
Misalnya, seorang anak secara otomatis menggosok gigi setelah makan,
tanpa disuruh ibunya.
c. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja,
tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang
berkualitas misalnya, menggosok gigi, bukan sekedar gosok gigi,
melainkan dengan teknik-teknik yang benar. Seorang ibu memasak
memilih bahan masakan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut
murah harganya. (Notoatmodjo, 2010 hal 142-145)
2.2

Kecerdasan

2.2.1

Definisi Kecerdasan
Kecerdasan (inteligensi) adalah keseluruhan kemampuan individu untuk

berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan
secara efektif. (Sarwono, 2011 hal 89)
Menurut Howard Gardner yang dikutip oleh Agus Efendi (2005) dalam
bukunya Revolusi Kecerdasan Abad 21 mengemukakan bahwa, Kecerdasan

18

adalah kemampuan utnuk memecahkan atau sesuatu yang bernilai bagi budaya
tertentu. Sedangkan menurut Alfred Binet dan Theodore Simon, kecerdasan
terdiri dari: (1) kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan, (2) kemampuan
mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, (3) kemampuan
mengkritik diri sendiri.
Menurut Piaget yang dikutip oleh Agus Efendi (2005) dalam bukunya
Revolusi Kecerdasan Abad 21 mengemukakan bahwa, Intelligence is what you
use when you don`t know what to do. (Kecerdasan adalah apa yang kita gunakan
pada saat kita tidak tahu apa yang harus dilakukan).
Definisi kecerdasan-kecerdasan di atas hanya merupakan contoh diantara
banyaknya definisi kecerdasan. Para psikolog terbukti tidak menyepakati definisi
kecerdasan tersebut. Bahkan, menurut Stenberg, berbagai riset menunjukan bahwa
budaya yang berbeda memiliki konsepsi tentang kecerdasan yang berbeda pula.
Lebih jauh, saat menjelaskan definisi kecerdasan dari para ahli (expert definition),
seperti telah dijelaskan di atas-yakni ketika pada tahun 1921, 14 psikolog terkenal
diminta oleh editor the Journal of Educational Psychologi untuk memberikan
pandangan mereka mengenai apa itu kecerdasan. Stenberg mengungkapkan
definisi mereka bahwa kecerdasan adalah: (1) kemapuan untuk belajar dari
pengalaman, (2) kemampuan untuk beradaftasi dengan lingkungan sekitar
(suurounding environment). Dua jenis kemampuan ini merupakan dua tema yang
penting

menurutnya,

kemampuan

utnuk

belajar

dari

pengalaman

itu

mengimplikasikan, misalnya, bahwa orang cerdas adalah mereka yang bukan saja
melakukan kesalahan tapi juga mereka yang belajar dari kesalahan dan tidak
melakukannya lagi. (Efendi, 2005 hal 85)

19

Kesimpulannya, bahwa kecerdasan itu merupakan suatu kemampuan


untuk belajar dari keseluruhan pengetahuan dan kemampuan untuk beradaptsi
dengan cepat dan efektif dengan situasi dan lingkungan yang baru.
2.2.2

Macam-macam Kecerdasan
Manusia adalah makhluk yang dianugrahi potensi kecerdasan tidak

terbatas, berkat otaknya yang hanya seberat satu setengah kilogram, sehingga
disebut the 3-pound universe, meskipun kecerdasan manusia tidak terbatas,
namun banyak ahli atau penulis buku menyebut berbagai jenis kecerdasan. Inilah
sederetan kecerdasan tersebut:
a.

Intelligence Quotient (Kecerdasan Intelektual)

b.

Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk). Menurut Howard Gardner,

kecerdasan ini mencakup,

Linguistik Intelligence (Kecerdasan Berbahasa),

Logico-Mathematical Intelligence (Kecerdasan Logis-Matematis), Visual-Svatial


Intelligence

(Kecerdasan

Visual-Spasial),

Bodily-Kinesthetic

Intelligence

(Kecerdasan Kinestetik), Musical Intelligence (Kecerdasan Musik), Interpersonal


Intelligence (Kecerdasan Antarpibadi), Intrapersonal Intelligence (Kecerdasan
Intrapersonal), dan Natural Intelligence (Kecerdasan Natural)
c.

Practical Intelligence (Kecerdasan Praktis)

d.

Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosi)

e.

Entrepreneurial Intelligence (Kecerdasan Berwiraswasta)

f.

Financial Intelligence (Kecerdasan Finansial)

g.

Adversity Qoutient (Kecerdasan Adversitas)

h.

Aspiration Intelligence (Kecerdasan Aspirasi)

i.

Power Intelligence (Kecerdasan Kekuatan)

20

j.

Imagination Intelligence (Kecerdasan Imajinasi)

k.

Intuition Intelligence (Kecerdasan intuitif)

l.

Moral Intelligence (Kecerdasan Moral)

m.

Spiritual Intelligence (Kecerdasan Spiritual)

n.

Succesful Intelligence (Kecerdasan Kesuksesan)


Manusia adalah sekaligus makhluk jasadiah dan ruhaniah. Sebagai

makhluk jasadiah, manusia akan mati. Walaupun diciptakan, ruh manusia itu tidak
mati dan selalu sadar akan dirinya. Ia adalah tempat bagi segala sesuatu yang
intelijibel dan dilengkapi dengan fakultas yang memiliki sebutan berlainan dalam
keadaan yang berbeda, yaitu ruh (ruh), jiwa (nafs), hati (qolb), dan intelek (aql).
Setiap sebutan ini memiliki 2 makna, yang satu merujuk pada aspek-aspek jasad
ataupun kebinatangan yang satu lagi pada aspek keruhaian. (Agus Efendi, 2005
hal 2)
2.3

Emosi

2.3.1

Definisi Emosi
Menurut Chaplin (1989) yang dikutip oleh Mohammad Ali (2012) dalam

bukunya Psikologi Remaja bahwa emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang
dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya dari perubahan perilaku.
Menurut Soegarda (1982) yang dikutip oleh Mohammad Ali (2012) dalam
bukunya Psikologi Remaja bahwa emosi adalah suatu respon terhadap suatu
perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat
biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.

21

Emosi diartikan sebagai keadaan jiwa yang sangat mempengaruhi


makhluk hidup, yang ditimbulkan oleh kesadaran atas suatu benda atau peristiwa,
yang ditandai dengan perasaan mendalam, hasrat untuk bertindak, dan perubahan
fisiologis pada fungsi tubuh. Singkatnya emosi adalah pikiran yang digerakkan.
(Maurus, 2014 hal 16)
Menurut The Dictionary of Psychology yang dikutip oleh J. Maurus (2014)
dalam bukunya Mengembangkan Emosi Positif bahwa emosi adalah keadaan
yang kompleks dari suatu organisme, termasuk perubahan dalam banyak hal;
pernafasan, denyut nadi, kelenjar, dan secara kejiwaan semisal kegembiraan atau
kegembiraan atau kegelisahan, yang ditandai dengan perasaan yang mendalam
dan dorongan yang kuat untuk melakukan tindakan tertentu.
Menurut Dr. Magda Arnold yang dikutip oleh J. Maurus (2014) dalam
bukunya Mengembangkan Emosi Positif bahwa emosi adalah kecenderungan
untuk mendekat pada apapun yang dirasa baik (menguntungkan) atau menjauh
dari apapun yang dirasa buruk (berbahaya).
Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan
biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
(Goleman, 2015 hal 409)
Menurut Oxford English Dictionary yang dikutip oleh D. Goleman (2015)
dalam bukunya Emotional Intellegence bahwa emosi adalah setiap kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap.

22

2.3.2

Penggolongan Emosi
Menurut Goleman (2015, hal 409-410) dalam bukunya Emotional

Intellegence ada beberapa penggolongan emosi, beberapa anggota golongan


tersebut adalah:
1. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,
terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindakan
kekerasan dan kebencian patologis.
2. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,
kesepian, ditolak, putus asa, dan jika menjadi patologis, depresi berat.
3. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur,
bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa
terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, euphoria.
4. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
bakti, hormat, kasmaran, kasih.
5. Terkejut: terkesiap, takjub, terpanah.
6. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
7. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur
lebur.
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa semua emosi menurut Goleman
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu
mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap
stimulus yang ada. Tantangan Aristoteles, Siapapun bisa marah. Marah itu

23

mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada
waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik. Bukanlah
hal mudah. (Goleman, 2015 hal ix)
2.4

Kecerdasan Emosional (EI)

2.4.1

Definisi Kecerdasan Emosional (EI)


Kecerdasan Emosi (EI) adalah kemampuan untuk mengenali, mengolah,

dan mengontrol emosi agar mampu merespon secara positif setiap kondisi yang
merangsang munculnya emosi-emosi ini. (Mashar, 2011 hal 60)
Menurut Salovey dan Mayer (1997) yang dikutip oleh Mashar (2011)
dalam bukunya Emosi Anak Usia Dini bahwa kecerdasan emosi (EI) adalah
empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah,
kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan
masalah pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat.
Kecerdasan Emosi (EI) adalah kemampuan untuk bisa mengola diri
(intrapersonal) dan mengola hubungan dengan orang lain menjadi lebih baik
(interpersonal). (Martin, 2011 hal 10-11)

2.4.2

Komponen Kecerdasan Emosi (EI) :

1. Kesadaran diri emosional


Kesadaran diri emosional merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar
dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri
sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.

Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri

24

Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul

Mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan

2. Mengelola emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam

menangani

perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan
tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi
berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan
mengoyak kestabilan diri individu.

Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan


amarah

Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang


kelas

Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa


berkelahi

Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri

Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah dan


keluarga

Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa

Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan

3. Memanfaatkan emosi secara produktif (memotivasi)

25

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu,


yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan
dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi
yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

Mampu memotivasi diri

Lebih bertanggung jawab

Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan


dan menaruh perhatian

Lebih menguasai diri

4. Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu
menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan
apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima
sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih
mampu untuk mendengarkan orang lain.

Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain

Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain

Lebih baik dalam mendengarkan orang lain

5. Membina hubungan

26

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan


yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar
pribadi. Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat
dijadikan petunjuk positif bagaimana individu mampu membina hubungan
dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian individu berkembang dilihat
dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.

Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami hubungan

Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan


persengketaan

Lebih baik dalam menyelasaikan persoalan yang timbul dalam


hubungan

Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi

Lebih populer dan mudah bergaul dan bersahabat

Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya

Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa

Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok

Lebih suka berbagi rasa, bekerjasama dan suka menolong

Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain

(Goleman, 2015 hal 400-401)

27

2.5

Remaja

2.5.1

Definisi Remaja
Remaja adalah fase peralihan antara masa kanak-kanak dan masa tumbuh

dewasa, baik secara fisik, akal, kejiwaan, sosial dan emosional. (Asmani, 2012 hal
38)
Kata Remaja (adolescent) berasal dari bahasa latin alescere yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. (Asmani, 2012 hal 40)
Menurut Piaget yang dikutip oleh Asmani (2012) dalam bukunya Kiat
Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah bahwa remaja adalah usia saat individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak merasa di bawah
tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Menurut Darajat (1990) yang dikutip oleh Asmani (2012) dalam bukunya
Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah bahwa remaja adalah masa
peralihan diantara masa anak-anak dan dewasa.
2.5.2

Masa Remaja
Menurut Soejanto yang dikutip oleh Asmani (2012) dalam bukunya Kiat

Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah bahwa masa remaja terentang antara


usia 13 sampai 22 tahun.
Menurut Calon (1994) yang dikutip oleh Asmani (2012) dalam bukunya
Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan, karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak memiliki status anak.

28

Menurut Rumini,dkk yang dikutip oleh Asmani (2012) dalam bukunya


Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah bahwa masa remaja adalah masa
peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara
12-22 tahun, di mana pada masa tersebut terjadi proses pematangan, baik
pematangan fisik maupun psikologis.
Menurut Suyanto dan Hisyam yang dikutip oleh Asmani (2012) dalam
bukunya Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah bahwa masa remaja
merupakan masa yang penuh dengan tantangan. Dan tidak sedikit di antara
tantangan-tantangan itu bersifat negatif, sehingga banyak remaja yang tergelincir
dalam perbuatan negatif. Hal tersebut disebabkan mereka umumnya belum bisa
mengendalikan diri untuk tidak berkelahi, melakukan tindakan kekerasan,
meminum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba, mencuri, bahkan main
perempuan.
Masa remaja ditandai dengan terjadinya pacu tumbuh (growth spurt),
timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan-perubahan
psikologik serta kognitif. Sebab dari munculnya masalah atau perilaku
menyimpang pada remaja ini antara lain adanya perubahan psikologis yang akan
memberikan dorongan-dorongan tertentu yang sering kali tidak diketahui. Institusi
pendidik langsung yaitu orang tua dan guru sekolah juga cenderung kurang siap
untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu, sehingga remaja seolah
dapat berprilaku seenaknya. (Asmani, 2012 hal 42)
Berbagai kendala lain di antaranya ketidaktahuan dan persepsi yang keliru
pada sebagian besar masyarakat mengenai pendidikan seks masih merupakan hal
yang tabu. (Soetjaningsih, 2004)

29

Pada masa remaja, mereka mengalami perubahan baik secara fisik maupun
psikologis. Perubahan inilah yang mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah
laku, seperti remaja mulai memperhatikan penampilan diri, mulai tertarik dengan
lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan cinta, yang
kemudian akan timbul dorongan seksual. (Imran, 2000)
Di sisi lain, kebutuhan sosialisasi remaja juga sangat tinggi, paling tidak
kebutuhan untuk diterima (akseptabilitas) oleh teman sebaya. Sehingga, ia bisa
berinteraksi, bergaul, berbaur, dan berkembang bersama teman-teman sebayanya.
Kebutuhan aktualisasi ini yang kadang-kadang menjuruskannya pada
dampak negatif. Remaja begitu mudah hanyut dalam eksperimantasi hal-hal baru
yang belum tentu positif bagi masa depannya. Ada rasa kesetiakawanan yang kuat
di antara mereka, sehingga ketika yang satu merasa senang maka yang lain akan
mengikutinya. Bayangkan jika salah satu atau beberapa dari mereka terjerumus
dalam hal-hal negatif (misalnya merokok, minum miras, tawuran, mencuri
ataupun tindakan kriminalitas lainnnya), maka bukan tidak mungkin temantemannya juga akan mengikutinya atas dasar kesetiakawanan. (Asmani, 2012 hal
43-44)
2.5.3

Emosi Remaja
Emosi remaja biasanya berkobar-kobar tanpa kendali. Gesell et al

berpendapat bahwa remaja usia 14 tahun sering meledak-ledak dan tidak bisa
mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja usia 16 tahun biasanya tidak atau
kurang memiliki kekhawatiran. Secara detail, ciri-ciri pertumbuhan perkembangan
emosi remaja secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Kematangan Emosi

30

Pada akhir masa remaja, mereka menjadi lebih mampu mengendalikan


emosi. Kini remaja tidak meledakkan emosinya di hadapan orang lain,
melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk
mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima. Inilah
tandanya remaja sudah mencapai kematangan emosi.
2. Memiliki Minat pada Bidang-Bidang Tertentu
Sepanjang masa remaja, minat yang dibawa dari masa anak-anak
cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang sifatnya lebih matang.

3. Minat Rekreasi
Secara bertahap, bentuk permainan kekanak-kanakan itu menghilang, dan
menjelang awal masa remaja, pola rekreasi individual hampir sama dengan
pola akhir masa remaja dan awal masa dewasa.
4. Minat Sosial
Adanya minat remaja yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan
yang diperolehnya untuk mengembangkan minat tersebut. Remaja yang
memiliki status sosial-ekonomi rendah biasanya kurang memiliki
kesempatan untuk mengembangkan minat di berbagai pesta dansa
dibandingka dengan remaja yang berstatus sosial-ekonomi lebih baik.
5. Minat Pribadi
Minat terkuat adalah minat pada diri sendiri. Minat tersebut meliputi minat
menampilkan diri, minat pada pakaian model terbaru, minat berprestasi,
minat mandiri, dan minat pada uang.

31

6. Minat terhadap Pendidikan


Minat remaja pada pekerjaan sangat mempengaruhi besarnya minat
mereka terhadap pendidikan. Bagi mereka, pendidikan tinggi dianggap
sebagai batu loncatan untuk meraih pekerjaan yang diinginkan.
7. Minat terhadap Pekerjaan
Remaja, terutama siswa-siswa SMA suadah mulai memikirkan masa
depannya dengan sungguh-sungguh. Biasanya anak laki-laki lebih
bersungguh-sungguh dalam memikirkan pekerjaannya dibandingkan anak
perempuan, yang rata-rata memandang pekerjaan sebagai pengisi waktu
luang sebelum pernikahan.
8. Minat terhadap Agama
Remaja memiliki potensi atau menaruh minat pada agama dan
menganggap agama berperan penting dalam kehidupan. Hal ini tampak
dengan keikutsertaan mereka untuk mengikuti pelajaran-pelajaran agama
di sekolah serta mengikuti berbagai kegiatan keagamaan.
9. Minat terhadap Hal-hal Simbolis
Tinggi-rendahnya status seseorang, biasanya digambarkan dengan hal-hal
yang bersifat simbolik. Ironisnya, remaja sekarang baik anak laki-laki
ataupun perempuan, sering menunjukkan hal-hal simbolik itu dalam
bentuk perilaku menyimpang atau kenakalan remaja sebagai lambang
prestise, misalnya minum-minuman keras, penggunaan obat terlarang,
merokok, dan lain-lain.

32

Emosi remaja membutuhkan penanganan yang arif dan bijaksana, tidak


bisa ditekan dengan aneka macam aturan yang mengikat, apalagi memaksa.
Mereka justru akan memberontak dan lari dari tekanan tanpa pertimbangan sama
sekali. Untuk menghadapi remaja yang pemberontak seperti ini, kita tidak bisa
menggunakan kekerasan, namun dengan duduk bersama mereka dalam upaya
membangun pemahaman.
Goleman (2015) kemerosotan emosi yang dialami remaja menimbulkan
masalah spesifik seperti berikut ini:
1. Menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial: lebih suka
menyendiri; bersikap sembunyi-sembunyi; banyak bermuram
durja; kurang bersemangat; merasa tidak bahagia; terlampau
bergantung.
2. Cemas dan depresi: menyendiri; sering takut dan cemas; merasa
tidak dicintai; merasa gugup atau sedih dan depresi.
3. Memiliki masalah dalam perhatian dan berpikir: tidak mampu
memusatkan perhatian atau duduk tenang; melamun; bertindak
tanpa berpikir; bersikap terlalu tegang untuk berkonsentrasi;
sering mendapat nilai buruk di sekolah; tidak mampu membuat
pikiran jadi tenang.
4. Nakal atau agresif: bergaul dengan anak-anak yang bermasalah;
bohong dan menipu; sering bertengkar; bersikap kasar terhadap
orang lain; membandel di sekolah dan di rumah; keras kepala
dan suasana hati sering berubah-ubah; terlalu banyak bicara;
sering mengolok-olok; bertemperamen mudah panas

33

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1

Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kisaran dengan dasar

pertimbangan sebagai berikut :


1. SMA Negeri 1 Kisaran termasuk salah satu sekolah paling diminati di
Kisaran.
2. Lokasi SMA Negeri 1 Kisaran berdekatan dengan tempat tinggal peneliti
sekarang yaitu Jl. K.H.Agus Salim, sehingga memudahkan peneliti
melakukan penelitian.
3. Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti bahwa
kecukupan remaja sudah memiliki kriteria peneliti.
4. Peneliti merupakan siswa alumni SMA Negeri 1 Kisaran
3.1.2

Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2015

3.2

Desain Penelitian
Desain penelitian dengan menggunakan tekhnik Deskriptif Survey.

Peneliti disini ingin menyelidiki keadaan, kondisi dan mendapatkan informasi


bagaimana gambaran sikap dan tindakan remaja terhadap kecerdasan emosional di

34

SMA Negeri 1 Kisaran kelas X dan kelas XI, yang hasilnya dipaparkan dalam
bentuk laporan penelitian. (Arikunto, 2010 hal 3).
Adapun rancangan penelitian yang digunakan dengan Cross Sectional
yaitu suatu penelitian dimana faktor risiko/penyebab dan efeknya diambil pada
saat yang bersamaan. (Supardi, 2013 hal 54)
3.3

Populasi dan Sampel

3.3.1

Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan yang

ingin diketahui karakteristiknya yaitu seluruh siswa kelas X dan kelas XI di SMA
Negeri 1 Kisaran yang berjumlah 874 orang. (Supardi, 2013 hal 63)
3.2.2

Sampel
Sampel adalah sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota himpunan

yang dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasi yaitu sebanyak 90 orang.
(Supardi, 2013 hal 64)
Apabila jumlah dapat diketahui, maka dapat digunakan rumus berikut :
n=

N
2
(1+ N d )

Ket :

n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = nilai presisi yang ditetapkan (0,1)

n=

874
2
(1+ 874.0,1 )

n=

874
(1+874.0,0025)

n=

874
(1+ 2,185)

35

n=

874
3,185

n = 274 orang
Berdasarkan pertimbangan dan keterbatasan penulis, bentuk sampel yang
dipilih untuk penelitian ini menggunakan teknik Random Sampling. Teknik
sampling ini dilakukan secara acak sehingga setiap kasus atau elemen dalam
populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel
penelitian. (Supardi, 2013 hal 68)
Dengan kriteria responden sebagai berikut :
a. Remaja usia 14 tahun s/d 17 tahun
b. Siswa SMA Negeri 1 Kisaran yang bersedia menjadi responden untuk
penelitian
3.4

Kerangka Konsep
Kerangka Konsep adalah uraian tentang hubungan antar variabel-variabel

yang terkait dengan masalah penelitian dan dibangun berdasarkan kerangka


teori/kerangka pikir atau hasil studi sebelumnya sebagai pedoman penelitian yang
ingin membuktikan hipotesis. (Supardi, 2013 hal 44)
Menurut dari judul yang telah di tentukan oleh peneliti Gambaran Sikap
dan Tindakan Remaja terhadap Kecerdasan Emosional di SMA Negeri 1
Kisaran, maka kerangka konsep yang telah dirancang dan permasalahannya
adalah sebagai berikut:

36

INPUT

PROSES

OUTPUT
KECERDASAN EMOSIONAL

REMAJA

SIKAP DAN TINDAKAN

Kesadaran Diri Emosional


Mengelola emosi
Memanfaatkan emosi secara produktif
Empati
Membina Hubungan

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian


Keterangan:
Variabel Independen : Sikap dan Tindakan
Variabel Dependen : Kecerdasan Emosional
Sub Variabel
o
o
o
o
o
3.5

Kesadaran Diri Emosional


Mengelola Emosi
Memanfaatkan Emosi secara Produktif (memotivasi)
Empati
Membina Hubungan

Definisi Konseptual
a. Gambaran adalah memaparkan sesuatu hal, misalnya keadaan,
kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dll. (Arikunto, 2010 hal 3)

37

b. Remaja adalah fase peralihan antara masa kanak-kanak dan masa


tumbuh dewasa, baik secara fisik, akal, kejiwaan, sosial dan
emosional. (Asmani, 2012 hal 38)
c. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak
baik, dan sebagainya). (Notoatmodjo, 2010 hal 43-56)
d. Kecerdasan Emosi (EI) adalah kemampuan untuk mengenali,
mengolah, dan mengontrol emosi agar mampu merespon secara positif
setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi ini. (Mashar,
2011 hal 60)
e. Kesadaran diri emosional merupakan suatu kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini
merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi
menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri.
f. Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga
tercapai keseimbangan dalam diri individu.
g. Memanfaatkan emosi secara produktif yang berarti memiliki
ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan
dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu
antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
h. Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli.
i. Membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Ramah
tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan

38

petunjuk positif bagaimana individu mampu membina hubungan


dengan orang lain. (Goleman, 2015 hal 400-401)
3.6

Definisi Operasional
a. Gambaran adalah uraian, keterangan, penjelasan sikap dan tindakan
b.
c.
d.
e.

remaja terhadap kecerdasan emosional.


Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun.
Sikap adalah respon remaja terhadap emosi.
Tindakan adalah perbuatan remaja dalam menangani emosi.
Kecerdasan Emosional (EI) adalah suatu kemampuan untuk

memahami, memakai, dan mampu mengelola emosi dengan baik.


f. Kesadaran diri emosional adalah kemampuan untuk mengenali emosi
diri sendiri.
g. Mengelola emosi adalah kemampuan untuk mengungkapkan emosi
secara cerdas.
h. Memanfaatkan emosi secara produktif adalah kemampuan untuk
memotivasi dan mampu menguasai diri.
i. Empati adalah memahami emosi orang lain.
j. Membina hubungan adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan
baik terhadap orang lain.
3.7

Aspek Pengukuran
Untuk mengetahui tingkat respon disusun pertanyaan sebanyak 50

pertanyaan, dengan menggunakan Skala Guttman. Guttman Scale merupakan


skala kumulatif. Skala Guttman disebut juga skala scalogram yang sangat baik
untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang
diteliti.(Riduwan, 2007 hal 20)
3.7.1

Pengukuran berdasarkan Variabel Penelitian

Tabel 3.1 : Tabel Aspek Pengukuran Komponen Kecerdasan Emosi (EI)


berdasarkan Variabel Penelitian

39

Jumlah
No
1.
2.

Nilai 1

Nilai

Variabel
Kuisioner
25

Sikap
Tindakan

3.8

Kriteria

Indikator
2
Setuju

25

Kategori

Interval
38-50
75-100%

Baik

1
2

Tidak Setuju
Iya

25-37
38-50

50-74%
75-100%

Tidak baik
Baik

Tidak

25-37

50-74%

Tidak baik

Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan adalah data yang didapat secara langsung melalui

pengisian Kuisioner oleh responden dan sebelumnya peneliti akan meminta


persetujuan responden sebagai objek peneliti serta peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan dari penelitian serta memberi penjelasan tentang cara pengisian
kuisioner sebagai objek yang akan diteliti. Namun untuk mengantisipasi
ketidakhadiran dan ketidaksediaan responden, maka peneliti memberikan
kuisioner kepada 99 responden.
3.9

Alat Pengumpulan Data


Peneliti telah menyiapkan berupa kuisioner tertutup dan lembar

persetujuan sebagai responden. Dalam kuisioner ini terdapat 50


pernyataan yang tersusun dengan baik, sudah matang, dimana
responden

tinggal

memberikan

tanda

()

terhadap

kolom

jawaban. Instrumen penelitian akan menggunakan kuisioner


tertutup, hanya dengan menjawab pertanyaan dengan memilih
jawaban yang telah disediakan

40

3.10

Pengolahan Data dan Analisa Data

3.10.1 Pengolahan Data


Pengolahan data adalah upaya mengubah data yang telah dikumpulkan
menjadi informasi yang dibutuhkan. (Supardi, 2013 hal 110)
Oleh sebab itu, diperlukan tahap-tahap proses pengolahan data sebagai berikut :
1. Editing adalah pemeriksaan kembali jawaban responden pada kuisioner
yang mencakup kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, keseragaman
ukuran, dan sebagainya sebelum diberi kode.
2. Coding adalah kegiatan merubah data dalam bentuk hutuf pada kuisioner
tertutup atau semi tertutup menurut macamnya menjadi bentuk angka
untuk pengolahan data komputer.
3. Data file adalah pembuatan program pengolahan data komputer.
4. Entry/tabulating adalah pengetikan kode jawaban responden pada
kuisioner ke dalam program pengolahan data atau master tabel.
5. Cleaning data adalah pembersihan data hasil entry data agar terhindar dari
ketidaksesuaian dengan koding

jawaban responden pada kuisioner.

(Supardi, 2013 hal 110-111)


3.10.2 Analisa Data
Menurut Notoatmodjo (2010 : 180) data yang telah diolah baik pengolahan
secara manual maupun menggunakan bantuan komputer, tidak akan ada
maknanya tanpa dianalisis.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data numerik yang
mencakup variabel dengan skala pengukuran interval. Data yang diperoleh diurut
dan dari skor terendah sampai tertinggi, adapun nilai yang diperoleh berdasarkan
jawaban responden nilai yang terendah adalah 25 dan nilai tertinggi adalah 50,
setelah itu dibuat table data distribusi frekuensi dengan cara:

41

a.

Menentukan rentang (data terbesar dikurangi data terkecil)

b.

Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan

c.

Memilih ujung kelas interval pertama

d.

Menentukan kelas median

e.

Menentukan batas bawah kelas median

Dengan menggunakan langkah tersebut, maka diperoleh dua kategori sikap dan
tindakan terhadap kecerdasan emosional, yaitu:
a.

Berdasarkan sikap remaja terhadap kecerdasan emosional


1.
2.

b.

Baik jika nilai : 38-50 atau 75% - 100%


Tidak baik jika nilai : 25-37 atau 50% - 74%
Berdasarkan tindakan remaja terhadap kecerdasan emosional
1.

Baik jika nilai : 38-50 atau 75% - 100%

2.

Tidak baik jika nilai : 25-37 atau 50% - 74%

42

3.11 Jadwal kegiatan


Tabel 3.2 : Jadwal Kegiatan
NO

KEGIATAN

Pengajuan

judul
Survey awal

Februari

Maret

April

Mei

Menyusun

proposal
Pembuatan

quisioner
5

Persentase

proposal

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


Penelitian dengan judul Gambaran Sikap dan Tindakan Remaja terhadap
Kecerdasan Emosional di Sma Negeri 1 Kisaran Kecamatan Kisaran Timur
Kabupaten Asahan.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

Umur

Jenis Kelamin :

43

Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden penelitian yang akan


dilakukan oleh peneliti dari Akademi Keperawatan Yayasan Gita Matura Abadi
kisaran. Demikian pernyataan ini kami buat tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.

Kisaran, April 2015


Responden

KUISIONER
Gambaran Sikap dan Tindakan Remaja terhadap Kecerdasan Emosional di
SMA Negeri 1 Kisaran Kecamatan Kisaran Timur
Kabupaten Asahan

Petunjuk Pengisian
-

Baca dan pahami dengan baik setiap pernyataan/pertanyaan ini.

Berikan tanda pada kolom yang ada sesuai dengan perasaan yang
anda miliki.

44

Jika ingin memperebaiki jawaban, coret yang salah dan beri tanda
pada kolom jawaban yang menurut anda benar.

Diharapkan kepada siswa/i menjawab secara jujur tanpa ada pengaruh


dari pihak manapun.

Identitas Responden
1. Inisial Responden :
2. Umur

3. Jenis Kelamin

4. Suku Bangsa

5. Agama

:
Quesioner Sikap

No
1.
2
3
4
5
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Pernyataan
Jatuh cinta membuat perasaan saya bahagia
Membayangkan orang tua meninggal membuat saya sedih
dan takut
Malu untuk bertanya pada guru terkadang membuat saya
kesulitan dalam belajar
Cenderung malas mengerjakan tugas karena saya tidak
peduli dan tidak mengerti
Marah itu harus pada orang yang tepat, dengan kadar yang
sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan
dengan cara yang baik.
Berpikir tenang & relaksasi hampir disetiap kondisi
tertekan.
Menerima ketidaksempurnaan diri dan berusaha
menyempurnakannya dimana perlu.
Memaafkan diri saya sendiri atas kecerobohan/kesalahan
saya, dan mencoba melakukan yang terbaik.
Dapat menahan perasaan mencela ketika melihat
kekurangan orang lain.
Optimis bahwa masa depan saya akan tetap cerah dan
bahagia
Menerima suatu tugas berat dengan tenang sebagai suatu
tantangan ketimbang sebagai suatu beban yang sulit.
Mengambil hikmah dan tetap belajar meskipun mengalami
kegagalan.
Tugas harus diselesaikan tepat waktu.

TS

45

14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Saya percaya dengan cita-cita saya meski orang lain


mencemoohnya dan tidak memahaminya.
Yakin dan percaya bahwa perbuatan baik akan
menghasilkan hal yang baik pula.
Saya mampu bersedih, bahagia, sesuai dengan situasi yang
saya lihat ataupun yang saya alami.
Saya berkonsentrasi mendengarkan penjelasan dari
siapapun itu.
Menahan keinginan membeli/meminta sesuatu pada orang
tua, ketika orang tua sedang mengalami krisis keuangan.
Menerima pendapat dan kritikan orang lain ketika belajar
kelompok atau situasi sosial lain.
Mendengarkan atau memberikan saran ketika ada teman
yang curhat kepada saya.
Saya mampu untuk tidak memihak ataupun berat sebelah
terhadap rekan sosial.
Mudah untuk bergabung bersama siapapun dan tertawa
bersama.
Menikmati bertemu dan bisa menaruh perhatian pada orang
baru.
Ikut berpartisipasi aktif dalam merayakan kegiatan atau
acara-acara besar di sekolah.
Persahabatan bukan hanya sekadar memikirkan bahagia
diri sendiri, tetapi untuk bahagia dan sedih bersama.
Quesioner Tindakan

No
1.
2
3
4
5
6.
7.
8.

Pertanyaan
Sudahkah anda merasa bahagia ketika mengalami hal-hal
yang membuat anda bahagia (jatuh cinta, dapat kado,
menang pertandingan)
Sudahkah anda merasa sedih atau takut ketika kehilangan
orang yang dicintai ataupun saat menghadapi bencana
Sudahkah anda merasa cemas ketika mendengar sesuatu
hal yang buruk tejadi
Sudahkah anda merasa ketidakperdulian anda membuat
anda cenderung malas mengerjakan tugas.
Sudahkah anda marah pada orang yang tepat, dengan
kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan
yang benar, dan dengan cara yang baik.
Sudahkah anda berpikiran tenang saat kondisi tertekan.
Sudahkah anda menerima ketidaksempurnaan diri anda
dan berusaha menyempurnakannya dimana perlu.
Sudahkah anda memaafkan diri anda ketika melakukan
kesalahan/kecerobohan dan mencoba melakukan yang
terbaik.

Iya

Tidak

46

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Sudahkah anda tidak mencela kekurangan orang lain.


Sudahkah anda optimis bahwa masa depan anda cerah dan
bahagia.
Sudahkah anda tidak mengeluhkan tugas berat yang
dibebankan kepada anda.
Sudahkan anda bersyukur meskipun tidak lulus ujian.
Sudahkah anda menyelesaikan tugas tepat waktu.
Sudahkah anda percaya bahwa cita-cita anda akan
tercapai meskipun banyak orang mencemoohnya.
Sudahkah anda tetap rajin belajar dan mengambil hikmah
dari kegagalan yang anda alami.
Sudahkan anda merasa perasaan yang sama dengan yang
orang lain rasakan (sedih, terharu, senang, kecewa,
marah).
Sudahkan anda berkonsentrasi mendengarkan penjelasan
guru di kelas.
Sudahkah anda menahan keinginan membeli/meminta
pada orang tua, ketika orang tua sedang mengalami krisis
keuangan.
Sudahkah anda menerima pendapat dan kritikan orang
lain ketika berada di situasi sosial.
Sudahkan anda mendengarkan atau memberi saran
terhadap teman yang curhat kepada anda.
Sudahkah anda tidak memihak ataupun membedabedakan dalam berteman.
Sudahkah anda untuk berteman/bergabung dengan
siapapun dan tertawa bersama.
Sudahkah anda menikmati dan menaruh perhatian pada
orang baru.
Sudahkah anda berpartisipasi aktif dalam merayakan
kegiatan atau acara-acara besar di sekolah.
Sudahkah anda tidak hanya mementingkan ego dan
kepentingan pribadi dalam persahabatan.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Cetakan


Keempatbelas, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Asmani, 2012. Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah, Cetakan Pertama,
Penerbit Buku Biru, Jogjakarta
Efendi,. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21, Penerbit Alfabeta (Anggota IKAPI)
Bandung

47

Goleman,. 2015. Emotional Intelligence, Cetakan Kesembilanbelas, Penerbit


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Martin, 2011. 101,5 Inspirasi Kecerdasan Emosional Anak Muda, Cetakan
Kedua, Penerbit Raih Asa Sukses, Jakarta
Mashar,. 2011. Emosi Anak Usia Dini, Cetakan Kedua, Penerbit Kencana,
Jakarta
Maurus, 2014. Mengembangkan Emosi Positif, Cetakan Pertama, Penerbit
Bright Publisher, Yogyakarta
Notoatmotdjo,. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Cetakan Pertama,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Riduwan,.2007. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika, Cetakan Kedua,
Penerbit Alfabeta, Bandung
Sarwono,. 2011. Psikologi Remaja,
RajaGrafindo Persada, Jakarta

Cetakan

Keempatbelas,

Penerbit

Supardi,. 2013. Metodologi Riset Keperawatan, Cetakan Pertama, Penerbit TIM,


Jakarta
...........http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/EI_tawuran.pdf diakses February 9th 2015
10:48 PM
...........http://eprints.uns.ac.id/kedokteran/psikologis/remaja_EI.pdf
February 11th 2015 12:47 PM

diakses

Anda mungkin juga menyukai