Anda di halaman 1dari 178

ILMU PENYAKIT

DALAM
Dr. Muhamad Ibnu Sina
Tim UKMPPD FKU
Malahayati

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Infeksi Tropis
Endokrin dan metabolik
Gastroentrohepatologi
Hematoimunologi
Ginjal hipertensi
Kardiologi
Pulmonologi

Infeksi Tropis

Demam Dengue
DEFINISI KASUS
Tersangka
Demam mendadak tinggi dengan
2 atau lebih manifesatsi di bawah
ini:
Sakit kepala
Nyeri retro-orbita
Mialgia
Artralgia/ nyerin otot
Ruam
Manifestasi perdarahan (uji
Tourniquet, petekie, epistaksis)
Leukopeni

Terbukti
Identifikasi virus dan
atau serologi
HI >1280 atau IgM/IgG
serum konvalesen

Pada KLB:
Demam tinggi
Tourniquet positif atau
petekie
Leukopenia (<5000)

PPV 83%

Definisi Kasus Klinis


Demam Berdarah Dengue

Kriteria klinis
Demam mendadak tinggi 2-7
hari
Manifestasi
perdarahan(min.tourniquet
positif)
Pembesaran hati
Ganguan sirkulasi/syok
Kriteria laboratorium
Trombosit < 100.000
Hemokonsentrasi (kenaikan
HT >20%) atau bukti
kebocoran plasma lain<
seperti asites plei=ural efusi,
penurunan serum
protein/albumin/kolesterol)

Definisi kasus
Dua kriteria klinis dan 2
kriteria lab:
Demam mendadak
tinggi 2-7 hari
Manifestasi
perdarahan (min.
positif tourniquet
test)
Trombosit < 100.000
Hemokonsentrasi

IgM dengue positif mulai


hari ke-5 demam.
Sedangkan NS1 dapat
positif sejak hari pertama
demam, kemudian
menurun perlahan sdh
hari ke 9.

Sumber: CDC

Malaria
Ringan: Demam menggigil disertai keringat
dingin, sakit kepala, anemia, splenomegali, dan
ada riwayat bepergian ke daerah endemis. Pola
demam dapat memperkirakan jenis
Plasmodium: vivax/ovale tiap 48 jam (tertiana), malariae
tiap 72 jam (kuartana), dan
falciparum sepanjang hari/tidak teratur.

Berat (hanya bisa disebabkan P.falciparum) :


malaria serebral, anemia berat, gangguan
pernafasan dan gagal ginjal

Tata Laksana Malaria


Falciparum
Lini ke-1: artesunat + amodiakuin
Lini ke-2: kina + tetrasiklin/doksisiklin

Vivax/ovale
Lini ke-1: klorokuin + primakuin
Lini ke-2: kina + primakuin

Malaria berat
Lini ke-1: artemeter IM
Lini ke-2: kina IV

Terapi mencegah rekurensi


Doksisiklin 1x100 mg sejak 1 minggu sebelum masuk
sampai 1 bulan setelah kembali
Kontraindikasi: ibu hamil dan usia < 8 tahun

Mefloquine 250 mg/mgg, 2 mgg sblm1 bln stlh


KI: gangguan jiwa, epilepsi, ggn saraf

Atovaquone/proguanil 1x1 tab, 1 hr sblm1 mgg stlh


KI: ibu hamil, menyusui bayi <5 kg, gagal ginjal berat

Chloroquine 300 mg/mgg, 1 mgg sblm1 bln stlh


Di Indonesia sudah resisten

Primaquine 1x30 mg, 1 hr sblm1 mgg stlh


Harus skrining defisiensi G6PD dulu
KI: ibu hamil, defisiensi G6-PD, menyusui bayi yang belum
diskrining G6PD

Thypoid

Gejala khas pada typhoid


Stepwise fever pattern pola demam dimana suhu akan
turun di pagi dan suhu semakin tinggi dari hari ke hari.
Minggu pertama: gejala gastrointestinal (nyeri perut,
konstipasi), batuk, sakit kepala.
Akhir minggu pertama: suhu masuk fase plateau (39-400C),
muncul rose spot (salmon-colored, blanching, truncal,
maculopapules)
Minggu kedua: gejala di atas meningkat, dapat ditemukan
splenomegali. Bradikardi relatif, dicrotic pulse (double beat,
the second beat weaker than the first)
Minggu ketiga:takipnue, distensi perut, diare hijau-kuning
(pea soup diarrhea), dapat masuk thypoid state(apatis,
confusion, psychosis), dapat terjadi perforasi usus dan
peritonitis
Minggu keempat: jika individu tersebut bertahan, gejala akan

Pemeriksaan tifoid: pada minggu


pertama dapat dilakukan
pemeriksaan tubex atau kultur
empedu dimana kuman
tersekuestrasi di empedu
Pada minggu kedua, mengalami
bakteremia sehingga dapat diperiksa
menggunakan widal
Hasil positif jika terjadi kenaikan titer 4x
lipat atau Anti-O 1/320 atau anti-H 1/640

Leptospirosis
Leptospirosis adalah zoonosis yg disebabkan
L. Interrogans . Penyakit ini harus dicurigai
pada pasien yg berkontak dgn air, tanah, atau
lumpur yg terkontaminasi urin binatang.
Gejala klinis leptospirosis: demam, menggigil,
sakit kepala, mual, muntah, nyeri abdomen,
ikterus, hepatomegali, anoreksia, fotofobia,
gagal ginjal.
Tatalaksana : doksisiklin 2 x 100 mg. Berat :
injeksi penisilin G 1,5 juta unit/6 jam IV.

10% kasus leptospirodid


dapat berkembang menjadi sangat berat,
disebut Weil's syndrome.
Gejala: tidak ada batasan jelas, tapi tanda
utamanya adalah masalah pada hati,
ginjal, dan pembuluh darah. (jaundice,
penurunan urin, hipotensi, ruam, anemia,
sputum berdarah, perdarahan pada mata)
Muncul 3-7 hari setelah munculnya
penyakit.

ENDOKRIN DAN
METABOLIK

Diabetes Mellitus

Sumber: Konsensus DM Indonesia 2011 (Perkeni)

Sumber: Konsensus DM Indonesia 2011 (Perkeni)

Diagnosis hipertiroid

Diagnosis
hipertiroid

Penyakit Tiroid: Klasifikasi


Pembesaran tiroid semata
Defisiensi yodium (struma difusa
nontoksik/goiter endemik)
Bisa berkembang menjadi struma nodular
nontoksik

Goiter sporadik (jarang)

Hipotiroidisme
Defisiensi yodium yang lebih berat
Tiroiditis Hashimoto, tiroiditis subakut
(awal hipertiroid namun berkembang
menjadi hipotiroid
Iatrogenik
Lain-lain (mis. obat, kongenital,
hipopituitarisme, kelainan
hipotalamus)

Hipertiroidisme
Penyakit Graves
Struma nodular nontoksik
yang menjadi toksik
Adenoma toksik
Lain-lain (mis. tiroiditis
destruktif, hormon tiroid
ekstratiroidal, tumor
hipofisis)

Neoplasma
Pada pemeriksaan dapat
ditemukan massa terfiksir,
cepat membesar

* Tiroiditis subakut (pada tipe Subacute granulomatous thyroiditis ) :


dapat ditemukan keluhan demam, nyeri pada kelenjar

Cushing syndrome
Disebabkan paparan glukokortikoid
endoken /eksogen jangka waktu lama
Penyebab diantaranya :
Konsumsi /injeksi steroid / glukokortikoid
jangka waktu lama
Primary adrenocortical neoplasm (usually
an adenoma but rarely a carcinoma).
Bilateral adrenal micronodular hyperplasia
and macronodular hyperplasia (jarang)

Cushing syndrome
On examination, general findings of Cushing syndrome may
include the following:
General: Cervical, thoracic, and/or central obesity
Dermatologic: Facial plethora, violaceous striae, ecchymoses, telangiectasias,
purpura, cutaneous atrophy, facial lanugo
Cardiovascular and renal[2] : Hypertension, edema
Gastroenterologic: Peptic ulceration with or without symptoms
Endocrinologic: Galactorrhea, signs of hypothyroidism (eg, slow reflex relaxation)
Genitourinary: Decreased testicular volume
Musculoskeletal: Proximal muscle weakness, kyphosis, height loss, bone pain
Neuropsychological: Fatigue
Ophthalmologic: Visual-field defects (often bitemporal), blurred vision in the
presence of large ACTH-producing pituitary tumors that impinge on optic
chiasma

Kalau sampai ke fase krisis adrenal gejala dapat berupa :


Hipotensi, nyeri abdomen, muntah2 hebat, mental confusion,
hipoglikemia, hyperkalemia hyponatremia, asidosis metabolik

Hipercortisol : Keadaan meningkatnya hormon


kortisol dalam darah
Addison disease : Kelainan endokrin kronik
dimana kelenjar adrenal tidak memproduksi
hormon steroid yang memadai. Gejala : Nyeri
abdomen, kelemahan, hipotensi, hingga koma
Waterhouse-Friderichsen syndrome :
Adrenalitis hemorhage/ fuminant
meningococcemia Kegagalan produksi kelenjar
adrenal karena perdarahan yang disebabkan oleh
infeksi bakterial berat (Paling sering adalah
Neisseria meningitidis meningococcus).

Gastroenterohepat
ologi

Dalam menangani paparan darah terhadap hepatitis B perlu


diperhatikan:

1. Status hepatitis SUMBER


2. Status Vaksinasi YANG TERPAPAR
3. Respons Imun YANG TERPAPAR (Kadar anti HBs)
Pada kasus ini:
1. Tertusuk jarum pasien dengan hepatitis B Status sumber
HbsAg (+)
2. Koas sudah divaksin 1 tahun lalu Pihak terpapar sudah
vaksinasi (+)
3. Titer anti HBs yang terpapar Belum diketahui Periksa!
Bila diperiksa anti HBs ternyata:
Titer antiHBs10mIU/ml : Tidak perlu profilaksis
Titer antiHBs<10mIU/ml : Berikan Imunoglobulin HepB + ReVaksinasi
Atau 2x Imunoglobulin HepB

Marker Hepatitis B
Diagno
sis
Hepatiti
s akut
Window
period
Penyem
buhan
Imunisa
si
Hepatiti
s kronik
replikati
f
Hepatiti
s kronik
non

HbsAg

AntiHBs

AntiHBc

HBeAg

AntiHBe

DNA
HBV

IgM

IgM

+/-

+/-

IgG

+/-

IgG

IgG

Hepatitis A & B
HEPATITIS A
Transmisi fekal-oral
Gejala: nafsu makan
menurun, lemas, demam,
nyeri perut kanan atas, bisa
disertai ikterus
Diagnosa: IgM anti-HAV
Tata laksana: suportif
Pencegahan: vaksinasi anak
atau pasien dengan penyakit
hati kronik
Profilaksis pasca-paparan: 140th vaksin, <1 dan >40
imunoglobulin

HEPATITIS B
Transmisi: darah, hubungan seks,
perinatal
Manifestasi bisa berupa hepatitis
akut, hepatitis fulminan, atau kronis
(sirosis)
Serologi:
HBsAg: muncul sebelum gejala,
digunakan untuk skrining, jika bertahan
>6 bulan berarti infeksi kronik
HBeAg: replikasi virus dan infektivitas
tinggi
IgM anti-HBc: infeksi akut
IgG anti-HBc: infeksi lama atau sedang
berlangsung
anti-HBe: replikasi dan infektivitas
berkurang
anti-HBs: imunitas
DNA HBV: replikasi aktif

Hepatitis C
Tata laksana
Akut: suportif
Kronik: PEG IFN-2a
(entecavir, tenofovir)
tujuan agar HBeAg menjadi
negatif
Pencegahan: vaksinasi
Profilaksis pasca-paparan:
HBIG dilanjutkan dengan
vaksin (kalau belum divaksin)
Kenapa jawabannya B? Karena
window period masih masuk
fase akut

HEPATITIS C
Transmisi: darah
Manifestasi bisa akut atau
kronik; jarang fulminan
Serologi:
anti-HCV: muncul setelah 6
minggu
RNA HCV: muncul dalam 2
minggu

Tata laksana: PEG IFN-2a


+ ribavirin
Belum ada vaksin atau
profilaksisnya

Kolelitiasis

Koledokolitia
sis

Kolesistitis

Kolangitis

Nyeri kolik

+/-

+/-

Nyeri tekan/
Murphys sign

Demam

+ (low-grade)

+ (highgrade)

Ikterus

Penunjang
USG
Laboratorium: leukosit, bilirubin, SGOT/SGPT
Tata laksana
Kolelitiasis: kolesistektomi
Kolesistitis: NPO, cairan IV, analgesik, antibiotik,
kolesistektomi
Koledokolitiasis: ERCP diikuti oleh kolesistektomi
Kolangitis: antibiotik. Kalau tidak ada respons,
maka dilakukan dekompresi bilier darurat dengan
ERCP.

HEMORROID
KLASIFIKASI

Hemorrhoid
Eksterna

Hemorrhoid
Interna

Pelebaran dan
penonjolan pleksus
hemorrhoid inferior
yang terdapat di
sebelah distal garis
mukokutan di dalam
jaringan di bawah
epitel anus

Pelebaran vena
hemorrhoidalis
superior di atas garis
mukokutan dan
ditutupi oleh mukosa

Hemmoroid Interna

Derajat
I

Derajat
III

Derajat
II

Derajat
IV

Derajat Hemorrhoid
I. Berdarah saja
II. Masuk sendiri
III. Dimasukkan dengan tangan
IV. Tidak dapat dimasukkan

IBD - Klasifikasi
Ulcerative Colitis (UC)

Chrons Disease (CD)

Definisi

Inflamasi idiopatik pada


mukosa kolon

Inflamasi transmural
idiopatik pada saluran
cerna; skip lession

Patologi

Granular, friable mucosa


with diffuse ulceration;
pseudopolyps

Nonfriable mucosa;
cobblestoning, aphthous
ulcers, deep & long fissure

Ba enema

Hazy margins, loss of


haustra (lead pipe)

Sharp lesions,
cobblestoning, long ulcers &
fissures (string sign)

Gejala klinis

Grossly bloody diarrhea

Mucus containing, non


grossly bloody diarrhea

Komplikasi

Ca Colon

Ca Colon

GERD
Keyword:
Nyeri dan rasa panas di dada, tidak
menjalar ke bahu dan lengan, pahit dan
asam di mulutnya, sering tertidur segera
setelah makan berhubungan dengan
lambung.

Diagnosis: GERD (Gastroesofageal


Reflux Disease)
Pengobatan lini 1: omeprazole

Gejala khas GERD:


Typical esophageal symptoms include the following:
Heartburn
Regurgitation
Dysphagia

Abnormal reflux can cause atypical (extraesophageal)


symptoms, such as the following:

Coughing and/or wheezing


Hoarseness, sore throat
Otitis media
Noncardiac chest pain
Enamel erosion or other dental manifestations

Komplikasi yang ditakuti Esofagitis Barrett


berpotensi maligna
Obat pilihan pada GERD PPI (lihat guideline berikut)

Sumber: American College of Gastroenterology GERD Guideline


2013

Sumber: American College of Gastroenterology GERD Guideline


2013

Gastritis H.Pylori
Infeksi H. Pylori (+)
Terapi (urutan prioritas) selama 4
minggu:
PPI + Amoksisilin + Klaritromisin
PPI + Metronidazole + Klaritromisin
PPI + Metronidazole + Tetrasiklin

Dosis:
PPI: Omeprazole 2x20 mg, lansoprazole
2x30 mg, rabeprazole 2x10 mg,
esomeprazole 2x20 mg
Amoksisilin: 2x1000mg/hari
Klaritromisin: 2x500mg/hari
Metronidazole: 3x500mg
Tetrasiklin: 4x250 mg

Ulkus duodenum
Keyword:
Nyeri timbul terlambat makan dan
berkurang setelah makan.

Diagnosis: ulkus duodenum

Ulkus lambung
Nyeri ulu hati/di sebelah kiri perut, rasa tidak
nyaman, muntah
Timbul setelah makan

Ulkus duodenum
Nyeri di tengah-kanan membaik setelah makan
Nyeri bermula di satu titik (pointing sign),
akhirnya difus, menjalar ke punggung
Nyeri timbul saat merasa lapar, bisa
membangunkan pasien tengah malam (HPFR
Hunger Pain Food Relief)

Varises esophagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal


meningkat di atas 10 mmHg.
Semua faktor meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan
resiko perdarahan termasuk perburukan penyakit hati, intake
makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra abdominal,
Konsumsi NSAID dan infeksi bakteri berulang dapat juga
meningkatkan resiko perdarahan.

Mallory Weiss syndrome


Esophageal bleeding caused by a
mucosal tear in the esophagus as a
result of forceful vomiting or
retching. The initial description was
associated with alcoholic bingeing
Mallory-Weiss tears cause
approximately 3-15% of all episodes
of hematemesis in adults(USA)

Mallory Weiss syndrome

Mallory-Weiss tear. Typical longitudinal


mucosal tear with overlying fibrinous
exudate extending from the distal
esophagus to the gastric cardia.

Diagnostic test of Icterus


Function
test

Prehepatic

Total
bilirubin

Normal/Increas Increased
ed

Increased

Conjugated
bilirubin

Normal

Increased

Increased

Increased

Normal

Normal /
Increased

Decreased

Decreased /
Negative

Normal

Dark
Dark
(urobilinogen +
(conjugated
conjugated
bilirubin)
bilirubin)

Unconjugate Normal /
d bilirubin
Increased
Urobilinogen

Urine Color

Hepatic

Posthepatic

Hematoimunologi

36. A. AB

Sumber: Merck

Ferritin: Cadangan besi dalam tubuh


Male 20-250 g/L
Female 15-150 g/L

Serum iron: Penghitungan jumlah yang


berikatan ke transferin
Male 65177 g/dL (11.631.7 mol/L)
Female 50170 g/dL (9.030.4 mol/L)

TIBC: Kapasitas transferin serum mengikat


besi
250370 g/dL (45-66 mol/L)

Hal-hal lain yang biasanya diperhatikan


dalam pemeriksaan eritrosit:
Ukuran: normositik, mikrositik, makrositik
Derajat hemoglobinisasi (berdasarkan
warna): normokrom, hipokrom
Bentuk

Indikatornya:
MCV: rata-rata volume eritrosit (femtoliter
m3)
MCH: rata-rata massa hemoglobin per eritrosit
(pikogram)
MCHC: rata-rata hemoglobin pada sel-sel darah
merah dengan volume tertentu (g/dl)
RDW: koefisien variasi volume sel darah merah.

Berdasarkan Penyakit
Anemia defisiensi Besi : Darah tepi anemia mikrositik hipokrom, Serum
Iron , Feritin, TIBC , sel pensil. Terapi : suplementasi besi.
Anemia hemolitik : Darah tepi anemia mikrositik hipokrom. Terdapat sel
target dan anisopoikilositosis (bentuk sel bermacam-macam karena
lisis), Bilirubin indirek . Ikterik, splenomegali. Biasanya karena
thalassemia. Pemeriksaan tambahan : elektroforesis Hb.
Anemia karena keganasan (Leukemia) : Pansitopenia, leukosit
meningkat namun abnormal. Blast +, hepatomegali. Pemeriksaan
tambahan : Bone Marrow Puncture (BMP). Tx : kemoterapi.
Anemia aplastik : Pansitopenia. Tidak ada organomegali. Pemeriksaan
tambahan : BMP gambaran hipoplastik.
Anemia karena penyakit kronis : Karena gangguan utilisasi besi. Anemia
normositik normokrom.
Anemia perdarahan : Normositik normokrom.
Anemia makrositik : karena defisiensi B12 (pada post-op
gastrointestinal), asam folat, liver disease

Coombs test
Tes coombs (+) artinya menandakan adanya
antibodi yang menempel di eritrosit Menilai
potensi/terjadinya hemolitik pada sel darah merah
Tanda anemia hemolitik
Direct Coombs: Tes coombs yang secara in vivo (pada
pasien) yang telah terjadi sensitisasi/penempelan
antibody di eritrositnya.
Bila sudah terjadi hemolitik pada pasien tesnya adalah yang Direct
Coombs

Indirect Coombs: Tes coombs untuk menilai apakah


serum A bila dicampur dengan eritrosit B akan terjadi
pengikatan antibody di serum A ke eritrosit B.
Biasanya digunakan untuk meilai saat pretransfusi, apakah serum
resipioen mengandung antibody terhadap eritrosit donor, atau
untuk skrining pencegahan penyakit hemolysis ibu yang memiliki
gol ABO dan Rh beda dengan anak yang dikandung

Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010

Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010

Sumber: Pedoman Nasional


Tatalaksana HIV Kemenkes
2011

Bagan di samping kiri


adalah alur tes
antibodi HIV (Strategi
III) yang dipakai
Kemenkes untuk
standar nasional
Tes antibodi yang
dipakai boleh Rapid
Test atau ELISA,
sebanyak 3 kali tes
untuk diagnosis pasti
(apablagi sudah
disertai gejala AIDS)
Western Blot tidak
diwajibkan pada
pedoman nasional
sebagai standar
diagnostik karena
secara teknis sulit
dilakukan secara

Langkah selanjutnya untuk menetapkan diagnosis:


Rujuk ke Klinik /Konselor VCT untuk dilakukan:
Konseling pre-tes HIV
Memberi penjelasan mengenai tes HIV dan manfaatnya
Menjelaskan mengenai adanya periode jendela
Mempersiapkan mental klien dalam menerima hasil tes

Tes HIV dengan Rapid Test atau ELISA (tergantung


ketersediaan) sebanyak 3 kali tes
Konseling post-test HIV
Menjelaskan hasil tes HIV
Bila positif Mempersiapkan pemberian ARV apabila sudah
memenuhi syarat
Bila negatif Jelaskan adanya periode jendela (hasil tes
antibodi masih HIV masih negatif selama 3 bulan pasca infeksi
pertama). Sarankan untuk periksa ulang 3 bulan kemudian!

Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010 dan Pedoman ART


Nasional Kemenkes

Bila pasien HIV positif:


Periksa nilai CD4 dan Viral Load HIV
START ARV bila memenuhi syarat:
CD4 count <350 cell/mm3 pada Stadium berapapun!
DAN/ATAU
Stadium klinis WHO 3 dan 4 dengan hasil CD4 count berapapun!

Infokan pasien bahwa pengobatan ARV seumur hidup


dan dikonsumsi dengan kedisiplinan waktu (tidak boleh
terlambat minum) ARV cepat sekali resisten
Edukasi pasien untuk mau terbuka statusnya dengan
pasangan/suami/istri, karena akan bermanfaat dalam:
Mencegah penularan kepada naak/pasangan
Berobat tidak perlu sembunyi-sembunyi Mencegah Drop Out
ARV

Untuk pengobatan kandidiasis oral: Diberikan


Fluconazole 2x100mg (3 hari), dilanjutkan
1x100mg (4 hari), total: 7 hari
Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010 dan Pedoman ART
Nasional Kemenkes

Remember! Kalau pada soalnya mendiagnosis anak usia


<18 bulan, diagnosisnya hanya dari Viral Load HIV-RNA,
tidak bisa diagnosis pakai antibodi HIV karena dapat
masih merupakan antibodi dari ibunya

Sumber: Pedoman Nasional


Tatalaksana HIV pada Anak
Kemenkes 2008

Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010

Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010

ITP
ITP akut sering mengikuti infeksi akut dan akan
mengalami resolusi spontan dalam dua bulan
walau pada 5-10% kasus menjadi kronik (>6
bulan).
Pada 75% kasus terjadi sesudah vaksinasi atau
infeksi
PF:
Nonpalpable petechiae
Purpura
Perdarahan
Limpa tidak teraba.

ITP
Pemeriksaan Lab:
Trombositopeni
Hitung leukosit dan hemoglobin biasanya normal
Sumsum tulang: megakariosit normal atau
meningkat.
Uji koagulasi normal, bleeding time bertambah, PT
dan PTT normal.
Tes untuk autoantibodi tidak tersedia secara luas
Diagnosis ITP hanya dilakukan sesudah
penyebab defisiensi trombosit lainnya telah
dieksklusi.

DIC
DIC sistem koagulasi dan atau fibrinolitik
teraktivasi secara sistemik, menyebabkan
koagulasi intravaskular luas dan melebihi
mekanisme antikoagulan alamiah. Menyebabkan:
mikrotrombus di berbagai organ gagal organ
Perdarahan hebat

Etiologi:
Respon inflamasi sistemik aktivasi sitokin dan
koagulasi (sepsis atau major trauma)
Pelepasan materi pro-koagulasi ke dalam darah
(cancer, obstetric cases)

DIC
Pemeriksaan Laboratorium
Trombositopenia
Kadar fibrinogen menurun.
Fibrin Degredation Products (FDP) meningkat
contoh: D-dimer
Thrombin time memanjang.
Prothrombin time, activated partial
thromboplastin time memanjang pada sindrom
akut.
Ditemukan shcistocytes (pecahan/ kepingan
eritrosit) pada pemeriksaan mikroskopik.

Hemofilia
Kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan secara sex-linked
recessive pada kromosom X
Hemofilia A (80-85%)
defisiensi/disfungsi faktor VIII
Hemofilia B defisiensi/disfungsi
faktor IX
Hemofilia C defisiensi/disfungsi
faktor XI

Hemofilia
Tanda perdarahan yang sering
dijumpai yaitu hemartrosis,
hematoma subkutan atau
intramuskular, perdarahan mukosa
mulut, perdarahan intrakranial,
epistaksis, dan hematuria.
Pemanjangan APTT dengan PT yang
normal menunjukkan adanya
gangguan pada jalur intrinsik sistem
pembekuan darah

Von Wildebrand Disease


Inherited bleeding disorder akibat
defisiensi/disfungsi von Willebrand factor
(VWF) mempengaruhi platelet
adhesion atau menurunkan konsentrasi
Faktor VIII
Autosom dominan/resesif
Isolated prolonged PTT atau normal
Pemeriksaan VWF antigen; VWF ristocetin
cofactor activity; dan Faktor VIII

SLE Diagnosis, Tatalaksana


LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
Kriteria SLE (4):
Malar rash
Discoid rash
Fotosensitivitas
Ulkus oral/nasofaringeal
Artritis nonerosif
Serositis
Proteinuria
Kejang atau psikosis
Anemia
hemolitik/leukopenia/limfopenia/tro
mbositopenia
ANA (+)
anti-ds-DNA, anti-Sm, antifosfolipid
Abs (+)

Tata laksana
Gejala ringan:
NSAID
Hidroksiklorokuin
Steroid dosis rendah

Gejala berat (ginjal,


hematologik, SSP)
Steroid dosis tinggi

Siklofosfamid

OA

RA

Gout

Awitan
Peradangan
Patologi
Jumlah sendi
Tipe sendi
Lokasi

Perlahan
Degenerasi
Poli
Kecil atau besar
Pinggang, lutut,
vertebra, CMC 1,
DIP, PIP

Akut
+
Tofus
Mono, kdg2 poli
Kecil atau besar
MTP, kaki,
pergelangan kaki,
lutut

Temuan sendi
khusus

Nodus Bouchard,
nodus Heberden

Perlahan
+
Pannus
Poli
Kecil
MCP, PIP,
pergelangan
tangan, kaki,
pergelangan kaki
Deviasi ulnar,
swan neck,
boutonniere
Osteopenia, erosi
Nodul SC,
pulmonal,
kardiak,

Perubahan tulang
Fitur ekstraartikular

Osteofit

Kristal urat

Erosi
Tofus, bursitis
olecranon, batu
ginjal

Tatalaksana RA, OA dan


Gout
TATA LAKSANA
Artritis rematoid
Inisial: NSAID dan/atau
glukokortikoid
DMARD diberikan
dalam tiga bulan bila
peradangan terus
menerus
Osteoartritis
NSAID atau tramadol

Gout
Akut: NSAID atau kolkisin.
Kalau tidak berhasil, berikan
kortikosteroid.
Pada keadaaan akut tidak boleh
diberikan alopurinol karena dapat
menyebabkan eksaserbasi

Kronik:

Diet rendah purin


Hindari dehidrasi
Profilaksis: kolkisin dosis rendah
Antihiperurisemia (harus
bersama profilaksis dan min. 1
bulan setelah serangan terakhir):
allopurinol atau probenecid

Sumber: Harrison 17th

Management of RA

Ginjal Hipertensi

Gagal Ginjal Akut


Definisi gagal ginjal akut (not
graded):
Increase in Serum Creatinin by 0.3
mg/dl ( 26.5lmol/l) within 48 hours;
or
Increase in SCr to 1.5 times
baseline, which is known or
presumed to have occurred within
the prior 7 days;
Urine volume 0.5 ml/kg/h for 6
hours.
Tata laksana
Atasi penyakit penyebab
Hati-hati dengan obat yang
diekskresikan lewat ginjal
Awasi volume cairan tubuh,
elektrolit, dan status asam-basa

Etiologi
Prerenal
volume arterial efektif
(syok, CHF)
Vasokonstriksi renal (NSAID,
ACEI/ARB)
Sumbatan pembuluh besar
(stenosis, trombosis)
Intrinsik
Nekrosis tubular akut (iskemia
atau toksin)
Nefritis interstisial akut
(alergi, infeksi, infiltratif,
autoimun)
Sumbatan pembuluh kecil
(hipertensi)
Glomerulonefritis
Postrenal sumbatan
Sumbatan ureter
Sumbatan di leher vesica

Staging AKI

Gagal Ginjal Kronik


Penyebab
tersering:
hipertensi dan
DM

Crockoft Gault Equation


(pada wanita x 85%)

Gagal Ginjal Kronik (2)


Penunjang
DPL (anemia), AGD dan
elektrolit (hiperkalemia,
HCO3-)
Urinalisis (silinder eritrosit
glomerulonefritis, silinder
leukosit nefritis interstisial)
Formula Cockcroft-Gault:
Pria: ([140-umur] BB dlm kg)/
(Cr serum 72)
Wanita: Sama seperti pria, tapi
x 0,85

USG
Biopsi ginjal

Tata Laksana
Batasi Na (bila hipertensi), K,
PO4, protein, dan glukosa (pada
DM)
Kendalikan tekanan darah
(sasaran <130/80) dengan ACEI/ARB
NaCO3 untuk asidosis metabolik
Asam folat dan B12 untuk
anemia
CaCO3 untuk mencegah
osteodistrofi akibat
hiperparatiroidisme
Dialisis hanya jika ada uremia
(ensefalopati, pericarditis, dll.)

Sindrom Nefrotik
Definisi
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Edema
Hiperkolesterolemi
a

Penunjang
Urinalisis: oval fat bodies
Tata laksana
Anak: diuretik, suplemen
protein (termasuk albumin),
batasi Na, prednison untuk
sindrom nefrotik primer
Dewasa: diuretik, suplemen
protein, batasi Na, atasi
hiperlipidemia, ACE-I/ARB
untuk sindrom nefrotik
sekunder

Kelompok sindrom nefrotik:


SN non relaps: tidak pernah mengalami relaps
setelah episode pertama penyakit
SN relaps jarang: mengalami relaps kurang dari 2
kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali
dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial.
SN relaps sering: mengalami relaps >2 kali dalam
periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau >
4 kali dalam periode 12 bulan.
SN dependen steroid: dua relaps terjadi berturutturut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam
waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan

Sindrom Nefritik
Definisi
Hematuria
Edema
Hipertensi
Penurunan fungsi ginjal
Yang sering dibahas
adalah reaksi kompleks
imun pasca-infeksi
streptokokus (GNAPS)

Gejala dan tanda


Hematuria (dengan
silinder eritrosit),
proteinuria <3,5 g/hari,
hipertensi, uremia,
azotemia, dan oliguria.
Riwayat infeksi kulit atau
faring
Penunjang Titer ASTO
Tata laksana atasi penyakit
yang mendasari

Infeksi Saluran Kemih (1)


Definisi
ISK non-komplikata: sistitis
pada perempuan tidak
hamil imunokompeten
tanpa penyakit struktural
atau neurologik yang
mendasari
ISK komplikata:
ISK atas pada perempuan
ISK apapun pada pria atau
perempuan hamil
ISK dengan kelainan
struktural atau imunosupresi

Manifestasi klinis
Sistitis: disuria, urgensi,
frekuensi (gejala LUTS),
urin keruh, NT suprapubik,
demam (-)
Uretritis: mirip sistitis, tapi
ada kencing nanah
Prostatitis: demam, nyeri
perineum, NT prostat pada
RT
Pielonefritis: demam tinggi,
nyeri pinggang, mual
muntah, nyeri ketok CVA

Infeksi Saluran Kemih (2)


Etiologi
Non-komplikata: E. coli
Komplikata: E. coli,
enterococci, pseudomonas
Uretritis: C. trachomatis, N.
gonorrhoeae
Penunjang
Urinalisis: pyuria,
bakteriuria
Urinalisis penting pada
wanita hamil untuk mencari
bakteriuria asimptomatik

Tata laksana
Sistitis: fluorokuinolon atau
cotrimoxazole PO selama 3
hari (non-komp) atau 2
minggu (komp)
Uretritis: ceftriaxon 125 mg IM
1x (untuk Neisseria) +
doxycycline 2x100 mg PO
atau azithromycin 1 g PO 1x
(untuk Chlamydia)
Prostatitis: fluorokuinolon atau
cotrimoxazole PO 2-4 minggu
Pielonefritis: ceftriaxone IV
selama 14 hari

Hipertensi

Sumber: JNC 7

ACE inhibitor (Captopril) : e.s. batuk kering


-dapat diganti dengan ARB (Valsartan)- dan
hiperkalemia. Obat hipertensi pilihan pada
DM dan CKD. Kontraindikasi pada ibu hamil.
HCT : e.s. Hipokalemia, Hiponatermia. Ikterik
Kontraindikasi relatif pada Gout, dislipidemia,
dan DM.
B-bloker (mis. Bisoprolol) : e.s bronkospasme.
Kontraindikasi pada asma dan AV blok.
Obat hipertensi pada ibu hamil : Metildopa,
nifedipine

Kardiologi

Unstable
Angina
Trombus
parsial/intermite
n

NSTEMI
Sumbatan trombus
kerusakkan
jaringan dan
nekrosis minimal
miokard

Nonspesifik EKG

ST depresi +/T inversi

Enzim Jantung
normal

Peningkatan enzim
Jantung

STEMI
Oklusi trombos total

ST elevasi atau
LBBB baru pada EKG
Peningkatan enzim
Jantung

Perbedaan UA, STEMI & NSTEMI:

Sumber: Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. JAPI.
2012;59:19-25

Dasar Teori
Henti jantung sirkulasi darah berhenti
karena kontraksi jantung yg tidak efektif.
Disebabkan:

VF
VT
PEA
Asistol

Gambaran Klinis:

Henti jantung
Henti napas/gasping
Tidak sadar

Pulseless Electric Activity (PEA)

Asystole

VT

EKG menunjukkan asistol lakukan CPR


atau lanjutkan CPR.
Shock (defibrilasi) kontra indikasi pada
asistol, PEA, VT dengan nadi.
Pemberian epinefrin dilakukan seiring
dengan CPR
Anamnesis keluarga dilakukan seiring
dengan CPR
Cek refleks batang otak dilakukan seiring
dengan CPR
Keyword: DO LIFE SAVING FIRST

Sumber: ACLS
2013

N
o

1
2
3
4
5
6

Segmen
Jantung

Lead EKG

Pembuluh
darah yang
mengalami
gangguan
Anteroseptal
V1 V3
LAD
Anterior
V1 V4
LAD
Anterior ekstensif V1 V6
proximal
left
coronary artery
Anterolateral
V5 dan V6; I dan left
circumflex
aVL
coronary artery
Inferior
II, III, avF
right
coronary
artery
Posterior
V7-V9
right
coronary
artery

PJB - Klasifikasi
Darah kaya O2 bocor,
beban jantung
bertambah

Penyakit Jantung
Bawaan (PJB)

Asianot
ik

Darah kaya O2
tercampur dengan
miskin O2
Sianotik

L-R
Shunt

Tanpa L-R
Shunt

PDA
ASD
VSD

AS
PS
CoA

aliran
darah ke
paru
TGA
dgn
VSD
Truncus
Arteriosus

TAPVD

Aliran
darah ke
paru N
TGA tanpa
PS

aliran
darah ke
paru
ToF
Atresia
Pulmoner
Atresia
Trikuspid

Hipertensi Urgensi
Obat
Kaptopril

Dosis
6,25-50 mg oral atau sublingual

Awitan
15 menit

Klonidin

Awal per oral 0,15 mg, selanjutnya


0,5-2 jam
0,15 mg tiap jam, dosis total 0,9 mg

Labetalol
Furosemid

100-200 mg per oral


20-40 mg per oral

0,5-2 jam
0,5-1 jam

Hipertensi Emergensi
Obat
Furosemid
Nitrogliserin
Diltiazem

Klonidin
Nitropusid

Dosis
20-40 mg (hanya bila ada
retensi cairan)
Infus 5-100 mcg/menit
Bolus IV 10 mg
(0,25mg/kgBB) dilanjutkan
infus 5-10 mg/jam
6 ampul dalam 250 ml
cairan infus, dosis titrasi
Infus 0,25-10
mcg/kgBB/menit (maks 10
menit)

Awitan
5-15 menit

Lama Kerja
2-3 jam

2-5 menit

5-10 menit

Segera

1-2 menit

Syok kumpulan gejala akibat perfusi


selular tidak cukup asupan O2 tidak
cukup utk metabolisme
Syok kardiogenik masalah pada:
fungsi sistolik, diastolik, preload (volume
dan tekanan yang dialami ventrikel
pada fase akhir pengisian), afterload
(tahanan yg harus dilawan ventrikel
untuk pengosongan), atau irama

Syok hipovolemik kekurangan cairan


absolut (diare, muntah, perdarahan) atau
ekstravasasi (syok dengue)
Syok distributif total cairan tubuh tidak
berkurang namun volume intravaskular
relatif tidak seimbang dengan kapasitas
vaskular misalnya pada anafilaksis, sepsis,
dan neurogenik
Obstruksi aliran emboli paru,
tamponade, stenosis katup

Tatalaksana sesuai penyebab masingmasing syok


Obat vasoaktif dapat digunakan pada:
Syok sepsis: dopamin, norepinefrin, dobutamin
Syok spinal: dopamin, dobutamin
Syok anafilaksis: epinefrin, dopamin, norepine
Preliminary studies suggest that
norepinephrine should be the initial
vasopressor. (Lam S, Cleveland Clinic Journal of
Medicine March 2013 vol. 80 3 175-184 )
Dopamine & norepinephrine generally been
considered first-line ,vasopressor in patients
with septic shock.[ Epinephrine, vasopressin,
and neosynephrine may be useful second-line

Katup mitral tidak membuka secara


maksimal
Keyword:
Bising diastolik, kemungkinan: stenosis mitral, stenosis
trikuspidal, regurgitasi aorta, atau regurgitasi pulmonal
Lokasi bising berpusat di apex Katup mitral
EKG didapat sumbu ke kanan (RAD) dan LAA (left atrium
abnormality) Tanda adanya hipertensi pulmonal

Diagnosis: mitral stenosis (katup mitral tidak dapat


membuka maksimal)
Katup mitral tidak menutup adekuat mitral regurgitasi
Katup trikuspid tidak membuka secara maksimal
trikuspid regurgitasi

Penyebab tersering stenosis mitral:Rheumatic


fever
Penyebab lain:
congenital mitral valve stenosis, cor triatriatum,
mitral annular calcification, systemic lupus
erythematosus, rheumatoid arthritis, left atrial
myxoma, dan infective endocarditis with large
vegetations.

Komplikasi:
Cardiac Output menurun pada MS berat
Hipertensi pulmonal, akibat:
Tekanan backward akibat tingginya tekanan di atrium kiri
Edema pada dinding pembuluh darah jaringan paru

Hipertensi pulmonal lalu menyebabkan:


Pembesaran Ventrikel Kanan
Regurgitasi pulmonal dan tricuspid sekunder
Gagal jantung kanan
Sumber: Harisson
17th

Bunyi jantung
Sistolik:

Regurgitasi mitral
Regurgitasi trikuspid
Stenosis aorta
Stenosis pulmonal

Diastolik

Regurgitasi aorta
Regurgitasi pulmonal
Stenosis mitral
Stenosis trikuspid

Selanjutnya
perhatikan punctum
maximum:
Mitral apex
Trikuspid ICS 4
sternalis sinistra
Aorta ICS 2
sternalis dekstra
Pulmonal ICS 2
sternalis sinistra

Regurgitasi Mitral
Keyword:
Lokasi: ICS IV linea midclavicularis
sinistra, menjalar ke lateral kiri katup
mitral
murmur sistolik di katup mitral
regurgitasi

Diagnosis: mitral regurgitasi

Murmur Sistolik
Systolic ejection murmur
Stenosis aorta: Terdengar paling baik di
area aorta (ICS 2-3) menjalar ke arah
leher
Stenosis pulmonal: Paling baik di ICS 2-3
kiri, penjalaran bisa ke arah leher atau
bahu kiri, tidak seluas stenosis aorta

Murmur Sistolik
Holosistolik murmur
Regurgitasi mitral: Terdengar paling baik
di apex menjalar ke axilla kiri
Regurgitasi trikuspid: Terdengar paling balik
di linea sternalis kiri bawah, menjalar ke
kanan sternum
VSD: Paling baik di ICS 4-6, tidak ada
penjalaran ke axilla

Late systolic murmur


Regurgitasi oleh prolaps mitral

Murmur Diastolik
Early diastolik
Regurgitasi aorta: Di linea sternal kiri
ICS 3-4
Regurgitasi pulmonal: Di area pulmonal

Mid to late diastolik


Stenosis mitral: Di apex
Stenosis trikuspid: Di bawah sternum,
dekat prosesus xifoideus

Murmur Kontinu
Pada Patent Ductus Arteriosus

Stable angina pectoris


Keyword:
Nyeri ulu hati, semakin sering bila pasien
beraktivitas ringan dan berkurang saat
istirahat nyeri khas jantung (angina
pectoris), berkurang saat istirahat (stabil)

Diagnosis: Stable angina pectoris


Unstable angina pectoris, ACS nyeri tidak
hilang dengan istirahat
Gastritis akut, ulkus duodenum keluhan
berhubungan dengan makanan

Angina Nyeri dada akibat iskemia otot


jantung
Stable angina: nyeri saat aktivitas dan stress,
membaik dengan istirahat dan nitrogliserin
Unstable angina

Sindrom Koroner Akut (Unstable angina,


NSTEMI, STEMI)
Angina timbul > 20 menit
Timbul saat aktivitas ringan
Meningkat dalam intensitas, frekuensi, durasi

Ada 3 kriteria nyeri tipikal angina pada


angina stabil/Stable angina: Nyeri dada
substernal, semakin nyeri saat aktivitas,
hilang dengan istirahat/nitrogliserin
Sumber: ESC guideline
2006

MARKER JANTUNG

GAGAL JANTUNG
Kriteria Framingham
Mayor
PND, JVP
naik,S3gallop,Kardiomegali,Ronki,Edema pulo
(kongesti paru),CVP > 16 cmH20, Refluk
hepatojugularis, Penurunan BB (< 4,5 kg/5 hri)

Minor
Batuk malam, efusi, Takikardi > 120x/mnt,edema
tungkai, penurunan kapasitas vital

Dx minimal 2 mayor atau 1 mayor 2 minor

Gagal Jantung (GJ): kumpulan gejala sesak dan


fatik karena kelainan struktur atau fungsi
jantung
GJ sistolik: penurunan kontraksi jantung curah
jantung menurun
GJ diastolik: gangguan relaksasi dan pengisian
ventrikel
GJ kiri: kelemahan ventrikel kiri tekanan
vena pulmonal sesak dan ortopnea
GJ kanan: kelemahan ventrikel kanan edema
perifer, hepatomegali, JVP

Pulmonologi

TB Paru Klasifikasi Pasien


Klasifikasi kasus TB berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya (tipe
pasien):
Kasus baru
Belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.

Kasus kambuh (Relaps)


Belum pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)

Kasus setelah putus berobat (Default )


Telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

Kasus setelah gagal (Failure)


Hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan

Kasus Pindahan (Transfer In)


Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya

Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang:
i. tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
ii. pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
iii. kembali diobati dengan BTA negative.

TB Paru Tatalaksana
Paduan OAT lini pertama
Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien baru TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien baru TB ekstra paru

Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Kategori Anak (2RHZ/4RH)


OAT Sisipan (RHZE)

TB Paru Algoritme
tambahan

Jangan lupa diberikan tambahan cotrimoxazole profilaksis PCP


Pasien TB hamil dengan CD4 < 350/mm3 harus segera memulai
pengobatan ARV

Pendekatan Klinis Efusi Pleura,


Pneumotoraks & Atelektasis
Inspeksi

Efusi pleura

Sisi sakit
tertinggal

Trakea
Pneumotoraks terdorong ke
sisi sehat

Atelektasis

Palpasi
(fremitus)

Perkusi

Auskultasi

Melemah

Redup

Menurun

Melemah

Hipersonor

Menurun

Redup

Menurun

Trakea tertarik
Melemah
ke sisi sakit

PPOK
PPOK adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang
bersifat progresif dan nonreversibel
atau reversibel parsial.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat merokok, batuk berulang
produktif, sesak napas
Pemeriksaan Fisis

PPOK terdiri atas:


Bronkitis kronik: Batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut-turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema: Pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal
disertai kerusakan dinding alveoli.

Inspeksi
Pursed - lips breathing
Barrel chest
Penggunaan otot bantu napas
Palpasi
Fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Hipersonor
Auskultasi
Vesikuler normal atau melemah
Ronki, mengi, dan/atau ekspirasi
memanjang

PPOK
DIAGNOSIS
Pemeriksaan
Penunjang
Spirometri: VEP1/VEP1
prediksi <80% atau
VEP1/KVP <75%
Foto toraks:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Keadaan di atas menunjukkan
adanya emfisema

TATA LAKSANA
Utama: bronkodilator
Kalau perlu: terapi oksigen,
kortikosteroid, antibiotik
Tidak rutin: antioksidan,
mukolitik, antitusif
Eksaserbasi akut
Adalah keadaan dimana terjadi:
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum
Tata laksana sama dengan PPOK,
tapi ditambah obat yang belum
diberi atau dosis ditingkatkan

Edema Paru Akut timbunan


cairan di pembuluh darah dan
parenkim paru akibat gagal jantung
akut
Gejala: sesak, kardiomegali, gallop,
murmur, aritmia, ronki basah
bilateral paru, wheezing, akral dingin
dan basah, saturasi O2 <90%,
batswing appearance pd rontgen
dada.

Algoritme Syok/Edema
paru akut

Efusi Pleura
Adalah penumpukan
cairan abnormal di ruang
pleura karena produksi
yang berlebihan atau
absorpsi yang kurang.
Gejala: sesak napas,
batuk, nyeri dada
Ro toraks: sudut
costofrenikus tumpul
Membedakan transudat
dan eksudat dengan
torakosentesis diagnostik

Dua jenis efusi:


Transudat
CHF
Perikarditis konstriktif
Sirosis

Eksudat

Infeksi (pneumonia, TB)


Keganasan
Emboli paru
Penyakit vaskular kolagen
(RA, SLE)
Penyakit GI (pankreatitis,
ruptur esofagus, abses
abdomen)

Efusi Pleura
Kriteria Light eksudat
apabila:
Rasio protein pleura:serum
>0,5
Rasio LDH pleura:serum >0,6
Kadar LDH pleura > 2/3
kadar normal tertinggi serum
(200 IU/I)

Bila hasil meragukan (mis.


memenuhi kriteria Light tapi
pasien ada CHF atau sirosis)
periksa gradien kadar
albumin serum pleura
eksudat bila <1,2 g/dl

Tata laksana
Bila simptomatik, lakukan
torakosentesis terapeutik
Transudat biasanya
asimptomatik dan sembuh
sendiri jika penyakit
penyebabnya ditatalaksana
Bila penyebabnya infeksi,
antibiotik saja cukup,
kecuali jika luas (>1/2
hemitoraks) atau empiema
Pleurodesis untuk efusi
refrakter akibat keganasan

Pneumotoraks Definisi, Gejala


Klinis, Diagnosis & Tatalaksana
Adanya udara di dalam
kavitas pleura
Gejala: sesak napas dan
nyeri dada akut
Bila ada hipotensi,
hipoksia, trakea terdorong
ke sisi yang sehat, atau
takikardia tension
pneumothorax

Ro toraks:
radiolusensi, terlihat
gambaran avaskuler
dengan pleural line

Tata laksana
Pneumotraks spontan
primer atau iatrogenik:
aspirasi jarum
sederhana
Pneumotoraks spontan
sekunder/traumatik:
pemasangan chest
tube dan WSD
Tension pneumothorax:
dekompresi jarum
darurat, dilanjutkan
dengan pemasangan
chest tube dan WSD

Atelektasis
Adalah kolapsnya paru
(atau berkurangnya
volume paru) akibat:
Obstruksi (benda asing,
mukus, atau tumor di
bronkus atau bronkiolus)
Non-obstruksi
Relaksasi [efusi pleura,
pneumotoraks]
Kompresi [tumor]
Adesi [defisiensi surfaktan]
Sikatriks [bekas TB]

Gejala: sesak napas


dan nyeri dada
Ro toraks:
Opasifikasi
Hilus tertarik ke
sisi yang sakit

Tata laksana bisa


medis atau bedah,
tergantung
penyebabnya

Luluh Paru & Giant Bullae


Luluh paru (destroyed
lung)

Giant bullae (bula


raksasa)

Fibrosis berat pada


salah satu paru,
umumnya akibat TB
yang tidak diobati
dengan adekuat
Bisa menyebabkan
hipertensi pulmonal
Tata laksana:
pneumektomi

Bula adalah kantung berisi


udara dengan ukuran > 1cm.
Bula merupakan sebuah
komplikasi dari emfisema.
Bula raksasa adalah bula
yang ukurannya mencapai
30% hemitoraks atau lebih.
Bula seperti ini dapat
mengganggu proses
ventilasi-perfusi di jaringan
alveolus normal.
Tata laksana: bulektomi

Pnemonia
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah
pneumonia yang terjadi setelah
pasien 48 jam dirawat dirumah sakit
dan disingkirkan semua infeksi yang
terjadi sebelum masuk rumah sakit.
Ventilator associated pneumonia(VAP)
adalah pneumonia yang terjadi lebih
dari 48 jam setelah pemasangan
intubasi endotrakeal.

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :
1.
Skor PORT lebih dari 70
2.
Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria
dibawah:

Frekuensi napas > 30/menit


Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Pneumonia pada pengguna NAPZA

Kriteria perawatan intensif : Penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan
ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu
(Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90
mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.

Menurut kriteria dariThe Centers for


DiseaseControl (CDC-Atlanta),diagnosis
pneumonianosokomial adalah sebagai berikut :
1.Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan
semuainfeksi yang inkubasinya terjadipada waktu
masuk rumah sakit
2.Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas
dasar :
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
Ditambah 2 diantarakriteria berikut:
- suhu tubuh > 38oC
- sekret purulen
- leukositosis

Anda mungkin juga menyukai