Anda di halaman 1dari 205

Tim UKMPPD FKU Malahayati

Topik Materi
1. Infeksi Tropis
2. Endokrin dan metabolik
3. Gastroentrohepatologi
4. Hematoimunologi
5. Ginjal hipertensi
6. Kardiologi
7. Pulmonologi
Infeksi Tropis
Demam Dengue
DEFINISI KASUS

Tersangka  Terbukti
Demam mendadak tinggi dengan 2 atau  Identifikasi virus dan atau
lebih manifesatsi di bawah ini: serologi
 Sakit kepala HI >1280 atau IgM/IgG serum
 Nyeri retro-orbita konvalesen
 Mialgia
 Artralgia/ nyerin otot
 Ruam
Pada KLB:
•Demam tinggi
 Manifestasi perdarahan (uji Tourniquet,
•Tourniquet positif atau petekie
petekie, epistaksis)
 Leukopeni •Leukopenia (<5000)
PPV 83%
Definisi Kasus Klinis
Demam Berdarah Dengue

 Kriteria klinis  Definisi kasus


 Demam mendadak tinggi 2-7 hari
 Dua kriteria klinis dan 2
 Manifestasi
kriteria lab:
perdarahan(min.tourniquet positif)
 Pembesaran hati
 Demam mendadak tinggi
 Ganguan sirkulasi/syok 2-7 hari
 Kriteria laboratorium  Manifestasi perdarahan
 Trombosit < 100.000 (min. positif tourniquet
 Hemokonsentrasi (kenaikan HT test)
>20%) atau bukti kebocoran  Trombosit < 100.000
plasma lain< seperti asites
plei=ural efusi, penurunan serum  Hemokonsentrasi
protein/albumin/kolesterol)
 IgM dengue positif mulai hari
ke-5 demam.
 Sedangkan NS1 dapat positif
sejak hari pertama demam,
kemudian menurun perlahan
sdh hari ke 9.

Sumber: CDC
Malaria
Ringan: Demam menggigil disertai keringat dingin, sakit
kepala, anemia, splenomegali, dan ada riwayat bepergian ke
daerah endemis. Pola demam dapat memperkirakan jenis
• Plasmodium: vivax/ovale tiap 48 jam (tertiana), malariae tiap 72 jam
(kuartana), dan
• falciparum sepanjang hari/tidak teratur.

Berat (hanya bisa disebabkan P.falciparum) : malaria


serebral, anemia berat, gangguan pernafasan dan gagal
ginjal
Tata Laksana Malaria
 Falciparum
 Lini ke-1: artesunat + amodiakuin
 Lini ke-2: kina + tetrasiklin/doksisiklin
 Vivax/ovale
 Lini ke-1: klorokuin + primakuin
 Lini ke-2: kina + primakuin
 Malaria berat
 Lini ke-1: artemeter IM
 Lini ke-2: kina IV
Terapi mencegah rekurensi
 Doksisiklin1x100 mg sejak 1 minggu sebelum masuk sampai 1 bulan
setelah kembali
 Kontraindikasi: ibu hamil dan usia < 8 tahun
 Mefloquine 250 mg/mgg, 2 mgg sblm—1 bln stlh
 KI: gangguan jiwa, epilepsi, ggn saraf
 Atovaquone/proguanil 1x1 tab, 1 hr sblm—1 mgg stlh
 KI: ibu hamil, menyusui bayi <5 kg, gagal ginjal berat
 Chloroquine 300 mg/mgg, 1 mgg sblm—1 bln stlh
 Di Indonesia sudah resisten
 Primaquine 1x30 mg, 1 hr sblm—1 mgg stlh
 Harus skrining defisiensi G6PD dulu
 KI: ibu hamil, defisiensi G6-PD, menyusui bayi yang belum diskrining G6PD
Thypoid
 Gejala khas pada typhoid
 Stepwise fever pattern  pola demam dimana suhu akan turun di pagi dan
suhu semakin tinggi dari hari ke hari.
 Minggu pertama: gejala gastrointestinal (nyeri perut, konstipasi), batuk, sakit
kepala.
 Akhir minggu pertama: suhu masuk fase plateau (39-400C), muncul rose spot
(salmon-colored, blanching, truncal, maculopapules)
 Minggu kedua: gejala di atas meningkat, dapat ditemukan splenomegali.
Bradikardi relatif, dicrotic pulse (double beat, the second beat weaker than
the first)
 Minggu ketiga:takipnue, distensi perut, diare hijau-kuning (pea soup
diarrhea), dapat masuk thypoid state(apatis, confusion, psychosis), dapat
terjadi perforasi usus dan peritonitis
 Minggu keempat: jika individu tersebut bertahan, gejala akan membaik
 Pemeriksaan tifoid: pada minggu pertama dapat
dilakukan pemeriksaan tubex atau kultur empedu
dimana kuman tersekuestrasi di empedu
 Pada minggu kedua, mengalami bakteremia
sehingga dapat diperiksa menggunakan widal
 Hasil positif jika terjadi kenaikan titer 4x lipat atau
Anti-O 1/320 atau anti-H 1/640
Leptospirosis
 Leptospirosis adalah zoonosis yg disebabkan L.
Interrogans . Penyakit ini harus dicurigai pada
pasien yg berkontak dgn air, tanah, atau lumpur yg
terkontaminasi urin binatang.
 Gejala klinis leptospirosis: demam, menggigil,
sakit kepala, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus,
hepatomegali, anoreksia, fotofobia, gagal ginjal.
 Tatalaksana : doksisiklin 2 x 100 mg. Berat :
injeksi penisilin G 1,5 juta unit/6 jam IV.
Leptospirosis anikterik
 mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau
tinggi yang umumnya bersifat remiten, nyeri kepala dan
menggigil serta mialgia. Nyeri kepala bisa berat, mirip
yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-
orbital dan photopobia.
 Nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan paha.
Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga
creatinin phosphokinase pada sebagian besar kasus akan
meningkat, dan pemeriksaan cretinin phosphokinase ini
dapat untuk membantu diagnosis klinis leptospirosis.
Leptospirosis ikterik
 Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator
utama leptospirosis berat. Gagal ginjal akut,
ikterus dan manifestasi perdarahan merupakan
gambaran klinik khas penyakit Weil.
 Leptospirosis adalah penyebab tersering gagal
ginjal akut
 Diagnose pasti dengan kultur dan serologi.

Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah dan LCS segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan
mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urin diambil setelah 2-4 minggu onset
penyakit. 1,4

Serologi
Pemeriksaan untuk mendeteksi leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), silver
stain atau fluorescent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap. 3,4

G. PENGOBATAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan
gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Pemberian antobiotik harus dimulai secepat mungkin, bias any pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berikut golongan antibiotic yang dapat diberika pada pasien leptospirosis :1
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg
Ampisilin 4 x 500-750 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg
Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jam
Ampisilin 1 gram/ 6 jam
Amoksisilin 1 gram/ 6 jam
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/ minggu
 10% kasus leptospirodid
dapat berkembang menjadi sangat berat, disebut
Weil's syndrome.
 Gejala: tidak ada batasan jelas, tapi tanda utamanya
adalah masalah pada hati, ginjal, dan pembuluh
darah. (jaundice, penurunan urin, hipotensi, ruam,
anemia, sputum berdarah, perdarahan pada mata)
 Muncul 3-7 hari setelah munculnya penyakit.
Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat
Ascaris Mebendazole,
lumbricoides pirantel pamoat

Taenia solium Albendazole,


prazikuantel, bedah
Enterobius Pirantel pamoat,
vermicularis mebendazole,
albendazole
Ancylostoma Mebendazole,
duodenale pirantel pamoat,
Necator albendazole
americanus
Schistosoma Prazikuantel
haematobium

Trichuris Mebendazole,
trichiura albendazole

Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
ENDOKRIN
DAN
METABOLIK
Diabetes Mellitus
Sumber: Konsensus DM Indonesia 2011 (Perkeni)
Sumber: Konsensus DM Indonesia 2011 (Perkeni)
Diagnosis hipertiroid
Diagnosis hipertiroid
Penyakit Tiroid: Klasifikasi
 Pembesaran tiroid semata  Hipertiroidisme
 Defisiensi yodium (struma difusa  Penyakit Graves
nontoksik/goiter endemik)
 Bisaberkembang menjadi struma nodular
 Struma nodular nontoksik yang
nontoksik menjadi toksik
 Goiter sporadik (jarang)  Adenoma toksik
 Lain-lain (mis. tiroiditis
 Hipotiroidisme destruktif, hormon tiroid
 Defisiensi yodium yang lebih berat ekstratiroidal, tumor hipofisis)
 Tiroiditis Hashimoto, tiroiditis subakut
(awal hipertiroid namun berkembang
 Neoplasma
menjadi hipotiroid
 Iatrogenik  Pada pemeriksaan dapat
 Lain-lain (mis. obat, kongenital, ditemukan massa terfiksir,
hipopituitarisme, kelainan hipotalamus) cepat membesar
* Tiroiditis subakut (pada tipe Subacute granulomatous thyroiditis ) : dapat ditemukan
keluhan demam, nyeri pada kelenjar
Cushing syndrome
 Disebabkan paparan glukokortikoid endoken
/eksogen jangka waktu lama
 Penyebab diantaranya :
 Konsumsi /injeksi steroid / glukokortikoid jangka
waktu lama
 Primary adrenocortical neoplasm (usually an
adenoma but rarely a carcinoma).
 Bilateral adrenal micronodular hyperplasia and
macronodular hyperplasia (jarang)
Cushing syndrome
On examination, general findings of Cushing syndrome may include
the following:
General:Cervical, thoracic, and/or central obesity
Dermatologic: Facial plethora, violaceous striae, ecchymoses, telangiectasias, purpura,
cutaneous atrophy, facial lanugo
Cardiovascular and renal [2] : Hypertension, edema
Gastroenterologic: Peptic ulceration with or without symptoms
Endocrinologic: Galactorrhea, signs of hypothyroidism (eg, slow reflex relaxation)
Genitourinary: Decreased testicular volume
Musculoskeletal: Proximal muscle weakness, kyphosis, height loss, bone pain
Neuropsychological: Fatigue
Ophthalmologic: Visual-field defects (often bitemporal), blurred vision in the presence of
large ACTH-producing pituitary tumors that impinge on optic chiasma

Kalau sampai ke fase krisis adrenal gejala dapat berupa : Hipotensi,


nyeri abdomen, muntah2 hebat, mental confusion, hipoglikemia,
hyperkalemia hyponatremia, asidosis metabolik
Pemeriksaan
 Pemeriksaan low-dose dexamethasone suppression
test:
 Supresi (+): bukan cushing sindrom
 Supresi (-): cushing sindrom (+)

 High-dose dexamethasone suppression test (untuk


tahu di sentral/perifer):
 Supresi (+): sentral (cushing disease)
 Supresi (-): perifer (ektopik ACTH, primary adrenal
tumor)
Sumber: emedicine/medscape
 Hipercortisol : Keadaan meningkatnya hormon kortisol dalam
darah

 Addison disease : Kelainan endokrin kronik dimana kelenjar


adrenal tidak memproduksi hormon steroid yang memadai.
Gejala : Nyeri abdomen, kelemahan, hipotensi, hingga koma

 Waterhouse-Friderichsen syndrome : Adrenalitis


hemorhage/ fuminant meningococcemia  Kegagalan
produksi kelenjar adrenal karena perdarahan yang disebabkan
oleh infeksi bakterial berat (Paling sering adalah Neisseria
meningitidis meningococcus).
Gastroenterohepatologi
Dalam menangani paparan darah terhadap hepatitis B perlu diperhatikan:
1. Status hepatitis SUMBER
2. Status Vaksinasi YANG TERPAPAR
3. Respons Imun YANG TERPAPAR (Kadar anti HBs)
Pada kasus ini:
1. Tertusuk jarum pasien dengan hepatitis B  Status sumber HbsAg (+)
2. Koas sudah divaksin 1 tahun lalu  Pihak terpapar sudah vaksinasi (+)
3. Titer anti HBs yang terpapar  Belum diketahui  Periksa!

Bila diperiksa anti HBs ternyata:


Titer antiHBs≥10mIU/ml : Tidak perlu profilaksis
Titer antiHBs<10mIU/ml : Berikan Imunoglobulin HepB + Re-Vaksinasi
Atau 2x Imunoglobulin HepB
Marker Hepatitis B
Diagnosis HbsAg Anti-HBs Anti-HBc HBeAg Anti-HBe DNA HBV

Hepatitis
+ - IgM + - +
akut
Window
- - IgM +/- +/- -
period
Penyembu
- + IgG - +/- -
han
Imunisasi - + - - - -
Hepatitis
kronik + - IgG + - +
replikatif

Hepatitis
kronik non + - IgG - + -
replikatif
Hepatitis A & B
HEPATITIS A HEPATITIS B
 Transmisi: darah, hubungan seks, perinatal
 Transmisi fekal-oral
 Manifestasi bisa berupa hepatitis akut,
 Gejala: nafsu makan menurun,
hepatitis fulminan, atau kronis (sirosis)
lemas, demam, nyeri perut kanan  Serologi:

atas, bisa disertai ikterus  HBsAg: muncul sebelum gejala, digunakan


untuk skrining, jika bertahan >6 bulan berarti
 Diagnosa: IgM anti-HAV
infeksi kronik
 Tata laksana: suportif  HBeAg: replikasi virus dan infektivitas tinggi
 Pencegahan: vaksinasi anak atau
 IgM anti-HBc: infeksi akut
 IgG anti-HBc: infeksi lama atau sedang
pasien dengan penyakit hati kronik berlangsung
 Profilaksis pasca-paparan: 1-40th  anti-HBe: replikasi dan infektivitas berkurang
vaksin, <1 dan >40 imunoglobulin  anti-HBs: imunitas
 DNA HBV: replikasi aktif
Hepatitis C
Tata laksana HEPATITIS C
 Akut: suportif  Transmisi: darah
 Kronik: PEG IFNα-2a (entecavir,  Manifestasi bisa akut atau kronik;
tenofovir)  tujuan agar HBeAg jarang fulminan
menjadi negatif  Serologi:
 Pencegahan: vaksinasi  anti-HCV: muncul setelah 6 minggu
 Profilaksis pasca-paparan: HBIG  RNA HCV: muncul dalam 2
dilanjutkan dengan vaksin (kalau minggu
belum divaksin)  Tata laksana: PEG IFNα-2a +
ribavirin
Kenapa jawabannya B? Karena  Belum ada vaksin atau

window period masih masuk fase akut profilaksisnya


Kolelitiasis Koledokolitiasis Kolesistitis Kolangitis
Nyeri kolik + + +/- +/-
Nyeri tekan/
- - + +
Murphy’s sign
Demam - - + (low-grade) + (high-grade)
Ikterus - + - +

Penunjang
• USG
• Laboratorium: leukosit, bilirubin, SGOT/SGPT

Tata laksana
• Kolelitiasis: kolesistektomi
• Kolesistitis: NPO, cairan IV, analgesik, antibiotik,
kolesistektomi
• Koledokolitiasis: ERCP diikuti oleh kolesistektomi
• Kolangitis: antibiotik. Kalau tidak ada respons, maka
dilakukan dekompresi bilier darurat dengan ERCP.
DISPEPSIA FUNGSIONAL
 Tidak ada kelainan endoskopi.
 Minimal berlangsung 3 bulan dalam 6 bulan
terakhir

 Dispepsia tipe dismotil


 Dispepsia tipe like-ulcer
 Dispepsia tipe campuran
 Dispepsia tidak spesifik
DISPEPSIA ORGANIK
 Ada kelainan endoskopi

 GERD
 Ulkuspeptikum
 NSAIDs induced
 Malignancy
Alarm Symtomps/ Red Flag Dispepsia
◦ Usia > 55 tahun, atau dispepsia
onset baru
◦ Penurunan berat badan dengan
penyebab tak jelas
◦ Disfagia atau Odinofagia
◦ Anemia (Defisiensi Besi)
◦ Muntah persisten
◦ Teraba massa atau adanya
limfadenopati
◦ Jaundice
◦ Hematemesis atau melena
Alur Manajemen Dispepsia

American Gastroenterogical Associaton, 2008


©Bimbel UKDI MANTAP
GERD
 Keyword:
 Nyeri dan rasa panas di dada, tidak menjalar ke bahu
dan lengan, pahit dan asam di mulutnya, sering
tertidur segera setelah makan  berhubungan
dengan lambung.
 Diagnosis: GERD (Gastroesofageal Reflux
Disease)
 Pengobatan lini 1: omeprazole
 Gejala khas GERD:
 Typical esophageal symptoms include the following:
 Heartburn
 Regurgitation
 Dysphagia
 Abnormal reflux can cause atypical (extraesophageal) symptoms, such as the
following:
 Coughing and/or wheezing
 Hoarseness, sore throat
 Otitis media
 Noncardiac chest pain
 Enamel erosion or other dental manifestations

 Komplikasi yang ditakuti  Esofagitis Barrett berpotensi maligna


 Epitgel skuamosa berubah menjadi epitel kolumnar, khas seperti beludru
 Obat pilihan pada GERD  PPI (lihat guideline berikut)
Sumber: American College of Gastroenterology GERD Guideline 2013
Sumber: American College of Gastroenterology GERD Guideline 2013
Gastritis H.Pylori
 Infeksi H. Pylori (+)
 Terapi (urutan prioritas) selama 4 minggu:
 PPI + Amoksisilin + Klaritromisin
 PPI + Metronidazole + Klaritromisin
 PPI + Metronidazole + Tetrasiklin
 Dosis:
 PPI: Omeprazole 2x20 mg, lansoprazole 2x30 mg, rabeprazole
2x10 mg, esomeprazole 2x20 mg
 Amoksisilin: 2x1000mg/hari
 Klaritromisin: 2x500mg/hari
 Metronidazole: 3x500mg
 Tetrasiklin: 4x250 mg
Ulkus duodenum
 Keyword:
 Nyeri timbul terlambat makan dan berkurang setelah makan.
 Diagnosis: ulkus duodenum
ULKUS PEPTIKUM
 Ulkus lambung/gaster
 Nyeri ulu hati/di sebelah kiri perut, rasa tidak nyaman,
muntah
 Timbul setelah makan
 Ulkus duodenum
 Nyeri di tengah-kanan membaik setelah makan
 Nyeri bermula di satu titik (pointing sign), akhirnya difus,
menjalar ke punggung
 Nyeri timbul saat merasa lapar, bisa membangunkan pasien
tengah malam (HPFR  Hunger Pain Food Relief)
Gambaran klinis hipertensi porta(5)
Splenomegali hati menciut /
hepatomegali
Hematemesis hipersplenisme
Melena asites
Varises esofagus malabsorbsi lemak
Pirau portosistemik protein loosing
kutanius kutanius enteropathy
Hemoroid interna gagal tumbuh
Ensepalopati hepatis

• Varises esophagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal


meningkat di atas 10 mmHg.
• Semua faktor meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan
resiko perdarahan termasuk perburukan penyakit hati, intake
makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra abdominal,
Konsumsi NSAID dan infeksi bakteri berulang dapat juga
meningkatkan resiko perdarahan.
Mallory Weiss syndrome
 Esophageal bleeding caused by a mucosal tear in the
esophagus as a result of forceful vomiting or retching. The
initial description was associated with alcoholic bingeing
 Mallory-Weiss tears cause approximately 3-15% of all
episodes of hematemesis in adults(USA)
Mallory Weiss syndrome

 Mallory-Weiss tear. Typical longitudinal mucosal tear


with overlying fibrinous exudate extending from the
distal esophagus to the gastric cardia.
Diagnostic
Prehepatic test Hepatic
Function test of Icterus Posthepatic
Total bilirubin Normal/Increased Increased Increased
Conjugated
Normal Increased Increased
bilirubin
Unconjugated
Normal / Increased Increased Normal
bilirubin
Decreased /
Urobilinogen Normal / Increased Decreased
Negative
Dark (urobilinogen
Dark (conjugated
Urine Color Normal + conjugated
bilirubin)
bilirubin)
Stool Color Normal Normal/Pale Pale
Hematoimunologi
36. A. AB
Sumber: Merck Manuals
 Ferritin: Cadangan besi dalam tubuh
 Male 20-250 μg/L
 Female 15-150 μg/L
 Serum iron: Penghitungan jumlah yang berikatan ke
transferin
 Male 65–177 μg/dL (11.6–31.7 μmol/L)
 Female 50–170 μg/dL (9.0–30.4 μmol/L)
 TIBC: Kapasitas transferin serum mengikat besi
 250–370 μg/dL (45-66 μmol/L)
 Hal-hal lain yang biasanya diperhatikan dalam pemeriksaan
eritrosit:
 Ukuran: normositik, mikrositik, makrositik
 Derajat hemoglobinisasi (berdasarkan warna): normokrom,
hipokrom
 Bentuk
 Indikatornya:
 MCV: rata-rata volume eritrosit (femtoliter  μm3)
 MCH: rata-rata massa hemoglobin per eritrosit (pikogram)
 MCHC: rata-rata hemoglobin pada sel-sel darah merah dengan volume
tertentu (g/dl)
 RDW: koefisien variasi volume sel darah merah.
Berdasarkan Penyakit
 Anemia defisiensi Besi : Darah tepi anemia mikrositik hipokrom, Serum Iron ↓, Feritin↓,
TIBC ↑, sel pensil. Terapi : suplementasi besi.
 Anemia hemolitik : Darah tepi anemia mikrositik hipokrom. Terdapat sel target dan
anisopoikilositosis (bentuk sel bermacam-macam karena lisis), Bilirubin indirek ↑. Ikterik,
splenomegali. Biasanya karena thalassemia. Pemeriksaan tambahan : elektroforesis Hb.
 Anemia karena keganasan (Leukemia) : Pansitopenia, leukosit meningkat namun
abnormal. Blast +, hepatomegali. Pemeriksaan tambahan : Bone Marrow Puncture (BMP).
Tx : kemoterapi.
 Anemia aplastik : Pansitopenia. Tidak ada organomegali. Pemeriksaan tambahan : BMP –
gambaran hipoplastik.
 Anemia karena penyakit kronis : Karena gangguan utilisasi besi. Anemia normositik
normokrom.
 Anemia perdarahan : Normositik normokrom.
 Anemia makrositik : karena defisiensi B12 (pada post-op gastrointestinal), asam folat,
liver disease
 Tes
Coombs testmenandakan adanya antibodi yang
coombs (+)  artinya
menempel di eritrosit  Menilai potensi/terjadinya hemolitik
pada sel darah merah  Tanda anemia hemolitik
 Direct Coombs: Tes coombs yang secara in vivo (pada pasien) yang
telah terjadi sensitisasi/penempelan antibody di eritrositnya.
 Bila sudah terjadi hemolitik pada pasien tesnya adalah yang Direct Coombs
 Indirect Coombs: Tes coombs untuk menilai apakah serum A bila
dicampur dengan eritrosit B akan terjadi pengikatan antibody di serum A
ke eritrosit B.
 Biasanya digunakan untuk meilai saat pretransfusi, apakah serum resipioen
mengandung antibody terhadap eritrosit donor, atau untuk skrining pencegahan
penyakit hemolysis ibu yang memiliki gol ABO dan Rh beda dengan anak yang
dikandung
Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010
Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010
Sumber: Pedoman Nasional • Bagan di samping kiri
Tatalaksana HIV Kemenkes 2011 adalah alur tes antibodi
HIV (Strategi III) yang
dipakai Kemenkes untuk
standar nasional
• Tes antibodi yang dipakai
boleh Rapid Test atau
ELISA, sebanyak 3 kali tes
untuk diagnosis pasti
(apablagi sudah disertai
gejala AIDS)
• Western Blot tidak
diwajibkan pada pedoman
nasional sebagai standar
diagnostik karena secara
teknis sulit dilakukan
secara rutin
 Langkah selanjutnya untuk menetapkan diagnosis: Rujuk ke
Klinik /Konselor VCT untuk dilakukan:
 Konseling pre-tes HIV
 Memberi penjelasan mengenai tes HIV dan manfaatnya
 Menjelaskan mengenai adanya periode jendela
 Mempersiapkan mental klien dalam menerima hasil tes
 Tes HIV dengan Rapid Test atau ELISA (tergantung
ketersediaan) sebanyak 3 kali tes
 Konseling post-test HIV
 Menjelaskan hasil tes HIV
 Bila positif  Mempersiapkan pemberian ARV apabila sudah
memenuhi syarat
 Bila negatif  Jelaskan adanya periode jendela (hasil tes antibodi
masih HIV masih negatif selama 3 bulan pasca infeksi pertama).
Sarankan untuk periksa ulang 3 bulan kemudian!
Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010 dan Pedoman ART Nasional Kemenkes
 Bila pasien HIV positif:
 Periksa nilai CD4 dan Viral Load HIV
 START ARV bila memenuhi syarat:
 CD4 count <350 cell/mm3 pada Stadium berapapun!
DAN/ATAU
 Stadium klinis WHO 3 dan 4 dengan hasil CD4 count berapapun!
 Infokan pasien bahwa pengobatan ARV seumur hidup dan
dikonsumsi dengan kedisiplinan waktu (tidak boleh terlambat
minum) ARV cepat sekali resisten
 Edukasi pasien untuk mau terbuka statusnya dengan
pasangan/suami/istri, karena akan bermanfaat dalam:
 Mencegah penularan kepada naak/pasangan
 Berobat tidak perlu sembunyi-sembunyi Mencegah Drop Out ARV

 Untuk pengobatan kandidiasis oral: Diberikan Fluconazole


2x100mg (3 hari), dilanjutkan 1x100mg (4 hari), total: 7 hari

Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010 dan Pedoman ART Nasional Kemenkes
Remember! Kalau pada soalnya mendiagnosis anak usia <18 bulan,
diagnosisnya hanya dari Viral Load HIV-RNA, tidak bisa diagnosis pakai
antibodi HIV karena dapat masih merupakan antibodi dari ibunya

Sumber: Pedoman Nasional


Tatalaksana HIV pada Anak
Kemenkes 2008
Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010
Rangkuman dari Guideline WHO HIV 2010
ITP
 ITP akutsering mengikuti infeksi akut dan akan
mengalami resolusi spontan dalam dua bulan walau
pada 5-10% kasus menjadi kronik (>6 bulan).
 Pada 75% kasus terjadi sesudah vaksinasi atau infeksi
 PF:
 Nonpalpable petechiae
 Purpura
 Perdarahan
 Limpa tidak teraba.
ITP
Pemeriksaan Lab:
 Trombositopeni
 Hitung leukosit dan hemoglobin biasanya normal
 Sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat.
 Uji koagulasi normal, bleeding time bertambah, PT
dan PTT normal.
 Tes untuk autoantibodi tidak tersedia secara luas 
Diagnosis ITP hanya dilakukan sesudah penyebab
defisiensi trombosit lainnya telah dieksklusi.
DIC
 DIC  sistem koagulasi dan atau fibrinolitik teraktivasi
secara sistemik, menyebabkan koagulasi intravaskular luas
dan melebihi mekanisme antikoagulan alamiah.
Menyebabkan:
 mikrotrombus di berbagai organ  gagal organ
 Perdarahan hebat
 Etiologi:
 Respon inflamasi sistemik  aktivasi sitokin dan koagulasi
(sepsis atau major trauma)
 Pelepasan materi pro-koagulasi ke dalam darah (cancer, obstetric
cases)
DIC
Pemeriksaan Laboratorium
 Trombositopenia
 Kadar fibrinogen menurun.
 Fibrin Degredation Products (FDP) meningkat  contoh:
D-dimer
 Thrombin time memanjang.
 Prothrombin time, activated partial thromboplastin time
memanjang pada sindrom akut.
 Ditemukan shcistocytes (pecahan/ kepingan eritrosit) pada
pemeriksaan mikroskopik.
Hemofilia
 Kekurangan faktor pembekuan darah yang
diturunkan secara sex-linked recessive pada
kromosom X
 Hemofilia A (80-85%)  defisiensi/disfungsi
faktor VIII
 Hemofilia B defisiensi/disfungsi faktor IX
 Hemofilia C  defisiensi/disfungsi faktor XI
Hemofilia
 Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu
hemartrosis, hematoma subkutan atau
intramuskular, perdarahan mukosa mulut,
perdarahan intrakranial, epistaksis, dan hematuria.
 Pemanjangan APTT dengan PT yang normal
menunjukkan adanya gangguan pada jalur intrinsik
sistem pembekuan darah
Von Wildebrand Disease
 Inherited bleeding disorder akibat
defisiensi/disfungsi von Willebrand factor (VWF)
 mempengaruhi platelet adhesion atau
menurunkan konsentrasi Faktor VIII
 Autosom dominan/resesif
 Isolated prolonged PTT atau normal
 Pemeriksaan VWF antigen; VWF ristocetin
cofactor activity; dan Faktor VIII
SLE – Diagnosis, Tatalaksana
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK Tata laksana
Kriteria SLE (≥4):  Gejala ringan:
 Malar rash
 NSAID - ibuprofen
 Discoid rash
 Hidroksiklorokuin
 Fotosensitivitas
 Steroid dosis rendah
 Ulkus oral/nasofaringeal
prednison 0,5 mg/kgbb/hari, sampai anti-
 Artritis nonerosif
dsDNA (-), tappering off 1-2 minggu
 Serositis
 Gejala berat (ginjal, hematologik, SSP)
 Proteinuria
 Kejang atau psikosis
 Steroid dosis tinggi\
 Anemia
Prednison 1-2mg/kgbb/hari (max 60-
80mg/hari) – 3-6minggu, tappering off 1-
hemolitik/leukopenia/limfopenia/trombositop
2 minggu
enia
 ANA (+)
 anti-ds-DNA, anti-Sm, antifosfolipid Abs (+)  Siklofosfamid/ Metotrexat
Osteoarthritis Rheumatoid Gout Arthritis
(OA) Arthritis (RA) (Gout)
1.Anamnesis
# Usia ≥ 50 tahun 20 – 40 tahun ≥ 40 tahun
# Jenis Kelamin ♀ ♀ ♂
# Etiologi Degeneratif Autoimun  Gang.metabolisme
Genetik purin  Genetik
# Faktor Risiko *Obesitas *Infeksi *Diet tinggi purin
*Gang. Metabolik *Stres
*Trauma
*Aktivitas >> pd
sendi yg terkena
(overuse)
*Angkat beban
berat
# Lokasi Sendi besar yg Sendi kecil pd *MTP digiti 1
menopang tubuh  ekstremitas atas & (PODAGRA)
Genu, Lumbal, Hip bawah *Ankle
# Jumlah Sendi CMC1, DIP, PIP *Bilateral simetris
*Uni-/Bilateral *Poliarthritis *Uni-/Bilateral
*Mono-/Oligoarthrit *Mono-/Oligoarthrit
# Inflamasi is + is
# Onset - Kronik, Eksaserbasi +
Kronik, Irreversible Akut Akut (<6 minggu)
#Kaku +, >30 menit
+ (pada pagi hari), -
<30 menit
Osteoarthritis Rheumatoid Gout Arthritis
(OA) Arthritis (RA) (Gout)
2. Pemeriksaan
Fisik + - -
# Krepitasi Terbatas Terbatas Terbatas
# ROM *Nodus Heberden *Swan Neck *Tofus
# Lesi Kronis *Nodus Bouchard *Boutonniere

3. Pemeriksaan *Erosi
Penunjang *Osteofit *Swan Neck *Tofus
# X-Ray *Penyempitan *Boutonniere *Kista
ruang sendi *Pembengkakan Subendokondrial
Jar.lunak RAT BITE LESSION
*Kista
Subendokondrial
*Leukositosis *Kristal MSU-
*Cairan sendi << *PMN >> MonoSodium
# Aspirasi Cairan *Protein >> Urat (+)
Sendi *Bakteri (-) Cttn: Kristal CPPD
Rheumatoid Factor (Calcium
(-) (+) Phyrophospat
# Seroimunologi Awal: NSAID/Steroid dihidrat) =
DEF: MTX pseudogout
(DMARD)
(-)
Perbedaan Gambaran Deformitas yang terjadi pada RA dan OA
Tatalaksana RA, OA dan Gout
TATA LAKSANA Gout
 Akut: NSAID atau kolkisin. Kalau
Artritis rematoid tidak berhasil, berikan kortikosteroid.
 Inisial: NSAID dan/atau  Pada keadaaan akut tidak boleh
diberikan alopurinol karena dapat
glukokortikoid menyebabkan eksaserbasi
 DMARD diberikan dalam  Kronik:
tiga bulan bila peradangan  Diet rendah purin
Hindari dehidrasi
terus menerus

 Profilaksis: kolkisin dosis rendah
 Antihiperurisemia (harus bersama
profilaksis dan min. 1 bulan setelah
Osteoartritis serangan terakhir): allopurinol atau
NSAID atau tramadol probenecid
Sumber: Harrison 17th
Management of RA
Ginjal Hipertensi
Gagal Ginjal Akut Etiologi
 Prerenal
 ↓ volume arterial efektif (syok,
CHF)
 Vasokonstriksi renal (NSAID,
Definisi gagal ginjal akut (not graded):
 Increase in Serum Creatinin by ≥ 0.3
ACEI/ARB)
 Sumbatan pembuluh besar
mg/dl (≥ 26.5lmol/l) within 48 hours; or
 Increase in SCr to ≥ 1.5 times baseline, (stenosis, trombosis)
which is known or presumed to have  Intrinsik
occurred within the prior 7 days;  Nekrosis tubular akut (iskemia
 Urine volume ˂ 0.5 ml/kg/h for 6 hours. atau toksin)
 Nefritis interstisial akut (alergi,
Tata laksana infeksi, infiltratif, autoimun)
 Atasi penyakit penyebab  Sumbatan pembuluh kecil
 Hati-hati dengan obat yang
(hipertensi)
diekskresikan lewat ginjal  Glomerulonefritis
 Awasi volume cairan tubuh, elektrolit,
 Postrenal  sumbatan
dan status asam-basa
 Sumbatan ureter
 Sumbatan di leher vesica
Staging AKI
Gagal Ginjal Kronik Penyebab
tersering:
hipertensi dan DM

 Crockoft Gault Equation


(pada wanita x 85%)
Gagal Ginjal Kronik (2)
Penunjang Tata Laksana
 Batasi Na (bila hipertensi), K, PO4, protein,
 DPL (anemia), AGD dan elektrolit
dan glukosa (pada DM)
(hiperkalemia, ↓HCO3-)  Kendalikan tekanan darah (sasaran
 Urinalisis (silinder eritrosit 
<130/80) dengan ACE-I/ARB
glomerulonefritis, silinder leukosit  NaCO3 untuk asidosis metabolik
 nefritis interstisial)  Asam folat dan B12 untuk anemia
 Formula Cockcroft-Gault:  CaCO3 untuk mencegah osteodistrofi akibat

 Pria: ([140-umur] × BB dlm kg)/(Cr hiperparatiroidisme


 Dialisis hanya jika ada uremia (ensefalopati,
serum × 72)
pericarditis, dll.)
 Wanita: Sama seperti pria, tapi x
0,85
 USG  Eritropoeti 50-150iu/kgbb/kali 3x seminggu
 Biopsi ginjal  Transfusi hb <6
 Tidak membaik dengan eritropoetin
Sindrom Nefrotik
Penunjang
Definisi Urinalisis: oval fat bodies
 Proteinuria
Tata laksana
 Hipoalbuminemia  Anak: diuretik, suplemen protein

 Edema (termasuk albumin), batasi Na,


prednison 2 mg/kgbb/hari (maks
 Hiperkolesterolemia 80mg/hari) diberikan sampai remisi
(proteinuria negatif 3 hari berturut-
turut) untuk sindrom nefrotik primer
 Dewasa: diuretik, suplemen protein,
batasi Na, atasi hiperlipidemia, ACE-
I/ARB untuk sindrom nefrotik sekunder
Kelompok sindrom nefrotik:
 SN non relaps: tidak pernah mengalami relaps setelah episode
pertama penyakit
 SN relaps jarang: mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam
periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali dalam periode 12 bulan
setelah pengobatan inisial.
 SN relaps sering: mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan
pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan.
 SN dependen steroid: dua relaps terjadi berturut-turut pada saat
dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah
pengobatan dihentikan
Sindrom Nefritik
Definisi Gejala dan tanda
 Hematuria  Hematuria (dengan silinder

 Edema eritrosit), proteinuria <3,5


g/hari, hipertensi, uremia,
 Hipertensi
azotemia, dan oliguria.
 Penurunan fungsi ginjal  Riwayat infeksi kulit atau faring

 Yang sering dibahas adalah Penunjang Titer ASTO


reaksi kompleks imun
pasca-infeksi streptokokus Tata laksana atasi penyakit yang
(GNAPS) mendasari
Infeksi Saluran Kemih (1)
Definisi Manifestasi klinis
 ISK non-komplikata: sistitis  Sistitis: disuria, urgensi,

pada perempuan tidak hamil frekuensi (gejala LUTS), urin


imunokompeten tanpa penyakit keruh, NT suprapubik, demam
struktural atau neurologik yang (-)
mendasari  Uretritis: mirip sistitis, tapi ada
 ISK komplikata: kencing nanah
 Prostatitis: demam, nyeri
 ISK atas pada perempuan
 ISK apapun pada pria atau perineum, NT prostat pada RT
perempuan hamil  Pielonefritis: demam tinggi,
 ISK dengan kelainan struktural nyeri pinggang, mual muntah,
atau imunosupresi nyeri ketok CVA
Infeksi Saluran Kemih (2)
Etiologi Tata laksana
 Non-komplikata: E. coli  Sistitis: fluorokuinolon atau
 Komplikata: E. coli, enterococci, cotrimoxazole PO selama 3 hari
pseudomonas (non-komp) atau 2 minggu (komp)
 Uretritis: C. trachomatis, N.  Uretritis: ceftriaxon 125 mg IM 1x

gonorrhoeae (untuk Neisseria) + doxycycline


2x100 mg PO atau azithromycin 1
g PO 1x (untuk Chlamydia)
Penunjang
 Prostatitis: fluorokuinolon atau
 Urinalisis: pyuria, bakteriuria
cotrimoxazole PO 2-4 minggu
 Urinalisis penting pada wanita
 Pielonefritis: ceftriaxone IV
hamil untuk mencari bakteriuria
selama 14 hari
asimptomatik
Hipertensi
Sumber: JNC 7
 ACE inhibitor (Captopril) : e.s. batuk kering -dapat
diganti dengan ARB (Valsartan)- dan hiperkalemia.
Obat hipertensi pilihan pada DM 1- ace & 2-arb dan
CKD. Kontraindikasi pada ibu hamil.
 HCT : e.s. Hipokalemia, Hiponatermia. Ikterik
Kontraindikasi relatif pada Gout, dislipidemia, dan DM.
 B-bloker (mis. Bisoprolol) : e.s bronkospasme.
Kontraindikasi pada asma dan AV blok.
 Obat hipertensi pada ibu hamil : Metildopa, nifedipine
Kardiologi
Unstable
NSTEMI STEMI
Angina
Trombus Sumbatan trombus  Oklusi trombos total
parsial/intermiten kerusakkan jaringan
dan nekrosis minimal
miokard
ST elevasi atau
Nonspesifik EKG ST depresi +/- LBBB baru pada EKG
T inversi

Enzim Jantung Peningkatan enzim Peningkatan enzim


normal Jantung Jantung
Perbedaan UA, STEMI & NSTEMI:

Sumber: Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. JAPI. 2012;59:19-25
Dasar Teori
 Henti jantung  sirkulasi darah berhenti karena
kontraksi jantung yg tidak efektif.
 Disebabkan:
 VF
 VT
 PEA
 Asistol
 Gambaran Klinis:
 Henti jantung
 Henti napas/gasping
 Tidak sadar
Pulseless Electric Activity (PEA) VT

Asystole
 EKG menunjukkan asistol  lakukan CPR atau
lanjutkan CPR.
 Shock (defibrilasi)  kontra indikasi pada asistol,
PEA, VT dengan nadi.
 Pemberian epinefrin dilakukan seiring dengan CPR
 Anamnesis keluarga dilakukan seiring dengan CPR
 Cek refleks batang otak dilakukan seiring dengan
CPR
 Keyword: DO LIFE SAVING FIRST

Sumber: ACLS 2013


No Segmen Jantung Lead EKG Pembuluh darah
yang mengalami
gangguan
1 Anteroseptal V1 – V3 LAD

2 Anterior V1 – V4 LAD
3 Anterior ekstensif V1 – V6 proximal left
coronary artery
4 Anterolateral V5 dan V6; I dan aVL left circumflex
coronary artery
5 Inferior II, III, avF right coronary artery

6 Posterior V7-V9 right coronary artery


PJB - Klasifikasi
Darah kaya O2 bocor, Penyakit Jantung Bawaan
Darah kaya O2 tercampur
beban jantung bertambah (PJB)
dengan miskin O2

Asianoti
Sianotik
k

Tanpa L-R ↑ aliran darah Aliran darah ↓ aliran darah


L-R Shunt
Shunt ke paru ke paru N ke paru
PDA AS TGA dgn
TGA tanpa PS ToF
ASD PS VSD Atresia Pulmoner
Truncus Arteriosus
VSD CoA Atresia Trikuspid
TAPVD
Hipertensi Urgensi
Obat Dosis Awitan
Kaptopril 6,25-50 mg oral atau sublingual 15 menit
Klonidin Awal per oral 0,15 mg, selanjutnya 0,15 mg 0,5-2 jam
tiap jam, dosis total 0,9 mg
Labetalol 100-200 mg per oral 0,5-2 jam
Furosemid 20-40 mg per oral 0,5-1 jam

Hipertensi Emergensi
Obat Dosis Awitan Lama Kerja
Furosemid 20-40 mg (hanya bila ada retensi 5-15 menit 2-3 jam
cairan)
Nitrogliserin Infus 5-100 mcg/menit 2-5 menit 5-10 menit
Diltiazem Bolus IV 10 mg (0,25mg/kgBB)
dilanjutkan infus 5-10 mg/jam
Klonidin 6 ampul dalam 250 ml cairan
infus, dosis titrasi
Nitropusid Infus 0,25-10 mcg/kgBB/menit Segera 1-2 menit
(maks 10 menit)
 Syok kumpulan gejala akibat perfusi selular tidak cukup 
asupan O2 tidak cukup utk metabolisme

 Syok kardiogenik  masalah pada: fungsi sistolik, diastolik,


preload (volume dan tekanan yang dialami ventrikel pada fase
akhir pengisian), afterload (tahanan yg harus dilawan ventrikel
untuk pengosongan), atau irama
 Syok hipovolemik  kekurangan cairan absolut
(diare, muntah, perdarahan) atau ekstravasasi
(syok dengue)
 Syok distributif  total cairan tubuh tidak
berkurang namun volume intravaskular relatif
tidak seimbang dengan kapasitas vaskular
misalnya pada anafilaksis, sepsis, dan neurogenik
 Obstruksi aliran  emboli paru, tamponade,
stenosis katup
 Tatalaksanasesuai penyebab masing-masing syok
 Obat vasoaktif dapat digunakan pada:
 Syok sepsis: dopamin, norepinefrin, dobutamin
 Syok spinal: dopamin, dobutamin
 Syok anafilaksis: epinefrin, dopamin, norepine

 Preliminary studies suggest that norepinephrine should be


the initial vasopressor. (Lam S, Cleveland Clinic Journal of
Medicine March 2013 vol. 80 3 175-184 )
 Dopamine & norepinephrine generally been considered
first-line ,vasopressor in patients with septic shock.
[
Epinephrine, vasopressin, and neosynephrine may be
useful second-line agents. Inotropic therapy with
dobutamine may also be necessary in myocardial
dysfunction (Medscape)
Katup mitral tidak membuka secara
maksimal
  Keyword:
 Bising diastolik, kemungkinan: stenosis mitral, stenosis
trikuspidal, regurgitasi aorta, atau regurgitasi pulmonal
 Lokasi bising berpusat di apex Katup mitral
 EKG didapat sumbu ke kanan (RAD) dan LAA (left atrium
abnormality) Tanda adanya hipertensi pulmonal
 Diagnosis: mitral stenosis (katup mitral tidak dapat membuka
maksimal)
 Katup mitral tidak menutup adekuat  mitral regurgitasi
 Katup trikuspid tidak membuka secara maksimal  trikuspid
regurgitasi
 Penyebab tersering stenosis mitral:Rheumatic fever
 Penyebab lain:
 congenital mitral valve stenosis, cor triatriatum, mitral annular
calcification, systemic lupus erythematosus, rheumatoid
arthritis, left atrial myxoma, dan infective endocarditis with
large vegetations.
 Komplikasi:
 Cardiac Output menurun pada MS berat
 Hipertensi pulmonal, akibat:
 Tekananbackward akibat tingginya tekanan di atrium kiri
 Edema pada dinding pembuluh darah jaringan paru
 Hipertensi pulmonal lalu menyebabkan:
 Pembesaran Ventrikel Kanan
 Regurgitasi pulmonal dan tricuspid sekunder
 Gagal jantung kanan

Sumber: Harisson 17th


Bunyi jantung
 Sistolik: Selanjutnya perhatikan
 Regurgitasi mitral punctum maximum:
 Regurgitasi trikuspid  Mitral  apex
 Stenosis aorta  Trikuspid  ICS 4
 Stenosis pulmonal
 Diastolik
sternalis sinistra
 Aorta  ICS 2 sternalis
 Regurgitasi aorta
 Regurgitasi pulmonal dekstra
 Stenosis mitral  Pulmonal  ICS 2
 Stenosis trikuspid sternalis sinistra
Regurgitasi Mitral
 Keyword:
 Lokasi: ICS IV linea midclavicularis sinistra,
menjalar ke lateral kiri  katup mitral
 murmur sistolik di katup mitral  regurgitasi
 Diagnosis: mitral regurgitasi
Murmur Sistolik
 Systolic ejection murmur
 Stenosis aorta: Terdengar paling baik di area aorta (ICS 2-3)
menjalar ke arah leher
 Stenosis pulmonal: Paling baik di ICS 2-3 kiri, penjalaran bisa ke
arah leher atau bahu kiri, tidak seluas stenosis aorta
Murmur Sistolik
 Holosistolik murmur
 Regurgitasi mitral: Terdengar paling baik di apex
menjalar ke axilla kiri
 Regurgitasi trikuspid: Terdengar paling balik di linea
sternalis kiri bawah, menjalar ke kanan sternum
 VSD: Paling baik di ICS 4-6, tidak ada penjalaran ke
axilla
 Late systolic murmur
 Regurgitasi oleh prolaps mitral
Murmur Diastolik
 Early diastolik
 Regurgitasi aorta: Di linea sternal kiri ICS 3-4
 Regurgitasi pulmonal: Di area pulmonal
 Mid to late diastolik
 Stenosis mitral: Di apex
 Stenosis trikuspid: Di bawah sternum, dekat
prosesus xifoideus
Murmur Kontinu
 Pada Patent Ductus Arteriosus
Stable angina pectoris
 Keyword:
 Nyeri ulu hati, semakin sering bila pasien beraktivitas
ringan dan berkurang saat istirahat  nyeri khas jantung
(angina pectoris), berkurang saat istirahat (stabil)
 Diagnosis: Stable angina pectoris
 Unstable angina pectoris, ACS  nyeri tidak hilang
dengan istirahat
 Gastritis akut, ulkus duodenum  keluhan berhubungan
dengan makanan
 Angina  Nyeri dada akibat iskemia otot jantung
 Stable angina: nyeri saat aktivitas dan stress, membaik dengan
istirahat dan nitrogliserin
 Unstable angina
 Sindrom Koroner Akut (Unstable angina, NSTEMI, STEMI)
 Angina timbul > 20 menit
 Timbul saat aktivitas ringan
 Meningkat dalam intensitas, frekuensi, durasi
 Ada 3 kriteria nyeri tipikal angina pada angina stabil/Stable
angina: Nyeri dada substernal, semakin nyeri saat aktivitas,
hilang dengan istirahat/nitrogliserin

Sumber: ESC guideline 2006


MARKER JANTUNG
GAGAL JANTUNG
 Kriteria Framingham
 Mayor
 PND, JVP naik,S3gallop,Kardiomegali,Ronki,Edema
pulo (kongesti paru),CVP > 16 cmH20, Refluk
hepatojugularis, Penurunan BB (< 4,5 kg/5 hri)
 Minor
 Batuk malam, efusi, Takikardi > 120x/mnt,edema
tungkai, penurunan kapasitas vital
 Dx minimal 2 mayor atau 1 mayor 2 minor
 Gagal Jantung (GJ): kumpulan gejala sesak dan fatik
karena kelainan struktur atau fungsi jantung
 GJ sistolik: penurunan kontraksi jantung  curah
jantung menurun
 GJ diastolik: gangguan relaksasi dan pengisian ventrikel
 GJ kiri: kelemahan ventrikel kiri ↑ tekanan vena
pulmonal  sesak dan ortopnea
 GJ kanan: kelemahan ventrikel kanan  edema perifer,
hepatomegali, JVP ↑
Keywords: Demam, batuk, nyeri dada, mudah lelah sejak 5 hari
Penyakit Jantung Reumatik
lalu, pengguna jarum suntik.
Murmur (+).
Echo: vegetasi 1,5 cm di katup mitral
a. Rheumatic Heart RHD meurpakan komplikasi dari Rheumatic fever (RF).
Disease Gejala RF salah satunya Pharyngitis diakibatkan group A
beta-hemolytic streptococcal. Manifestasi RHD adalah
poliatritis, karditis, nodul subkutan, eritema marginatum,
korea Sydenham
b. Bacterial BE adalah Infeksi pada permukaan endokard jantung,
Endocarditis termasuk katup jantung,dan endokardium mural.
Etiologi: infeksi mikroorganisme yang masuk ke dalam
sirkulasi melalui infeksi fokal atau trauma, misal
pengguna jarum suntik. Staphylococcus aureus
bloodstream infections (BSI), meurpakan patogen
endokarditis.
Diagnosis PJR
 Kriteria mayor:
 Karditis  takikardia, murmur mitral regurgitasi, S gallop, pericardial friction rub,
3
dan kardiomegali
 Migratory polyarthritis
 Sydenham’s chorea
 Nodul subkutaneus
 Eritema marginatum
 Kriteria minor:
 Suhu tinggi
 Sakit sendi (artralgia)
 Riwayat pernah menderita DR/PJR
 Lab: reaksi fase akut
 Ditambah bukti-bukti adanya suatu infeksi Streptococcus sebelumnya yaitu hapusan
tenggorok yang positif atau kenaikan titer tes serologi ASTO
 Bila terdapat adanya infeksi Streptococcus sebelumnya maka diagnosis DR/PJR atas
adanya:
 Dua gejala mayor atau
 Satu gejala mayor dengan dua gejala minor
 GejalaEndokarditis:
Demam, sesak napas, batuk, nyeri dada, mual, muntah,
penurunan berat badan, nyeri otot atau sendi, murmur jantung,
pembesaran limpa, stroke emboli, perdarahan intrakranial, dll.
 Echocardiography dapat menujukkan vegetasi pada katup
 Tata laksana:
 Endokarditis: Penicillin G/ceftriaxone, dan
tatalaksana suportif
 Penyakit Jantung Reumatik: aspirin, steroid,
antibiotik (kalau positif), obat-obat gagal jantung
(kalau ada)
 Miokarditis:biasanya virus, ada peningkatan
troponin, CK, atau CK-MB. Ditemukan juga
peningkatan CRP dan LED.
Characteristic/
Pericarditis Myocardial infarction
Parameter
Sharp, pleuritic, retro-sternal (under Crushing, pressure-like, heavy
Pain description the sternum) or left precordial (left pain. Described as "elephant on
chest) pain the chest."

Pain radiates to the trapezius ridge


Pain radiates to the jaw, or the
Radiation (to the lowest portion of the scapula
left or arm, or does not radiate.
on the back) or no radiation.
Exertion Does not change the pain Can increase the pain
Pain is worse in the supine position
Position Not positional
or upon inspiration (breathing in)
Sudden or chronically
Sudden pain, that lasts for hours or worsening pain that can come
Onset/duration sometimes days before a patient and go in paroxysms or it can
comes to the ER last for hours before the patient
decides to come to the ER

Friction rub on the left lateral


Auscultation Not specific
sternal border
Pulmonologi
TB Paru – Klasifikasi Pasien
Klasifikasi kasus TB berdasarkan Hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau
riwayat pengobatan sebelumnya (tipe kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan
pasien):
 Kasus baru
 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain
Belum pernah diobati dengan OAT atau sudah untuk melanjutkan pengobatannya
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau
 Kasus lain
negatif. Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas, seperti yang:
 Kasus kambuh (Relaps)
i. tidak diketahui riwayat pengobatan
Belum pernah mendapat pengobatan TB dan sebelumnya,
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA ii. pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil
positif (apusan atau kultur) pengobatannya,
iii. kembali diobati dengan BTA negative.
 Kasus setelah putus berobat
(Default )
Telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif
 Kasus setelah gagal (Failure)
TB Paru – Tatalaksana
Paduan OAT lini pertama
 Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
 Pasien baru TB paru BTA positif.
 Pasien baru TB paru BTA negatif foto toraks positif
 Pasien baru TB ekstra paru
 Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
 Pasien kambuh
 Pasien gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
 Kategori Anak (2RHZ/4RH)
 OAT Sisipan (RHZE)
TB Paru – Algoritme tambahan
Jangan lupa diberikan tambahan cotrimoxazole  profilaksis PCP
Pasien TB hamil dengan CD4 < 350/mm3 harus segera memulai pengobatan ARV
Pendekatan Klinis – Efusi Pleura,
Pneumotoraks & Atelektasis

Palpasi
Inspeksi Perkusi Auskultasi
(fremitus)

Sisi sakit
Efusi pleura Melemah Redup Menurun
tertinggal

Trakea terdorong
Pneumotoraks Melemah Hipersonor Menurun
ke sisi sehat

Trakea tertarik ke
Atelektasis Melemah Redup Menurun
sisi sakit
PPOK
PPOK adalah penyakit paru kronik yang DIAGNOSIS
ditandai oleh hambatan aliran udara di Anamnesis
 Riwayat merokok, batuk berulang produktif,
saluran napas yang bersifat progresif dan
sesak napas
nonreversibel atau reversibel parsial.
Pemeriksaan Fisis
PPOK terdiri atas: Inspeksi
 Pursed - lips breathing
 Bronkitis kronik: Batuk kronik
 Barrel chest
berdahak minimal 3 bulan dalam  Penggunaan otot bantu napas
setahun, sekurang-kurangnya dua Palpasi
tahun berturut-turut, tidak disebabkan  Fremitus melemah, sela iga melebar

penyakit lainnya. Perkusi


 Hipersonor
 Emfisema: Pelebaran rongga udara
Auskultasi
distal bronkiolus terminal disertai  Vesikuler normal atau melemah

kerusakan dinding alveoli.  Ronki, mengi, dan/atau ekspirasi memanjang


PPOK
DIAGNOSIS TATA LAKSANA
 Utama: bronkodilator
Pemeriksaan Penunjang  Kalau perlu: terapi oksigen, kortikosteroid,

 Spirometri: VEP1/VEP1 antibiotik


 Tidak rutin: antioksidan, mukolitik, antitusif
prediksi <80% atau
VEP1/KVP <75% Eksaserbasi akut
 Foto toraks: Adalah keadaan dimana terjadi:
 Sesak bertambah
 Hiperinflasi  Produksi sputum meningkat
 Hiperlusen  Perubahan warna sputum

 Diafragma mendatar Tata laksana sama dengan PPOK, tapi


ditambah obat yang belum diberi atau dosis
Keadaan di atas menunjukkan ditingkatkan
adanya emfisema
 Edema Paru Akut  timbunan cairan di pembuluh darah dan
parenkim paru akibat gagal jantung akut

 Gejala: sesak, kardiomegali, gallop, murmur, aritmia, ronki


basah bilateral paru, wheezing, akral dingin dan basah,
saturasi O2 <90%, batswing appearance pd rontgen dada.
Algoritme Syok/Edema paru akut
Efusi Pleura
 Adalah penumpukan cairan  Dua jenis efusi:
abnormal di ruang pleura karena  Transudat
produksi yang berlebihan atau  CHF

absorpsi yang kurang.  Perikarditis konstriktif


 Gejala: sesak napas, batuk, nyeri  Sirosis

dada  Eksudat
 Infeksi(pneumonia, TB)
 Ro toraks: sudut costofrenikus
 Keganasan
tumpul  Emboli paru
 Membedakan transudat dan
 Penyakit vaskular kolagen (RA,
eksudat dengan torakosentesis SLE)
diagnostik  Penyakit GI (pankreatitis, ruptur
esofagus, abses abdomen)
Efusi Pleura
 Kriteria Light  eksudat apabila:  Tata laksana
 Rasio protein pleura:serum >0,5  Bila simptomatik, lakukan
 Rasio LDH pleura:serum >0,6 torakosentesis terapeutik
 Kadar LDH pleura > 2/3 kadar  Transudat biasanya asimptomatik
normal tertinggi serum (200 IU/I) dan sembuh sendiri jika penyakit
Bila hasil meragukan (mis. penyebabnya ditatalaksana
memenuhi kriteria Light tapi pasien  Bila penyebabnya infeksi,
ada CHF atau sirosis) periksa antibiotik saja cukup, kecuali jika
gradien kadar albumin serum – luas (>1/2 hemitoraks) atau
empiema
pleura  eksudat bila <1,2 g/dl
 Pleurodesis untuk efusi refrakter
akibat keganasan
Pneumotoraks – Definisi, Gejala
Klinis, Diagnosis & Tatalaksana
 Adanya udara di dalam kavitas  Tata laksana
pleura  Pneumotraks spontan primer
 Gejala: sesak napas dan nyeri atau iatrogenik: aspirasi jarum
sederhana
dada akut  Pneumotoraks spontan
 Bila ada hipotensi, hipoksia, sekunder/traumatik:
trakea terdorong ke sisi yang pemasangan chest tube dan
sehat, atau takikardia  WSD
tension pneumothorax  Tension pneumothorax:
 Ro toraks: radiolusensi, dekompresi jarum darurat,
terlihat gambaran avaskuler dilanjutkan dengan
dengan pleural line pemasangan chest tube dan
WSD
Atelektasis
 Adalah kolapsnya paru (atau  Gejala: sesak napas dan
berkurangnya volume paru)
nyeri dada
akibat:
 Obstruksi (benda asing,
 Ro toraks:
mukus, atau tumor di bronkus  Opasifikasi
atau bronkiolus)
 Non-obstruksi
 Hilus tertarik ke sisi
 Relaksasi [efusi pleura, yang sakit
pneumotoraks]  Tata
 Kompresi [tumor]
laksana bisa medis
 Adesi [defisiensi surfaktan] atau bedah, tergantung
 Sikatriks [bekas TB] penyebabnya
Luluh Paru & Giant Bullae
Luluh paru (destroyed lung) Giant bullae (bula raksasa)
 Fibrosis berat pada salah  Bula adalah kantung berisi udara
dengan ukuran > 1cm. Bula
satu paru, umumnya merupakan sebuah komplikasi dari
akibat TB yang tidak emfisema.
diobati dengan adekuat  Bula raksasa adalah bula yang
ukurannya mencapai 30%
 Bisa menyebabkan
hemitoraks atau lebih. Bula seperti
hipertensi pulmonal ini dapat mengganggu proses
 Tata laksana: ventilasi-perfusi di jaringan alveolus
normal.
pneumektomi  Tata laksana: bulektomi
Pnemonia
 Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia
yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat dirumah
sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi
sebelum masuk rumah sakit.
 Ventilator associated pneumonia(VAP) adalah
pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah
pemasangan intubasi endotrakeal.
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah:
 Frekuensi napas > 30/menit
 Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
 Tekanan sistolik < 90 mmHg
 Tekanan diastolik < 60 mmHg
 Pneumonia pada pengguna NAPZA

 Kriteria perawatan intensif : Penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi
mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg,
foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan
merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
Menurut kriteria dariThe Centers for DiseaseControl (CDC-
Atlanta),diagnosis pneumonianosokomial adalah sebagai
berikut :
1.Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah
sakit dan menyingkirkan semuainfeksi yang inkubasinya
terjadipada waktu masuk rumah sakit
2.Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
 Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
 Ditambah 2 diantarakriteria berikut:
- suhu tubuh > 38oC
 - sekret purulen
 - leukositosis
3511. Terapi Ab Pneumonia

Anda mungkin juga menyukai