Buku Peta
Buku Peta
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
S a m b u ta n
dan
Teknologi
Assalamualaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh
Pengembangan Sistem Peringatan Dini tsunami di Indonesia
merupakan upaya yang terintegrasi antara pemerintah pusat, pemerintah
provinsi/kabupaten dan kota, masyarakat dan pemangku kepentingan
terkait. Sistim tersebut terdiri dari komponen Struktur dan Komponen
Kultur.
Komponen Struktur meliputi pembangunan dan pengembangan
infrastruktur berteknologi tinggi untuk mendeteksi kejadian gempa,
potensi tsunami sampai menyebarkan peringatan potensi tsunami ke
pemangku kepentingan terkait termasuk diantaranya pemerintah daerah,
disamping pengembangan kapasitas institusi terkait. Pembangunan dan
pengembangan komponen ini merupakan tanggung jawab pemerintah
pusat termasuk didalamnya 16 institusi nasional yang tergabung antara
lain Ristek, Menko Kesra, BMG, DEPDAGRI, DEPLU, ESDM, DEPHUB,
KLH, DKP, DEKOMINFO, BAPPENAS, BNPB, BPPT, BAKOSURTANAL,
LAPAN, LIPI dan ITB serta stakeholder terkait.
Komponen Kultur meliputi peningkatan kapasitas pemerintah
daerah untuk menyebarluaskan peringatan dini dan perintah evakuasi
kepada masyarakat termasuk didalamnya menyiapkan atau membangun
infrastruktur penunjang peringatan/perintah evakuasi, prosedur dan
jalur evakuasi. Dalam komponen ini, juga tercakup pembangunan dan
peningkatan kesiapsiagaan aparat pemerintah daerah dan masyarakat
untuk proses evakuasi dan penanganan tanggap darurat.
i
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
Salah satu indikator tingkat kesiapsiagaan pemerintah dalam
menghadapi bahaya bencana tsunami baik itu di tingkat provinsi, kota
maupun kabupaten, adalah tersedianya peta jalur evakuasi dari bahaya
tsunami. Peta jalur evakuasi ini merupakan petunjuk bagi masyarakat
untuk menyelamatkan diri dari bencana tsunami dengan cara mengikuti
petunjuk rambu-rambu yang telah dipasang sampai ke tempat evakuasi
yang telah ditentukan. Mengingat pentingnya peta jalur evakuasi tersebut,
maka dibuatlah Buku Pedoman Pembuatan Peta Jalur Evakuasi Bencana
Tsunami ini untuk dijadikan pedoman bagi Pemerintah Provinsi/Kabupaten/
Kota diseluruh Indonesia, khususnya bagi daerah-daerah di Indonesia
yang rawan tsunami.
Akhir kata kami sampaikan semoga pedoman ini dapat
memberikan manfaat dalam meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan
pemerintah daerah dalam menghadapi bencana khususnya bencana
tsunami.
Wassalamualaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh
Jakarta, Oktober 2007
Kusmayanto Kadiman
ii
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
Kata Pengantar
Pedoman Pembuatan Peta Jalur Evakuasi Bencana Tsunami
dibuat secara sederhana sehingga mudah diikuti oleh pengambil
keputusan dan pemangku kepentingan. Diharapkan melalui pedoman
ini, berbagai pemerintah provinsi, kota dan kabupaten yang memiliki
kawasan rawan tsunami dapat segera menyiapkan peta jalur evakuasi
sebagai bagian dari perencanaan pembangunan.
Perlu diketahui, selain akibat langsung oleh bencana, korbanpun
dapat jatuh akibat kepanikan selama evakuasi. Selain itu, pertolongan
dan distribusi bantuan terhambat, dapat pula diakibatkan oleh
tersebarnya pengungsi sehingga dapat pula merenggut korban jiwa
yang tidak perlu.
Dengan adanya peta jalur evakuasi yang tersosialisasikan
dengan baik, dimasa depan diharapkan korban jiwa, kepanikan,
dan ketegangan massa dapat dikurangi dan proses pencatatan serta
pemulihan korban dapat segera dilakukan. Siapnya jalur evakuasi dan
tempat aman untuk evakuasi yang disepakati merupakan bagian dari
upaya kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat dalam mengantisipasi
bencana dan menekan jumlah korban akibat bencana sesuai dengan
semangat UU PB no. 24/2007.
Pedoman Pembuatan Peta Jalur Evakuasi Bencana Tsunami
dibuat dengan melibatkan banyak pihak baik langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya. Akhir kata kami sampaikan
iii
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
iv
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
DAFTAR ISI
SAMBUTAN i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan dan Sasaran 2
II. DASAR PEMIKIRAN 2
III. PETUNJUK UMUM 3
IV. PETUNJUK TEKNIS 5
A. Tahap Pengumpulan Data 6
B. Tahap Studio 6
C. Tahap Rancangan Peta Awal 7
D. Tahap Pengamatan Lapangan 7
E. Tahap Rancangan Peta Akhir 8
F. Tahap Disain Peta dan Produk 8
G. Tahap Sosialisasi 8
V. ASPEK LEGAL 9
PENUTUP 9
Contoh Peta 10
v
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Menurut catatan sejarah telah banyak peristiwa tsunami melanda kawasan pantai di Indonesia. Catatan tertua
adalah pada abad ke-16 di kawasan Maluku, abad ke-17 di kepulauan Mentawai kemudian pada 1852 di
sekitar Laut Banda (Supartoyo, 2004). Kejadian gempa besar disertai tsunami pada 1797, 1799 dan 1833 yang
terjadi di Kepulauan Mentawai telah dibuktikan secara ilmiah (Natawidjaja, et al., 2005) sedangkan tsunami di
kawasan Selat Sunda terjadi akibat letusan besar Gunung Krakatau pada 1883 sudah menjadi pengetahuan
umum. Pada abad ke-20 berbagai peristiwa gempa bumi yang menimbulkan tsunami (Surono dan Putranto,
2006) melanda kawasan Indonesia tercatat pada 1907 (Simeulue), 1992 (Flores), 1994 (Banyuwangi), 1996
(Biak), 1998 (Palu), 2000 (Banggai), 2004 (Banda Aceh, Simeulue, Nias) dan pada 2006 (Pangandaran).
Sejak Desember 2004 sampai Maret 2007, selain gempa dan tsunami Bengkulu pada September 2007,
kerugian akibat bencana gempa dan tsunami di Indonesia mencapai 80 trilyun rupiah, 172.136 orang
meninggal dunia dan 321.719 rumah hancur (BAPPENAS, 2007). Pada tahun 2005, menurut World Disaster
Reduction Campaign-UNESCO, Indonesia termasuk dalam peringkat ke-7 sebagai negara paling sering
dilanda bencana alam.
Berbagai bencana alam melanda berbagai daerah di Indonesia antara lain gempa bumi, tsunami, letusan
gunung berapi, banjir, banjir bandang, kekeringan, badai laut, angin puting beliung dan terakhir bencana
gunung lumpur Porong telah menjadikan Indonesia seperti Laboratorium bencana alam. Hasil-hasil
pembangunan di kawasan bencana lenyap dalam sekejap, dengan tingkat kerugian dan jumlah korban yang
demikian tinggi telah menyadarkan bahwa lingkungan dimana kita tinggal sangat rentan terhadap bencana
dengan resiko sangat tinggi.
Besarnya korban yang jatuh akibat tsunami di Aceh dan juga di Pangandaran merupakan pelajaran dan
indikasi bahwa kita tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tsunami dan juga keterampilan dalam
menyelamatkan diri dari bencana tsunami. Trauma akibat peristiwa tsunami di Aceh sangat membekas
1
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
terutama dalam komunitas masyarakat pesisir. Beberapa kali terjadi gempa di laut seperti di Siberut (2005)
telah menimbulkan kepanikan masyarakat kota Padang, gempa pada 2007 di Laut Maluku telah membuat
panik warga Manado dan gempa Bengkulu (September 2007) juga telah membuat kepanikan warga Bengkulu
serta warga Kota Padang.
Belajar dari berbagai kejadian tersebut di atas diketahui bahwa masyarakat yang dalam keadaan panik,
mengungsi dengan tidak terarah sehingga menimbulkan kekacauan dan mungkin bisa menimbulkan korban.
Kepanikan dan trauma menyebabkan banyak penduduk berlari beberapa kilometer dari garis pantai karena
mereka tidak mengetahui arah pengungsian, juga tidak mengetahui informasi daerah aman atau tempat
pengungsian yang harus dituju.
2
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
jalur evakuasi berisi petunjuk evakuasi dari daerah rawan tsunami ke tempat aman. Dalam pedoman ini
hanya diulas lebih rinci tentang evakuasi horisontal (menjauh dari garis pantai) menuju tempat aman dan
sedikit dibahas evakuasi vertikal (penyelamatan menuju gedung tinggi terdekat). Peta jalur evakuasi harus
bersifat sederhana, mudah dibaca dan dimengerti oleh semua kalangan atau kelompok masyarakat, baik
penduduk setempat maupun pendatang atau wisatawan untuk daerah wisata bahari. Peta jalur evakuasi
bersifat dinamis disesuaikan dengan informasi yang tersedia yang kemudian dapat disempurnakan lagi
sesuai dengan informasi kerentanan terhadap bencana, perkembangan tata ruang kota dan tingkat kepadatan
populasi. Di lapangan, peta jalur evakuasi harus dilengkapi dengan rambu-rambu petunjuk menuju tempat
aman atau tempat evakuasi yang mudah dikenal dan jelas terlihat (lihat Pedoman Pembuatan Rambu
Evakuasi Tsunami).
Dalam jangka panjang, suatu kawasan rawan tsunami harus memiliki beberapa tempat evakuasi permanen
dilengkapi sarana sanitasi, fasilitas kesehatan dan depo logistik, untuk melengkapi peta jalur evakuasi. Tempat
evakuasi permanen selain dapat berbentuk bangunan, dapat pula berupa lapangan atau ruang terbuka yang
dinyatakan aman terhadap bencana tsunami. Dalam suatu peristiwa bencana tsunami, lapangan tersebut
langsung dapat dialih fungsikan menjadi tempat evakuasi.
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah pendidikan keterampilan dan peningkatan pengetahuan masyarakat
untuk kesiapsiagaan mengantisipasi bencana tsunami pada masa depan. Sosialisasi jalur dan tempat
evakuasi perlu dilakukan sehingga masyarakat mengenal dan mengetahui arah mana terdekat ke tempat
aman.
berasal dari peta kerawanan bencana gempa hasil penelitian ITB, Badan Geologi (BG)-DESDM, LIPI, LAPAN,
BPPT, BAKOSURTANAL dan DKP. Informasi tersebut perlu dilengkapi dengan catatan sejarah tsunami baik
berupa informasi catatan ilmiah, cerita rakyat, atau hasil penelitian paleotsunami oleh LIPI atau BG. Dalam
tahap ini, pemerintah setempat dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi setempat maupun unsur lain
dalam masyarakat yang terkait dengan kebencanaan.
Setelah mengetahui potensi gempa dan sejarah tsunami, diperlukan pemodelan tsunami, baik berupa
pemodelan penjalaran gelombang (run-up) tsunami maupun pemodelan inundation (daerah rendaman)
tsunami. Pemodelan ini bisa dikonsultasikan dengan pihak ITB, BPPT, LIPI atau DKP. Informasi tersebut
sangat penting untuk membuat zonasi daerah sangat rawan, bahaya maupun aman terhadap tsunami.
Dalam pedoman ini, untuk pembuatan peta jalur evakuasi secara cepat, pembagian zonasi kerawanan
mempergunakan garis ketinggian (kontur) permukaan tanah untuk dijadikan acuan, seperti dapat dilihat pada
tabel di bawah.
Garis Ketinggian
Kawasan
1-5 meter
AWAS
5-10 meter
WASPADA
10-15 meter
AMAN SEMENTARA
>15 meter
AMAN
Bilamana dirasa diperlukan untuk menyediakan tempat evakuasi sementara berupa bangunan tinggi
(evakuasi vertikal) di kawasan berbahaya terutama untuk daerah yang sangat landai, maka diperlukan lebih
banyak informasi berupa kondisi bangunan (ketahanan terhadap gempa), potensi likuifaksi dimana bangunan
terletak dan analisa kelayakan bangunan menghadapi tsunami (dasar bangunan tidak masif, berlantai lebih
dari satu, panjang bangunan tidak sejajar pantai).
4
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
Dalam suatu peristiwa tsunami, terutama tsunami yang bersifat lokal, bukan tsunami jauh, air laut akan
menyapu pantai dalam waktu kurang dari 1 (satu) jam (rata-rata dalam kisaran antara 20-45 menit) setelah
gempa besar di laut terjadi. Selain merendam kawasan pantai yang landai, air laut akan mengalir ke arah
daratan melalui sungai-sungai atau
jaringan pembuangan air. Perlu dipahami bahwa air laut dalam peristiwa tsunami tidak hanya berupa aliran
air laut tetapi bercampur dengan berbagai material endapan sedimen permukaan laut, sampah, reruntuhan
rumah seperti bambu, balok kayu/bambu maupun rongsokan sarana transportasi, sehingga upaya paling
penting adalah menghindarinya dengan berlari ke tempat tinggi.
Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun atau merancang peta jalur evakuasi adalah sebagai berikut.
Jalur evakuasi dirancang menjauhi garis pantai dan menjauhi aliran sungai. Prioritaskan bagi penduduk dari kawasan
1 dan 2 (lihat tabel I).
Jalur evakuasi disarankan tidak melintasi sungai atau jembatan
Supaya tidak terjadi penumpukan massa, dibuat beberapa jalur evakuasi paralel. Prioritaskan daerah pantai yang
terbuka tanpa pepohonan penutup (nyiur, cemara pantai, mangrove) atau tanpa batu karang maupun gumuk
pasir.
Di daerah berpenduduk padat, dirancang jalur evakuasi berupa sistim blok yang dibatasi oleh aliran sungai, dimana
pergerakan massa setiap blok tidak tercampur dengan blok lainnya untuk menghindari kemacetan
Di daerah terlalu landai dimana tempat tinggi cukup jauh, dibuat sistim kawasan aman sementara berupa bangunanbangunan yang direkomendasikan aman sebagai tempat evakuasi sementara (evakuasi vertikal)
Dalam setiap jalur evakuasi diperlukan rambu-rambu evakuasi untuk memandu pengungsi menuju tempat aman
5
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
Peta topografi berupa lembaran peta atau peta digital (BAKOSURTANAL), atau bilamana diperlukan lebih
detil harus dilakukan pemetaan tersendiri.
Citra satelit bila memungkinkan sebagai pilihan, citra satelit Ikonos. (LAPAN, BAKOSURTANAL)
Untuk daerah yang sama sekali belum mempunyai data peta topografi dapat memakai peta kelurahan/
kabupaten/kota
Peta jaringan jalan, sungai dan jembatan serta sebaran bangunan (dari
Dinas PU / Kimpraswil/Bappeda)
10
Peta potensi gempa, modeling tsunami (run-up dan rendaman) atau zonasi ketinggian.
B. Tahap Studio
Selama kegiatan studio dilakukan:
1
Pengolahan data peta dasar (topografi, citra satelit atau peta kelurahan/kota/kabupaten) menjadi peta dasar
dengan sekala yang mudah dibaca masyarakat pada umumnya. Peta tersebut di dalamnya memuat semua
informasi yang dipersiapkan dalam kegiatan tahap A. Antara lain memuat informasi garis ketinggian, zonasi
kerawanan tsunami, jaringan jalan, nama desa, nama bukit, gedung penting sebagai pengenal, jaringan
sungai dan jembatan.
Pencantuman nama-nama gedung, bangunan atau lapangan, markas TNI/Polisi, kantor camat/desa,
pelabuhan, lapangan terbang, monumen perlu dicantumkan untuk orientasi dan kepentingan tanggap
darurat.
6
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
Perlu pencantuman arah utara dan sekala garis untuk memudahkan orientasi masyarakat dan perhitungan
jarak menuju tempat evakuasi
Peta jaringan tegangan tinggi atau bangunan tinggi atau kawasan industri perlu dicantumkan karena akan
dianggap daerah atau jalur yang harus dihindari
Menjauhi garis pantai atau kawasan industri bila ada, dan keluar dari daerah rawan tsunami menuju tempat
aman terdekat.
Jalur evakuasi diupayakan menghindari melintasi sungai atau melewati jembatan, mendekati telaga, danau
atau situ
Jalur evakuasi dibuat sistim blok atau zonasi untuk menghindari penumpukan massa pengungsi.
Peta jalur evakuasi dilengkapi dengan disain awal penempatan rambu evakuasi. Bila mungkin, setiap rambu
memiliki warna tiang berbeda sesuai dengan blok atau zonasi yang sudah disepakati.
Tersedianya tempat akhir evakuasi ditempat aman terdekat atau bangunan yang memiliki rekomendasi sebagai tempat evakuasi sementara. Tempat evakuasi dapat berupa lapangan atau tempat terbuka lainnya
untuk memudahkan pertolongan, distribusi bantuan dan pencatatan.
Pengamatan seluruh kawasan pantai dan pesisir yang sangat rawan bencana tsunami
Menyelusuri semua jalur jalan yang dirancang untuk jalur evakuasi. Pada kesempatan ini ditambahkan
informasi yang penting seperti nama jalan, nama tempat, gedung, kantor pemerintahan, lapangan terbang,
markas TNI/Polri, bukit, nama desa yang sangat dikenali masyarakat untuk dipakai sebagai pengenal atau
orientasi.
7
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
Mencari lapangan terbuka di kawasan aman sebagai tempat evakuasi atau mengamati bangunan tinggi
yang terletak di kawasan bahaya sebagai tempat evakuasi sementara (evakuasi vertikal). Bangunan tersebut
harus mendapat rekomendasi dari instansi berwenang
Mengusulkan tempat-tempat pemasangan rambu evakuasi untuk memudahkan memandu massa pengungsi
menuju tempat evakuasi
Menentukan jalur jalan paling mungkin dan aman sebagai jalur evakuasi menuju tempat evakuasi
Memberi tanda jalur jalan yang tidak boleh dilewati misalnya di bawah tegangan tinggi, jembatan, situ,
telaga atau sungai atau bangunan tinggi yang tidak aman
Semua informasi penting dari pengamatan lapangan secara proporsional digambarkan pada peta. Walaupun demikian peta harus tampil sederhana, menarik dan informatif.
Mengundang semua pemangku kepentingan terkait dengan kebencanaan, peneliti kebencanaan, unsur
pemerintah, tokoh masyarakat maupun LSM terkait untuk evaluasi rancangan peta jalur evakuasi.
Semua masukan dijadikan bahan akhir finalisasi pembuatan peta jalur evakuasi.
G. Tahap Sosialisasi
Peta jalur evakuasi akan bermanfaat bila dipahami oleh penggunanya artinya oleh masyarakat luas. Oleh
sebab itu perlu disosialisasikan secara terus menerus melalui berbagai media baik media elektronik maupun
media cetak. Penyebaran peta baik berupa peta lipat, buku, atau poster ke berberbagai kalangan merupakan
8
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
salah satu cara untuk sosialisasi. Pada tahap sosialisasi bisa saja dilakukan kerja sama dengan banyak
pihak termasuk pihak swasta, industri atau insan pariwisata dengan semangat partnership. Peta evakuasi
sebaiknya menjadi hak publik sehingga dapat diperbanyak oleh siapa saja tentu saja dengan menyebutkan
sumber sehingga memudahkan dalam pertanggungjawaban.
V. ASPEK LEGAL
Keberadaan peta jalur evakuasi sebagai sarana kebutuhan masyarakat perlu dilindungi oleh Perda yang
dikeluarkan oleh pemerintah setempat. Peta jalur evakuasi, baik berupa flyer, poster, buku, baliho ataupun
billboardtersebut diharapkan bukan merupakan objek pajak karena tujuannya untuk keselamatan masyarakat
umum. Penggandaan dan penyebaran peta jalur evakuasi tersebut bukan hanya menjadi tanggungjawab
pemerintah saja tetapi dapat melibatkan pihak swasta, masyarakat atau donatur lainnya seperti yang
diharapkan dalam semangat UU PB no. 24/2007.
PENUTUP
Isi dari Pedoman ini bersifat dinamis yang akan diperbaiki bilamana diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Begitu pula dengan peta jalur evakuasi, bukan merupakan sesuatu produk
sekali jadi tetapi bersifat progresif yang harus terus menerus dilakukan evaluasi dan penyempurnaan untuk
kepentingan menyelamatkan dan menekan jumlah korban.
9
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
CONTOH PETA
1. Peta Evakuasi Pantai Kuta, Kabupaten Badung
10
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
11
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i
Kontak Person :
Dr. Pariatmono
Asisten Deputi Urusan Analisis Kebutuhan Iptek
Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek
Gedung II BPP Teknologi, lantai 6 Jl. M.H. Thamrin No. 8 Jakarta Pusat 10340
Telp (021) 3169169; Fax (021) 3101952
E-mail : pariatmono@ristek.go.id
Website : http://www.pirba.ristek.go.id
12
P e d o m a n P e m b u ata n P e ta J a l u r E va k u a s i B e n c a n a T s u n a m i