Anda di halaman 1dari 192

NASKAH AKADEMIK

PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN


PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
KOTA TEGAL
Disusun Oleh :
1

MUHAMMAD REZZA

( 8111412013 )

SILVIA KUMALASARI

( 8111412028 )

DINA VELAYATI

( 8111412052 )

DINAR BAHARI W

( 8111412059 )

MUHAMMAD SYIHABUDIN

( 8111412172 )

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas mata kuliah Perancangan
Undang-Undang tentang Naskah Akademik tentang Peraturan Daerah tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal.
Naskah Akademik sederhana ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Perancangan Undang-Undang, dalam penulisan naskah akademik ini, kami mengucapkan terima
kasih kepada:
1

Kepada orang tua kami yang senantiasa mendoakan kami, sehingga kami berhasil
menyelesaikan naskah akademik ini

Bapak Saru Arifin, S.H.,LLM selaku dosen pembimbing dan pengampu mata kuliah
Perancangan Undang-Undang yang telah memberikan bimbingan kepada kami.
Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan naskah

akademik ini sehingga naskah akademik ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami meyakini bahwa dalam penulisan naskah akademik ini masih banyak kekurangan
dan kekeliruannya, sehingga setiap tegur sapa dan kritik yang dimaksudkan untuk
menyempurnakan atau memperbaiki tulisan naskah akademik

ini disambut baik oleh kami

sebagai penulis. Semoga naskah akademik ini bermanfaat bagi mahasiswa dan pihak yang
berkepentingan. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Semarang, 16 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
2

HALAMAN JUDUL-------------------------------------------------------------------------------

KATA PENGANTAR------------------------------------------------------------------------------ ii
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------------------- iii
BAB I. PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1
1
2
3
4

Latar Belakang-----------------------------------------------------------------------------Identifikasi Masalah-----------------------------------------------------------------------Tujuan dan Kegunaan Kegiataan Penyusunan Naskah Akademik------------------Metode Penelitian --------------------------------------------------------------------------

1
14
15
18

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS--------------------------------- 21


2.1 Kajian Teoritis ----------------------------------------------------------------------------- 21
2.2 Kajian Terhadap Asas/Prinsip Terkait--------------------------------------------------- 36
2.3 Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan -------------------------------------------- 39
2.4 Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru ---------------------------------- 44
BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN TERKAIT ---------------------- 50
BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURUDIS------------------- 55
BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH ----------------------------------------------------------- 66
BAB VI. PENUTUP-------------------------------------------------------------------------------- 84
1 Kesimpulan---------------------------------------------------------------------------------- 84
2 Saran------------------------------------------------------------------------------------------ 87
DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------------------------------ 88
LAMPIRAN RANCANGAN PERDA KOTA TEGAL ------------------------------------- 90

BAB I
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Seiring dengan semakin meningkatnya masalah lingkungan hidup di
seluruh pelosok bumi yang terbentang dari lokal hingga global, langkahlangkah pencegahan timbulnya dampak negatif terhadap kerusakan sumber
daya alam dan lingkungan hidup menjadi semakin mendesak untuk ditempuh.
Penanggulangan dan pengendalian dampak negatif terhadap lingkungan hidup
serta isu keberlanjutan lingkungan hidup terasa tidak cukup dan kurang
efektif jika dilakukan pada saat kegiatan telah memasuki masa operasi dan
sepenuhnya hanya mengandalkan pendekatan teknologi.
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang
termaktub

dalam

melaksanakan

Pembukaan

pembangunan

Undang-undang

nasional

perlu

Dasar

1945.

memperhatikan

tiga

Dalam
pilar

pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil


Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun
1972 dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro
Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan
pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta
KTT

Pembangunan

Berkelanjutan

di

Johannesburg

Tahun

2002

yang

membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup. 1


1 Makalah dalam Seminar Nasional Dies UGM ke-58 Pembangunan Wilayah Berbasis
Lingkungan Di Indonesia di Yogyakarta, tanggal 27 Oktober 2007.

Dalam kondisi saat ini, ketika ancaman krisis daya dukung ekosistem
dan lingkungan hidup yang dihadapi Indonesia sangat nyata, maka legislasi
norma hukum lingkungan di tingkat daerah baik kota, kabupaten dan provinsi
sangat diperlukan seiring dengan ikhtiar di tingkat nasional maupun dunia
internasional untuk memperkuat demokrasi dan negara hukum, serta tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Seperti dikutip dari Laurence C. Smith, Might any of the four global
forces of demography, natural resource presure, globalozation and climate change
screech to a halt between now and 2050 thus ruining all of our best projections"
( Laurence C. Smith, 2011). Pemerintah daerah dalam hal ini Eksekutif dan
DPRD memegang peranan penting dan startegis dalam menghasilkan Perda
yang pro terhadap lingkungan, tidak tumpang tindih dan harmoni antar perda
maupun dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Kerusakan lingkungan cenderung meningkat akibat bertambahnya


penduduk dan upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam tanpa disertai
upaya pelestarian fungsi lingkungan. Akhirnya terjadi ketidak seimbangan
alam. Pertumbuhan penduduk dan pengambilan sumber daya alam yang jauh
melampaui daya dukungnya merupakan salah satu penyebabnya. Isu-isu
tersebut

berkembang

menjadi

permaslahan

lingkungan

yang

serius.

Pencemaran udara, sampah, kelangkaan air bersih, kerusakan lahan dan


hutan, longsor, banjir dan kekeringan merupakan masalah yang sudah
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dewasa ini.
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta
2 I Gusti Ayu Ketut Rachni Handayani, Pembentukan Peraturan Daerah Berbasis
Lingkungan dalam Rangka Mewujudkan Praktik-Praktik Good Governance di Daerah,
Jurnal Yustisia Edisi 85 Januari-April 2013. Hlm.2

pemanasanglobal yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan


iklim dan hal iniakan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup.
Untuk itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan
Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 merupakan ketentuan
kunci tentang diaturnya norma mengenai lingkungan di dalam konstitusi.
Secara berturutturut kedua Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28H ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin,bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Berdasarkan kedua Pasal tersebut di atas maka sudah jelas bahwa UUD
1945

juga

telah mengakomodasi

perlindungan

konstitusi

(constitutional

protection) baik terhadap warga negaranya untuk memperoleh lingkungan


hidup yang memadai maupun jaminan terjaganya tatanan lingkungan hidup
yang lestari atas dampak negatif dari aktivitas perekonomian nasional.
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap warga negara
berhak dan memperoleh jaminan konstitusi (constitutional guranteee) untuk
hidup dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk tumbuh
dan berkembang.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1
angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu
yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum. Pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan upaya
3

untuk melakukan tindakan pengawasan terhadap suatu aktivitas yang


dilakukan

oleh

setiap

orang

terutama

perusahaan-perusahaan

yang

menimbulkan dampak besar tehadap lingkungan. Dalam hal ini dampak


lingkungan hidup diartikan sebagai pengaruh perubahan pada lingkungan
hidup yng diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Oleh karena itu
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewajiban bagi
negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap
menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk
hidup lain.
Ketentuan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa
pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan

untuk

menjamin

keutuhan

lingkungan

hidup

serta

keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini


dan generasi masa depan.
Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi,
sosial, dan budaya serta perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian,
demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan
terhadap kearifan local dan kearifan lingkungan, sehingga lingkungan hidup
Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas
tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi

alam

kesejahteraan

manusia

itu

sendiri,

serta

kelangsungan

makhluk

hidup

lain.

perikehidupan,
Upaya

dan

pengelolaan
4

lingkungan

hidup

dan

upaya

pemantauan

lingkungan

hidup

adalah

pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak


berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Nomor 32 tahun 2009, disebutkan bahwa untuk mewujudkan kualitas
lingkungan hidup yang lebih baik, diperlukan adanya fungsi pengawasan,
pemantauan dan penyidikan. Pengawasan dan penyidikan merupakan salah
satu komponen penting dalam penegakan hukum baik hukum administrasi,
perdata maupun pidana.
Dalam melaksanakan pengawasan dan pemantauan kualitas lingkungan
hidup di daerah, Pemerintah Indonesia memiliki Pejabat Pengawas Lingkungan
Hidup Daerah yang disingkat dengan (PPLHD) seperti yang diamanatkan dalam
Undang- Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32
Tahun 2009 bahwa dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Walikota, atau
Bupati/Walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang
merupakan pejabat fungsional
Salah satu faktor penyebab terpenting yang perlu diperhatikan dalam
proses terjadinya perusakan lingkungan oleh manusia adalah faktor ekonomi.
Secara lebih khusus lagi adalah segi kerakusan manusia, dimana manusia
melakukan eksploitasi tak terbatas terhadap alam. Alam hanya dilihat sebagai
benda penghasil uang. Dunia sekarang ini berada dalam sistem ekonomi lama,
yaitu kapitalisme yang menjunjung tinggi keuntungan dan mengakibatkan
hilangnya nilai kebersamaan.
Sekarang ini diperlukan adanya perubahan sikap manusia secara
mendasar dalam memperlakukan alam. Perubahan itu adalah perubahan nilai,
dari nilai hubungan manusia dengan alam yang bersifat ekonomis ke nilai
5

hubungan yang dilandasi oleh sikap menghargaialam sebagai bagian dari


hidup manusia. Jadi berdasar pada nilai yang tidak melulu dan hanya
berorientasi keuntungan manusia. Maka diharapkan ada usaha untuk
menemukan suatu sistem ekonomi baru yang sungguh menghargai yang
lemah, yang nampaknya tak berperan dalam kehidupan di dunia ini.
Begitu baiknya alam ini hingga mampu menciptakan spesies-spesies
yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Di dalam alam juga tercipta
simbiosis-simbiosis. Tumbuhan, binatang dari yang paling kecil hingga yang
terbesardan manusia, terjalin dalam jaring-jaring rantai makanan. Masingmasing punya perannya sendiri dalam melestarikan alam ini. Semuanya
membentuk suatu komunitas yang saling tergantung. Inilah yang perlu
sungguh disadari manusia. Hewan, tumbuhan dan segala sesuatu bagian dari
ekosistem merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia.
Merusak dan membunuh mereka tanpa perhitungan berarti menghancurkan
manusia sendiri.
Sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber penting
bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumberdaya alam
menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat
dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya sehingga
pengelolaan sumberdaya alam harus mengacu pada aspek konservasi dan
pelestarian lingkungan.
Pesatnya pembangunan di berbagai sektor di Kota

Tegal, selain

meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga dapat menambah beban pada


lingkungan terutama akibat meningkatnya limbah padat, cair, gas serta
eksploitasi sumberdaya alam telah memberikan dampak pada semakin
berkurangnya daya dukung lahan dan lingkungan. Hasil pemantauan kualitas
6

lingkungan, memperlihatkan kondisi lingkungan di Kota Tegal menunjukkan


adanya kecenderungan penurunan kualitas lingkungan yang terjadi pada
beberapa wilayah kecamatan. Permasalahan lingkungan yang terjadi bervariasi
tergantung kondisi fisik daerah dan kerawanan terhadap suatu bencana.
Berbagai masalah lingkungan alam yang mengarah pada penurunan kualitas
lingkungan di Kota Tegal, seperti pencemaran (air, udara, dan anah), abrasi,
akresi, dan intrusi, serta longsor dan banjir selalu terkait dengan aspek air,
udara, lahan dan hutan, keanekaragaman hayati, serta pesisir dan laut.
Permasalahan lingkungan hidup sampai saat ini cenderung makin
bertambah seiring dengan kondisi kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun dan memprihatinkan. Kondisi ini ditandai dengan bencana alam
yang sering terjadi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan kelangkaan
air. Selain itu permasalahan lingkungan hidup yang menonjol dan penting
untuk segera mendapat pemecahan antara lain pencemaran yang meliputi
pencemaran kualitas dan penurunan kuantitas air, pencemaran udara dan
kerusakan

lingkungan.

Sumber

utama

pencemaran

lingkungan

adalah

kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan peternakan. Buangan limbah


berupa zat-zat pencemar atau logam-logam berat, sisa pestisida, sampahsampah rumah tangga, bahan pengawet menjadi permasalahan lingkungan.
Upaya pengendalian lingkungan hidup yang didasarkan pada daya dukung dan
daya tampung lingkungan harus terus dilakukan. Permasalahan kerusakan
lingkungan akan terus bertambah jika kemiskinan dan pengangguran belum
dapat diatasi. Upaya pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan
kemiskinan sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah 20112009, masing-masing 5,1 % dan 8,2 % sulit dicapai. Kondisi lingkungan hidup
(LH) di Kota Tegal saat ini cenderung mengalami penurunan kualitas. Berbagai
tindakan manusia yang tidak ramah lingkungan menyebabkan kerusakan7

kerusakan yang akhirnya menjadi salah satu ancaman bagi masyarakat.


Seperti kerusakan hutan akibat penebangan liar, pembuangan limbah
sembarangan atau penambangan galian C tanpa izin.
Kerusakan lingkungan juga bisa terjadi karena perubahan fungsi lahan
pertanian. Luas lahan sawah teririgasi di Kota Tegal pada tahun 2012 sebesar
49.623,00 Ha dan pada tahun 2013 sebesar 47.613,00 Ha dengan demikian
selama periode 2012-2013 terjadi penurunan luas sawah teririgasi sebesar
1,01 %. Luas lahan sawah tadah hujan di Kota Tegal pada tahun 2012 sebesar
13.643,00 Ha dan pada tahun 2013 sebesar 14.829,00 Ha dengan demikian
selama

periode

2012-2013

terjadi

penurunan

luas

lahan

pertanian

keseluruhan mengalami penurunan sebesar 0,33 %. Pada periode 2012-2013


luas hutan lindung di Kota Tegal seluas 1.371,30 Ha pada tahun 2012 hingga
2011, dan pada tahun 2013 luasnya bertambah menjadi 3.803,80 Ha. Luas
hutan suaka alam di Kota Tegal periode 2012-2013 relatif tetap yakni sebesar
48,50 Ha. Luas Hutan produksi tetap periode 2012-2011 sebesar 47.582,22 Ha
dan pada tahun 2013 turun menjadi 28.033,82 Ha. Hutan produksi terbatas
mulai terbentuk pada tahun 2013 seluas 17.521,80 Ha. Luas hutan rakyat di
Kota Tegal periode 2012-2013 sebesar 3.520,00 Ha, 3.833,00 Ha, 4.117,00 Ha,
4.117,00 Ha dan 1.482,00 Ha. Banyaknya lahan kritis dan kerusakan hutan
dapat memacu peningkatan pemanasan global yang menimbulkan dampak
berubahnya waktu musim hujan, musim kering dan meningkatnya suhu bumi
yang

berpotensi

menimbulkan

dampak

negatif

kehidupan

maupun

lingkungan.3
Pada tahun 2010 tercatat lahan kritis di Kota Tegal seluas 13.884 Ha
dan pada tahun 2013 luasnya mencapai 15.710 Ha dan semakin bertambah
3 Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tegal Tahun 2013

tiap tahunnya. Sementara itu upaya-upaya menangani lahan kritis melalui


reboisasi maupun penghijauan dirasa masih kurang. Pada periode 2012-2013,
luas lahan yang direboisasi di wilayah Kota Tegal sebesar 1.172,35 Ha, 906,20
Ha, 1.274,70 Ha, 1.580,90 Ha dan 1.089,70 Ha. Luas lahan penghijauan pada
tahun 2012-2013 adalah seluas 7.586,50 Ha, 7.709,50 Ha, 9.136,50 Ha,
10.086,50
memerlukan

Ha

dan

lahan

11.441,50
untuk

Ha.

tempat

Perkembangan

bermukim

dan

jumlah
melakukan

penduduk
aktivitas

kehidupan. Akibatnya terjadi daerah kumuh di perkotaan, lahan terbuka hijau


menjadi bangunan, lahan pertanian ( Tegalan dan sawah) menjadi daerah
industri dan perumahan. Masyarakat menebang pohon di daerah hulu dan
membangun rumah pada lereng kemiringan lebih dari 450 , akibatnya terjadi
bencana longsor pada tebing terjal dan banjir pada hilir sungai. Lemahnya
penegakan

hukum

lingkungan

dan

ringannya

sanksi

bagi

pelanggar

mengakibatkan sulitnya usaha pelestarian lingkungan.


Secara geografis Kota

Tegal memang rawan bencana alam. Wilayah

tersebut terbagi menjadi dua bagian yang rawan bencana, yakni wilayah
selatan dan utara. Wilayah selatan, rawan terhadap terjadinya bencana tanah
lonsor dan angin lisus. Faktor penyebab terjadinya longsor antara lain
banyaknya penebangan hutan secara liar. Hal itu mengakibatkan kawasan
perbukitan yang ada di sana tidak mampu menyerap air saat turun hujan.
Penduduk yang terus bertambah mengakibatkan tekanan yang besar
bagi lingkungan merupakan permasalahan sumberdaya manusia,pertambahan
penduduk mendorong ekonomi dan industri tumbuh pesat untuk memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat. Jumlah penduduk yang meningkat belum
diimbangi dengan lapangan kerja yang tersedia akan berakibat jumlah
pengangguran dan kemiskinan bertambah, kasus kejahatan semakin sering
terjadi, perubahan kondisi politik, dan perangkat hukum kurang ditegakkan.
9

Oleh sebab itu, lingkungan hidup Kota Tegal perlu dikelola secara baik dan
bertanggungjawab

agar

tetap

lestari

untuk

mendukung

perikehidupan

masyarakat Kota Tegal serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjamin


kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di Kota

Tegal maka perlu

melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dengan


meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, yang serasi,
selaras dan seimbang untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan
hidup yang meliputi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
mengakibatkan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup dan dapat mengancam kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lainnya, perlu dilakukan perencanaan, pengawasan, pemeliharaan,
pengendalian dan penaatan hukum dalam pemanfaatan lingkungan hidup.
Urusan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan urusan
wajib daerah, dan untuk itu dalam rangka mewujudkan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup diperlukan suatu peraturan daerah untuk
mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan
keadaan dan kondisi suatu daerah.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan
lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undangundang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undangundang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah
Propinsi

mempunyai

kewenangan

terutama

menangani

lintas
10

Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan


hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No
045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List
terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Menyikapi situasi tersebut, sejalan dengan amanat Undang Undang
nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, pemerintah daerah wajib membuat peraturan daearah yang mengatur
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk memastikan
bahwa

prinsip

pembangunan

berkelanjutan

telah

menjadi

dasar

dan

terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana


dan/atau program. Instrumen ini mencoba mengatasi kelemahan yang
diutarakan di atas. Kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan
akan lebih efektif dicegah bila sejak proses formulasi Kebijakan, Rencana dan
Program telah dipertimbangkan masalah lingkungan hidup dan ancaman
terhadap keberlanjutannya sesuai konsep sustainable development. Sejalan
dengan Otonomi Daerah, pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di
bidang

pengelolaan

sumber

daya

alam

dan

pelestarian

lingkungan

mengandung maksud untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam


pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta masyarakat inilah yang dapat
menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan sehingga pengelolaan ini
mampu

menjawab

tantangan

tersebut

diatas.

Mekanisme

peran

serta

masyarakat ini perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui


mekanisme demokrasi. Jadi dapat dikatakan bahwa salah satu strategi
pengelolaan lingkungan hidup yang efektif di daerah dalam kerangka otonomi
daerah adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
dan pelestarian lingkungan.
11

Keikutsertaan

pemerintah

dalam

kelestarian

lingkungan

hidup

Berdasarkan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab IV tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup Pasal 8 bahwa:
Pemerintah menguasai sumber daya alam dan dipergunakan sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat, beserta pengaturannya ada di tangan
pemerintah
Untuk

melaksanakan

ketentuan

sebagaimana

dimaksud

maka

pemerintah mengatur mengatur beberapa langkah diantaranya:


a

mengatur dan mengembangkan kebijakan dalam rangka pengelolaan

lingkungan hidup.
mengatur penyediaan,

peruntukan,

penggunaan,

pengelolaan

lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam


c

termasuk sumber daya alam genetika


mengatur system dan hubungan hukum antara perseorangan dan
atau subyek hukum lainnya. Serta perbuatan hukum terhadap

d
e

sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya genetika.


mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian lingkungan hidup
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu wewenang Pemerintah juga diatur dalam undang-undang

pasal 9 yang berisikan bahwa :


a

Pemerintah menetapkan kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan


hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai

agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.


Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu oleh instansi
pemerintahan sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masingmasing,

masyarakat,

memperhatikan

serta

keterpaduan

pelaku

pembangunan

perencanaan

dan

lain

dengan

pelaksanaan

kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.


12

Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan


penataan

ruang,

perlindungan

sumber

daya

alam

non

hayati,

perlindungan sumber daya alam buatan, konservasi sumber daya alam


hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan
perubahan iklim.
Di segi lain pemerintah juga memiliki beberapa kewajiban dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup peraturan ini dijelaskan dalam pasal 10,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1 mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan kesadaran dan
tanggungjawab

para

pengambil

keputusan

dalam

pengelolaan

lingkungan hidup.
2 mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan kesadaran
akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
3 mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan
antara

masyarakat,

dunia

usaha

dan

pemerintah

dalam

upaya

pengelolaan lingkungan hidup.


4 mengembangkan dan menerapkan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan
hidup yang mkenjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
5 memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup.
6 menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam bidang lingkungan
hidup.
7 menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskan kepada
masyarakat.
8 memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang
lingkungan hidup.
Tidak hanya pemerintah pusat saja yang berhak untuk melaksanakan
pengelolaan lingkungan hidup akan tetapi pemerintah daerah juga memiliki
13

wewenang untuk mengolah sumber daya alam yang dimiliki oleh daerahnya
sendiri.
Berdasarkan pasal 12 di jelaskan bahwa :
1 untuk mewujudkan keselarasan dan keterpaduan pelaksanaan kebijakan
nasional tentang lingkungan hidup pemerintah melimpahkan wewenang
tertentu kepada perangkat di wilayah.
2 mengikut sertakan peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah
pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.

Berdasarkan pasal 13 dijelaskan pula bahwa :


1

dalam

rangka

pelaksanaan

pengelolaan

lingkungan

hidup,

pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada pemerintah


2

daerah menjadi urusan rumah tangga.


penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di tetapkan
dengan peraturan pemerintah.
Dari

uraian

diatas

Hasil

pemantauan

memperlihatkan kondisi lingkungan di Kota

kualitas

lingkungan,

Tegal menunjukkan adanya

kecenderungan penurunan kualitas lingkungan yang terjadi pada beberapa


wilayah kecamatan. Berbagai masalah lingkungan alam yang mengarah pada
penurunan kualitas lingkungan di Kota Tegal, seperti pencemaran (air, udara,
dan anah), abrasi, akresi, dan intrusi, serta longsor dan banjir selalu terkait
dengan aspek air, udara, lahan dan hutan, keanekaragaman hayati, serta
pesisir dan laut. Selain itu permasalahan lingkungan hidup yang menonjol dan
penting untuk segera mendapat pemecahan antara lain pencemaran yang
meliputi pencemaran kualitas dan penurunan kuantitas air, pencemaran
udara dan kerusakan lingkungan. Sehingga, atas dasar hal ini maka dalam
Peraturan Daerah Kota Tegal perlu adanya pengaturan mengenai perlindungan
14

dan pengelolaan lingkungan hidup di kota

Tegal untuk mengendalikan

kerusakan lingkungan yang terjadi serta, kerusakan sumber daya alam dan
pencemaran lingkungan akan lebih efektif dicegah bila sejak proses formulasi
Kebijakan, Rencana dan Program telah dipertimbangkan masalah lingkungan
hidup dan ancaman terhadap keberlanjutannya sesuai konsep sustainable
development.
pelestarian

Selain
fungsi

itu,

untuk

lingkungan

memberikan
hidup

dalam

kepastian
menunjang

hukum

dalam

pembangunan

berkelanjutan di Daerah serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat


(3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu adanya sebuah landasan yang kuat


mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam suatu
Peraturan Daerah Kota Tegal.

2 Identifikasi Masalah
Secara umum, Peraturan Daerah (Perda) dapat dibentuk karena 3 (tiga)
1

alasan utama, yaitu :


Sebagai pelaksanaan dari perintah peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi;
Untuk melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam rangka mengelola

pemerintahan di daerah;
Untuk mengatasi permasalahan yang khusus/perilaku bermasalah di daerah.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan

dan

Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

tentunya

membawa

perubahan besar dalam pengaturan pengelolaan dan perlindungan lingkungan


hidup dalam lingkup nasional. Tentunya setiap pemerintah daerah berusaha
untuk menyempurnakan pengaturan tersebut dengan dibuatnya peraturan
daerah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.

15

Permasalahan mengenai pengelolaan dan perlindungan lingkungan


hidup merupakan permasalahan yang perlu pengaturan yang jelas dan baik
terlebih didaerah Kota

Tegal. Sehingga pengusahaan dan peruntukkannya

tetap terjaga kondisinya dengan baik. Permasalahan perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup tidak terlepas dari lingkungan hidup secara
keseluruhan sehingga pengaturannya harus secara tegas dan jelas untuk
menghindari permasalahan dalam implementasi pelaksanaannya.
Permasalahan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kota
Tegal dewasa ini menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan hidup.
Pemanfaatan

lingkungan

hidup

pada

saat

ini

telah

melebihi

kemampuan/beban yang seharusnya boleh diekploitasi, yang secara langsung


ataupun tidak langsung akan mengakibatkan penurunan lingkungan hidup.
Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan pengaturan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih mudah dilaksanakan dan
memberikan

arahan

dengan

keterlibatan

serta

masyarakat

secara

berkelanjutan.
Adapun identifikasi dari penyusunan naskah akademis ini adalah :
1 Permasalahan apa yang dihadapi Kota Tegal dalam pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup, serta bagaimana permasalahan tersebut
dapat diatasi ?
2 Mengapa perlu

Raperda

tentang

pengelolaan

dan

perlindungan

lingkungan hidup sebagai dasar pemecahan masalah tersebut ?


3 Apa yang menjadi dasar pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis
dan

yuridis

pembentukan

Raperda

tentang

pengelolaan

dan

perlindungan lingkungan hidup ?


4 Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan dari Raperda tentang pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup ?

16

3 Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik


Berdasarkan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan
perundang-undangan dicantumkan bahwa setiap pembentukan peraturan
daerah baik provinsi maupun kota/kabupaten disertai dengan adanya
keterangan atau penjelasan atau ysng biasa disebut naskah akademik. Naskah
akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian

lainnya

terhadap

suatu

masalah

tertentu

yang

dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut


dalam

suatu

rancangan

undang-undang,

rancangan

peraturan

daerah

provinsi, rancangan peraturan daerah kota atau kabupaten sebagai solusi


terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Sesuai dengan
definisi tersebut naskah akademik bertujuan untuk melakukan penelitian atau
pengkajian terhadap suatu masalah yang solusi atas permasalahan tersebut
perlu dibentuk peraturan perundang-undangan. Dengan demikian naskah
akademik berguna sebagai alasan, pedoman, dan arahan dalam membentuk
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2009 Pasal 3, Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a melindungi wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidu pdan kelestarian ekosistem;
d menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia;
h mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
17

j mengantisipasi isu lingkungan global.

Adapun

tujuan

dari

penyusunan

peraturan

perlindungan

dan

pengelolaan lingkungan hidup secara normatif adalah untuk menjamin


kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan

dan

berwawasan

lingkungan

maka

perlu

melaksanakan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dengan meningkatkan daya


dukung dan daya tampung lingkungan hidup, yang serasi, selaras dan
seimbang

untuk

mewujudkan

ruang

wilayah

daerah

yang

memenuhi

kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien


dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat
penyusunan

program

pembangunan

untuk

dijadikan acuan dalam

tercapainya

kesejahteraan

masyarakat.
Naskah Akademik ini bertujuan untuk memberikan kajian dan kerangka
filosofis, sosiologis, dan yuridis tentang perlunya Peraturan Daerah tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal. Gambaran yang
tertulis diharapkan dapat menjadi panduan bagi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota

Tegal untuk mengkaji materi Rancangan Peraturan Daerah

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal.


Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di
atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1 Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota

Tegal, serta cara-cara mengatasi

permasalahan tersebut.
2 Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
dibentuk Raperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
18

Hidup sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan


dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kota Tegal.
3 Merumuskan pertimbangan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis
pembentukan

Raperda

tentang

Perlindungan

dan

Pengelolaan

Lingkungan Hidup Kota Tegal.


4 Merumuskan
pengaturan,

sasaran

yang

jangkauan,

dan

akan

diwujudkan,

arah

ruang

pengaturan

lingkup

pembentukan

Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik Peraturan
Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal
adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.

4 Metode Penelitian
1 Tipe Penelitian
Penelitian

terhadap

permasalahan

Lingkungan Hidup dilakukan


yuridis normatif.
menelaah

data

Metode
sekunder,

dengan

ini

menggunakan

dilakukan

berupa

Perlindungan dan Pengelolaan

melalui

Peraturan

metode

studi

pendekatan

pustaka

yang

Perundang-undangan atau

dokumen hukum lainnya, dan hasil penelitian, pengkajian,serta referensi


lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diidentifikasi. Metode yuridis
normatif ini dilengkapi dengan diskusi (focus group discussion), dan rapat
dengan stakeholder terkait dalam rangka mempertajam kajian dan analisis.
Dalam rangka memecahkan masalah dalam penelitian ini diperlukan
suatu pendekatan. Menurut Peter Mahmud dalam bukunya yang berjudul
19

Penelitian

Hukum

terdapat

beberapa pendekatan yang dapat digunakan

dalam penelitian hukum, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach),


pendekatan kasus (case

approach),

pendekatan

historis

(historical

approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan


konseptual (conceptual approach).4
Penelitian ini menggunakan: (1) pendekatan undang-undang (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual
komparatif

(comparative

approach).

approach), dan pendekatan

Pendekatan perundang-undangan

dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan

(regeling)

dan peraturan kebijakan (beleidsregel) yang bersangkut paut.5


2 Jenis Data dan Cara Perolehannya
Penelitian Kepustakaan

Pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan dilakukan dengan


menggunakan studi dokumen, yang sumber datanya diperoleh dari:
1 Bahan hukum primer, Bahan-bahan hukum yang mengikat berupa UUD
NRI Tahun 1945, peraturan perundang-undangan, serta dokumen
hukum lainnya yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
2 Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti risalah sidang, dokumen penyusunan peraturan

4 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Jakarta, Edisi I, hlm.
93-94
5 Jimly Asshiddiqie, 2013, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta,
hlm.391.

20

yang terkait dengan penelitian ini dan hasil-hasil pembahasan dalam


berbagai media.
3 Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang seperti kamus
hukum dan bahan lain di luar bidang hukum
b

yang

dipergunakan

untuk melengkapi data penelitian.


Penelitian Lapangan
Untuk

menunjang akurasi

data

sekunder

yang diperoleh

melalui

penelitian kepustakaan dilakukan penelitian lapangan guna memperoleh info


langsung dari sumbernya (data primer). Informasi diperoleh melalui diskusi
publik

dengan

representatif
hidup.

menghadirkan

yaitu

Dalam

ahli

diskusi

narasumber

yang

berkompeten

dan

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan


publik

yang

diselenggarakan dihadirkan berbagai

unsur yang mewakili profesi peneliti, konsultan lingkungan hidup, akademisi,


Hakim dan unsur lain yang memiliki kepentingan terhadap pengaturan tentang
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

3 Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Bahan-bahan hukum
tertulis yang telah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan
yang

telah

diidentifikasi,

kemudian dilakukan content analysis secara

sistematis terhadap dokumen bahan hukum dan dikomparasikan dengan


informasi narasumber,

sehingga

dapat

menjawab

permasalahan

yang

diajukan.
Selain itu pendekatan dilakukan dengan indisipliner dan multidisipliner.
Pendekatan indisipliner dilakukan pengkajian bidang-bidang hukum terkait
21

dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, seperti Hukum


Pemerintahan Daerah, Hukum Lingkungan, dan Hukum Administrasi Negara.
Pendekatan multidislipiner dilakukan pengakajian dengan mendekati
permasalahan hukum mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup

berdasarkan

ilmu-ilmu

yang

terkait

secara

langsung,

Ilmu

pemerintahan, dan Ilmu Lingkungan.

22

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

Kajian Teoritis
Pengaturan tentang paten merupakan hasil pemikiran yang sarat dengan

berbagai teori yang melandasinya. Teori-teori yang dijadikan landasan dari


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, antara lain:

1 Teori Pendekatan Ekonomi


Posner (2001), salah seorang sarjana penganjur terkemuka teori
pendekatan ekonomi terhadap hukum, berpandangan bahwa teori
pendekatan ekonomi terhadap hukum semestinnya menjadi landasan
dan acuan bagi pengembangan dan analisis terhadap hukum pada
umumnya. Dalam konteks penerapannya ke dalam hukum lingkungan,
teori pendekatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi dasar
ilmu

ekonomi

yang

memandang

masalah-masalah

lingkungan

bersumber dari dua hal, yaitu kelangkaan sumber daya alam dan
kegagalan pasar.
Kelangkaan sumber daya alam menjadi sumber permasalahan dalam
kehidupan manusia. Manusia mengandalkan sumber daya alam untuk
dapat memenuhi keinginannya. Masalahnya adalah bahwa sumber daya
alam tidak mungkin memenuhi semua keinginan manusia, oleh sebab
itu perlu ada kebijakan dari pemerintah tentang alokasi pemanfaatan

6 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta, PT RajaGrafindo


Persada, 2013, hlm.30-44.

23

sumber daya alam. Kebijakan alokasi yang baik adalah kebijakan yang
dapat memaksimmalkan kepuasan atau keinginan orang perorangan.
Bagi para penganjur pendekatan ekonomi terhadap hukum lingkungan
misalkan pencemaran lingkungan dipandang semata-mata sebagai
bentuk eksternaliti akibat pasar tidak memasukan seluruh unsur biaya
yang

semestinya

dimasukan

ke

dalam

harga

dari

produk

yang

bersangkutan. Jadi eksternalitas semata-mata dipandang sebagai akibat


kegagalan pasar.
Oleh sebab itu, pengaturan hukum lingkungan hanya dapat dibenarkan
apabila hukum lingkungan berfungsi sebagai upaya rasional untuk
memperbaiki

kegagalan

pasar

dalam

mengalokasikan

penggunaan

sumber daya alam secara efisien atau untuk mencapai pendistribusian


kekayaan secara lebih adil.
Teori pendekatan ekonomi juga dilengkapi dengan metode pengambilan
keputusan yang bebas nilai, yaitu analisis biaya dan manfaat. Dengan
metode pengambilan keputusan yang bebas nilai dan objektif, para
pejabat pengambil keputusan diharapkan mampu membuaat keputusankeputusan atau kebijakan-kebijakan secara rasional dan objektif serta
terhindar dari pertimbangan subjektif dan nilai-nilai pribadinya.
2 Teori Hak
Pengembangan hukum lingkungan berdasarkan teori hak dipengaruhi
pleh filsafat moral atau etika. Aliran filsafat ini menganggap perbuatan
yang menimbulkan pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan
perbuatan

jahat

(evils)

sehingga

masyarakat

atau

negara

wajib

menghukum perbuatan semacam itu. Teori hak ini juga mencakup dua
aliran pemikiran, yaitu libertarianisme di satu sisi dan aliran pemikiran
tentang hak-hak hewan (animal rights) di sisi lain.
Bagi libertarianisme, jika sebuah sistem hukum mengakui keberadaan
hak atas lingkungan hidup, maka hak itu berfungsi sebagai pelindung
24

bagi perorangan pemegang hak untuk menolak keputusan-keputusan


atau

kebijakan-kebijakan

pemerintah

yang

bertentangan

atau

mengancam hak atas lingkungan hidup, meskipun keputusan atau


kebijakan pemerintah secara ekonomi dianggap efisien.
Beberapa sarjana mengusulkan perlunya membangun etika ekologis dan
perlindungan hak-hak hewan sebagai dasar bagi hukum dan kebijakan
lingkungan hidup. Aldo Leopold mengusulkan perlunya konsep etika
tanah (land etic), yaitu aturan perilaku untuk melindungi komunitas
yang tidak saja terdiri atas manusia, tetapi juga mencakup tanah, air,
tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Sebuah kebijakan dianggap baik apabila
tidak mengancam integritas, stabilitas, dan keindahan komunitas.
Dengan demikian Leopold menginginkan adanya perlakuan yang sama
terhadap semua makhluk sebagai bagian dari komunitas etik.
3 Teori Paternalisme
Teori Paternalisme mengandung arti bahwa negara memainkan peran
sebagai bapak atau orang tua dalam membimbing perilaku anakanaknya. Secara kiasa negara dipandang sebagai bapak atau orang tua,
sedangkan warga negara dipandang sebagai anak-anak. Dan seseorang
melakukan sesuatu berdasarkan kesukaan, tanpa perduli hal tersebut
bersifat negatif atau positif. Secara analogis persoalan perilaku merokok
dan perilaku pengendara mobil dapat diterapkan kedalam konteks
hukum lingkungan. Jika setiap orang diberi kebebasan untuk berbuat
menurut apa yang dikehendakinya (preferences), maka lingkungan hidup
akan terancam.
Perilaku individual manusia sering kali dilatarbelakangi oleh berbagai
motif subjektif yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan kehidupan
bersama dalam masyarakat atau negara. Dengan demikian diperlukan
berbagai peraturan perundang-undangan lingkungan yang dimaksudkan
25

untuk mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak saja merugikan


dirinya, tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan, serta
mengubah

atau

mengarahkan

kesukaan

warga

demi

kebaikan

masyarakat secara keseluruhan. Agar pendekatan paternalisme tidak


melanggar kebebasan dan hak individual, pengaturan hukum atau
kebijakan yang dibangun atas dasar teori paternalisme diperlukan
keterbukaan

institusi-institusi

pemerintah

dan

individu-individu

memiliki akses dalam proses politik yang menghasilkan kebijakan


paternalisme negara.
4 Teori Nilai Kebijakan Publik
Teori nilai kebijakan publik menjelaskan, bahwa pertukaran pandangan
atau musyawarah mufakat di antara berbagai pemangku kepentingan
dapat

menjadi

dasar

bagi

pembuatan

keputusan

yang

rasional.

Pertukaran pandangan dilandasi oleh sifat keterbukaan pemikiran,


kejujuran, ketersediaan untuk mendengar kritik, dan penghargaan atas
pandangan-pandangan pihak yang berbeda menjadi dasar pengambilan
keputusan bersama. Menurut teori nilai kebijakan publik, wakil-wakil
dari berbagai pemangku kepentingan dalam proses legalisasi harus
mampu mengatasi benturan kepentingan dengan cara menempatkan
kepentingan bersama di atas konstituen mereka.
A Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan sebagai sumber

daya

merupakan

asset

yang

dapat

diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan


perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan
bahwa, bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya di pergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, menurut Otto
26

Soemarwoto7, sumber daya lingkungan mempunyai daya regenerasi dan


asimilasi yang terbatas. Selama eksploitasi atau permintaan pelayanan ada di
bawah batas daya regenerasi atau asimilasi, sumber daya terbarui itu dapat di
gunakan secara lestari. Otto Soemarwoto 8 , mengatakan bahwa sumber daya
lingkungan milik umum sering dapat digunakan untuk bermacam peruntukan
mengurangi manfaat yang dapat di ambil dari peruntukan lain sumber daya
yang sama itu. Misalnya, air sungai dapat digunakan sekaligus untuk
melakukan proses produksi dalam pabrik, mengangkut limbah, pelayanan
sungai, produksi ikan, dan keperluan rumah tangga.
Menurut Pasal 1 butir (1) Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk
hidup,
termasuk
manusia
dan
perilakunya,
yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Menurut Otto Soemarwoto sifat lingkungan hidup ditentukan oleh
bermacam-macam faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis
unsur lingkungan hidup tersebut; Kedua, hubungan atau interaksi antara
unsur dalam lingkungan hidup itu; Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur
lingkungan hidup; dan Keempat, faktor non-materil suhu, cahaya dan
kebisingan.9
B Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup
7 Otto Soemarwoto, dalam bukunya Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia,
Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm.4.
8 Supriadi. Ibid, hlm.4
9 Ibid, hlm.53-54

27

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 terdiri dari 17 bab dan 127 pasal
yang mengatur secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan yang terdapat dalam undangundang ini tentang prinsipprinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam
setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan
hukum

mewajibkan

pengintegrasian

aspek

transparansi,

partisipasi,

akuntabilitas, dan keadilan Beberapa point penting dalam UU Nomor 32 Tahun


2009 antara lain:
a
b
c
d

Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;


Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau

kerusakan

lingkungan

instrumen

hidup,

Pendayagunaan

perizinan

sebagai

pengendalian;
e Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
f Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan
global;
g Penguatan

demokrasi

lingkungan

melalui

akses

informasi,

akses

partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
h Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
i Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
j

yang lebih efektif dan responsif;


Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik
pegawai negeri sipil lingkungan hidup. Melalui Undang-Undang ini juga,
28

Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah


daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mensyaratkan bahwa yang
dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam undangundang meliputi:
1 Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan
hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH.
2 Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alama yang dilakukan berdasarkan
RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu
daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam
dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
3 Aspek pengendalian

terhadap

pencemaran

dan

kerusakan

fungsi

lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan


pemulihan.
4 Dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara
lain: KLHS, tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
AMDAL, UKLUPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup,
peraturan perundangundangan berbasis lingkungan hidup, anggaran
berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit
lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan
dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
5 Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan

melalui

upaya

konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam,


dan/atau pelestarian fungsi atmosfer.
29

6 Aspek pengawasan dan penegakan hukum, meliputi:


Pengaturan sanksi yang tegas (pidana dan perdata) bagi pelanggaran terhadap
baku mutu, pelanggar AMDAL (termasuk pejabat yang menebitkan izin
tanpa AMDAL atau UKL-UPL), pelanggaran dan penyebaran produk
rekayasa genetikan tanpa hak, pengelola limbah B3 tanpa izin, melakukan
dumping tanpa izin, memasukkan limbah ke NKRI tanpa izin, melakukan

pembakaran hutan,
Pengaturan tentang pajabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) dan penyidik
pengawai

negeri

sipil

(PPNS),

dan

menjadikannya

sebagai

jabatan

fungsional.
Ada pasal-pasal yang mengatur sanksi pidana dan perdata AMDAL Dalam UU
NO. 32 TAHUN 2009. Dari 127 pasal yang ada, 23 pasal diantaranya
mengatur tentang AMDAL. Pengertian AMDAL pada UU No. 32 Tahun 2009
berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya kalimat dampak
besar. Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa AMDAL adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup , sedangkan pada UU No.32
Tahun 2009 disebutkan bahwa, AMDAL adalah kajian mengenai dampak

penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan.


Hal baru yang penting terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32
Tahun 2009, antara lain: Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki
sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL; Komisi penilai AMDAL
Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL; Amdal
dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Walikota, Walikota.
Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijabarkan pula bahwa
30

penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan
fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan /
atau

program

pelestarian

pembangunan

lingkungan

hidup

harus
dan

dijiwai

oleh

mewujudkan

kewajiban
tujuan

melakukan

pembangunan

berkelanjutan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diharapkan
bahwa penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang
dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana,
dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan
pelestarian

lingkungan

hidup

dan

mewujudkan

tujuan

pembangunan

berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 memperkenalkan


ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti,
pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum
pidana, dan pengaturan memperhatikan azas ultimum remedium yang
mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir
setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil.
Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana
formil tertentu, yaitu penindakan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah,
emisi, dan gangguan.
Dalam pelaksanaan penegakkan hukum yang terdapat dalam UndangUndang ini meliputi prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam
setiap proses perumusan dan penerapan instrumen penanggulangan dan
penegakan

hukum

mewajibkan

pengintegrasian

aspek

transparansi,

partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan. Melalui Peraturan Perundangan ini


juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah
31

daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di


daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penegakan hukum pidana
dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 yakni tindak pidana pencegahan
pencemaran.10
C Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Solusi permasalahan

umumnya

cenderung berbasis pada

multi

aspek/sektor, yaitu melalui pengelolaan perkotaan (Kapasitas daerah, SDM,


lembagaan, Pembiayaan), manajemen keterkaitan antar kota dalam sistem
perkotaan (kesenjangan kota-kota besar dan

metropolitan dengan kota kecil

menengah dan perdesaan) dan melalui kerja sama antar wilayah (misalnya
dalam pengelolaan air baku, TPA, bencana, dst.).
Dimasa depan, perlu adanya reorientasi paradigma dimana kota
merupakan entity kawasan atau wilayah, yang berarti kota bukan saja sebagai
Engine

of

National

&

Regional

Growth

tetapi

sekaligus

Kota

yang

yaman/Layak Huni, Berkelanjutan dan Berkeadilan. Dengan demikian, arah


kebijakan pembangunan perkotaan dimasa depan
entity kawasan/wilayah tersebut, yang

harus memenuhi

fungsi

dapat dides-kripsikan secara detil

sebagai berikut11 :
-

Nyaman/layak huni (livable)

10 Pasal 1 angka (14) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

32

Memenuhi kebutuhan manusia akan ke-nyamanan hidup, fisik, sosial


-

budaya, dan lingkungan.


Berkelanjutan (sustainable)
Antisipasi terhadap perubahan iklim dan bencana alam serta memenuhi
keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan

hidup manusia masa datang


Berkeadilan (justice)
Menyediakan ruang hidup

dan

berusaha

bagi

seluruh

golongan

masyarakat perkotaan
Pendorong pertumbuhan (engine of growth)
Mampu berkompetisi dalam perkembangan ekonomi global dengan
memanfaatkan potensi sosial budaya dan kreati-fitas

lokal (ekonomi

kreatif); serta mampu menciptakan hierarki pasar bagi kota menengah,


kecil, dan perdesaan.
Secara definisi, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan
untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan
keperluan hidup manusia masa datang (Brundlandt, 2001). Bila dikaitkan
dengan lingkungan maka pembangunan berkelanjutan dapat juga didefinisikan
sebagai kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek lingkungan hidup,
dimensi ekonomi dan aspek sosial politik sedemikian rupa, masing-masing
terhadap pola perubahan yang terjadi pada kegiatan manusia dapat menjamin
kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa mendatang dan
disertai akses pembangunan sosial ekonomi tanpa melampaui batas ambang
lingkungan.

11 I Wayan Suweda, Penataan Ruang Perkotaan Yang Berkelanjutan, Berdaya Saing


Dan Berotonomi, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 15, No. 2, Juli 2011, Fakultas
Teknik Universitas Udayana, Denpasar, hlm.117

33

Kota berkelanjutan adalah suatu daerah perkotaan yang mampu


berkompetisi secara sukses dalam pertarungan ekonomi global dan mampu
pula mempertahankan vitalitas budaya
prinsip

dasar

kota

berkelanjutan:

serta

keserasian lingkungan. Lima

Environment

(Ecology),

Economy

(Employment), Equity, Engagement dan Energy. Suatu kota telah memenuhi


kriteria pembangunan berkelanjutan dapat diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri
sebagai berikut12:
-

Ditemukan suatu masyarakat yang perduli dan melakukan kegiatan

berorientasi keberlanjutan ekologis.


Berkelanjutan tidak selalu berarti

ba-nyak

memproduksi

atau

mengkonsumsi, tetapi mampu memilih kapan harus banyak dan kapan


-

harus sedikit.
Kesetaraan sosial merupakan prinsip dasar dalam aspek ekologis bagi
kota. Prinsip ini akan menempatkan kondisi kompetisi, dan seleksi alam

secara lebih berkemanusiaan.


Krisis terhadap lingkungan merupakan krisis terhadap kreativitas. Bila
permasalahan lingkungan belum me-nemukan solusi, maka terdapat
kekurangan kreativitas. Dengan demikian perlu peningkatan partisipasi

anggota masyarakat untuk meningkatkan kreatifitas tersebut.


Keberlanjutan ekologis tidak saja terkait dengan isu lokal melainkan juga
menyelaraskan dengan isu global.
Perwujudan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya oleh

pemerin tadi

wilayah perkotaan

dapat dijelaskan melalui langkah-langkah

yang sudah diambil, meliputi:


Bidang Lingkungan:
12 Ibid, hlm.119-120

34

perlindungan dan konservasi sumber daya alam.


pembangunan wilayah pesisir dan laut terpadu.
peningkatan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian, penegakan
hukum,

peningkatan

kelembagaan

serta

sarana

dan

prasarana

pengawasan.
peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya kelautan dan

perikanan.
peningkatan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim.
pengembangan peralatan pemantauan kualitas air.
pelaksanaan Program Langit Biru, pro-gram Proper, Program Kali Bersih
(Prokasih), Pengelolaan Limbah Do-mestik dan Usaha Skala Kecil,
Pengelolaan Sampah Terpadu, Pengelolaan B3 dan Limbah, penegakan

hukum pidana dan perdata serta administrasi lingkungan.


telah disusunnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
Perlindungan

dan

substansi antara

Pengelolaan
lain

Lingkungan

Hidup,

yang

tentang
memuat

(1) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, (2) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), (3)


Penegasan Pengaturan B3, (4) Pe-nguatan AMDAL dan UKL-UPL, (5) Izin
Lingkungan, (6) Instrumen Eko-nomi Lingkungan, (7)

Ekoregion, (8)

Penguatan Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal dalam Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan, (9) Legislasi Hijau, (10) nggaran berbasis
Lingku-ngan, (11) Penguatan Pejabat Penga-was Lingkungan Hidup
(PPLH), (12) Penguatan Audit Lingkungan, dan (13) Penguatan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Bidang Sosial:
-

Penanggulangan kemiskinan.
Pemberdayaan masyarakat sipil.
Pelaksanaan musrenbang tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi dan nasional.
35

Meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia.

Bidang Ekonomi:
- Pengendalian inflasi.
- Konsolidasi fiskal.
- Stimulus fiskal, dan
- Memperkuat ketahanan sektor keuangan domestik.
D Otonomi Daerah
Otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dengan kewenangan
antara Pemerintah dan pemerintah daerah , termaksud di dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Bahwa kualitas lingkungan hidup yang
semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia
dan mahluk hidup lainnya sehingga perlu di lakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.13 Di dalam Pasal 18 UndangUndang Dasar 1945
diatur tentang Pemerintahan Daerah14, yaitu pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya di tetapkan
dengan

UndangUndang,

dengan

memandang

dan

mengingat

dasar

permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul


dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Indonesia akan di bagi dalam
daerah provinsi dan provinsi akan di bagi lagi menjadi daerah yang lebih kecil .

13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


lingkungan Hidup.
14 undang-undang Dasar 1945 pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah

36

daerah ini bersifat otonom atau bersifat administratif yang kesemuanya


menurut aturan yang di tetapkan dengan Undang-Undang.15
Pasal 18 UUD 1945 merupakan landasan dasar bagi penyelenggaraan
pemerintah daerah sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR RI Nomor
XV/MPR/1998, bahwa penyelenggaraan otonomi daerah di laksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada
daerah secara proporsional yang di wujudkan dengan pengaturan, pembagian
dam pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta penimbangan
keuangan pusat dan daerah.16
E Peran serta Masyarakat dalam Mengelola Lingkungan Hidup
Pembangunan pada dasarnya adalah merupakan suatu proses perubahan, dan
salah satunya adalah perubahan sikap dan perilaku. Peran serta masyarakat
yang meningkat dan berkembang adalah salah satu perwujudan dari
perubahan sikap dan perilaku terhadap objek yang harus dijaga dan dilindungi
untuk kepentingan semua mahkluk di bumi ini. Dalam hal ini adalah aktivitas
lokal merupakan media dan dan sarana bagi masyarakat untuk ikut berperan
serta. Agar proses pembangunan dapat terus berjalan berkelanjutan, maka
perlu diusahakan agar ada kesinambungan dan peningkatan kumulatif dalam
masyarakat dari peran serta masyarakat melalui tindakan bersama diantara
masyarakat, pemerintah dan perusahaan.

15 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika,


cetakan ke-1, 2004, hlm 41
16 Ibid , hlm 47.

37

Secara sosiologis peran serta masyarakat tergantung antara Individu


yang satu dengan individu lainnya, sesuai dengan sifat manusia sebagai
mahkluk sosial. Peran serta inilah yang mendorong individu untuk memenuhi
kebutuhan kehidupannya, dan akan menempatkannya dalam kehidupan
kelompok sosial. Termasuk didalam pengelolaan lingkungan hidup semua
individu mempunyai kesempatan yang sama dalam melaksanakan kegiatan
yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Pada prakteknya seringkali
berlawanan dengan kenyataan yang sebenarnya. Masyarakat tidak diikut
sertakan

dalam

proses

pengambilan

kebijakan

yang

menimbulkan

ketidakpercayaan diantara masyarakat dan pemerintah.


Sehingga terciptanya pemerataan tanggung jawab dari pihak pemerintah,
masyarakat, dan perusahaan. Dan mengubah paradigma yang berkembang
sekarang ini menjadi lebih jelas untuk terciptanya kerjasama yang baik antara
pihak pemerintah. Mengurangi distorsi antara kepentingan elit pemerintah dan
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang terkadang sering
berseberangan dalam mewujudkan lingkungan yang lebih baik.
Dalam konteks hak-hak masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan suatu konvensi
di Denmark pada 25 Juni 1998 yang kemudian menghasilkan 3 pilar yang
menjamin hak-hak rakyatdalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan

lingkungan

(to

sustainable

and

environmentally

sound

development), yakni:
1 Akses terhadap Informasi
2 Peran serta dalam pengambilan Keputusan
3 Akses terhadap Keadilan

38

Dari ketiga pilar tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa hakikat dari peran
serta masyarakat itu dapat terwujud dalam bentuk:
1

Turut

memikirkan

dan

memperjuangkan

nasib

sendiri

dengan

memanfaatkan berbagai potensi yang ada di masyarakat sebagai


2

alternatif saluran aspirasinya;


Menunjukkan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang
tinggi, dengan tidak menyerahkan penentuan nasibnya kepada orang
lain, seperti pemimpin dan tokoh masyarakat yang ada, baik yang

sifatnya formal maupun informal;


Senantiasa merespon dan menyikapi secara kritis terhadap sesuatu
masalah yang dihadapi sebagai buah dari suatu kebijakan publik dengan

berbagai konsekuensinya;
Keberhasilan peran serta itu sangat ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas informasi yang diperoleh. Memanfaatkan informasi itu sebagai
dasar bagi penguatan posisi daya tawar, dan menjadikannya sebagai
pedoman dan arah bagi penentuan peran strategis dalam proses
pembangunan.
Potensi masyarakat untuk mengembangkan kelembagaan keswadayaan

ternyata telah meningkat akibat kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Pada


masa

depan

perlu

dikembangkan

lebih

lanjut

potensi

keswadayaan

masyarakat, terutama keterlibatan masyarakat pada berbagai kegiatan yang


dapat meningkatkan ketahanan sosial, dan kepedulian mayarakat luas dalam
memecahkan

masalah

kemasyarakatan

termasuk

didalamnya

masalah

lingkungan, seperti lingkungan tempat tinggal mereka, apakah itu di kawasan


hutan, bantaran sungai, kawasan konservasi, dan lain sebagainya. Poin yang
perlu ditumbuhkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah timbulnya
kesadaran bahwa, mereka paham akan haknya atas lingkungan hidup yang
39

baik dan sehat serta sanggup menjalankan kewajiban dan tanggung jawab
untuk tercapainya kualitas lingkungan hidup yang dituntutnya. Kemudian,
berdaya yaitu mampu melakukan tuntutan mendapatkan lingkungan yang
baik dan sehat. Selanjutnya, mandiri dalam kemampuan berkehendak
menjalankan

inisiatif

lokal

untuk

menghadapi

masalah

lingkungan

di

sekitarnya. Secara aktif tidak saja memperjuangkan aspirasi dan tuntutan


kebutuhan lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, tetapi juga
melakukan inisiatif lokal. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
tidak dapat dianggap sebagai hanya sebagai masyarakat sebagai pemakai yang
pasif saja tetapi masyarakat dapat berdiri dan membuat terobosan baru dalam
pengelolaan lingkungannya.
2

Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait dengan Penyusunan


Norma
Asas-asas

pengaturan

atau

prinsip-prinsip

yang

dianut

dan mendasari

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang

digunakan dalam

peraturan daerah kota

akan

Tegal tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan hidup, adalah sebagai berikut :


a. tanggungjawab Daerah;
1. Daerah menjamin pemanfaatan sumberdaya alam akan memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup
masyarakat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan;
2. Daerah menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat; dan
3. Daerah mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam
yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
40

b. kelestarian dan keberlanjutan;


bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan
melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki
kualitas lingkungan hidup.
c. keserasian dan keseimbangan;
bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai
aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta
pelestarian ekosistem.
d. keterpaduan;
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan
memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen
terkait.
e. manfaat;
bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan
disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan
lingkungannya.
f. kehatian-hatian;
bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan
karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan
merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau
menghindari

ancaman

lingkungan hidup.
g. keadilan;
bahwa perlindungan

terhadap

dan

pencemaran

pengelolaan

dan/atau

lingkungan

kerusakan

hidup

harus

mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.


h. ekoregion;
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan

karakteristik

sumber

daya

alam,

ekosistem,

kondisi

geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.


41

i. keanekaragaman hayati;
bahwa perlindungan dan
memperhatikan

upaya

pengelolaan

terpadu

untuk

lingkungan

hidup

mempertahankan

harus

keberadaan,

keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas
sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama
dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem.
j. pencemar membayar;
bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib
menanggung biaya pemulihan lingkungan.
k. partisipatif;
bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan
pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung

dan

maupun tidak

langsung.
l. kearifan lokal;
bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam

tata kehidupan

masyarakat.
m. tata kelola pemerintahan yang baik.
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip
partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
3

Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Serta


Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat
Permasalahan lingkungan hidup sampai saat ini cenderung makin

bertambah seiring dengan kondisi kualitas lingkungan hidup yang semakin


menurun dan memprihatinkan. Kondisi ini ditandai dengan bencana alam
yang sering terjadi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan kelangkaan
42

air. Selain itu permasalahan lingkungan hidup yang menonjol dan penting
untuk segera mendapat pemecahan antara lain pencemaran yang meliputi
pencemaran kualitas dan penurunan kuantitas air, pencemaran udara dan
kerusakan

lingkungan.

Sumber

utama

pencemaran

lingkungan

adalah

kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan peternakan. Buangan limbah


berupa zat-zat pencemar atau logam-logam berat, sisa pestisida, sampahsampah rumah tangga, bahan pengawet menjadi permasalahan lingkungan.
Upaya pengendalian lingkungan hidup yang didasarkan pada daya dukung dan
daya tampung lingkungan harus terus dilakukan.
Permasalahan

kerusakan

lingkungan

akan

terus

bertambah

jika

kemiskinan dan pengangguran belum dapat diatasi. Upaya pemerintah


menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah 2006-2011, masing-masing 5,1 % dan 8,2 %
sulit dicapai.
Kondisi lingkungan hidup (LH) di Kota Tegal saat ini cenderung
mengalami penurunan kualitas. Berbagai tindakan manusia yang tidak ramah
lingkungan menyebabkan kerusakan-kerusakan yang akhirnya menjadi salah
satu ancaman bagi masyarakat. Seperti kerusakan hutan akibat penebangan
liar, pembuangan limbah sembarangan atau penambangan galian C tanpa izin.
Kerusakan lingkungan juga bisa terjadi karena perubahan fungsi lahan
pertanian. Luas lahan sawah teririgasi di Kota Tegal pada tahun 2010 sebesar
49.623,00 Ha dan pada tahun 2013 sebesar 47.613,00 Ha dengan demikian
selama periode 2012 2013 terjadi penurunan luas sawah teririgasi sebesar
1,01 %. Luas lahan sawah tadah hujan di Kota Tegal pada tahun 2012 sebesar
13.643,00 Ha dan pada tahun 2013 sebesar 14.829,00 Ha dengan demikian
43

selama periode 2012 2013 terjadi penurunan luas lahan pertanian


keseluruhan mengalami penurunan sebesar 0,33 %.17
Pada periode 2012 2013 luas hutan lindung di Kota

Tegal seluas

1.371,30 Ha pada tahun 2012 hingga 2013, dan pada tahun 2013 luasnya
bertambah menjadi 3.803,80 Ha. Luas hutan suaka alam di Kota

Tegal

periode 2012 2013 relatif tetap yakni sebesar 48,50 Ha. Luas Hutan
prodeuksi tetap periode 2012 2013 sebesar 47.582,22 Ha dan pada tahun
2013 turun menjadi 28.033,82 Ha. Hutan produksi terbatas mulai terbentuk
pada tahun 2013 seluas 17.521,80 Ha. Luas hutan rakyat di Kota

Tegal

periode 2012 2013 sebesar 3.520,00 Ha, 3.833,00 Ha, 4.117,00 Ha, 4.117,00
Ha dan 1.482,00 Ha.
Banyaknya

lahan

kritis

dan

kerusakan

hutan

dapat

memacu

peningkatan pemanasan global yang menimbulkan dampak berubahnya waktu


musim hujan, musim kering dan meningkatnya suhu bumi yang berpotensi
menimbulkan dampak negatif kehidupan maupun lingkungan.
Pada tahun 2010 tercatat lahan kritis di Kota Tegal seluas 13.884 Ha
dan pada tahun 2013 luasnya mencapai 15.710 Ha. Sementara itu upayaupaya menangani lahan kritis melalui reboisasi maupun penghijauan dirasa
masih kurang. Pada periode 2012 2013, luas lahan yang direboisasi di
wilayah Kota Tegal sebesar 1.172,35 Ha, 906,20 Ha, 1.274,70 Ha, 1.580,90 Ha
dan 1.089,70 Ha. Luas lahan penghijauan pada tahun 2012 2013 adalah
seluas 7.586,50 Ha, 7.709,50 Ha, 9.136,50 Ha, 10.086,50 Ha dean 11.441,50
Ha.

17 Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tegal Tahun 2013

44

Perkembangan jumlah penduduk memerlukan lahan untuk tempat


bermukim dan melakukan aktivitas kehidupan. Akibatnya terjadi daerah
kumuh di perkotaan, lahan terbuka hijau menjadi bangunan, lahan pertanian
(Tegalan dan sawah) menjadi daerah industri dan perumahan. Masyarakat
menebang pohon di daerah hulu dan membangun rumah pada lereng
kemiringan lebih dari 450 , akibatnya terjadi bencana longsor pada tebing
terjal dan banjir pada hilir sungai. Lemahnya penegakan hukum lingkungan
dan

ringannya

sanksi

bagi

pelanggar

mengakibatkan

sulitnya

usaha

pelestarian lingkungan.
Luas pantai di Kota Tegal yang mencapai 1.770 hektare atau 7,24% dari
luas pantai utara Pulau Jawa, terdapat sekira 628 hektare yang terkena abrasi.
Wilayah yang paling parah tingkat abrasinya adalah Desa Kaliwlingi dan
Randusanga Kulon Kecamatan Tegal dan sebagian wilayah Desa Sawojajar
Kecamatan Wanasari. Untuk mengendalikan abrasi, pada tahun 2004
pemerintah Kota Tegal melakukan 2.090.000 batang pohon bakau di 14 desa
di sepanjang pantai

Tegal, tetapi keberhasilan yang dicapai baru 65%,

sedangkan sisanya 35% habis diterjang ombak. Pada tahun 2012 ini dilakukan
penanaman kembali 1,7 juta pohon bakau di atas 375 hektar lahan.
Kendati pesisir pantai utara wilayah Kota Tegal terus dihantam abrasi
(penggerusan pantai oleh air laut-red), namun di sisi yang lain di beberapa
kawasan muncul "tanah timbul" akibat penumpukan sedimentasi. Munculnya
tanah timbul sering menjadi sumber konflik dan sengketa warga masyarakat
pesisir. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan pengaturan soal tanah timbul
baik melalui pertaruran daerah (perda) maupun bentuk kebijakan yang lain.
Menurut Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Tegal, Drs H. Asmuni, M.Si.,
penanganan persoalan abrasi dan tanah timbul sama peliknya di wilayah
45

pesisir pantai Kota Tegal. Bencana banjir dan tanah longsor merupakan jenis
bencana yang sering terjadi di Kota

Tegal. Hampir setiap tahun kabupaten

yang terkenal dengan slogan Berhias itu, selalu mengalami musibah tersebut.
Tak heran, kerugian yang ditimbulkannya mencapai miliaran rupiah. Data dari
Kantor Kesbang dan Linmas Kota

Tegal, dalam kurun waktu 1,5 bulan

(Januari hingga pertengahan Februari 2012) telah terjadi 12 kali bencana


alam. Bencana tersebut antara lain terdiri atas empat kali banjir dan angin
lisus, serta dua kali tanah longsor dan kebakaran. Total kerugian yang
ditimbulkan Rp 1,6 miliar. Secara geografis

Tegal memang rawan bencana

alam. Wilayah tersebut terbagi menjadi dua bagian yang rawan bencana, yakni
wilayah selatan dan utara. Wilayah selatan, rawan terhadap terjadinya bencana
tanah lonsor dan angin lisus. Faktor penyebab terjadinya longsor antara lain
banyaknya penebangan hutan secara liar. Hal itu mengakibatkan kawasan
perbukitan yang ada di sana tidak mampu menyerap air saat turun hujan.
Kamal berharap pemerintah provinsi segera melakukan langkah-langkah
konkret untuk mencegah semakin hancurnya lingkungan tersebut. Meski, saat
ini sedang disusun raperda pengendalian lingkungan, perlu kedisiplinan dalam
implementasinya perlu ditingkatkan. Selain sebagai upaya pencegahan, Kamal
berharap ada upaya tindakan yang lebih berani terhadap tindakan pelanggaran
agar menimbulkan efek jera bagi pelaku dan masyarakat. Banyak pelaksanaan
galian C yang tidak terkendali seperti kedalaman galian lebih dari 6 meter,
tidak dibuat terasiring dan limbah galian yang tercecer di manamana. Bahan
galian C memang merupakan salah satu sumber penerimaan pajak. Bahan
galian C yang ditambang di Kota Tegal tersebar di 8 kecamatan, yaitu Tegal,
Songgom, Wanasari, Larangan, Tonjong, Bamiayu, Bantarkawung, dan Losari.
Pada tahun 2011, Pemerintah Kota Tegal memasang target penerimaan sebesar
46

Rp 150.000.000. Target ini telah tercapai. Pada tahun 2013 tidak ada kenaikan
target, yakni tetap Rp 150.000.000, dan tercapai.
Persoalan limbah padat maupun cair perusahaan yang dibuang ke
sungai belum memenuhi baku mutu merupakan persoalan lingkungan yang
semakin krusial. Kebutuhan air bersih untuk domestik diperkirakan terus
meningkat, dapat diperoleh dari mata air, air sumur, air sungai, maupun
PDAM. Sungai sebagai penyedia kebutuhan akan bahan baku air bersih bagi
masyarakat, pertanian, dan industri, mengalami penurunan kualitas air
karena limbah industri maupun domestik. Kurangnya pasokan air bersih
memaksa

masyarakat

menggunakan

air

tanah.

Pemakaian

air

tanah

berlebihan dan tidak terkontrol akan menyebabkan terjadi penurunan muka


air tanah dan berkurangnya persediaan air tanah, sebagai pensuplai air pada
musim kemarau. Permasalahan sumberdaya buatan terjadi sebagai akibat
meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan berkurangnya ruang terbuka
hijau sehingga mengakibatkan terjadi pencemaran udara terutama pada
lingkungan perkotaan. Di samping itu, tingginya pencemaran perairan (sungai)
karena limbah cair maupun padat yang dibuang ke perairan berasal dari
kegiatan industri, rumah tangga, rumah sakit, peternakan, perikanan dan
pertanian. Untuk mengendalikan pencemaran dilakukan pengujian emisi mobil
penumpang, mobil bus, dan mobil barang sebanyak 4305 buah terbagi atas
1429 di pos Kluwut dan 2876 di pos Bumiayu pada tahun 2013. Jumlah
kendaraan yang diuji pada tahun 2013 sebanyak 4462 buah terbagi atas 1416
di pos Kluwut dan 3046 di pos Bumiayu.
Peningkatan penggunaan bahan-bahan kimia, oleh industri besar
maupun kecil, petani (pupuk dan pestisida) menghasilkan limbah padat dari
kegiatan pertanian, kegiatan industri, dan sampah rumah tangga (domestik)
47

yang mengakibatkan terjadi pencemaran tanah. Penduduk yang terus


bertambah mengakibatkan tekanan yang besar bagi lingkungan merupakan
permasalahan sumberdaya manusia. Pertambahan penduduk mendorong
ekonomi dan industri tumbuh pesat untuk memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat. Jumlah penduduk yang meningkat belum diimbangi dengan
lapangan kerja yang tersedia akan berakibat jumlah pengangguran dan
kemiskinan bertambah, kasus kejahatan semakin sering terjadi, perubahan
kondisi politik, dan perangkat hukum kurang ditegakkan.

Kajian Implikasi Penerapan Sistem Baru


Rancangan peraturan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup merupakan salah satu upaya hukum yang memberikan


dasar hukum dan prosedur bagi pemerintah daerah kota Tegal dalam
melakukan penataan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Tujuan
pembentukan peraturan daerah ini adalah untuk menjawab permasalahan
tentang penataan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar
peraturan Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan dapat sinergi dengan keadaan lingkungan kota Tegal
sehingga

penerapannya

mengikutsertakan

masyarakat

Tegal

dalam

penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan baik pelaksanaan


serta

pengawasannya.

pengelolaan

lingkungan

Dalam
hidup

melakukan

pentaan

diperlukan

suatu

perlindungan

dasar

hukum

dan
yang

memberikan kepastian hukum atas wewenang pemerintah daerah dalam


melakukan penataan dan pengaturan tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkugan hidup di kota Tegal , sehingga rancangan peraturan daerah ini
memuat ketentuan tentang :
48

A. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan pengaturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup adalah:
- Memberikan

kepastian

hukum

kepada

masyarakat

dan

aparatur

pemerintah kota dalam merencanakan, melaksanakan, mengendalikan,


-

dan mengawasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;


mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup dalam rangka pembangunan masyarakat kota Tegal seutuhnya yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Ruang Lingkup

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi :


a
b
c
d
e
f
C
1
2
3
4
5
6
7
8
9
D

perencanaan;
pemanfaatan;
pengendalian;
pemeliharaan;
pengawasan;
penaatan hukum.
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perencanaan
Pemanfaatan
Pegendalian
Pencegahan
Penanggulangan
Pemulihan
Pemeliharaan
Pengawasan
Pembinaan.
penataan Hukum

Kepala daerah memberikan sanksi administratif, yang terdiri dari:


a teguran tertulis;
b paksaan pemerintah;
49

c pembekuan izin lingkungan; atau


d pencabutan izin lingkungan.
E Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan mengenai:
a bentuk dan besarnya ganti rugi;
b tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran
dan/atau perusakan; dan/atau
d tindakan untuk mencegah timbulnya

dampak

negatif

terhadap

lingkungan hidup.
F Penegakan Hukum Lingkungan di Dalam Pengadilan
Pemerintah Daerah memiliki hak mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan
tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran
dan/atau

kerusakan

lingkungan

hidup

yangmengakibatkan

kerugian

lingkungan hidup.
G Laboratorium Lingkungan
Pengujian parameter kualitas lingkungan untuk mendukung pengelolaan
lingkungan

hidup

bagi

penyedia

dan

pengguna

jasa,

dilakukan

oleh

laboratorium lingkungan.
H Peran Serta Masyarakat
Peran serta dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai
berikut :

50

a memberikan kontribusi terhadap pengelolaan lingkungan hidup di


Daerah;
b bermitra usaha dengan Pemerintah dan/atau masyarakat setempat

dalam pengelolaan lingkungan hidup di Daerah;


c meningkatkan nilai ekonomis wilayah yang berfungsi ekologis; dan
d menerapkan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.
Sistem Informasi Lingkungan Hidup

Dalam

rangka

publikasi

sistem

informasi

lingkungan

hidup,

Badan

Pengelolaan Lingkungan Hidup melakukan pengembangan sistem informasi


lingkungan hidup.

J Ketentuan Peralihan
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, seluruh

pelaksanaan yang

berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah


ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini
Proses pembangunan yang berlangsung selama ini terkesan semata-mata
hanya untuk mengejar peningkatan devisa Negara, tanpa mengindahkan
prinsip-prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Akibatnya

kerusakan

dan

pencemaran

lingkungan

hidup

semakin

mengkhawatirkan kehidupan umat manusia. Saat ini krisis ekologi bukan lagi
merupakan kemungkinan masa depan, namun sebaliknya sudah menjadi
realita kontemporer yang melebihi batas-batas toleransi dan kemampuan
adaptasi lingkungan.18 Pola kebijakan pembangunan yang hanya bertujuan
untuk memenuhi tuntutan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak
18 Suparto Wijoyo, 2003, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Airlangga Press,
Surabaya, hal 1

51

penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkannya, berpotensi dapat


menimbulkan ancaman jangka panjang yang sangat tidak menguntungkan
bagi

kehidupan

umat

manusia

dan

makhluk

hidup

pada

umumnya.

Kerusakan lingkungan pada umumnya merupakan pengaruh sampingan dari


tindakan

manusia

untuk

mencapai

suatu

tujuan

yang

mempunyai

konsekuensi terhadap lingkungan.19


Manusia telah dipilih sebagai makhluk hidup unggulan yang dipercaya
untuk mengelola, mengatur sekaligus memanfaatkan seluruh potensi alam di
sekitarnya sesuai ketentuan yang telah digariskan oleh sang penciptanya. Oleh
karena

itu

manusia

berkewajiban

untuk

menjaga

keselarasan

dan

keseimbangan antara keseluruhan komponen ekosistem, baik yang bersifat


alamiah maupun buatan, demi terjaminnya keberlangsungan hidup seluruh
makhluk hidup di muka bumi ini. Manusia memang tidak akan pernah bisa
lepas dari tanggung jawab terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, karena
secara ekologis ia merupakan bagian dari lingkungan hidup itu sendiri.
Manusia sebagai makhluk sosial yang dilengkapi dengan komponen akal dan
nafsu, akan selalu berusaha untuk melakukan intervensi terhadap lingkungan
hidup melalui berbagai tindakan rekayasa demi memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Pembangunan dalam bidang apapun, akan selalu menimbulkan dampak
ikutan yang patut diwaspadai. Jaminan akan lahirnya nilai tambah dan
ancaman

kemungkinan

terjadinya

hal-hal

yang

tidak

menguntungkan,

merupakan dua sisi yang selalu menyertai setiap proses pembangunan,


termasuk pembangunan sektor industri. Oleh karena itu dalam setiap
19Kusnadi Hardjosoemantri, 2002 Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University
Press, hal.4

52

menyusun perencanaan pembangunan, selain harus mempertimbangkan


manfaat yang akandinikmati oleh masyarakat, juga perlu memperhitungkan
secara matang segala kemungkinan buruk yang dapat membahayakan
keselamatan masyarakat luas.
Dalam konteks ini upaya penguatan konsep pembangunan secara
terencana dan berkelanjutan menjadi sangat penting. Sebagai sebuah Negara
yang sedang berjuang mengejar ketertinggalan dan meningkatkan kemajuan
pembangunan di segala bidang demi terciptanya pemerataan kesejahteraan
rakyat, maka pengembangan bidang industri merupakan salah satu pilihan
kebijakan strategis yang sulit dihindari. Oleh karena itu pengembangan
pembangunan

sektor

penyelamatan

lingkungan

mengembangkan

pola

industri

harus

hidup

kebijakan

selalu

secara

dibarengi

integrated.

pembangunan

dengan
Hanya

seperti

itu,

upaya
dengan
konsep

pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup dapat kita


wujudkan secara bertanggungjawab. Permasalahan lingkungan hidup dewasa
ini semakin kompleks, penyelesaiannya tidak cukup hanya melibatkan satu
atau dua aspek dan disiplin ilmu. Oleh karena itu penyelamatan lingkungan
hidup memerlukan kerjasama antar komponen masyarakat dan antar para ahli
dari berbagai latar belakang disiplin keilmuan. Dalam konteks ini keterlibatan
para ahli hukum memiliki arti yang sangat strategis, karena pengelolaan
lingkungan hidup tidak mungkin tanpa pengaturan hukum. 20
Di Indonesia perlindungan terhadap lingkungan hidup sebagai hak setiap
orang telah memperoleh landasan hukum yang sangat memadai.Hal ini
tercermin dari amanat UUD 1945 Pasal 28H Ayat (1) yang menegaskan Setiap
20 Siti Sundari Rangkut, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Airlangga University Press, hal 1

53

orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi.
Penegasan tersebut sebagai landasan yuridis konstitusional tentang hak
rakyat atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi yang wajib
diberikan oleh Negara.Dengan demikian kebijakan pembangunan yang tidak
mempertimbangkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, terlebih lagi
apabila sampai mengancam keselamatan, keamanan dan kenyamanan hidup
masyarakat luas, selain dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kebijakan yang
inkonstitusional,

juga

dapat

dikategorikan

sebagai

bentuk

pelanggaran

terhadap Hak-Hak Asasi Manusia.

54

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kota Tegal selama ini
didasarkan pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan
dan Pengelolaan lingkungan hidup dan peraturan pemerintah yang berkaitan
dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Namun terjadi
potensi adanya kekosongan hukum, karena di kota Tegal belum terbentukknya
Peraturan daerah, dimana dalam Bab IX UU No. 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 63 ayat (3) pemerintah
kabupaten/kota

mempunyai

tugas

dan

wewenang

menetapkan

dan

melaksanakan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup


ditingkat kabupaten/kota. Dengan didasrkan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dan substansi peraturan berdasarkan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maka
pemerintah kota Tegal berkehendak untuk membentuk Peraturan Daerah
tentang Perlindungn dan Pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam

membentuk

Peraturan

Daerah

tentang

Perlindungan

dan

Pengelolaan lingkungan hidup perlu melakukan evaluasi dan analisis terhadap


beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, baik secara vertical
maupun horizontal. Analisis peraturan perundang-undangan juga dilakukan
terhadap perutauran daerah dan peraturan walikota, khususnya yang berlaku
sebagai dasar hukum terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup kota Tegal. Dengan demikian dalam membentuk peraturan daerah
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup , maka peraturan
perundang-undangan yang dievaluasi dan dianalisis meliputi :
55

1 Undang-Undang Dasar 1945


Pasal 28 H ayat (1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan
Pasal ini memberikan kewajiban negara untuk melindungi, mengormati dan
memenuhinya

untuk

mengatur

hal-hal

yang

berhubungan

dengan

peruntukkan tempat tinggal, penyediaan lingkungan hdup ang baik, dan


pelayanan kesehtan kepada setiap warga Negara.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (3) :
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Pasal 33 UUD 1945 memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas
daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh
negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip
kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik
(demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham
kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan
sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai
dengan doktrin dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
Pasal 33 ayat (4) UUD 1945
56

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi


dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
dan kesatuan ekonomi nasional
Dalam pasal ini memberikan pemaknaan bahwa dalam Pengelolaan ekonomi
yang

berkaitan

dengan

sumber

daya

alam

pemanfaatannya

harus

memperhatikan prinsip prinsip kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan,


berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
dan kesatuan ekonomi nasional.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup pemanfaatan sumber
daya alam untuk kepentingan ekonomi harus tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan dengan menerapkan prinsip keberlanjutan. Pemerintah dalam hal
ini

mempunyai

tugas

dan

wewenang

untuk

menetapkan

kebijakan,

pengawasan, pengendalian, serta melakukan pembinaan dalam perlindungan


dan pengelolaan lingkungan hidup.
2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam pasal 136 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah telah mengatur tenteng kewenangan pemerintah daerah dalam
membentuk peraturan daerah, dimana pengaturannya menyatakan bawa
Peraturab Daerah dibentk dalam rangka penyelenggaraan otonomi pemerintah
provinsi atau kabupaten/kota dan tugas pembantuan serta penjabaran
perturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciriciri

khas

masing-masing

daerah.

Dengan

demikian

berkitan

dengan

perlindungan an pengelolaan lingkungan hidup yang berdasarkan UndangUndang No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup

dalam

Bab

IX

merupakan

kewenangan

pemerintah

daerah
57

kabupaten/kota dengan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing,


maka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus diatur dalam
Peraturan Daerah.
3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Dalam pasal 28 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota penyusunan rencana tata
ruang wilayah kota

harus memperhatikan daya dukung dan daya tamping

lingkungan hidup.

4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup


Dalam bab IX tugas dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah dalam
pasal 63 ayat (3) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
pemerintah kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang untuk :
a menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;
b menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota;
c menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan
mengenai

RPPLH

kabupaten/kota;
d menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai amdal dan UKLUPL;
e menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah
kaca padatingkat kabupaten/kota;
f mengembangkan dan melaksanakankerja sama dan kemitraan;
g mengembangkan dan menerapkaninstrumen lingkungan hidup;
h memfasilitasi penyelesaian sengketa;

58

melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab


usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuanperizinan lingkungan dan

peraturan perundang- undangan;


j melaksanakan standar pelayananminimal;
k melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum
adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup pada tingkat kabupaten/kota;
l mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;
m mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi
lingkunganhidup tingkat kabupaten/kota;
n memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;
o menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota; dan
p melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota.
5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pelestarian Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya
Dalam pasal 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pelestarian
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa urusan
pelaksanaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya diserahkan
sebagian kepada pemerintah daerah berdasarkan prinsip desentralisasi dan
tugas pembantuan.
6 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
Dalam pasal 65 pemerintah daerah merupakan badan yang berwenang untuk
menerbitkan pengesahan Amdal dan UKL-UPL dalam kegiatan ekonomi yang
berdampak penting terhadap lingkungan lingkungan.

59

7 Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana


Tata Ruang Wilayah Kota Tegal Tahun 2011-2031
Dalam pasal 10 Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal Tahun 2011-2031 strategi pelestarian
lingkungan hidup dan peningkatan fungsinperlindungan kawasan strategis
kota

Tegal

enataan

ruang

berprinsip

aman,

nyaman,

produktif

dan

berkelanjutan sehingga perumusan rencana struktur ruang, rencana pola


ruang

dan

rencana

penetapan

kawasan

strategis

dirumuskan

dengan

memperhatikan kajian lingkungan hidup strategis.

60

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

1 Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan nilai-nilai moral atau etika dari bangsa
Indonesia. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik,
merupakan pandangan dan cita hukum

bangsa

Indonesia

berakar

pada

Pancasila yang dijunjung tinggi, didalamnya terkandung nilai kebenaran,


keadilan dan kesusilaan serta berbagai nilai lainnya yang dianggap baik
dalam menata kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Sebagai pengaktualisasian nilai kebenaran, keadilan yang terkandung
pada Pancasila tersebut merupakan dasar dalam melakukan

pembentukan

perubahan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia. Undangundang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal
norm)

oleh

bermasyarakat

suatu

masyarakat

dan bernegara

menuju

yang

cita-cita

hendak

luhur

diarahkan.

kehidupan
Karena

itu,

undang-undang dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita kolektif


suatu masyarakat tentang nilai-nilai

luhur

yang hendak diwujudkan

dalam kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan undang-undang yang


bersangkutan

dalam kenyataan. Oleh sebab itu, cita-cita sebagai landasan

filosofis yang terkandung dalam undang-undang itu hendaklah sejalan dengan


cita-cita filosofis yang dianut masyarakat bangsa Indonesia itu sendiri.
Karena itu, dalam konteks kehidupan bernegara, Pancasila sebagai falsafah
bangsa

Indonesia haruslah menjadi landasan filosofis yang terkandung di

dalam setiap undang-undang yang dibuat, termasuk peraturan perundang61

undangan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan tidak boleh


melandasi diri berdasarkan falsafah hidup bangsa dan negara lain.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas maka landasan filosofis dari
peraturan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yaitu lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa
kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya
yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap
menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat

dan bangsa

Indonesia

serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas


hidup itu sendiri.
Secara ekologis makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya berada
dalam hubungan saling ketergantungan dan saling keterkaitan antara satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu semua organisme dan makhluk hidup
serta benda-benda abiotis lainnya harus memperoleh martabat yang sama.
Cara pandang ini mengandung makna bahwa dalam pengelolaan lingkungan
hidup dituntut adanya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan yang
sama terhadap hak yang sama untuk hidup dan berkembang yang tidak hanya
berlaku bagi semua makhluk hayati tetapi juga bagi yang non hayati. Hak
semua bentuk kehidupan untuk hidup adalah sebuah hak universal yang
tidak bisa diabaikan. Manusia sebagai salah satu spesies dalam ekosistem
harus

mengakui

bahwa

kelangsungan

hidupnya

dan

spesies

lainnya

tergantung dari kepatuhannya pada prinsip-prinsip ekologis.


Di samping cara pandang tersebut, berkemang pula cara pandang yang
menyatakan bahawa hak atas lingkungan hidup yang sehat sebagai bagian
dari hak asasi manusia. Oleh karenanya, negara memiliki kewajiban untuk
62

memenuhi, pelindungi dan memajukan hak warga memenuhi, pelindungi


dan memajukan hak warga negaranya atas lingkungan hidup yang sehat
tersebut, untuk rnewujudkan hal tersebut negara wajib:
1 Menterjernahkan

prinsip

perlindungan

lingkungan sebagai

bagian

dari perlindungan hak asasi manusia dalarn peraturan perundangundangan;


2 Berupaya untuk rnelindungi

hak asasi

tersebut

dan rnelakukan

upaya-upaya yang layak untuk melindungi hak tersebut;


3 Mematuhi hukum yang sudah dibuat oleh negara itu sendiri (dalarn hal
ini berarti pemerintah wajib mematuhi peraturan perundang-undangan
yeng berlaku;
4 Memastikan bahwa

kepentingan

mendapatkan lingkungan
diperlakukan

seimbang

hidup

setiap
yang

warga

negara

untuk

sehat diperhatikan

dan

dengan kepentingan publik, termasuk di

dalamnya memastikan ahwa setiap warga negara dijamin hak-hak


proseduralnya dan rnendapat kornpensasi apabila haknya dilanggar.
5 Memastikan bahwa pengelolaan lingkungan hidup dilakukan secara
transparan dan bahwa setiap warga negara dapat berpartisipasi dalarn
setiap pengarnbilan keputusan yang rnernpengaruhi hajat hidupnya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28 H
ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Negara bertanggungjawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui
penyelenggaraan kebutuhan dasar berupa penyediaan lingkungan hidup yang
baik yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan
semangat demikrasi, ekonomi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
63

Dalam konteks empirik, pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab


sebagai perencana, pelaksana, pengawas, dan pengendali pemanfaatan,
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah Daerah kota
Tegal dalam membentuk Raperda tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup bertujuan untuk

menjamin kelestarian fungsi lingkungan

hidup dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan


lingkungan

maka

perlu

melaksanakan

perlindungan

dan

pengelolaan

lingkungan hidup, dengan meningkatkan daya dukung dan daya tampung


lingkungan hidup, yang serasi, selaras dan seimbang untuk mewujudkan
ruang wilayah daerah yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan
senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi
dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk
tercapainya kesejahteraan masyarakat.
2 Landasan Sosiologis
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara merupakan kesatuan yang
bulat dan utuh yang rnernberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa
Indonesia bahwa kebahagiaan hidup

akan

tercapai

jika

didasarkan atas

keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalarn hubungan manusia


dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia, dengan manusia, manusia
dengan

alam,

dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai

kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Antara manusia, masyarakat, dan


lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, yang selalu harus dibina
dan dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan yang dinamis. Oleh karenanya, pembangunan sebagai upaya
sadar dalam mengolah

dan memanfaatkan

sumber daya alam untuk

meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir


64

maupun untuk mencapai kepuasan batin, harus dilakukan secara selaras,


serasi, dan seimbang dengan fungsi pelestarian lingkungan hidup dan
lingkungan sosial.
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas
berbagai subsistem,

yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan

geografi dengan corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan. Hal ini membawa
konsekuensi

bahwa

pengaturan kebijakan pengelolaan

lingkungan

hidup

harus mengintegrasikan kebijakan tentang pertumbuhan dan dinamika


kependudukan

serta

penataan

ruang.

Keadaan

tersebut

memerlukan

pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada daya


dukung

dan

daya

tampung

lingkungan

hidup

untuk

keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem,


meningkatkan

ketahanan

subsistem

itu

sendiri.

yang

meningkatkan
berarti juga

Pembinaan

dan

pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain


dan

pada

akhirnya

akan

mempengaruhi

ketahanan

ekosistem

secara

keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut


dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai

ciri

utama.

Untuk itu, diperlukan suatu kebijakan nasional dan kebijakan daerah


mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat
asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.
Lingkungan hidup merupakan hal yang sangat berdampingan dengan
kehidupan manusia. Memiliki peranan yang sangat vital dalam berbagai
kegiatan social yang dilakukan oleh manusia, mulai dari ia lahir sampai
menghasilkan keturunan. Maka Lingkungan hidup yang baik merupakan hal
terpenting demi kelangsungan hidup manusia, karena apabila kondisi
65

lingkungan buruk, kehidupan manusia saat ini maupun dimasa mendatang


dapat berjalan buruk pula. Berdasarkan pemaparan diatas, maka jelas
merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk menjaga
lingkungan hidup disekitarnya. Namun Negara lah yang memiliki tanggung
jawab tertinggi untuk mengaturnya. Maka setiap pemerintah daerah harus
memikirkan bagaimana perencanaan penataan lingkungan hidup yang baik
dan cocok untuk daerahnya dari perencanaan, pelaksanaan, pengawsan,
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, karena kodisi geografis
masing-masing daerah memiliki perbedaan. Maka perlu pengaturan lebih
lanjut mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diatur
secara khusus dan detail dalam peraturan daerah di tiap-tiap daerah termasuk
Kota Tegal.
3 Landasan Yuridis
Berdasarkan hukum, lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang tempat
negara Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan dan hak berdaulatnya.
Dalam hal ini lingkungan hidup Indonesia tidak lain adalah wilayah, yang
menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim
tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alam dan kedudukan
dengan peranan strategis yang tinggi nilainya sebagai tempat rakyat dan
bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidu pan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian, wawasan dalam
menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah Wawasan
Nusantara.
Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas
wilayah,

baik

wilayah negara

maupun wilayah administrasi. Akan tetapi,


66

lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan harus jelas batas


wilayah, wewenang pengelolaannya.

Lingkungan

lingkungan hidup Indonesia. Oleh karena itu,

yang

dimaksud

adalah

pengaturan hukum

pengelolaan lingkungan hidup disamping mendasarkan

pada

atas

hukum

nasional juga harus memperhatikan prinsip-prinsip pengaturan hukum yang


berlaku secara internasional.
Dalam sebuah Negara hukum pada asasnya setiap tindakan pemerintah
harus dilakukan berdasrkan kewenangan yang diberikan oleh hukum. Suatu
tindakan pemerintahan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan adalah
berakibat batal demi hukum. Dalam melaksanakan salah satu fungsi
pemerintahan, yaitu membentuk peraturan daerah tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup , pemerintah kota Tegal menggunakan dasar
kewenangan sebagai berikut:
1

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 2043);
Undang-Undang

Nomor

Tahun

1984

tentang

Perindustrian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,


4

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pelestarian Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);

67

Undang-Undang

Nomor

41

Tahun

1999

tentang

Kehutanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,


6

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang Nomor 23 Tahun 2014
menjadi

Undang-Undang

Undang-

tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

lndonesia

Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik


9

lndonesia Nomor 5657);


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;

68

10

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,

11

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);


Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

12
13

Pesisir dan Pulau-Pulau kecil;


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara


14

Republik Indonesia Nomor 5059);


Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

15

5025).
Undang-Undang

Nomor

36

Tahun

2009

tentang

Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,


16

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan

Perundang-undangan

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara


17

Republik Indonesia Nomor 5234);


Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39,

18

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);


Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,

19

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3441);


Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik
69

Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara


20

Republik Indonesia Nomor 3804);


Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun B3) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86,

21

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);


Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

22

Nomor 3853);
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga
Penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar
Pengadilan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

23

3982);
Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 267, Tambahan Lembaran

24

Negara Republik Indonesia Nomor 4068);


Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan

Berbahaya

dan

Beracun

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara


25

Republik Indonesia Nomor 4153);


Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
70

26

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

27

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4737);


Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik

28

Indonesia Nomor 4833);


Peraturan Pemerintah

Nomor

27

Lingkungan

Negara

Republik

(Lembaran

Tahun

2012

tentang

IndonesiaTahun

Izin
2012

Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


29

5285);
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan

30

Kawasan Lindung;
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 148 Tahun 2004
tentang Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup

31

Daerah;
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009

32

tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis;


Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009
tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat
Pencemaran

33

Limbah

Bahan

Berbahaya

dan

Beracun

Oleh

Pemerintah Daerah;
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2011
tentang Pedoman Materi Muatan rancangan Peraturan Daerah di

34

Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;


Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Tegal Tahun 2011-2031.
71

72

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

A KETENTUAN UMUM
Ketentuan umum merupakan satu ketentuan yang berisi :
a Batasan pengertian atau definisi
b Singkatan atau akronim yang digunakan dalam pertauran daerah
c Hal-hal

lain

yang

bersifat

umum

yang

berlaku

bagi

pasal-pasal

berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud dan


tujuan.
Rancangan Peraturan daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah rancangan baru yang diusulkan dalam rangka
melindungi dan mengelola lingkungan hidup yang ada, agar kelestariannya
bisa tetap terjaga demi pemenuhan hajat hidup rakyat banyak. Melihat
semakin berkurangnya kualitas dari lingkungan hidup yang selama ini sangat
dibutuhkan masyarakat, maka sangat perlu kiranya membuat tata peraturan
yang berfungsi menjaga kelestariannya.
Disamping itu untuk meminimalisir dan/ menghentikan kegiatankegiatan yang selama ini di anggap meresahkan masyrakat terkait dampak
terhadap lingkungan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Agar

73

pemanfaatan SDA yang ada dapat berjalan sebagaiman fungsinya dan tidak
merugikan orang lain.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dalam rancangan Peraturan
Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, substansi
ketentuan umum antara lain meliputi :
1 Daerah adalah Kota Tegal;
2 Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan Daerah Kota Tegal.
3 Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah.
4 Walikota adalah Walikota Tegal.
5 DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal.
6 Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal yang selanjutnya
disebut

BPLH

adalah

Satuan

Kerja

Perangkat

Daerah

yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup di Kota Tegal.
7 Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Tegal yang
selanjutnya disebut BPMPT Kota Tegal adalah Satuan Kerja Perangkat
Daerah

yang

menyelenggarakan

UrusanPemerintahan

di

bidang

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu.


8 Orang adalah orang perseorangan dan/atau kelompok orang dan/atau
badan hukum.

74

9 Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang


memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup
serta

keselamatan,

kemampuan,

kesejahteraan,

dan

mutu

hidup

generasi masa kini dan generasi masa depan.


10 Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semuabenda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
11 Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan

utuh-menyeluruh

dan

saling

mempengaruhi

dalam

membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan


hidup.
12 Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim,
tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan
alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan
hidup.
13 Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

adalah

upaya

terpadu

untuk

melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,


pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan dan pengawasan.
14 Hukum Lingkungan adalah serangkaian norma yang mengatur kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhlukhidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
75

15 Penaatan

Hukum

Lingkungan

adalah

upaya

untuk

mendorong

masyarakat, pelaku usaha/kegiatan, Pemerintah Daerah untuk mentaati


peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
16 Penegakan Hukum Lingkungan adalah upaya untuk mencapai ketaatan
terhadap hukum lingkungan, melalui pengawasan dan penerapan
sanksi.
17 Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap
orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
18 Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
19 Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui bakumutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
20 Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampauikriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
21 Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau
tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
76

22 Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya

disebut KLHS

adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, danpartisipatif


untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan

telah

menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah


dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
23 Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan
keseimbangan antar keduanya.
24 Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya.
25 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut
Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
26 Upaya

Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

Lingkungan
yang

Hidup

selanjutnya

dan

Upaya

disebut

Pemantauan

UKL-UPL

adalah

pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang


tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan
bagi

proses

pengambilan

keputusan

tentang

penyelenggaraan

usahadan/atau kegiatan.
27 Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan hidup
adalah Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut SPPL, adalah pernyataan
77

kesanggupan

dari

penanggung

jawab

usaha

dan/atau

kegiatan

untukmelakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas


dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar
usahadan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.
28 Baku Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran batas ataukadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur

pencemar

yang

ditenggang

keberadaannya

dalam

suatu

sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.


29 Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung
atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan
perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa
perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurunwaktu
yang dapat dibandingkan.
30 Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut B3 adalah zat,
energi,

dan/atau

komponen

lain

yang

karena

sifat,

konsentrasi,

dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,


dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.
31 Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
32 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.

78

33 Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup


pengurangan,

penyimpanan,

pengumpulan,

pengangkutan,

pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3.


34 Organisasi Lingkungan Hidup adalah kelompok orang yang terorganisasi
dan terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan dankegiatannya
berkaitan dengan lingkungan hidup.
35 Rencana

Perlindungan

dan

Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

yang

selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat


potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan
pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
36 Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan diantara dua pihak
atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berdampak pada lingkungan hidup.
37 Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola
lingkungan hidup secara lestari.
38 Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan
tanah.
39 Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air,
sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
40 Pengendalian
penanggulangan

pencemaran
pencemaran

air
dan

adalah
pemulihan

upaya
kualitas

pencegahan,
air

untuk

menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.


79

41 Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk
dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.
42 Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air.
43 Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
44 Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadarunsur pencemar
dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari
suatu usaha dan atau kegiatan.
45 Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkanya
makhluk

hidup,

zat,

energi

dan/atau

komponen

lain

ke

dalam

lingkungan hidup olehj kegiatan manusia sehingga melampaui baku


mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
46 Laboratorium
sertifikat

lingkungan

akreditasi

adalah

laboratorium

laboratorium
pengujian

yang

mempunyai

parameter

kualitas

lingkungan dan mempunyai identitas registrasi.


47 Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia,
makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
48 Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan;
80

49 Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi
teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan;
50 Kerusakan laut adalah perubahan fisik dan/atau hayati laut yang
melewati kriteria baku kerusakan laut;
51 Kriteria Baku Kerusakan Laut adalah ukuran batas perubahan sifat fisik
dan/atau hayati lingkungan laut yang dapat ditenggang;
52 Status mutu laut adalah tingkatan mutu laut pada lokasi dan waktu
tertentu yang dinilai berdasarkan baku mutu air laut dan/atau kriteria
baku kerusakan laut;
53 Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut;
54 Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dalam
suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya kedalam udara
ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai
unsur pencemar;
55 Gas Rumah Kaca selanjutnya disebut GRK adalah gas yang terkandung
dalam atmosfer baik alami maupun antropogenik, yangmenyerap dan
memancarkan kembali radiasi inframerah;
56 Emisi Gas Rumah Kaca adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu
area tertentu dalam jangka waktu tertentu;
57 Kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat
dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan tanah;
81

58 Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji,


buah,

daun,

ranting,

batang,dan

akar,

termasuk

tanaman

yang

dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman;


59 Produksi biomassa adalah bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya
tanah untuk menghasilkan biomassa;
60 Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu
sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa
mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;
61 Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat
menimbulkan

perubahan

terhadap

rona

lingkungan

hidup

serta

menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup;


62 Penanggung
bertanggung

jawab
jawab

usaha
atas

dan/atau
suatu

kegiatan

usaha

adalah

dan/atau

orang yang

kegiatan

yang

dilaksanakan;
63 Pengumpulan

limbah

B3

skala

kabupaten

adalah

kegiatan

mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 yang sumbernya


berada dalam 1 (satu) Kota Tegal.
B MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
Materi muatan peraturan daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup oleh pemerintah kota Tegal berisi aturan atau norma, baik
berupa norma kewenangan maupun norma perilaku. Norma kewenangan
merupakan aturan yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Kota
Tegal (Kepala Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk melakukan
perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup terhadap pencemaran dan
82

perusakan lingkungan hidup yang dilakukan baik oleh masyarakat umum,


kegiatan usaha baik badan usaha swasta maupun badan usaha milik
pemerintah. Sedangkan norma perilaku merupakan aturan yang berisi
perintah, larangan, dispensasi dan izin terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Sistematika muatan materi Peraturan Daerah
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup oleh pemerintah
kota Tegal adalah sebagai berikut :

BAB I

: KETENTUAN UMUM

BAB II

: TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH

Memuat wewenang Walikota sebagai kepala daerah terkait dengan


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan dinas lingkungan
hidup kota Tegal.

BAB III

: PERLIDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERENCANAAN
Rencana pengelolaan lingkungan hidup disusun secara terpadu dan
sistematis

dengan penataan ruang,

konservasi sumberdaya

alam

hayati dan non hayati beserta ekosistemnya, konservasi sumber daya


buatan, cagar budaya.
Rencana pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian dan dimuat
dalam

Rencana

Pembangunan

Jangka

Panjang

dan

Rencana

Pembangunan Jangka Menengah.


PEMANFAATAN

83

Pemanfaatan sumber

daya

alam

dilakukan

dengan memperhatikan

keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup, daya dukung dan daya


tampung lingkungan hidup, dan kesejahteraan masyarakat disekitar
usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan sumber daya alam.
PENGENDALIAN
Pengendalian Pencemaran dan/atau

kerusakan

lingkungan hidup

meliputi pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.


Pencegahan Pencemaran dan/atau
dilaksanakan
lingkungan,

antara
kriteria

lain
baku

kerusakan lingkungan hidup

melalui instrumentata ruang, baku mutu


kerusakan,

Amdal,

Upaya

Pengelolaan

Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), perizinan,


dan atau instrumen ekonomi.
PENCEGAHAN
a
Pencegahan
1 Baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan
Untuk menentukan terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan
hidup ditetapkan Baku mutu lingkungan dan kriteria baku kerusakan.
Baku mutu lingkungan hidup meliputi baku mutu ambien, baku mutu
emisi, ambang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan; dan baku
mutu efluen. Kriteria baku kerusakan antara lain meliputi kerusakan tanah
akibat kegiatan biomassa, kerusakan terumbu karang.
2 Amdal dan UKL/UPL
Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan

dapat

menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki


dokumen Amdal untuk memperoleh izin

melakukan usaha dan/atau

kegiatan.
84

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan tidak

menimbulkan

dampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki dokumen UKL


dan UPL untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
3 Perizinan
Pejabat yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan wajib memperhatikan rencana tata ruang, pendapat masyarakat,
dan pertimbangan dan rekomendasi

pejabat yang berwenang yang

berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut.


Pejabat orang berwenang menerbitkan izin wajib mengumumkan setiap
permohonan dan keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan
yang diduga berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
Pejabat yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan atau
kegiatan wajib menolak permohonan izin apabila permohonan izin tidak
dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UKL dan UPL.
Izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan
wajib

mencantumkan

persyaratan dalam RKL dan RPL atau UKL dan UPL.


Usaha dan atau kegiatan dapat dibatalkan izinnya apabila persyaratan yang
diajukan dalam permohonan izin
kekeliruan, penyalahgunaan,

terbukti mengandung cacat hukum,

ketidak benaran,

atau

pemalsuan data,

dokumen, dan/atau informasi.


4 Instrumen Ekonomi
Pemerintah mendorong pelaku usaha agar melestarikan lingkungan dengan
instrumen ekonomi.
Instrumen ekonomi meliputi insentif ekonomi, ekolabel, produksi bersih,
izin yang dapat diperjual belikan, sistem jaminan
perbankan

hijau,

dan

pengembalian,

pasar modal hijau, sistem manajemen lingkungan,

dan/atau syarat keberhasilan.


b
Penanggulangan

85

Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan antara


lain melalui pemberian informasi dan peringatan pencemaran dan/atau
kerusakan, pelokalisiran pencemaran atau kerusakan, dan/atau penghentian
sumber pencemaran atau kerusakan. Dalam hal
dan/atau kerusakan lingkungan

terjadi

penanggung jawab

pencemaran

usaha dan/atau

kegiatan, Pemerintah sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya masingmasing sesegera mungkin melakukan penanggulangan;

Pemulihan
Tindakan pemulihan dilakukan apabila terjadi pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan

hidup. Tindakan pemulihan meliputi pembersihan

lingkungan (clean up), remediasi, dan/atau rehabilitasi.


Apabila

terjadi

pemindah tanganan dan/atau pengubahan sifat dan

bentuk usaha dan/atau kegiatan, tidak melepaskan tanggung jawab hukum


dan atau kewajiban untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Untuk

menjamin

pemenuhan

tanggung

jawab

Pemerintah dapat menetapkan bentuk dan tata

hukum
cara

dan

kewajiban,

penjaminan

guna

dipenuhinya kewajiban tersebut.


PEMELIHARAAN
Dalam rangka

pemeliharaan

lingkungan

hidup

dilakukan upaya

konservasi sumber daya alam, reservasi sumber daya alam, dan/atau


preservasi sumber daya alam. Konservasi, reservasi, dan preservasi sumber
daya alam dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

86

PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN SERTA LIMBAH


BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
A Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan,
mengangkut,
mengolah,

mengedarkan,

dan/atau

menimbun

menyimpan,
bahan

menggunakan,

berbahaya

dan

membuang,

beracun

wajib

melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.


Dalam hal bahan berbahaya dan beracun telah daluarsa, pengelolaannya
mengikuti ketentuan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
B Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan
limbah bahan berbahaya dan beracun wajib melakukan pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun yang dihasilkannya.
Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak mampu
melakukan sendiri pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan

yang

bersangkutan

wajib

menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain.


Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib mendapatkan
izin

dari

lingkungan

pejabat
yang

yang
harus

berwenang
dipenuhi

serta

mencantumkan

persyaratan

dan kewajiban yang harus dipatuhi

pengelola limbah bahan berbahaya dan beracun dalam izin. Keputusan izin
wajib diumumkan.
C Dumping Bahan Berbahaya dan Beracun
87

Setiap
beracun

orang

dan/atau

lingkungan

dilarang
limbah

melakukan dumping

bahan berbahaya

bahan berbahaya dan beracun ke

hidup tanpa izin. Dumping limbah dan/atau

dan

media

bahan dilakukan

dengan persyaratan tertentu di lokasi yang ditetapkan.


PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
Pemerintah daerah kota tegal memberikan bantuan bagi setiap usaha
yang tidak mampu melakukan pengelolaan limbah B3 yang dikeluarkan dari
usaha yang di lakukan dengan mendapat izin dari pejabat yang berwenang.

BAB IV

: LABORATORIUM LINGKUNGAN

BAB V

: PERAN SERTA MASYARAKAT

Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya


untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran

masyarakat

dalam pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan cara:


a meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan dalam
pengelolaan lingkungan;
b menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan;
c melakukan pengawasan sosial terhadap pengelolaan lingkungan;
d menyampaikan pengaduan tentang dugaan terjadinya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan;
e melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;
f memberikan saran pendapat; dan
88

g menyampaikan informasi pelanggaran Peraturan Daerah ini.


untuk

meningkatkan

kepedulian

memberikan penghargaan

dan

kepada

peran

masyarakat,

masyarakat yang

Pemerintah

berjasa

dalam

pengelolaan lingkungan hidup.

BAB VI

: SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP

Pemerintah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk


mendukung
lingkungan

pelaksanaan
hidup dengan

dan

pengembangan

memperhatikan

kebijakan

keragaman

pengelolaan

karakter

ekologis,

sebaran potensi sumber daya alam, dan kearifan lokal.


Pemerintah

menyelenggarakan sistem informasi lingkungan hidup

secara terpadu dan terkoordinasi yang dapat diakses oleh masyarakat.

BAB : HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN

A Hak
1 Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
2 Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
3 Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup.

89

4 Setiap

orang

berhak

untuk

berperan

dalam

perlindungan

dan

pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan yang ada.


B Kewajiban
Yaitu

Setiap

orang

berkewajiban

memelihara

kelestarian

fungsi

lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan


lingkungan hidup.
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib:
1 melakukan

pengendalian

pencemaran

dan atau kerusakan

lingkungan hidup;
2 memberikan informasi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan
hidup secara benar, akurat dan tepat waktu;
3 menjaga keberlanjutan lingkungan hidup;
4 menaati daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

C Larangan
Memuat larangan yang dilakukan oleh setian orang/organisasi/badan
usaha :
1) melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup;
2) membuang limbah ke media lingkungan hidup;
3) membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
90

4) melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup


yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
izin lingkungan;
5) melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
6) menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun
amdal; dan/atau
7) memberikan

informasi

palsu,

menyesatkan,

menghilangkan

informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang


tidak benar.

BAB VII

: PEMBIAYAAN

Suatu sistem dan mekanisme penghimpunan dan pengelolaan dana yang


digunakan bagi pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan berasal dari berbagai sumber,
misalnya pungutan, hibah, dan lainnya.
Pembiayaan yang diperlukan untuk perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kota Tegal serta sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan
peraturan perunda-undangan yang berlaku.

BAB VIII

: PEMBINAAN

Kegiatan pembinaan dalam pengelolaan lingkungan hidup meliputi:


a. sosialisasi;
b. pendidikan dan pelatihan; dan
91

c. pendidikan lingkungan hidup.

BAB IX

: KETENTUAN PERALIHAN

Peraturan-peraturan pelaksanaan dan peraturan lainnya yang telah ada


sebelum

berlakunya

Perautan

Daerah

ini

sepanjang

materinya

tidak

bertentangan, dinyatakan masih tetap berlaku.

BAB X

: KETENTUAN PENUTUP

Ketentuan ini merupakan peraturan yang mengatur mengenai peraturan


pelaksanaan dari peraturan daerah ini dan menyatakan hal-hal yang belum
diatur dalam Peraturan daerah ini akan diatur dalam Keputusan Kepala
Daerah.
C. KETENTUAN PERALIHAN
Ketentuan peralihan merupakan ketentuan yang memuat penyesuaian
pengaturan

tindakan

hukum

atau

hungan

hukum

yang

sudah

ada

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lama terhadap peraturan


perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk :
a Menghindari terjadinya kekosongan hukum
b Menjamin kepastian hukum
c Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak
perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d Mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.

92

BAB VI
PENUTUP

Kesimpulan
Dari apa yang disajikan dalam naskah akademik ini dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:


Terdapat beberapa permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup
di kota Tegal , yaitu:
2 Tingginya laju degradasi fungsi lingkungan hidup;
3 Rentannya kondisi geografis kota Tegal yang berpotensi menimbulkan
bencana;
4 Tingginya angka kemiskinan dan ketidakadilan;
5 Tingginya konflik pengelolaan lingkungan hidup

dan pemanfaatan

sumber daya alam.


Hal-hal yang menjadi pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis yaitu:
1

Landasan Filosofis:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28 H
ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Negara bertanggungjawab melindungi segenap bangsa Indonesia
melalui penyelenggaraan kebutuhan dasar berupa penyediaan lingkungan
hidup yang baik yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup
sejalan dengan semangat demikrasi, ekonomi, otonomi daerah, dan

93

keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara.
Landasan filosofis dari peraturan daerah tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yaitu lingkungan hidup Indonesia yang
dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat

dan

bangsa

Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan


dikembangkan

kemampuannya

agar

dapat

tetap menjadi sumber dan

penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup
lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Secara ekologis makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya berada
dalam hubungan saling ketergantungan dan saling keterkaitan antara satu
dengan yang lainnya.

Oleh karena itu

semua organisme dan makhluk

hidup serta benda-benda abiotis lainnya harus memperoleh martabat yang


sama. Cara pandang ini mengandung makna bahwa dalam
lingkungan

hidup

dituntut

pengelolaan

adanya penghormatan, pemenuhan, dan

perlindungan yang sama terhadap hak yang sama untuk hidup dan
berkembang yang tidak hanya berlaku bagi semua makhluk hayati tetapi
juga bagi yang non hayati. Hak semua bentuk kehidupan untuk hidup
adalah

sebuah

sebagai

salah

hak
satu

universal
spesies

yang

tidak

bisa diabaikan.

Manusia

dalam ekosistem harus mengakui bahwa

kelangsungan hidupnya dan spesies lainnya tergantung dari kepatuhannya


2

pada prinsip-prinsip ekologis.


Landasan Sosiologis
Lingkungan hidup merupakan hal yang sangat berdampingan dengan
kehidupan manusia. Memiliki peranan yang sangat vital dalam berbagai
kegiatan social yang dilakukan oleh manusia, mulai dari ia lahir sampai
menghasilkan keturunan. Maka Lingkungan hidup yang baik merupakan
94

hal terpenting demi kelangsungan hidup manusia, karena apabila kondisi


lingkungan buruk, kehidupan manusia saat ini maupun dimasa mendatang
dapat berjalan buruk pula. Berdasarkan pemaparan diatas, maka jelas
merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk menjaga
lingkungan hidup disekitarnya.

Landasan Yuridis
Dalam sebuah Negara hukum pada asasnya setiap tindakan pemerintah
harus dilakukan berdasrkan kewenangan yang diberikan oleh hukum.
Suatu tindakan pemerintahan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan
adalah berakibat batal demi hukum. Dalam melaksanakan salah satu
fungsi

pemerintahan,

yaitu

membentuk

peraturan

daerah

tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup , pemerintah kota Tegal


menggunakan dasar-dasar kewenangan .
Luasnya lingkup muatan materi yang akan diatur dalam peraturan ini yang
meliputi ketentuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan dan pengeloaan
lingkungan hidup. Peraturan daerah ini bertujuan untuk melakukan kebijakan
dalam perlindungan dan pengelolaan menjamin kelestarian fungsi lingkungan
hidup dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan

maka

perlu

melaksanakan

perlindungan

dan

pengelolaan

lingkungan hidup, dengan meningkatkan daya dukung dan daya tampung


lingkungan hidup, yang serasi, selaras dan seimbang untuk mewujudkan
ruang wilayah daerah yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan
95

senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi


dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk
tercapainya kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan peraturan perundangundangan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah
mengamanahkan

kepada

pemerintah

kabupaten/kota

untuk

segera

melakukan kebijakn berupa pembentukkan peraturan daerah yang mengatur


perlindungan

dan

pengelolaan

Berdasarkan

ketentuan

lingkungan

tersebut,

maka

hidup

di

pemerintah

tiap-tiap
kota

daerah.

Tegal

segera

menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang penyelenggaraan


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Tegal.
2

Saran
Agar pelaksanaan penyusunan Peraturan Daerah tentang Perlindungan

dan

Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

dapat

dilaksanakan

secara

baik,

disarankan menyusun suatu peraturan daerah tentang perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup kota Tegal, hal ini dimaksudkan untuk
mengatur pengelolaan lingkungan hidup secara khusus di kota Tegal yang
mana pengaturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada saat
ini mengacu kepada UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup, memberikan kewenangan kepada tiap-tiap
daerah untuk mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
daerahnya masing-masing.

96

DAFTAR PUSTAKA

Baiquni,

dan

Susilawardani.

2002. Pembangunan

yang

tidak

Berkelanjutan, Refleksi Kritis Pembangunan Indonesia. Yogyakarta: Transmedia


Global Wacana.
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia,
Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup.
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana
Jakarta.
Jimly Asshiddiqie. 2013. Perihal Undang-Undang. Jakarta: Konstitusi
Press
Suharto.Ign. 2011. Limbah

Kimia

dalam

Pencemaran

Air

dan

Udara. Yogyakarta : CV. Andi Offset.


Rahmadi, Takdir. 2013. Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Koesnadi H. 2013. Hukum Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Marfai, M.A. 2011. Moralitas Lingkungan., Yogyakarta: Wahana Hijau.
Ernawi, I.

S. 2009.

Penataan Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan,

Berdaya Saing, dan Berotonomi. Jakarta: Dirjen Penataan Ruang Departemen


PU.
Pohan, Max H. 2009.
Berdaya

Saing

dan

Penataan Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan,

Berotonomi:

Arah

Kebijakan,

Pelaksanaan,

dan
97

Permasalahan,

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.

Jakarta: Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas.


Siti Sundari Rangkut. 2005. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan
Lingkungan Nasional. Airlangga University Press.
Suparto Wijoyo. 2000. Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Surabaya:
Airlangga Press.
Kusnadi Hardjosoemantri. 2002. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Yulies Tiena Masriani. 2004.nPengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika.
Makalah Seminar Nasional Dies UGM ke-58 PEMBANGUNAN WILAYAH
BERBASIS LINGKUNGAN DI INDONESIA di Yogyakarta, tanggal 27 Oktober
2007.
I Gusti Ayu Ketut Rachni Handayani, Pembentukan Peraturan Daerah
Berbasis Lingkungan dalam Rangka Mewujudkan Praktik-Praktik Good
Governance di Daerah, Jurnal Yustisia Edisi 85 Januari-April 2013.
I Wayan Suweda. Penataan Ruang Perkotaan Yang Berkelanjutan,
Berdaya Saing Dan Berotonomi. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 15, No. 2, Juli
2011. Denpasar: Fakultas Teknik Universitas Udayana.
Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tegal Tahun 2013
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
lingkungan Hidup.

98

99

LAMPIRAN

RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL
NOMOR . TAHUN .
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TEGAL,
Menimbang : a. bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
mengamanatkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup menjadi bagian dari kewenangan wajib pemerintah
daerah;
b. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun
telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku
kepentingan;
c. bahwa lingkungan hidup Kota Tegal perlu dikelola secara
baik dan bertanggungjawab agar tetap lestari untuk
100

menjamin kelestarian
fungsi lingkungan hidup dalam
pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan maka perlu melaksanakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan
hidup yang serasi, selaras dan seimbang;
d.

Mengingat :

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan
peraturan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;

1 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), Pasal 33 ayat (3) dan
ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3 Undang-Undang
Nomor
5
Tahun

1984

tentang

Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun


1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pelestarian
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1990

Nomor

49,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


3419);
5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888);
101

6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber


Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
7 Undang-Undang
Nomor
Pemerintahan

Daerah

32

Tahun

(Lembaran

2004
Negara

tentang
Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Pemerintahan

Daerah

(Lembaran

tentang

Negara

Republik

lndonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran


Negara Republik lndonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015
tentang

Penetapan

Peraturan

Pemerintah

Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan


Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang

Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran


Negara

Republik

lndonesia

Tahun

2015

Nomor

24,

Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor


5657);

102

9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah


diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan;
10 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
11 Undang-Undang

Nomor

27

Tahun

2007

tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil;


12 Undang-Undang
Nomor
18
Tahun
2008
tentang
Pengelolaan Sampah;
13 Undang-Undang
Nomor
Perlindungan

dan

32

Tahun

Pengelolaan

2009

Lingkungan

tentang
Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor


140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
14 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas
dan angkutan jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025).
15 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
16 Undang-Undang

Nomor

12

Tahun

2011

tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran


Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2011

Nomor

82,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


5234);
103

17 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang


Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3294);
18 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3441);
19 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran
Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1999

Nomor

15,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


3804);
20 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun B3)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan atas peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
21 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian

Pencemaran

Udara

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
22 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang
Lembaga Penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Luar Pengadilan ( Lembaran Negara Republik

104

Indonesia Tahun 2000 Nomor 113, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 3982);
23 Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4068);
24 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4153);
25 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4161);
26 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian

Urusan

Pemerintahan

Antara

Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah


Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 4737);
27 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
28 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun
105

2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 5285);
29 Keputusan Presiden Nomor

32

Tahun

1990

tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung;


30 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 148
Tahun 2004 tentang Pedoman Pembentukan Kelembagaan
Lingkungan Hidup Daerah;
31 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27
Tahun

2009

tentang

Pedoman

Pelaksanaan

Kajian

Lingkungan Hidup Strategis;


32 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30
Tahun

2009

tentang

Tata

Laksana

Perizinan

dan

Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan


Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah
Daerah;
33 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15
Tahun 2011 tentang Pedoman Materi Muatan rancangan
Peraturan Daerah di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
34 Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal Tahun 2011-2031.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TEGAL
dan
WALIKOTA TEGAL
MEMUTUSKAN:

106

Menetapkan

: PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN


PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal I
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1 Daerah adalah Kota Tegal;
2 Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan Daerah Kota Tegal.
3 Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah.
4 Walikota adalah Walikota Tegal.
5 DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal.
6 Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal yang selanjutnya
disebut BPLH adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup di Kota Tegal.
7 Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Tegal yang
selanjutnya disebut BPMPT Kota Tegal adalah Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang menyelenggarakan UrusanPemerintahan di bidang
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu.
8 Orang adalah orang perseorangan dan/atau kelompok orang
dan/atau badan hukum.
9 Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
10 Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semuabenda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
107

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,


dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup.
Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim,
tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan
alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan
hidup.
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan dan pengawasan.
Hukum Lingkungan adalah serangkaian norma yang mengatur
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhlukhidup,
termasuk
manusia
dan
perilakunya,
yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Penaatan Hukum Lingkungan adalah upaya untuk mendorong
masyarakat, pelaku usaha/kegiatan, Pemerintah Daerah untuk
mentaati peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Penegakan Hukum Lingkungan adalah upaya untuk mencapai
ketaatan terhadap hukum lingkungan, melalui pengawasan dan
penerapan sanksi.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau
setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
bakumutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga
melampauikriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
108

21 Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau


tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
22 Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disebut KLHS
adalah
rangkaian
analisis
yang
sistematis,
menyeluruh,
danpartisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.
23 Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup
lain dan keseimbangan antar keduanya.
24 Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang
masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
25 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya
disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan
bagi
proses
pengambilan
keputusan
tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
26 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup, yang
diperlukan
bagi
proses
pengambilan
keputusan
tentang
penyelenggaraan usahadan/atau kegiatan.
27 Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan hidup
adalah Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut SPPL, adalah
pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untukmelakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau
kegiatannya di luar usahadan/atau kegiatan yang wajib amdal atau
UKL-UPL.
28 Baku Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran batas ataukadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
29 Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung
atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan
109

30

31
32

33

34

35

36

37

38
39

40

41
42

perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga


berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada
kurunwaktu yang dapat dibandingkan.
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut B3 adalah
zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung B3.
Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup
pengurangan,
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3.
Organisasi Lingkungan Hidup adalah kelompok orang yang
terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan
dankegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang
memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya
perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan diantara dua pihak
atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berdampak pada lingkungan hidup.
Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola
lingkungan hidup secara lestari.
Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan
tanah.
Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air,
sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
Pengendalian
pencemaran
air
adalah
upaya
pencegahan,
penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air untuk
menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.
Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk
dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.
Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air.
110

43 Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
44 Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadarunsur
pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke
dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan.
45 Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkanya
makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup olehj kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
46 Laboratorium lingkungan adalah laboratorium yang mempunyai
sertifikat akreditasi laboratorium pengujian parameter kualitas
lingkungan dan mempunyai identitas registrasi.
47 Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia,
makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
48 Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKLUPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan;
49 Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh
instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan;
50 Kerusakan laut adalah perubahan fisik dan/atau hayati laut yang
melewati kriteria baku kerusakan laut;
51 Kriteria Baku Kerusakan Laut adalah ukuran batas perubahan sifat
fisik dan/atau hayati lingkungan laut yang dapat ditenggang;
52 Status mutu laut adalah tingkatan mutu laut pada lokasi dan waktu
tertentu yang dinilai berdasarkan baku mutu air laut dan/atau
kriteria baku kerusakan laut;
53 Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut;
54 Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan
dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya kedalam
udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi
sebagai unsur pencemar;
55 Gas Rumah Kaca selanjutnya disebut GRK adalah gas yang
terkandung dalam atmosfer baik alami maupun antropogenik,
yangmenyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah;
111

56 Emisi Gas Rumah Kaca adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu
area tertentu dalam jangka waktu tertentu;
57 Kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat
dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan tanah;
58 Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji,
buah, daun, ranting, batang,dan akar, termasuk tanaman yang
dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman;
59 Produksi biomassa adalah bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya
tanah untuk menghasilkan biomassa;
60 Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada
suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran
tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;
61 Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat
menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta
menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup;
62 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan adalah orang yang
bertanggung jawab atas suatu usaha dan/atau kegiatan yang
dilaksanakan;
63 Pengumpulan limbah B3 skala Kota adalah kegiatan mengumpulkan
limbah B3 dari penghasil limbah B3 yang sumbernya berada dalam 1
(satu) Kota Tegal.

Bagian Kedua
Asas
Pasal 2
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas:
a
b
c
d
e
f
g
h

tanggungjawab Daerah;
kelestarian dan keberlanjutan;
keserasian dan keseimbangan;
keterpaduan;
manfaat;
kehatian-hatian;
keadilan;
ekoregion;
112

i
j
k
l
m

keanekaragaman hayati;
pencemar membayar;
partisipatif;
kearifan lokal;
tata kelola pemerintahan yang baik.

Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 3
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk:
a mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup dalam rangka pembangunan masyarakat Tegal seutuhnya yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b menumbuhkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha dan/atau
kegiatan untuk menaati hukum lingkungan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
c mencegah dan menanggulangi perilaku masyarakat dan pelaku usaha
dan/atau kegiatan terhadap tindakan atau kegiatan yang berdampak
negatif pada kelestarian lingkungan hidup;
d membina dan meningkatkan kemampuan, keahlian, dan keterampilan
aparat Pemerintah Daerah dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
e mendukung, membina dan mengawasi upaya-upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh masyarakat, pelaku
usaha dan/atau kegiatan;
f

melindungi daerah dari pencemaran dan/atau perusakan lingkungan


hidup;

g mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;


h menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
i

mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

113

Bagian Kempat
Kedudukan
Pasal 4
Pengaturan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
berkedudukan sebagai :
a acuan dalam penetapan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan;
b pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan; dan
c pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan evaluasi kegiatan
pembangunan.

Bagian Kelima
Ruang Lingkup
Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini meliputi:
a kebijakan;
b kewenangan;
c perencanaan;
d pemanfaatan;
e pengendalian;
f pemeliharaan;
g pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;
h hak, kewajiban dan larangan;
i peran serta masyarakat;
j perizinan;
k pemantauan dan pengawasan;
l sanksi administratif;
m penyelesaian sengketa lingkungan hidup;
n penyidikan; dan
o ketentuan pidana.

BAB II
TUGAS DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 6
114

1 Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah dalam perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup dilaksanakan secara komprehensif, terpadu, konsisten
melalui kebijakan:
a menetapkan kebijakan lingkungan hidup tingkat Kota ;
b menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat Kota ;
c menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH Kota ;
d menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal, UKL-UPL
dan SPPL;
e menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam danemisi gas rumah
kaca pada tingkat Kota ;
f

mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;

g mengembangkan
hidup;

dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan

h memfasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup;


i

melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab


usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan
peraturan perundang-undangan;

melaksanakan standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup;

k melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuankeberadaan


masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum
adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup pada tingkat daerah;
l

mengelola informasi lingkungan hidup tingkat daerah;

m mengembangkan dan melaksanakan


lingkungan hidup tingkat daerah ;

kebijakan

sistem

informasi

n memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;


o menerbitkan izin lingkungan pada tingkat daerah;
p melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat daerah;
q melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup tingkat Kota ;

perlindungan

dan
115

menerbitkan izin penyimpanan sementara limbah B3 dan pengumpulan


limbah B3 skala Kota , kecuali minyak pelumas/oli bekas;

s menerbitkan izin lokasi pengolahan limbah B3;


t

menerbitkan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air;

u menerbitkan izin pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada


tanah.
v melaksanakan inspeksi mendadak terhadap suatu kegiatan yang diduga
mencemari lingkungan;
w menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran;
x melakukan paksaan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk melakukan pemulihan lingkungan hidupakibat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yangdilakukannya;
y menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup
akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup atas beban
biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

2 Pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


melalui:
a penetapan alokasi dana yang memadai;
b peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia khususnya
aparatur Pemerintah Daerah;
c penguatan kelembagaan pengendalian lingkungan hidup yang lebih
efektif dan responsif;
d penyediaan sarana dan prasarana pengendalian lingkungan hidup yang
memadai;
e pengembangan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan;
f peningkatan kualitas partisipasi dan peran serta masyarakat;
h pelaksanaan kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak secara efektif,
efisien dan saling menguntungkan;

116

3 Ketentuan lebih lanjut dalam penetapan kegiatan dan rencana program


sebagai pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Walikota.
BAB III
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Bagian Kesatu
Perencanaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 7
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup dilaksanakan
melalui tahapan:
a inventarisasi lingkungan hidup;
b penyusunan, penetapan dan pelaksanaan RPPLH.

Paragraf 2
Inventarisasi Lingkungan Hidup
Pasal 8
1 Pemerintah Daerah wajib melakukan inventarisasi lingkungan hidup sebagai
dasar untuk:
a penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
daerah;
b penetapan status lingkungan hidup berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup; dan
c memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam.
2 Ruang lingkup inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a potensi dan ketersediaan sumber daya alam;
b jenis sumber daya alam yang dimanfaatkan;
c bentuk penguasaan sumber daya alam;
d pengetahuan pengelolaan sumber daya alam;
e bentuk kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup; dan
f konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
117

3 Inventarisasi dilakukan dengan cara:


a pemetaan masalah dan potensi;
b pengkategorian dan pengklasifikasian;
c pembandingan;
d pendokumentasian;

1
2

Paragraf 3
Penyusunan dan Penetapan RPPLH
Pasal 9
Pemerintah Daerah wajib menyusun perencanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
RPPLH Kota disusun berdasarkan:
a RPPLH Provinsi;
b inventarisasi lingkungan hidup.
Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
dengan memperhatikan:
a keanekaragaman karakter dan fungsi ekologis;
b sebaran penduduk;
c sebaran potensi sumberdaya alam;
d kearifan lokal; dan
e perubahan iklim.
RPPLH paling kurang memuat rencana tentang:
a kerangka hukum pengelolaan lingkungan hidup;
b nilai ekonomi sumberdaya alam;
c pemanfaatan lahan kaitannya dengan tata ruang dan kualitas
lingkungan hidup;
d pengelolaan sumberdaya air permukaan;
e pengelolaan sumberdaya air tanah dan hidrogeologi;
f pengelolaan sumberdaya hutan, perkebunan dan pertanian;
g pengelolaan keanekaragaman hayati;
h pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir;
i pengelolaan sumberdaya pertambangan mineral, serta minyak dan gas;
j rumusan strategi pengelolaan kualitas air;
k rumusan strategi pengelolaan kualitas udara;
l rumusan strategi pengelolaan sampah;
m rumusan strategi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim;
118

n analisis pertumbuhan penduduk dan perubahan kehidupan sosial yang


berdampak terhadap lingkungan hidup;
o rumusan strategi kemampuan laboratorium dalam menunjang program
pemantauan lingkungan; dan
p pengembangan sistem informasi lingkungan.
5

Tata cara penyusunan RPPLH:


a BPLH menyiapkan rancangan awal RPPLH;
b BPLH melakukan pembahasan bersama dengan OPD terkait;
c BPLH melakukan diskusi terbatas dengan para ahli, pemerintah provinsi
dan pemerintah;
d BPLH melakukan konsultasi publik;
e BPLH menyusun rancangan naskah akhir.

RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam Rencana


Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

1
2

Pasal 10
RPPLH ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
RPPLH dapat ditinjau kembali paling lambat 5 (lima)tahun 1 (satu) kali.

Bagian Kedua
Pemanfaatan
Pasal 11
Pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.

Selain berdasarkan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilaksanakan berdasarkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dengan memperhatikan :
a keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
c keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kota dan ekoregion
tingkat Kota ditetapkan oleh Walikota,dengan terlebih dahulu berkoordinasi
kepada Gubernur.

119

Bagian Ketiga
Pengendalian
Paragraf 1
Umum
Pasal 12
Pengendalian
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan
dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
lingkungan

hidup

Pengendalian
pencemaran
dan/atau
kerusakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a pencegahan;
b penanggulangan; dan
c pemulihan.

hidup

Pemerintah Daerah melaksanakan pengendalian dampak


lingkungan,
meliputi:
a pengendalian pencemaran air;
b pengendalian pencemaran udara;
c pengendalian pencemaran limbah B3 skala Kota ;
d pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan wilayah
pesisir dan laut;
e pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan tanah akibat kebakaran
hutan dan/atau lahan;
f pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan akibat
kegiatan pertambangan;
g pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan tanah untuk kegiatan
produksi biomassa; dan
h penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan
akibat
bencana alam.

Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang melaksanakan kegiatan


usaha, wajib melaksanakan pengendalian sesuai dengan kewenangan,
peran, dan tanggung jawab masing-masing, dengan ketentuan melaporkan
pelaksanaannya kepada BPLH.
Paragraf 2
Pengendalian Pencemaran Air
Pasal 13
120

1
2

3
4

Pengendalian pencemaran air meliputi pengaturan tentang pencegahan,


penanggulangan serta pemulihan.
Dalam rangka pengendalian pencemaran air, Walikota berwenang untuk:
a melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
b menetapkan daya tampung beban pencemaran;
c menetapkan kelas air pada sumber air skala Kota ;
d menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
e menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke airatau sumber air;
f memantau kualitas dan kuantitas air pada sumber air; dan
g memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
Penetapan daya tampung beban pencemaran dilakukan secara berkala
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali;
Walikota wajib menggunakan hasil penetapan daya tampung beban
pencemaran untuk:
a pemberian izin lokasi;
b pengelolaan air dan sumber air;
c penetapan rencana tata ruang;
d pemberian izin pembuangan air limbah;
e penetapan mutu air sasaran;
f penetapan program kerja pengendalian pencemaran air.
Pasal 14
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang membuang air
limbah ke air atau sumber air wajib melakukan pengolahan sampai
memenuhi baku mutu air limbah;
Tata cara dan persyaratan untuk pembuangan air limbah ditetapkan
dengan Peraturan Walikota.

Pasal 15
1Pemerintah Daerah wajib menyediakan sarana dan prasarana instalasi
pengolahan air limbah terpadu untuk kegiatan domestik.
2Pemerintah Daerah dapat mengoperasikan sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan industri.

Paragraf 3
Pengendalian Pencemaran Udara
Pasal 16
Pengendalian pencemaran udara meliputi:
121

a pengendalian pencemaran udara ambien;


b pengendalian pencemaran emisi; dan
c pengendalian tingkat gangguan lain pada media udara.
Pengendalian pencemaran udara ambien, emisi dan gangguan lain tersebut
dilakukan melalui kegiatan:
a pencegahan pencemaran udara;
b penanggulangan pencemaran udara; dan
c pemulihan mutu udara.

Pasal 17
Dalam rangka pengendalian pencemaran udara, Walikota berwenang untuk:
a melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
b melakukan pemantauan kualitas udara ambien, kualitas udara dalam
ruangan, emisi sumber bergerak, emisi sumber tidak bergerak dan
tingkat gangguan lain skala Kota ;
c melakukan pengujian emisi gas buang dan kebisingan
kendaraan
bermotor lama secara berkala;
d melakukan koordinasi dan pelaksanaan pemantauan kualitas udara
skala Kota ;
e melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinyapencemaran
udara dari sumber bergerak dan tidak bergerak skala Kota .
Pasal 18
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatanyang mengeluarkan
emisi dan/atau gangguan ke udara ambien, wajib:
a menaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi dan baku tingkat
gangguan yang ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan yang
dilakukannya;
b melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara
yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya;
c memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam
rangka upaya pengendalian pencemaran udara dalam lingkup usaha
dan/atau kegiatannya.
Pasal 19
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatanyang mengeluarkan
emisi dari sumber tidak bergerak, wajib:
122

a
b
c
d

membuat cerobong emisi yang dilengkapi dengan fasilitas pengendali


pencemaran udara, sarana pendukung dan alat pengaman;
memasang alat ukur pemantauan yang meliputi kadar dan laju alir
volume untuk setiap cerobong emisi;
menyampaikan laporan hasil pemantauan setiap 3 (tiga) bulan kepada
Walikota;
melaporkan kepada Walikota apabila ada kejadian tidaknormal dan/atau
dalam keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu
emisi
terlampaui.

Pasal 20
1 Setiap orang yang menyebabkan terjadinya pencemaranudara, wajib
melakukan upaya penanggulangan dan pemulihan, termasuk dalam
keadaan darurat.
2 Pedoman teknis upaya penanggulangan dan pemulihan pencemaran udara
ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
3 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dilarang membuang mutu emisi melampaui
ketentuan yang telah ditetapkan baginya dalam izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
Paragraf 4
Pengendalian Pencemaran Limbah B3
Pasal 21
1 Pengelolaan limbah B3 ditujukan untuk mencegah dan
menanggulangi
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yangdiakibatkan oleh
limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah
tercemar.
2 Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatanyang menghasilkan
limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara
langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih
dahulu.
3 Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan
limbah B3 yang dihasilkannya.
4 Dalam hal penghasil limbah B3 tidak mampu melakukansendiri pengelolaan
limbah B3, maka pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain yang
berizin.
5 Setiap kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 wajib mendapat izin dari
Walikota.
123

6 Setiap kegiatan pengumpulan limbah B3 skala Kota


kecuali minyak
pelumas/oli bekas, wajib mendapat izin dari Walikota.
7 Walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus
dipenuhi oleh setiap kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan
ayat (6).
8 Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan serta kegiatan pengelolaan limbah
B3 skala Kota akan diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 22
Dalam rangka pengendalian pencemaran limbah B3, Walikota wajib:
a melakukan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbahB3;
b melakukan pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran
limbah B3;
c melakukan pengawasan pelaksanaan sistem tanggap darurat;
d melakukan pengawasan penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah
B3;
Pasal 23
Dalam rangka pengendalian pencemaran limbah B3, Walikota berwenang
untuk:
a memberi izin penyimpanan sementara limbah B3 di industri atau usaha
suatu kegiatan;
b memberi izin pengumpulan limbah B3 skala Kota ,kecuali minyak
pelumas/oli bekas;
c memberi izin lokasi pengolahan limbah B3;
d memberikan rekomendasi dan pertimbangan teknis pengelolaan limbah
B3 di wilayah Kota Tegal.

Paragraf 5
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan pesisir dan laut
Pasal 24
1Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan pesisir dan laut bertujuan
untuk mencegah atau mengurangi turunnya mutu pesisir dan laut
dan/atau rusaknya sumberdaya pesisir dan laut.
124

2Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan pesisir dan laut didasarkan


pada baku mutu air laut, kriteria baku kerusakan pesisir dan laut serta
status mutu laut sesuai dengan ketentuanperaturan perundanganundangan.
Pasal 25
Dalam rangka pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan pesisir dan laut,
Walikota berwenang untuk:
a melakukan pengaturan terhadap pencegahan pencemarandan perusakan
pesisir dan laut skala Kota ;
b melakukan Pengaturan terhadap pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan pesisir dan laut skala Kota ;
c menetapkan lokasi untuk pengelolaan kawasan konservasi;
d melakukan pengawasan penaatan instrumen pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan pesisir dan laut skala Kota ;
e melakukan pemantauan kualitas lingkungan pesisir dan laut skala
Kota ;
f
melakukan pengaturan terhadap monitoring kualitas lingkungan pesisir
dan laut skala Kota ;
g melakukan penegakan hukum terhadap peraturan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan pesisir dan laut yangdikeluarkan oleh
Kota atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah.
Pasal 26
1 Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau perusakan laut;
2 Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan laut wajib
melakukan pemulihan mutu laut;
3 Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan laut serta pemulihan
mutu laut dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Paragraf 6
Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Tanah Akibat Kebakaran
Hutan dan/atau Lahan
Pasal 27
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan tanah akibat kebakaran hutan
dan/atau lahan bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan tanah akibat
kebakaran hutan dan/atau lahan.
125

Paragraf 7
Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Akibat
Kegiatan Pertambangan
Pasal 28
1 Pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat kegiatan
pertambangan dilakukan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang
ditetapkan oleh Walikota.
2 Walikota dapat menetapkan kriteria kerusakan lingkungan dan baku mutu
limbah akibat kegiatan pertambangan.
3 Walikota melakukan pemantauan terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan akibat kegiatan pertambangan.
Paragraf 8
Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Tanah Untuk Kegiatan
Produksi Biomassa
Pasal 29
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan tanah untuk produksi
biomassa bertujuan mencegah terjadinya kerusakan tanah yang dapat
mengganggu kegiatan produksi biomassa.
Pasal 30
1 Dalam rangka pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan tanah untuk
kegiatan produksi biomassa, Walikota berwenang untuk :
a Penetapan kriteria baku kerusakan lahan dan/atau tanah;
b Penetapan kondisi dan status kerusakan lahan dan/atau tanah;
c Pelaksanaan pengawasan usaha dan/atau kegiatan yangmengakibatkan
kerusakan tanah sehingga dapat mengganggu kegiatan produksi
biomassa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan kerusakan dan
pemulihan tanah berdasarkan perundangan-undangan.
Paragraf 9
Penanggulangan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Bencana
Alam
Pasal 31

126

Penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat bencana


bertujuan untuk mengembalikan kelestarian fungsi lingkungan pasca bencana
alam.
Paragraf 10
Pencegahan
Pasal 32
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,
terdiri atas:
a KLHS;
b tata ruang;
c baku mutu lingkungan hidup;
d kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e Amdal;
f UKL-UPL dan SPPL;
g perizinan;
h instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j anggaran berbasis lingkungan hidup;
k analisis risiko lingkungan hidup; dan
l audit lingkungan hidup.

Pasal 33
Walikota wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.
KLHS wajib dilaksanakan dalam penyusunan dan evaluasi :
a Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota , Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) Kota
dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD); dan
b Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sesuai dengan daya dukung
dan daya tampung lingkungan.
Penyelenggaraan KLHS untuk RTRW Kota , RPJP Kota , RPJMD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 34
127

1 Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan


masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada
KLHS.
2 Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksudpada ayat (1)
ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
3 Pengaturan lebih lanjut mengenai perencanaan tata ruang wilayah mengacu
kepada perundangan-undangan.
Pasal 35
1 Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup, diukur dari baku mutu
lingkungan hidup.
2 Baku mutu lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a baku mutu air;
b baku mutu air limbah;
c baku mutu air laut;
d baku mutu udara ambien;
e baku mutu emisi;
f baku mutu gangguan; dan
g baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3 Setiap orang dilarang untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup,
kecuali:
a memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b mendapat izin Walikota sesuai dengan kewenangannya, berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
Pasal 36
1 Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan
hidup, ditetapkan
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
2 Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan
ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
3 Kriteria baku kerusakan ekosistem, meliputi:
a kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan
kebakaran hutan dan/atau lahan;
d kriteria baku kerusakan mangrove;
e kriteria baku kerusakan padang lamun;
128

f
g

kriteria baku kerusakan karst; dan/atau


kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
4 Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada parameter,
meliputi :
a kenaikan temperatur;
b kenaikan muka air laut;
c badai; dan/atau
d kekeringan.

1
2
3

Pasal 37
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup, wajib memiliki Amdal.
Amdal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh Pemrakarsa pada
tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan.
Dokumen Amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat,
berdasarkan prinsip pemberian informasiyang transparan dan lengkap
serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi :
a yang terkena dampak;
b pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalamproses Amdal.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan Amdal berikut tatacara penyusunannya, berpedoman
pada ketentuan perundang-undangan.

1
2

Pasal 38
Walikota membentuk Komisi Penilai Amdal Kota .
Pemerintah Daerah berwenang melaksanakan penilaian Amdal bagi jenis
usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan hidup di daerah, sesuai dengan ketentuanperundang-undangan.
Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib
dikembalikan kepada pemrakarsa.
Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menilai
dokumen Amdal untuk usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.

129

6
7

Komisi Penilai Amdal menyampaikan hasil penilaian akhir dokumen Andal


dan RKL-RPL yang dituangkan dalam rekomendasihasil penilaian Amdal
kepada Walikota.
Berdasarkan rekomendasi Komisi Penilai Amdal, Walikota menetapkan
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup.
Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(6), digunakan sebagai dasar untuk:
a memperoleh izin lingkungan; dan
b melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Pasal 39
1 Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan berkewajiban menyampaikan pelaporan
pelaksanaan RKL-RPL kepada Walikota setiap 6 (enam) bulan.
2 Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakanpengawasan
terhadap implementasi RKL-RPL bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi Amdal di Daerah.
Pasal 40
1Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib
Amdal, wajib memiliki UKL-UPL atau SPPL.
2Walikota menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
dengan UKL-UPL atau SPPL sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
3Pemeriksaan UKL-UPL dan penerbitan rekomendasi UKL-UPL dilakukan oleh
BPLH.
4Pemeriksaan SPPL dan pemberian persetujuan SPPL dilakukan oleh BPLH.
5Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakanpengawasan
terhadap pelaksanaan UKL-UPL dan SPPL di Daerah.
6Rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan
sebagai dasar untuk:
a memperoleh izin lingkungan; dan
b melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
7Persetujuan SPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (4), digunakan sebagai
dasar untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Pasal 41
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL
wajib memiliki izin lingkungan, sesuai ketentuan perundang-undangan.
130

Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh


Walikota sesuai kewenangan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan
hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
3 Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
4 Izin lingkungan sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:
a
persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam keputusan kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL;
b
persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Walikota; dan
c
jangka waktu izin lingkungan.
5 Jangka waktu izin usaha sama dengan jangka waktu izin lingkungan.
6 Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin
lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapidengan Amdal atau
UKL-UPL.
7 Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dapat dibatalkan apabila:
a
persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat
hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau
pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
b
penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam
keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL; atau
c
kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak
dilaksanakan oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.
8 Dalam hal izin lingkungan dicabut, maka izin usaha dan/atau kegiatan
dibatalkan.
9 Dalam
hal
usaha
dan/atau
kegiatan
mengalami
perubahan,
penanggungjawab
usaha
dan/atau
kegiatan
wajib
mengajukan
permohonan perubahan izin lingkungan.
10 Tata cara pencabutan dan pembatalan izin lingkunganserta permohonan
perubahan izin lingkungan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 42
Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah Daerah
mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup,
meliputi:
a perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
b pendanaan lingkungan hidup.
131

Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
b penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto
yang mencakup penyusutan sumberdaya alam dan
kerusakan
lingkungan hidup;
c internalisasi biaya lingkungan hidup.
Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, meliputi:
a dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan
lingkungan hidup; dan
c dana amanah/bantuan untuk konservasi.

Pasal 43
Setiap penyusunan ketentuan perundang-undangan di Daerah wajib
memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup
dan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 11
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 44
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal wajib
mengalokasikan anggaran yang memadaiuntuk membiayai:
a kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup; dan
c pemulihan kondisi lingkungan hidup yang kualitasnyatelah mengalami
pencemaran dan/atau kerusakan.
Paragraf 12
Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Pasal 45
1 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan
kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib
melakukan analisis risiko lingkungan hidup.
2 Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
132

a pengkajian risiko;
b pengelolaan risiko; dan/atau
c komunikasi risiko.
Paragraf 13
Audit Lingkungan Hidup

2
3

1
2

Pasal 46
Pemerintah Daerah mendorong penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
untuk melakukan audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan
kinerja lingkungan hidup.
Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang berisiko
tinggi dilakukan secara berkala.
Ketentuan mengenai audit lingkungan hidup mengacu kepada peraturan
perundangan-undangan.
Paragraf 14
Penanggulangan
Pasal 47
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup, wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a
pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b
pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c
penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; dan/atau
d
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Paragraf 15
Pemulihan
Pasal 48
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:
133

a
b
c
d
e

4
5

penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;


remediasi;
rehabilitasi;
restorasi; dan/atau
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pemegang izin lingkungan wajib menyediakan dana penjaminan untuk
pemulihan fungsi lingkungan hidup yang disimpan di Bank Pemerintah
Daerah yang ditunjuk oleh Walikota.
Walikota dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi
lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan.
Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup diatur oleh
Walikota.

5
6

Bagian Keempat
Pemeliharaan
Pasal 49
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a konservasi sumberdaya alam;
b pencadangan sumberdaya alam; dan/atau
c pelestarian fungsi atmosfer.
Konservasi sumberdaya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi kegiatan:
a perlindungan sumberdaya alam;
b pengawetan sumberdaya alam; dan
c pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam.
Pencadangan sumberdaya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka
waktu tertentu.
Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi :
a upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c upaya perlindungan terhadap hujan asam.
Upaya yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
dilaksanakan dengan cara melakukan penanaman pohon menahun.
Konservasi, pencadangan sumber daya alam serta pelestarian fungsi
atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
134

Bagian Kelima
Pengawasan
Paragraf 1
Pemerintah Daerah
Pasal 50
1 Walikota melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungandan pengelolaan lingkungan
hidup, meliputi:
a
pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin
lingkungan;
b
pengawasan terhadap pengendalian pencemaran air;
c
pengawasan terhadap penaatan penanggungjawab usaha
dan/atau
kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran udara;
d
pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan limbah B3;
e
pengawasan terhadap pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran
limbah B3;
f
pengawasan terhadap pelaksanaan sistem tanggap darurat limbah B3;
g
pengawasan terhadap penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah
B3;
h pengawasan terhadap pelaksanaan Amdal dan UKL-UPL;
i
pengawasan terhadap kegiatan pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan.
2 Walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan
kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
3 Dalam pengawasannya, pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berhak melakukan
inspeksi mendadak terhadap suatu kegiatanyang diduga mencemari
lingkungan, meliputi:
a
melakukan pemantauan;
b
meminta keterangan;
c
membuat salinan dan dokumen; dan/atau membuat catatan yang
diperlukan;
d
memasuki tempat tertentu;
e
memotret;
f
membuat rekaman audio visual;
g
mengambil sampel;
135

h memeriksa peralatan;
i
memeriksa instalasi dan/ atau alat transportasi; dan/atau
j
menghentikan pelanggaran tertentu.
4 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3),
Walikota dapat menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang
merupakan pejabat fungsional.
5 Walikota wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.
Pasal 51
BPLH berkewajiban :
a menyusun dan menetapkan kebijakan pengawasan terhadap pelaku
usaha dan/atau kegiatan;
b melakukan pemantauan, evaluasi hasil pengawasan lingkungan hidup;
c menindaklanjuti hasil pengawasan lingkungan hidup; dan
d mengkoordinasikan pengawasan yang dilakukan dengan satuan kerja
perangkat daerah.
Paragraf 2
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
Pasal 52
1Walikota menetapkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah sebagai
pejabat fungsional di lingkungan BPLH.
2PNS yang akan diangkat menjadi Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a telah lulus diklat dasar-dasar pengawasan lingkungan hidup;
b memenuhi persyaratan lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3Dalam melakukan pengawasan, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
berwenang melakukan tindakan-tindakan tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungandan pengelolaan lingkungan
hidup.
4Pelaksanaan pengawasan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a pemantauan kelengkapan izin lingkungan dan ketaatan terhadap
ketentuan yang dipersyaratkan dalam izin lingkungan;
b pelaksanaan tindakan-tindakan pengawasan sesuai dengan kewenangan
pejabat pengawas lingkungan hidup;
c pelaporan hasil pengawasan kepada Kepala Badan; dan
136

d kegiatan-kegiatan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.


Pasal 53
(1) Pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang:
a melakukan pemantauan;
b meminta keterangan;
c membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang
diperlukan;
d memasuki tempat tertentu;
e memotret;
f membuat rekaman audio visual;
g mengambil sampel;
h memeriksa peralatan;
i memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
j menghentikan pelanggaran tertentu.
Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat
melakukan koordinasi dengan PPNS.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi
pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.

3
4

2
3
4

Paragraf 3
Pengawasan Masyarakat
Pasal 54
Masyarakat berhak melakukan pengawasan sosial, berupa pemantauan
terhadap dampak lingkungan hidup akibat pelaksanaanusaha dan/atau
kegiatan.
Hasil pengawasan sosial masyarakat dapat disampaikan kepada Pemerintah
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BPLH wajib membentuk pos pengaduan dan tata cara penanganan pengaduan
masyarakat.
Pos pengaduan dan tata cara penanganan pengaduan diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.

137

Pasal 55
Kepala BPLH menugaskan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan/atau
pejabat yang ditunjuk untuk memverifikasi kebenaran informasi pelanggaran
izin lingkungan yang berasal dari masyarakat baik langsung maupun tidak
langsung melalui pos pengaduan.
Bagian Keenam
Penaatan Hukum
Paragraf 1
Sanksi Administratif
Pasal 56
1Walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang berada di wilayah Kota
Tegal, jika dalam
pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
2Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berasal dari hasil
kerja pengawasan lingkungan hidup dan/atau informasi masyarakat.
Pasal 57
1 Berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56,
Walikota memberikan sanksi administratif, yang terdiri dari:
a teguran tertulis;
b paksaan pemerintah;
c pembekuan izin lingkungan; atau
d pencabutan izin lingkungan.
2 Dalam hal pemberian sanksi administratif berupa teguran tertulis dan
paksaan pemerintah dilaksanakan oleh instansi yang
membidangi
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
3 Penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksudpada ayat (1), tidak
membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung
jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 58
1 Penerapan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin
lingkungan dilakukan apabila penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
2 Bentuk-bentuk paksaan pemerintah diberikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungandan pengelolaan
lingkungan hidup.
138

3 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan


paksaan pemerintah dapat dikenai dendaatas setiap keterlambatan
pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
4 Besaran denda keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Walikota berdasarkan
usulan Kepala BPLH.
5 Penerapan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin
lingkungan dilakukan apabila penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 59
1 Apabila sanksi administratif yang diberikan berupa
pembekuan izin
lingkungan, Walikota wajib menerbitkan keputusan penghentian sementara
usaha dan/atau kegiatan.
2 Apabila sanksi administratif yang diberikan berupa
pencabutan izin
lingkungan, Walikota wajib menerbitkan keputusan pencabutan izin usaha
dan/atau kegiatan.

2
3
4

Paragraf 2
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 60
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan mengenai:
a bentuk dan besarnya ganti rugi;
b tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran
dan/atau perusakan; dan/atau
d tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
Dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu sengketa lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana
lingkungan hidup.
Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 61
139

2
3

BPLH melakukan koordinasi dan fasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan


hidup yang terkait dengan izin lingkungan dan persyaratan lingkungan
hidup.
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa menjalin komunikasi
dengan pihak-pihak yang bersengketa.
Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk
mediasi.

Pasal 62
1 Kepala BPLH bertindak sebagai mediator, dalam hal para pihak memutuskan
untuk menempuh penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
2 Apabila hasil mediasi tidak dapat diterima, salah satu atau kedua belah pihak
yang bersengketa dapat menempuh cara penyelesaian sengketa lingkungan
hidup lainnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penegakan Hukum Lingkungan di Dalam Pengadilan
Pasal 63
1Pemerintah Daerah memiliki hak mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan
tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang menyebabkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yangmengakibatkan
kerugian lingkungan hidup.
2Hak mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Walikota.

3
4

Pasal 64
Pertimbangan untuk menggunakan hak gugat PemerintahDaerah didasarkan
pada hasil verifikasi lapangan oleh pejabat pengawas lingkungan hidup
dan/atau pejabat yang ditunjuk.
Hak gugat Pemerintah Daerah hanya digunakan apabilahasil verifikasi
lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menunjukkan telah terjadi
perusakan lingkungan hidup.
Dalam hal hak gugat Pemerintah Daerah digunakan, Walikota dapat menunjuk
kuasa hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Biaya yang timbul dalam penggunaan hak gugat Pemerintah Daerah,
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 65
1 Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk
kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat
140

apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan


lingkungan hidup.
2 Gugatan perwakilan kelompok dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta
atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok
dan anggota kelompoknya.
3 Hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 66
1Dalam rangka pelaksanaan tanggungjawab perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan
gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
2Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan
tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi,kecuali biaya atau pengeluaran
riil.
3Organisasi lingkungan hidup yang dapat mengajukan gugatan harus
memenuhi persyaratan:
a berbentuk badan hukum;
b menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut
didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
c telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya
paling singkat 2 (dua) tahun.

a
b
c

Paragraf 4
Larangan
Pasal 67
Setiap orang dan/atau pelaku usaha dilarang :
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup;
melakukan pembuangan air limbah ke lingkungan melampaui baku mutu air
limbah yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
melakukan pembuangan sampah atau limbah padat non B3 pada sumbersumber air, dan tempat-tempat lain yang tidak diperuntukkan sebagai
tempat pembuangan sampah;
melakukan
reduksi,
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah bahan berbahaya dan
beracun tanpa memiliki izin sesuai dengan peraaturan perundangundangan yang berlaku;
141

e membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup membuang limbah


gas atau emisi ke lingkungan melampaui baku mutu yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan perundang-undangan;
f melakukan penangkapan ikan dan/atau biota lainnya di lingkungan perairan
dengan menggunakan racun, strom listrik dan bahan peledak;
g mendirikan bangunan, melakukan usaha dan/atau kegiatan di tempat yang
ditetapkan sebagai hutan kota, jalur hijau kota, taman kota, resapan air,
dan daerah sempadan sungai;
h melakukan penebangan, perusakan dan/atau yang menyebabkan rusak atau
matinya tanaman pada tempat-tempat yang ditetapkan sebagai hutan kota,
jalur hijau kota, taman kota, resapan air, dan daerah sempadan sungai;
i membuang limbah ke media lingkungan hidup tanpa memenuhi baku mutu
lingkungan hidup;
j melakukan usaha dan/atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan
hidup, tanpa memiliki dan/atau melaksanakan:
1 Amdal atau UKL-UPL atau SPPL;
2 izin lingkungan;
3 penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan
4 pemulihan fungsi lingkungan hidup;
k melakukan pengujian parameter kualitas lingkungan,
tanpa memiliki
sertifikat akreditasi sebagai laboratorium pengujian dan identitas registrasi.

Paragraf 5
Penegakan Hukum Terpadu
Pasal 68
Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan
hidup, dibentuk Tim Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu yang
keanggotaannya terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, Kejaksaan Negeri
Tegal, Kepolisian Resort Tegal.
Pembentukan Tim Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan KeputusanBersama Walikota
Tegal, Kepala Kejaksaan Negeri Tegal, Kepala Kepolisian Resort Tegal.
Paragraf 6
Penyidikan
Pasal 69
Selain Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia (Penyidik Polri),
Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup
142

tugas dan tanggung jawabnya di bidang lingkungan hidup, diberi wewenang


khusus sebagai penyidik, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang:
a menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
b melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan
pemeriksaan perkara;
h mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
Penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak pidana, dan selanjutnya melalui Penyidik
Polri memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka
atau keluarganya;
i
mengadakan
tindakan
lain
menurut
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan; dan
PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Polri.
Paragraf 7
Ketentuan Pidana
Pasal 70
Perbuatan yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup diancam pidana, sebagaimana diatur dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
LABORATORIUM LINGKUNGAN
Pasal 71

143

Pengujian parameter kualitas lingkungan untuk mendukung pengelolaan


lingkungan hidup bagi penyedia dan pengguna jasa, dilakukan oleh
laboratorium lingkungan.
2 Untuk memperoleh pengakuan sebagai laboratorium lingkungan,
laboratorium wajib memiliki :
a
sertifikat akreditasi sebagai laboratorium pengujian dengan lingkup
parameter kualtias lingkungan yang diterbitkan oleh lembaga akreditasi
yang berwenang; dan
b
identitas registrasi yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup.
3 Walikota dapat menunjuk laboratorium lingkungan untuk pengelolaan
lingkungan hidup di wilayahnya.
4 BPLH melakukan pembinaan kepada laboratorium lingkungan yang berada
di wilayahnya.
5 Dalam hal laboratorium lingkungan melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkunganhidup, Walikota
dapat mencabut penunjukan dan melaporkannya ke Kementerian
Lingkungan Hidup.

BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Dunia Usaha
Pasal 72
Peran serta dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai
berikut :
a memberikan kontribusi terhadap pengelolaan lingkungan hidup di
Daerah;
b bermitra usaha dengan Pemerintah dan/atau masyarakat setempat
dalam pengelolaan lingkungan hidup di Daerah;
c meningkatkan nilai ekonomis wilayah yang berfungsi ekologis; dan
d menerapkan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.
Bagian Kedua
Masyarakat
Pasal 73
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkunganhidup adalah sebagai
144

berikut :
a memberikan kontribusi terhadap pengelolaan lingkungan hidup di
daerah;
b menjadi pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup di daerah;
c menjaga, memelihara dan melestarikan lingkungan hidup; dan
d melaksanakan pemantauan dan pengawasan sosial dalam rangka
peningkatan kualitas lingkungan hidup;
e memberikan saran, informasi, laporan dan pengaduan dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
BAB VI
SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 74
1 Dalam rangka publikasi sistem informasi lingkungan
hidup, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup melakukan pengembangan sistem informasi
lingkungan hidup.
2 Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara
terpadu dan
terkoordinasi serta wajib dipublikasikan kepada masyarakat.
3 Sistem informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdiri dari :
a status lingkungan hidup;
b peta rawan lingkungan hidup; dan
c informasi lingkungan hidup lain, meliputi :
1 izin lingkungan;
2 laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup;
3 peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup pada
tingkat nasional, provinsi dan Kota ; dan
4 kebijakan lingkungan hidup Pemerintah Daerah.
Pasal 75
1 Untuk mengembangkan Sistem Informasi Lingkungan Hidup skala Kota , BPLH
berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terkait.
2 Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa permintaan data dan
informasi lingkungan hidup.
3 BPLH wajib melakukan pemutahiran data dan informasi lingkungan hidup
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
BAB VII
PEMBIAYAAN
145

Pasal 76
Pembiayaan yang diperlukan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tegal
serta sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundaundangan yang berlaku.
BAB VIII
PEMBINAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 77

Kegiatan pembinaan meliputi:


a sosialisasi;
b pendidikan dan pelatihan; dan
c pendidikan lingkungan hidup.

Bagian Kedua
Sosialisasi
Pasal 78
Sosialisasi informasi lingkungan hidup dilaksanakan melalui kegiatan:
a publikasi sistem informasi;
b penyuluhan; dan
c konsultasi.

2
3
4

Bagian Ketiga
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 79
Pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup diselenggarakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, yang meliputi :
a pendidikan dan pelatihan teknis; dan
b pendidikan dan pelatihan fungsional.
Pendidikan lingkungan hidup dilaksanakan melalui jalur pendidikan
formal dan non formal.
pengelolaan lingkungan hidup ditetapkan sebagai muatan lokal pada
pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar danmenengah di Daerah.
Pemerintah daerah menyusun dan mengembangkan materi ajar tambahan
dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup, yang wajib
diberikan pada setiap jenis pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup,
meliputi:
146

a permasalahan lingkungan hidup di daerah;


b pokok-pokok hukum lingkungan; dan
c kearifan lokal di daerah.
Kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, diidentifikasi
dari praktik perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.

Bagian Keempat
Pendidikan Lingkungan Hidup
Pasal 80
1 Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2 Pendidikan lingkungan hidup dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal dan jalur informal.
3 Untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap kondisi lingkungan
hidup dalam rangka mengembangkan cipta, rasa, karsa dan karya untuk
memelihara, memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup
sekolah dan lingkungan sekitar, pengelolaan lingkungan hidup ditetapkan
sebagai muatan lokal pada pendidikan formal pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah di daerah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 81
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, seluruh pelaksanaan yang
berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah
ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 82
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di daerah yang telah
dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dapat terus
dilaksanakan sepanjang tidak mengganggu fungsi lingkungan hidup;
b kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada dan berdampak
pada penurunan fungsi konservasi, harus melakukan rekayasa teknik
dan/atau rekayasa vegetatif untuk memulihkan fungsilingkungan hidup;
c perizinan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah
diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, tetap berlaku
sampai dengan habis masa berlakunya perizinan tersebut.
147

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 83
Peraturan pelaksanaan yang diperintahkan Peraturan Daerah ini, ditetapkan
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 84
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai teknis pelaksanaannya, ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Pasal 85
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tegal.
Ditetapkan di Tegal
pada tanggal .
WALIKOTA TEGAL,
ttd
SITI MASITHA SOEPARNO
Diundangkan di Tegal
pada tanggal .................
SEKRETARIS DAERAH
KOTA TEGAL,
ttd

RUSMADI, S.H., M.Hum.

LEMBARAN DAERAH KOTA TEGAL TAHUN . NOMOR

148

149

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL
NOMOR TAHUN .
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

I.

UMUM
1 Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dan telah diatur
pemanfaatan dan pengelolaannya dalam pasal 33 ayat (3), UndangUndang Dasar 1945: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat. Sumber daya alam tersebut menjdi modal
dasar
bagi
pembangunan
bangsa
untuk
mensejahterakan
masyarakat, tak hanya bagi generasi sekarang tetapi juga generasi
secara
berkelanjutan.
Lingkungan
Hidup
Indonesia
yang
dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa
Indonesia merupakan karunia dan rahmatNya yang wajib dilindungi,
dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap
menjadi sumber dan penunjang bagi rakyat dan bangsa Indonesia
serta mahluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan
kualitas hidup itu sendiri.
2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945
menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga
negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh
pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi
sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk
hidup lain.
150

3 Negara Indonesia termasuk negara yang tingkat perkembangan


kehidupan manusia dan kebutuhan sangat tinggi, sehingga
membawa akses pada persoalan lingkungan yang sudah merupakan
suatu konsekuensi yang tidak dapat dihindari, karena pembangunan
yang ditujukan guna mencapai yang sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat, masih mengandalkan eksploitasi terhadap sumber daya alam
sebagai tumpuan utama.
4 Saat ini persoalan lingkungan hidup di Kota Tegal tidak bisa di
hindari, dengan berbagai tingkat kebutuhan terutama kebutuhan
akan eksploitasi sumber daya alam (hutan, lahan dan sumber daya
mineral) cukup besar, menyebabkan penurunan kualitas dan fungsi,
bahkan kerusakan sumber daya alam.
5 Bumi Kota Tegal memiliki sumber daya yang cukup besar, namun
pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup harus benar-benar
memerlukan perhatian pada seluruh pelaku pembangunan, sumber
daya alam yang melimpah tersebut perlu dilindungi dan dikelola
dalam suatu sistem perlindungan dan pengelolaan yang terpadu dan
terintegrasi antara laut, darat dan udara.
6 Perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam yang baik akan
memberikan dampak positif bagi kesejahteraan manusia, namun
sebaliknya bila perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam
tidak baik akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia dan
mahluk lainnya. Oleh karena itu akar permasalahan yang paling
utama adalah bagaimana melindungi dan mengelola sumber daya
alam tersebut agar seimbang antara menghasilkan manfaat yang
sebesar-besarnya dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber
daya alam.
7 Oleh karena itu lingkungan hidup di Kota Tegal harus dilindungi dan
dikelola dengan baik dan bijak, maka makna kehadiran Peraturan
Daerah Kota Tegal dapat dipahami sebagai upaya untuk menekan,
atau menghindari resiko pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
II.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

151

Istilah-istilah dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah


timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan
melaksanakan pasal-pasal dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas tanggungjawab Daerah adalah :
a
Daerah menjamin pemanfaatan sumberdaya alam akan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
dan mutu hidup masyarakat, baik generasi masa kini maupun
generasi masa depan;
b
Daerah menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat; dan
c
Daerah
mencegah
dilakukannya
kegiatan
pemanfaatan
sumberdaya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan
adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung
jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya
dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya
dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan
adalah
bahwa
pemanfaatan
lingkungan
hidup
harus
memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi,
sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan
dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan
berbagai komponen terkait.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah bahwa segala
usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan
disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan
hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat
manusia selaras dengan lingkungannya.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas kehati-hatian adalah bahwa
152

ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau


kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda
langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman
terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan asas ekoregion adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem,
kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan
lokal.
Huruf i
Yang dimaksud dengan asas keanekaragaman hayati adalah
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupharus
memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan
keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam
hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber
daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di
sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Huruf j
Yang dimaksud dengan asas pencemar membayar adalah
bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau
kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan
lingkungan.
Huruf k
Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa setiap
anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan
lingkungan hidup, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Huruf l
Yang dimaksud dengan asas kearifan lokal adalah bahwa
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupharus
memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
153

kehidupan masyarakat.
Huruf m
Yang dimaksud dengan asas tata kelola pemerintahanyang
baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
Pasal 3
Huruf a
Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup
Huruf d
Cukup
Huruf e
Cukup
Huruf f
Cukup
Huruf g
Cukup
Huruf h
Cukup
Huruf i
Cukup
Pasal 4
Huruf a
Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup

Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas

Jelas
Jelas
Jelas

Pasal 5
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
154

Huruf c
Cukup
Huruf d
Cukup
Huruf e
Cukup
Huruf f
Cukup

Jelas
Jelas
Jelas
Jelas

Pasal 6
Kewenangan Pemerintah Daerah ini merupakan kewenangan yang
diberikan oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, serta peraturan perundang-undangan teknis di
bidang lingkungan hidup.
Pasal 7
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup
Ayat (2)
Huruf a
Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup
Huruf d

Jelas
Jelas
Jelas

Jelas
Jelas
Jelas

155

Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Ayat (3)

Pasal 9
Ayat (1)
Ayat (2)

Huruf a
Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup
Huruf d
Cukup

Jelas
Jelas
Jelas
Jelas

Cukup Jelas
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas

Ayat (3)
Huruf a
Huruf b
Huruf c

Cukup Jelas
Cukup Jelas
Cukup Jelas

Huruf d
Yang dimaksud dengan kearifan lokal termasuk hak ulayat yang
diakui masyarakat.
Huruf e
Cukup Jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
156

Huruf c
Cukup
Huruf d
Cukup
Huruf e
Cukup
Huruf f
Cukup
Huruf g
Cukup
Huruf h
Cukup
Huruf i
Cukup
Huruf j
Cukup
Huruf k
Cukup
Huruf l
Cukup
Huruf m
Cukup
Huruf n
Cukup
Huruf o
Cukup
Huruf p
Cukup
Ayat (5)
Huruf a
Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup
Huruf d
Cukup
Huruf e
Cukup
Ayat (6)

Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas

Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
157

Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Ayat (2)

Cukup Jelas
Cukup Jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
158

Cukup Jelas
Huruf f
Pencemaran lingkungan akibat pertambangan timbul
sebagai akibat dari penggunaan zat kimia dalam proses
pertambangan, kerusakan yang terjadi sebagai akibat dari
tidak dilakukannya reklamasi atau tidak diterapkannya
tata cara/aturan penambangan yang baik dan benar.
Huruf g
Cukup Jelas
Huruf h
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 13
Ayat (1) :
Yang dimaksud dengan pengendalian pencemaran air adalah
upaya pencegahan, penanggulangan pencemaran dan
pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai
dengan baku mutu air.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Huruf a
159

Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup
Huruf d
Cukup
Huruf e
Cukup
Huruf f
Cukup

Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas

Pasal 14
Ayat (1) :
Yang dimaksud dengan sumber air adalah wadah air yang
terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk
dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau,
situ, waduk, dan muara.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan udara ambien adalah udara bebas
di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang
dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia,
makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan emisi adalah zat, energi dan/atau
komponen lain yang dihasilkan dalam suatu kegiatan yang
masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien
yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi
160

sebagai unsur pencemar


Huruf c
Yang dimaksud dengan tingkat gangguan lain adalah
komponen lain yang meliputi unsur getaran, kebisingan,
dan kebauan.
Ayat (2) :
Kegiatan pengendalian pencemaran udara ambien, emisi dan
gangguan lain dilakukan melalui :
a pengembangan mekanisme pembangunan bersih;
b pengembangan dan penerapan teknologi ramah lingkungan;
c pengembangan dan penerapan produksi bersih;
d pengembangan energi alternatif;
e penerapan insentif bagi kegiatan yang berhasil melaksanakan
reduksi emisi;
f mendorong penghapusan bahan bakar yang mengandung bahan
timbal;
g pengembangan ruang terbuka hijau;
h pengembangan mitigasi pencemaran udara;
i pengelolaan sistem transportasi perkotaan terpadu; dan
j pengikutsertaan aspek pengelolaan kualitas udara dalam
perencanaan tata ruang
Pasal 17
Huruf a
Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup
Huruf d
Cukup
Huruf e
Cukup

Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas

Pasal 18
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
161

Cukup Jelas
Pasal 19
Huruf a
Cukup
Huruf b
Cukup
Huruf c
Cukup
Huruf d
Cukup

Jelas
Jelas
Jelas
Jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1):
Yang dimaksud dengan pengelolaan limbah B3 adalah
pengelolaan seluruh jenis limbah B3 berdasarkan
karakteristiknya yang bersifat mudah meledak, mudahterbakar,
bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, danbersifat
korosi. Limbah medis yang salah satunya bersifat infeksius
termasuk kategori limbah B3 dengan kode limbah D227, berasal
dari kegiatan pelayanan kesehatan dan terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
berat yang tinggi.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4) :
Kegiatan pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan
162

yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan,


pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3
termasuk penimbunan hasil pengolahan. Dalam hal penghasil
limbah B3 tidak mampu melakukan sendiri pengelolaanlimbah
B3, maka pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain yang
telah mendapatkan izin dari instansi yang berwenang. Dengan
demikian, maka mata rantai siklus perjalanan limbahB3 sejak
dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir
oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Perjalanan limbah B3
dikendalikan dengan sistem manifes berupa dokumen limbah
B3. Dengan sistem manifes dapat diketahui berapa jumlah B3
yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan kedalam
proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah
memiliki persyaratan lingkungan.
Ayat (5) :
Pengaturan limbah medis harus dibedakan dengan limbah B3
pada umumnya karena karakteristiknya yang sangat spesifik,
terutama untuk pengaturan tata cara penyimpanan dan
pengumpulan sesuai dengan kewenangan yang diberikan
kepada Pemerintah Daerah.
Ayat (6) :
Persyaratan lingkungan hidup didasarkan atas hasil verifikasi
administrasi dan teknis terkait kegiatan di lapangan dan
mengacu kepada tata laksana teknis aturan perundangan.
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 22
Kewajiban dalam rangka pengendalian pencemaran limbah B3 ini
didasarkan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, serta peraturanperundangundangan teknis di bidang lingkungan hidup.
Pasal 23
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
163

Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan rekomendasi
dan
pertimbangan teknis pengelolaan limbah B3 melalui instansi teknis
yang membidangi pengelolaan limbah B3 kepada instansi pemberi
izin.
Hal ini dilakukan agar pengelolaan Limbah B3 di wilayah Kota
Tegal dapat terukur secara kualitatif dan kuantitatif sehingga
dapat dilakukan upaya pengendalian terhadap kemungkinan
dampak yang ditimbulkannya
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 25
Kewenangan dalam rangka pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan pesisir dan laut ini didasarkan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, serta peraturan perundang-undangan teknis di
bidang lingkungan hidup.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas

164

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1) :
Kewenangan dalam rangka pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan tanah untuk kegiatan produksi biomassa ini
didasarkan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, serta
peraturan perundang-undangan teknis di bidang lingkungan
hidup.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan dampak dan/atau risiko
165

lingkungan hidup meliputi :


1 perubahan iklim;
2 kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati;
3 peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir,
longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan;
4 penurunan mutu dan kelimpahan sumberdaya alam;
5 peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
6 peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya
keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan
7 peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia.

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a :
Yang dimaksud dengan baku mutu air adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada, dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
Huruf b :
Yang dimaksud dengan baku mutu air limbah adalah
ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk
dimasukkan ke media air.
Huruf c :
166

Yang dimaksud dengan baku mutu air laut adalah


ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.
Huruf d :
Yang dimaksud dengan baku mutu udara ambien adalah
ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen
yang seharusnya ada, dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
Huruf e :
Yang dimaksud dengan baku mutu emisi adalah ukuran
batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk
dimasukkan ke media udara.
Huruf f :
Yang dimaksud dengan baku mutu gangguan adalah
ukuran batas unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya yang meliputi unsur getaran, kebisingan,
dan kebauan.
Huruf g :
Cukup jelas.
Ayat (3) :
Huruf a :
Cukup Jelas
Huruf b :
Cukup Jelas
Pasal 36
Ayat (1) :
Cukup Jelas
Ayat (2) :
Cukup Jelas
Ayat (3) :
Huruf a :
Yang dimaksud dengan produksi biomassa adalah
bentuk-bentuk
pemanfaatan
sumberdaya
tanah
menghasilkan biomassa.
Yang dimaksud dengan kriteria baku kerusakan tanah
untuk produksi biomassa adalah ukuran batas
perubahan sifat dasar tanah yang dapat ditenggang

untuk

167

berkaitan dengan kegiatan produksi biomassa.


Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa
mencakup lahan pertanian atau lahan budidaya dan
hutan.
Huruf b :
Yang dimaksud dengan kriteria baku kerusakan terumbu
karang adalah ukuran batas perubahan fisik dan/atau
hayati terumbu karang yang dapat ditenggang.
Huruf c :
Yang dimaksud dengan kerusakan lingkungan hidup
yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan
adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup
berupa kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan
hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau
lahan yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan.
Huruf d :
Cukup jelas
Huruf e :
Cukup jelas
Huruf f :
Cukup jelas
Huruf g :
Cukup jelas
Ayat (4) :
Huruf a :
Cukup jelas
Huruf b :
Cukup jelas
Huruf c :
Cukup jelas
Huruf d :
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1) :
Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria :
a besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan;
168

b luas wilayah penyebaran dampak;


c intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak;
e sifat kumulatif dampak;
f berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses pengumuman
dan konsultasi publik dalam rangka menjaring saran dan
tanggapan.
Ayat (4) :
Cukup jelas
Ayat (5) :
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Ayat (4) :
Cukup jelas
Ayat (5) :
Yang dimaksud dengan analisis dampak lingkungan hidup
(Amdal) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang
dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan.
Ayat (6) :
Cukup jelas
Ayat (7) :
Huruf a :
Syarat untuk memperoleh izin lingkungan adalah adanya dokumen
AMDAL yang telah disertai dengan Surat Keputusan Kelayakan
169

Lingkungan Hidup atau/ formulir UKL-UPL yang telah disertai


dengan Surat Rekomendasi UKL-UPL.
Huruf b :
Cukup Jelas
Pasal 39
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1) :
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang
wajib dilengkapi dengan Amdal, terdiri atas :
a pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b eksploitasi sumberdaya alam, baik yang terbarukan maupun
yang tidak terbarukan;
c proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta
pemborosan dan kemerosotan sumberdaya alam dalam
pemanfaatannya;
d proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengauhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
dan budaya;
e proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi
pelestarian kawasan konservasi sumberdaya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya;
f introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik;
g pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi
pertahanan negara; dan
i penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi
besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Ayat (4) :
170

Cukup jelas
Ayat (5) :
Cukup jelas
Ayat (6) :
Huruf a :
Syarat untuk memperoleh izin lingkungan adalah adanya
dokumen AMDAL atau/ UKL-UPL yang telah mendapatkan
persetujuan dari instansi yang berwenang.
Huruf b :
Cukup Jelas
Ayat (7) :
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Termasuk dalam pengertian izin usaha dan/atau kegiatan, yaitu
izin operasi dan izin konstruksi.
Ayat (4) :
Huruf a :
Cukup Jelas
Huruf b :
Cukup Jelas
Huruf c :
Cukup Jelas
Ayat (5) :
Ketentuan ini merupakan upaya harmonisasi antara masa
berlakunya izin usaha yang disesuaikan dengan masa berlaku
izin lingkungan, karena izin lingkungan merupakan persyaratan
mutlak untuk memperoleh izin usaha.
Ayat (6) :
Amdal atau UKL-UPL merupakan syarat mutlak dalam izin
lingkungan, sehingga permohonan izin lingkungan yang tidak
dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL, wajib ditolak.
Ayat (7) :
Huruf a :
171

Cukup Jelas
Huruf b :
Komisi adalah Komisi Penilai Amdal Kota Tegal
Huruf c :
Cukup Jelas
Selain ketentuan pembatalan izin lingkungan yang diatur dalam
ayat ini, izin lingkungan dapat dibatalkan melalui putusan
pengadilan tata usaha negara.
Ayat (8) :
Ketentuan ini menegaskan ketentuan ayat (4), dimana masa berlaku
izin lingkungan identik dengan masa berlaku izin usaha.
Ayat (9) :
Perubahan dapat terjadi karena peralihan kepemilikan,perubahan
teknologi, penambahan atau pengurangan kapasitas produksi atau
berpindahnya lokasi
usaha dan/atau kegiatan.
Ayat (10) :
Ketentuan ini merupakan aktualisasi dari komitmen Pemerintah
Daerah untuk melakukan reformasi di bidang perizinan melalui
peningkatan peran Badan Pelayanan Perijinan Terpadu.
Pasal 42
Ayat (1) :
Huruf a :
Yang dimaksud dengan instrumen ekonomi dalam perencanaan
pembangunan adalah upaya internalisasi aspek lingkungan hidup
ke dalam perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan dan
kegiatan ekonomi.
Huruf b :
Yang dimaksud dengan pendanaan lingkungan hidup adalah suatu
sistem dan mekanisme penghimpunan dan pengelolaan dana yang
digunakan bagi pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan berasal dari berbagai
sumber,
misalnya pungutan, hibah, dan lainnya.
Ayat (2) :
Huruf a :
Yang dimaksud dengan neraca sumber daya alam adalah
gambaran mengenai cadangan sumberdaya alam dan
172

perubahannya, baik dalam satuan fisik maupun dalam nilai


moneter.
Huruf b :
Yang dimaksud dengan produk domestik bruto adalah nilai
semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada
periode tertentu.
Yang dimaksud dengan produk domestik regional bruto adalah
nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu daerah
pada periode tertentu.
Huruf c :
Yang dimaksud dengan internalisasi biaya lingkungan hidup
adalah memasukkan biaya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dalam
perhitungan biaya produksi atau biaya suatu usaha dan/atau
kegiatan.
Ayat (3) :
Huruf a :
Yang dimaksud dengan dana jaminan pemulihan lingkungan
hidup adalah dana yang disiapkan oleh pelaku usaha dan/atau
kegiatan untuk pemulihan
kualitas lingkungan hidup yang rusak karena kegiatannya.
Huruf b :
Yang dimaksud dengan dana penanggulangan adalah dana yang
digunakan untuk menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
yang timbul akibat suatu usaha dan/atau kegiatan.
Huruf c :
Yang dimaksud dengan dana amanah/bantuan adalah dana yang
berasal dari sumber hibah dan donasi untuk kepentingan konservasi
lingkungan hidup.
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Huruf a :
Cukup Jelas
Huruf b :
Cukup Jelas
173

Huruf c :
Pembiayaan untuk pemulihan kondisi lingkungan yang kualitasnya
telah mengalami pencemaran dan/atau kerusakan yang diakibatkan
oleh bencana atau keadaan force majeure, dapat dilakukan oleh
Pemerintah Daerah, sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah.
Pasal 45
Ayat (1) :
Yang dimaksud dengan analisis risiko lingkungan adalah prosedur
yang antara lain digunakan untuk mengkaji pelepasan dan
peredaran produk rekayasa genetik dan pembersihan (clean up)
limbah B3.
Ayat (2) :
Huruf a :
Dalam ketentuan ini pengkajian risiko meliputi seluruh proses
mulai dari identifikasi bahaya, penaksiran besarnya
konsekuensi atau akibat, dan
penaksiran kemungkinan munculnya dampak yang tidak
diinginkan, baik terhadap keamanan dan kesehatan manusia
maupun lingkungan hidup.
Huruf b
Dalam ketentuan ini pengelolaan risiko meliputi evaluasi risiko
atau seleksi risiko yang memerlukan pengelolaan, identifikasi
pilihan pengelolaan risiko,
pemilihan tindakan untuk pengelolaan, dan
pengimplementasian tindakan yang dipilih.
Huruf c :
Yang dimaksud dengan komunikasi risiko adalah proses
interaktif dari pertukaran informasi dan pendapat di antara
individu, kelompok, dan institusi
yang berkenaan dengan risiko.
Pasal 46
Ayat (1) :
Audit lingkungan hidup merupakan kewenangan Pemerintah, namun
demikian dalam kerangka pengelolaan lingkungan hidup dan
penaatan Hukum Lingkungan, Pemerintah Daerah mendorong
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit
lingkungan hidup.
Ayat (2) :
174

Cukup Jelas
Ayat (3) :
Cukup Jelas
Pasal 47
Ayat (1) :
Ketentuan ini merupakan aktualisasi dari asas pencemar membayar
(polluter pays principle).
Ayat (2) :
Huruf a :
Cukup Jelas
Huruf b :
Cukup Jelas
Huruf c :
Cukup Jelas
Huruf d :
Cukup Jelas
Pasal 48
Ayat (1) :
Ketentuan ini merupakan aktualisasi dari asas pencemar membayar
(polluter pays principle).
Ayat (2) :
Huruf a :
Cukup Jelas
Huruf b :
Yang dimaksud dengan remediasi adalah upaya pemulihan
pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu
lingkungan hidup.
Huruf c :
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya pemulihan
untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan
hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan,
memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem.
Huruf d :
Yang dimaksud dengan restorasi adalah upaya pemulihan
untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya
berfungsi kembali sebagaimana semula.
Huruf e :
Cukup Jelas
175

Ayat (3) :
Ayat (4) :
Ayat (5) :

Cukup Jelas
Cukup Jelas
Cukup Jelas

Pasal 49
Ayat (1) :
Yang dimaksud dengan pemeliharaan lingkungan hidup adalah
upaya yang dilakukan untuk menjaga pelestarian fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan atau
kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perbuatan
manusia.
Huruf a :
Konservasi sumberdaya alam meliputi, antara lain, konservasi
sumberdaya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan laut,
energi, ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst.
Huruf b :
Pencadangan sumberdaya alam meliputi sumber daya alam yang
dapat dikelola dalam jangka panjang dan waktu tertentu sesuai
dengan kebutuhan.
Untuk melaksanakan pencadangan sumberdaya alam,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Pemerintah
Kabupaten/Kota dan perseorangan dapat membangun :
1 taman keanekaragaman hayati di luar kawasan hutan;
2 ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luasan
pulau/kepulauan; dan/atau
3 menanam dan memelihara pohon di luar kawasan hutan,
khususnya tanaman langka.
Huruf c :
Cukup jelas.
Ayat (2) :
Huruf a :
Cukup jelas.
Huruf b :
Yang dimaksud dengan pengawetan sumberdaya alam adalah
upaya untuk menjaga keutuhan dan keaslian sumberdaya alam
beserta ekosistemnya.
Huruf c :
176

Cukup jelas.
Ayat (3) :
Cukup jelas
Ayat (4) :
Huruf a :
Yang dimaksud dengan mitigasi perubahan iklim adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan
tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya
penanggulangan dampak perubahan iklim. Yang dimaksud
dengan adaptasi perubahan iklim adalah upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam
menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk
keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi
kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang
ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan
konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
Huruf b :
Cukup jelas.
Huruf c :
Cukup jelas.
Ayat (5) :
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1) :
Huruf a :
Cukup
Huruf b :
Cukup
Huruf c :
Cukup
Huruf d :
Cukup
Huruf e :
Cukup
Huruf f :
Cukup

jelas.
jelas.
jelas.
jelas.
jelas.
jelas.
177

Huruf g :
Cukup jelas.
Huruf h :
Cukup jelas.
Huruf i :
Cukup jelas.
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Huruf a :
Cukup jelas.
Huruf b :
Cukup jelas.
Huruf c :
Cukup jelas.
Huruf d :
Cukup jelas.
Huruf e :
Cukup jelas.
Huruf f :
Cukup jelas.
Huruf g :
Cukup jelas.
Huruf h :
Cukup jelas.
Huruf i :
Cukup jelas.
Huruf j :
Cukup jelas.
Ayat (4) :
Cukup jelas
Ayat (5) :
Cukup jelas
Pasal 51
Huruf a :
Cukup jelas
Huruf b :
Cukup jelas
178

Huruf c :
Cukup jelas
Huruf d :
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Huruf a :
Cukup jelas.
Huruf b :
Cukup jelas.
Ayat (3) :
Cukup jelas
Ayat (4) :
Huruf a :
Cukup jelas.
Huruf b :
Cukup jelas.
Huruf c :
Cukup jelas.
Huruf d :
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1) :
Huruf a :
Cukup
Huruf b :
Cukup
Huruf c :
Cukup
Huruf d :
Cukup
Huruf e :
Cukup
Huruf f :
Cukup

jelas.
jelas.
jelas.
jelas.
jelas.
jelas.
179

Huruf g :
Cukup jelas.
Huruf h :
Cukup jelas.
Huruf i :
Cukup jelas.
Huruf j :
Cukup jelas.
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Huruf d :
Cukup jelas.
Huruf e :
Cukup jelas.
Huruf f :
Cukup jelas.
Huruf g :
Cukup jelas.
Huruf h :
Cukup jelas.
Huruf i :
Cukup jelas.
Huruf j :
Cukup jelas.
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Unit dan/atau tata cara pengelolaan keberatan, saran dan
pengaduan masyarakat dibentuk oleh Badan sebagai bentuk
180

transparansi, partisipasi dan akuntabilitas pengelolaan


lingkungan hidup.
Ayat (4) :
Cukup jelas
Pasal 55
Pos Pengaduan Kasus Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup di
bentuk berdasarkan Keputusan Gubernur dan ditempatkan pada Badan.
Pasal 56
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1) :
Huruf a :
Cukup jelas.
Huruf b :
Cukup jelas.
Huruf c :
Cukup jelas.
Huruf d :
Cukup jelas.
Ayat (2) :
Sanksi administratif dapat diterapkan bersamaan dengan kegiatan
pemulihan dan penerapan sanksi pidana.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Ayat (4) :
181

Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1) :
Huruf a :
Cukup jelas.
Huruf b :
Cukup jelas.
Huruf c :
Cukup jelas.
Huruf d :
Cukup jelas.
Ayat (2) :
Mediator dan/atau arbiter yang ditunjuk oleh kedua belah pihak
dalam penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan
Ayat (3) :
Tindak pidana lingkungan hidup tidak dapat diselesaikan
melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Ayat (4) :
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1) :
182

Cukup jelas
Ayat (2) :
Yang dimaksud dengan cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup
lainnya adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan
Pasal 63
Ayat (1) :
Yang dimaksud dengan kerugian lingkungan hidup adalah kerugian
yang timbul akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang bukan merupakan hak milik privat. Tindakan tertentu
merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan serta pemulihan fungsi lingkungan hidup guna
menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya dampak negatif
terhadap lingkungan hidup.
Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1) :
Cukup
Ayat (2) :
Cukup
Ayat (3) :
Cukup
Ayat (4) :
Cukup

jelas
jelas
jelas
jelas

Pasal 65
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
183

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya organisasi lingkungan


hidup yang mengambil keuntungan untuk kepentingan di luar
pelestarian fungsi lingkungan hidup dari ganti rugi yang
diperolehnya.
Ayat (3) :
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya gugatan dari
organisasi lingkungan hidup yang tidak jelas statusnya
Pasal 67
Huruf a :
Cukup
Huruf b :
Cukup
Huruf c :
Cukup
Huruf d :
Cukup
Huruf e :
Cukup
Huruf f :
Cukup
Huruf g :
Cukup
Huruf h :
Cukup
Huruf i :
Cukup
Huruf j :
Cukup
Huruf k :
Cukup

jelas
jelas
jelas
jelas
jelas
jelas
jelas
jelas
jelas
jelas
jelas

Pasal 68
Ayat (1) :
Tim Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu merupakan tim yang
dibentuk untuk melaksanakan penegakan Hukum Lingkungan
dengan melibatkan aparatur penegak hukum di Daerah.
Ayat (2) :
184

Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Huruf a :
Cukup jelas.
Huruf b :
Cukup jelas.
Huruf c :
Cukup jelas.
Huruf d :
Cukup jelas.
Huruf e :
Cukup jelas.
Huruf f :
Cukup jelas.
Huruf g :
Cukup jelas.
Huruf h :
Cukup jelas.
Huruf i :
Cukup jelas.
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1) :
Yang
dimaksud
dengan
laboratorium
lingkungan
adalah
laboratorium yang mempunyai sertifikat akreditasi laboratorium
pengujian parameter kualitas lingkungan dan mempunyai identitas
registrasi.
Yang dimaksud dengan ruang lingkup pengujian laboratorium
lingkungan adalah untuk kegiatan pemantauan kualitas lingkungan,
pemeriksaan status penaatan terhadap peraturan perundang185

undangan di bidang pengelolaan lingkunganhidup, penyidikan kasus


lingkungan serta kajian dan evaluasi baku
mutu lingkungan. Hal ini untuk menjamin akuntabilitas jasa
pengujian parameter kualitas lingkungan serta kepastian hukum
bagi penyedia dan pengguna jasa.
Ayat (2) :
Laboratorium lingkungan merupakan laboratorium yangmempunyai
kemampuan dan kewenangan melaksanakan pengujian parameter
kualitas lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
yaitu laboratorium yang telah memiliki sertifikasi akreditasi dari
lembaga akreditasi yang berwenang serta telah memiliki identitas
registrasi dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Ayat (3) :
Cukup jelas
Ayat (4) :
Cukup jelas
Ayat (5) :
Pembinaan laboratorium yang dilakukan terkait dengan upaya
peningkatan kapasitas laboratorium di Daerah agar dapat memenuhi
persyaratan sebagai laboratorium lingkungan.
Pasal 72
Huruf a :
Cukup
Huruf b :
Cukup
Huruf c :
Cukup
Huruf d :
Cukup
Pasal 73
Huruf a :
Cukup
Huruf b :
Cukup
Huruf c :
Cukup
Huruf d :
Cukup

jelas
jelas
jelas
jelas

jelas
jelas
jelas
jelas
186

Huruf e :
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1) :
Sistem Informasi Lingkungan Hidup memuat antara lain, keragaman
karakter ekologis, sebaran penduduk, sebaran potensi sumberdaya
alam, dan kearifan lokal.
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 75
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Huruf a :
Cukup jelas
Huruf b :
Cukup jelas
Huruf c :
Cukup jelas
Pasal 78
Huruf a :
Cukup jelas
Huruf b :
Cukup jelas
Huruf c :
Cukup jelas
187

Pasal 79
Ayat (1) :
Huruf a :
Cukup jelas
Huruf b :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Cukup jelas
Ayat (3) :
Cukup jelas
Ayat (4) :
Huruf a :
Cukup jelas
Huruf b :
Cukup jelas
Huruf c :
Cukup jelas
Ayat (5) :
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1) :
Cukup jelas
Ayat (2) :
Yang dimaksud dengan pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi. Pendidikan formal diselenggarakan dengan berstatus negeri
atau swasta.
Yang dimaksud dengan pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang, dengan hasil pendidikan dapat
dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan.
Yang dimaksud dengan pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan
188

formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai


standar nasional pendidikan.
Ayat (3) :
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Huruf b :
Cukup jelas
Huruf c :
Cukup jelas
Pasal 83
Hal ini dimaksudkan agar tidak terdapat rentang waktu yang cukup
panjang antara berlakunya Peraturan Daerah dengan petunjuk
pelaksanaannya, yang bisa berakibat pada tidak efektifnya Peraturan
Daerah
Pasal 84
Kedudukan Peraturan Walikota merupakan
Daerah.

mandatory dari Peraturan

Pasal 85
Cukup jelas

189

Anda mungkin juga menyukai