Oleh :
Jimmy E. H. P. Koan
9601061
Imelda Sayago
9901147
Pembimbing :
Dr. A. H. Mitaart, SpKK (K)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............1
Pendahuluan.
1.
....2
Definisi........
2.
....3
Sinonim
3.
...3
Epidemiologi.
4.
...3
Etiopatogenesis
5.
.3
6.
Gambaran
klinis....8
Pemeriksaan penunjang.
7.
.9
Diagnosis...
8.
..9
Penatalaksanaan.
9.
.10
Prognosis..
10.
.11
11.
Laporan
kasus.12
12.
Pembahasan
15
13.
Penutup
..17
DAFTAR PUSTAKA18
Lampiran.19
PENDAHULUAN
Fixed drug eruption (FDE) adalah reaksi alergi dengan manifestasi berupa
lesi kulit yang muncul ditempat yang sama dan dapat bertambah akibat
pemberian atau pemakaian jenis obat-obatan tertentu.1,2
Beberapa penelitian tentang morfologi dan agen pencetus pada pasien-pasien
dengan erupsi obat dirumah sakit atau bagian kulit kelamin pada tahun 1986-1990
dilaporkan pada 135 kasus terdapat kasus FDE sebanyak 16%.3
Gambaran klinik dari FDE berupa timbulnya satu atau beberapa lesi kulit
yang eritematous berbentuk bulat atau oval. Pada mulanya terbentuk efloresensi
berupa makula berbatas tegas berwarna ungu atau coklat.2
Diagnosis FDE ditegakkan berdasarkan anamnesa adanya riwayat
penggunaan obat sebelum timbulnya lesi dan gambaran klinik yang ditemukan.
Namun jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
jaringan kulit secara patologi anatomi dimana akan didapatkan gambaran
mikroskopis berupa terdapatnya makrofag-makrofag dan adanya penumpukan
pigmen melanin.1,4
Penatalaksanaan yang dipakai adalah dengan pengobatan kausal berupa
mengetahui dan menghindari terpaparnya kembali dengan obat-obatan penyebab dan
pengobatan simptomatis berupa pemberian obat-obatan secara sistemis seperti
kortikosteroid dan antihistamin maupun secara topikal.4
FDE bukan merupakan kasus yang mengancam jiwa dimana akan
menyembuh bila obat penyebab dapat diketahui dan disingkirkan. Namun
demikian dilihat dari sudut pandang kosmetik sangat mengganggu dan menimbulkan
perasaan tidak nyaman. Jika tidak diterapi secara kausal maka dapat bertambah parah
dengan adanya penambahan jumlah lesi.1
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Fixed drug eruption (FDE) adalah reaksi alergi pada kulit atau daerah
mukokutan yang terjadi akibat pemberian atau pemakaian jenis obat-obatan tertentu
yang biasanya dikarakteristik dengan timbulnya lesi berulang pada tempat yang sama
dan tiap pemakaian obat akan menambah jumlah dari lokasi lesi.1,2
SINONIM
Eksantema fikstum, fixed exanthema.1
EPIDEMIOLOGI
Beberapa penelitian tentang morfologi dan agen pencetus pada pasien-pasien
dengan erupsi obat dirumah sakit atau bagian kulit dan kelamin pada tahun 19861990 dilaporkan pada 135 kasus didapatkan perubahan morfologik akibat erupsi obat
yang paling sering adalah eksantematous (39%), urtikaria/angioedema (27%), FDE
(16%), eritema multiform (5,4%) dan reaksi kulit lainnya (18%). Sejak tahun 1956
proporsi dari reaksi erupsi obat berupa urtikaria menurun dan terjadi peningkatan
angka kejadian FDE.3
ETIOPATOGENESIS
Obat-obatan yang paling sering menyebabkan FDE adalah kontrasepsi oral,
barbiturat,
fenolftalein,
fenasetin,
salisilat,
naproksen,
nistatin,
minosiklin,
busulfan,
zidovudine,
klorpromasin,
hidantoin,
cyclofosfamid,
terjadi melalui mekanisme imunologik. Hal ini terjadi pada pemberian obat kepada
pasien yang sudah mempunyai hipersesitivitas terhadap obat tersebut.disebabkan oleh
berat molekulnya yang rendah, biasanya obat itu berperan pada mulanya sebagai
antigen yang tidak lengkap atau hapten. Obat atau metaboliknya yang berupa hapten,
harus berkombinasi terlebih dahulu dengan protein, misalnya jaringan, serum atau
protein dari membran sel untuk membentuk kompleks antigen yaitu kompleks hapten
protein. Kekecualiannya ialah obat-obat dengan berat molekul yang tinggi yang dapat
berfungsi langsung sebagai antigen yang lengkap.
Ada beberapa faktor yang berperan dalam menentukan sejauh mana kapasitas dari
sebuah obat dalam menimbulkan respon imun :
1.
2.
3.
Kemampuan imunogenetik.
Respon imun dari antigen-antigen yang bervariasi biasanya dikontrol secara
genetik dan berbeda-beda pada tiap individu. Beberapa observasi klinik
mengatakan bahwa kontrol genetik mempunyai suatu peranan yang besar dalam
reaktivasi obat. Mereka percaya bahwa reaksi anafilaktik lebih sering terjadi pada
individu atopik dibanding dengan non-atopik. Wanita memiliki angka kejadian
35% lebih tinggi daripada pria. Sebagai tambahan pasien dengan SLE dapat
meningkatkan prevalensi dari reaksi alergi obat, tetapi belum jelas apakah hal ini
berhubungan dengan abnormalitas imun atau frekuensi pemaparan obat-obatan.
Demonstrasi yang paling jelas tentang pentingnya sistem imun terhadap resiko
obat adalah pada kasus infeksi HIV. Reaksi obat pada pasien HIV 10 x lebih
tinggi daripada mereka yang tidak terinfeksi dan resiko ini meningkat seiring
dengan perjalanan penyakitnya. Demikian pula untuk pasien yang melakukan
transplantai sumsum tulang, dimana terjadi peningkatan resiko reaksi obat.3
4.
Usia
Usia dapat menentukan kemampuan respon imun dari pemberian suatu obat,
dimana dikatakan alergi lebih sering ditemukan pada anak-anak dan pada manula,
mungkin karena ketidakmatangan atau involusi dari sistem imun.3
Paparan obat.
Pemberian obat dapat mengakibatkan terjadinya reaksi komplit antigen antibodi
dengan terbentuknya hapten. Yang penting juga adalah pola morfologik yang
spesifik yang dapat meningkat atau menurun pada pemberian obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi kulit tersebut. Sebagai contoh FDE lebih sering
ditemukan pada pemberian barbiturat daripada penisilin, walaupun penisilin
memiliki kemungkinan menimbulkan reaksi kulit karena obat yang lebih tinggi.3
2.
Waktu kejadian.
Kebanyakan reaksi obat pada kulit terjadi dalam 1 - 2 minggu dari terapi pertama.
Beberapa tipe reaksi terutama sindrom hipersensitivitas dapat memberikan onset
yang tertunda bahkan sampai lebih dari 2 bulan setelah pemberian obat. Untuk
beberapa reaksi yang lebih serius, resiko yang berhubungan dengan pemberian
obat lebih dari 2 bulan tampak lebih rendah.3
3.
4.
Coombs & Gell; suatu reaksi alergi terhadap obat dapat mengikuti salah satu dari ke
empat jalur berikut ini;
1. Tipe I Reaksi Anafilaktik
Reaksi obat yang diperantarai IgE biasanya terjadi karena penisilin atau
golongannya. Reaksi dapat terjadi dalam beberapa menit setelah pemakaian obat.
Gejala biasanya bervariasi seperti pruritus, urtikaria, spasme bronkus, dan edema
laring bahkan dapat menyebabkan terjadinya syok anafilaktik dengan hipotensi
dan kematian. Sel mast dan basofil yang tersentisisasi akan melepaskan mediator-
GAMBARAN KLINIK
FDE dikarakteristik dengan 1 atau beberapa lesi eritematous. Lesi ini
seringkali timbul pada wajah dan daerah genital dan menyebabkan terjadinya luka
seperti luka bakar walaupun inflamasi akut sembuh secara perlahan-lahan tapi
hiperpegmentasi lokal akan menetap dengan pemaparan obat yang berulang, lesi akan
muncul kembali pada tempat yang sama.3
Lesi baru berbentuk bulat atau oval dan berbentuk plak dengan gambaran eritematous
dan bula pada kulit akan berubah berwarna ungu atau coklat. Lesi biasanya
berkembang dalam waktu 30 menit - 8 jam setelah pemberian obat, kadang-kadang
lesi pada awalnya soliter tapi pada pemberian obat yang berulang lesi baru dapat
muncul lagi dan lesi lama yang sudah ada dapat bertambah besar.
Lesi lebih sering muncul pada anggota gerak daripada badan. tangan, kaki, genitalia
(glans penis) dan daerah perianal adalah tempat favorit munculnya lesi. Lesi juga
dapat muncul di sekeliling mulut dan mata. Daerah genital dapat terjadi berhubungan
dengan lesi pada kulit atau terjadi sendiri. Apabila terjadi penyembuhan timbul
pengelupasan yang diikuti dengan perubahan warna yang menetap pada daerah lesi
dimana warna berubah menjadi kecoklatan. Hal ini dapat menghilang seiring waktu
tapi sering menetap diantara pemaparan obat. Pigmentasi terjadi lebih lama pada
orang dengan kulit coklat. Pigmentasi dari FDE menghilang apabila penderita tidak
diberikan obat penyebab. FDE non pigmentasi dilaporkan pada pemberian
pseudoefedrin dan piroksikan bisa terdapat gejala-gejala lokal atau umum yang
menemani perjalanan penyakit fixed drug eruption yang berupa gejala ringan atau
tidak ada.2,4
Beberapa gambaran karakteristik ke arah dugaan adanya FDE :
1.
Reaksi hanya terjadi setelah pajanan ulang dengan obat. Pada penggunaan
pertama kali, waktu reaksi berkisar antara 8-9 hari.4
2.
3.
Jumlah obat yang sangat sedikit dapat memacu reaksi yang berat meskipun
obat tersebut telah dipakai dalam jangka waktu lama.4
4.
Obat yang sama dapat menyebabkan reaksi yang berbeda pada orang yang
sama pada waktu yang berlainan, sebaliknya berbagai obat dapat menyebabkan
reaksi atau manifestasi klinik yang sama.4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu memastikan diagnosa
FDE dengan pemeriksaan histopatologi.
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan adanya degenarasi hidrotik pada
lapisan sel basal yang akan menuju pada inkontinens pagmentari, dimana
dikarakteristik dengan adanya melanin dalam jumlah yang banyak diantara makrofag
yang terdapat pada lapisan atas kulit (Tarnowsky). Sebagai tambahan terdapat
penyebaran dari diskeratotik keratonicytes dengan sitoplasma yang eosinifilik dan inti
pignotik sering terlihat pada epidermis (Furuya, dkk). Pada pemeriksaan dengan
mengunakan mikroskop elektron diskeratotik keratonicytes terisi dengan tonofilamen
tipis yang homogen dan menunjukkan sedikit dari sisa-sisa organel sel dan inti.7
DIAGNOSIS
Diagnosis FDE berdasarkan :
1. Anamnesis :
Adanya hubungan antara timbulnya erupsi dengan penggunaan obat dan
diketahui mengenai :
-
10
2. Kelainan Klinis :
Adanya kelainan klinis berupa lesi yang selalu timbul pada tempat yang sama
akibat pemaparan obat. Penghentian obat yang
pengobatan kausal
Dilaksanakan dengan menghindari obat tersangka (apabila obat tersangka telah
dapat dipastikan). Dianjurkan pula untuk menghindari obat yang mempunyai
struktur kimia mirip dengan obat tersangka (satu golongan).
2.
pengobatan sistemik
a.
kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Dosis
standar untuk fixed drug eruption pada orang dewasa ialah 3 x 10 mg
prednisone sehari.
b.
antihistamin
Antihistamin yang bersifat sedatif dapat juga diberikan, jika terdapat rasa
gatal. Kecuali pada urtikaria, efeknya kurang bila dibandingkan dengan
kortikosteroid
3.
pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah kering atau
basah. Pada FDE, jika kelainan membasah dapat diberi kompres misalnya
11
kompres larutan asam salisilat 1% dan jika kering dapat diberi krim
kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 1% atau 2 %.1,3,4
Identifikasi dari obat penyebab FDE dilakukan apabila hanya 1 obat yang
digunakan biasanya kita mencurigai beberapa obat sebagai petunjuk yang kita
gunakan adalah mengetahui kronologis pemberian obat-obatan tersebut. Hanya obatobatan yang baru digunakan (8-21 hari) yang dimasukkan dalam daftar yang
dicurigai.
Identifikasi yang jelas dari obat penyebab dan catatan tertulis tentang obatobat penyebab yang diberikan pada pasien oleh dokter merupakan langkah
pencegahan yang sangat penting. Pemberian obat spesifik (kortikosteroid, obatobatan imunosupresif/terapi anti sitokin, immunoglobulin) seharusnya tidak diberikan
sesuai standar pemberian obat sebelum terdapat bukti efisiensi penggunaannya
terhadap pasien, kadang-kadang penggunaan obat-obatan tersebut dapat berbahaya
bagi pasien.8
PROGNOSIS
Pada dasarnya FDE akan menyembuh bila penyebabnya dapat diketahui dan
segera disingkirkan. Akan tetapi beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainankelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Steven Johnson, prognosis dapat menjadi
buruk bergantung pada luas kulit yang terkena.1
12
LAPORAN KASUS
Identitas :
Nama
Umur
: 67 tahun
: Tatelu Lingk.I
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Kristen protestan
Anamnesa :
- Keluhan Utama : Timbul bercak kehitaman pada daerah mulut, tangan, kaki, paha,
dan dada yang disertai dengan gatal.
- Riwayat penyakit sekarang :
Timbul bercak kehitaman pada sekitar mulut, tangan, lengan, kaki, paha, dan dada
yang disertai dengan gatal. Bercak kehitaman dialami penderita sejak kira-kira 2
minggu yang lalu. Awalnya timbul seperti lepuh kemudian pecah, dan terjadi warna
kehitaman. Penderita juga mengeluh perih pada daerah tersebut. Sebelum hal ini
terjadi kira-kira 1 minggu yang lalu, penderita pergi ke dokter karena sakit kepala
dan sakit maag dan mendapat suntikan 2 jenis obat. Penderita tidak mengetahui
nama obatnya. Pada tahun 2001 penderita pernah sakit seperti ini, dan sembuh total
setelah mendapat obat Kenacort dan Telfast OD.
- Riwayat penyakit dahulu : hipertensi (+) terkontrol, sakit maag (+).
- Riwayat alergi : makanan (-), obat (-).
- Riwayat keluarga : hanya penderita yang sakit seperti ini.
- Riwayat kebiasaan : mandi 2 x sehari, sumber air sumur, sabun lux.
13
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
KU
: Baik
R: 24x/mnt
Sb: 36,8 oC
14
Anjuran :
Prognosis :
Dubia ad bonam
15
PEMBAHASAN
Diagnosa FDE pada
kasus
ini
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
16
antigen-antibodi dan beberapa reaksi kulit tergantung dari dosis dan akumulasi toksik
obat. Pemakaian obat penyebab yang berulang mengakibatkan bertambahnya jumlah
lesi. Pada kasus ini berdasarkan anamnesa diduga obat penyebab terjadinya FDE
adalah salisilat.
Pengobatan pada FDE belum memuaskan karena kesukaran dalam
memastikan penyebabnya, apakah oleh obatnya sendiri atau metaboliknya. Pada
kasus ini hanya diberikan pengobatan secara simptomatik, dimana diberikan
antihistamin karena obat ini bersifat sedatif dan dapat menghilangkan rasa gatal. Obat
lainnya yang diberikan adalah kortikosteroid yang diberikan secara topikal, yang
berguna sebagai anti inflamasi.
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam karena FDE akan
menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan dapat disingkirkan.
17
PENUTUP
Demikianlah tinjauan pustaka dan laporan kasus tentang FDE. Diharapkan
agar makalah yang sederhana ini dapat berguna bagi pembaca, juga bagi penulis
sesuai dengan maksud dibuatnya makalah ini, dan terutama bagi upaya kita untuk
tidak sekedar memahami tentang FDE, tetapi juga membuka wawasan dan menambah
pengalaman dalam hal penanganan kasus-kasus penyakit akibat reaksi pemakaian
obat-obatan khususnya pada FDE.
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prof. DR. Adhi Djuanda, Dr. Mochtar Hamzah, Dr. Siti Aisah. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, edisi ketiga. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
1999:139-142
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
19
Lampiran
Foto 1. Lesi fixed drug eruption pada tangan
20
Lampiran
Foto 2. Lesi fixed drug eruption pada kaki
21