Anda di halaman 1dari 7

Slagging dan fouling adalah fenomena menempel dan menumpuknya abu batu bara yang

melebur pada pipa penghantar panas (heat exchanger tube) ataupun dinding boiler. Kedua hal
ini sangat serius karena dapat memberikan dampak yang besar pada operasional boiler,
seperti masalah penghantaran panas, penurunan efisiensi boiler, tersumbatnya pipa, serta
kerusakan pipa akibat terlepasnya clinker. Keseluruhan masalah yang timbul tadi sering pula
disebut dengan clinker trouble.
Fenomena menempelnya abu ini terutama dipengaruhi oleh suhu melebur abu (ash fusion
temperature, AFT) dan unsur unsur dalam abu. Selain kedua faktor tadi, evaluasi terhadap
masalah ini juga dapat diketahui melalui perhitungan rasio terhadap beberapa unsur tertentu
dalam abu.
Penilaian terhadap slagging & fauling ini perlu dilakukan secara menyeluruh dengan
melibatkan berbagai faktor, karena terkadang hasilnya tidak akurat apabila hanya
mendasarkan diri pada satu aspek saja. Karena terdapat banyak faktor yang terlibat dalam
penilaian tersebut, maka disini hanya akan dijelaskan metode evaluasi yang umum dilakukan.
Slagging
Slagging adalah fenomena menempelnya partikel abu batubara baik yang berbentuk padat
maupun leburan, pada permukaan dinding penghantar panas yang terletak di zona gas
pembakaran suhu tinggi (high temperature combustion gas zone), sebagai akibat dari proses
pembakaran batubara. Terkait hal ini, persoalan penting yang perlu mendapat perhatian
terutama adalah dinding penghantar panas konveksi pada bagian outlet dari tungku (furnace),
bila suhu gasnya melebihi temperatur melunak abu (ash softening temperature).

Gambar 1. Penampang Boiler


Meskipun mekanisme menempel dan menumpuknya abu pada dinding penghantar panas
boiler adalah rumit dan belum sepenuhnya dapat diterangkan, tapi secara umum dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Campuran mineral anorganik yang terdapat dalam abu batubara yang terdiri dari lempung
(clay), pyrite, calcite, dolomite, serta kuarsa (quarts), menerima panas radiasi yang kuat di
dalam tungku sampai akhirnya melebur. Saat abu yang melebur (molten ash) tadi bersentuhan
dengan permukaan pipa yang suhunya relatif lebih rendah, abu akan mengalami pendinginan
sehingga akhirnya menempel dan mengeras.
Ketebalan lapisan abu yang menempel ini biasanya tidak sampai pada tingkat yang
mengganggu performa dinding penghantar panas. Lagi pula, abu tadi dapat dihilangkan
dengan penempatan soot blower di dalam tungku secara tepat. Tetapi bila sebagian batubara
yang dibakar tersebut memiliki suhu lebur abu (AFT) relatif rendah dan berkadar lempung
tinggi, maka abu yang menempel akan membentuk lapisan dan lama kelamaan akan
berkembang. Jika hal ini berlangsung terus, maka dapat menyebabkan turunnya kapasitas
keluaran boiler akibat beberapa masalah yang muncul, diantaranya adalah menurunnya
penyerapan panas oleh tungku dan tersumbatnya lubang (orifice) pada tungku.
Untuk slagging ini, karakteristiknya dapat dinilai dari suhu lebur abu (AFT) dan kondisi abu
itu sendiri. Suhu lebur abu yang rendah akan memudahkan terjadinya slagging. Kemudian,
diketahui pula bahwa bila rasio unsur alkali (Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O) terhadap unsur
asam (SiO2, Al2O3, TiO2) meninggi, potensi timbulnya slagging juga meningkat.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa cara penilaian terhadap slagging.
a. Metode evaluasi representatif.
Metode ini dikembangkan oleh perusahaan Babcock & Wilcox (B & W) yang merupakan
fabrikan boiler terkemuka dari Amerika.
Pada metode ini, penilaiannya akan berbeda sesuai dengan komposisi unsur pembentuk abu
sebagaimana ditampilkan di bawah ini.

Abu tipe bituminus CaO + MgO < Fe2O3.


Abu tipe lignit
CaO + MgO > Fe2O3.

Abu tipe bituminus


Pada tipe ini, karakteristik slagging ditentukan berdasarkan perhitungan rasio unsur alkali
terhadap unsur asam, dengan kadar sulfur.
Rs (Slagging index) = {(Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O+ K2O) / SiO2 + Al2O3 + TiO2} X S
S adalah Total Sulfur (%) dalam DB.
Standar nilai
Potensi slagging
Low
Medium
High
Severe

Rs
0.6<
0.6 ~ 2.0
2.0 ~ 2.6
>2.6

Abu tipe lignit


Pada slagging, yang banyak berpengaruh adalah CaO yang merupakan unsur yang mudah
menempel di dinding penghantar panas, dan Na2O yang merupakan unsur yang menentukan
kekuatan ikatan abu yang menempel. Tipe lignit banyak mengandung kedua unsur tersebut.
Dan parameter untuk penilaian slagging pada tipe ini adalah suhu melebur abu saja.
Hampir semua lignit termasuk sebagian besar batubara sub-bituminus dievaluasi berdasarkan
perhitungan di bawah ini.
Rs (Slagging index) = {HT (Hemisphere Temp.) + 4 X IDT (Initial Deformation Temp.)} / 5
Meskipun suhu lebur abu dapat diukur dalam lingkungan oksidasi maupun reduksi., tetapi
suhu pada kondisi reduksi pada umumnya menunjukkan angka yang lebih rendah
dibandingkan pada kondisi oksidasi (50 ~ 2000C). Hal ini terkadang dapat mempengaruhi
hasil penilaian.
Standar nilai
Potensi slagging
Low
Medium
High
Severe

Rs (0C)
>1340
1340 ~ 1230
1230 ~ 1150
1150<

b. Rasio alkali dalam abu (base/acid ratio)


Rasio alkali dalam abu ditampilkan dalam persamaan berikut ini:
Rasio alkali dalam abu = unsur alkali / unsur asam = (Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O+ K2O) /
(SiO2 + Al2O3 + TiO2 )
Persamaan di atas menunjukkan rasio tingkat kemungkinan pembentukan low molten-salt
oleh unsur unsur logam dalam abu (kecuali Si yang non logam) pada saat pembakaran
batubara.
Bila rasio ini tinggi, maka oksida dengan titik lebur rendah dan senyawa alkali akan mudah
terbentuk, menyebabkan kecenderungan slagging juga meninggi. Untuk rentang nilainya,
meskipun sedikit banyak tergantung pula dari unsur unsur yang lain (persentase dari Fe2O3 ,
CaO, SiO2, Al2O3, dan lain lain), tapi hampir semua abu menunjukkan kecenderungan suhu
lebur abu yang rendah dan potensi slagging yang tinggi pada rasio 0.4 ~ 07.
Terkait hal ini, fabrikan boiler biasanya menentukan nilai rasio yang lebih rendah dari 0.4 ~
0.5.
Standar nilai
Potensi slagging

Rasio basa/asam

Low
Medium
High
Severe

0.4<
atau >0.7
0.4 ~ 0.7

c. Total alkali (Na2O + K2O)


Na2O dan K2O akan membentuk senyawa dengan titik lebur rendah bila berikatan dengan
unsur yang lain. Meningkatnya kecenderungan slagging juga akan diikuti oleh meningkatnya
kecenderungan fouling, sesuai dengan kadar alkali dalam abu. Oleh karena itu, pembuat
boiler biasanya menentukan nilai total alkali kurang dari 5%, dengan angka ideal kurang dari
3%.
Yang perlu diperhatikan bahwa total alkali yang dimaksud disini bukan berarti jumlah dari
seluruh unsur alkali dalam abu. Meskipun salah kaprah, tapi penyebutan ini sudah menjadi
kelaziman. Hal ini karena istilah tersebut merujuk ke unsur alkali, terutama Na2O dan K2O
yang mudah membentuk senyawa dengan titik lebur rendah. Mungkin istilah yang lebih tepat
adalah total oksida logam alkali.
d. Unsur lainnya.
Selain cara cara di atas, terdapat pula unsur unsur lain yang juga mempengaruhi
kecenderungan slagging. Diantaranya adalah
- Rasio besi / kalsium (Fe2O3 / CaO)
Secara umum diketahui bahwa rasio antara 0.2 ~ 10 akan berpengaruh pada penurunan suhu
lebur abu, dengan rasio 0.3 ~ 3 menunjukkan gejala yang paling mencolok. Jadi,
kecenderungan slagging akan meninggi pada rentang nilai ini.
- Besi oksida (Fe2O3)
Bila kalsium oksida (CaO) ditambahkan pada besi okssida (Fe2O3) maka suhu lebur akan
turun dan kecenderungan slagging akan meningkat. Untuk itu, maka kadar Fe2O3 diharapkan
tidak lebih dari 15%. Untuk desain boiler, nilai maksimalnya adalah 20%.
Disamping itu, kadar besi oksida yang banyak juga akan menyebabkan abunya berwarna
kemerahan.
Fouling
Fouling adalah fenomena menempel dan menumpuknya abu pada dinding penghantar panas
(super heater maupun re-heater) yang dipasang di lingkungan dimana suhu gas pada bagian
belakang furnace lebih rendah dibandingkan suhu melunak abu (ash softening temperature).
Unsur yang paling berpengaruh pada penempelan abu ini adalah material basa terutama Na,
yang dalam hal ini adalah kadar Na2O.

Bila kadar abu batubara banyak, kemudian unsur basa dalam abu juga banyak, ditambah
kadar Na2O yang tinggi, maka fouling akan mudah terjadi.
Evaluasi karakteristik fouling sama dengan untuk slagging, yaitu dinilai berdasarkan rasio
unsur basa dan asam, serta kadar Na2O di dalam abu. Jika nilai nilai tadi tinggi, maka
secara umum kecenderungan fouling juga meningkat.
Selanjutnya, kadar sulfur yang tinggi juga cenderung mendorong timbulnya fouling melalui
pembentukan senyawa bersuhu lebur rendah, melalui persenyawaan dengan unsur basa
ataupun besi.
Fouling yang berkembang akan dapat menyebabkan bermacam macam masalah seperti
penurunan suhu uap pada keluaran (outlet) super heater dan re-heater, serta menyempit dan
tersumbatnya jalur aliran gas. Untuk menghilangkan abu ini dapat digunakan soot blower,
sama seperti penanganan pada slagging.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa cara penilaian terhadap fouling.
a. Metode evaluasi representatif.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa faktor utama yang mempengaruhi kondisi
menempelnya abu adalah Na2O. Oleh karena itu, perusahaan B & W menentukan penilaian
fouling berdasarkan persamaan di bawah ini. Untuk pembagian tipe abu juga sama dengan
untuk slagging.
Abu tipe bituminus (CaO + MgO < Fe2O3)
Rf (Fouling index) = {(Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O+ K2O) / (SiO2 + Al2O3 + TiO2 )} X
Na2O
Standar nilai
Potensi fouling
Low
Medium
High
Severe

Rf
0.2<
0.2 ~ 0.5
0.5 ~ 1.0
>1.0

Abu tipe lignit (CaO + MgO > Fe2O3)


Rf = kadar Na2O (%)
Standar nilai
Potensi fouling
Low
Medium

Rf
1.2<
1.2 ~ 3.0

High
Severe

3.0 ~ 6.0
>6.0

b. Unsur lainnya.
Selain cara cara di atas, terdapat pula unsur unsur lain yang juga mempengaruhi
kecenderungan fouling. Diantaranya adalah
- Na2O
Unsur yang paling berpengaruh terhadap kecenderungan fouling adalah unsur alkali, terutama
Na. Seperti dijelaskan di atas bahwa pengaruh Na2O adalah besar. Batubara yang abunya
(baik tipe lignit maupun bituminus) mengandung Na2O dengan kadar lebih dari 1~2%
(sebagian fabrikan menunjuk angka lebih dari 2 ~ 4%) mengindikasikan memiliki
kecenderungan fouling yang tinggi.
Di Jepang, standar kualitas batubara uap untuk Na2O adalah 0.1%~3% untuk pembangkitan
listrik, dan maksimal 1.2% untuk industri semen.
Batas bawah untuk pembangkitan listrik adalah 0.1%, karena bila angkanya kurang dari ini
akan menyebabkan turunnya performa keterambilan debu (untuk proses pengambilan debu
dengan Electrostatic Precipitator suhu rendah yang banyak digunakan di Jepang).
Sedangkan untuk industri semen, standar angka (maksimal 1.2%) tadi bukan dimaksudkan
untuk menilai kecenderungan fouling, tapi untuk fenomena penurunan kualitas beton
terpasang yang disebut dengan alkali-aggregate reaction. Bila terdapat banyak Na2O dalam
semen, maka akan timbul alkali-aggregate reaction yang dapat menyebabkan tulang beton
menjadi aus atau mengembang, serta betonnya itu sendiri dapat mengembang dan retak.
Disamping Na, unsur lain di dalam semen yang juga dapat menyebabkan fenomena ini adalah
K (Kalium). Selain berasal dari abu batubara seperti halnya Na, Kalium juga ada yang
terbawa dari bahan baku semen.
Oleh karena itu, penilaiannya ditentukan oleh jumlah Na2O dan K2O di dalam semen, yang
nilainya diharapkan tidak lebih dari 0.6%. Sedangkan yang terdapat dalam abu batubara,
standar nilai yang ditetapkan adalah maksimal 1.2%.
Alasan mengapa angkanya sangat besar yaitu 1.2% adalah karena sedikitnya jumlah yang
terbawa dari batubara untuk proses kalsinasi di kiln (diperlukan 110~120 kg batubara untuk
produksi 1 ton semen). Selain itu, bila abu batubara diganti dengan lempung yang merupakan
bahan baku sekunder (diperlukan 280~300 kg untuk produksi 1 ton semen), kadar Na2O dan
K2O dapat diperoleh dalam jumlah yang sangat sedikit sesuai dengan rasio substitusi yang
diperhitungkan.
Bila jumlah Na2O dan K2O dikonversi ke dalam basis Na2O, maka perhitungannya adalah
Na2O + 0.658 K2O. Disini, angka 0.658 adalah hasil bagi antara berat molekul Na2O (61.98)
dengan berat molekul K2O (94.20).
- CaO.

Batubara dengan kadar CaO dalam abu yang tinggi menunjukkan kecenderungan fouling
yang tinggi pula. Disini, yang perlu mendapat perhatian adalah bila kadar CaO dalam abunya
lebih dari 15~20%.
* Terjemahan bebas buku sekitan no kiso chishiki (gijutsu hen), bab 5 sekitan no
hinshitsu to sono hyouka, sub bab 7 omo na hinshitsu hyouka koumoku, sub sub bab 3
suraggingu sei to fauringu sei. Penerbit: Sekitan shigen kaihatsu Co., Ltd, tanpa tahun.

Anda mungkin juga menyukai