DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 2
TUJUAN ............................................................................................................................................. 4
BAB I : KONSEP OPERATION DAN EFFICIENCY MANAGEMENT ........................................................... 5
1.1. LATAR BELAKANG............................................................................................................... 5
1.2. KONSEP DASAR .................................................................................................................. 6
1.2.1 Sistem Tenaga Listrik dan Jenis Pembangkit...................................................................... 6
1.2.2 Deklarasi Kesiapan Pembangkit dan Indeks Kinerja Pembangkit..................................... 12
1.2.3. Perjanjian Jual Beli Transaksi Energi Listrik ..................................................................... 20
1.3. RUANG LINGKUP .............................................................................................................. 21
BAB II : KEGIATAN OPERATION MANAGEMENT ............................................................................... 23
2.1. PERENCANAAN OPERASI .................................................................................................. 23
2.1.1 Perencanaan Tahunan Dalam RKAP bidang Operasi .................................................. 23
2.1.2 Perencanaan Kesiapan dan Jadwal Pemeliharaan Unit Bulanan ................................ 26
2.1.3 Perencanaan Daya Mampu Mingguan ...................................................................... 27
2.1.4 Perencanaan Operasi Harian .................................................................................... 28
2.2. PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN OPERASI.................................................................. 29
2.3. EVALUASI DAN PELAPORAN OPERASI ............................................................................... 55
BAB III : EFFICIENCY MANAGEMENT................................................................................................ 61
3.1. Mampu Menjelaskan Performance Test Data Collection................................................... 61
3.1.1. Pengambilan Data Performance Test ........................................................................ 62
3.2. MODEL BASED NORMALIZATION ...................................................................................... 71
3.2.1. Permodelan Heat Balance Power Plant. .................................................................... 71
3.2.2. Permodelan Heat Balance Dengan Software Gate Cycle............................................ 73
3.3. PERFORMANCE TEST ........................................................................................................ 76
3.3.1 Pengambilan Data .................................................................................................... 78
3.3.2 Pengolahan Data ...................................................................................................... 78
3.3.3 Analisa Data ............................................................................................................. 81
BAB IV : KONSEP MATURITY OPERATION DAN EFFICIENCY MANAGEMENT ..................................... 87
4.1. PENGERTIAN MATURITY LEVEL ......................................................................................... 87
TUJUAN
Tujuan HP I - 4 /100
Power Plant Academy – O & EM 13
BAB I :
KONSEP OPERATION DAN EFFICIENCY MANAGEMENT
TUJUAN :
Setelah menyelesaikan pelajaran peserta mampu;
Menjelaskan Latar Belakang Operation and Efficiency Management
Menjelaskan Konsep Dasar Operation and Efficiency Management
Dalam rangka mencapai Visi & Misi perusahaan dan pemenuhan terhadap Road Map
dan Strategi yang dijabarkan dalam Program Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP)
dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang di bagi menjadi beberapa stream.
Pembahasan berikut ini menitikberatkan pada Operation and efficiency management
yang menjadi bagian pengelolaan asset untuk mendukung pencapaian target dan
berbagai persyaratan yang telah ditetapkan terkait operasi dan efisiensi Pembangkit
Tenaga Listrik.
Dalam pengelolaan asset yang terbagi menjadi Phisical Asset, Human Asset,
Knowledge Asset maka dapat digambarkan sebagai berikut :
Selain produk utama berupa kesiapan dan energi listrik, pusat pembangkit listrik juga
diharapkan memenuhi beberapa indikator berdasarkan customer perspektif diantaranya
: durasi dan jumlah kejadian terganggunya pasokan energi listrik effisiensi
pengoperasian pembangkit yang mempengaruhi biaya pokok penyediaan energi listrik.
b. Jenis Pembangkit
Dalam menghasilkan energi listrik secara umum suatu pembangkit listrik mengkonversi
energi mekanis yang dihasilkan oleh penggerap utama yang terhubung dengan
Generator. Penggerak utama tersebut membutuhkan energi primer untuk menghasilkan
energi mekanis, berbagai energi primer yang digunakan diantaranya Bahan bakar Fosil,
Nuklir, Air, Panas bumi, Surya, dll.
Terdapat berbagai jenis pembangkit yang digunakan sebagai pusat pembangkit listrik,
berikut pembagian berdasarkan jenis penggerak utama dan energi primer dari suatu
pembangkit, diantaranya :
Pusat Listrik Tenaga Air/Mikro Hydro (PLTA/PLTMH)
Penggunaan Air sebagai energi primer yang dialirkan ke penggerak utama baik
dengan menampung dalam suatu bendungan ataupun tanpa bendungan untuk
memdapatkan aliran air.
Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Pembangkit Listrik dengan menggunakan mesin diesel yang berbahan bakar Minyak
HSD untuk menghasilkan Energi Listrik.
Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU) Batubara/Gas bumi/Minyak
Pembangkit Listrik yang menggunakan Uap sebagai media penggerak turbin. Uap
tersebut dihasilkan dari pemanasan air baku di dalam boiler baik dengan
menggunakan bahan bakar batubara, Gas maupun Minyak.
Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG)
Pembangkit Listrik dengan tipe penggerak utama nya menggunakan media Gas
dengan temperatur tinggi. Gas tersebut dihasilkan dari kompresi udara dan
pembakaran natural gas atau bahan bakar minyak.
Pusat pembangkit listrik pada umumnya dibangun sesuai pengelompokkan unit dengan
mesin yang memiliki karakteristik relatif sama yang meliputi jenis pembangkit, kapasitas
mesin, tahun pembuatan mesin, karakteristik operasi dan lokasi yang sama, selanjutnya
di sebut entitas. Misalnya dalam satu pusat pembangkit Listrik dapat terdiri dari 3
entitas yaitu entitas PLTU, terdiri dari 2 unit masing-masing berkapasitas 200 MW,
entitas PLTG, terdiri dari 3 unit masing masing kapasitas 100 MW, dan entitas PLTGU
terdiri dari 3 unit Gas Turbin kapasitas 140 MW dan Steam Turbin 210 MW.
Energi primer adalah bahan yang digunakan sebagai media penggerak utama atau
sumber untuk membuat media penggerak utama. Penggerak utama atau prime mover
dari pembangkit biasanya disebut turbin. Pemilihan jenis turbin yang digunakan sangat
tergantung dari jenis media penggerak yang digunakan. Penggerak utama ini terhubung
dengan generator yang akan merubah energi kinetik menjadi energi listrik sesuai dengan
batasan kapasitas serta proteksi generator.
Energi Listrik tersebut kemudian melalui transformer dengan tujuan menaikkan
tegangan sehingga meminimalkan rugi-rugi yang di sebabkan penghantar yang relatif
panjang. Dalam menghantarkan energi listrik digunakan saluran transmisi dengan
beberapa tingkat berdasarkan nilai tegangan nominal.
Rentang
Nama
sampai 1000 V
Tegangan Rendah
1-10 kv
10-30 kV
Tegangan Menegah
30-60 kV
60-90 kv
90-200 kV
Tegangan Tinggi
200-400 kV
400-600 kv
600-1000 kV
Tegangan Ekstra Tinggi
diatas 1000 kV
d. Effisiensi Pembangkit
Masing- masing jenis pembangkit listrik memiliki karakteristik, effisiensi dan nilai
keekonomian (harga pokok produksi - Rp/kWh) yang berbeda. Perbedaan inilah yang
menentukan pembebanannya dalam suatu sistem tenaga listrik Terdapat 3
pertimbangan untuk menentukan komposisi pembebanan pembangkit yaitu
keekonomian, keamanan dan kualitas sistem tenaga listrik yang disusun menurut
tingkatan biasa disebut Merit order.
MW
22.000
20.517
20.000
18.000
16.000
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0:30
2:30
14:30
16:30
18:30
20:30
22:30
4:30
6:30
8:30
10:30
12:30
1/2 Jam
Batub ara PLTA Wad uk HSD MFO Gas bumi PLTP PLTA Das ar
Dari berbagai kriteria pembebanan dalam sistem tenaga listrik terdapat 3 segmen
pembangkit yaitu :
1. Segmen Beban Dasar, termasuk dalam kategori ini adalah PLTA Dasar, PLTP, PLTU
Batubara
2. Segmen Beban Medium, dalam kategori ini diantaranya PLTU dan PLTGU
3. Segmen Beban Puncak, berdasarkan karakteristik pembangkit yang mempunyai
respon perubahan yang relatif cepat yaitu PLTA Waduk dan PLTG
Perhitungan Plan Heat rate tersebut adalah membagi total pemakaian energi bahan
bakar (dalam kCal) terhadap jumlah kWh energi listrik yang dihasilkan selama periode
tertentu. Untuk GPHR menggunakan kWh Bruto (Produksi) sedangkan untuk NPHR
menggunakan kWh Netto (Penjualan) dengan formula sebagai berikut :
NPHR
kCalBahanBakar
kWh.Energi.Listrik .Netto
GPHR
kCalBahanBakar
kWh.Energi.Listrik .Gross
Formula effisensi thermal berbanding terbalik dengan Plant Heat Rate dan dinyatakan
dalam persen.
Dalam penilaian effisensi thermal di Unit Pembangkit thermal di PT. PJB nilai kWh Energi
listrik yang digunakan adalah meter penjualan.
Terdapat dua kategori utama dalam status unit pembangkit diatas yaitu “AKTIF” dan ”TIDAK
AKTIF”.
TIDAK AKTIF didefinisikan sebagai status unit tidak siap operasi untuk jangka waktu lama karena
unit dikeluarkan untuk alasan ekonomi atau alasan lainnya yang tidak berkaitan dengan
peralatan/instalasi pembangkit.
Yang termasuk dalam kondisi ini adalah
“INACTIVE RESERVE” yaitu status bagi unit pembangkit yang direncanakan sebagai
cadangan untuk jangka panjang, Reserve Shutdown (RS) sedikitnya 60 hari dan
memerlukan waktu paling lama 7 hari untuk persiapan operasi,
“MOTHBALLED” yaitu status unit pembangkit yang sedang disiapkan untuk idle
dalam jangka panjang dan hanya berlaku untuk pembangkit-pembangkit yang oleh
pihak perusahaan (pemilik) nya sedang dipertimbangkan untuk mengudurkan diri
dari sistem karena faktor usia pembangkit sudah tua dan sering terjadi gangguan
mekanis, dan
“RETIRED” yaitu unit yang untuk selanjutnya diharapkan tidak beroperasi lagi namun
belum dibongkar instalasinya.
AKTIF berdasarkan bagan diatas dikelompokkan menjadi beberapa status berikut :
Planned Outage (PO) : yaitu keluarnya pembangkit akibat adanya pekerjaan
pemeliharaan periodik pembangkit seperti inspeksi, overhaul atau pekerjaan lainnya
yang sudah dijadwalkan sebelumnya dalam rencana tahunan pemeliharaan pembangkit
atau sesuai rekomendasi pabrikan. Perubahan PO dapat direvis paling akhir dalam ROB
dimana PO akan dilaksanakan dan jika dibutuhkan oleh sistem dapat direvisi dalam ROM
dimana PO akan dilaksanakan.
Planned Outage Extension (PE) : yaitu outage perpanjangan yang direncanakan, sebagai
perpanjangan Planned Outage (PO) yang belum selesai pada waktu yang telah
ditentukan. Ini artinya bahwa sebelum dimulai, periode dan tanggal operasinya telah
ditetapkan. PE hanya bisa dilakukan 1 (satu) kali dan diajukan pada saat PO berlangsung,
serta telah dijadwalkan dalam ROB/ROM/ROH. Semua pekerjaan sepanjang PE adalah
bagian dari lingkup pekerjaan awal dan semua perbaikan ditentukan sebelum outage
mulai. Jika periode PE melewati batas waktu yang telah ditentukan, maka statusnya
adalah FO1.
Maintenance Outage (MO) : yaitu keluarnya pembangkit untuk keperluan pengujian,
pemeliharaan preventif, pemeliharaan korektif, perbaikan atau penggantian suku
cadang atau pekerjaan lainnya pada pembangkit yang dianggap perlu dilakukan, yang
tidak dapat ditunda pelaksanaannya hingga jadwal PO berikutnya dan telah dijadwalkan
dalam ROB/ROM berikutnya.
ME – Maintenance Outage Extension: yaitu pemeliharaan outage perpanjangan, sebagai
perpanjangan MO yang belum selesai dalam waktu yang telah ditetapkan. Ini artinya
bahwa sebelum MO dimulai, periode dan tanggal selesainya telah ditetapkan. Semua
pekerjaan sepanjang ME adalah bagian dari lingkup pekerjaan awal dan semua
perbaikan ditentukan sebelum outage mulai dan diusulkan oleh pembangkit.
SE – Scheduled Outage Extension: adalah perpanjangan dari Planned Outage (PO) atau
Maintenance Outage (MO), yaitu outage yang melampaui perkiraan durasi penyelesaian
PO atau MO yang telah ditentukan sebelumnya.
SF – Startup Failure: yaitu outage yang terjadi ketika suatu unit tidak mampu sinkron
dalam waktu startup yang ditentukan setelah dari status outage atau RS. SF mulai ketika
terjadi problem yang menghambat startup. SF berakhir ketika unit sinkron, terjadi gagal
start lainnya, atau berubah ke status lain yang diizinkan. Periode Startup untuk masing-
masing unit ditentukan oleh Unit pembangkit. Hal ini spesifik untuk tiap unit, dan
tergantung pada kondisi unit ketika startup (panas, dingin, standby, dll.). Periode start
up dimulai dari perintah start dan berakhir ketika unit sinkron.
FO – Forced Outage: yaitu keluarnya pembangkit akibat adanya kondisi emergensi pada
pembangkit atau adanya gangguan yang tidak diantisipasi sebelumnya serta yang tidak
digolongkan ke dalam MO atau PO.
FO1 – Forced Outage — Immediate: adalah outage yang memerlukan keluarnya
pembangkit dengan segera baik dari kondisi operasi, RS atau status outage lainnya. Jenis
outage ini diakibatkan oleh kontrol mekanik/electrical/hydraulic unit pembangkit trip
atau ditripkan oleh operator sebagai respon atas alarm/kondisi unit.
FO2 – Forced Outage — Delayed: adalah outage yang tidak memerlukan unit
pembangkit untuk keluar segera dari sistem tetapi dapat ditunda paling lama dalam 6
(enam) jam. Outage jenis ini hanya dapat terjadi pada saat unit dalam keadaan
terhubung ke jaringan serta melalui proses penurunan beban bertahap.
Catatan : atas persetujuan Dispatcher dengan operator pembangkit mengenai waktu shutdown
FO3 – Forced Outage — Postponed: adalah outage yang dapat ditunda lebih dari 6
(enam) jam. Outage jenis ini hanya dapat terjadi pada saat unit dalam keadaan
terhubung ke jaringan.
Penundaan harus diberitahukan secara resmi (setelah ada pembicaraan awal).
PD – Planned Derating: adalah derating yang dijadwalkan dan durasinya sudah
ditentukan sebelumnya dalam rencana tahunan/bulanan pemeliharaan pembangkit.
Derating berkala untuk pengujian, seperti test klep turbin mingguan, bukan merupakan
PD, tetapi MD.
MD – Maintenance Derating: adalah derating yang dapat ditunda melampaui akhir
periode operasi mingguan (Kamis, pukul 24:00 WIB) tetapi memerlukan pengurangan
kapasitas sebelum PO berikutnya. MD harus dijadwalkan dalam rencana mingguan
(ROM).
DE – Derating Extension: adalah perpanjangan dari PD atau MD yang melampaui tanggal
penyelesaian yang diperkirakan.
FD1 – Forced Derating — Immediate: adalah derating yang memerlukan penurunan
kapasitas segera (tidak dapat ditunda).
FD2 – Forced Derating — Delayed: adalah derating yang tidak memerlukan suatu
penurunan kapasita segera tetapi memerlukan penurunan dalam dalam waktu 6 (enam)
jam.
FD3 – Forced Derating — Postponed: adalah derating yang dapat ditunda lebih dari 6
(enam) jam.
RS – Reserve Shutdown: adalah suatu kondisi apabila unit siap operasi namun tidak
disinkronkan ke sistem karena beban yang rendah. Kondisi ini dikenal juga sebagai
economy outage atau economy shutdown
NC – Kondisi Noncurtailing: adalah kondisi yang dapat terjadi kapan saja dimana
peralatan atau komponen utama tidak dioperasikan untuk keperluan pemeliharaan,
pengujian, atau tujuan lain yang tidak mengakibatkan unit outage atau derating.
.
PLN P3B JB mengembangkan sistem informasi untuk mengetahui kondisi pembangkit, dimana
dari informasi yang disampaikan dapat diketahui besaran – besaran FOH, MOH, POH, EPDH,
EFDH dan lainnya sebagai dasar penentuan nilai faktor yang diperhitungkan seperti EAF, EFOR,
SOF yang disebut aplikasi HDKP (Harian Deklarasi Kondisi Pembangkit) .
EFOR (Equivalent Forced Outage Rate) , yaitu indikator menunjukkan tingkat gangguan
outage dan derating tiap periode operasi yang diharapkan.
FOH EFDH
EFOR X 100%
FOH SH Synchr .Hrs EFDHRS
SOF (Scheduled Outage Factor ) , yaiturasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar
terencana (planned outage dan maintenance outage) terhadap jumlah jam dalam satu
periode. Besaran ini menunjukkan prosentase kondisi unit pembangkit akibat
pelaksanaan pemeliharaan, inspeksi dan overhoul pada suatu periode tertentu.
POH MOH
SOF X 100%
PH
SdOF Sudden outage Frequency : adalah rata – rata jumlah gangguan mendadak unit
pembangkit per periode tinjauan .
SdOF
FO.1
Unit.Kit
FO1 : outage yang memerlukan keluarnya pembangkit dengan segera baik dari
kondisi operasi, RS atau status outage lainnya. Jika dari kondisi operasi masuk dalam
kategori FO1 apabila keluarnya pembangkit tidak sesuai dengan prosedur shutdown
normal.
Dalam pemilihan Cause Code pastikan memilih komponen penyebab utama gangguan (bukan
komponen alat bantu yang mencetuskan gangguan komponen).
Gambar 8. Gangguan saluran udara menuju salah satu klep pengatur feedwater
Contohnya, gangguan udara control menuju salah satu Control Valve feedwater bisa
menyebabkan valve itu menutup, dan Level drum akan turun yang jika mencapai batasnya akan
menyebabkan Boiler Trip. Dalam hal ini, kode penyebabnya adalah control valve feedwater,
bukan kode sistem udara control. Fakta bahwa valve menutup dipicu oleh gangguan udara
control di catat dalam uraian verbal.
Pada sisi lain, jika tertutupnya control valve feedwater diakibatkan oleh hilangnya seluruh
sistem udara control,maka kode penyebab untuk sistem udara control akan dilaporkan sebagai
penyebab utama dari peristiwa. Dalam hal ini, masalah sistem udara control menyebabkan
gangguan pemakaian banyak control valve dan instrumen di seluruh pembangkit.Daftar
penyebab dan kode penyebabnya selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Protap DKP IKP.
Ada sejumlah penyebab outage yang dapat mencegah energi dari pembangkit sampai
pelanggan. Beberapa penyebab terjadi berkaitan dengan operasi pembangkit dan peralatan
sementara yang lain adalah di luar kendali manajemen pembangkit misalnya badai salju, angin
topan, angin ribut, kualitas bahan bakar rendah, gangguan pasokan bahan bakar, dan lain lain.
Kondisi OMC dapat terjadi dalam dua bentuk: outages atau deratings. Kondisi OMC dapat
dikategorikan sebagai FO, MO, PO, FD, MD, PD tetapi diharapkan mayoritas adalah kondisi FO.
Semua kondisi (termasuk semua kondisi OMC) perlu dilaporkan ke P3B dan perhitungan OMC
akan meniadakan kondisi dan tidak diperhitungkan dalam setelmen
NERC mengijinkan kalkulasi peristiwa dengan atau tanpa Peristiwa Outside Management Control
(OMC). Outside Management Control (OMC) sebagai catatan tambahan dalam status Outage
dan derating :
Perhitungan nilai tagihan atas Kesiapan dan penjualan energi listrik dari PT PJB ke PT
PLN (Persero) dalam periode bulanan dikelompokkan dalam tiap-tiap entitas entitas
Pembangkitan yaitu pengelompokkan unit mesin yang memiliki karakteristik relatif sama
yang meliputi jenis pembangkit, kapasitas mesin, tahun pembuatan mesin, karakteristik
operasi dan lokasi yang sama sehingga didapatkan jumlah tagihan final (JTF) untuk total
PJB yang terdiri dari entitas.
b. Ancillary Service.
Selain Komponen utama diatas terdapat beberapa pelayanan tambahan atau disebut
ancillary service diantaranya :
Technical Minimum Load adalah nilai beban dimana pembangkit masih mampu dioperasikan
di bawah nilai Daya Mampu Minimum dalam waktu tertentu.
Cosphi adalah nilai perbandingan antara Energi Reaktif (kVarh) dan Energi Aktif (kWh)
Week End Shutdown adalah aktifitas shutdown pembangkit atas perintah pengatur beban
untuk meningkatkan efisiensi biaya sistem dengan mengurangi aktifitas pembangkit
berbahan bakar BBM.
BAB II :
KEGIATAN OPERATION MANAGEMENT
TUJUAN PEMBELAJARAN
Memahami Perencanaan Tahunan Dalam RKAP bidang Operasi
Memahami Perencanaan Kesiapan dan Jadwal Pemeliharaan Unit Bulanan
Memahami Perencanaan Daya Mampu Mingguan
Memahami Perencanaan Operasi Harian
tersebut di bidang operasi dalam kontrak kinerja dikelompokkan dalam satu bagian
customer perspective berisi indikator yang harus dicapai seperti EAF, EFOR, SOF, SDOF dan
Effisiensi
Sumber data utama untuk perhitungan tersebut adalah penetapan jadwal
pemeliharaan pembangkit karena terkait langsung dengan kesiapan pembangkit PJB yang
akan digunakan sebagai dasar penetapan kontrak kinerja bidang operasi. Setelah penetapan
jadwal pemeliharaan, berikutnya dilakukan perhitungan asumsi kegiatan perbaikan dan
asumsi gangguan yang mungkin terjadi.
Pencapaian indikator tersebut tidak dapat direalisasikan tanpa dukungan dari bidang
lain.
Sebagai contoh upaya pemenuhan target EAF sangat ditentukan oleh eksekusi
pemeliharaan yang melibatkan outage management, serta penanganan gangguan atau
pekerjaan korektif yang terkai dengan WPC. Reliability improvement didapatkan dengan
strategy predictive dan preventive maintenance yang tertuang dalam RKAP Tahunan.
RKAP bidang operasi dapat dilakukan dengan menurunkan perencanaan tahunan
menjadi periode perencanaan bulanan. Apabila terdapat perubahan atau pergeseran dalam
periode bulanan dilakukan penajaman perencanaan periode mingguan. Setelah didapatkan
rencana operasi harian, maih dapat dimungkinkan perubahan secara real time apabila
sistem menginginkan diawah koordinasi petugas Dispatcher PT.PLN (Persero) P3B JB.
Berikut ini contoh penyusunan atau simulasi perencanaan tahunan kinerja pembangkit
dengan memasukkan asumsi kegiatan perbaikan dan antisipasi gangguan.
Dengan asumsi diatas akan menghasilkan indeks kinerja EAF, EFOR dan SOF
tahunan
Informasi
sistem dari Proses Pelaksanaan
P3B JB schedulling operasional
Pada periode bulanan juga disampaikan perkiraan kesiapan unit yang tertuang dalam
EAF Declare untuk bulan depan. Penentuan EAF declare digunakan sebagai dasar
perhitungan pendapatan yang nantinya akan dibandingkan dengan realisasi EAF bulan
bersangkutan.
Untuk menentukan nilai EAF Declare Pembangkit yang akan disampaikan ke PT.PLN
P3B, fungsi Perencanaan harus dapat :
- Memastikan durasi penyelesaian Schedule PO / MO yang pada periode bulan kedepan
- Mencadangkan jam Outage / Derating yang mungkin terjadi pada periode bulan tsb
- Setelah angka EAF Declare ditetapkan, harus menginformasikan Declare tsb ke bidang –
bidang terkait
- Bila EAF Declare terancam tidak tercapai, maka Fungsi Niaga harus mendorong ke
bagian pemeliharaan terkait untuk segera menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin
- Setiap Selasa jam 10.00 UP mengirim rencana kesiapan unit mingguan / RDM (periode
Jumat jam 00.00 s/d Kamis jam 24.00) melalui Navitas (apabila sudah beroperasi sempurna )
dikirim melalui email dan OA ke SDME cc SDROP.
- SDROP mengevaluasi RDM untuk kinerja unit, bila ada masukan dikirimkan ke SDME via
OA cc UP yang bersangkutan sebelum jam 13.00 pada hari selasa
- SDME melakukan kompilasi RDM dari semua unit dan mengevaluasi data tersebut
terhadap kebutuhan sistem Jawa Bali, dan bila tidak ada perubahan SDME mengirim ke P3B
melalui Aplikasi JBOS PLAN jam 14.00 hari selasa via web pengisian RDM P3B
- Terhadap kesesuaian status aktual unit terhadap Harian Deklarasi Kondisi Pembangkit
(HDKP) dengan alamat hdks.pln-jawa-bali.co.id dengan user dan password masing-
masing, apabila terjadi ketidaksesuaian (status unit, besar derating, tanggal dan jam
awal-akhir gangguan) maka unit segera mengklarifikasi di web Aplikasi HDKP tersebut
sesuai procedure Protap DKIKP.
Kelengkapan SOP yang telah dibuat membutuhkan peninjauan SOP baik untuk
peralatan maupun untuk total unit pembangkit. Beberapa hal yang ditekankan
dalam peninjauan SOP adalah :
o Penutup
Konsistensi shift meeting mendapat penilaian awal dalam menilai efektifitas
meeting, selain itu dokumentasi dan kemudahan diakses oleh seluruh pihak terkait
menjadi kebutuhan untuk membantu evaluasi dan membentuk budaya continous
improvement dalam pengoperasian pembangkit.
Log sheet operasi merupakan sebuah form monitoring peralatan unit pembangkit
untuk mencatat pengukuran peralatan instrument baik pressure maupun
temperature dan variabel operasi seperti Beban (MW) secara on board DCS atau
dengan check list peralatan di lokal.
Gambar 12 Gambar POS Lube Oil system ST14 PLTGU Muara Tawar
Gambar 13 menunjukkan contoh sebuah form loogsheet boiler board PLTU Gresik.
Dalam form pencatatan dialakukan setiap kurang lebih tiga jam dan juga terdapat
kolom batasan atau referensi kondisi normalnya pengukuran misalnya batasan inlet
temperature lube oil cooler adalah 47 ºC
Kegiatan ini juga berguna untuk memantau secara visual peralatan di lokal apakah
terjadi bocoran maupun memonitor yang tidak termonitor di Control room seperti
level pelumas pompa dan peralatan auxilary lainnya. Pada kondisi sebelum start
sebuah unit pembangkit maka kegiatan pemantauan kondisi peralatan di lokal
sangat penting untuk memastikan kesiapan peralatan dioperasikan.
jenis dan volume energi primer yang dibutuhkan. Dalam penentuan alokasi
energi, perusahaan pembangkit akan melakukan koordinasi dengan pusat
pengatur beban.
Pemakaian energi primer baik langsung dari produsen maupun melalui storage
dipastikan dapat mendukung operasional unit baik dalam kondisi normal atau
krisis.
Upaya pengendalian Energi Primer dilakukan dalam rangka menekan Losses dan
optimalisasi pengelolaan untuk menjaga ketersediaan bahan bakar dengan
harga dan kualitas yang baik.
Gb. Aplikasi Bebasis web untuk perintah start stop dan naik turun beban MW dan MVar
Gb. Aplikasi Bebasis web untuk konfirmasi persetujuan operator pembangkit tentang status
kinerja pembangkit
sytem). Fungsi Ellipse dalam tata kelola pembangkit adalah sebagai tools dalam
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang terkait data – data pada saat melakukan
proses pemeliharaan dan fitur dalam Ellipse sangat banyak sehingga sangat berguna
sekali dalam input data yang terkait dengan operasional sebuah pembangkit. Di PT.
PJB fungsi pembuatan laporan kerusakan ini menggunakan software Ellips yang
didalamnya menyediakan fitur pelaporan kerusakan yang dikenal dengan incident
loogsheet (ILS)
Create WO
WO Normal
Daily Meeting
WO Urgen
WO Emergency
WO Corective
Gb3.7 Gambar ILS yang Telah didownload dalam format excel di PLTGU Gresik
Permintaan
Pekerjaan dari Operator
yang tertulis dalam ILS :
Dalam penulisan ILS perlu memperhatikan hal berikut :
- Deskripsi kerusakan, dampak kerusakan dan kondisi yang diinginkan.
- Status peralatan (normal, urgent, emergency).
- Equipment number/ reference (plant number) dan lokasi.
- Deviasi terhadap nilai standard (data commisioning/ overhaul terakhir).
- Foto/ dokumen tambahan.
Dalam Unit Pembangkit Laporan Gangguan Pada Unit dan peralatan umumnya
menyajikan :
Berikut ini contoh format laporan gangguan beserta trend grafiknya dari desalination
PLTU Rembang
C. KRONOLOGI GANGGUAN :
Pressure Service Water to Desal Area (few second after trip) : 2.2-2.4 (setpoint : 3)
Aux. Boiler in service Pres// Flow// Temp. : 8.9 Bar// 16m3/hr // 337˚C
Urutan Kejadian :
21.34 MED B //
MED B Trip.
MED – B Trip.
Perlu dilakukan Resetting supply Pressure yg lebih tinggi (4 barg) pada suction distillate
injection pump.
LAIN – LAIN :
Analisa sementara :
Gejala : MED – B Trip, TVC temp High high disebabkan oleh DIP Trip
Kemungkinan Penyebab: DIP Trip disebabkan oleh Suction pressure is low low ( pemakaian supply
water ke DIP berlebih.)
8. Tagging peralatan
Kondisi peralatan yang membutuhkan pengamanan lebih, misalnya dalam kondisi rusak,
sedang dipelihara atau kondisi lainnya yang membutuhkan perhatian khusus harus
diberikan penanda beserta keterangan. Untuk kebutuhan tersebut dibuatlah pencatatan
tagging peralatan yang bertujuan untuk memastikan bahwa sistem penguncian (lock
out) dan penandaan (tag out) pada peralatan dan mesin yang tidak beroperasi dan/atau
sedang dalam perbaikan, sehingga aman dan tidak membahayakan bagi pekerja serta
menghindarkan kerusakan peralatan/ mesin.
Pencatatan dilakukan baik dengan menggunakan kartu tagging maupun logbook
kegiatan tagging dan sudah dilengkapi dengan prosedur isolasi peralatan yang
berdasarkan "manual operasi-pemeliharaan" yang dituangkan dalam formulir isolasi
peralatan yang ditandatangani oleh pejabat yang terkait.
PERHATIAN
SISTEM DALAM ISOLASI
Dari kesepakatan harga tersebut kemudian disusun tagihan komponen A dan Komponen B
berrdasarkan Berita Acara EAF Realisasi yang ditandatangani oleh PJB dan PLN P3B.
Perhitungan Komponen A:
a) Jika EAF Realisasi > EAF Rencana
A = [EAFRencana +(0.5 x (EAFRealisasi – EAFRencana))] x Hkap x DMN x PM/PY ... (Rp)
Perhitungan Komponen B:
a) Jika EAF Realisasi > EAF Rencana
B = EAFRencana x Hfix x DMN x PM/PY ... (Rp)
Perhitungan tagihan komponen C dan komponen D terkait dengan pengiriman energi listrik
memerlukan Berita Acara Pengiriman Energi Listrik dari PJB ke PLN (Persero) yang
ditandatangani oleh Pejabat Unit Pembangkit (UP) dan pejabat Unit Pelayanan Transmisi
(UPT) terkait dan detail data logger per 30 menit untuk tiap-tiap mesin pembangkit.
Perhitungan komponen C:
n
i 1
SHRi xMWi
SHRW n
....... kcal/kWh
MW
i 1
i
n
i 1
Hbbi xVbb i
HBBTERTIMBANG .......Rp/Lt atau Rp/Kg atau USD/MMBTU, dimana
Vbb
:
c) Pembangkit Hidro
memiliki pola operasi yang sangat fleksibel, dengan dukungan dari 3 Gas Turbin
dan 1 Steam Turbin, maka PLTGU dapat memiliki pola operasi yang beragam
yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Pola operasi PLTGU sendiri
dapat dikombinasikan menjadi 4 jenis yaitu : Open Cycle (OC), CC 1-1-1 (1 GT – 1
HRSG – 1 ST), CC 2-2-1 (2 GT – 2 HRSG – 2 ST), CC 3-3-1 (3GT – 3 HRSG – 3ST),
dimana dalam kenyataannya formasi Closed Cycle (CC) dapat digabungkan
dengan OC. Adanya berbagai pola operasi di atas memiki nilai efisiensi yang
cukup banyak berbeda, sehingga dalam prakteknya kesepakatan heat rate
dibuat untuk 4 jenis pola operasi ini, berbeda dengan entitas lain yang hanya
memiliki 1 jenis persamaan heat rate, pada PLTGU terdapat 4 persamaan heat
rate yang tergantung pada pola operasi yang terjadi diatas. Oleh karena itu
dibutuhkan metode pengolahan data untuk menentukan seberapa nilai energi
yang dibangkitkan berdasarkan pada pola operasi diatas.
Berdasarkan kondisi informasi yang ada, berikut ini metode perhitungan yang
digunakan untuk menentukan nilai energi kirim per pola operasi:
Keterangan:
Perhitungan komponen D:
Ei
VarMAKS x 1 Cos 2 .... (Varh) dimana:
Cos
Sehingga nilai energi reaktif setelmen akan mengikuti persamaan sebagai berikut :
n
Ei
Ar fs i Eri x 1 Cos 2 xH AVG ....... (Rp), dimana :
i 1 Cos
n
n
PTML 1 / 2 x fst x SHRTML SHRMIN xEMIN ETML
t 1 t 1
HHVBBM = Asumsi nilai kalor kotor bahan bakar BBM, baik HSD dan
MFO yang digunakan pada Harga Penawaran yang
disampaikan atau Kesepakatan Pembayaran Komponen C
yang diberlakukan, dalam satuan kcal/liter.
= 9.598 kcal/liter untuk MFO dan 9.095 kcal/liter untuk HSD.
HBBM = Harga bahan bakar minyak yang digunakan untuk satu kali
Start Up yang besarnya sama dengan harga bahan bakar
minyak yang digunakan pada setelmen bulanan untuk
masing-masing entitas.
Gb. Resume lapus yang menampilkan faktor operasi dan biaya operasi
Selain itu terdapat pemantauan jumlah bahan bakar untuk menghasilkan energi
listrik per kWh yang disebut spesific fuel consumption (SFC).
BAB III :
EFFICIENCY MANAGEMENT
TUJUAN PEMBELAJARAN
Mampu Menjelaskan Data Collection
Mampu Menjelaskan Model Based Normalization.
Mampu Menjelaskan Performance Test
Dalam sebuah pembangkit listrik kegiatan pengumpulan data merupakan hal mendasar
yang harus dilakukan dalam rangka memonitor kinerja pembangkit dan kinerja peralatan.
Sumber sumber data pembangkit khususnya dalam bidang operasi adalah sebagai berikut :
Laporan Pengusahaan
Data Logger
Laporan gangguan
Laporan start up
Data Collection yang akan dibahas disini adalah data yang akan digunakan sebagai
inputan dalam performance test, sedangkan kegiatan data collection lainnya sudah
dibahas di bab sebelumnya.
Pengambilan data secara auto yaitu pengambilan data dengan metode capture
maupun download pada satu waktu tertentu. Sebagai contoh pengambilan data
temperatur dan pressure dapat dilakukan dengan sebuah software sniffer. Software
sniffer ini merupakan sebuah software bawaan dari pabrikan mesin pembangkit yang
memang digunakan untuk kebutuhan pengambilan data. Contoh software sniffer
adalah DEEP VIEWER untuk pabrikan ALSTOM dan FoxBoro untuk pabrikan dari
Harbin dan dongfang.
Pengambilan data dengan pengujian laboratorium misalnya HHV dari batu bara
Gb3.11 Download data operasi main steam pressure dan temperature PLTU Rembang melalui
program sniffer
Yang Perlu diperhatikan sebelum pengambilan data yang pertama adalah status kalibrasi
dari alat alat pengukuran instrument maupun counter, Harus dipastikan bahwa alat alat
pengukuran tersebut telah terkalibrasi sesuai standar pabrikan maupun standar deviasi
pengukuran oleh ASME PTC4 dan 6, Semakin banyak atau seluruhnya peralatan ukur
tersebut telah terkalibrasi maka akan didapatkan data yang akurat. Apabila data yang
didapat akurat tentunya hasila analisa akan akurat dan menghasilkan rekomendasi yang
tepat.
Gambar 3.5 dibawah ini menunjukkan kemungkinan eror pengukuran sebuah alat ukur dan
pengaruhnya terhadap perhitungan efficiency PLTU menurut ASME 4.1 1964. Pada
performance test pembangkit baru pada masa commissioning deviasi pengukuran menjadi
sangat penting karena akan menjadi klaim performa oleh pabrikan apakah sesuai dengan
buku kontrak atau tidak.
Gb3.6 Garansi performa dari pabrikan sesuai buku kontrak (PLTU Tanjung Awar Awar)
Apabila pengambilan data lebih dari 1 dalam ASME PTC 6 disebut dengan duplicate test runs
kita dapat mengambil nilai rata rata dari banyaknya pengukuran, akan tetapi nilai nilai
antara satu dengan lainnya tidak boleh berdeviasi terlalu besar. Contoh pada gambar 3.5
besarnya deviasi fluctuation yang diijinkan untuk pengukuran initial steam pressure adalah
0.25 %.
Banyaknya alat ukur di pembangkit yang berjumlah ratusan bahkan ribuan tentunya tidak
bisa dihindari akan adanya hasil pengukuran yang tidak akurat maupun karena alat ukur itu
sendiri rusak sementara jika dilakukan penggantian atau kalibrasi alat ukur tersebut
menunggu inspection. Jika sebuah pengukuran menghasilkan data yang tidak akurat maka
kita dapat menggunakan perhitungan sesuai formula teknis thermodinamika maupun
mekanika fluida atau asumsi saja. Berikut ini contoh perhitungan apabila alat pengukuran
Flow Rate Uap tidak akurat:
pada gambar 3.6 diketahui jumlah flow rate feed water (LP FW) masuk adalah 32,9 kg/s,
kemudian flow keluar ada dua yaitu ke Feed Water Tank (FWT) 11.7 kg/s dan Ke LP steam
turbine sebesar 25.2 kg/s. Maka menurut Hukum kekekalan Massa atau mass balance
seharusnya jumlah flow rate in = flow rate out
Dengan Asumsi Tidak Ada Bocoran dan Blowdown setting valve telah ditutup maka flow rate
Uap (LP Steam adalah) :
Kemudian yang perlu diperhatikan sebelum pengambilan data adalah tercapainya kondisi
steady state dari mesin pembangkit. Dalam istilah teknis kondisi steady state didefinisikan
kondisi tidak berubahnya properti (mass flow, enthlapi, pressure, temperature) terhadap
waktu. Dalam prakteknya pengertian kondisi steady state di pembangkit adalah kondisi
ditahannya Beban (load) 1 jam atau sesuai standar ASME PTC6 2004 untuk PLTU yaitu 2 jam
atau standar pabrikan dalam melaksanakan performance test, sebelum data tersebut
diambil. Penahanan beban tersebut biasanya pada 100%, 75% dan 50 %. Maksud dari
penahanan selama satu jam atau sesuai standar ASME adalah supaya kondisi pembangkit
sudah stabil dimana kondisi pengukuran temperature pressure dan sebagainya sudah tidak
berdeviasi terlalu besar. Juga dari setiap proses naik atau turun beban suatu pembangkit
diperlukan waktu sesuai karakteristik rate beban ( MW/min) sebelum tercapainya kondisi
stabil.
Gb. Tabel waktu stabilisasi dan durasi dalam sebuah performance test (ASME PTC 46)
Untuk Mendapatkan data yang bisa dibandingkan dengan data performance test pada
kondisi comissioning maka kondisi test harus disamakan dengan kondisi commissioning.
Misalnya pada valve blowdown pada kondisi tertutup, kemudian valve drain juga harus pada
kondisi tertutup.
Gb3.6 capture List Peralatan yang diisolasi menurut ASME PTC 6 2004
Permodelan Heat Balance Power Plant merupakan kegiatan untuk membuat Model
Power Plant baik itu PLTU maupun PLTGU yang didalamnya ada kalkulasi
keseimbangan energinya dan persamaan bantu lainnya.
𝑄 = 𝐶𝑣 × √∆𝑝
Dimana
Q = flow (m3/s)
Gate cycle merupakan program komputer yang dilengkapi gambar model peralatan
dengan detail thermodinamika propertiesnya, heat transfer dan fluid mechanical
proses yang memungkinkan user run analisis design yang telah dibuat dan
simulasinya. Software gate cycle merupakan suatu software dari pabrikan General
Eletric (GE) yang berguna untuk :
Tool Bar
Gb2. spread sheet excel yang terhubung dengan Fungsi cyclelink dalam gate cycle
8,100.00
8,000.00
7,900.00
GPHR (kJ/kWh)
7,800.00
GP HR
7,700.00
T CHR
7,600.00
7,500.00
7,400.00
7,300.00
255 260 265 270 275 280
Gb3. Grafik plot data temperature HPH outlet terhadap heat rate
Cek actual performa mesin pembangkit dibandingkan garansi pada buku kontrak
Membandingkan karakteristik seperti steam temperature dengan kondisi standar
operasi.
Membandingkan Pengujian Pada variasi beban
Membandingkan Pengujian Pada Perubahan properties bahan bakar.
Dapat dilihat bahwa tujuan performance test pada intinya adalah untuk membandingkan
kondisi. Standar diperlukan untuk kredibilitas test dalam hal ini merujuk pada :
Di Unit unit Thermal PT.PJB Performance Test Merupakan Kegiatan Pengambilan Data dari
variabel operasi pembangkit untuk kemudian digunakan sebagai input perhitungan
performance pembangkit. Performance hasil perhitungan tersebut kemudian akan
dibandingkan dengan titik referensi yaitu performance pada kondisi comissioning maupun
untuk membandingkan antara sebelum dan sesudah inspection mesin pembangkit. Langkah
langkah umum dalam kegiatan performance test adalah sebagai berikut :
Pengambilan Data
Pengolahan Data
Analisa Data
Pembuatan Laporan
RAW DATA
Vib. Shaft Compressor MBD 21 CY 001 μm 128,79 128,78167 128,865 128,9675 128,86417 128,85
Vib. Shaft Compressor MBD 21 CY 002 μm 67,79 67,494167 67,874167 67,729167 67,795833 67,74
Vib. Shaft Gen DE MKD 10 CY 021 μm 81,44 81,038333 81,394167 81,446667 81,650833 81,39
Vib. Shaft Gen DE MKD 10 CY 022 μm 20,37 20,315 20,4725 20,385 20,515833 20,41
Vib. Shaft Gen NDE MKD 20 CY 021 μm 47,29 47,283333 46,896667 46,978333 46,874167 47,06
Vib. Shaft Gen NDE MKD 20 CY 022 μm 56,51 56,153333 56,519167 56,228333 56,191667 56,32
Temp. Bearing Turbine MBD 11 CT 001 °C 107,57 107,54583 107,57417 107,6025 107,61167 107,58
Temp. Bearing Turbine MBD 11 CY 002 °C 103,63 103,60833 103,635 103,62083 103,63833 103,63
Temp. Bearing Compressor MBD 21 CT 001 °C 110,60 110,59833 110,60833 110,62333 110,60917 110,61
Temp. Bearing Compressor MBD 21 CT 002 °C 99,17 99,17 99,1875 99,231667 99,234167 99,20
Temp. Bearing Gen DE MKD 11 CT 001 °C 84,25 84,3025 84,334167 84,255 84,29 84,29
Temp. Bearing Gen DE MKD 11 CT 002 °C 83,28 83,250833 83,326667 83,319167 83,391667 83,31
Temp. Bearing
Temp. Bearing Gen NDE MKD 21 CT 001 °C 97,27 97,250833 97,289167 97,265833 97,254167 97,27
Temp. Bearing Gen NDE MKD 21 CT 002 °C 85,42 85,381667 85,396667 85,41 85,426667 85,41
Temp. Thrust Bearing Comp. MBD 22 CT 003 °C 83,05 83,055833 83,1325 83,105 83,120833 83,09
Temp. Thrust Bearing Comp. MBD 22 CT 005 °C 83,41 83,420833 83,500833 83,468333 83,483333 83,46
Temp. Thrust Bearing Gen MBD 22 CT 003 °C 83,05 83,055833 83,1325 83,105 83,120833 83,09
Temp. Thrust Bearing Gen MBD 22 CT 005 °C 83,41 83,420833 83,500833 83,468333 83,483333 83,46
Speed MBA30CS902 rpm 2999,40 2997,3117 3000,2983 2999,4692 2999,9542 2999,29
Frequency MKA10CE103 Hz 49,94 49,93 49,96 49,99 50,005 49,97
Gas Concentration % #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0!
miscellaneous Power Active MKA 10 CE 902 MW 134,57 134,88 134,66 134,30917 134,28 134,54
Reactive Power MKA 10 CE 606 Mvar 52,56 54,465 54,081667 57,013333 58,583333 55,34
Cos Phi 0,93 0,92 0,92 0,9175 0,9108333 0,92
Rotor Front Face MBA 30 CT 009 °C 150,78 150,90083 150,995 151,30583 151,40583 151,08
Fuel Gas GHV MMBTU/MMSCF 1141,31 1141,31
Fuel Gas Flow MBP 01 CF001 kg/s 8,38 8,3841667 8,375 8,3633333 8,3575 8,37
Fuel Gas Temperature MBP 31 CT001 °C 73,23 73,238333 73,215 73,2375 73,261667 73,24
Fuel Fuel Gas Pressure MBP 40 CP 001 Bar 22,69 22,684167 22,715 22,730833 22,72 22,71
Fuel Oil Flow MBN 32 CF 001 kg/s 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Fuel Oil Pressure MBN 32 CP 001 Bar 0,89 0,89 0,89 0,89 0,89 0,89
Fuel Oil Temperature MBN32CT004 °C 31,81 31,86 31,86 31,88 31,93 31,87
Cyclelink
Dari pengolahan data kita akan mendapatkan nilai nilai performa unit maupun peralatan
berupa effisiensi dan heat rate. Didalam pengolahan data yang perlu diperhatikan adalah
standar metode hitung dan corection factor. Yang disebut standar metode hitung misalnya
adalah perhitungan effisiensi ASME PTC 4.1 1964 , ada dua cara yaitu :
Input Output method
Heat loos method
Corection Factor merupakan suatu grafik dari pabrikan atau pembuatan thermal kits melalui
software untuk menggambarkan pengaruh perubahan variabel terhadap output.
Gb3.21 Corection Curve Reheat temperature terhadap output load PLTU Rembang 300 MW
Dari gambar 3.8 dapat dilihat grafik reheat temperature dan pengaruhnya terhadap %
output load yang dihasilkan. Sebagai contoh temperatur design dari steam reheat PLTU
rembang adalah 538 º C dari hasil pengujian saat ini pada kondisi yang sama temperature
steam reheat adalah 535 º C maka akan ada penambahan 0.08 % terhadap heat rate yang
dihasilkan.
Thermal kits dapat diartikan sebagai karakteristik peralatan pembangkit termal yang berupa
diagram, kurva, persamaan-persamaan seperti gambar diatas. Grafik tersebut disediakan/
dibuat oleh vendor dari pembangkitnya. Thermal kits dapat dibuat sendiri apabila dimiliki
sebuah model heat balance dari software gate cycle, dari gambar 3.9 divariasikan
perubahan TTD peralatan Feed Water Heater kemudian didapatkan dampaknya terhadap
Heat Rate dari power plant tersebut.
Berdasarkan patokan Output yang digunakan sebagai dasar perhitungan, perumusan Heat
rate dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Netto Heat Rate : yaitu perhitungan Heat Rate dengan menggunakan data kWh
Netto dari Output generator. Yang dimaksud kWh Netto adalah jumlah dari travo
generator setelah dikurangi pemakaian sendiri.
b. Gross Heat Rate : yaitu perhitungan Heat Rate dengan menggunakan data Gross
Generator Output (GGO). Yang dimaksud GGO adalah jumlah total output kWh dari
travo generator
Untuk melihat perkembangan kondisi efisiensi unit, berdasarkan Buku EPRI “Heat Rate
Improvement Reference Manual” maka perlu dibandingkan antara Heat Rate Reference
dengan kondisi Heat rate unit saat ini. Semakin besar gap yang dihasilkan berarti semakin
besar pula degradasi efisiensi dari power plan tersebut.
Metode yang digunakan dalam Heat Rate Analysis ini, mengacu pada dokumen best practice EPRI
(Heat rate reference improvement manual) dan Southern Company (Heat rate handbook). Contoh
Pengelompokkan point heat loss PLTU dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Operator Controllable
- Flue gas in AH temperature
- Orsat O2 gas in AH
- Main steam temperature
- Hot Reheat steam temperature
- Water spray to DeSH
- Water spray to DeRH
2. Unit Controllable
- Auxilliary power, %
- Final Feed water outlet temperature
- Unburn carbon
- Main steam flow
- Hot Reheat steam flow
- Condenser vaccum, mmHgA
3. Turbine Component
- HP turbine Efficiency
- IP turbine Efficiency
- LP turbine Efficiency
- HP seal clearence
- IP seal clearence
- LP seal clearence
4. Cycle Component
- BFP Performance
- FWH not in service
- TTD FWH
- Isolation cycle
5. Boiler Component
- %Moisture in fuel
- %H composition in fuel
- AH leakage
- AH effectiveness
- Air in AH temperature
- Mill out air temperature
6. Other losses
- Make Up water
- Unexplained gap
Data Pengukuran
Data Perhitungan (gate Cycle dll)
Data Uji Laboratorium
Selanjutnya dari data data diatas gao heat rate dari masing masing komponen diakumulasi
seperti pada gambar 3.11 berikut ini
Setelah semua komponen dihitung gap heat ratenya berikutnya dapat diplotkan dalam
bentuk grafik gap heat rate breakdown dan sesuai pareto analisis yang dianjurkan dalam
buku panduan OPI dapat diplotkan grafik 5 terbesar penyebab gap heat rate dibandingkan
kondisi comissioning. Dapat dilihat dalam contoh bahwa penurunan LP efficiency turbine
adalah penyebab terbesar turunnya Heat Rate. Sehingga timbul rekomendasi pada saat
inpection untuk dilakukan pengecekan di LP turbine
BAB IV :
KONSEP MATURITY OPERATION DAN EFFICIENCY MANAGEMENT
TUJUAN PEMBELAJARAN
Mampu Menjelaskan Pengertian Maturity Level
Mampu Menjelaskan Ruang Lingkup Assessment Maturity Level Operation
and Efficiency
Mampu Menjelaskan Tindak Lanjut Assesmen Maturity Level
5. EXCELLENCE
4. Optimizing
3. PREVENTING
• Pengelolaan proses lebih proaktif menggunakan pemahaman tentang hubungan timbal balik dari
kegiatan proses
• Ada usaha untuk mencegah & melakukan perencanaan
2. STABILIZING
1. INITIAL
Maturity Process
data Navitas telah dilengkapi dan terdapat trending
comparasi/ pembanding guna memastikan kesesuain
Entry Data Operasi & Kesesuaian ROH
pencapaian ROH tervalidasi sampai tingkat General
Manager
Hasil survey kepuasan pelanggan yang dilaksanakan oleh
Komunikasi dgn dispatcher & pelaporan.
PJB Kantor Pusat dengan hasil sangat memuaskan
Merencanakan kesiapan Unit Pembangkit sesuai dengan
RDM (Rencana Daya Mampu) tepat
RDM/RDB
waktu dan tepat perencanaan dalam periode satu
semester.
Dikendalikan dengan akurat serta memberikanumpan
balik terhadap kondisi real operasi unit pembangkit. Bila
terdapat deviasi (±) EAF rencana terhadap EAF HDKP
HDKP
disimpulkan dan dievaluasi penyebabnya sehingga selalu
tidak merugikan kedua belah pihak
Maturity Process
dilaksanakan secara rutin dengan tepat waktu serta mudah
diakses pihak terkait untuk dievaluasi serta menjadi role
Shift Meeting
model atau terbaik di pembangkit thermal (misal : shift
meeting dilakukan dengan menerapkan sistem scoring. dll)
Monitoring kebersihan dan patrol checks sesuai jadual
dengan konsisten. Pada form Check list/ log sheet terdapat
Patrol Check& house keeping operasi catatan penting kondisi peralatan dan dilakukan validasi
data dan catatan oleh SPV Operasi. serta menerapkan
sistem paper less dan pengelolaan 5S dibidang operasi.
Dilaksanakan sesuai prosedur secara cepat, tepat dan
Firstline Maintenance/kecepatan terdokumentasi dengan benar menjadi contoh terbaik dalam
penanganan gangguan kegiatan FLM, serta terbaik dalam menangani gangguan
unit.
Memastikan SOP yang update telah dilaksanakan dengan
baik untuk menjaga keandalan dan efisiensi pembangkit.
SOP Complay & Lap gangguan Setiap
gangguan operasi ada laporan evaluasinya dalam
pengelolaan sistem dokumentasi (misal : ISO 9001) d
data Navitas telah dilengkapi dan terdapat trending
comparasi/ pembanding guna memastikan kesesuain
Entry Data Operasi & Kesesuaian ROH
pencapaian ROH tervalidasi sampai tingkat General
Manager
Hasil survey kepuasan pelanggan yang dilaksanakan oleh PJB
Komunikasi dgn dispatcher & pelaporan.
Kantor Pusat dengan hasil sangat memuaskan
Kelengkapan SOP/ Instruksi Kerja telah dilaksanakan Review
disosialisasikan melalui Web dokumentasi Sistim
SOP Review
Manajemen Perusahaan dan diimplementasikan di seluruh
bidang,
Dengan pengujian dan change over/ pengaturan jam operasi
Kehandalan peralatan yang terjadwal dan dilaksanakan secara konsisten,
tersedia peta kehandalan peralatan dapat ditampilkan
Efficiency improvement
Pembangkit Sustain
Improvement sudah dilaksanakan, peningkatan efisiensi
salah satu equipment utama ≥3% karena aplikasi
Peningkatan Efficiency new technology ataupun inovasi
Maturity Process
Monitoring kebersihan dan patrol checks sesuai jadual
dengan konsisten. Pada form Check list/ log sheet terdapat
Patrol Check& house keeping operasi catatan penting kondisi peralatan dan dilakukan validasi
data dan catatan oleh SPV Operasi. serta menerapkan
sistem paper less dan pengelolaan 5S dibidang operasi.
Memastikan SOP yang update telah dilaksanakan dengan
baik untuk menjaga keandalan dan efisiensi pembangkit.
SOP Complay & Lap gangguan Setiap
gangguan operasi ada laporan evaluasinya dalam
pengelolaan sistem dokumentasi (misal : ISO 9001) d
data Navitas telah dilengkapi dan terdapat trending
comparasi/ pembanding guna memastikan kesesuain
Entry Data Operasi & Kesesuaian ROH
pencapaian ROH tervalidasi sampai tingkat General
Manager
Kelengkapan SOP/ Instruksi Kerja telah dilaksanakan
Review disosialisasikan melalui Web dokumentasi Sistim
SOP Review
Manajemen Perusahaan dan diimplementasikan di seluruh
bidang,
Dengan pengujian dan change over/ pengaturan jam
operasi peralatan yang terjadwal dan dilaksanakan secara
Kehandalan konsisten, tersedia peta kehandalan peralatan dapat
ditampilkan berupa trend pembanding/ kompetitor
minimal tiga tahun
Merencanakan kesiapan Unit Pembangkit sesuai dengan
RDM (Rencana Daya Mampu) tepat
RDM/RDB
waktu dan tepat perencanaan dalam periode satu semester.
Untuk deskripsi semua level dapat merujuk pedoman penilaian kinerja yang
berlaku.
Sebagai contoh feedback report yang merupakan rangkuman hasil Asesmen Kontrak
Kinerja yang dilaksanakan oleh Tim Asesmen Penilaian Kontrak Kinerja dalam
operation management sebagai berikut :
TUJUAN
• Memberikan acuan pertanyaan bagi instruktur untuk melihat sampai dimana peserta telah
mengerti tentang materi yang akan di bahas
4. Bagaimana hubungan formula effisensi thermal dengan Net Plant Heat Rate ?
Jawaban:
5. Hitunglah EAF dalam 1 bulan terdapat 31 hari, jika terdapat gangguan yang menyebabkan
unit stop selama 24 Jam dan terdapat perintah reserve shutdown selama 120 Jam.?
Jawaban:
7. Kapan batas penyusunan Rencana daya mampu mingguan dan untuk perioda kapan ?
Jawaban:
12. Apakah yang perlu diperhatikan dalam pengambilan data performance test :
Jawaban:
14. Sebutkan standart referensi performance test PLTU dan PLTGU dalam ASME?
Jawaban: