Pada kursus terdahulu telah, dibahas mengenai metode untuk menghitung efisiensi siklus.
Pada session ini kembali akan dibahas tentang perhitungan efisiensi siklus dengan cara yang
lain.
Efisiensi Siklus Rankine seperti gambar 1.1, dapat dihitung dengan metode langsung (direct)
ataupun metode tidak langsung (indirect). Dengan metode langsung :
ker janetto WT W p
R
input input
AR/UNJ/2006 1
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
dimana : Input = h5 h2
Losses = h6 h1
input losses
C
input
T5 (S 6 - S1 ) - T1 (S 6 - S1 ) T5 - T1
C
T5 (S 6 - S1 ) T5
AR/UNJ/2006 2
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
2. EFISIENSI SIKLUS RANKINE YANG DIMODIFIKASI
Sebagai contoh misalnya temperatur dan tekanan uap ketel adalah 540 0C dan 100 bar.
Tekanan kondensor adalah 40 mbar. Berapakah efisiensi siklus :
AR/UNJ/2006 3
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
input losses W WP
RS x100% T x100%
input input
Input = h5 h2
Losses = h6 h1
h6 = h1 + xhfg (untuk tekanan 40 mbar)
atau
S6 = S1 + xSfg (untuk tekanan 40 mbar)
sehingga :
S 6 S1 S 5 S1
x
Sfg Sfg
6,7261 0,4225
x 0,78
8,0530
jadi :
dengan demikian :
h2 = h1+ W p
= 121,4 + 10,036 = 131,436.
input losses WT W P
RS
input input
(h 5 - h 2 ) - (h 6 - h 1 ) (h 5 - h 6 ) - WP
(h 5 - h 2 ) h5 h2
AR/UNJ/2006 4
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
(3475,1 131,436) (2019,22 121,4) (3475,1 2019,22) 10,036
(3475,1 131,436) (3475,1 131,436)
Tampilan siklus Rankine dengan Superheater dan Reheater dalam diagram T.S, terlihat seperti
gambar 2.2.
AR/UNJ/2006 5
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Sebagai contoh misalnya tekanan dan temperatur uap masuk turbin tekanan tinggi adalah
5400C dan 100 bar. Uap keluar dari turbin tekanan tinggi pada 40 bar dan masuk Reheater.
Temperatur uap keluar dari reheater 540 C dan kemudian berekspansi dalam turbin tekanan
menengah dan turbin tekanan rendah untuk akhirnya masuk kondensor pada tekanan 40 mbar.
Hitung efisiensi siklus tersebut :
Wnet W WR
RSR x100% T x100%
input input
h2 = h1 + W p
= 121,4 + 10,036
= 131,436
AR/UNJ/2006 6
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
WT W P
RS x100%
input
1661,4 10,036
RS x100% ~ 43,47%
3695,164
AR/UNJ/2006 7
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Gambar 2.3, merupakan ilustrasi dari siklus superheat regeneratif dengan 2 buah pemanas
awal air pengisi. Misalkan temperatur dan tekanan uap keluar S/H adalah 540 0C dan 100 bar.
Tekanan kondensor = 40 mbar.
Selama melintasi turbin, uap dicerat (diekstrak) pada tempat dimana tekanan uap adalah 44
bar dan 4 bar. Uap ekstraksi ini digunakan untuk memanaskan air pengisi pada pemanas II
dan pemanas I. Air kondensasi uap dari pemanas II dialirkan ke pemanas I dan air kondensasi
dari pemanas I dialirkan ke kondensor. Massa uap yang diekstrak untuk pemanas I adalah m1
dan untuk pemanas II adalah m2. Temperatur air pengisi yang keluar dari setiap pemanas
dianggap sama dengan temperatur saturasi dari pemanas yang bersangkutan. Bila semua
kerugian diabaikan, hitung efisiensi siklus tersebut !
Penyelesaian :
Diagram T.S untuk siklus diatas terlihat seperti gambar 2.4.
Gambar. 2.4
Wnet W WP
RSR x100% T x100%
input input
AR/UNJ/2006 8
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Untuk dapat menghitung kerja turbin (W T) terlebih dahulu harus diketahui besarnya energi
panas yang diekstrak dari turbin untuk memanaskan air pengisi. Hal ini dapat dilakukan
dengan metode - neraca kalor (heat balance) untuk setiap pemanas. Bila aliran uap masuk
turbin dianggap sama dengan aliran air pengisi masuk ketel maka :
Neraca kalor untuk pemanas II adalah :
AR/UNJ/2006 9
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Dengan demikian maka :
m2 h6 + m1 h5 m1 h7 m2 h7 = h11 h10
(m2 x 2652,38) + (0,24 x 1115,4) - (m2 x 604,7) - (0,24 x 604,7) = 610,77 - 131,436 2652,38 m2
+ 267,7 - 604,7m2 - 145,12 = 479,33.
2047,68 m2 + 122,58 = 479,33
m2= 0,17.
WT =1(3475,1-3211,84)+(1-0,24)(3211,84-2652,38)+1-(0,24+0,17)}(2652,38 - 2019,21)
= 263,26 + 425,18 + 373,57
= 1062,01
AR/UNJ/2006 10
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
3. EFISIENSI TERMAL.
Disamping itu, pada ruang bebas (clearence) antara yang ujung sudu jalan (shroud) dengan
casing turbin juga dipasang perapat (seal strip) yang berfungsi sebagai penyekat antar sudu
dalam turbin. Bila perapat ini dalam kondisi sempuma, maka uap dari tingkat sudu
sebelumnya akan mengalir seluruhnya melintasi sudu tersebut guna melakukan kerja
mekanik untuk selanjutnya mengalir menuju tingkat sudu berikutnya.
AR/UNJ/2006 11
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Tetapi bila kondisi perapat ujung sudu tidak baik, maka sebagian uap akan mengalir
melintasi perapat dan langsung menuju tingkat berikutnya seperti terlihat pada ilustrasi
gambar 3.1.
Fraksi uap yang melintasi perapat ini sudah tentu tidak mengalir melintasi sudu-sudu jalan
turbin dan seolah-olah mengambil jalan pintas dan mem - bypass sudu. Karenanya, fraksi
uap ini juga tidak mungkin menyerahkan energinya pada sudu jalan untuk diubah menjadi
energi mekanik. Dengan demikian, kebocoran ini juga termasuk kategori kerugian yang
terjadi dalam turbin.
Besarnya kerugian baik yang melintasi perapat poros maupun yang melintasi perapat ujung-
ujung sudu, tergantung pada tingkat kebocoran atau kondisi kedua perapat tersebut. Bila
turbin selalu dioperasikan sebagaimana mestinya misalnya parameter differensial
ekspansion, Rotor position serta seal steam temperatur selalu berada dibawah limit yang
ditentukan, maka kedua perapat tersebut akan senantiasa berada dalam kondisi sehat.
Perlu diingat bahwa perapat yang tidak sehat akan memperbesar kerugian dan pada
akhirnya akan memperkecil efisiensi turbin.
AR/UNJ/2006 12
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Makin besar kandungan air dalam uap basah berarti makin lambat fraksi air bergerak. Pada
tingkat kebasahan tertentu, maka kecepatan fraksi air akan menjadi lebih rendah dari
kecepaan sudu. Dalam kondisi seperti ini maka bukan lagi fraksi air yang memutar sudu
turbin melainkan sebaliknya sudu yang memutar fraksi air tersebut. Dengan kata lain sudu
turbin melakukan kerja mekanik terhadap fraksi air.
Selain itu, besanya sudut vektor kecepatan relatif air terhadap sudu juga mengalami
perubahan. Hal ini mengakibatkan fraksi air bukan mengalir melalui dada sudu seperti
halnya uap, tetapi akan membentur bagian punggung sudu. Ini berarti arah kecepatan air
cenderung menghambat gerakan sudu jalan turbin. Jadi selain mengakibatkan erosi, fraksi
air juga menimbulkan kerugian karena energi mekanik yang dihasilkan poros turbin menjadi
berkurang. Makin besar kadar air dalam uap berarti makin besar kerugian yang berarti pula
semakin kecil efisiensi turbin.
Hal yang perlu diperhatikan oleh operator adalah rnengusahakan agar kadar air dalam uap
bekas sekecil rmungkin (dalam kondisi operasi bagaimanapun juga) agar diperoleh efisiensi
turbin yang seoptimal mungkin.
Energi kinetik dalam uap bekas ini tentunya tidak lagi dapat dimanfaatkan oleh turbin karena
sudah keluar meninggalkan turbin. Dengan demikian, rnaka besaran energi ini juga
termasuk kedalam salah satu jenis kerugian yang terjadi dalam turbin.
Faktor operasional yang mempengaruhi kerugian ini adalah tekanan kondensor. Makin
rendah tekanan kondensor (vacum tinggi) makin tinggi kecepatan uap yang berarti makin
tinggi pula kerugian energi kinetik uap bekas.
Kerugian Throtling.
Hampir semua turbin yang kita miliki menerapkan sistem pengaturan yang disebut Nozzle
Controled Governor". Dalam sistem pengaturan ini, variasi daya turbin diperoleh dari variasi
aliran uap (steam flow) melalui variasi pembukaaan katup governor.
Pada kondisi beban maksimum, berarti semua katup governor akan membuka penuh.
Tetapi pada beban parsial (dibawah beban maksimum), ada beberapa katup governor yang
tertutup. Bahkan pada beban parsial tertentu, ada satu atau lebih katup governor yang juga
membuka sebagian (tidak membuka penuh), sesuai dengan kebutuhan aliran uap saat itu.
Dalam kondisi ini, berarti pada katup-katup yang membuka sebagian tersebut tejadi proses
throtling. Pada proses throtling terjadi kerugian yang disebut kerugian throtling (Throtling
Loss). Hal ini dapat dilihat secara lebih nyata pada gambar 3.2.
AR/UNJ/2006 14
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Seperti diketahui proses throtling adalah proses isentalpi (entalpi konstan) yang
mengakibatkan turunnya tekanan dan temperatur uap. Pada gambar terlihat bahwa semakin
besar penurunan tekanan akibat throtling, maka garis ekspansi uap akan semakin pendek.
Ini berarti bahwa energi panas yang dapat diubah menjadi energi mekanik menjadi semakin
kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bila dalam pengoperasian turbin terjadi
proses throtling, berarti efisiensi turbin akan berkurang.
Kerugian Mekanik
Kerugian lain yang juga terjadi pada turbin adalah kerugian mekanik.Yang termasuk dalam
kategori kerugian mekanik adalah :
Besarnya kerugian gesekan yang terjadi pada bantalan tergantung pada kondisi sistern
pelumasan. Faktor yang dominan dari sistem pelumasan baik dalam pembentuk lapisan
pelumas (lapisan flim) maupun terhadap koefisien gesek adalah kekentalan (viscosity)
minyak pelumas. Sedangkan kekentalan minyak pelumas merupakan fungsi dari
temperatur. Bila kekentalan terlalu rendah maka pelumas film akan rusak yang pada
akhirnya meningkatkan gesekan antara poros dengan bantalan. Bila kekentalan minyak
pelumas terlalu tinggi maka koefisien gesek rninyak pelumas akan bertarnbah besar
sehingga pada akhirnya juga rneningkatkan gesekan. Karena itu ternperatur minyak
pelumas merupakan parameter penting yang harus selalu diperhatikan secara seksama
oleh para operator.
Hampir semua turbin uap menggunakan sistern hidrolik baik untuk penggerak aktuator
(power oil) guna mernbuka katup-katup pengatur turbin, maupun sebagai minyak pengatur
(control oil). Umumnya sistem hidrolik ini menggunakarr sumber minyak yang sama dengan
yang dipakai untuk sistem pelumasan. Jadi dalarn kondisi normal operasi, baik sistem
hidrolik maupun sistem pelumas turbin dipasok oleh pompa minyak utama (main oil pump)
yang biasanya digerakkan oleh poros turbin. Dengan demikian, berarti sebagian energi yang
dihasilkan poros turbin diambil untuk keperluan sistem hidrolik dan sistem pelumasan.
Dipandang dari sisi turbin, hal ini terrnasuk salah satu kategori kerugian.
AR/UNJ/2006 15
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Faktor yang rnempengaruhi besar kecilnya kerugian ini adalah kondisi operasi turbin. Bila
turbin beroperasi pada kondisi free governor, rnaka katup: katup governor akan selalu
begerak (membuka/menutup) sesuai dengan kondisi frekuensi sistem jaringan. Dengan
selalu bergeraknya katup governor, berarti konsumsi daya mtuk sistem hidrolikpun akan
bertambah yang berarti kerugian turbin menjadi bertambah pula.
100 C S
DFG ( CA) xCPx(t1 t 2 ) KJ / Kg bahan bakar
12(CO 2 CO ) 100 267
AR/UNJ/2006 16
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
dimana :
DFG = Kerugian gas asap kering dalam KJ/kg bahan bakar.
CO2, CO = % volume CO2 dan CO dalam gas bekas.
C = Kandungan carbon persatuan massa bahan bakar kg/kg.
S = Kandungan Sulfur persatuan massa bahan bakar kg/kg.
CA = Kandungan carbon dalam abu persatuan massa bahan bakar kg/kg.
CP = Panas jenis (specific heat) rata-rata gas bekas KJ/kg C.
t1 = Temperatur gas bekas keluar A/H C.
t2 = Temparetur udara masuk FD Fan C.
S
Besaran hanya dipakai bila analisis gas bekas dilakukan dengan menggunakan
267
alat ORSAT. Hal ini disebabkan karena persentase CO2 yang diperoleh dari alat ORSAT
termasuk kandungan Sulfurdioksida.
Penyebut dari bilangan diatas didapat dari perbandingan antara berat atom carbon dengan
berat atom Sulfur yaitu :
32
2,67
12
Kerugian ini rnerupakan kerugian panas akibat kandungan air dalam gas bekas yang
terbuang ke atmosfir. Uap air dalam gas bekas bersal dari 2 sumber yaitu :
Apabila bahan bakar yang dipakai mengandung air, maka untuk setiap kg air yang
terkandung dalarn bahan bakar diperlukan sejumlah panas untuk mengubahnya menjadi
uap dan keluar bersama gas bekas ke cerobong. Panas yang dikandung uap air dapat
terdiri dari panas sensibel + panas laten + superheat yang besarnya tergantung pada
tekanan dan temperatur keluar air heater.
AR/UNJ/2006 17
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Perlu diingat bahwa besarnya panas ini sama sekali tidak tergantung pada berapapun
tingginya temperatur didalarn ketel, melainkan hanya tergantung pada temperatur awal
ketika masuk ketel dan temperatur akhir ketika meninggalkan air heater.
Sumber air yang kedua adalah sebagai produk dari pembakaran hidrogen. Dan persamaan
reaksi pembakaran hidrogen diketahui bahwa air yang terbentuk dari proses pembakaran
hidrogen adalah sembilan kali kadar hidrogen dalam satuan berat.
Selanjutnya, kerugian gas asap basah untuk bahan bakar padat dan cair dapat dihitung
dengan rumus :
M 9H
Wfg [ Cpa (T - t2) + hfg + Cpg (t1 - T)] KJ/Kg bahan bakar
100
Sedang untuk bahan bakar gas, karena kandungan air dalam bahan bakar sudah berupa
uap, maka rumus kerugian gas asap basah berubah menjadi :
9H
Wfg [ Cpa (T t2) + hfg + Cpg (t1 - T)] KJ/Kg bahan bakar
100
dimana :
AR/UNJ/2006 18
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
dimana :
LS = Kerugian panas sensibel dalam uap air (KJ/Kg bahan bakar).
Wfg = Kerugian gas asap basah (KJ/Kg bahan bakar).
HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (KJ/Kg bahan bakar).
LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (KJ/Kg bahan bakar).
Salah satu unsur yang terkandung dalam limbah abu ini adalah carbon. lni berarti bahwa
ada sebagian carbon dari bahan bakar yang tidak terbakar didalam ruang bakar dan turut
keluar bersama limbah abu. Seperti diketahui bahwa untuk setiap Kg carbon yang terbakar
sempurna akan menghasilkan panas sebesar 33 820 KJ. Karena itu, bila temyata terdapat
kandungan carbon dalam limbah abu berarti merupakan kerugian. Untuk dapat mengetahui
besamya kerugian ini, maka diperlukan analisis terhadap sampel limbah abu. Sampel
diambil dari berbagai pengumpul abu (dust collector) untuk kemudian dianalisis guna
mendapatkan kadar kandungan carbon dalam limbah abu.
Setelah kandungan carbon dalam limbah abu diketahui, maka kerugian carbon dalam abu
dapat dihitung dengan rumus :
dimana :
Cia = Kerugian carbon dalam abu (KJ/Kg bahan bakar).
P = Persen berat carbon dalam abu.
A = Massa limbah abu kering (Kg/Kg batran bakar).
Dari jenis kerugian ini, komponen kerugian radiasi umumnya menempati porsi yang
dominan yaitu sekitar 50 %. Sisanya merupakan kerugian lain yang cukup sulit untuk
AR/UNJ/2006 19
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
dihitung baik karena terlalu kecil untuk dihitung secara terpisah maupun karena sulit dalam
melaksanakan pengukuran. Kerugian-kerugian lain meliputi :
Karena tingkat kesulitan untuk menentukan jenis kerugian ini cukup tinggi, maka untuk
mempermudah biasanya digunakan grafik. Seperti terlihat pada gambar 3.3.
Pada ilustrasi diatas terlihat bahwa besarnya kerugian radiasi dari panas tak terhitung
merupakan fungsi dari kapasitas ketel serta beban ketel. ketel-ketel yang beroparasi pada
beban parsial (partial load) memiliki kerugian yang lebih besar. Selain itu, konstruksi ketel
juga turut menentukan besarnya kerugian ini. Ketel-ketel dengan konstruksi diluar ruangan
(outdoor) untuk kapasitas yang sama serta beban operasi yang sama akan menanggung
kerugian radiasi yang lebih besar dibanding ketel-ketel dengan konstruksi didalam ruangan
(indoor).
AR/UNJ/2006 20
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
3.3 Efisiensi Generator.
Generator merupakan komponen PLTU yang memiliki efisiensi paling tinggi yaitu berkisar
antara 94 - 98 %. Karena itu, kerugian pada generator relatif kecil yaitu berkisar antara 2 - 6 %
saja. Meskipun demikian, perlu ada dibahas sepintas mengenai kerugian-kerugian yang terjadi
dalam generator.
Adapun jenis kerugian pada generator antara lain :
Kerugian Windage.
Merupakan kerugian gesekan antara Rotor generator dengan media pendingin generator.
Nilai kerugian tergantung pada koefisien gesek dari media pendingin. Kerugian windage
untuk generator berpendingin udara akan lebih besar dari kerugian windage generator
berpendingin Hidrogen. Untuk generator berpendingin Hidrogen, rnaka kerugian gesek
merupakan fungsi dari tekanan Hidrogen. Tekanan Hidrogen yang lebih tinggi
mengakibatkan kerugian gesek yang lebih tinggi pula.
Kerugian Tembaga.
Rugi-rugi tembaga merupakan fungsi dari arus. Jadi makin tiinggi beban generator, berarti
makin tinggi pula rugi tembaga ini. Hal ini yang perlu diingat oleh Operator adalah bahwa
yang dibangkitkan oleh generator adalah MVA. Generator yang beroperasi pada MW sama
tetapi MVAR berbeda, akan berbeda pula nilai rugi-rugi tembaganya. Tetapi MVAR berbeda,
akan berbeda pula nilai rugi-rugi tembaganya. Makin tinggi MVAR, makin tinggi pula rugi
tembaga.
Rugi Inti.
Rugi inti terjadi akibat perubahan polaritas magnit. Karena itu, kerugian inti merupakan
fungsi dari frekuensi. Makin tinggi frekuensi generator, rnakin tinggi pula rugi-rugi inti.
AR/UNJ/2006 21
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
4. HEAT RATE DAN STEAM RATE.
Gambar. 4.1.
Sebagai contoh misalnya unit A memiliki steam rate sebesar 100 Kg/Kwh sedang unit B 90
Kg/Kwh. Secara sepintas seakan-akan prestasi unit B lebih baik dibanding unit A. Tetapi bila
diteliti lebih dalam lagi misalnya ;
Untuk unit A :
Tekanan uap keluar ketel = 100 bar
Temperatur uap keluar ketel = 540 C
Temperatur air pengisi air pengisi masuk = 290 C
maka selisih entalpi (h) = (3374,6 - 1287,9) = 2086,7 KJ/Kg
Berarti konsumsi panas unit A = 2086,7 KJ/Kg x 100 Kg/Kwh = 208670 KJ/Kwh
Untuk unit B :
Tekanan uap keluar ketel = 100 bar
Temperatur uap keluar ketel = 540 C
Temperatur air pengisi air pengisi masuk = 260 C
maka selisih entalpi (h) = (3475,1 - 1134,2) = 2340,9 KJ/Kg
Berarti konsumsi panas unit B = 2291,2 KJ/Kg x 90 Kg/Kwh = 210681 KJ/Kwh
Berdasarkan kondisi tersebut, ternyata konsumsi panas unit B masih lebih tinggi dari unit A.
Dengan demikian berarti bahwa sebenarnya prestasi unit A masih lebih baik dibanding prestasi
unit B.
AR/UNJ/2006 23
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
5. EFISIENSI DENCAN TOP HEATER OFF.
Kini marilah kita telaah siklus seperti gambar 2.3, secara sederhana bila top heater yaitu heater
II tidak dioperasikan. Dengan anggapan bahwa besaran lain tidak berubah, maka akibat dari
tidak aktifnya heaternya II berarti temperatur air pengisi masuk ketel = 143,6 C. Dengan
demikian maka tampilan siklus tersebut dalam diagram T.S dapat disederhanakan menjadi
seperti gambar 5.1.
input losses
RSR x100%
input
input= h3 h11
(h3 h11 ) T8 ( S 8 S 9 )
RSR
h3 h11
(3475,1 610,772) 302,15(6,7261 1,7631)
x100%
(3475,1 610,772)
2864,32 1499,57
x100% 47,64%
2864,32
AR/UNJ/2006 25
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
6. PERHITUNGAN EFISIENSI BILA VACUM CONDENSOR TURBIN.
Manakala vakum kondensor turun, maka efisiensi siklus juga akan terpengaruh. Session ini
akan coba dibahas pengaruh penurunan vakum kondensor terhadap efisiensi. Sebagai contoh
misalnya berapakali efisiensi yang telah dibahas pada bab 2.1, bila mengalami penurunan
vakum sebesar 20 mbar. Sementara besaran yang lain tetap ? Dengan demikian maka,
besaran yang tetap adalah tekanan = 100 bar dan temperatur uap = 540 C. Vakum kondensor
mengalami penurunan sebesar 20 mbar, berarti tekanan kondensor menjadi 40 + 20 = 60
mbar. Berdasarkan data tersebut efisiensi dapat dihitung :
input losses WT W P
RS
input input
Dimana input = h5 - h2, dari tabel uap diperoleh h5 = 3475,1, sementara h2 = h1 + W p
h1 pada 60 mbar =
WP= V (P2 P1) = 1,0064 103 (100 - 0,06) 105
= 10,05
Jadi h2 = 151,5 + 10,05 = 161,55
Losses = h6 h1
h6 = h1 + x hfg (Pada 60 mbar) ,
S 6 S 1 6,7261 0,5209
dimana x
Sfg 7,8104
= 0,79
AR/UNJ/2006 26
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
AR/UNJ/2006 27
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
7. OPTIMASI PENGOPERASIAN UNIT.
Dalam pengoperasian unit, optimasi merupakan faktor yang tidak kalah penting dari faktor lain.
Hasil akhir yang akan dicapai dari optimasi pengoperasian unit adalah menghasilkan energi
listrik dengan biaya yang serendah mungkin.
Dari berbagai grafik kerugian tersebut dapat dibuat grafik baru yang merupakan grafrk
kerugian total yaitu kurva paling atas dalam garrrbar 7.1. Dari grafik kerugian total diatas
terlihat bahwa kerugian minirnum berkisar antara angka 9% dirnana ini terjadi pada harga
15,2 % CO2. Jadi bila kita ingin mengoperasikan ketel secara optimum, maka kita harus
mengatur aliran udara dan bahan bakar agar menghasilkan CO2 dalam gas bekas sebesar
15,2 %. Kondisi diatas hanya berlaku untuk ketel tertentu yang beroperasi pada beban
tertentu pula. Pada kondisi beban yang berbeda, rnaka grafik tersebut akan berbeda pula.
Karena itu, hendaknya setiap ketel memiliki grafik untuk berbagai kondisi beban.
AR/UNJ/2006 28
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Demikian pula halnya untuk ketel sejenis tapi berbeda unit misalnya ketel # 1 dengan ketel #
2, pada beban yang sama juga belum tentu memiliki grafik yang sama karena sifatnya
sangat individual. Oleh sebab itu, maka disarankan agar dibuat grafik untuk masing-masing
unit.
Karena itu, interval pengoperasian soot blower yang optimum harus ditetapkan. Sebagai
gambaran kasar, uap yang diperlukan oleh satu session lengkap pengoperasian soot blower
untuk ketel 350 MW adalah sebesar 1,2% dari total aliran uap ke turbin. Dengan demikian
maka secara umum kerugian akibat pengoperasian soot blower adalah :
kerugian panas akibat soot blower
L Sb
panas yang diberikan ke Main Steam Reheat Steam
Q S (h1 h5 )
0,25Q S
(h2 h5 ) Q R (h4 h3 )
AR/UNJ/2006 29
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Salah satu faktor yang menentukan frekuensi pengoperasian soot blower adalah kandungan
abu dalam bahan bakar. Korelasi keduanya terlihat seperti gambar 7.2.
Grafik pada gambar 7.2, dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan interval
pengoperasian soot blower. Tetapi perlu diingat bahwa karakteristik uii bersifat individual
sehingga disarankan agar setiap boiler memiliki grafiknya sendiri - sendiri.
Boiler Blowdown.
Dalam konteks kerugian panas, blowdown amat sangat merugikan. Meskipun demikian,
blowdown seringkali juga sangat diperlukan. Umumnya para analis kimia yang akan
menentukan perlu tidaknya membuka saluran blowdown. Tugas para operator hanyalah
memastikan bahwa pengoperasian blowdown sesuai dengan kebutuhan dalam arti tidak
kurang dan juga tidak lebih. Adapun sebagai pedoman dapat digunakan rumus pendekatan
sebagai berikut :
A-B
Blowdown x 100 % dari total produksi uap
B
AR/UNJ/2006 30
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Umumnya turbin yang kita miliki adalah turbin dengan pengaturan aliran uap yang disebut
Nozzle Controled Governor. Pada beban parsial, maka ada katup Governor yang belum
membuka penuh. Dalam kondisi seperti ini berarti terjadi proses Throtling dan ini tentunya
merupakan kerugian. Meskipun demikian, hal ini terpaksa dilakukan karena kebutuhan
aliran uap harus sesuai dengan kebutuhan beban.
Tetapi bila kondisi memungkinkan, masih ada pilihan lain guna menghindari terjadinya
kerugian Throtling dalam kondisi yang sama. Pilihan lain yang dimaksud adalah dengan
menurunkan tekanan uap dari ketel. Metode operasi seperti ini disebut metode operasi
sliding pressure. Gambar 7.3, memperlihatkan perbedaan antara metode pengaturan
governor dengan metode sliding pressure untuk unit yang beroperasi pada beban parsial.
Dari garnbar 7.3, terlihat bahwa pada beban parsial, tekanan uap yang diperlukan (ATV)
adalah sebesar 50 bar. Bila tekanan boiler adalah 105 bar, maka sesuai kebutuhan,
governor valve akan menutup dan menthrotling uap hingga 50 bar. Melalui pengaturan
governor, didapat bahwa heat drop adalah sebesar 1215 KJ/Kg uap.
Tetapi bila kita menggunakan metode sliding pressure, maka tekanan boiler diturunkan
sampai 50 bar dan ternyata diperoleh heat drop sebesar 1235 KJ/Kg uap. Dengan demikian
maka dapat disimpulkan bahwa metode sliding pressure lebih rnenguntungkan. Disamping
itu, kualitas uap bekas juga mengalami perbaikan sehingga usia turbin dapat diperpanjang.
AR/UNJ/2006 31
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Selanjutnya, karena ketel juga beroperasi pada tekanan rendah, maka stress akan
berkurang dan usia ketel juga dapat dipastikan bertambah.
Grafik pada garnbar 7.4, sifatnya sangat individual sehingga setiap unit memiliki grafiknya
sendiri-sendiri. Dalarn contoh diatas, terlihat bahwa unit tersebut akan memiliki fungsi paling
optimun bila dibebani maksimum. Grafik semacam ini dapat dipakai sebagai acuan
manakala kita diharuskan menentukan konfigurasi yang tepat dalam pernbebanan unit-unit
yang beroperasi.
Sebagai contoh misalnya kita memiliki 4 unit dengan kapasitas masing-masing sebesar 100
MW dari keempatnya beroperasi. Kebutuhan beban pada suatu saat hanya 350 MW.
Bagaimanakah konfigurasi pembebanan yang tepat bagi keempat unit tersebut '?. Apakah
dua unilt dibebani masing-rnasing 100 MW sedang dua unit lagi rnasing-masing 75 MW'?.
Apakah 3 unit masing-masing dibebani 100 MW sedang satu unit lagi 50 MW. Untuk
memperoleh konfigurasi pembebanan yang optimum, maka grafik seperti gambar 7.4, uutuk
masing-masing unit dapat digunakan sebagai acuan.
AR/UNJ/2006 32
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Berdasarkan kurva beban harian, umumnya demand akan turun pada saat lewat tengah
rnalam. Misalnya kita merniliki 4 unit dengan kapasitas masing-niasurg 100 MW dan pada
siang hari seluruhnya beroperasi dengan beban total 350 MW. Tetapi lewat tengah malam
temyata demand turun menjadi hanya 300 MW. Apakah sebaiknya keempat unit tetap
dioperasikan pada beban parsial ?. Ataukah tidak sebaiknya hanya mengoperasikan 3 unit
dengan beban penuh sementara satu unit dimatikan (hot banking) untuk di start lagi
menjelang fajar ?. Bila temyata pilihan mematikan satu unit masih lebih menguntungkan,
unit manakah yang harus dimatikan ?. Grafik pada gambar 7.4 dan data biaya start dapat
menjawab semua pertanyaan tersebut.
Apakah kita harus menjalankan unit yang stop atau ada cara lain untuk memenuhi demand
tersebut. Untuk menjawab pertanyaan ini maka dibutuhkan data dan pengetahuan yang
cukup tentang karakter unit. Umumrrya setiap unit dapat dibebani extended load. Bila
temyata extended load dari ketiga unit dapat memenuhi kebutuhan demand, berarti kita
tidak perlu rnenjalankan unit yang stop. Tetapi perlu diingat bahwa extended load urnumnya
berakibat berkurangnya efisiensi unit. Bila ternyata pengurangan efisiensi akibat extended
load selama 2 Jam masih lebih rnenguntungkan dibanding biaya start yang harus
dikeluarkan untuk menjalankan unit yang stop, maka pengoperasian dengan extended load
merupakan pilihan yang dapat dipertimbangkan.
Tetapi seandainya dengan extended load temyata masih belum mencukupi demand, dapat
dipikirkan cara lain yaitu dengan me-non-aktifkan satu pemanas awal air pangisi tekanan
tinggi tingkat akhir. Dengan cara ini akan diperoleh daya turbin yang lebih tinggi dengan
mengorbankan efisiensi unit. Tetapi sebelum malaksanakan cara ini harus diyakinkan dulu
apakah boiler, turbin, generator dari alat bantu lainnya rnemungkinkan untuk mengemban
tugas tersebut ?.
AR/UNJ/2006 33
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Bila temyata memungkinkan, masih harus dihitung lagi besarnya pengorbanan efisiensi
akibat pengoperasian semacarn ini. Seandainya temyata biaya akibat penurunan efsiensi
selama 2 jam masih lebih rnenguntungkan dibanding biaya start unit, maka cara ini juga
masuk nominasi untuk dipertimbangkan.
AR/UNJ/2006 34