Anda di halaman 1dari 34

PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT

UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
1. EFISIENSI SIKLUS.

Pada kursus terdahulu telah, dibahas mengenai metode untuk menghitung efisiensi siklus.
Pada session ini kembali akan dibahas tentang perhitungan efisiensi siklus dengan cara yang
lain.

1.1 Efisiensi Siklus Rankine.


Tampilan Siklus Rankine dalam diagram T.S, terlihat seperti gambar 1.1..

Gambar. 1.1. Efisiensi Siklus Rankine.

Efisiensi Siklus Rankine seperti gambar 1.1, dapat dihitung dengan metode langsung (direct)
ataupun metode tidak langsung (indirect). Dengan metode langsung :

ker janetto WT W p
R
input input

dimana : WT = kerja turbin = h5 h6


WP = kerja pompa = h2 h1
Input = h5 h2

AR/UNJ/2006 1
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI

Dengan metode tidak langsung :


input losses
R
input

dimana : Input = h5 h2
Losses = h6 h1

1.2. Ekivalen Siklus Carnot.


Siklus Carnot untuk gambar 1.1. terlihat seperti gambar 1.2.

Gambar 1.2. Ekivalen Siklus Carnot

input losses
C
input

dimana : Input = T5 (S6 S1)


Losses = T1 (S6 S1)

T5 (S 6 - S1 ) - T1 (S 6 - S1 ) T5 - T1
C
T5 (S 6 - S1 ) T5

AR/UNJ/2006 2
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
2. EFISIENSI SIKLUS RANKINE YANG DIMODIFIKASI

2.1. Efisiensi Siklus Rankine dengan Superheater.


Siklus Rankine Superheat dalam diagram T. S, terlihat seperti gambar 2.1.1.

Gambar 2.1.1. Siklus Rankine Superheat.

Efisiensi siklus seperti gambar diatas adalah "

input losses output ker janetto W WP


RS x100% x100% x100% T x100%
input input input input

Sebagai contoh misalnya temperatur dan tekanan uap ketel adalah 540 0C dan 100 bar.
Tekanan kondensor adalah 40 mbar. Berapakah efisiensi siklus :

AR/UNJ/2006 3
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI

input losses W WP
RS x100% T x100%
input input

Input = h5 h2
Losses = h6 h1
h6 = h1 + xhfg (untuk tekanan 40 mbar)
atau
S6 = S1 + xSfg (untuk tekanan 40 mbar)
sehingga :
S 6 S1 S 5 S1
x
Sfg Sfg
6,7261 0,4225
x 0,78
8,0530

jadi :

h6 = 121,4 + 0,78 (2433,1) = 2019,22


kerja turbin : W T = h5 h6
= 3475,1 - 2019,22 = 1455,88
kerja pompa : W P = V (P2 P1)
= 1,004 x 10-3(100 - 0,04) x 105
= 10035,98 J = 10,036 KJ

dengan demikian :

h2 = h1+ W p
= 121,4 + 10,036 = 131,436.

input losses WT W P
RS
input input

(h 5 - h 2 ) - (h 6 - h 1 ) (h 5 - h 6 ) - WP

(h 5 - h 2 ) h5 h2

AR/UNJ/2006 4
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
(3475,1 131,436) (2019,22 121,4) (3475,1 2019,22) 10,036

(3475,1 131,436) (3475,1 131,436)

3343,6 1897,8 1455,88 10,036



3343,6 3343,6
1445,84
0,432
3343,6
~ 43,2 %

2.2. Efisiensi Rankine dengan Superheater dan Reheater.

Tampilan siklus Rankine dengan Superheater dan Reheater dalam diagram T.S, terlihat seperti
gambar 2.2.

Gambar. 2.2. Siklus Rankine Superheater Reheat.

AR/UNJ/2006 5
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Sebagai contoh misalnya tekanan dan temperatur uap masuk turbin tekanan tinggi adalah
5400C dan 100 bar. Uap keluar dari turbin tekanan tinggi pada 40 bar dan masuk Reheater.
Temperatur uap keluar dari reheater 540 C dan kemudian berekspansi dalam turbin tekanan
menengah dan turbin tekanan rendah untuk akhirnya masuk kondensor pada tekanan 40 mbar.
Hitung efisiensi siklus tersebut :

Wnet W WR
RSR x100% T x100%
input input

dimana : WT = (h5 h6) + (h7 h8)


dari tabel uap Superheat pada tekanan 100 bar dan 540 C diperoleh h5 = 3475,1, melalui
interpolasi untuk tekanan 40 bar diperoleh h6 = 3184,3 , sedang melalui tabel 40 bar 540 C
diperoleh h7 = 3535,8.
Karena uap keluar turbin adalah uap basah maka :
hg = h1 + xhfg.
dimana S7 = S8 = S1 + x Sfg 7,2055 = 0,4225 + x (8,0530)
7,2055 - 0,4225
x ~ 0,84
8,0530
jadi :
hg = 121,4 + 0,84 (2433,1)
= 2165,2
dengan demikian W T = (3475,1 - 3184,3) + (3535,8 - 2165,2)
= 1661,4
kerja pompa :
Wt = V (P2 P1)
= 1,0040 x 10 3 (100 - 0,04) 10 5
= 10035,98 J = 10,036 KJ.

h2 = h1 + W p
= 121,4 + 10,036
= 131,436

input = (h7 h6) + (h5 h2)


= (3535,8 - 3184,3) + (3475,1 - 131,436)
= 3695,164

AR/UNJ/2006 6
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI

Dengan demikian maka efisiensi siklus :

WT W P
RS x100%
input

1661,4 10,036
RS x100% ~ 43,47%
3695,164

2.3. Efisiensi Siklus Superheat Regeneratif.

Gambar. 2.3. Siklus Regeneratif.

AR/UNJ/2006 7
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Gambar 2.3, merupakan ilustrasi dari siklus superheat regeneratif dengan 2 buah pemanas
awal air pengisi. Misalkan temperatur dan tekanan uap keluar S/H adalah 540 0C dan 100 bar.
Tekanan kondensor = 40 mbar.

Selama melintasi turbin, uap dicerat (diekstrak) pada tempat dimana tekanan uap adalah 44
bar dan 4 bar. Uap ekstraksi ini digunakan untuk memanaskan air pengisi pada pemanas II
dan pemanas I. Air kondensasi uap dari pemanas II dialirkan ke pemanas I dan air kondensasi
dari pemanas I dialirkan ke kondensor. Massa uap yang diekstrak untuk pemanas I adalah m1
dan untuk pemanas II adalah m2. Temperatur air pengisi yang keluar dari setiap pemanas
dianggap sama dengan temperatur saturasi dari pemanas yang bersangkutan. Bila semua
kerugian diabaikan, hitung efisiensi siklus tersebut !
Penyelesaian :
Diagram T.S untuk siklus diatas terlihat seperti gambar 2.4.

Gambar. 2.4

Wnet W WP
RSR x100% T x100%
input input

AR/UNJ/2006 8
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Untuk dapat menghitung kerja turbin (W T) terlebih dahulu harus diketahui besarnya energi
panas yang diekstrak dari turbin untuk memanaskan air pengisi. Hal ini dapat dilakukan
dengan metode - neraca kalor (heat balance) untuk setiap pemanas. Bila aliran uap masuk
turbin dianggap sama dengan aliran air pengisi masuk ketel maka :
Neraca kalor untuk pemanas II adalah :

m1(h4 h5) = 1 (h1 h11)


Karena T1 = TS = temperatur saturated uap pada 44 bar = 256 C dan T11 = T7 = temperatur
saturated uap pada 4 bar = 143,6 C, maka melalui interpolasi diperoleh :
h1 = 1114,84
h11 = 604,7
Sedang dari 44 bar melalui interpolasi diperoleh :
h4 = 3211,84
h5 = hf = 1115,4
dengan demikian maka :
h1 h11 1114,84 604,7
m1 0,243
h4 h5 3211,84 1115,4
Neraca kalor pada pemanas I :
M2h6 + m1h5 - h7 (m1 + m2) = 1 (h11 h10)
karenaT11 = T7 = temperatur saturated pada 4 bar = 143,60C, maka melalui interpolasi didapat
h11 = 610,77.
h10 =h9+W P.
dari 0,04 bar diperoleh hg = 121,4
WP = V (P10 P9) = 1,0040 x 103 (100 - 0,04) 105
= 10,036 KJ
h10 = 121,4 + 10.036 = 131,436

dari tabel saturated pada 4 bar diperoleh :


h7 = 604,7
sedang h6 = h7 + x hfg
karena S6 = S3 = 6,7261
S 6 S 7 6,7261 1,7764
makax 0,96
Sfg 5,1179
Jadi h6 = 604,7 + 0,96 (2133,0)
= 2652,38

AR/UNJ/2006 9
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Dengan demikian maka :
m2 h6 + m1 h5 m1 h7 m2 h7 = h11 h10
(m2 x 2652,38) + (0,24 x 1115,4) - (m2 x 604,7) - (0,24 x 604,7) = 610,77 - 131,436 2652,38 m2
+ 267,7 - 604,7m2 - 145,12 = 479,33.
2047,68 m2 + 122,58 = 479,33
m2= 0,17.

Berikutnya kerja turbin dapat dihitung :


WT= 1(h3 - h4)+(1- m1)(h4 - h6)+(1-m1-m2)(h6-h8)

Dari tabel diperoleh :


h3= 3475,1
Untuk mencari h8 :
H8=h9 + x hfg
S 8 S 9 6,7261 0,4225
dimana x
Sfg 7,9827
x = 0,78

h8 = 121,4 + 0,78 (2433,1)


h8 = 2019,21

WT =1(3475,1-3211,84)+(1-0,24)(3211,84-2652,38)+1-(0,24+0,17)}(2652,38 - 2019,21)
= 263,26 + 425,18 + 373,57
= 1062,01

kerja netto = W T - W P = 1062,01 - 10,036 = 1051,97


input panas = h3 h1 = 3475,1 - 1114,84 = 2360,26

Dengan demikian maka, efisiensi siklus :

ker janetto 1051,97


x100% x100% 44,57%
input 2360,34

AR/UNJ/2006 10
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
3. EFISIENSI TERMAL.

3.1 Efisiensi Turbin.


Secara umum efisiensi turbin dinyatakan sebagai :
input losses
T
input
dimana : input = panas yang tersedia untuk diubah menjadi energi mekanik.
losses = kerugian-kerugian yang terjadi pada turbin.

Adapun kerugian-kerugian yang terjadi pada turbin adalah :


Selain kerugian gesekan yang telah disinggung didepan, pada turbun juga terjadi berbagai
kerugian lain seperti :
- Kerugian pada perapat (labyrinth).
- Kerugian karena derajat kebasahan uap.
- Kerugian energi kinetic bekas (leaving loss).
- Kerugian Throttling pada beban partial.
- Kerugian mekanik.

Kerugian Perapat (Labyrinth).


Kerugian perapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu : kerugian perapat poros turbin dan
kerugian perapat antara tingkat sudu-sudu antara rotor dengan casing.
Pada perapat poros tarbin (Gland Seal) terutama untuk turbin tekanan tinggi, sejumlah uap
dari dalam casing akan mengalir melintasi Gland Seal. Fraksi uap ini tentunya tidak mungkin
menyerahkan energi panasnya pada turbin untuk diubah menjadi energi mekanik.
Karenanya, kebocoran ini juga tennasuk salah satu kerugian yang terjadi pada turbin yang
pada akhimya juga mempengaruhi efisiensi turbin.

Disamping itu, pada ruang bebas (clearence) antara yang ujung sudu jalan (shroud) dengan
casing turbin juga dipasang perapat (seal strip) yang berfungsi sebagai penyekat antar sudu
dalam turbin. Bila perapat ini dalam kondisi sempuma, maka uap dari tingkat sudu
sebelumnya akan mengalir seluruhnya melintasi sudu tersebut guna melakukan kerja
mekanik untuk selanjutnya mengalir menuju tingkat sudu berikutnya.

AR/UNJ/2006 11
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Tetapi bila kondisi perapat ujung sudu tidak baik, maka sebagian uap akan mengalir
melintasi perapat dan langsung menuju tingkat berikutnya seperti terlihat pada ilustrasi
gambar 3.1.

Gambar 3.1 . Perapat Ujung Ujung Sudu

Fraksi uap yang melintasi perapat ini sudah tentu tidak mengalir melintasi sudu-sudu jalan
turbin dan seolah-olah mengambil jalan pintas dan mem - bypass sudu. Karenanya, fraksi
uap ini juga tidak mungkin menyerahkan energinya pada sudu jalan untuk diubah menjadi
energi mekanik. Dengan demikian, kebocoran ini juga termasuk kategori kerugian yang
terjadi dalam turbin.

Besarnya kerugian baik yang melintasi perapat poros maupun yang melintasi perapat ujung-
ujung sudu, tergantung pada tingkat kebocoran atau kondisi kedua perapat tersebut. Bila
turbin selalu dioperasikan sebagaimana mestinya misalnya parameter differensial
ekspansion, Rotor position serta seal steam temperatur selalu berada dibawah limit yang
ditentukan, maka kedua perapat tersebut akan senantiasa berada dalam kondisi sehat.
Perlu diingat bahwa perapat yang tidak sehat akan memperbesar kerugian dan pada
akhirnya akan memperkecil efisiensi turbin.

AR/UNJ/2006 12
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI

Kerugian Kebasahan Uap Bekas.


Seperti diketahui bahwa sudu-sudu tingkat akhir turbin tekanan rendah memiliki radius yang
paling besar dibanding radius sudu-sudu yang lain. Ini berarti bahwa ratio kecepatan pada
sudu-sudu tingkat akhir menjadi semakin besar. Dengarr kata lain dapat dinyatakan bahwa
perbedaan kecepatan linier sudu-sudu tingkat akhir dengan kecepatan uap relatif sangat
kecil. Disamping itu, temperatur uap didaerah ini sudah relatif rendah sehingga kondisi uap
didaerah ini sudah berupa uap basah karena sebagian uap sudah rnulai terkondensasi.
Fraksi air dalam uap basah akan bergerak dengan kecepatan yang lebih rendah dibanding
fraksi uapnya.

Makin besar kandungan air dalam uap basah berarti makin lambat fraksi air bergerak. Pada
tingkat kebasahan tertentu, maka kecepatan fraksi air akan menjadi lebih rendah dari
kecepaan sudu. Dalam kondisi seperti ini maka bukan lagi fraksi air yang memutar sudu
turbin melainkan sebaliknya sudu yang memutar fraksi air tersebut. Dengan kata lain sudu
turbin melakukan kerja mekanik terhadap fraksi air.

Selain itu, besanya sudut vektor kecepatan relatif air terhadap sudu juga mengalami
perubahan. Hal ini mengakibatkan fraksi air bukan mengalir melalui dada sudu seperti
halnya uap, tetapi akan membentur bagian punggung sudu. Ini berarti arah kecepatan air
cenderung menghambat gerakan sudu jalan turbin. Jadi selain mengakibatkan erosi, fraksi
air juga menimbulkan kerugian karena energi mekanik yang dihasilkan poros turbin menjadi
berkurang. Makin besar kadar air dalam uap berarti makin besar kerugian yang berarti pula
semakin kecil efisiensi turbin.

Hal yang perlu diperhatikan oleh operator adalah rnengusahakan agar kadar air dalam uap
bekas sekecil rmungkin (dalam kondisi operasi bagaimanapun juga) agar diperoleh efisiensi
turbin yang seoptimal mungkin.

Kerugian Energi Kinetik Uap Bekas.


Setelah keluar dari sudu akhir turbin tekanan rendah, uap bekas akan mengalir memasuki
kondensor. Karena uap bekas ini mengalir, berarti uap ini masih memiliki kecepatan
(velocity). Sedang kita maklumi bersama bahwa kecepatan merupakan fungsi dari energi
kinetik yang dinyatakan dengan rumus :
EK = . mV2 dimana : EK = Energi kinetik
m = massa
V = kecepatan
AR/UNJ/2006 13
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI

Energi kinetik dalam uap bekas ini tentunya tidak lagi dapat dimanfaatkan oleh turbin karena
sudah keluar meninggalkan turbin. Dengan demikian, rnaka besaran energi ini juga
termasuk kedalam salah satu jenis kerugian yang terjadi dalam turbin.

Faktor operasional yang mempengaruhi kerugian ini adalah tekanan kondensor. Makin
rendah tekanan kondensor (vacum tinggi) makin tinggi kecepatan uap yang berarti makin
tinggi pula kerugian energi kinetik uap bekas.

Kerugian Throtling.
Hampir semua turbin yang kita miliki menerapkan sistem pengaturan yang disebut Nozzle
Controled Governor". Dalam sistem pengaturan ini, variasi daya turbin diperoleh dari variasi
aliran uap (steam flow) melalui variasi pembukaaan katup governor.

Pada kondisi beban maksimum, berarti semua katup governor akan membuka penuh.
Tetapi pada beban parsial (dibawah beban maksimum), ada beberapa katup governor yang
tertutup. Bahkan pada beban parsial tertentu, ada satu atau lebih katup governor yang juga
membuka sebagian (tidak membuka penuh), sesuai dengan kebutuhan aliran uap saat itu.
Dalam kondisi ini, berarti pada katup-katup yang membuka sebagian tersebut tejadi proses
throtling. Pada proses throtling terjadi kerugian yang disebut kerugian throtling (Throtling
Loss). Hal ini dapat dilihat secara lebih nyata pada gambar 3.2.

Gambar.3.2. Kerugian Throtling

AR/UNJ/2006 14
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Seperti diketahui proses throtling adalah proses isentalpi (entalpi konstan) yang
mengakibatkan turunnya tekanan dan temperatur uap. Pada gambar terlihat bahwa semakin
besar penurunan tekanan akibat throtling, maka garis ekspansi uap akan semakin pendek.
Ini berarti bahwa energi panas yang dapat diubah menjadi energi mekanik menjadi semakin
kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bila dalam pengoperasian turbin terjadi
proses throtling, berarti efisiensi turbin akan berkurang.

Kerugian Mekanik
Kerugian lain yang juga terjadi pada turbin adalah kerugian mekanik.Yang termasuk dalam
kategori kerugian mekanik adalah :

- Kerugian gesekan pada bantalan


- Kerugian daya untuk penggerak sistem governor
- Kerugian windage

Besarnya kerugian gesekan yang terjadi pada bantalan tergantung pada kondisi sistern
pelumasan. Faktor yang dominan dari sistem pelumasan baik dalam pembentuk lapisan
pelumas (lapisan flim) maupun terhadap koefisien gesek adalah kekentalan (viscosity)
minyak pelumas. Sedangkan kekentalan minyak pelumas merupakan fungsi dari
temperatur. Bila kekentalan terlalu rendah maka pelumas film akan rusak yang pada
akhirnya meningkatkan gesekan antara poros dengan bantalan. Bila kekentalan minyak
pelumas terlalu tinggi maka koefisien gesek rninyak pelumas akan bertarnbah besar
sehingga pada akhirnya juga rneningkatkan gesekan. Karena itu ternperatur minyak
pelumas merupakan parameter penting yang harus selalu diperhatikan secara seksama
oleh para operator.

Hampir semua turbin uap menggunakan sistern hidrolik baik untuk penggerak aktuator
(power oil) guna mernbuka katup-katup pengatur turbin, maupun sebagai minyak pengatur
(control oil). Umumnya sistem hidrolik ini menggunakarr sumber minyak yang sama dengan
yang dipakai untuk sistem pelumasan. Jadi dalarn kondisi normal operasi, baik sistem
hidrolik maupun sistem pelumas turbin dipasok oleh pompa minyak utama (main oil pump)
yang biasanya digerakkan oleh poros turbin. Dengan demikian, berarti sebagian energi yang
dihasilkan poros turbin diambil untuk keperluan sistem hidrolik dan sistem pelumasan.
Dipandang dari sisi turbin, hal ini terrnasuk salah satu kategori kerugian.

AR/UNJ/2006 15
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Faktor yang rnempengaruhi besar kecilnya kerugian ini adalah kondisi operasi turbin. Bila
turbin beroperasi pada kondisi free governor, rnaka katup: katup governor akan selalu
begerak (membuka/menutup) sesuai dengan kondisi frekuensi sistem jaringan. Dengan
selalu bergeraknya katup governor, berarti konsumsi daya mtuk sistem hidrolikpun akan
bertambah yang berarti kerugian turbin menjadi bertambah pula.

3.2 Efisiensi Ketel.


Efisiensi ketel didefinisikan sebagai :
input - losses
input

dimana : input = energi panas dari bahan bakar


losses = kerugian dalam ketel

Adapun kerugian - kerugian yang terjadi didalam ketel terdiri dari :

- Kerugian gas asap kering (dry flue gas loss)


- Kerugian gas asap basah (wet flue gas loss)
- Kerugian kandungan panas sensibel dalam uap air
- Kerugian karbon dalam abu / debu (combustible in ash)
- Kerugian Radiasi dan panas tak terhitung (Radiation & Uncountable Heat)

2.1.1 Kerugian Gas Asap Kering (Dry Flue Gas Loss).


Merupakan kerugian panas yang terbawa oleh gas asap kering keluar dari cerobong ketel.
Ketika gas bekas (Flue Gas) keluar meninggalkan air heater, gas bekas masih rnengandung
sejumlah panas yang tidak lagi memiliki kesempatan untuk dimanfaatkan. Karenanya,
energi panas akan terus terbawa gas bekas mengalir kecerobong dan akhirnya terbuang ke
atmosfir. Kerugian panas yang terbawa oleh gas asap ke atmosfir diklasifikasikan menjadi
kerugian gas asap kering dan kerugian gas asap basah. Kerugian gas asap kering adalah
kerugian panas yang terbawa oleh sejumlah gas asap hasil pembakaran carbon dan sulfur.
Besarnya kerugian gas asap kering dapat dicari dengan rumus :

100 C S
DFG ( CA) xCPx(t1 t 2 ) KJ / Kg bahan bakar
12(CO 2 CO ) 100 267

AR/UNJ/2006 16
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
dimana :
DFG = Kerugian gas asap kering dalam KJ/kg bahan bakar.
CO2, CO = % volume CO2 dan CO dalam gas bekas.
C = Kandungan carbon persatuan massa bahan bakar kg/kg.
S = Kandungan Sulfur persatuan massa bahan bakar kg/kg.
CA = Kandungan carbon dalam abu persatuan massa bahan bakar kg/kg.
CP = Panas jenis (specific heat) rata-rata gas bekas KJ/kg C.
t1 = Temperatur gas bekas keluar A/H C.
t2 = Temparetur udara masuk FD Fan C.

S
Besaran hanya dipakai bila analisis gas bekas dilakukan dengan menggunakan
267
alat ORSAT. Hal ini disebabkan karena persentase CO2 yang diperoleh dari alat ORSAT
termasuk kandungan Sulfurdioksida.

Penyebut dari bilangan diatas didapat dari perbandingan antara berat atom carbon dengan
berat atom Sulfur yaitu :
32
2,67
12

Kerugian Gas Asap Basah (Wet Flue Gas Loss).

Kerugian ini rnerupakan kerugian panas akibat kandungan air dalam gas bekas yang
terbuang ke atmosfir. Uap air dalam gas bekas bersal dari 2 sumber yaitu :

- Kandungan air dalam bahan bakar (Moisure in Fuel)


- Air yang terbentuk dari reaksi pembakaran hidrogen dalam bahan bakar.

Apabila bahan bakar yang dipakai mengandung air, maka untuk setiap kg air yang
terkandung dalarn bahan bakar diperlukan sejumlah panas untuk mengubahnya menjadi
uap dan keluar bersama gas bekas ke cerobong. Panas yang dikandung uap air dapat
terdiri dari panas sensibel + panas laten + superheat yang besarnya tergantung pada
tekanan dan temperatur keluar air heater.

AR/UNJ/2006 17
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Perlu diingat bahwa besarnya panas ini sama sekali tidak tergantung pada berapapun
tingginya temperatur didalarn ketel, melainkan hanya tergantung pada temperatur awal
ketika masuk ketel dan temperatur akhir ketika meninggalkan air heater.

Sumber air yang kedua adalah sebagai produk dari pembakaran hidrogen. Dan persamaan
reaksi pembakaran hidrogen diketahui bahwa air yang terbentuk dari proses pembakaran
hidrogen adalah sembilan kali kadar hidrogen dalam satuan berat.

Selanjutnya, kerugian gas asap basah untuk bahan bakar padat dan cair dapat dihitung
dengan rumus :
M 9H
Wfg [ Cpa (T - t2) + hfg + Cpg (t1 - T)] KJ/Kg bahan bakar
100

Sedang untuk bahan bakar gas, karena kandungan air dalam bahan bakar sudah berupa
uap, maka rumus kerugian gas asap basah berubah menjadi :
9H
Wfg [ Cpa (T t2) + hfg + Cpg (t1 - T)] KJ/Kg bahan bakar
100

dimana :

Wfg = Kerugian gas asap basah (KJ/Kg bahan bakar).


M = Persen air dalam bahan bakar.
H = Persen Hidrogen dalam bahan bakar.
Cpa = Panas jenis air
Cpg = Panas jenis rata-rata gas.
T = Temperatur atmosfir.
t1 = Temperatur gas keluar A/H.
t2 = Temperatur udara masuk FD Fan.

Kerugian Panas Sensibel Dalam Uap Air.


Kerugian ini diperhitungkan manakala efisiensi ketel dihitung hanya berdasarkan nilai kalor
bawah bahan bakar (LHV).
Kerugian panas sensibel dapat dihitung dengan rumus :

LS = Wfg - ( HHV - LHV ) KJ/Kg bahan bakar.

AR/UNJ/2006 18
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
dimana :
LS = Kerugian panas sensibel dalam uap air (KJ/Kg bahan bakar).
Wfg = Kerugian gas asap basah (KJ/Kg bahan bakar).
HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (KJ/Kg bahan bakar).
LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (KJ/Kg bahan bakar).

Kerugian Carbon Dalam Abu.


PLTU berbahan bakar batubara maupun minyak umumrrya menghasilkan limbah abu yang
keluar dari ruang bakar ketel.

Salah satu unsur yang terkandung dalam limbah abu ini adalah carbon. lni berarti bahwa
ada sebagian carbon dari bahan bakar yang tidak terbakar didalam ruang bakar dan turut
keluar bersama limbah abu. Seperti diketahui bahwa untuk setiap Kg carbon yang terbakar
sempurna akan menghasilkan panas sebesar 33 820 KJ. Karena itu, bila temyata terdapat
kandungan carbon dalam limbah abu berarti merupakan kerugian. Untuk dapat mengetahui
besamya kerugian ini, maka diperlukan analisis terhadap sampel limbah abu. Sampel
diambil dari berbagai pengumpul abu (dust collector) untuk kemudian dianalisis guna
mendapatkan kadar kandungan carbon dalam limbah abu.

Setelah kandungan carbon dalam limbah abu diketahui, maka kerugian carbon dalam abu
dapat dihitung dengan rumus :

Cia = P.A x 33820 KJ/Kg bahan bakar

dimana :
Cia = Kerugian carbon dalam abu (KJ/Kg bahan bakar).
P = Persen berat carbon dalam abu.
A = Massa limbah abu kering (Kg/Kg batran bakar).

Kerugian Radiasi dan Panas Tak Terhitung.


Kerugian ini merupakan kerugian lain terjadi pada ketel selain keempat jenis kerugian yang
telah dibahas diatas.

Dari jenis kerugian ini, komponen kerugian radiasi umumnya menempati porsi yang
dominan yaitu sekitar 50 %. Sisanya merupakan kerugian lain yang cukup sulit untuk

AR/UNJ/2006 19
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
dihitung baik karena terlalu kecil untuk dihitung secara terpisah maupun karena sulit dalam
melaksanakan pengukuran. Kerugian-kerugian lain meliputi :

- Kandungan air dalam udara pembakaran.


- Hydrocarbon dalam gas bekas.
- Panas yang hilang terbawa debu terbang dan sebagainya.

Karena tingkat kesulitan untuk menentukan jenis kerugian ini cukup tinggi, maka untuk
mempermudah biasanya digunakan grafik. Seperti terlihat pada gambar 3.3.

Gambar. 3.3. Grafik Kerugian Radiasi Dan Panas Tak Terhitung

Pada ilustrasi diatas terlihat bahwa besarnya kerugian radiasi dari panas tak terhitung
merupakan fungsi dari kapasitas ketel serta beban ketel. ketel-ketel yang beroparasi pada
beban parsial (partial load) memiliki kerugian yang lebih besar. Selain itu, konstruksi ketel
juga turut menentukan besarnya kerugian ini. Ketel-ketel dengan konstruksi diluar ruangan
(outdoor) untuk kapasitas yang sama serta beban operasi yang sama akan menanggung
kerugian radiasi yang lebih besar dibanding ketel-ketel dengan konstruksi didalam ruangan
(indoor).

AR/UNJ/2006 20
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
3.3 Efisiensi Generator.
Generator merupakan komponen PLTU yang memiliki efisiensi paling tinggi yaitu berkisar
antara 94 - 98 %. Karena itu, kerugian pada generator relatif kecil yaitu berkisar antara 2 - 6 %
saja. Meskipun demikian, perlu ada dibahas sepintas mengenai kerugian-kerugian yang terjadi
dalam generator.
Adapun jenis kerugian pada generator antara lain :

Kerugian Windage.
Merupakan kerugian gesekan antara Rotor generator dengan media pendingin generator.
Nilai kerugian tergantung pada koefisien gesek dari media pendingin. Kerugian windage
untuk generator berpendingin udara akan lebih besar dari kerugian windage generator
berpendingin Hidrogen. Untuk generator berpendingin Hidrogen, rnaka kerugian gesek
merupakan fungsi dari tekanan Hidrogen. Tekanan Hidrogen yang lebih tinggi
mengakibatkan kerugian gesek yang lebih tinggi pula.

Kerugian Tembaga.
Rugi-rugi tembaga merupakan fungsi dari arus. Jadi makin tiinggi beban generator, berarti
makin tinggi pula rugi tembaga ini. Hal ini yang perlu diingat oleh Operator adalah bahwa
yang dibangkitkan oleh generator adalah MVA. Generator yang beroperasi pada MW sama
tetapi MVAR berbeda, akan berbeda pula nilai rugi-rugi tembaganya. Tetapi MVAR berbeda,
akan berbeda pula nilai rugi-rugi tembaganya. Makin tinggi MVAR, makin tinggi pula rugi
tembaga.

Rugi Inti.
Rugi inti terjadi akibat perubahan polaritas magnit. Karena itu, kerugian inti merupakan
fungsi dari frekuensi. Makin tinggi frekuensi generator, rnakin tinggi pula rugi-rugi inti.

AR/UNJ/2006 21
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
4. HEAT RATE DAN STEAM RATE.

4.1 Heat Rate.


Heat rate didefinisikan sebagai banyaknya panas yang diperlukan untuk membangkitkan satu
kwh listrik. Heat rate diperoleh dengan cara membagi konsumsi panas per jam dengan output
energi listrik dalam satu jam. Karena itu heat rate dinyatakan dalam satuan KJ/Kwh, BTU/Kwh
atau Kcal/Kwh. Secara umum dikenal dua macam heat rate yaitu Heat Rate Bruto dan Heat
Rate Netto. Pada heat rate bruto, maka output energi listrik yang diukur adalah energi listrik
yang dihasilkan oleh generator. Sedangkan untuk heat rate netto, energi listrik yang diukur
adalah energi listrik yang dihasilkan generator dikurangi energi listrik yang dipakai untuk
menggerakkan alat-alat bantu PLTU (energi listrik yang bangkitkan generator - pemakaian
sendiri).

Berikut adalah contoh tipikal perhitungan heat rate untuk PLTU.

Gambar. 4.1.

4.2. Steam Rate


Pada beberapa PLTU generasi terdahulu, mungkin masih ada yang menggunakan terminologi
steam rate ketimbang heat rate. Steam rate didefinisikan sebagai kuantitas uap yang
diperlukan untuk membangkitkan setiap kwh listrik. Karena itu steam rate dinyatakan dalam
AR/UNJ/2006 22
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
satuan kg uap/Kwh. Manakala steam rate dipakai sebagai besaran dalam menentukan prestasi
suatu unit pembangkit, maka kita harus ekstra hati-hati dan jangan sampai terkelabuhi.

Sebagai contoh misalnya unit A memiliki steam rate sebesar 100 Kg/Kwh sedang unit B 90
Kg/Kwh. Secara sepintas seakan-akan prestasi unit B lebih baik dibanding unit A. Tetapi bila
diteliti lebih dalam lagi misalnya ;

Untuk unit A :
Tekanan uap keluar ketel = 100 bar
Temperatur uap keluar ketel = 540 C
Temperatur air pengisi air pengisi masuk = 290 C
maka selisih entalpi (h) = (3374,6 - 1287,9) = 2086,7 KJ/Kg
Berarti konsumsi panas unit A = 2086,7 KJ/Kg x 100 Kg/Kwh = 208670 KJ/Kwh

Untuk unit B :
Tekanan uap keluar ketel = 100 bar
Temperatur uap keluar ketel = 540 C
Temperatur air pengisi air pengisi masuk = 260 C
maka selisih entalpi (h) = (3475,1 - 1134,2) = 2340,9 KJ/Kg
Berarti konsumsi panas unit B = 2291,2 KJ/Kg x 90 Kg/Kwh = 210681 KJ/Kwh

Berdasarkan kondisi tersebut, ternyata konsumsi panas unit B masih lebih tinggi dari unit A.
Dengan demikian berarti bahwa sebenarnya prestasi unit A masih lebih baik dibanding prestasi
unit B.

4.3. Hubungan Heat Rate dengan Efisiensi Termal.


Secara garis besar, ternyata ada korelasi antara heat rate dengan efisiensi termal dari suatu
unit. Jadi bila heat rate telah diketahui, maka efisiensi termalpun dapat diketahui dan demikian
pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena temyata efisiensi termal adalah merupakan
kebalikan dari heat rate. Atau dengan kalimat lain dapat dinyatakan bahwa efisiensi termal
berbanding terbalik terhadap heat rate. Dalam bentuk matematis dapat ditulis :
1
t
3600.HeatRate

AR/UNJ/2006 23
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
5. EFISIENSI DENCAN TOP HEATER OFF.

Kini marilah kita telaah siklus seperti gambar 2.3, secara sederhana bila top heater yaitu heater
II tidak dioperasikan. Dengan anggapan bahwa besaran lain tidak berubah, maka akibat dari
tidak aktifnya heaternya II berarti temperatur air pengisi masuk ketel = 143,6 C. Dengan
demikian maka tampilan siklus tersebut dalam diagram T.S dapat disederhanakan menjadi
seperti gambar 5.1.

Gambar. 5.1. Siklus Rankine Regeneratif Dengan Top HeaterOff.

Dari gambar 5.1, efisiensi dapat dihitung :

input losses
RSR x100%
input

input= h3 h11

Dari tabe! 3 untuk tekanan 100 bar dan 540 C didapat :


h3 = 3475,1
S8= S3 = 6,7261
Pada tekanan yang sama dengan temperatur 143,6 melalui interpolasi didapat :
h11 = 610,772
S9 = S11 = 1,7631
AR/UNJ/2006 24
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Dari tabel dengan tekanan 40 mbar
T8 = T9 = 29 + 273,15 = 302,15 K.

(h3 h11 ) T8 ( S 8 S 9 )
RSR
h3 h11
(3475,1 610,772) 302,15(6,7261 1,7631)
x100%
(3475,1 610,772)
2864,32 1499,57
x100% 47,64%
2864,32

AR/UNJ/2006 25
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
6. PERHITUNGAN EFISIENSI BILA VACUM CONDENSOR TURBIN.
Manakala vakum kondensor turun, maka efisiensi siklus juga akan terpengaruh. Session ini
akan coba dibahas pengaruh penurunan vakum kondensor terhadap efisiensi. Sebagai contoh
misalnya berapakali efisiensi yang telah dibahas pada bab 2.1, bila mengalami penurunan
vakum sebesar 20 mbar. Sementara besaran yang lain tetap ? Dengan demikian maka,
besaran yang tetap adalah tekanan = 100 bar dan temperatur uap = 540 C. Vakum kondensor
mengalami penurunan sebesar 20 mbar, berarti tekanan kondensor menjadi 40 + 20 = 60
mbar. Berdasarkan data tersebut efisiensi dapat dihitung :

input losses WT W P
RS
input input
Dimana input = h5 - h2, dari tabel uap diperoleh h5 = 3475,1, sementara h2 = h1 + W p
h1 pada 60 mbar =
WP= V (P2 P1) = 1,0064 103 (100 - 0,06) 105
= 10,05
Jadi h2 = 151,5 + 10,05 = 161,55
Losses = h6 h1
h6 = h1 + x hfg (Pada 60 mbar) ,

S 6 S 1 6,7261 0,5209
dimana x
Sfg 7,8104
= 0,79

AR/UNJ/2006 26
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI

Jadi h6 = 151,5 + 0,79 (2416) = 2060,14


kerja turbin : W T = h5 - h6

(3475,1 - 161,55) - (2060,14 - 151,5) (3475,1 - 2060,14) - 10,05


S
(3475,1 - 161,55) (3475,1 - 161,55)
3313,55 - 1908,64
0,4239 ~ 42,4 %
3313,55

AR/UNJ/2006 27
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
7. OPTIMASI PENGOPERASIAN UNIT.
Dalam pengoperasian unit, optimasi merupakan faktor yang tidak kalah penting dari faktor lain.
Hasil akhir yang akan dicapai dari optimasi pengoperasian unit adalah menghasilkan energi
listrik dengan biaya yang serendah mungkin.

7.1 Aspek Optimasi.


Optimasi pembakaran.
Seperti telah dibahas bahwa ada berbagai macam kerugian yang terjadi pada ketel. Bila
semua jenis kerugian diplot dalam sumbu persen kerugian VS persen CO2 dalam gas
bekas, maka contoh tipikal dari grafik kerugian terlihat seperti gambar 7.1.

Gambar. 7.1. Kerugian Gas Asap Dalam Ketel.

Dari berbagai grafik kerugian tersebut dapat dibuat grafik baru yang merupakan grafrk
kerugian total yaitu kurva paling atas dalam garrrbar 7.1. Dari grafik kerugian total diatas
terlihat bahwa kerugian minirnum berkisar antara angka 9% dirnana ini terjadi pada harga
15,2 % CO2. Jadi bila kita ingin mengoperasikan ketel secara optimum, maka kita harus
mengatur aliran udara dan bahan bakar agar menghasilkan CO2 dalam gas bekas sebesar
15,2 %. Kondisi diatas hanya berlaku untuk ketel tertentu yang beroperasi pada beban
tertentu pula. Pada kondisi beban yang berbeda, rnaka grafik tersebut akan berbeda pula.
Karena itu, hendaknya setiap ketel memiliki grafik untuk berbagai kondisi beban.

AR/UNJ/2006 28
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI

Demikian pula halnya untuk ketel sejenis tapi berbeda unit misalnya ketel # 1 dengan ketel #
2, pada beban yang sama juga belum tentu memiliki grafik yang sama karena sifatnya
sangat individual. Oleh sebab itu, maka disarankan agar dibuat grafik untuk masing-masing
unit.

Optimasi Soot Blower.


Fungsi utama dari soot blower setidaknya dalam ruang bakar, superheater dan reheater
elemen adalah untuk mempertahankan prestasi ketel. Tetapi manakala soot blower
dioperasikan terlalu sering, maka akibatnya justru merugikan. Demikian pula frekuensi bila
pengoperasian soot blower kurang, berarti prestasi ketel akan menurun.

Karena itu, interval pengoperasian soot blower yang optimum harus ditetapkan. Sebagai
gambaran kasar, uap yang diperlukan oleh satu session lengkap pengoperasian soot blower
untuk ketel 350 MW adalah sebesar 1,2% dari total aliran uap ke turbin. Dengan demikian
maka secara umum kerugian akibat pengoperasian soot blower adalah :
kerugian panas akibat soot blower
L Sb
panas yang diberikan ke Main Steam Reheat Steam
Q S (h1 h5 )
0,25Q S
(h2 h5 ) Q R (h4 h3 )

dimana : Qs = aliran uap soot blower


0,25 Qs = kerugian panas secara pendekatan untuk menaikkan temperatur air
penambah menjadi temperatur air pengisi (dalam %).
QR = aliran uap reheat
h1 = kandungan panas uap air pada tekanan dan temperatur keluar A/H
h2 = kandungan panas uap main steam
h3 = kandungan panas uap sebelum reheater
h4 = kandungan panas uap setelah reheater
h5 = kandungan panas air pengisi masuk eko

AR/UNJ/2006 29
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Salah satu faktor yang menentukan frekuensi pengoperasian soot blower adalah kandungan
abu dalam bahan bakar. Korelasi keduanya terlihat seperti gambar 7.2.

Gambar. 7.2. Variasi Interval Pengoperasian Soot Blower.

Grafik pada gambar 7.2, dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan interval
pengoperasian soot blower. Tetapi perlu diingat bahwa karakteristik uii bersifat individual
sehingga disarankan agar setiap boiler memiliki grafiknya sendiri - sendiri.

Boiler Blowdown.
Dalam konteks kerugian panas, blowdown amat sangat merugikan. Meskipun demikian,
blowdown seringkali juga sangat diperlukan. Umumnya para analis kimia yang akan
menentukan perlu tidaknya membuka saluran blowdown. Tugas para operator hanyalah
memastikan bahwa pengoperasian blowdown sesuai dengan kebutuhan dalam arti tidak
kurang dan juga tidak lebih. Adapun sebagai pedoman dapat digunakan rumus pendekatan
sebagai berikut :

A-B
Blowdown x 100 % dari total produksi uap
B

dimana : A = Konsentrasi partikel padat terlarut (disolved solid concentration) dalam


air pengisi (ppm)
B = Konsentrasi partikel padat terlarut maksimum yang diizinkan dalam air
pengisi (ppm)

AR/UNJ/2006 30
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI

Optimasi pengoperasin dengan Sliding Pressure.

Umumnya turbin yang kita miliki adalah turbin dengan pengaturan aliran uap yang disebut
Nozzle Controled Governor. Pada beban parsial, maka ada katup Governor yang belum
membuka penuh. Dalam kondisi seperti ini berarti terjadi proses Throtling dan ini tentunya
merupakan kerugian. Meskipun demikian, hal ini terpaksa dilakukan karena kebutuhan
aliran uap harus sesuai dengan kebutuhan beban.

Tetapi bila kondisi memungkinkan, masih ada pilihan lain guna menghindari terjadinya
kerugian Throtling dalam kondisi yang sama. Pilihan lain yang dimaksud adalah dengan
menurunkan tekanan uap dari ketel. Metode operasi seperti ini disebut metode operasi
sliding pressure. Gambar 7.3, memperlihatkan perbedaan antara metode pengaturan
governor dengan metode sliding pressure untuk unit yang beroperasi pada beban parsial.

Gambar. 7.3. Penghematan Oleh Metode Sliding Pressure.

Dari garnbar 7.3, terlihat bahwa pada beban parsial, tekanan uap yang diperlukan (ATV)
adalah sebesar 50 bar. Bila tekanan boiler adalah 105 bar, maka sesuai kebutuhan,
governor valve akan menutup dan menthrotling uap hingga 50 bar. Melalui pengaturan
governor, didapat bahwa heat drop adalah sebesar 1215 KJ/Kg uap.

Tetapi bila kita menggunakan metode sliding pressure, maka tekanan boiler diturunkan
sampai 50 bar dan ternyata diperoleh heat drop sebesar 1235 KJ/Kg uap. Dengan demikian
maka dapat disimpulkan bahwa metode sliding pressure lebih rnenguntungkan. Disamping
itu, kualitas uap bekas juga mengalami perbaikan sehingga usia turbin dapat diperpanjang.
AR/UNJ/2006 31
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Selanjutnya, karena ketel juga beroperasi pada tekanan rendah, maka stress akan
berkurang dan usia ketel juga dapat dipastikan bertambah.

7.2 Konfigurasi Pengoperasian Unit.


Pembebanan unit.
Umumnya, efisiensi unit secara keseluruhan akan meningkat sejalan dengan meningkatrrya
pembebanan unit. Gambar 7.4, merupakan ilustrasi dari korelasi antara efisiensi unit
dengan pembebanan unit.

Gambar. 7.4. Korelasi Antara Efisiensi Dengan Pembebanan.

Grafik pada garnbar 7.4, sifatnya sangat individual sehingga setiap unit memiliki grafiknya
sendiri-sendiri. Dalarn contoh diatas, terlihat bahwa unit tersebut akan memiliki fungsi paling
optimun bila dibebani maksimum. Grafik semacam ini dapat dipakai sebagai acuan
manakala kita diharuskan menentukan konfigurasi yang tepat dalam pernbebanan unit-unit
yang beroperasi.

Sebagai contoh misalnya kita memiliki 4 unit dengan kapasitas masing-masing sebesar 100
MW dari keempatnya beroperasi. Kebutuhan beban pada suatu saat hanya 350 MW.
Bagaimanakah konfigurasi pembebanan yang tepat bagi keempat unit tersebut '?. Apakah
dua unilt dibebani masing-rnasing 100 MW sedang dua unit lagi rnasing-masing 75 MW'?.
Apakah 3 unit masing-masing dibebani 100 MW sedang satu unit lagi 50 MW. Untuk
memperoleh konfigurasi pembebanan yang optimum, maka grafik seperti gambar 7.4, uutuk
masing-masing unit dapat digunakan sebagai acuan.

AR/UNJ/2006 32
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Berdasarkan kurva beban harian, umumnya demand akan turun pada saat lewat tengah
rnalam. Misalnya kita merniliki 4 unit dengan kapasitas masing-niasurg 100 MW dan pada
siang hari seluruhnya beroperasi dengan beban total 350 MW. Tetapi lewat tengah malam
temyata demand turun menjadi hanya 300 MW. Apakah sebaiknya keempat unit tetap
dioperasikan pada beban parsial ?. Ataukah tidak sebaiknya hanya mengoperasikan 3 unit
dengan beban penuh sementara satu unit dimatikan (hot banking) untuk di start lagi
menjelang fajar ?. Bila temyata pilihan mematikan satu unit masih lebih menguntungkan,
unit manakah yang harus dimatikan ?. Grafik pada gambar 7.4 dan data biaya start dapat
menjawab semua pertanyaan tersebut.

Pick load operation.


Pada kondisi yang lain, ada kalanya kita diminta untuk memenuhi kebutuhan demand hanya
dalam waktu yang relatif singkat misalnya hanya untuk selama 2 jam. Sebagai contoh,
misalnya kita rnemiliki 4 unit dengan kapasitas masing-masing 100 MW, dimana 3 unit
beroperasi dengan beban maksimum guna memasok demand sebesar 300 MW sedang 1
unit stop. Tiba-tiba demand bertambah sebesar 30 MW hanya untuk jangka 2 jam dan kita
harus memenuhi kebutuhan tersebut.

Apakah kita harus menjalankan unit yang stop atau ada cara lain untuk memenuhi demand
tersebut. Untuk menjawab pertanyaan ini maka dibutuhkan data dan pengetahuan yang
cukup tentang karakter unit. Umumrrya setiap unit dapat dibebani extended load. Bila
temyata extended load dari ketiga unit dapat memenuhi kebutuhan demand, berarti kita
tidak perlu rnenjalankan unit yang stop. Tetapi perlu diingat bahwa extended load urnumnya
berakibat berkurangnya efisiensi unit. Bila ternyata pengurangan efisiensi akibat extended
load selama 2 Jam masih lebih rnenguntungkan dibanding biaya start yang harus
dikeluarkan untuk menjalankan unit yang stop, maka pengoperasian dengan extended load
merupakan pilihan yang dapat dipertimbangkan.

Tetapi seandainya dengan extended load temyata masih belum mencukupi demand, dapat
dipikirkan cara lain yaitu dengan me-non-aktifkan satu pemanas awal air pangisi tekanan
tinggi tingkat akhir. Dengan cara ini akan diperoleh daya turbin yang lebih tinggi dengan
mengorbankan efisiensi unit. Tetapi sebelum malaksanakan cara ini harus diyakinkan dulu
apakah boiler, turbin, generator dari alat bantu lainnya rnemungkinkan untuk mengemban
tugas tersebut ?.

AR/UNJ/2006 33
PT PLN (PERSERO) JASA DIKLAT
UNIT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SURALAYA OPTIMALISASI & EFISIENSI
Bila temyata memungkinkan, masih harus dihitung lagi besarnya pengorbanan efisiensi
akibat pengoperasian semacarn ini. Seandainya temyata biaya akibat penurunan efsiensi
selama 2 jam masih lebih rnenguntungkan dibanding biaya start unit, maka cara ini juga
masuk nominasi untuk dipertimbangkan.

AR/UNJ/2006 34

Anda mungkin juga menyukai