Anda di halaman 1dari 35

BAB III

SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI


3.1

PENGENALAN JARINGAN DISTRIBUSI


Jaringan distribusi merupakan rangkaian terakhir dari sistem jaringan
listrik yang besar sekali dan berfungsi mendistribusikan tenaga listrik kepada
pelanggan. Disini terdapat dua titik pertemuan antara dua kepentingan dengan
persyaratan-persyaratannya masing-masing. Pihak pelanggan membutuhkan
listrik dengan mutu yang baik, sedangkan pihak perusahaan listrik dihadapkan
pada masalah kemampuan dan kesanggupan jaringan distribusi.
Tetapi sebenarnya kedua kepentingan tersebut tidak bertentangan,
malahan mempunyai tujuan yang sama. Bagi pelanggan mutu tenaga listrik yang
baik akan memberikan kepuasan sedangkan bagi perusahaan listrik menyedian
listrik dengan mutu dan keandalan dalamj menditribusikan berarti menekan
kerugian-kerugian jaringan sehingga akan beroperasi secara optimal.
Pada sisi lain jaringan distribusi tergantung pada mutu dan keandalan
jaringan transmisinya. Mutu dan keandalan yang baik dari sisi transmisi akan
memberikan dampak yang baik pula disisi jaringan distribusi.Oleh karena itu
dalam mengoperasikan jaringan kedua sisi ini haruslah selalu berkoordinasi agar
penyaluran tenaga listrik dapat berjalan dengan baik.
Suatu jaringan distribusi dinyatakan sebagai jaringan yang baik apabila
memenuhi kriteria-kriteria tertentu dalam

Kelangsungan penditribusian,

Tegangan dan Frekuensi. Untuk sampai kepada tujuan tersebut harus dan perlu
dikenal dengan baik jaringan distribusi secara fungsional, pada keadaan normal
maupun keadaan gangguan. Pada keadaan normal masalah faktor daya rendah
21

22

dan penurunan tegangan jaringan yang berlebihan sedangkan pada keadaan


gangguan masalahnya adalah manuver beban yang mengalami pemadaman.
Gangguan itu sendiri sedapat mungkin dicegah terjadinya, atau apabila tetap
terjadi maka harus dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat.
Perkembangan jaringan distribusi yang semakin banyak dan kompleks
bila pengendalian dan supervisi dilaksanakan secara manual maka akan
dibutuhkan SDM yang cukup besar untuk melaksanakannya agar persyaratan
mutu dan keandalannya dapat dipenuhi belum lagi kesalahan pengopersian
akibat manusia. Perkembangan teknologi SCADA memungkinkan pengendalian
dan pegoperasian jaringan distribusi dilaksanakan melalui komputer sehingga
memudahkan dalam pengoperasian secara efektif dan efisien. Human error akan
dapat diminimalisasi.
Operasi jaringan distribusi dilaksanakan secara terpusat dengan bantuan
teknologi SCADA yang menyangkut segala macam masalah supervisi,
pengendalian, pencatatan-pencatatan dan setting semua kondisi dan semua
peralatan termasuk tindakan-tindakan selama keadaan darurat karena gangguan
sampai pemulihan.
Untuk mencapai tujuan operasi faktor-faktor berikut harus dapat
dipenuhi yaitu :
1. Pengenalan yang baik atas jaringan distribusi, termasuk segala macam
kondisinya.
2. Pedoman operasi yang mencakup tujuan, aturan, tugas, aturan pelengkap
dan gambar/tabel/formulir.

23

3. Pengenalan Sistem SCADA dan mengusasai penggunaan workstation


(komputer) dengan baik sehingga dapat mengoperasikan jaringan
distribusi dengan baik dan benar.
4. Organisasi pelaksanaan.
Indeks-indeks

yang

dapat

dipakai

untuk

membandingkan

unjuk

kerja

(performance) sistem distribusi dalam memberi pelayanannya pada konsumen


sebagai tolok ukur kemajuan atau untuk menentukan proyeksi yang akan dicapai
adalah :
1. SAIFI

: System Average Interuption Frequency Index

2. SAIDI : System Average Interuption Duration Index


3. CAIFI : Customer Average Interuption Frequency Index
4. CAIDI : Customer Average Interuption Duration Index
5. ASAI

: Average System Availability Index

Untuk melihat unjuk kerja (performance) dari pengusahaan ketenaga listrikan


yang diusahakan PT PLN digunakan SAIDI dan SAIFI.
3.2

DASAR DASAR SISTEM JARINGAN DITRIBUSI TENAGA LISTRIK


Dasar sistem ini merupakan suatu sistem yang berisi gambaran beberapa
sistem jaringan yang mendistribusikan ke pelanggan secara langsung. Dalam
sistem jaringan itu terdapat beberapa jenis ataupun macam jaringan yang
terpasang di sistem jaringan distribusi listrik. Adapun beberapa yang mendasari
sistem jaringan distribusi sebagai berikut konfigurasi jaringan distribusi, dasar
sistem tenaga listrik, sop jaringan disstribusi, dan peralatan jaringan distribusi.

24

3.2.1 Konfigurasi Jaringan Distribusi


Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berada
paling dekat dengan sisi beban/pelanggan dan bertugas menyalurkan dan
mendistribusikan tenaga listrik dari sisi hulu yaitu pembangkit ke pusat-puat
beban dalam hal ini gardu distribusi dan pelanggan melalui jaringan primer dan
sekunder.
Sistem distribusi dalam seistem tenaga listrik dibagi menjadi dua klasifikasi
yaitu :
1. Sistem Distribusi Primer
Sistem distribusi primer merupakan system yang menyalurkan tenaga
listrik dari suatu sumber daya besar atau suatu Gardu Induk sampai ke pusatpusat beban (gardu distribusi). Pada sistem ini mempunyai daerah tegangan 6 kV
sampai dengan 30 kV atau disebut Jaringan Tegangan Menengah.
Faktor keandalan merupakan hal yang penting karena memberikan
supply tenaga listrik secara kontinyu maka tidak terlepas dari system jaringan
yang dipergunakan. Oleh sebab itu harus menggunakan cara dan bentuk atau tipe
saluran yang tepat dan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah:
a. Faktor Ekonomi
b. Faktor tempat (lokasi)
c. Faktor Kelayakan
Jadi suatu system distribusi akan berhasil bila dipergunakan secara tepat,
bila digunakan cara dan bentuk/tipe system distribusi yang berbeda-beda dan

25

disesuaikan terutama dalan keadaan beban dengan keadaan beban maupun hal
lainnya yang mempengaruhi system seperti gangguan.
2. Sistem Distribusi Sekunder.
Sistem Distribusi sekunder adalah system distribusi yang bertugas
menyalurkan tenaga listrikdari Gardu Distribusi sampai ke konsumen/pemakai.
Tegangan distribusi sekunder disalurkan dari tegangan system menegah yang
diturunkan tegangannya adalah 220 Volt untuk tagangan fasa netral, dan 380 Volt
untuk tegangan tiga fasa.
PMT Incoming

PMT Outgoing

Recloser

Recloser

Recloser

Trafo

Gambar.3.1 Jaringan Tegangan Menengah Radial.


Suatu Jaringan Distribusi akan lebih berhasil bila digunakan bentuk/tipe
jaringan distribusi yang berbeda-beda dan disesuaikan, terutama dengan keadaan
beban.

3.2.2

Dasar Sistem Tenaga Listrik

26

Untuk keperluan penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan,


diperlukan berbagai peralatan listrik. Berbagai peralatan listrik tersebut
dihubungkan satu sama lain yang mempunyai interrelasi dan secara keseluruhan
membentuk suatu sistem tenaga listrik.
Yang Dimaksud dengan Sistem Tenaga Listrik adalah sekumpulan Pusat
Listrik dan Gardu Induk (Pusat Beban) yang satu sama lain dihubungkan dengan
Jaringan Transmisi sehingga merupakan sebuah kesatuan interkoneksi
Tenaga listrik dibangkitkan oleh Pusat-pusat Listrik seperti Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU),
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD) kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih
dahulu dinaikkan tegangangnya oleh step up transformator yang ada di pusat
listrik dan digambarkan oleh gambar 2. Saluran transmisi tegangan tinggi
kebanyakan mempunyai tegangan 70 kV, 150 kV, dan 500 kV.

27

Gambar 3.2. Skema Pusat Listrik yang duhubungkan melalui saluran Transmisi ke
Gardu Induk.
Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampai
pada Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui step down
transformator menjadi tegangan menengah atau disebut tegangan distribusi
primer dan biasa dipakai adalah 20 kV.
3.2.2.1

Sistem Radial
Merupakan jaringan sistem distribusi primer yang sederhana dan murah
biaya investasinya. Pada jaringan ini arus yang paling besar adalah yang paling
dekat dengan Gardu Induk. Tipe ini dalam penyaluran energi listrik kurang
handal karena bila terjadi gangguan pada penyulang maka akan menyebabkab
terjadinya pemadaman pada penyulang tersebut.

28

PMT INCOMING

PMT OUT GOING

Recloser

Trafo

Recloser

Recloser

Gambar 3.3. Pola Radial


3.2.2.2

Sistem Spindle
Jaringan ini merupakan jaringan distribusi primer gabungan dari struktur
radial yang ujung-ujungnya dapat disatukan pada gardu hubungdan terdapat
penyulang ekspres. Penyulang ekspres (express feeder) ini harus selalu dalam
keadaan bertegangan, dan siap terus menerus untuk menjamin bekerjanya
PMT
Incomming
PMT Outgoing

Recloser
LBS

Trafo

Gambar 3.4. Sistem Spindel.


system dalam menyalurkan energi listrik ke beban pada saat terjadi gangguan
atau pemeliharaan. Dalam keadaan normal tipe ini beroperasi secara radial.
3.2.2.3

Sistem Ring/Loop

29

Tipe ini merupakan jaringan distribusi primer, gabungan dari dua tipe
jaringan radial dimana ujung kedua jaringan dipasang PMT. Pada keadaan
normal tipe ini bekerja secara radial dan pada saat terjadi gangguan PMT
dapat dioperasikan sehingga gangguan dapat terlokalisir. Tipe ini lebih handal
dalam penyaluran tenaga listrik dibandingkan tipe radial namun biaya
investasi lebih mahal.

PMT Icomming

PMT Outgoing
LBS

Trafo

Gambar 3.5. Loop/Ring Sistem


3.2.2.4

Sistem Mesh
Struktur jaringan distribusi primer ini dibentuk dari beberapa Gardu
Induk yang saling dihubungkan sehingga daya beban disuplai oleh lebih dari
satu gardu Induk dibandingkan dengan dua tipe sebelumnya, tipe ini lebih
handal dan biaya investasi lebih mahal.

30

Trafo pada
GI distribusi

Trafo pada GI
distribusi

Trafo pada GI
distribusi
Trafo pada GI
distribusi

Gambar 3.6. System Mesh

3.2.2.5

Sistem Cluster.
Struktur jaringan primer pola cluster ini pada dasarnya sama dengan
jaringan spindle, tetapi gardu hubungnya lebih dari satu. Biaya investasi
pembangunannya lebih mahal dari struktur spindle tetapi kehandalannya lebih
tinggi.

Sistem penarikan kabel


pada sistem clutser

Gambar 3.7. Sistem Cluster.

31

3.2.2.6

Sistem Margerithe.
Struktur jaringan primer pola Margerithe merupakan gabungan dari
struktur jaringan spindle. Apabila salah satu sisi terjadi gangguan maka beban
dapat disuplai dari sisi yang lain. Biaya investasinya lebih mahal dari struktur
jaringan lain. Sistem ini jarang dipakai pada sistem distribusi di Indonesia.

3.2.3

Pola Operasi Jaringan Distribusi


Kontinuitas pelayanan merupakan salah satu unsur dari mutu pelayanan
yang tergantung pada macam jaringan distribusi dan peralatan proteksi.
Jaringan distribusi mempunyai tingkat kontinuitas pelayanan yang tergantung
pada susunan saluran/jaringan dan cara pengaturan operasinya yang
hakekatnya direncanakan dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan serta sifat
beban. Seperti dijelaskan pada point 1.1. perihal pola jaringan distribusi.
Tingkat kontinuitas pelayan dari suatu sistem jaringan disusun
berdasarkan lamanya upaya menghidupkan kembali suplai setelah mengalami
pemutusan karena adanya gangguan secara umum dinyatakan dengan SAIDI
(System Average Interuption Duration Index) dan SAIFI (System Average
Interuption Frequency Index).
Masalah utama dalam operasi sistem distribusi adalah bagaimana
mengatasi gangguan dengan cepat karena gangguan yang terdapat dalan
sistem jaringan sistem distribusi primer ditentukan oleh macam atau jenis
saluran distribusi dan sistem jaringan distribusi.
Gangguan pada sistem distribusi tenaga listrik dapat didefinisikan
sebagai kejadia-kejadian yang dapat meyebabkan bekerjanya rele dan

32

menyebabkan Circuit Breaker (CB) bekerja di luar kehendak operator, yang


mengakibatkan putusnya aliran daya yang melalui pemutus tersebut
Macam-macam gangguan pada sistem distribusi tergantung pada jenis
dan macam sistem saluran distribusinya yaitu SKUTM (Saluran Kabel Udara
Tegangan Menegah) atau SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah) . Pada
SKTM (Saluran Kabel Udara Tegangan Menegah)

gangguan dapat

disebabkan dari dalam sistem dan luar sistem yaitu :


1. Gangguan dari dalam sistem, antara lain :
a. Tegangan dan arus abnormal
b. Pemasangan yang kurang baik.
c. Penuaan
d. Beban lebih
2. Gangguan dari luar sistem,antara lain :
a. Gangguan mekanis (pekerjaan penggalian dlsb)
b. Kendaraan yang lewat diatasnya.
c. Impuls petir lewat saluran udara.
d. Deformasi tanah.
3. Sedangkan pada SUTM gangguan dapat disebabkan karena :
a.
b.
c.
d.

3.2.4

Pohon dan binatang


Cuaca (hujan, angin dan petir).
Kegagalan atau kerusakan peralatan dan saluran.
Manusia dll.

SOP Operasi Jaringan Distribusi


Kegiatan operasi jaringan distribusi untuk suatu daerah tertentu
dikoordinir oleh Pusat Pengatur Distribusi atau Area Pengatur Distribusi yang
bertugas mengkoordinir operasi jaringan tegangan menengah.
Operasi jaringan distribusi menyangkut segala macam masalah
pengawasan, pengendalian dan pencatatan dan setting semua peralatan, termasuk

33

dalam hal ini melakukan tindakan-tindakan selama keadaan darurat karena


gangguan.
Untuk mencapai tujuan operasi diharuskan memenuhi faktor-faktor
berikut :
1. Mengenal dengan baik jaringan distribusi, termasuk kondisinya.
2. Menyusun pedoman operasi yang mencakup tujuan, aturan, tugas, aturan
pelengkap dan gambar/tabel/formulir.
3. Organisasi pelaksana.
Faktor-faktor tersebut sangat terbantu dengan adanya fasilitas SCADA
(Supervisory, Control and Data Acquisition). Pola Operasi sesuai dengan
keadaan di lapangan sudah diantisipasi dengan faslitas ini. Jadi faktor-faktor
yang menyebabkan kesalahan operasi dapat diminimalisir. Pola operasi sesuai
konfigurasi jaringan distribusi direprentasikan dalam bentuk Single Line
Diagram

dengan

peralatan-peralatan

manuver

atau

switching.

Untuk

mengoperasikan peralatan tersebut harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah


ditetapkan dalam tahapan-tahapan yang harus dipenuhi, apabila salah satu
tahapan tidak terpenuhi maka eksekusi atau menuver jaringan tersebut tidak
dapat dilaksanakan. Jadi kesalahan yang diakibatkan oleh faktor manusia dapat
dihilangkan.
Standing Operation Prosedure (SOP) jaringan distribusi meskipun telah
dibantu dengan faslitas SCADA, operator harus tetap mengetahui prosedur
operasi pengaturan dan pengusahaan Jaringan Tegangan Menegah karena pada
dasarnya merupakan pedoman dasar teknis pengoperasian jaringan distribusi
tegangan menengah untuk menjamin kelangsungan pendistribusian tenaga

34

listrik, mempercepat penyelesaian gangguan-gangguan yang timbul, serta


menjaga keselamatan petugas pelaksana operasi dan instalasinya.
3.2.5

Peralatan Pengaman Jaringan Distribusi


Jaringan Distribusi sebagian besar terdiri dari Saluran Tegangan
Menengah dalam menyalurkan tenaga listrik yang dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu:
1. Sistem Saluran Udara
2. Sistem Saluran Bawah Tanah.
Sistem

Saluran

Udara

Tegangan

Menengah

(SUTM)

memiliki

keuntungan sebagai berikut:


1. Lebih ekonomis.
2. Lebih praktis dan mudah dalam pengerjaannya.
3. Bila terjadi gangguan mudah mencarinya, karena semuanya dapat
terlihat langsung.
Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut:
1. Mudah terganggu dari luar seperti petir, pepohonan, kendaraan, layanglayang dan faktor pencurian.
2. Mudah menimbulkan gangguan seperti kawat putus dan medan
elektromagnetik.
3. Dari segi estetika dapat mengurangi keindahan.
4. Sistem Saluran Kabel Tegangan Menegah (SKTM) adalah penyaluran
tenaga listrik dengan menggunakan saluran bawah tanah dan memiliki
keuntungan sebagai berikut :
5. Umur lebih panjang dibanding saluran udara.

35

6. Sistem bebas dari pemadaman, yang disebabkan oleh gangguan luar


seperti pepohonan, layang-layang dll.
7. Tidak menggangu saluran telekomunikasi.
8. Dari segi estetika tidak ada masalah.
9. Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut :
10. Biaya investasi besar.
11. Jika terjadi gangguan, sulit mencari

karena tidak terlihat secara

langsung.
12. Kemungkinan rusak karena penggalian.
Jaringan Tegangan Menengah atau disebut juga penyulang atau feeder
sepanjang pangkal penyulang sampai hilir terdapat peralatan-peralatan yang
mempunyai fungsi-fungsi sebagai pengaman (proteksi), manuver jaringan,
menaikkan tegangan atau sebagai memperbaiki faktor kerja. Diantara peralatanperalatan tersebut adalah :
1. Load Break Switch
Swich pemutus beban Load Break Switch,merupakan saklar atau
pemutus arus tiga fase untuk penempatan di luar ruas pada tiang pancang,
yang dikendalikan secara elektronis. Switch dengan penempatan di atas tiang
pancang ini dioptimalkan melalui control jarak jauh dan skema otomatisasi.
Swich pemutus beban juga merupakan sebuah sistem penginterupsi hampa
yang terisolasi oleh gas SF6 dalam sebuah tangki baja anti karat dan disegel.
Sistem kabelnya yang full-insulated dan sistem pemasangan pada tiang
pancang yang sederhana yang membuat proses instalasi lebih cepat dengan
biaya yang rendah. Sistem pengendalian elektroniknya ditempatkan pada

36

sebuah kotak pengendali yang terbuat dari baja anti karat sehingga dapat
digunakan dalam berbagai kondisi lingkungan. Panel pengendali (userfriendly) dan tahan segala kondisi cuaca. Sistem monitoring dan pengendalian
jarak jauh juga dapat ditambahkan tanpa perlu menambahkan Remote
Terminal Unit (RTU).
2. Recloser
Recloser artinya

membuka kembali

, di pergunakan

untuk

mengamankan peralatan listrik/jaringan STM bila terjadi gangguan hubung


singkat temporer atau permanen
3. ABSW ( Air Break Switch )
Peralatan ini berfungsi untuk membuka dan menutup rangkaian dalam
keadaan berbeban maupun tanpa beban dengan media pemutus udara. Alat ini
dioperasikan secara manual dan dalam pemasangannya dapat dioperasikan
dalam keadaan terbuka (normally open) atau tertutup (normally closed) sesuai
keperluan.
Pemasangan ABSW ( Air Break Switch ) pada jaringan, antara lain digunakan
untuk :
a. Penambahan beban pada lokasi jaringan
b. Pengurangan beban pada lokasi jaringan
c. Pemutusan aliran listrik secara manual pada saat jaringan mengalami
gangguan.

4. Arrester
Proteksi Tegangan Lebih Surja, Pada system distribusi saluran udara,
gangguan tegangan lebih surja disebabkan oleh sambaran petir. Akibat

37

gangguan ini isolasi dari system dapat menagalami beakdown. Oleh karena
itu dipakai suatu peralatan proteksi untuk melindungi jaringan dan peralatan
yang ada pada jaringan tersebut.
5. Fuse Cut Out (FCO)
Fuse (Pelebur) merupakan suatu alat pemutus yang dengan
meleburnya bagian dari komponennya yang telah dirancang khusus dan
disesuaikan ukurannya untuk itu, membuka rangkaian dimana pelebur
tersebut terpasang dan memutuskan arus bila arus tersebut melebihi suatu
nilai tertentu dalam waktu yang cukup. Fuse cut out (sekring) adalah suatu
alat pengaman yang melindungi jaringan terhadap arus beban lebih (over
load current) yang mengalir melebihi dari batas maksimum, yang
disebabkan karena hubung singkat (short circuit) atau beban lebih (over
load)
6. Secsionaliser.
Skakelar Seksi Otomatis/SSO (sectionalizer), dipasang pada jaringan
utama dan jaringan cabang yang fungsinya untuk melokalisasi gangguan
(khususnya) untuk jaringan cabang yang kecil.
7. Plang net
Plang net ini adalah suatu alat berupa media yang bentuk fisiknya
menyerupai jaring (net) yang terpasang di bawak kabel JTM. Plang net ini
berfungsi sebagai pengaman kabel JTM yang sewaktu-waktu putus. Plang
net biasanya terpasang pada JTM yang melewati tempat-tempat berbahaya
seperti jalan tol, perlintasan kereta api, atau pada jalan raya yang padat.
Tetapi dalam pemakainya kurang efektif,karena dalam pemasanganya harus
dibawah kabel JTM kung lebih 50cm. Jadi jika dipasang pada jalan raya

38

mungkin akan menggagu perlintasan.karena tinggi kendaraan yang melintas


tidak mempunyai tinggi yang sama. Apalagi tiang yang terpasang tidak
terlalu tinggi,sekita 10 meter
8. Lighting rod
Sebuah sistem proteksi petir yang dirancang untuk melindungi
struktur dari kerusakan akibat sambaran petir dengan mencegat serangan
tersebut dan aman melewati arus mereka sangat tinggi ke tanah. Sebuah
sistem proteksi petir mencakup jaringan terminal udara, konduktor ikatan,
dan elektroda tanah yang dirancang untuk menyediakan jalur impedansi
rendah ke tanah untuk serangan potensial.
9. Trafo tegangan (PT)
Adalah trafo yang digunakan untuk mengambil input data masukan
berupa tegangan dengan cara perbandingan pada belitan primer atau
sekunder.
a. Memperkecil bahaya resiko adanya tegangan yang besar, baik untuk
peralatan terlebih orang.
b. Memperkecil rating/dimensi alat ukur
c. Proses pemgukuran dapat dilakukan secara langsung.
d. Hasil deteksi/pengukuran lebih mendekati ketelitian yang tepat/akurat.
e. Trafo Arus dan tegangan biasanya digabung dalam satu koordinasi kerja,
misalnya untuk pengukuran daya, system pengaman, dan sebagainya.
3.3

OPERASI REAL TIME SISTEM DISTRIBUSI


Operasi Sistem Distribusi Tenaga Listrik berlangsung secara terus
menerus selama 24 jam sehari sehingga perlu ada operator Sistem Distribusi
Tenaga Listrik atau Dispatcher yang bekerja secara bergiliran 24 jam sehari.

39

Biasanya dibagi dalam 3 regu piket dalam 24 jam. Setiap regu piket yang
menggantikan regu sebelumnya harus mengadakan persiapan-persiapan sebelum
melakukan tugasnya yaitu melaksanakan operasi harian dalam Real Time.
Persiapan-persiapan yang harus dilaksanakan adalah:
a. Mempelajari Rencana Operasi Harian dari Sistem Transmisi, baik yang
menyangkut

rencana

pembangkitan

maupun

yang

menyangkut

penyaluran. Dispatcher pengatur distribusi harus mengetahui kondisi


penyaluran dalam keadaan Normal, Siaga atau Darurat. Hal ini
diperlukan untuk melaksanakan operasi pengaturan beban sistem
distribusi. Sumber Informasi ini didapat dari P3B.
b. Mempelajari penyimpangan-penyimpangan yang

terjadi

terhadap

Rencana Operasi Harian Sistem terutama yang menyangkut gangguan


yang terjadi dalam Sistem Transmisi. Kondisi Sistem transmisi harus
diketahui setiap saat apakah dalam kondisi Normal, Siaga atau Darurat,
Sumber Informasi ini didapatkan dari P3B baik melalui Web site, atau
informasi lainnya.
c. Mempelajari pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan yang
dilaksanakan akan memerlukan pemadaman sehingga ada manuver
jaringan. Apabila ada perubahan perubahan jaringan maka hal ini
memerlukan perhatian khusus agar jangan sampai terjadi kesulitan dalam
operasi.
d. Mengecek kesiapan fasilitas untuk operasi seperti alat komunikasi,
telemetering dan telekontrol SCADA sehingga Dispatcher yang akan
melaksanakan tugas mengetahui kondisi fasilitas tersebut yang sangat
diperlukan untuk pelaksanaan tugas.

40

Pelaksanaan operasi di dalam real time adalah pelaksanaan Rencana


Operasi Harian dan apabila terjadi penyimpangan dari kondisi Normal maka
penyimpangan ini harus dikendalikan dalam Real Time Operation dengan
mengikuti Pedoman-pedoman Operasi

atau Standing Operation Procedure

disingkat SOP.
Prosedur pengaturan jaringan tegangan menengah secara umum dengan
menggunakan fasilitas SCADA dilaksanakan dengan:
a. Manuver atau manipulasi jaringan melalui fasilitas telekontrol SCADA dimana
telah disesuaikan dengan pola operasi konfigurasi jaringan distribusi yang ada..
b. Menerima informasi-informasi yang berhubungan dengan keadaan jaringan dari
Workstation dan kemudian membuat penilaian atau observasi seperlunya untuk
menetapkan tindak lanjut.
c. Memonitor besaran-besaran pengukuran dengan fasilitas telemetering SCADA
pada jaringan dan kemudian membuat penilaian atau observasi seperlunya untuk
menetapkan tindak lanjut.
d. Mengkoordinasikan pelaksanaannya dengan pihak-pihak lain yang berhubungan
dengan operasi jaringan yaitu : Region P3B, Petugas Pelayanan Gangguan,
Petugas Pemeliharaan dan Operator Gardu Induk bila ada.
e. Mengawasi jaringan secara terus menerus dan tidak terputus putus oleh
operator/dispatcher dibantu oleh fasilitas SCADA yang berfungsi sebagai
supervisi jaringan dimana bila terjadi kondisi abnormal akan memberi masukan
berupa alarm.
f. Mengusut dan melokalisasi jaringan terganggu dengan fasilitas SCADA melalui
perintah telekontrol dengan memperhatikan besaran-besaran telemeter yang ada
pada workstation.

41

g. Mendeteksi gangguan sehingga titik gangguan dapat diketemukan untuk


diperbaiki.
Mode operasi sitem tenaga listrik dalam kondisi real time ada 4 (empat)
keadaan mode operasi yaitu, keadaan normal, gangguan, darurat dan pemulihan.
Mode tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini.

NORMAL

PEMULIHAN
GANGGUAN

DARURAT

Gambar 3.8. Empat keadaan sistem operasi tenaga listrik.


Seperti dijelaskan diatas bahwa sistem distribusi bila terjadi gangguan
sedapat mungkin diatasi, sehingga kembali pada keadaan normal dan waktu
yang diperlukan juga semakin singkat, apabila dibantu dengan peralatan
SCADA. Apabila gangguan semakin meluas dapat menyebabkan sistem pada
keadaan darurat yang berakibat meluasnya pemadaman. Bila kondisi ini sampai

42

terjadi akan memerlukan waktu lama untuk memulihkannya. Jadi sedapat


mungkin sistem dijaga pada kondisi normal.
3.3.1

Kondisi Normal
Pada kondisi ini sistem jaringan distribusi berjalan normal tanpa gangguan
eksternal. Pencatatan data-data temetering akan terrecord secara otomatis pada
server SCADA dalam bentuk historical data.
Pada kondisi ini yang harus diperhatikan oleh dispatcher adalah sebagai
berikut:
1. Harus

mengetahui

pelaksanaan/pengeluaran

PMT-PMT

penghantar 150 kV, kopel 150 dan 70 kV dan trafo 150 dan 70 kV
yang dilaksanakan oleh Region P3B apabila hal tersebut dapat
mempengaruhi penyaluran kepada konsumen
2. Memonitor posisi normal PMT 20 kV, trafo TT/TM dan semua
penyulang/feeder TM 20 kV dari GI adalah dalam keadaan masuk
3. Melakukan pencatatan data-data operasional yang diperlukan atas
sel 20 kV dari workstation bila diperlukan.
4. Menerima pemberitahuan mengenai perubahan keadaan jaringan
di GI dari Region P3B (Pengatur Beban).
5. Berkoordinasi dengan petugas P3B Region terkait dalam hal
pengeluaran/pemasukan PMT-PMT sampai sistem kembali
seperti kondisi normal.
6. Memonitor kondisi jaringan dimana posisi titik switch atu
manuver sesuai dengan pola operasi dari konfigurasi jaringan
yang ada.
3.3.2

Kondisi Gangguan

43

Pada kondisi ini dispatcher menerima informasi dari workstation berupa


alarm kondisi abnormal dari sistem jaringan distribusi.
1. Pada kondisi ini yang harus dilaksanakan oleh dispatcher adalah :
2. Menerima perintah acknowledge yang berarti menerima dan mengetahui
adanya kondisi abnormal jaringan dengan cara mengklik acknowledge.
3. Melihat penyulang, zone atau section yang mengalami gangguan dari
workstation dan sebab gangguan dengan melihat informasi bekerjanya
rele, kemudian membuat penilaian atau observasi seperlunya untuk
menetapkan tindak lanjut.
4. Melaksanakan perintah reset rele dari workstation dengan cara memilih
perintah reset rele.
5. Melaksanakan isolasi jaringan terganggu dengan perintah eksekusi
peralatan

switching

atau

manuver

jaringan

setelah

mengetahui

penyulang, zone atau section terganggu. Perintah ini akan melalui


tahapan-tahapan yang sudah diprogram sesuai keadaan operasional
jaringan, untuk mengantisipasi kesalahan operator/dispatcher.
6. Menginformasikan terjadinya gangguan kepada petugas pelayanan
gangguan, untuk segera melaksanakan pencarian dan perbaikan pada
lokasi terganggu sesuai informasi dari dispatcher. Petugas Pelayanan
gangguan selalu berkoordinasi dengan distpatcher selama percarian dan
perbaikan melalui fasilitas komunikasi suara.
7. Setelah perbaikan selesai adalah melaksanakan pemulihan jaringan sesuai
kondisi normal dengan perintah eksekusi peralatan switching atau

44

manuver setelah penyulang, zone atau section terganggu telah diperbaiki.


Perintah ini akan melalui tahapan-tahapan yang sudah diprogram sesuai
keadaan

operasional

jaringan,

untuk

mengantisipasi

kesalahan

operator/dispatcher.
8. Melaksanakan pencatatan atau record waktu dan lokasi terganggu serta
manuver jaringan yang telah dilaksanakan pada form yang telah
disediakan atau komputer. Pencatatan ini diperlukan untuk informasi dan
evaluasi lebih lanjut. Seperti informasi Tingkat Mutu Pelayanan (TMP),
pemeliharaan dan Energi tidak terjual.
3.3.3

Kondisi Emergency
Pada kondisi ini system mengalami degradasi dengan banyaknya PMTPMT yang trip (tebuka) parameter lain adalah turunnya tegangan dan frekuensi
sehingga pemadaman meluas. Sehingga diperlukan tindakan yang cepat untuk
mengatasi system yang mengalami degradasi. Kondisi ini bila dialami oleh
Sistem Transmisi akan menimbulkan dampak yang luas yang berakibat pula
pada sistem distribusi.
Pada kondisi ini yang harus dilaksanakan oleh dispatcher adalah :
1. Memonitor kondisi penyulang yang pada sistem distribusi pada kondisi
seperti ini dibantu oleh Under Frequency Relay (UFR) atau Rele Tegangan
yang secara otomatis akan melepaskan beban.
2. Apabila rele bekerja maka akan menerima perintah acknowledge yang
berarti menerima dan mengetahui adanya kondisi abnormal jaringan
dengan cara mengklik acknowledge.

45

3. Melihat penyulang yang padam dari workstation dan sebab gangguan


dengan melihat informasi bekerjanya rele, kemudian membuat penilaian
atau observasi seperlunya untuk menetapkan tindak lanjut.
4. Melaksanakan perintah reset rele dari workstation dengan cara memilih
perintah reset rele.
5. Berkoordinasi dengan

petugas

P3B

Region

terkait

dalam

hal

pengeluaran/pemasukan PMT-PMT sampai sistem kembali seperti kondisi


normal.
6. Melaksanakan pencatatan atau record waktu dan lokasi terganggu serta
pengeluaran/pemasukan PMT-PMT yang telah dilaksanakan pada form
yang telah disediakan atau komputer. Pencatatan ini diperlukan untuk
informasi dan evaluasi lebih lanjut. Seperti informasi Tingkat Mutu
Pelayanan (TMP), pemeliharaan dan Energi tidak terjual.
3.3.4

Kondisi Pemulihan
Setelah terjadi trip secara simultan, sebagian atau pemadaman total
pemulihan sistem harus dilaksanakan.
Pada kondisi ini yang harus dilaksanakan oleh dispatcher adalah :
1. Berkoordinasi

dengan

petugas

P3B

Region

terkait

dalam

hal

pengeluaran/pemasukan PMT-PMT sampai sistem kembali seperti


kondisi normal.
2. Melaksanakan pencatatan atau record waktu dan lokasi terganggu serta
pengeluaran/pemasukan PMT-PMT yang telah dilaksanakan pada form
yang telah disediakan atau komputer. Pencatatan ini diperlukan untuk
informasi dan evaluasi lebih lanjut. Seperti informasi Tingkat Mutu
Pelayanan (TMP), pemeliharaan dan Energi tidak terjual.

46

3.3.5 Sistem Kelistrikan Tiga Fasa Empat Kawat Dengan Pentanahan Netral
Secara Langsung.
Sistem kelistrikan 3 fasa 4 kawat dengan pentanahan netral secara
langsung atau sesuai SPLN 12 : 1978 (Pola 2)
Pada sistem ini (Pola 2) mempunyai spesifikasi sebagai berikut ;
1. Tegangan nominal 20 KV
2. Sistem pentanahan dengan netral ditanahkan langsung sepanjang
jaringan
3. Kawat netral dipakai bersama untuk tegangan saluran udara tegangan
menengah dan saluran udara tegangan rendah dibawahnya.
4. Konstruksi jaringan terdiri dari saluran udara terutama dan saluran
kabel tanah, sedang saluran udara terdiri dari :
5. Saluran utama terdiri dari kawat fasa 3 x AAAC 240 mm 2 dan kawat
netral 1 x 120 mm2. Saluran cabang terdiri dari jaringan 3 fasa atau 1
fasa (2 kawat, untuk fasa dan netral) dengan ukuran disesuaikan dengan
perencanaan beban.
6. Saluran kabel udara memakai A3CS.
7. Sistem pelayanan radial dengan kemungkinan antara saluran utama
yang berbeda penyulang dapat saling dihubungkan dalam keadaan
darurat.
3.3.6

Keistimewaan dari sistem 3 fasa dan 4 kawat


Sistem ini pendekatannya didasari dari jarak antara beban relatif jauh dan
kepadatan beban rendah. Sistem ini juga lebih sesuai untuk daerah yang tahanan
spesifik tanahnya relatif tinggi.
Pada sistem ini kawat netral diusahakan sebanyak mungkin dan merata
ditanahkan. Kawat netral JTM dan JTR dihubungkan dan dipakai bersama,

47

dimana pentanahannya dilakukan sepanjang JTM, JTR dan dihubungkan pula


pada pentanahan TR dari tiap instalasi konsumen.
Sistem pelayanan JTM terutama menggunakan jaringan 1 fasa yang
terdiri dari kawat fasa dan netral, sehingga memungkinkan penggunaan trafotrafo kecil 1 fasa yang sesuai bagi beban-beban kecil yang berjauhan letaknya.
Dengan adanya tahanan netral yang sangat kecil mendekati nol, maka
arus hubung tanah menjadi relatif besar dan berbanding terbalik dengan letak
gangguan tanah sehingga perlu dan dapat digunakan alat pengaman yang dapat
bekerja cepat dan dapat memanfaatkan alat pengindera (relay) dengan
karakteristik waktu terbalik (invers time).
Keuntungan lain dari arus gangguan fasa tanah yang besar adalah dapat
dilakukannya koordinasi antara PMT (pemutus tenaga) dan relay arus lebih atau
recloser dengan pengaman lebur atau antara recloser dengan automatic
sectionalizer secara baik.
3.4

Peralatan Switching Joint Krapyak 7 Dan Krapyak 12


Alat-alat untuk manuver pelimpahan beban ini tergolong pada pemisah
tenaga listrik. Definisi pemisah tenaga listrik merupakan alat pemutus
rangkaian yang dioperasikan secara manual. Hal ini merupakan alasan utama,
mengapa Disconnecting Switch tidak boleh dioperasikan pada saat rangkaian
dalam keadaan dilalui arus beban.
Pemisah didesain tidak bisa terbuka pada saat arus beban yang
melewatinya masih ada. Biasanya pemisah dipasang untuk mengisolasi
peralatan perlatan yang mungkin tersupply daya besar. Pemisah biasanya

48

dilengkapi dengan peringatan visual untuk keamanan para pekerja, dengan kata
lain pada saat keadaan saklar terbuka atau tidak ada arus beban yang mengalir
maka visual sign akan menyala untuk memberitahukan keadaan aman dan
sebaliknya. Tetapi ada pemisah yang tidak dilengkapi peringatan visual.
Pemisah harus benar - benar tertutup untuk mencegah kemungkinan
munculnya bunga api antara pisau penghubung dengan klip penjepitnya, yang
jika terjadi hal hal tesebut akan membahayakan operator. Tugas utama alat ini
umumnya digunakan untuk memutus rangkaian dalam rangka perbaikan atau
pemeliharaan. Saklar pemisah merupakan suatu peralatan yang merupakan
pasangan circuit breaker. Fungsi saklar pemisah yaitu memisahkan suatu
bagian beban dari sumbernya pada keadaan tidak berbeban, sehingga dapat
dilihat atau dipisahkan dengan pasti bagian yang hidup dengan bagian yang
tidak. Hubungan rangkaian pemutus daya dan saklar pemisah adalah
menempatkan pemutus daya diantara dua buah saklar pemisah.

3.4.1.

LBS (Load Break Switch)


Operasi Load Break Switch diuraikan sebagai berikut. Load Break

Swicth menggunakan puffer interrupter di dalam sebuah tangki baja anti karat
yang dilas penuh yang diisi dengan gas SF6. Interrupter tersebut diletakkan
secara berkelompok dan digerakkan oleh mekanisme pegas. Ini dioperasikan
baik secara manual maupun dengan sebuah motor DC dalam kompartemen

49

motor di bawah tangki. Listrik motor berasal dari batere-batere 24V dalam ruang
kontrol.

Gambar 3.9 puffer interupter


Dari gambar di atas dapat dilihat ketika puffer interupter akan membuka atau
menutup timbul suatu busur api, pada Load Break Switch 3-way NXB busur api
tersebut dipadamkan dengan gas sf6.

Gambar 3.10 nameplate Load Break Switch 3-way

50

Gambar 3.11 Hubungan kontak Load Break Switch 3-way


Dari gambar hubungan kontak maka ada beberapa kemungkinan posisi kontak 1
dan kontak 2.
1. Kontak 1 on kontak 2 off
2. kontak 1 off kontak 2 on
3. kontak 1 off kontak 2 off
4. kontak 1 on kontak 2 on.
Semuanya tergantung pada penggunaanya, tetapi dalam pemasangan di
feeder Krapyak 7 dan Krapyak 12 pada saat normal kontak 1 on kontak 2 off.

51

Gambar 3.12 Load Break Switch yang terpasang di feeder Krapyak 7.


Dengan kata lain feeder Krapyak 7 merupakan kontak pertama yang berfungsi
sebagai feeder utama dan Krapyak 12 sebagai feeder backup. Pada Load Break
Switch ini menggunakan motor DC tegangan 24 volt DC.

3.4.2.

Trafo Penurun Tegangan.


Trafo yang digunakan untuk mengambil input data masukan berupa
tegangan dengan cara perbandingan pada belitan primer atau sekunder.
1. Memperkecil bahaya resiko adanya tegangan yang besar, baik untuk
peralatan terlebih orang.
2. Memperkecil rating/dimensi alat ukur

52

3. Proses pemgukuran dapat dilakukan secara langsung.


4. Hasil deteksi/pengukuran lebih mendekati ketelitian yang tepat/akurat.
5. Trafo Arus dan tegangan biasanya digabung dalam satu koordinasi kerja,
misalnya untuk pengukuran daya, system pengaman, dan sebagainya.
Trafo yang dipakai trafo PT (potensial transformer) untuk mengisi
bateray yang ada di panel control untuk menggerakan motor kontak
(switch).

Gambar 3.13 trafo tegangan

3.4.3.

Air Break Switch


Air Break Switch ini sering disebut ABSW, peralatan ini berfungsi
untuk membuka dan menutup rangkaian dalam keadaan tanpa beban. Alat ini
dioperasikan secara manual dan dalam pemasangannya dapat dioperasikan
dalam keadaan terbuka (normally open) atau tertutup (normally closed) sesuai
keperluan. Peralatan ini sangat mudah ditemui, karena setiap feeder di

53

semarang barat khususnya pasti ada ABSW untuk joint atauun membagi
section.
Adapun fungsi pemasangan ABSW pada jaringan, antara lain digunakan
untuk :
1. Joint dengan jaringan lain
2. Membagi section pada feeder
3. Memisahkan feeder yang terkena gangguan.
4. Membaypass recloser ketika recloser mengalami gangguan.

Gambar 3.14 ABSW


Air Break Switch ini diganti dengan Load Break Switch untuk mendapat keamaan
saat manuver.
3.4.4.
Arrester
Proteksi Tegangan Lebih Surja, Pada system distribusi saluran udara, gangguan
tegangan lebih surja disebabkan oleh sambaran petir. Akibat gangguan ini isolasi dari

54

system dapat mengalami breakdown. Oleh karena itu dipakai suatu peralatan proteksi
untuk melindungi jaringan dan peralatan yang ada pada jaringan tersebut.
Saluran

d
Isolator
Celah Batang

Gambar 3.15 arrester

Penggunaan lighting arrester pada sistem distribusi adalah untuk melindung


peralatan terhadap gangguan akibat sambaran petir. Arrester juga digunakan untuk
melindungi saluran distribusi dari flashover. Arrester dipasang dekat atau pada peralatan
yang dihubungkan dari fasa konduktor ke tanah.
Pada prinsipnya arrester membentuk jalan yang mudah dilalui oleh petir,
sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada peralatan. Pada kondisi normal
arrester berlaku sebagai isolasi tetapi bila timbul surja, arrester berlaku sebagai
konduktor yang berfungsi melewatikan aliran arus yang tinggi ke tanah. Setelah itu
hilang arrester harus dengan cepat kembali menjadi isolator.
Pada arrester ini terdiri dari dua unsure yaitu : 1. Sela api (spark gap); 2.
Tahanan kran (valve resistor). Keduanya dihubungkan secara seri. Batas atas dan bawah
dari tegangan percikan ditentukan oleh tegangan sistem maksimum dan oleh tingkat
isolasi peralatan yang dilindungi. Sering kali masalah ini dapat dipecahkan hanya
dengan mengeterapkan cara cara khusus pengaturan tegangan (voltage control) oleh
karena itu sebenarnya arrester terdiri dari tiga unsure diantaranya yaitu :

55

1. Sela api (spark gap)


2. Tahanan kran (valve resistor)
3. Tahanan katup dan system pengaturan atau pembagian tegangan.

Anda mungkin juga menyukai