Segala puji bagi Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga
selalu dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
keluarga serta pengikut beliau hingga akhir zaman. Pada kesempatan dan
lembaran ini
Hendaklah kalian saling memberi hadiah maka kalian akan saling
mencintai2[2]
Hadits diatas merupakan bukti bahwa pemberian hadiah adalah
bagian dari syariat islam. Bahkan melakukannya dapat mendatangkan
pahala dan menimbulkan kasih sayang diantara kaum muslimin. Padahal
jika suatu kaum telah saling menyayangi maka persatuan diantara
mereka otomatis akan menguat. Padahal persatuan sesama kaum
muslimin merupakan sebuah kewajiban yang telah Allah tetapkan.
Janganlah engkau merugikan diri sendiri dan orang lain3[3]
Menerima Hadiah Meskipun Sedikit
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghargai orang
lain termasuk dalam perkara pemberian hadiah. Oleh karena itu
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kaum muslimin untuk
menerima pemberian hadiah dari orang lain mekipun sedikit atau berupa
hal-hal yang kurang berharga.
Beliau shallallahu alaihi sallam bersabda (artinya): andai saya
diundang untuk menikmati jamuan berupa satu lengan (kambing) atau
jamuan satu betis (kambing) niscaya akan saya datangi jamuan tersebut.
begitupula jika saya diberi hadiah berupa satu lengan atau betis kambing
niscaya kuterima hadiah tersebut4[4]
Betis dan lengan yang disebutkan diatas hanyalah permisalan
terhadap hal-hal yang sepele, sedikit atau kurang berharga meskipun
demikian Rasulullah tetap menerimanya dengan baik. Sebagai seorang
yang mengaku cinta beliau sudah sepatutnya perilaku tersebut kita ikuti
agar kita diberi pahala. Pahala atas perbuatan kita meneladani Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam
Menolak Hadiah yang Dibenci
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): ada
3 hal yang pemberiannya tidak ditolak. minyak wangi, bantal, dan
susu5[5]
Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa sahabat Anas bin
Malik Radhiallahu anhu tidak menolak pemberian hadiah berupa minyak
wangi berdasarkan contoh dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam6[6]
Berdasarkan 2 dalil diatas maka makruh menolak pemberian hadiah
berupa minyak wangi, bantal dan susu
Membalas pemberian hadiah
Aisyah Radhiallahu anhaa berkata (artinya): Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam jika menerima hadiah maka beliau membalas pemberian
hadiah tersebut7[7]
Siapakah yang paling berhak menerima hadiah
Aisyah Radhiallahu anhaa berkata, wahai Rasulullah sesungguhnya
saya punya 2 tetangga, manakah diantara kedua tetangga tersebut yang
paling berhak aku saya berikan hadiah? Rasulullah shallallahu alaihi wa
5[5] Hasan riwayat Tirmidzi 4/1999/2941
6[6] HR Tirmidzi 4/190/2941
7[7] HR Abu Daud 9/451/3519, Shahih-
sampai
engkau
mempersaksikan
hal
ini
kepada
Artikel terkait:
Sekarang ini, banyak produsen gencar menyelipkan hadiah dalam poduk-produknya guna
meningkatkan volume penjualan. Tentunya tidak sedikit yang lantas membeli karena
menginginkan hadiahnya. Padahal, benarkah setiap hadiah dari sebuah produk hukumnya
halal? mari kita bahas.
Bentuk-bentuk Hadiah
Pertama: Hadiah Melalui Perlombaan, Kuis, atau Undian
Bentuk hadiah yang pertama ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam, diantaranya
adalah :
1.
Undian semacam ini hukumnya haram, karena termasuk dalam perjudian yang dilarang
dalam Islam. Kenapa masuk dalam katagori perjudian? Karena peserta membayar sejumlah
uang melebihi dari harga biasa, padahal ia belum tentu mendapatkan apa yang diharapkan.
Mungkin dia untung ketika mendapatkan hadiah dan mungkin juga bisa rugi jika tidak
mendapatkan hadiah tersebut. Jika peserta undian jumlahnya banyak, maka yang meraup
keuntungan adalah pihak penyelenggara. Hadiah yang diberikan peserta hanyalah bagian
kecil dari keuntungan tersebut.
2.
Produsen menawarkan hadiah kepada konsumen dengan syarat dia harus membeli produkproduknya. Di dalam produk tersebut terdapat kupon hadiah yang nanti dikumpulkan untuk
diundi, yang namanya keluar dalam undian tersebut, maka dialah yang berhak mendapatkan
hadiah.
Bagaimana hukum undian hadiah dalam bentuk seperti ini? Untuk menjawabnya, perlu
dirinci terlebih dahulu sebagai berikut:
Pertama: Hadiah yang diberikan kepada konsumen berpengaruh kepada harga produk
tersebut. Artinya jika tidak disertai hadiah, maka harga produk tersebut menurun, jika ada
hadiahnya dengan melalui undian- , maka harga produknya akan naik sebesar jumlah
hadiah yang akan diberikan. Maka undian hadiah seperti ini hukumnya haram, karena
termasuk bentuk perjudian. Dikatakan masuk dalam bentuk perjudian, karena pembeli telah
membayar uang diluar harga produk yang sesungguhnya, padahal dia belum tentu
mendapatkan hadiah tersebut. Adapun yang mendapatkan hadiah, sebenarnya dia telah
mendapatkan sesuatu di atas kerugian para pembeli yang lain.
Kedua: Hadiah yang diberikan kepada konsumen tidak berpengaruh pada produk. Hadiah
diberikan dari anggaran promosi yang bertujuan agar para konsumen tertarik untuk membeli
produk tersebut.
Bagaimana status hukumnya? Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan status
hukumnya.
Pendapat Pertama: Harus dirinci terlebih dahulu; jika konsumen membeli produk tersebut
karena memang ia membutuhkannya, bukan karena hadiah, yaitu dia akan membeli produk
tersebut, baik ada hadiahnya, maupun tidak ada hadiahnya. Maka hal ini dibolehkan.
Sebaliknya, apabila dia membeli produk tersebut karena ada hadiahnya, yaitu jika tidak ada
hadiahnya dia tidak akan membeli, karena sebenarnya dia tidak membutuhkan barang
tersebut, dia membelinya sekedar untuk mengejar hadiahnya. Maka hal ini tidak dibolehkan,
karena pada hakekatnya dia berjudi dengan membayar sejumlah uang dalam bentuk barang
yang tidak dibutuhkan untuk meraih hadiah atau keuntungan yang belum jelas.
Pendapat Kedua: Hukumnya tetap haram, karena akan mendorong seseorang untuk membeli
barang-barang yang tidak diperlukan, karena hanya sekedar mengejar hadiah tersebut. Ini
adalah sifat berlebih-lebihan di dalam berbelanja.
Hukum di atas juga berlaku untuk hadiah yang diberikan kepada konsumen yang membeli
barang dalam jumlah banyak atau dalam jumlah tertentu, seperti kalau konsumen membeli
barang dan produk pada toko tertentu seharga Rp.100.000,- ke atas, maka akan mendapatkan
hadiah piring dan gelas.
Kedua: Hadiah Langsung Pada Barang
Hadiah langsung pada barang ini mempunyai tiga bentuk :
Bentuk Pertama: Jika seseorang membeli barang, kemudian dia mendapatkan hadiah, baik
berbentuk barang tertentu, seperti ketika dia membeli meja belajar, penjual memberikannya
hadiah buku tulis. Atau berbentuk jasa, seperti ketika dia membeli mobil, maka dia mendapat
hadiah atau bonus mencuci mobil gratis di tempat tersebut selama satu bulan penuh. Hadiah
seperti ini dibolehkan selama tidak ada syarat tertentu ketika membeli barang tersebut.
Bentuk Kedua: Hadiah tersebut jelas bisa dilihat oleh konsumen di dalam barang yang akan
dibeli. Setiap orang yang membeli barang tersebut pasti mendapatkan hadiah itu. Dalam hal
ini, hukumnya halal.
Bentuk Ketiga: Hadiah terdapat dalam sebagian produk. Artinya orang yang membeli barang
tersebut untung-untungan, kadang dapat, kadang pula tidak dapat. Maka hukumnya boleh jika
hadiah yang ditawarkan tersebut tidak mempengaruhi harga produk, tetapi diberikan dengan
tujuan menarik pembeli. Dan pembelinya membeli produk tersebut karena kebutuhan, bukan
karena hadiah, sebagaimana yang telah diterangkandi atas.
Ketiga : Kupon Undian Berhadiah
Produsen atau toko memberikan kupon kepada para pembeli produk mereka. Kupon tersebut
akan diundi pada akhir bulan umpamanya, barang siapa yang namanya keluar dalam undian
tersebut, maka akan mendapatkan hadiah. Apa perbedaan masalah ini dengan masalah
sebelumnya? Perbedaannya adalah pada masalah sebelumnya produsen menawarkan hadiah
terlebih dahulu, tetapi dengan syarat harus membeli produknya, sehingga setiap pembeli
mengetahui hadiah sebelum membeli produk, bahkan kadang dia membeli produk tersebut,
karena ada hadiahnya. Adapun pada masalah ini produsen tidak menawarkan hadiah, tetapi
memberikan kupon langsung bagi setiap pembeli produknya. Pembeli belum tentu tahu kalau
di dalam produk yang akan dibelinya terdapat kupon berhadiah.
Bagaimana hukumnya? Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :
Pendapat Pertama: Hukumnya boleh, tetapi dengan dua syarat; yang pertama hadiah tersebut
tidak mempengaruhi harga produk, dan yang kedua konsumen membelinya karena
kebutuhan.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dialami penulis adalah ketika
membeli bensin di SPBU, setiap pembelian satu liter maka akan dapat kupon satu, dan kupon
tersebut diundi. Dalam kasus ini hukumnya boleh, karena hadiah tersebut tidak
mempengaruhi harga produk, karena harga bensin tetap sama dengan harga di tempat lain,
kemudian konsumen membeli bensin tadi karena kebutuhan.
Pendapat Kedua : Hukumnya tidak boleh, karena mendorong orang berbuat berlebih-lebihan
dalam belanja dan membeli barang-barang yang kadang tidak dibutuhkan demi mengejar
kupon hadiah yang akan diundi.
.Cipayung, Jakarta Timur, 18 Syaban 1432 H / 20 Juli 2011 M
Posted in Dr. Ahmad Zain, Kolom | Tagged fiqh nazilah, hukum hadiah dalam produk, hukum
kontemporer
Pada kajian ini akan membicarakan tentang aturan Islam dalam masalah memberi dan
menerima hadiah, seputar masalah hadiah serta seputar masalah hibah. Dimana terkadang
muncul juga beberapa permasalahan, diantaranya :
Bagaimana hukumnya jika seorang yang memeberi hadiah ketika kampanye lalu
kemudian hadiah tersebut diambil kembali.
Apakah diperbolehkan seorang ayah mengambil kembali hadiah yang sudah diberikan
kepada anaknya.
Apakah boleh diterima hadiah yang diberikan oleh orang non muslim.
Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah
menghibahkan barang milik orang lain.
Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan.
Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak
kurang akal).
Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana
sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum
wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah
menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.
2.
Syarat-syarat
penerima
hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan.
Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah)
sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal
ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan
keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam
kandungan adalah tidak sah.
3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan
Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat
dialihkan.
Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.
4.
Ijab
Kabul
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk
lisan atau tulisan. Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti
dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : Aku hibahkan rumah ini kepadamu, lantas
si penerima hibah menjawab : Aku terima hibahmu. Sedangkan Hanafi berpendapat ijab
saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk
pernyataan sepihak.
Jika orang tua memberi hadiah pada anak-anaknya, maka harus berlaku adil. Tidak
boleh pilih-pilih kasih. Semua harus diberi hadiah yang sama. (Kisah Nukman Bin Basyir
saat akan memberi hadiah hanya pada seorang putranya saja, lalu nabi melarang dan beliau
tidak mau menjadi saksi)
Sahabat Anshar sering memberi hadiah pada nabi saw
Kisah
2
:
Dari Urwah dari Aisyah ra, dia berkata pada Urwah Wahai keponakanku, aku pernah
bersama nabi saw selama tiga kali bulan sabit dalam 2 bulan, tidak menyala api di rumah
kami (kami tak masak apa apa-pun). Lalu aku (Urwah) bertanya,Wahai bibi, jika
demikian, apa yang kalian makan? Aisyah menjawab Air putih dan kurma. Kecuali
tetangga kami, sahabat Anshar suka memberi kami hadiah, kami minum susu pemberian
mereka -HR bukhariKisah
3
:
Anas bin Malik (salah seorang sahabat Anshar) bercerita Satu kali aku pergi musafir
bersama Jarir bin Abdillah Al Bajally ra. Selama perjalanan, jarir sangat berkhidmat
padaku. Aku katakan padanya, janganlah berbuat begitu padaku. Jarir menjawab Aku
tahu bagaimana hebatnya sahabat Anshar berkhidmat pada Nabi saw (di antaranya suka
memberi hadiah pada Nabi saw). Oleh karena itu, aku berjanji pada diriku sendiri, jika aku
bersama orang-orang Anshar, maka aku akan berkhidmat pada mereka semampuku
-Muttafaq AlaihJangan menyebut-nyebut kembali barang yang telah kau hadiahkan
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) -Al Baqarah 2:264Kisah
4
:
Dari Abu Dzar ra dari Nabi saw bersabda Tiga kelompok orang yang tidak akan diajak
bicara oleh Allah di hari kiamat, dan tidak akan dilihat oleh-Nya, juga tidak akan di
bersihkan dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
mengulang-ulang perkataan itu tiga kali. Abu Dzar berkata, Sungguh celaka dan rugi
mereka itu! siapa gerangan mereka itu, wahai Rasulullah? Rasul bersabda: (1)Al-Musbil
(orang yang memanjangkan pakaiannya sampai menutupi mata kaki). (2)Al Mannan (orang
yang suka memberi sesuatu, tapi sering mengungkit-ungkit pemberian-nya). (3)Dan orang
yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah bohong. (HR. Muslim)
Istri boleh menghadiahkan harta miliknya meski tanpa izin suaminya, walaupun
sebaiknya dia izin pada suaminya (lihat kisah Ummul Mukminin maimunah binti Al Harits
yang menghibahkan budak miliknya tanpa sepengetahuan nabi saw).
Menolak
hadiah
karena
ada
Illat/alasan.
Contoh pejabat negara tidak boleh menerima hadiah dan harus menolaknya, karena dapat
menimbulkan kemudaratan. Lihat kisah seorang sahabat bernama ibnu Lutbiyah yang diutus
untuk mengumpulkan zakat lalu diberi hadiah dan ditegur oleh Nabi saw.
Diperbolehkan memberi dan menerima hadiah dari orang non muslim/beda keyakinan.
Materi Kajian
Referensi
Sumber: http://kajiankantor.com
Catatan Kaki :
1. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda yang artinya Salinglah kalian
memberikan hadiah, tentu kalian akan saling mencintai. -Hadits hasan riwayat Al
Bukhari di dalam Al Adab Al Mufrid dan Abu Yala- []
2. Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata : Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam menerima hadiah dan membalasnya. Al Imam Al Bukhari telah
meriwayatkan hadits di dalam Shahihnya, dan hadits ini memiliki hadits-hadits
pendukung yang lain. []
3. Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda Orang yang mengambil kembali
barang yang telah dihadiahkan, bagaikan seekor anjing yang muntah dan menelan
kembali muntahannya []
4. http://izulbadawi.blogspot.com/2009/01/hibah.html []