Anda di halaman 1dari 12

HADIAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Segala puji bagi Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga
selalu dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
keluarga serta pengikut beliau hingga akhir zaman. Pada kesempatan dan
lembaran ini

akan diulas singkat mengenai hadiah 1[1] dalam syariat

islam, insya Allah. Semoga bermanfaat


Definisi
Hadiah atau hibah adalah pemberian suatu barang dari pemiliknya
kepada orang lain tanpa disertai imbalan. Tujuan hadiah adalah untuk
mengikat atau menimbulkan rasa kasih sayang antara pemberi dan
penerima hadiah
Anjuran Islam untuk memberi hadiah
Dari Sahabat mulia Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:


Hendaklah kalian saling memberi hadiah maka kalian akan saling
mencintai2[2]
Hadits diatas merupakan bukti bahwa pemberian hadiah adalah
bagian dari syariat islam. Bahkan melakukannya dapat mendatangkan
pahala dan menimbulkan kasih sayang diantara kaum muslimin. Padahal
jika suatu kaum telah saling menyayangi maka persatuan diantara
mereka otomatis akan menguat. Padahal persatuan sesama kaum
muslimin merupakan sebuah kewajiban yang telah Allah tetapkan.

1[1] Diterjemahkan disertai improvisasi dari kitab Al Waziz


2[2] Hasan dalam shahihul jamius shaghir no 3004

Akan tetapi perlu diingat. Memberi hadiah hukumnya dianjurkan


selama tidak menimbulkan salah faham yang berujung maksiat. Seperti
pemberian bingkisan dari seorang pria kepada wanita yang bukan
mahramnya. Jika terjadi maka hal ini menimbulkan tanda tanya bagi
wanita tersebut. bahkan bisa berujung pada pacaran. Sebuah jalinan cinta
yang Allah haramkan dalam Al Quran. Dalil larangan pemberian hadiah
jika menjerumuskan kedalam fitnah sebagai berikut:



Janganlah engkau merugikan diri sendiri dan orang lain3[3]
Menerima Hadiah Meskipun Sedikit
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghargai orang
lain termasuk dalam perkara pemberian hadiah. Oleh karena itu
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kaum muslimin untuk
menerima pemberian hadiah dari orang lain mekipun sedikit atau berupa
hal-hal yang kurang berharga.
Beliau shallallahu alaihi sallam bersabda (artinya): andai saya
diundang untuk menikmati jamuan berupa satu lengan (kambing) atau
jamuan satu betis (kambing) niscaya akan saya datangi jamuan tersebut.
begitupula jika saya diberi hadiah berupa satu lengan atau betis kambing
niscaya kuterima hadiah tersebut4[4]
Betis dan lengan yang disebutkan diatas hanyalah permisalan
terhadap hal-hal yang sepele, sedikit atau kurang berharga meskipun
demikian Rasulullah tetap menerimanya dengan baik. Sebagai seorang
yang mengaku cinta beliau sudah sepatutnya perilaku tersebut kita ikuti

3[3] HR Ibnu Majah, Hasan


4[4] Shahihul Jami 5268

agar kita diberi pahala. Pahala atas perbuatan kita meneladani Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam
Menolak Hadiah yang Dibenci
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): ada
3 hal yang pemberiannya tidak ditolak. minyak wangi, bantal, dan
susu5[5]
Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa sahabat Anas bin
Malik Radhiallahu anhu tidak menolak pemberian hadiah berupa minyak
wangi berdasarkan contoh dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam6[6]
Berdasarkan 2 dalil diatas maka makruh menolak pemberian hadiah
berupa minyak wangi, bantal dan susu
Membalas pemberian hadiah
Aisyah Radhiallahu anhaa berkata (artinya): Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam jika menerima hadiah maka beliau membalas pemberian
hadiah tersebut7[7]
Siapakah yang paling berhak menerima hadiah
Aisyah Radhiallahu anhaa berkata, wahai Rasulullah sesungguhnya
saya punya 2 tetangga, manakah diantara kedua tetangga tersebut yang
paling berhak aku saya berikan hadiah? Rasulullah shallallahu alaihi wa
5[5] Hasan riwayat Tirmidzi 4/1999/2941
6[6] HR Tirmidzi 4/190/2941
7[7] HR Abu Daud 9/451/3519, Shahih-

sallam bersabda: berilah hadiah pada tetangga yang rumahnya paling


dekat dengan rumahmu8[8]
Hadits ini mengajarkan bahwa orang-orang yang paling berhak
diberikan hadiah adalah tetangga terdekat. Serupa dalam hal ini dalam
kaitanya siapakah diantara keluarga besar yang paling didahulukan dan
diutamakan dihadiahi. Maka jawabannya adalah mereka-mereka yang
paling dekat hubungan kekerabatanya9[9]
Larangan bersikap tidak adil dalam pemberian hadiah kepada
anak-anak
Numan bin Basyir Radhiallahu anhumma berkata: ayah memberi
hadiah kepadaku dari sebagian hartanya. Melihat hal itu ibu (Amrah binti
Rawahah Radhiallahaa) berkata: aku tidak ridho dengan pemberianmu
terhadap numan

sampai

engkau

mempersaksikan

hal

ini

kepada

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam! Ayah pun pergi menemui Nabi


untuk meminta pertimbangan mengenai perbuatannya memberi hadiah
kepadaku. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lantas berkata kepada ayah.
Apa engkau juga memberi hadiah kepada anak-anakmu yang lain ?.
tidak jawab ayah. Lalu Rasulullah bersabda: bertaqwalah kepada Allah
dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu! sesudah mendengar
perintah Rasulullah ayah pulang kemudian mengambil kembali hadiah
dariku10[10]
Perlu diketahui bahwa pengertian adil bukanlah sama rata sama
rasa. Akan tetapi adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jika

8[8] HR Abu Daud 14/63/5133, Shahih


9[9] Sebagaimana kisah maimunah istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang
termaktub pada shahih muslim dan bukhari
10[10] HR Bukhari dan Muslim

dikaitkan dalam konteks pemberian hadiah adalah memberikan hadiah


kepada masing-masing anak sesuai usia dan keperluannya.
Contoh keadilan dalam pemberian hadiah kepada anak-anak adalah
sebagai berikut: Abu Hafsah punya 2 anak, hafsah dan Abdurrahman.
Hafsah berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas 5 home schooling.
Sedangkan Abdurrahman belum genap 4 tahun umurnya dan baru masuk
Raudhatul Athfal home scholing. Maka Abu Hafsah dapat dikatakan adil
ketika membelikan buku bertemakan alam kepada Hafsah adapun
Abdurrahman dibelikan buku belajar menulis.
Bersambung insya Allah

Aturan Islam dalam Memberi dan Menerima Hadiah

Hukum Hadiah dalam Produk


Oleh Dr Ahmad Zain An Najah @ Sabtu, 12 November 2011 Tulis komentar

Artikel terkait:

Hukum Koperasi Simpan Pinjam

Hukum Rokok Herbal

Hukum Menyusui Orang yang Sudah Dewasa

MLM dalam Pandangan Islam

Hukum Arisan dalam Islam

Sekarang ini, banyak produsen gencar menyelipkan hadiah dalam poduk-produknya guna
meningkatkan volume penjualan. Tentunya tidak sedikit yang lantas membeli karena
menginginkan hadiahnya. Padahal, benarkah setiap hadiah dari sebuah produk hukumnya
halal? mari kita bahas.

Bentuk-bentuk Hadiah
Pertama: Hadiah Melalui Perlombaan, Kuis, atau Undian
Bentuk hadiah yang pertama ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam, diantaranya
adalah :
1.

Hadiah Yang Diberikan Produsen Melalui Registrasi

Undian semacam ini hukumnya haram, karena termasuk dalam perjudian yang dilarang
dalam Islam. Kenapa masuk dalam katagori perjudian? Karena peserta membayar sejumlah
uang melebihi dari harga biasa, padahal ia belum tentu mendapatkan apa yang diharapkan.
Mungkin dia untung ketika mendapatkan hadiah dan mungkin juga bisa rugi jika tidak
mendapatkan hadiah tersebut. Jika peserta undian jumlahnya banyak, maka yang meraup
keuntungan adalah pihak penyelenggara. Hadiah yang diberikan peserta hanyalah bagian
kecil dari keuntungan tersebut.
2.

Hadiah Dengan Cara Membeli Barang

Produsen menawarkan hadiah kepada konsumen dengan syarat dia harus membeli produkproduknya. Di dalam produk tersebut terdapat kupon hadiah yang nanti dikumpulkan untuk
diundi, yang namanya keluar dalam undian tersebut, maka dialah yang berhak mendapatkan
hadiah.
Bagaimana hukum undian hadiah dalam bentuk seperti ini? Untuk menjawabnya, perlu
dirinci terlebih dahulu sebagai berikut:
Pertama: Hadiah yang diberikan kepada konsumen berpengaruh kepada harga produk
tersebut. Artinya jika tidak disertai hadiah, maka harga produk tersebut menurun, jika ada
hadiahnya dengan melalui undian- , maka harga produknya akan naik sebesar jumlah
hadiah yang akan diberikan. Maka undian hadiah seperti ini hukumnya haram, karena
termasuk bentuk perjudian. Dikatakan masuk dalam bentuk perjudian, karena pembeli telah

membayar uang diluar harga produk yang sesungguhnya, padahal dia belum tentu
mendapatkan hadiah tersebut. Adapun yang mendapatkan hadiah, sebenarnya dia telah
mendapatkan sesuatu di atas kerugian para pembeli yang lain.
Kedua: Hadiah yang diberikan kepada konsumen tidak berpengaruh pada produk. Hadiah
diberikan dari anggaran promosi yang bertujuan agar para konsumen tertarik untuk membeli
produk tersebut.
Bagaimana status hukumnya? Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan status
hukumnya.
Pendapat Pertama: Harus dirinci terlebih dahulu; jika konsumen membeli produk tersebut
karena memang ia membutuhkannya, bukan karena hadiah, yaitu dia akan membeli produk
tersebut, baik ada hadiahnya, maupun tidak ada hadiahnya. Maka hal ini dibolehkan.
Sebaliknya, apabila dia membeli produk tersebut karena ada hadiahnya, yaitu jika tidak ada
hadiahnya dia tidak akan membeli, karena sebenarnya dia tidak membutuhkan barang
tersebut, dia membelinya sekedar untuk mengejar hadiahnya. Maka hal ini tidak dibolehkan,
karena pada hakekatnya dia berjudi dengan membayar sejumlah uang dalam bentuk barang
yang tidak dibutuhkan untuk meraih hadiah atau keuntungan yang belum jelas.
Pendapat Kedua: Hukumnya tetap haram, karena akan mendorong seseorang untuk membeli
barang-barang yang tidak diperlukan, karena hanya sekedar mengejar hadiah tersebut. Ini
adalah sifat berlebih-lebihan di dalam berbelanja.
Hukum di atas juga berlaku untuk hadiah yang diberikan kepada konsumen yang membeli
barang dalam jumlah banyak atau dalam jumlah tertentu, seperti kalau konsumen membeli
barang dan produk pada toko tertentu seharga Rp.100.000,- ke atas, maka akan mendapatkan
hadiah piring dan gelas.
Kedua: Hadiah Langsung Pada Barang
Hadiah langsung pada barang ini mempunyai tiga bentuk :
Bentuk Pertama: Jika seseorang membeli barang, kemudian dia mendapatkan hadiah, baik
berbentuk barang tertentu, seperti ketika dia membeli meja belajar, penjual memberikannya
hadiah buku tulis. Atau berbentuk jasa, seperti ketika dia membeli mobil, maka dia mendapat
hadiah atau bonus mencuci mobil gratis di tempat tersebut selama satu bulan penuh. Hadiah
seperti ini dibolehkan selama tidak ada syarat tertentu ketika membeli barang tersebut.
Bentuk Kedua: Hadiah tersebut jelas bisa dilihat oleh konsumen di dalam barang yang akan
dibeli. Setiap orang yang membeli barang tersebut pasti mendapatkan hadiah itu. Dalam hal
ini, hukumnya halal.
Bentuk Ketiga: Hadiah terdapat dalam sebagian produk. Artinya orang yang membeli barang
tersebut untung-untungan, kadang dapat, kadang pula tidak dapat. Maka hukumnya boleh jika
hadiah yang ditawarkan tersebut tidak mempengaruhi harga produk, tetapi diberikan dengan
tujuan menarik pembeli. Dan pembelinya membeli produk tersebut karena kebutuhan, bukan
karena hadiah, sebagaimana yang telah diterangkandi atas.
Ketiga : Kupon Undian Berhadiah

Produsen atau toko memberikan kupon kepada para pembeli produk mereka. Kupon tersebut
akan diundi pada akhir bulan umpamanya, barang siapa yang namanya keluar dalam undian
tersebut, maka akan mendapatkan hadiah. Apa perbedaan masalah ini dengan masalah
sebelumnya? Perbedaannya adalah pada masalah sebelumnya produsen menawarkan hadiah
terlebih dahulu, tetapi dengan syarat harus membeli produknya, sehingga setiap pembeli
mengetahui hadiah sebelum membeli produk, bahkan kadang dia membeli produk tersebut,
karena ada hadiahnya. Adapun pada masalah ini produsen tidak menawarkan hadiah, tetapi
memberikan kupon langsung bagi setiap pembeli produknya. Pembeli belum tentu tahu kalau
di dalam produk yang akan dibelinya terdapat kupon berhadiah.
Bagaimana hukumnya? Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :
Pendapat Pertama: Hukumnya boleh, tetapi dengan dua syarat; yang pertama hadiah tersebut
tidak mempengaruhi harga produk, dan yang kedua konsumen membelinya karena
kebutuhan.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dialami penulis adalah ketika
membeli bensin di SPBU, setiap pembelian satu liter maka akan dapat kupon satu, dan kupon
tersebut diundi. Dalam kasus ini hukumnya boleh, karena hadiah tersebut tidak
mempengaruhi harga produk, karena harga bensin tetap sama dengan harga di tempat lain,
kemudian konsumen membeli bensin tadi karena kebutuhan.
Pendapat Kedua : Hukumnya tidak boleh, karena mendorong orang berbuat berlebih-lebihan
dalam belanja dan membeli barang-barang yang kadang tidak dibutuhkan demi mengejar
kupon hadiah yang akan diundi.
.Cipayung, Jakarta Timur, 18 Syaban 1432 H / 20 Juli 2011 M
Posted in Dr. Ahmad Zain, Kolom | Tagged fiqh nazilah, hukum hadiah dalam produk, hukum
kontemporer

Pada kajian ini akan membicarakan tentang aturan Islam dalam masalah memberi dan
menerima hadiah, seputar masalah hadiah serta seputar masalah hibah. Dimana terkadang
muncul juga beberapa permasalahan, diantaranya :

Bagaimana hukumnya jika seorang yang memeberi hadiah ketika kampanye lalu
kemudian hadiah tersebut diambil kembali.

Apakah diperbolehkan seorang ayah mengambil kembali hadiah yang sudah diberikan
kepada anaknya.

Apakah boleh diterima hadiah yang diberikan oleh orang non muslim.

Bagaimana hukumnya jika sebuah perusahaan menerima hadiah dari rekanan.

Berikut beberapa kisah tentang menerima hadiah.


Kisah
1
:
Umar bin Khattb pernah menghadiahkan seekor kuda pada seseorang yang akan berjuang di
jalan Allah, namun hadiah tersebut tidak diurus dengan baik oleh si penerima hadiah.
Sehingga Umar berencana mengambil kembali kuda tersebut dengan cara membeli dengan
harga murah. Maka kemudian Umar bertanya kepada Nabi dan Nabi saw bersabda Jangan
kau beli darinya dan jangan kau ambil kembali barang yang sudah kau hadiahkan, meskipun
dia hanya menghargainya dengan satu dirham. Sesungguhnya orang yang mengambil
kembali barang yang telah dihadiahkan bagaikan sesorang yang muntah dan menelan
kembali muntahnya (Muttafaq Alaih)
Dari kisah ini dapat diambil beberapa pelajaran, yaitu :
1. Keutamaan memberi hadiah untuk tujuan kebaikan[1]. Saling memberi hadiah adalah
kesunnahan. Berapa banyak kedengkian sirna karena hadiah. Berapa banyak konflik
menjadi cair karena hadiah. Berapa banyak persahabatan yang dapat diraih karena
hadiah.
2. Keutamaan menerima hadiah dan menjaga dengan baik hadiah/pemberian dari orang
lain[2]. Maka jika diberi hadiah jangan ditolak, silahkan diambil. Karena menerima
hadiah juga merupakan sebuah keutamaan. Orang yang memberi hadiah akan senang
jika hadiah yang diberikan diterima.
3. Larangan mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan, meskipun dengan cara
dibeli dengan harga murah. Hukumnya ada yang mengatakan haram ada yang
mengatakan makruh[3].
Namun terdapat pengecualian, dimana pemberian orang tua pada anaknya boleh diambil lagi.
Seperti
halnya
hadist
berikut
:
Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda
Janganlah seseorang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan pada orang lain,
kecuali pembelian orang tua pada anaknya (boleh diambil lagi) -HR Ibnu MajahJika
Anda
diberi
hadiah,
balaslah
pemberian
itu.
Dari Aisyah ra berkata : Rasulullah saw menerima hadiah dan membalasnya. -HR
BukhariHibah
adalah akad yang memberi faedah kepemilikan suatu barang/benda yang bergerak atau tidak
bergerak tanpa ada ganti. Yang namanya hibah diberikan ketika pemberi dan penerima masih
hidup dua-duanya.
Rukun dan Syarat Hibah[4]
Rukun hibah adalah sebagai berikut :
1. Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah

2. Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian


3. Benda yang dihibahkan
4. Ijab dan kabul.
1. Syarat syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah :
Syarat-syarat bagi penghibah

Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah
menghibahkan barang milik orang lain.

Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan.

Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak
kurang akal).

Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah.

Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana
sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum
wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah
menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.
2.
Syarat-syarat
penerima
hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan.
Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah)
sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal
ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan
keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam
kandungan adalah tidak sah.
3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan

Benda tersebut benar-benar ada.

Benda tersebut mempunyai nilai.

Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat
dialihkan.

Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.

4.
Ijab
Kabul
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk
lisan atau tulisan. Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti
dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : Aku hibahkan rumah ini kepadamu, lantas
si penerima hibah menjawab : Aku terima hibahmu. Sedangkan Hanafi berpendapat ijab

saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk
pernyataan sepihak.
Jika orang tua memberi hadiah pada anak-anaknya, maka harus berlaku adil. Tidak
boleh pilih-pilih kasih. Semua harus diberi hadiah yang sama. (Kisah Nukman Bin Basyir
saat akan memberi hadiah hanya pada seorang putranya saja, lalu nabi melarang dan beliau
tidak mau menjadi saksi)
Sahabat Anshar sering memberi hadiah pada nabi saw
Kisah
2
:
Dari Urwah dari Aisyah ra, dia berkata pada Urwah Wahai keponakanku, aku pernah
bersama nabi saw selama tiga kali bulan sabit dalam 2 bulan, tidak menyala api di rumah
kami (kami tak masak apa apa-pun). Lalu aku (Urwah) bertanya,Wahai bibi, jika
demikian, apa yang kalian makan? Aisyah menjawab Air putih dan kurma. Kecuali
tetangga kami, sahabat Anshar suka memberi kami hadiah, kami minum susu pemberian
mereka -HR bukhariKisah
3
:
Anas bin Malik (salah seorang sahabat Anshar) bercerita Satu kali aku pergi musafir
bersama Jarir bin Abdillah Al Bajally ra. Selama perjalanan, jarir sangat berkhidmat
padaku. Aku katakan padanya, janganlah berbuat begitu padaku. Jarir menjawab Aku
tahu bagaimana hebatnya sahabat Anshar berkhidmat pada Nabi saw (di antaranya suka
memberi hadiah pada Nabi saw). Oleh karena itu, aku berjanji pada diriku sendiri, jika aku
bersama orang-orang Anshar, maka aku akan berkhidmat pada mereka semampuku
-Muttafaq AlaihJangan menyebut-nyebut kembali barang yang telah kau hadiahkan
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) -Al Baqarah 2:264Kisah
4
:
Dari Abu Dzar ra dari Nabi saw bersabda Tiga kelompok orang yang tidak akan diajak
bicara oleh Allah di hari kiamat, dan tidak akan dilihat oleh-Nya, juga tidak akan di
bersihkan dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
mengulang-ulang perkataan itu tiga kali. Abu Dzar berkata, Sungguh celaka dan rugi
mereka itu! siapa gerangan mereka itu, wahai Rasulullah? Rasul bersabda: (1)Al-Musbil
(orang yang memanjangkan pakaiannya sampai menutupi mata kaki). (2)Al Mannan (orang
yang suka memberi sesuatu, tapi sering mengungkit-ungkit pemberian-nya). (3)Dan orang
yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah bohong. (HR. Muslim)
Istri boleh menghadiahkan harta miliknya meski tanpa izin suaminya, walaupun
sebaiknya dia izin pada suaminya (lihat kisah Ummul Mukminin maimunah binti Al Harits
yang menghibahkan budak miliknya tanpa sepengetahuan nabi saw).
Menolak
hadiah
karena
ada
Illat/alasan.
Contoh pejabat negara tidak boleh menerima hadiah dan harus menolaknya, karena dapat
menimbulkan kemudaratan. Lihat kisah seorang sahabat bernama ibnu Lutbiyah yang diutus
untuk mengumpulkan zakat lalu diberi hadiah dan ditegur oleh Nabi saw.

Diperbolehkan memberi dan menerima hadiah dari orang non muslim/beda keyakinan.
Materi Kajian
Referensi
Sumber: http://kajiankantor.com
Catatan Kaki :
1. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda yang artinya Salinglah kalian
memberikan hadiah, tentu kalian akan saling mencintai. -Hadits hasan riwayat Al
Bukhari di dalam Al Adab Al Mufrid dan Abu Yala- []
2. Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata : Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam menerima hadiah dan membalasnya. Al Imam Al Bukhari telah
meriwayatkan hadits di dalam Shahihnya, dan hadits ini memiliki hadits-hadits
pendukung yang lain. []
3. Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda Orang yang mengambil kembali
barang yang telah dihadiahkan, bagaikan seekor anjing yang muntah dan menelan
kembali muntahannya []
4. http://izulbadawi.blogspot.com/2009/01/hibah.html []

Anda mungkin juga menyukai