LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
Pekerjaan
Alamat
Status
Agama
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pemeriksaan
: Tn. S
: Laki-laki
: 58 tahun
: Petani
: Bogor
: Menikah
: Islam
: 21 Mei 2014
: 23 Mei 2014
kesadaran saat dan sesudah terjadinya kejang. Pada saat pasien datang ke bangsal pasien juga
mengalami kejang sebanyak 2 kali, kejang <5 menit, kejang kaku seluruh tubuh, kejang tibatiba tanpa ada rangsangan, dan tanpa penurunan saat dan sesudah kejang.
Pasien mengatakan 20 hari SMRS pasien sempat tertusuk bambu pada telapak kaki
kiri pasien. Menurut pasien setelah tertusuk bambu tesebut terdapat darah dan nanah. Setelah
kejadian tersebut pasien tidak berobat ke dokter serta tidak meminum obat-obatan. Pasien
tidak merasakan keluhan apapun setelah tertusuk bambu tersebut. Pasien hanya melakukan
1 | Page
perawatan luka sendiri di rumah (dibersihkan dengan betadine). Demam, sesak nafas,
jantung berdebar-debar, mual, muntah disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat
kejang, darah tinggi, gula sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui secara pasti riwayat darah tinggi, gula pada keluarga.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ataupun mendapatkan pengobatan untuk keluhannya
saat ini. Pasien tidak mengetahui tentang riwayat imunisasi tetanus sebelumnya. Pasien juga
tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu dan cuaca.
Riwayat Psikososial
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1 bungkus dalam 1 hari, rokok yang
dihisap rokok kretek. Kebiasaan merokok ini sudah dilakukan oleh pasien sejak masih muda
kurang lebih usia 18 tahun hingga saat ini. Pasien menyangkal mengkonsumsi alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda Vital :
- TD
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
: 110/70 mmHg
: 57 x/menit, reguler, kuat angkat
: 20 x/menit, reguler
: 36,20C
STATUS GENERALIS
Kepala dan leher
Kepala
Mata
Hidung
: Normochepal
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)
: Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-), hipertrofi konka (-/-), polip (-/-)
Palpasi : fraktur os nasal (-/-)
Telinga
Mulut
2 | Page
Leher
: Kuduk kaku (+), pembesaran KGB (-), tiroid (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks
Bentuk : normochest
Pernapasan : abdominotorakal
Punggung : Opistotonus (+)
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
midklavikularis dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
: Bentuk datar
Auskultasi
Perkusi
Ekstremitas
Atas
Bawah
: Spastik, akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
: Spastik, vulnus punctum ad regio plantar pedis sinistra, dengan
jaringan nekrotik berwarna kehitaman, akral hangat, RCT < 2 detik, edema
(-/-), sianosis
STATUS NEUROLOGIK
Keadaaan umum
Kesadaran
: compos mentis
GCS = 15 Eye (4), Verbal (5), Motorik (6)
Rangsang Meningeal
3 | Page
Kaku Kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Brudzinski III
Lasegue sign
Kernig sign
: (-)
: (-)
: Tidak dapat dilakukan
: (-)
: terbatas / terbatas
: terbatas / terbatas
Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)
Daya Pembauan
Hidung Kanan
Normosmia
Hidung Kiri
Normosmia
Mata kanan
6/6
Normal
Mata kiri
6/6
Normal
2:3
2:3
N.II (Optikus)
Visus
Lapang Pandang
Funduskopi
a. Arteri : vena
b. Papil
Mata kanan
(-)
Mata kiri
(-)
Bulat
Bulat
3 mm
3 mm
(+)
(+)
(+)
(+)
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Mata kanan
Mata kiri
(-)
(-)
Baik
Baik
N.III (Okulomotoris)
N.
Ptosis
Pupil
a. Bentuk
b. Diameter
c. Reflex Cahaya
Direk
Indirek
Gerak bola mata
a.
b.
c.
d.
Atas
Bawah
Medial
Medial atas
(Throklearis)
Posisi bola mata
Strabismus divergen
Gerakan bola mata
4 | Page
Medial bawah
IV
N.V (Trigeminus)
Motorik Mengunyah
N.
Membuka mulut
Sensibilitas
a. Cabang oftalmikus
b. Cabang maksila
c. Cabang mandibula
Kanan
Baik
Kiri
Baik
Tidak terbatas
Tidak terbatas
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
Mata kanan
Mata kiri
(-)
(-)
Baik
Baik
Kanan
Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Reflex
a. Kornea
b. Bersin
c. Jaw Jerk
(Abdusens)
Posisi bola mata
Strabismus konvergen
Gerakan bola mata
Lateral
N.VII (Facial)
Motorik
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Mengangkat alis
Kedipan mata
Lipatan nasolabialis
Menyeringai
Mencucu
Meniup
Sensorik
a. Daya kecap lidah 2/3 Normal
depan
b. Sekresi air mata
N.VIII (Vestibulokoklearis)
5 | Page
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan
VI
Kanan
Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)
Pendengaran
a.
b.
c.
d.
Test bisik
Test Rinne
Test Weber
Test Swabach
Keseimbangan
a. Test Romberg
b. Stepping test
c. Test past pointing
Baik
N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus)
Baik
Arkus faring
a. Pasif
b. Gerakan aktif
Simetris
Simetris
Uvula di tengah
a. Pasif
b. Gerakan aktif
(+)
(+)
Reflex muntah
(+) / (+)
Daya kecap lidah 1/3 Baik
belakang
N. XI (Assesorius)
Kanan
Terbatas
Terbatas
Memalingkan kepala
Mengangkat bahu
N.XII (Hypoglosus)
Posisi lidah
Papil lidah
Atrofi otot lidah
Fasikulasi lidah
Ditengah
Normal
(-)
(-)
Motorik
Kekuatan Otot
6 | Page
Kiri
Terbatas
Terbatas
Tonus : spastik
Atrofi : (-)
Sensoris
a. Nyeri :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
b. Raba :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
c. Suhu :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
d. Getar :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
e. Posisi/Gerak :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
: normoalgesia
: normoalgesia
: normoestesia
: normoestesia
: thermonormostesi
: thermonormostesi
:palenormostesia
:palenormostesia
:kinenormostesia
:kinenormostesia
Fungsi vegetatif
Miksi
: baik
Defekasi
: baik
Keringat
: baik
Fungsi luhur
MMSE fungsi kognitif probable dengan nilai 16 (gangguan kognitif definit)
7 | Page
Reflek Fisiologis
Reflek bisep
: (++/++)
Reflek trisep
: (++/++)
Reflek achilles
Reflek Patologis
Babinski
: (-/-)
Chadock
: (-/-)
Oppenheim
: (-/-)
Gordon
: (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM Tanggal 21/05/2014-14.54
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Haemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
8 | Page
Nilai
Nilai Rujukan
Satuan
12,4
37,1
4,04
13.5 - 17.5
42 52
4.7 6.1
g/dL
%
106/uL
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
KIMIA KLINIK
Glukosa Rapid Sewaktu
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
Kalium (K)
Calcium ion
8,8
234
91,8
30,7
33,4
4.8 10.8
150 450
80 94
27 31
33 37
103/ul
103/ul
fL
Pg
%
101
<180
mg/Dl
144,0
4,50
1,12
135-148
3,50-5,30
1,15-1,29
mEq/L
mEq/L
mEq/L
Nilai
Nilai Rujukan
Satuan
92
70-110
mg%
183
52,8
120,4
49
<200
>40
<130
<150
mg%
mg%
mg%
mg%
39
31
15-37
12-78
U/L
U/L
19,3
0,9
4,60
10-50
0-1,0
3,4-7,0
mg%
mg%
mg%
135,8
3,75
1,12
135-148
3,50-5,30
1,15-1,29
mEq/L
mEq/L
mEq/L
Tanggal 23/05/2014-06.39
Pemeriksaan
KIMIA KLINIK
Glukosa darah puasa
Lemak
Kolesterol total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Trigliserida
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Asam urat
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Calcium Ion
EKG: Sinus Bradikardi
9 | Page
DIAGNOSAKERJA
Tetanus Grade III e.c Vulnus Punctum a.r Plantar Pedis Sinistra
DIAGNOSA BANDING
Epilepsi
PENATALAKSANAAN
10 | P a g e
Metronidazole 3x500 mg IV
Diazepam 3x1 amp drip
FOLLOW UP
Tanggal 23 Mei 2014
Subjective
Kejang 2 kali
Objective
Kesadaran : CM
<10 menit,
TTV :
kejang seluruh
a. TD=110/70 mmHg
b. Nadi = 57x/m, reguler
c. Napas =
tubuh, kaku,
kejang disertai
nyeri, saat dan
setelah kejang
pasien sadar
20x/m,reguler
o
d. Suhu = 36,2 C
Kejang (+)
Rhisus sardonikus (-)
Trismus (-)
Kuduk kaku (+)
Opistotonus (+)
Perut papan (+)
Tanda-tanda disotonom (-)
S.Neurologis:
a. RM : KK (-), Brudinski
I, II, III (-), L/K :
terbatas/terbatas pada ke-2
tungkai
b. Saraf Otak : pupil
isokor bulat d: 3mm, RC
+/+, GBM baik ke segala
arah, wajah simetris, lidah
ditengah
c. Motorik
5
Assesment
Tetanus grade III e.c vulnus
punctum a.r
plantar pedis
sinistra
Planning
Isolasi pasien
Pasang DC
Debridement luka
Terapi :
IVFD RL:D5 20
tts/menit
Metronidazole
3x500 mg IV
Diazepam 3x1
amp drip
Vegetatif :
BAB (+), BAK (+),
Keringat (+)
a. Fungsi Luhur :
MMSE 16 gangguan
kognitif definit
b. Reflex Fisiologis: BTR
(++/++) KPR (tidak
dapat dilakukan, APR
(tidak dapt dilakukan)
e. Reflex Patologis :
Babinski (-/-), Chadock
(-/-)
PROGNOSIS :
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functional : dubia ad bonam
RESUME :
Tn. S, 58 tahun, pekerjaan petani datang ke UGD pada tanggal 21 Mei 2014 pukul
14.00 WIB dengan keluhan kaku pada ke-2 anggota gerak bawah sejak 5 hari SMRS namun
masih bisa dipakai untuk berjalan, 1 hari SMRS pasien sedang membuka pintu gerbang pukul
07.00 WIB, kemudian pasien terjatuh karena mengatakan tiba-tiba kaku pada ke-2 anggota
gerak bawah sampai tidak bisa berjalan, pasien juga mengatakan kaku dirasakan pada ke-2
lengan, sekitar wajah, mulut, dan perut. Pasien mengatakan saat makan di rumah sempat
tersedak, kemudian pasien dibawa ke RSUD Cianjur pukul 14.00 WIB. Pada saat di UGD
pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali, kejang berlangsung <10 menit, kejang dirasakan
kaku pada seluruh tubuh dimulai dari leher, menjalar sampai ke tungkai bawah. Pada saat
kejang disertai dengan nyeri, kejang dialami tiba-tiba tanpa ada rangsang nyeri dan
meningkat setelah diberi rangsang
kesadaran saat dan sesudah terjadinya kejang. Pada saat pasien datang ke bangsal pasien juga
mengalami kejang sebanyak 2 kali, kejang <5 menit, kejang kaku seluruh tubuh, kejang tibatiba tanpa ada rangsangan, dan tanpa penurunan saat dan sesudah kejang.
12 | P a g e
Pasien mengatakan 20 hari SMRS pasien sempat tertusuk bambu pada telapak kaki
kiri pasien. Menurut pasien setelah tertusuk bambu tesebut terdapat darah dan nanah. Setelah
kejadian tersebut pasien tidak berobat ke dokter serta tidak meminum obat-obatan. Pasien
tidak merasakan keluhan apapun setelah tertusuk bambu tersebut. Pasien hanya melakukan
perawatan luka sendiri di rumah (dibersihkan dengan betadine). Demam, sesak nafas, jantung
berdebar-debar, mual, muntah disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat
kejang, darah tinggi, gula sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui secara pasti riwayat darah tinggi, gula pada keluarga.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ataupun mendapatkan pengobatan untuk keluhannya
saat ini. Pasien tidak mengetahui tentang riwayat imunisasi tetanus sebelumnya. Pasien juga
tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu dan cuaca.
Riwayat Psikososial
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1 bungkus dalam 1 hari, rokok yang
dihisap rokok kretek . Kebiasaan merokok ini sudah dilakukan oleh pasien sejak masih muda
kurang lebih usia 18 tahun hingga saat ini. Pasien menyangkal mengkonsumsi alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda-tanda Vital :
- TD
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
: 110/70 mmHg
: 57 x/menit, reguler, kuat angkat
: 20 x/menit, reguler
: 36,20C
STATUS GENERALIS
Kepala dan leher
Kepala
13 | P a g e
: Normochepal
Mata
Mulut
Leher
Thoraks
Bentuk : normochest
Pernapasan : abdominotorakal
Punggung : Opistotonus (+)
Paru
Jantung
Abdomen
Inspeksi
: Bentuk datar
Auskultasi
Perkusi
Ekstremitas
Atas
: Spastik, akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
jaringan nekrotik berwarna kehitaman, akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis
STATUS NEUROLOGIK
Keadaaan umum
Kesadaran
: compos mentis
GCS = 15 Eye (4), Verbal (5), Motorik (6)
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Brudinski I dan III (-), Brudinski II sulit dinilai,
Lasegue sign terbatas/terbatas, Kernig sign terbatas/terbatas.
Saraf Otak :
bulat, batas tegas, warna oranye, edem (-) pada ke-2 mata.
14 | P a g e
N III
: Pupil bulat, isokor ODS 3 mm, reflek cahaya langsung & tidak
langsung (+/+) GBM ke medial, medial atas, atas, dan bawah baik.
N IV
maksilaris, mandibularis baik, reflek kornea, bersin baik, jaw reflek (-).
N VI
simteris kanan & kiri, daya pengecapan 2/3 depan lidah baik.
N VIII
N IX dan N X : Arkus faring dan uvula berada ditengah pada saat gerakan
aktif dan pasif, reflek muntah (+)
N XI
N XII
: Lidah ditengah
Motorik : 5
Sensorik : Baik
Fungsi Vegetatif : Miksi : baik, defekasi : baik, keringat : baik
Fungsi Luhur : MMSE fungsi kognitif probable dengan nilai 16 (gangguan kognitif definit)
15 | P a g e
Reflek Fisiologis :
Reflek bisep
: (++/++)
Reflek trisep
: (++/++)
Reflek achilles
Reflek Patologis :
Babinski
: (-/-)
Chadock
: (-/-)
Oppenheim
: (-/-)
Gordon
: (-/-)
DIAGNOSAKERJA
Tetanus Grade III e.c Vulnus Punctum a.r Plantar Pedis Sinistra
DIAGNOSA BANDING
Epilepsi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21/5/2014-14.54 WIB :
16 | P a g e
Hb : 12,4 g/dl
Ht : 37,1 %
Leukosit : 8,8 103/ul
Trombosit : 234 103/ul
Glukosa rapid sewaktu : 101 mg/dl
Natrium : 144,0 mEq/L
Kalium : 4,50 mEq/L
Calcium : 1,12 mEq/L
GDS : 92 mg%
Kolesterol total : 183 mg%
kolesterol HDL : 52,8 mg%
Kolesterol LDL : 120,4 mg%
Trigliserida : 49 mg%
SGOT : 39 U/L
SGPT : 31 U/L
Ureum : 19,3 mg%
Kreatinin : 0,9 mg%
Asam urat : 4,60 mg%
PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsional : dubia ad bonam
17 | P a g e
BAB II
ANALISA MASALAH
1.
2.
3.
4.
18 | P a g e
ETIOLOGI
Kuman Clostridium tetani, berbentuk batang Gram positif , ukuran panjang 2-5 m
lebar 0,3-0,5 m, bersifat anaerob, terdapat flagella antigen. Membentuk spora lonjong
dengan ujung bulat (korek atau drum stick), tahan dalam air mendidih selama 4 jam. Mati bila
dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 C. Spora akan berubah vegetatif dalam
suasana anaerob akan berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan panas. C.tetani
merupakan flora usus normal pada kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam, dan
manusia. Kuman ini tidak invasif tapi akan menghasilkan 2 macam eksotoksin yaitu
tetanospamin dan tetanolisin.
Clostridium tetani
Kingdom : Bacteriae
Division : Firmucutes
Class : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Families : Clostridiciae
Genus : Clostridium
Spesies : Clostridium tetani
EPIDEMIOLOGI
Pada populasi padat dengan lingkungan yang hangat dan lembab, kuman ini terdapat
di tanah, saluran cerna hewan dan manusia. Transmisi melalui luka yang terkontaminasi baik
kecil ataupun besar. Angka kejadian meningkat sesuai dengan bertambahnya usia 7x lipat
pada kelompok umur 5-29 tahun, 9x lipat pada kelompok umur 30-60 tahun
KLASIFIKASI TETANUS
19 | P a g e
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau
beberapa minggu).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :
1. Localized tetanus (tetanus lokal)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah
tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda
dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa
bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk
yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai
sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama
dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar
1-2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada
daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang
tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus
merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan
otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya
kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin)
yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding
perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran
nafas, sianosis dan asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompresi fraktur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun
bisa mencapai 40o C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak
stabil dan dijumpai takikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan
hanya berdasarkan gejala klinis.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu
proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan
persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora
C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
20 | P a g e
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya.
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot
masetter.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity).
Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut
.
Pada kasus :
Berdasarkan anamnesis didapatkanpasien mengalami kejang yang diawali dengan
kekakuan akibat kontraksi otot berlebihan terutama dari otot rahang, wajah dan leher,
kemudian pasien mengalami kejang tanpa sebab lain yang jelas, kejang semakin lama
semakin bertambah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
21 | P a g e
Tingkat I
Tingkat II
: Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa inkubasi lebih dari 7 hari
dan onset lebih dari 2 hari, mortalitas 10 %
Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi kurang dari 7 hari dan onset
kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan mortalitas 60%
Tingat V
DIAGNOSIS TETANUS
Pada kasus :
Berdasarkan anamnesis dan perjalanan penyakit pada pasien, didapatkan :
1. Kekakuan pada rahang, spasme terbatas, disafgi, dan kekakuan otot tulang belakang.
kekakuan yang semakin lama semakin berlanjut berlangsung dalam beberapa hari,
namun tidak disertai dengan sesak napas dan sianosis.
2. Masa inkubasi 20 hari ( > 14 hari).
3. Periode onset 2 hari.
Sehingga pada kasus ini pasien masuk kedalam tetanus grade III.
23 | P a g e
Gejala klinis yang ditimbulkan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat
tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmitersehingga terjadi kontraksi
otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme.Neuron ini menjadi tidak
mampu untuk melepaskan neurotransmitter.Neuron yang melepaskan gamma aminobutyric
acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap
tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap
rangsangan sensoris.
Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus),
pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada
extremitas, Otot-otot pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin mencapai
korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Karakteristik
dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan antagonis.
Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari
system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari
otot leher.
Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi
gangguan pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih,
dan neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi,
hyperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena
penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul.Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi
dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali
dan di kelola dengan teliti.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level
dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan
acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Karekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin mengganggu
fungsi dari refleks sinaptik di medula spinalis.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS)
dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikardia, aritmia jantung,
peninggian cathecholamine dalam urine. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee,
25 | P a g e
dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal
dan menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan
meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus.
Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut.
Stimuli terhadap aferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga
dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu
anterior susunan saraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk kedalam susunan saraf pusat.
3. Bagaimana penatalaksanaan tetanus ?
Tatalaksana umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih.
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),
membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam penatalaksanaan
terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika.
Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita.
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Tatalaksana khusus :
1. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis
3000-6000 U, satu kali pemberian saja secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang mana ini
dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk
menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U,
dengan cara pemberiannya adalah 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc
cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
26 | P a g e
diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan
secara IM pada daerah sebelah luar.
2. Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan
untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika
broad spektrum dapat dilakukan. Pada penderita alergi penisilin, dapat diberikan :
Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis
Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam
3. Tetanus Toksoid
Pemberian TetanusToksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar
terhadap tetanus selesai
4. Antikonvulsan
Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5
mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulang setiap kali
kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung) dengan dosis
27 | P a g e
dilakukannya trakeostomi.
Pada kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,
Komplikasi lain :
28 | P a g e