Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama
Jenis kelamin
Umur
Pekerjaan
Alamat
Status
Agama
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pemeriksaan

: Tn. S
: Laki-laki
: 58 tahun
: Petani
: Bogor
: Menikah
: Islam
: 21 Mei 2014
: 23 Mei 2014

ANAMNESIS : Auto dan alloanamnesis 23 Mei 2014-09.30 WIB


Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan kaku pada ke-2 anggota gerak bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kaku pada ke-2 anggota gerak bawah sejak 5 hari
SMRS namun masih bisa dipakai untuk berjalan, 1 hari SMRS pasien sedang membuka pintu
gerbang pukul 07.00 WIB, kemudian pasien terjatuh karena mengatakan tiba-tiba kaku pada
ke-2 anggota gerak bawah sampai tidak bisa berjalan, pasien juga mengatakan kaku dirasakan
pada ke-2 lengan, sekitar wajah, mulut, dan perut. Pasien mengatakan saat makan di rumah
sempat tersedak, kemudian pasien dibawa ke RSUD Cianjur pukul 14.00 WIB. Pada saat di
UGD pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali, kejang berlangsung <10 menit, kejang
dirasakan kaku pada seluruh tubuh dimulai dari leher, menjalar sampai ke tungkai bawah.
Pada saat kejang disertai dengan nyeri, kejang dialami tiba-tiba tanpa ada rangsang nyeri dan
meningkat setelah diberi rangsang

pijatan. Kejang tanpa disertai dengan penurunan

kesadaran saat dan sesudah terjadinya kejang. Pada saat pasien datang ke bangsal pasien juga
mengalami kejang sebanyak 2 kali, kejang <5 menit, kejang kaku seluruh tubuh, kejang tibatiba tanpa ada rangsangan, dan tanpa penurunan saat dan sesudah kejang.
Pasien mengatakan 20 hari SMRS pasien sempat tertusuk bambu pada telapak kaki
kiri pasien. Menurut pasien setelah tertusuk bambu tesebut terdapat darah dan nanah. Setelah
kejadian tersebut pasien tidak berobat ke dokter serta tidak meminum obat-obatan. Pasien
tidak merasakan keluhan apapun setelah tertusuk bambu tersebut. Pasien hanya melakukan
1 | Page

perawatan luka sendiri di rumah (dibersihkan dengan betadine). Demam, sesak nafas,
jantung berdebar-debar, mual, muntah disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat
kejang, darah tinggi, gula sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui secara pasti riwayat darah tinggi, gula pada keluarga.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ataupun mendapatkan pengobatan untuk keluhannya
saat ini. Pasien tidak mengetahui tentang riwayat imunisasi tetanus sebelumnya. Pasien juga
tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu dan cuaca.
Riwayat Psikososial
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1 bungkus dalam 1 hari, rokok yang
dihisap rokok kretek. Kebiasaan merokok ini sudah dilakukan oleh pasien sejak masih muda
kurang lebih usia 18 tahun hingga saat ini. Pasien menyangkal mengkonsumsi alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda Vital :
- TD
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu

: 110/70 mmHg
: 57 x/menit, reguler, kuat angkat
: 20 x/menit, reguler
: 36,20C

STATUS GENERALIS
Kepala dan leher

Kepala
Mata
Hidung

: Normochepal
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)
: Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-), hipertrofi konka (-/-), polip (-/-)
Palpasi : fraktur os nasal (-/-)

Telinga
Mulut

2 | Page

: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).


: Trismus (-), mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).

Leher

: Kuduk kaku (+), pembesaran KGB (-), tiroid (-), peningkatan JVP (-)

Thoraks

Bentuk : normochest
Pernapasan : abdominotorakal
Punggung : Opistotonus (+)

Paru

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

midklavikularis dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

: Simetris, retraksi dinding dada (-/-)


: Vokal fremitus kiri = kanan
: Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar setinggi ICS 6 linea

Jantung

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Iktus kordis terlihat pada ICS 5 midklavikularis sinistra


: Iktus kordis teraba pada ICS 5 midklavikularis sinistra
: Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

: Bentuk datar

Auskultasi

: BU (+) normal pada 4 kuadran

Perkusi

: Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)

Palpasi : Spasme (+), hepar dan lien sulit dinilai

Ekstremitas

Atas
Bawah

: Spastik, akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
: Spastik, vulnus punctum ad regio plantar pedis sinistra, dengan

jaringan nekrotik berwarna kehitaman, akral hangat, RCT < 2 detik, edema
(-/-), sianosis

STATUS NEUROLOGIK
Keadaaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis
GCS = 15 Eye (4), Verbal (5), Motorik (6)

Rangsang Meningeal
3 | Page

Kaku Kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Brudzinski III
Lasegue sign
Kernig sign

: (-)
: (-)
: Tidak dapat dilakukan
: (-)
: terbatas / terbatas
: terbatas / terbatas

Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)

Daya Pembauan

Hidung Kanan
Normosmia

Hidung Kiri
Normosmia

Mata kanan
6/6
Normal

Mata kiri
6/6
Normal

2:3

2:3

N.II (Optikus)
Visus
Lapang Pandang
Funduskopi
a. Arteri : vena
b. Papil

Bentuk bulat, batas tegas, Bentuk bulat, batas tegas,


Edema (-) Warna Orange

Edema (-) Warna Orange

Mata kanan
(-)

Mata kiri
(-)

Bulat

Bulat

3 mm

3 mm

(+)

(+)

(+)

(+)

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Mata kanan

Mata kiri

(-)

(-)

Baik

Baik

N.III (Okulomotoris)
N.

Ptosis
Pupil
a. Bentuk
b. Diameter
c. Reflex Cahaya

Direk
Indirek
Gerak bola mata
a.
b.
c.
d.

Atas
Bawah
Medial
Medial atas

(Throklearis)
Posisi bola mata
Strabismus divergen
Gerakan bola mata
4 | Page

Medial bawah

IV

N.V (Trigeminus)
Motorik Mengunyah

N.

Membuka mulut
Sensibilitas
a. Cabang oftalmikus
b. Cabang maksila
c. Cabang mandibula

Kanan
Baik

Kiri
Baik

Tidak terbatas

Tidak terbatas

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

(+)

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

Mata kanan

Mata kiri

(-)

(-)

Baik

Baik

Kanan

Kiri

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Reflex
a. Kornea
b. Bersin
c. Jaw Jerk

(Abdusens)
Posisi bola mata
Strabismus konvergen
Gerakan bola mata
Lateral
N.VII (Facial)
Motorik
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mengangkat alis
Kedipan mata
Lipatan nasolabialis
Menyeringai
Mencucu
Meniup

Sensorik
a. Daya kecap lidah 2/3 Normal

depan
b. Sekresi air mata
N.VIII (Vestibulokoklearis)

5 | Page

Tidak dilakukan

Normal
Tidak dilakukan

VI

Kanan

Kiri

(+)

(+)

(+)

(+)

Tidak ada lateralisasi

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

Sama dengan pemeriksa

Tidak dapat dilakukan

Tidak dapat dilakukan

Tidak dapat dilakukan

Tidak dapat dilakukan

Pendengaran
a.
b.
c.
d.

Test bisik
Test Rinne
Test Weber
Test Swabach

Keseimbangan
a. Test Romberg
b. Stepping test
c. Test past pointing

Baik
N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus)

Baik

Arkus faring
a. Pasif
b. Gerakan aktif

Simetris
Simetris

Uvula di tengah
a. Pasif
b. Gerakan aktif

(+)

(+)
Reflex muntah
(+) / (+)
Daya kecap lidah 1/3 Baik
belakang

N. XI (Assesorius)
Kanan
Terbatas
Terbatas

Memalingkan kepala
Mengangkat bahu
N.XII (Hypoglosus)
Posisi lidah
Papil lidah
Atrofi otot lidah
Fasikulasi lidah

Ditengah
Normal
(-)
(-)

Motorik
Kekuatan Otot

6 | Page

Kiri
Terbatas
Terbatas

Tonus : spastik
Atrofi : (-)
Sensoris
a. Nyeri :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
b. Raba :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
c. Suhu :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
d. Getar :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
e. Posisi/Gerak :
Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah

: normoalgesia
: normoalgesia
: normoestesia
: normoestesia
: thermonormostesi
: thermonormostesi
:palenormostesia
:palenormostesia
:kinenormostesia
:kinenormostesia

Fungsi vegetatif
Miksi

: baik

Defekasi

: baik

Keringat

: baik

Fungsi luhur
MMSE fungsi kognitif probable dengan nilai 16 (gangguan kognitif definit)

7 | Page

Reflek Fisiologis
Reflek bisep

: (++/++)

Reflek trisep

: (++/++)

Reflek brachioradialis : (++/++)


Reflek patella

: tidak dapat dilakukan

Reflek achilles

: tidak dapat dilakukan

Reflek Patologis
Babinski

: (-/-)

Chadock

: (-/-)

Oppenheim

: (-/-)

Gordon

: (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM Tanggal 21/05/2014-14.54
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Haemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
8 | Page

Nilai

Nilai Rujukan

Satuan

12,4
37,1
4,04

13.5 - 17.5
42 52
4.7 6.1

g/dL
%
106/uL

Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
KIMIA KLINIK
Glukosa Rapid Sewaktu
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
Kalium (K)
Calcium ion

8,8
234
91,8
30,7
33,4

4.8 10.8
150 450
80 94
27 31
33 37

103/ul
103/ul
fL
Pg
%

101

<180

mg/Dl

144,0
4,50
1,12

135-148
3,50-5,30
1,15-1,29

mEq/L
mEq/L
mEq/L

Nilai

Nilai Rujukan

Satuan

92

70-110

mg%

183
52,8
120,4
49

<200
>40
<130
<150

mg%
mg%
mg%
mg%

39
31

15-37
12-78

U/L
U/L

19,3
0,9
4,60

10-50
0-1,0
3,4-7,0

mg%
mg%
mg%

135,8
3,75
1,12

135-148
3,50-5,30
1,15-1,29

mEq/L
mEq/L
mEq/L

Tanggal 23/05/2014-06.39
Pemeriksaan
KIMIA KLINIK
Glukosa darah puasa
Lemak
Kolesterol total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Trigliserida
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Asam urat
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Calcium Ion
EKG: Sinus Bradikardi

9 | Page

DIAGNOSAKERJA
Tetanus Grade III e.c Vulnus Punctum a.r Plantar Pedis Sinistra
DIAGNOSA BANDING
Epilepsi
PENATALAKSANAAN

Rawat diruang isolasi


Pasang DC
Debridement luka
IVFD RL:D5 20 gtt/menit
ATS 20.000 unit (10.000 unit disekitar luka, 10.000 U I.M)
Ceftriaxone 2x1 gr IV

10 | P a g e

Metronidazole 3x500 mg IV
Diazepam 3x1 amp drip

FOLLOW UP
Tanggal 23 Mei 2014
Subjective
Kejang 2 kali

Objective
Kesadaran : CM

<10 menit,

TTV :

kejang seluruh

a. TD=110/70 mmHg
b. Nadi = 57x/m, reguler
c. Napas =

tubuh, kaku,
kejang disertai
nyeri, saat dan
setelah kejang
pasien sadar

20x/m,reguler
o

d. Suhu = 36,2 C
Kejang (+)
Rhisus sardonikus (-)
Trismus (-)
Kuduk kaku (+)
Opistotonus (+)
Perut papan (+)
Tanda-tanda disotonom (-)
S.Neurologis:
a. RM : KK (-), Brudinski
I, II, III (-), L/K :
terbatas/terbatas pada ke-2
tungkai
b. Saraf Otak : pupil
isokor bulat d: 3mm, RC
+/+, GBM baik ke segala
arah, wajah simetris, lidah
ditengah
c. Motorik
5

tonus otot : spastik


d. Sensorik : baik
11 | P a g e

Assesment
Tetanus grade III e.c vulnus
punctum a.r
plantar pedis

sinistra

Planning
Isolasi pasien
Pasang DC
Debridement luka
Terapi :
IVFD RL:D5 20

tts/menit
Metronidazole

3x500 mg IV
Diazepam 3x1
amp drip

Vegetatif :
BAB (+), BAK (+),
Keringat (+)
a. Fungsi Luhur :
MMSE 16 gangguan
kognitif definit
b. Reflex Fisiologis: BTR
(++/++) KPR (tidak
dapat dilakukan, APR
(tidak dapt dilakukan)
e. Reflex Patologis :
Babinski (-/-), Chadock
(-/-)
PROGNOSIS :
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functional : dubia ad bonam

RESUME :
Tn. S, 58 tahun, pekerjaan petani datang ke UGD pada tanggal 21 Mei 2014 pukul
14.00 WIB dengan keluhan kaku pada ke-2 anggota gerak bawah sejak 5 hari SMRS namun
masih bisa dipakai untuk berjalan, 1 hari SMRS pasien sedang membuka pintu gerbang pukul
07.00 WIB, kemudian pasien terjatuh karena mengatakan tiba-tiba kaku pada ke-2 anggota
gerak bawah sampai tidak bisa berjalan, pasien juga mengatakan kaku dirasakan pada ke-2
lengan, sekitar wajah, mulut, dan perut. Pasien mengatakan saat makan di rumah sempat
tersedak, kemudian pasien dibawa ke RSUD Cianjur pukul 14.00 WIB. Pada saat di UGD
pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali, kejang berlangsung <10 menit, kejang dirasakan
kaku pada seluruh tubuh dimulai dari leher, menjalar sampai ke tungkai bawah. Pada saat
kejang disertai dengan nyeri, kejang dialami tiba-tiba tanpa ada rangsang nyeri dan
meningkat setelah diberi rangsang

pijatan. Kejang tanpa disertai dengan penurunan

kesadaran saat dan sesudah terjadinya kejang. Pada saat pasien datang ke bangsal pasien juga
mengalami kejang sebanyak 2 kali, kejang <5 menit, kejang kaku seluruh tubuh, kejang tibatiba tanpa ada rangsangan, dan tanpa penurunan saat dan sesudah kejang.

12 | P a g e

Pasien mengatakan 20 hari SMRS pasien sempat tertusuk bambu pada telapak kaki
kiri pasien. Menurut pasien setelah tertusuk bambu tesebut terdapat darah dan nanah. Setelah
kejadian tersebut pasien tidak berobat ke dokter serta tidak meminum obat-obatan. Pasien
tidak merasakan keluhan apapun setelah tertusuk bambu tersebut. Pasien hanya melakukan
perawatan luka sendiri di rumah (dibersihkan dengan betadine). Demam, sesak nafas, jantung
berdebar-debar, mual, muntah disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat
kejang, darah tinggi, gula sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak mengetahui secara pasti riwayat darah tinggi, gula pada keluarga.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ataupun mendapatkan pengobatan untuk keluhannya
saat ini. Pasien tidak mengetahui tentang riwayat imunisasi tetanus sebelumnya. Pasien juga
tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu dan cuaca.
Riwayat Psikososial
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1 bungkus dalam 1 hari, rokok yang
dihisap rokok kretek . Kebiasaan merokok ini sudah dilakukan oleh pasien sejak masih muda
kurang lebih usia 18 tahun hingga saat ini. Pasien menyangkal mengkonsumsi alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda Vital :
- TD
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu

: 110/70 mmHg
: 57 x/menit, reguler, kuat angkat
: 20 x/menit, reguler
: 36,20C

STATUS GENERALIS
Kepala dan leher

Kepala

13 | P a g e

: Normochepal

Mata
Mulut
Leher

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)


: Trismus (-), mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).
: Kuduk kaku (+), pembesaran KGB (-), tiroid (-), peningkatan JVP (-)

Thoraks

Bentuk : normochest
Pernapasan : abdominotorakal
Punggung : Opistotonus (+)

Paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

: Bentuk datar

Auskultasi

: BU (+) normal pada 4 kuadran

Perkusi

: Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)

Palpasi : Spasme (+), hepar dan lien sulit dinilai

Ekstremitas

Atas

Bawah : Spastik, vulnus punctum ad regio plantar pedis sinistra, dengan

: Spastik, akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

jaringan nekrotik berwarna kehitaman, akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis
STATUS NEUROLOGIK
Keadaaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis
GCS = 15 Eye (4), Verbal (5), Motorik (6)

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Brudinski I dan III (-), Brudinski II sulit dinilai,
Lasegue sign terbatas/terbatas, Kernig sign terbatas/terbatas.
Saraf Otak :

N I : Normosmia pada ke-2 hidung.


N II

: Visus 3/6 lapang pandang baik, funduskopi arteri:vena=2:3 papil

bulat, batas tegas, warna oranye, edem (-) pada ke-2 mata.

14 | P a g e

N III

: Pupil bulat, isokor ODS 3 mm, reflek cahaya langsung & tidak

langsung (+/+) GBM ke medial, medial atas, atas, dan bawah baik.

N IV

: Strabismus konvergen (-) GBM ke medial bawah baik.


NV

: Motorik mengunyah dan menggigit baik, sensoris cabang oftalmikus,

maksilaris, mandibularis baik, reflek kornea, bersin baik, jaw reflek (-).

N VI

: Strabismus divergen (-), GBM ke lateral baik.


N VII

: Mengangkat alis, memejamkan mata, menyeringai, mencucu, meniup

simteris kanan & kiri, daya pengecapan 2/3 depan lidah baik.
N VIII

: Tes pepndengaran : baik. Tes keseimbangan : post pointing baik, tes

romberg dan stepping tidak dapat dilakukan.

N IX dan N X : Arkus faring dan uvula berada ditengah pada saat gerakan
aktif dan pasif, reflek muntah (+)

N XI

: Memalingkan kepala : terbatas/terbatas, Mengangkat bahu : terbatas/terbatas

N XII

: Lidah ditengah

Motorik : 5

tonus otot : spastik, atrofi (-)

Sensorik : Baik
Fungsi Vegetatif : Miksi : baik, defekasi : baik, keringat : baik
Fungsi Luhur : MMSE fungsi kognitif probable dengan nilai 16 (gangguan kognitif definit)

15 | P a g e

Reflek Fisiologis :
Reflek bisep

: (++/++)

Reflek trisep

: (++/++)

Reflek brachioradialis : (++/++)


Reflek patella

: Tidak dapat dilakukan

Reflek achilles

: Tidak dapat dilakukan

Reflek Patologis :
Babinski

: (-/-)

Chadock

: (-/-)

Oppenheim

: (-/-)

Gordon

: (-/-)

DIAGNOSAKERJA
Tetanus Grade III e.c Vulnus Punctum a.r Plantar Pedis Sinistra
DIAGNOSA BANDING
Epilepsi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21/5/2014-14.54 WIB :
16 | P a g e

Hb : 12,4 g/dl
Ht : 37,1 %
Leukosit : 8,8 103/ul
Trombosit : 234 103/ul
Glukosa rapid sewaktu : 101 mg/dl
Natrium : 144,0 mEq/L
Kalium : 4,50 mEq/L
Calcium : 1,12 mEq/L

Pemeriksaan laboratorium tanggal 23/5/2014-06.39 WIB :


-

GDS : 92 mg%
Kolesterol total : 183 mg%
kolesterol HDL : 52,8 mg%
Kolesterol LDL : 120,4 mg%
Trigliserida : 49 mg%
SGOT : 39 U/L
SGPT : 31 U/L
Ureum : 19,3 mg%
Kreatinin : 0,9 mg%
Asam urat : 4,60 mg%

Pemeriksaan EKG : Sinus Bradikardi


PENATALAKSANAAN

Rawat diruang isolasi


Pasang DC
Debridement luka
IVFD RL:D5 20 gtt/menit
ATS 20.000 unit (10.000 unit disekitar luka, 10.000 U I.M)
Ceftriaxone 2x1 gr IV
Metronidazole 3x500 mg IV
Diazepam 3x1 amp drip

PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsional : dubia ad bonam

17 | P a g e

BAB II
ANALISA MASALAH
1.
2.
3.
4.

Mengapa pada pasien ini didiagnosis tetanus Grade III?


Bagaimana proses berkembangnya bakteri C. Tetani sampai menyebabkan gejala tetanus?
Bagaimana penatalaksanaan tetanus ?
Komplikasi apa saja yang mungkin terjadi pada tetanus ?

1. Mengapa pada pasien ini didiagnosis tetanus Grade III?


DEFINISI
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang ditandai dengan gangguan
neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh eksotosin
spesifik dari kuman anaerob Clostridium tetani. Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi
luka, baik luka besar maupun kecil, luka nyata maupun luka tersembunyi. Jenis luka yang
mengundang tetanus adalah luka-luka seperti Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus
punctum (luka tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka
terkontaminasi, luka tali pusat.
Penyakit tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu sejenis kuman gram positif
yang dalam keadaan biasa berada dalam bentuk spora dan dalam suasana anaerob berubah
menjadi bentuk vegetatif yang memproduksi eksotoksin antara lain neurotoksin
tetanospasmin dan tetanolysmin. Toksin inilah yang menimbulkan gejala gejala penyakit
tetanus.

18 | P a g e

ETIOLOGI
Kuman Clostridium tetani, berbentuk batang Gram positif , ukuran panjang 2-5 m
lebar 0,3-0,5 m, bersifat anaerob, terdapat flagella antigen. Membentuk spora lonjong
dengan ujung bulat (korek atau drum stick), tahan dalam air mendidih selama 4 jam. Mati bila
dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 121 C. Spora akan berubah vegetatif dalam
suasana anaerob akan berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan panas. C.tetani
merupakan flora usus normal pada kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam, dan
manusia. Kuman ini tidak invasif tapi akan menghasilkan 2 macam eksotoksin yaitu
tetanospamin dan tetanolisin.

Clostridium tetani
Kingdom : Bacteriae
Division : Firmucutes
Class : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Families : Clostridiciae
Genus : Clostridium
Spesies : Clostridium tetani
EPIDEMIOLOGI
Pada populasi padat dengan lingkungan yang hangat dan lembab, kuman ini terdapat
di tanah, saluran cerna hewan dan manusia. Transmisi melalui luka yang terkontaminasi baik
kecil ataupun besar. Angka kejadian meningkat sesuai dengan bertambahnya usia 7x lipat
pada kelompok umur 5-29 tahun, 9x lipat pada kelompok umur 30-60 tahun
KLASIFIKASI TETANUS

19 | P a g e

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau
beberapa minggu).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :
1. Localized tetanus (tetanus lokal)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah
tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda
dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa
bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk
yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai
sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama
dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar
1-2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada
daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang
tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus
merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan
otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya
kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin)
yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding
perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran
nafas, sianosis dan asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompresi fraktur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun
bisa mencapai 40o C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak
stabil dan dijumpai takikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan
hanya berdasarkan gejala klinis.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu
proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan
persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora
C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
20 | P a g e

Karekteristik dari tetanus :

Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya.
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot

masetter.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity).
Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut

mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat.


Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan

ekstensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.


Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,

bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak ).

.
Pada kasus :
Berdasarkan anamnesis didapatkanpasien mengalami kejang yang diawali dengan
kekakuan akibat kontraksi otot berlebihan terutama dari otot rahang, wajah dan leher,
kemudian pasien mengalami kejang tanpa sebab lain yang jelas, kejang semakin lama
semakin bertambah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Kesadaran : Compos Mentis

21 | P a g e

Wajah rhisus sardonikus : (-)


Trismus : (-)
Opistotonus : (+)
Sianosis : (-)
Abdomen : Spasme otot abdomen (+)
Ekstremitas : Spastik

BERAT RINGAN TETANUS


Berdasarkan gambaran klinis yang telah dideskripsikan, maka tingkatan penyakit
tetanus dapat dibuat dalam suatu kriteria/derajat berat ringannya penyakit.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :
Grade I: ringan
1.
2.
3.
4.
5.

Masa inkubasi lebih dari 14 hari.


Periode onset > 6 hari
Ttrismus positif tapi tidak berat
Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan
umum terjadi beberapa jam atau hari.

Grade II: sedang


1.
2.
3.
4.

Masa inkubasi 10-14 hari


Periode onset 3 hari atau kurang
Terdapat trismus dan disfagia
Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispneu dan sianosis tidak ada

Grade III : berat


1.
2.
3.
4.

Masa inkubasi < 10 hari


Periode onset < 3 hari
Trismus dan disfagia berat
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan
takikardia.
Sedangkan Patel dan Joag membagi penyakit tetanus ini dalam tingkatan dengan

berdasarkan gejala klinis yang dibaginya dalam 5 kriteria :


Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu tubuh rektal sampai 100 0 farenheit dan aksila sampai 990
farenheit
Dengan berdasarkan 5 kriteria di atas, maka dibuatlah tingkatan penyakit tetanus sebagai
berikut :
22 | P a g e

Tingkat I

: Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 ) mortalitas 0 %

Tingkat II

: Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa inkubasi lebih dari 7 hari
dan onset lebih dari 2 hari, mortalitas 10 %

Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi kurang dari 7 hari dan onset
kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan mortalitas 60%
Tingat V

: Biasanya mortalitas 84 % dengan 5 kriteria, termasuk di dalamnya adalah


tetanus neonatorum maupun puerpurium

Tingkatan tetanus menurut Ablett

Derajat 1 (ringan) : trismus ringan-sedang. Spastisitas generalisata, tanpa gangguan

pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.


Derajat 2 (sedang) : trismus sedang, rigiditas nampak jelas, spasme singkat ringan sampai

sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan >30x/menit.


Derajat 3 (berat) : trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan,

frekuensi nafas >40x/menit, serangan apneu, disfagia berat, takikardi >120x/menit.


Derajat IV (sangat berat) : derajat 3 + gangguan otonomik berat yang melibatkan sistem
kardiovaskuler (hipertensi berat dan takikardi terjadi berselingan dengan hipotensi dan
bradikardi, salah satunya dapat menetap

DIAGNOSIS TETANUS

Adanya riwayat luka dengan masa inkubasi.


Gejala klinis.
Penderita biasnya belum mendapat imunisasi.
Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrosis
kemudian dibiakan pada kultur agar darah atau kaldu kering. Pemeriksaan ini pada 30%
kasus ditemukan C. Tetani.

Pada kasus :
Berdasarkan anamnesis dan perjalanan penyakit pada pasien, didapatkan :
1. Kekakuan pada rahang, spasme terbatas, disafgi, dan kekakuan otot tulang belakang.
kekakuan yang semakin lama semakin berlanjut berlangsung dalam beberapa hari,
namun tidak disertai dengan sesak napas dan sianosis.
2. Masa inkubasi 20 hari ( > 14 hari).
3. Periode onset 2 hari.
Sehingga pada kasus ini pasien masuk kedalam tetanus grade III.

23 | P a g e

2. Bagaimana proses berkembangnya bakteri C. Tetani sampai menyebabkan gejala


tetanus?
PATOFISIOLOGI TETANUS
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka
dapat terinfeksi oleh kuman tetanus seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar,
luka gigit oleh manusia atau binatang, luka suntikan dan sebagainya. Pada 60 % dari pasien
tetanus, port dentre terdapat didaerah kaki terutama pada luka tusuk. Infeksi tetanus dapat
juga terjadi melalui uterus sesudah persalinan atau abortus provokatus. Pada bayi baru
lahir Clostridium tetani dapat melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa
memperhatikan kaidah asepsis antisepsis. Otitis media atau gigi berlubang dapat dianggap
sebagai port dentre, bila pada pasien tetanus tersebut tidak dijumpai luka yang diperkirakan
sebagai tempat masuknya kuman tetanus.
C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk
spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten
terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (121 0C, 10-15 menit)
dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Ketika bakteri tersebut berada di
dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun
yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu
tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun
juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.Tetanospasmin merupakan toksin yang
cukup kuat. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut
dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik
Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptic.Kuman tetanus
tumbuh subur pada suhu 17o C dalam media kaldu daging dan media agar darah.Demikian
pula media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasi glukosa.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila
dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya,
toksinakan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan
sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat
sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps
ganglion spinal dan neuromuscular junction serta saraf autonom. Toksin dari tempat luka
menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara
intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang.
Akhirnya menyebar ke SSP.
24 | P a g e

Gejala klinis yang ditimbulkan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat
tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmitersehingga terjadi kontraksi
otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme.Neuron ini menjadi tidak
mampu untuk melepaskan neurotransmitter.Neuron yang melepaskan gamma aminobutyric
acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap
tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap
rangsangan sensoris.
Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus),
pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada
extremitas, Otot-otot pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin mencapai
korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Karakteristik
dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan antagonis.
Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari
system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari
otot leher.
Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi
gangguan pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih,
dan neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi,
hyperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena
penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul.Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi
dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali
dan di kelola dengan teliti.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level
dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan
acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Karekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin mengganggu
fungsi dari refleks sinaptik di medula spinalis.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS)
dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikardia, aritmia jantung,
peninggian cathecholamine dalam urine. Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee,

25 | P a g e

dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal
dan menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan
meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus.
Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut.
Stimuli terhadap aferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga
dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu
anterior susunan saraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk kedalam susunan saraf pusat.
3. Bagaimana penatalaksanaan tetanus ?
Tatalaksana umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih.
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),
membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam penatalaksanaan
terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika.
Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita.
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Tatalaksana khusus :
1. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis
3000-6000 U, satu kali pemberian saja secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang mana ini
dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk
menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U,
dengan cara pemberiannya adalah 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc
cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
26 | P a g e

diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan
secara IM pada daerah sebelah luar.
2. Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan
untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika
broad spektrum dapat dilakukan. Pada penderita alergi penisilin, dapat diberikan :
Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis
Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam
3. Tetanus Toksoid
Pemberian TetanusToksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar
terhadap tetanus selesai
4. Antikonvulsan
Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5
mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulang setiap kali
kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung) dengan dosis

0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.


Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat),
harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat di
tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa
kurarisasi.

4. Apa komplikasi yang mungkin terjadi pada tetanus ?


Pada saluran pernapasan
Oleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang
menyebabkan terjadinya asfiksia.Karena sukar menelan air liur, makanan dan
minuman sehingga sering terjadi pneumonia aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh

27 | P a g e

sekret. Pneumothoraks dan emfisema mediastinum biasanya terjadi akibat

dilakukannya trakeostomi.
Pada kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,

hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.


Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.
Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus
menerus terutama pada anak dan orang tua.

Komplikasi lain :

Laserasi lidah akibat kejang


Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja
Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu.

28 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai