Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

SEJARAH PERKEMBANGAN
ULUMUL QUR`AN

A.Pengertian Ulumul Qur`an


Pengertian Ulumul Qur`an berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata
Ulum dan Qur`an. Ulum bentuk jamak dari ilm yang artinya ilmi-ilmu, dan AlQuran adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad
SAW. Sebagai pedoman hidup bagi umat Islam.
Pengertian Ulumul Quran apabila dilihat dari segi susunan (takrib), kalimat ulum
disandarkan kepada Al-Quran maka ia akan memiliki pengertian secara idhofi,
disamping pengertian khusus secara maudhui.
1, Ulumul Quran dengan mana idhofi
Dilihat dari segi idhofinya, yaitu kata ulum bersandar kepada Al-Quran, maka
dapat dikatakan bahwa serluruh cabang ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan
Al-Quran dan bersandar kepadanya, maka termasuklah kedalam ruang lingkup ilmu ini
tidak hanya terbatas kepada ilmu-ilmu yang berada langsung dibawah naungannya seperti
ilmu Qiroat, ilmu Makky Wa Al-Madany, ilmu Asbab Al-Nujul, ilmu ijaz Al-Quran dan
ilmu agama juga social, dan masih banyak ilmu-ilmu yang lainnya.
Berdasarkan kepada pengertian idhopfi ini Abu Bakar Ibnu Arabi menegaskan,
bahwasanya ilmu-ilmu Al-Quran mencakup kepada 77.450 cabang ilmu dari perhitungan
setiap kalimat Al-Quran dikalikan empat, karena setiap kalimatnya mempunyai arti
dhohir, bathin, haq, dan mathla. (Ash-Shiddieqie),1972 : 13)
2. Ulumul Quran dengan mana MaudhuI
Pengertian Ulumul Quran secara maudhuI adalah pengertian Ulumul Quran
menurut istilah, tegasnya pembahasan Al-Quran dari segi keilmuan tertentu, oleh
karenanya hanya ilmu-ilmu Al-Quran yang berhubungan langsung dengan Al-Quran
saja yang termasuk kedalam ilmu-ilmuAl-Quran ini. Misalnya saja ilmu Qiroat bahasan
pokoknya (maudhunya) adalah Al-Quran al-Karim dari segi lafal dan pengucapannya,
ilmu tafsir pokok bahasannya adalah Al-Quran dari segi makna dan penjelasannya, dan
msih banyak yang lainnya.

Berdasarkan kepada pokok bahasan atau maudhunya ini, makapengertian Ulumul


Quran secara istilah sebagaimana dikemukakan al-Zarqoni (1988 : 77) berikut ini :








Pembahsan-pembahsan yang berhubungan dengan Al-Quran al karim dari segi
turunnya, urutan-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacanya, tafsirnya,
kemukjizatannya, nasikh, dan mansukhnya, dan penoloakan terhadap hal-hal yang dapat
meniumbulkan keraguan terhadap kesucian Al-Quran dan yang sejenisnya.
Definisi diatas pada dasarnya sama, menunjukan betapa luas dan lengkapnya
ilmu-ilmu Al-Quran ini. Ilmu-ilmu tersebut pada mulanya masing-masing berdiri sendiri,
kemudian bergabung menjadi sati dalam kesatuan Ulumul Quran. Dengan mempelajari
ilmu ini sudah barang tentu sangat besar faedah dan kegunannya, terutama untuk
mempermudah dalam mengarungi lautan tafsir.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran
Sebagaimana termuat dalam definisi tersebut diatas, sebagian kajian pokok bagi
Ulumul Quran, al-Suyuthi memperluasnya dengan memasukan ilmu kedokteran,
astronomi dan sebagainya ke dalam Ulumul Qur-an. Namun al-Zarqoni menolaknya,
sekalipun ia mengakui pentinya ilmu-ilmu tersebut untuk dipelajari.
Sejalan dengan pemikiran al-Zarqoni, Hasbi Ash-Shiddqie (1972 : 105-108)
mengungkapkan bahwa ilmu-ilmu Al-Quran yang terpokok ada 17, dan ada pula yang
memerinci 25 yaitu :
1. Ilmu Mawathin al-Nuzul, ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat,
masanya, awalnya dan akhirnya,. Diantara kitab yang membahas ilmu ini adalah AlItqan fi Ulum Al-Quran karangan Imam al-Suyuthi.
2. Ilmu Tawarikh al Nuzul, ilmu ini menjelaskan nasa turun ayat, dan urutan turunnya
sati persatu, dari permulaan turunnya sampai akhirnya, serta urutan turun surat dengan
sempurna.
3. Ilmu Makki wa al-Madani, ilmu ini menjelaskan tentang surat / ayat Al-Quran yang
diturunkan sebelum Nabi Hijrah dan sesudahnya, dengan disertai cirri-ciri dan
keistimewaan masing-masing, sebagaimana dibahas dalam kitab Manahil al-Irfan fi
Ulum Al-Quran karya al-Zarqoni.

4. Ilmu Asbab al-Nuzul, ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat. . Diantara
kitab yang yang penting dalam hal ini adalah kitab Lubab al-Nuqul karya alSuyuthi. Namun perlu diingat bahwa dalam kitab ini banyak riwayat yang tidak
shahih.
5. Ilmu Qiroat, ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Quran yang telah
diterima dari Rasul SAW. Qiroat-qiroat ini apabila dikumpul semuanya ada sepuluh
macam qiroat yang Shahih. Dan beberapa macam pula yang tidak shahih. Al-Quran
atau Mushaf yang bgeredar di Indonesia ditulias menurut qiroat Hafsah, salah satu
dari qiroat yang sepuluh, dan kitab yang paling baik untuk mempelajari ilmu ini adlah
kitab Al-Nasyr fi al-Qiroat al-Asyr karangan Imam Ibn al-Jazari.
6. Ilmu Tajwid, ilmu ini menerangkan cara membaca Al-Quran dengan baik, dimana
tempat memulai dan berhentinya bacaan, panjang dan pendeknya dan lain-lain yang
berhubungan dengan ilmu tersebut.
7. Ilmu Gharib al-Quran, Ilmu ini menerangkan makana kata-kata yang ganjil dan tidak
terdapat dalam kamus-kamus bahsa arab yang biasa atau tidak terdapat dalam
percakapan sehari-hari. Ilmu ini menjelaskan kata-kata yang halus, tinggi dan pelik.
8. Ilmu irab al-Quran, ilmu ini menerangkan baris Al-Quran dan kedudukan lafal
dalam susunan kalimat. Diantara kitab yang mempelajari ilmu ini adalah Imla alRohman buah karangan bahasa al-Baqa al-Ukbary.
9. Ilmu Wujuh wa al-Nadzair, ilmu ini menerangkan kata-kat Al-Quran yang
mengandunng banyak arti dan menerangkan mekna yang dimaksud makna pada
tempat tertentu. Ilmu dapat dipelajari dalam kitab Mutarak al-Arqan karangan
Imam al-Suyuthi.
10. Ilmu al-Muhkam wa al-Mutasyabih, Ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang
muhkam (jelas maknanya) dan ayat-ayat yang dipandang Mtasyabih (samar
maknanya. Salahsatu kitab yang membahas ilmu ini adalah Al-Manzumah alSakhwiyah karangan Imam al-Sakhawy.
11. Ilmu Naskh wa al-Mansukh, ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh
oleh sebahagian para Muffasir. Diantara kitab-kitab yang membahas masalah ini
adalah Al-Naskh wa al-Mansukh karangan Abu Jafar dan Nahas, Al-Itqan Fi ulum
al-Quran karangan Imam al-Suyuthi dan kirtab-kitab lain yang membahas masalah
tersebut.

12. Ilmu Balagh al-Quran, yaitu ilmu yang khusus mengkaji tentang kebalagahan ayatayat Al-Quran. Kitab yang membahas ilmu ini diantaranya Min Balaghah alQuran karya Ahmad Badawi.
13. Ilmu BadaI al-Quran, ilmu ini menerangkan keindahan-keindahan susunan bahasa
Al-Quran, dari segi kesusastraan, keunikan , dan ketinggian balaghahnya. Diantara
kitab yang membahas ilmu adalah Al-Quran karangan Imam Asuyuthi.
14. Ilmu Ijaz al-Quran, ilmu ini menerangkan kekuatan susunan lafal dan kandungan
ayat-ayat Al-Quran, sehingga ia merupakanh mujizat yang dapat mematahkan para
sastrawan arab. Diantara kitab yang membahas masalah ini adalah Ijaz al-Quran
karangan al-Baqillany.
15. Ilmu Tanasub ayat al-Quran, ilmu menerangkan persesuiaan dan keserasian antara
suatu ayat dengan ayat sesudahnya dan ayat sebelumnya. Diantara kitab yang
memaparkan ilmu ini adlah Nazm al-Durar buah karangan Ibrahim al-Biqai.
16. Ilmu Aqsam Al-Quran, Ilmu ini membahas tentang arti dan maksud sumpah Tuhan
yamg terdapat dalam Al-Quran. Diantara kitab-kitab yang membahas ilmu tersebut
adalah Al-Tibyan buah karangan Imam Ibn al-Qoyim.
17. Ilmu Amstal al-Quran, ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-pe rumpamaan
yang dikemukakan Al-Quran al-Karim, al-Mawardi telah membahasnya dengan buah
karangannya berjudul Amstal al-Quran.
18. Ilmu Jidal al-Quran, Ilmu ini membahas bentuk-bentuk and cara-cara debat dan
bantahan Al-Quran yang ditujukan kepada kaum Musyrikin yang berkepala batu
tidak mau mkenerima kebenaran yang dating dari Tuhan. Najmudin al-Thusi telah
mengumpulkan ayat-ayat yang menyangkut ilmu ini.
19. Ilmu Adab Tilawah al-Quran, ilmu ini menerangkan segala macam aturan, tata cara
kesopanan yang harus dilakukan seseorang ketika membaca Al-Quran al-Karim.
Diantara kitab yang mem,bahas ilmu tersebut adalah Al-Tibyan Karangan AlNawawi.
20. Ilmu Mani al-Quran, ilmu yang membahas dan mengkaji kehalusan dan kebagusan
mana yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran, yang mencerminkan bahwa AlQuran adalah benar-benar Kalamullah semata, kitab yang membahas ilmu ini
diantaranya Min Maani al-Quran Karya Abdurrahim Faudah.

21. Ilmu Mubhamat, yaitu cabang ilmu Al-Quran yang membahas tentang pemahaman
ayat-ayat mubham. Kitab yang membahas maslah ilmu ini adlah Alburhan hasil karya
al-Zarkasyi dan Manahil al-Irfan hasil karya al-Zarqoni.
22. Ilmu Asalib al-Quran, ilmu ini membahas dan mengkaji tentang uslub-uslub AlQuran. Ilmu ini dibahas dalam kitab Fi Asalib al-istifham karya Alim al-sayid
Faudah, juga dibahas dalm kitab Al-Burhan karya Al-Zarkasyi dan kitab Manahil alIrfan karya al-Zarqoni.
23. Ilmu Rasm al-Quran, yaitu ilmu yang membahas tentang Rasm aatau tulisan AlQuran dengan berbagai perkembangannya sampai terwujud tulisan yang terdapat
dalam Mushaf al-Utsmani sekaarang ini. Kitab yang membahas ilmu ini diantaranya
Manahil al-Irfan dan Al-Burhan fi ulum al-Quran.
24. Ilmu Tafsir al-Quran, ilmu ini membahas pada pemahaman makna yang terkandung
dalam ayat-ayat Al-Quran, ilmu Al-Quran yang pertama kali lahir adalah ilmu
Tafsir, karenanya ia merupakan induk bagi seluruh cabang ilmu-ilmu A-Quran.
Kitab-kitab yang membahas ilmu ini cukup banyak diantaranya Al-Tafsir wa alMufassirun hasil karya al-Dzahabi.
25. Ilmu Tartib Al-Quran, ilmu ini membahas tentang urutan-urutan susunan Al-Quran,
yang mencakup pada susunan ayat dan susunan surat, yang berbeda dengan kronologi
turunnya. Kitab yang membahas ilmu ini diantaranya Asrar Tartib al-Quran karya
al-Suyuthi. Ilmu ini penting dipelajari agar dapat mengetahui dan mengamalaknnya
dengan benar, terutama urutan-urutan surat dalam bacan shalat yang selalu terabaikan,
misalnya dalam rakaat pertama membaca Surat Al-Ashri, dan pada rakaat kedua
membaca al-Takatsur.Bacaan ini disamping menyalahi contoh Nabi, luga menyalahi
ilmu tartib al-suwar (susunan surat)yang dibahas dalam ilmu Tartib al-Quran ini.
C. Cabang-Cabang Ulumul Quran
Dari pengertian Ulumul Qur-an dan ilmu-ilmu yang termasuk ke dalam ruang
lingkup ilmu tersebut, maka ulumul Quran dapat dibagi ke dalam dua bagian ilmu
Riwayah dan Dirayah.
1. Ilmu Riwayah ialah ilmu-ilmu Al-Quran yang diperoleh dengan jalan riwayat,
artinya dengan menceritakan kembali atau mengutip yang telah ada dalam riwayatriwayat seperti macam-macam qiroat, tempat dan waktu turunnya ayat, sebab-sebab
turunnya ayat dan sejenisnya.

2. Ilmu Diroyah adalah ilmu-ilmu Al-Quran yang bersifat ijtihady, yang dihasilkan
dengan jalan pembahasan dan kajian serta penelitian, misalnya pengetahuan tentang
Ijaz al-Quran, pengetahuan tentang lafal-lafal yang bharib dan yang semacamnya.
Diatas telah disinggung bahwa cabang-cabang ilmu Al-Quran itu sangat banyak,
sebab setip orang dapat membahas Al-Quran dari berbagai segi menurut minat dan
keahliannya masing-masing. Oleh karena itu kitab-kitab Ulumul Quran yang telah
disusun para ulama jumlah cabang ilmu-ilmu yang dibahas di dalamnya tidak sama,
misalnya al-Zarkasyi dan kitabnya Al-Burhan fi ulum al-Quran yang terdiri dari 4 jilid
membahas 47 cabang ilmu, al-Bulqiny dalam kitabnya Mawaqi al- Nujum membahas
sebanyak 50 cabang ilmu, al-suyuthi dengan kitabnya al-Tabir membahas 102 cabang
ilmu, kemudian di dalam kitab al-Itqon fi Ulum al-Quran dengan terperinci beliau
membahas 80 cabang ilmu yang dapat berkembang menjadi 300 cabang ilmu Al-Quran
lebih. Bahkan apabila kita lihat dari segi idhofinya, tentu cabang ilmu-ilmu Al-Quran ini
tidak akan terhitung jumlahnya karena isi dan kandungan Al-Quran ibarat lautan yang
tak bertepi, ilmuAllah dan hikmahnya yang terkandung dalam Al-Quran tidak akan
surut-surutnya dipelajari oleh umat amnusia sepanjang masa, sebagaimana diisyaratkan
dalam surat Al-Kahfi 18 : 109.

Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat


Tuhanku, Sungguh habislah lautan iyu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).
Dan dari sekian banyak cabang Ilmu-ilmu Al-Quran, dari segi maudhunya antara
lain : Ilmu Makky wa al-Madany, ilmu Mawathin al-Nuzul, ilmu Tawarikh al-Nuzul, ilmu
Asbab al-Nuzul, ilmu Qiroat al-Qiroat al-Quran, ilmu Tajwid, ilmu al-Muhakam wa alMutasyabih, ilmu Nasikh wa al-Mansukh, ilmu Rasm al-Quran, ilmu Mubhamat alQuran, ilmu Tartib al-Quran, ilmu Ghorib al-Quran, ilmu Balaghah al-Quran,
ilmuIjaz al-Quran, ilmu Asalib al-Quran, ilmu Aqsam al-Quran, Ilmu Amstal alQuran, ilmu Tafsir, ilmu Adab al-Quran, ilmu Jadail al-Quran dan yang sejenisnya.

BAB II
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR`AN

A.

Pengertian Al-Qur`an

Al-Qur`an adalah kalmullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,


dibacakan secara mutawatir, artinya kumpilan wahyu, firman-firman Allah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat
manusia.
Adapun yang dipindahkan tidak secara mutawatir, tidak dinamakan Al-Qur`an,
karena Al-Qur`an sesempurna-sesempurna seruan dan keadaannya perkataan Allah SWT,
yang mengandung hokum-hukum syara` dan menjadi mu`jizat bagi nabi Muhammad
SAW, maka mustahil Al-Qur`an itu dipindahkan tidak sexcara mutawatir.
B.

Hikmah di wahyukannya

Adapun rahasia dan hikmah penurunan Al-Qur`an dengan berangsur-angsur antara


sebagai berikut :
1. Untuk meneguhkan hati Nabi SAW, dalam menerima kalam Allah dan menyiarkannya
kepada umat manusia, sekalipun karus menghadapi berbagai hambatan dan aneka
ragam tantangan. Karenanya Al-Qur`an diturunkan sebagai Tasliyah, pelepas derita
dan peneguh hati, peringan beban yang dipikulnya. Firman Allah SWT Hud 11 : 120

Dan semua kisah dari rasul-rosul, Kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.
2. Memudahkan Nabi dalam mengingat dan menghapal Al-Qur`an. Nabi Mhammad
adalh seorang ummi, tidak bisa menulis dan membaca.
3. Memudahkan umat untuk menghafal dan memahami Al-Qur`an., sehingga dapat
dilaksanakn segala isinya, sebab siapapun akan merasa enggan melaksanakn suruhan
dan larangan sekiranya perintah dan larangan tersebut dilaksanakan sekaligus.
4. Diantara ayat-ayat Al-Qur`an ada yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang
disampaikan kepada Nabi, atau sebagai teguran dan penolakan atas perilaku atau
pendapat yang berkembang di masyarakat dikata itu, seandainya Al-Qur`an itu turun
sekaligus sudah barang tentu hal tersebut tidak akan terlaksana.
5. Untuk memberi kesempatan sebaik-baiknya kepada umat Islam, untuk meninggalkan
sikap mental dan tradisi-tradisi pra Islam yang negatif secara berangsur-angsur, karena
mereka telah dapat menghayati dan melaksanakn ajaran-ajaran Al-Qur`an dan ajaranajaran Nabi selangkah demi selangkah.
6. Untuk mendidik umat Islam dalam menerapkan akidah yang benar, ibadah yang benar
serta akhlak yang terpuji. Sebab masyarakat Islam pada generasi pertama masih

terbelenggu dengan kehidupan jahiliyah, sekiranya seluruh tuntutan itu harus ter
laksana sekaligus, tentu sangat sukit diwujudkan .
7. Untuk menunjukan satu kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa eksistensi AlQur`an merupakan kalmullah semata, bukan hasil ciptaan Muhammad ataupun
makhluk lainnya.
C.

Penulisan Al-Qur`an Pada Massa Nabi

a. Upaya Penghapalan
Setiap kali setelah Nabi SAW, menerima wahyu al-Qur`an, beliau langsung
mengingat dan menghafalnya. Selanjutnya beliau memberitahukan dan membacakannya
kepada para sahabat, agar mereka mengingat dan menghafaknya pula.
Begitu kuatnya ke sungguhan Nabi SAW. Untuk mengingat dan menghafal setiap
wahyu yang diterimanya, sehingga pada awal-awal turunnya wahyu ada kesan, beliau ter
gesa-gesa dalam mengingat dan menghafalnya. Firman Allah SWT :

Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur`an sebelum disempurnakan


mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: Ya Tuhanku tambakanlah kepadaku
ilmu pengetahuan. (Qs Thaha/20 : 114).
Sesuai dengan kondisi masanya, pelestarian Al-Qur`an melalui hafalan ini sangat
tepat dan cukup dapat dipertanggung jaewabkan. Hal ini mengingat bahwa, Rasulullah
SAW, adalah tergolong orang ummi, sementara beliau pun diutus oleh Allah SWT, kepada
kaum yang ummi pula.
Firman Allah SWT :

Artinya :Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang
beriman kepada Allah dan kepad kalimat-kalimat Nya (kitab-kitab-Nya) dan,
supaya kamu mendapat petunjuk. (Qs al-A`raf : 158 ).
Baik Nabi SAW, maupun para sahabat beliau, senantiasa mengulang-ulang bacaan
ayat-ayat al-Qur`an tersebut baik pada waktu mengerjakan salat lima waktu maupun di
luar salat lima waktu, seperti pada waktu-waktu Qiyam al-layl.
Adapun para sahabat Nabi yang menghafal al-Qur`an cukup banyak jumlahnya, bahkan
tidak sedikit dari mereka yang hafal seluruh isi al-Qur`an. Demikianlah al-Qur`an
Sejak semula diabadikan antara lain , melalui hafalan. Tidak seperti kitab yang Taurat dan
injil misalnya, yang hanya diabadikan dalam catatan atau tulisan.

Itulah salahsatu keistime waan al-Qur`an dari segi pelestariannya, ia dihafal serta
mudah dihafal oleh para penghafal, dan dijamin oleh Allah SWT akan keterpeliharaannya.
Firman Allah SWT :
Artinya

:Sesungguhnya

Kamilah

yang

menurunkan

al-Qur`an,

dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Qs al-Hijr/15 : 9).


b. Upaya Penulisan
Setelah datangnya Islam, maka secara berangsur-angsur kemampuan kaum
muslimin dalam soal tulis-baca ini mendapat perhatian dan pembinaan dari Nabi
Muhammad SAW, sendiri. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan, bahwa setiap orang dari
para tawanan perang Badr waktu itu diharuskan oleh Nabi SAW, untuk memberikan
pelajaran menulis kepada sepuluh orang sahabat.
Oleh karena itu, pada massa Nabi pun al-Qur`an selain dihafal oleh para sahabat,
juga dicatat dan ditulis oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh beliau yaitu, Abu
Bakar al-Shiddiq, Umar ibn Khatab, Usman ibn Affan, Ali bin Abi Thalib, Mu`awiyah,
Khalid Walid, Ubay ibn Ka`ab, Zayd ibn Sabit, Sabit ibn Qyas, Amir ibn Fuhairah, Amr
ibn al-Ash, dan Zubayr ibn al-Awwam.

D. Penulisan Al-Qur`an pada massa Khulafaurasidin


1.

Penulisan Al-Qur`an Pada Massa Abu Bakar r.a


Sesudah Nabi wafat dan Abu Bakar dipilih sebagai khalifah yang pertama,

timbulah pemberontakan-pemberontakan dan peperangan besar di negri Yamamah,


pemberontakan ini didalangi oleh orang-orang yang mendakwakan dirinya sebagai Nabi
dan banyak pula di antara mereka yang menjadi murtad dan banyak pula yang menolak
membayar zakat.
Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Al-Qur`an (sebagai
syuhada) sebelumnya telah banyak pula di anatara mereka yang gugur. Dalam hal ini
mengkhawatirkan khalifah tewas pula dalam peperangan selanjtnya. Lalu Umar
memusyawarahkan dengan Abu Bakar, ia berkata bahwa dalam perang di yamamah para
sahabat yang hafal Al-Qur`an telah banyak yang gugur, saya khawatir akan gugurnya
sahabat-sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya, sehingga banyak ayat-ayat AlQur`an yang hilang sebab kematian mereka. Oleh karena itu saya berpendapat Al-Qur`an
itu perlu dibukukan/dikumpulkan.

Dengan berulang kalinya Umar memberikan alasan kepada Abu Bakar, se hingga
Allah membukakan hatinya untuk menerima pendapat Umar. Sel;anjutnya Abu Bakar
memanggil Zaid bin Tsabit dan menyampaikan hasil musyawarah dengan Umar. Dalam
mengumpulkan ini Zaid bin Tsabit disaksikan olah dua orang saksi, Mushaf ini tetap
ditangan Abu Bakar sampai ia meninggal , kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin
Khatab, sesudah beliau wafat mashhaf itu di pindahkan ke rumah masa pengumpulan dan
penyusunan di massa khalifah Usman bin Affan.
2.

Di masa Usman bin Affan


Di masa pemerintahan Usman bin Affan, beliau menyuruh mengumpulkan Al-

Qur`an atas saran dari Hujaifah Ibnu Yaman, karena terjadinya perbedaan-perbedaaan AlQur`an di daerah-daerah Islam. Usman segera membentuk panitia yang terdiri dari para
ahli : Zaid bin Tsabit penulis wahyu dan penyusun mushaf yang pertama, Abdullah bin
Zubair, Said Ibn `Ash dan AbdurRahman Ibnul Harits. Karena Al-Qur`an turun dalam
bahasa dan dialek bahasa Quaisyy, yang berdasarkan kepada mashhaf pertama yang
dipinjam dari Hafshah. Mashhaf-mashhaf yang telah disalin itu dikirim ke setiap pelosok
dan daerah, yang selalu di awasi olah sahabat yang hafal Al-Qur`an dalam dadanya.
Setelah itu khalifah memerintahkan agar catatan-catatan Al-Qur`an lainnya dibakar, kalu
hendak menyalin hendalah kepada salah satu mashaf yang resmi itu.
Dengan demikian terdapatlah keseragaman dalam bacaan dan penulisan AlQur`an. Mashhaf yang diusahakan oleh khalifah Usman tahun 624-630 H itu disebut
mushaf Usmaniy.

E.

Penyempurnaan pemeliharaan Al-Qur`an Setelah Masa khalifah


Tulisan ayat-ayat Al-Qur`an dari masa pengumpulan sampai penggandaan

dilakukan dengan khat (tulisan ) kufi yang masih sederhana, tanpa diberi tanda-tanda
baca sperti tanda titik yang dapat membedakan antara satu huruf dengan huruf lainnya,
syakal, tanda pemisah dan tabda baca lainnya yang ada pada mushhaf sekarang ini.
Untuk menjaga kemurnian dan kesucian kitab suci tersebut, generasi berikutnya
ber upaya menampilkan menampilkan tanda-tanda baca dan penjuzan

(tajziah al-

Qur`an ) untuk memudahkan bacaannya.


Pertama :
1) Pada masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan (40-60 H) Abu al-Aswad al-Duali
menciptakan tanda-tanda harakat (baris) dengan tanda titik merah ; Tanda fatah yang

berbunyi a diberi titik sebelah atas hurufnya, tanda damah yang berbunyi suara u
diberi titik di depan hurufnya, tanda kasrah yang berbunyi suara i diberi titik
sebelah bawah huhrufnya dan tanda tasydid di beri dua titik sebelah atas hurufnya.
2) Pada masa pemerintah Abd al-Malik ibn Marwan (65-68 H), al-Hajjaj ibn Yusuf
diperintahkan pula agar masing-masing huruf ba, ta, tsa, jim, kha, dan
seterusny, sehingga orang yang membaca ayat-ayat al-Qur`an itu tidak tertukar dalam
pengucapan huruf-hurufnya. Kemudian kedua murid Abu al-Aswad Nashr ibn `Ashim
dan yahya ibn Ya`mar mengupayakan tanda-tanda tersebut seperti huruf ba diberi
tanda titik dibawahnya, huruf a diberi tanda dua titik diatasnya, huruf tsa diberi
tanda tiga titik diatasnya dan seterusnya, kemudian pada pangkal dan ujung ayat
dibrerikan tanda titik pula.
3) Dan pada tahun 162 H, Imam Khalid ibn Ahmad di kota Basrah mengupayakan tanda
baca lain yang lebih sempurna, karena dengan tanda baca di atas masih saja terdapat
kekeliruan dalam membaca, yang seharusnya dibaca panjang jadi pendek, yang beliau
melengkapi tanda-tanda baca itu lebih lengkap lagi seperti tanda di baca panjang
(maddah, tanda baris (harkat), dan tanda baca tebal (syiddah), dan tanda baca mati
(sukun) dan sejenisnya yang sampai sekarang masih terpakai sampai sekarang.
Berdasrkan ungkapan diatas jelaslah bahwa tulisan ayat-ayat al-Qur`an yang ada
sekarang ini bukanlah jenis tulisan kufi asli, karena disana sini telah mengalami
perubahan, perbaikan dan penyempurnaan, dan pada masa pemerintahan Abbasiyyah
seorang Wazir ibn Muqlah di Bagdad (272 H) beliau mengatur bentuk tulisan ayatayat Al-Qur`an sperti yang ada.

F. Rasm Al-Qur`an
Pada dasarnya, dalam penulisan bahasa Arab apa yang tertulis harus sesuai
dengan apa yang di ucapka, tanpa ada penambahan dan pengurangan sesuai dengan
kaidah-kaidah yang telah di tetapkan oleh pakar dalam bidang ini. Akan tetapi pola
penulisan al0-Qur`an dalam mushaf `Usmani terdapat beberapa penyimpangan dari pola
penulisaqn bahasa Arab secara konvensional.
Oleh karena itu, ada sementara ulama yang lebih mempersempit pengertian
rasm al-mushhaf di sini, yaitu :

Artinya :Apa yang ditulis olah para sahabat Nabi menyangkut sebagian lafadz-lapadz
al-Qur`an dalam mushhaf `Usmani, dengan pola tersendiri yang menyalahi kaidahkaidah penulisan bahasa Arab.
Sumber :
Zainudin, Drs.H. Moh.. 1996. Menelusuri Ilmu-Ilmu Al-Qur`an. Bandung.
UNISBA.
Hasanudin. 1995. Perbedaaan Qiroat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath
Hukum dalm Al-Qur`an. Jakarta. Grasindo Persada.
Bakry, DRS. Nazar. 1994. Fiqih dan Usul Fiqih. Jakarta. Raja Grafindo
Persada.

BAB III
ASBAB AL-NUZUL

A.

Pengertian Asbab Al-Nuzul

Asbab al-Nuzul artinya sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur`an, maksudnya


adalah peristiwa-peristiwa khusus yang ter jadi di massa Rasulullah SAW, yang melatar
belakangi turunnya ayat-ayat Al-Qur`an, baik berupa jawaban, penegasan ataupun teguran
terhadap peristiwa tersebut.
Para ahli memberikan definisi Asbab al-Nuzul ini dengan redaksi yang berbedabeda, diantaranya Al-Zarqoni (1, 1988 : 101) mengetengahkan definisinya sebagai berikut





.
Artinya :Sabab al-Nuzul adalah diturunkannya suatu ayat atau beberapa ayat
(Al-Qur`an) sebagai jawaban peristiwa (sebab) atau sebagai penegasan
hukumnya yang terjadi dikala itu.
Dari definisi diatas memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat
kadangkala diawali dengan peristiwa, atau sebagai jawaban dari pertanyaan, atau sebagai
penegasan huum.

B.

Ugensi dan Kegunaan Asbab Anuzul

Dengan panjang lebar al-Zarqani memerinci guna dan faedah mempelajari ilmu
asbab Al-Nuzul ini ada tujuh macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dengan pengetahuan asbab al nuzul dapat mengetahui kandungan hikmah ajaran
Allah SWT dengan jelas, terutama yang berhubungan dengan syariat-Nya, yang
berkaitan erat dengan rahasia tasyri dan tingkatan-tingkatannya dalam suatu
masalah, seperti proses diharamkannya minum khamer (memabukan) dan yang
sejenisnya.
2. Pengetahuan asbab al-nuzul membantu seseorang dalam memahami kandungan ayat
serta sekaligus dapat menghilangkan aneka ragam kekeliruan dan keraguan. Dan
untuk lebih jelasnya ada beberapa kejadian yang dialami para sahabat.
3. Memudahkan hapalan serta dapat memberikan kesan yang paling dalam bagi setiap
orang yang mendengar ayat-ayat yang disertai latar belakang peristiwa turunnya.
C.

Cara Mengetahui Riwayat Asbab al-Nuzul


Satu-satunya cara untuk mengetahui asbab al-Nuzul ini adalah hanya dengan

periwayatan yang diterima dari ulama salaf. Setiap periwayatan sudah barang tentu
mengandung unsure shahih dan tidak shahih (diterima dan ditolak), oleh karenanya
dibutuhkan penyeleksian dengan menulusuri para rawinya yang dapat dipercaya seperti
halnya dalam periwayatan Hadist, hanya dalam pewriwayatan asbab al-Nuzul derajat
yang paling tinggi adalah mauquf, tapi hukumnya sama dengan marfu (al-mauquf bi
hokum al-marfu) yang sampai kepada nabi SAW. Oleh karenanya mayoritas ulama
berpendapat : Setiap asbab al-Nuzul yasng diterima, selam tidak ada riwayat yang lebih
kuat yang melemahkannya.
D.

Macam-macam Asbab An-Nuzul

Dilihat dari segi sedikit banyaknya riwayat sabab nuzul bagi ayat-ayat yang turun,
maka dapat dikelompokan menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama : Satu peristiwa menjadi sebab turunnya beberapa ayat, yang
dikenal dalam istilah Ilmu Asbab al-Nuzul dengan sebutan ( turun
beberapa ayat dengan satu sebab).
Kelompok Kedua : Beberapa peristiwa yang menjadi sebab turunnya suatu ayat,
yang dikenal dengan sebutan : ( berbilang sebab yang turun hanya
satu ).Dalam bentuk yang seperti ini di tuntut untuk menyeleksi dan mengkompromikan
riwayat-riwayat yang berbilang itu dengan langkah-langkah.sebagai berikut :

1. Menganbil yang paling shahih, dari riwayat-riwayat yang berbilang itu, diperiksa
keshahihannya, mungkin diantaranya ada yang paling shahih, riwayat inilah yang
diambil untuk dijadikan pegangan.Misalnya asbab Nuzul yang berkaitan dengan 5
ayat dari surat al-Dhuha.
2. Apabila langkah pertama tidak memungkinkan, karena riwayat yang berbilang itu
nilainya sama-sama shahih, maka jalan keluarnya adalh dengan sebagi berikut :
a) Tarjih : Apabila kedua riwayat / lebih sama shahihnya, akan tetapi
memungkinkan untuk di tarjih, maka yang di pegang adaqlah yang rajih dan
meninggalkan yang marjuh.
b) Ta`adud al-Asbab : Apabila ada dua riwayat atau lebih sama shahihnya dan tidak
memungkinkan untuk ditarjih, akan tetapi kedua peristiwa itu berdekatan
waktunya, maka yang demikian itu digolongkan pada istilah
(berbilang sebab yang turun hanya satu).
c). Tikror al-Nazil : Dan apabila dua riwayat / lebih sama-sama shahih, tidak bisa
ditarjih dan tidak bisa pula disatukan, karena kedua peristiwa itu berjauhan
waktunya. Maka yang demikian digolongkan pada :
(ayat itu berulang-ulang turun dengan sebab beebilang).
E.

Kaidah Menetapkan Hukum Dikaitkan dengan Asbab Al-Nuzul

Adapapu dalam menetapkan hokum yang terkandung dalam ayat-ayat yang


bersifat umum, sama sekali tidak terikat olleh sebab0sebab yang melatar belakangi
turunnya, seperti peristiwa qodzaf yang dituduhkan Hilal ibn Umayah kepada isterinya
dengan Syuraik ibn Sahma, Nabi berkata : Datanglah empat orang saksi atau hadd
(pukulan ) atas pundakmu dst. Dengan adanya peristiwa tersebut, maka turunlah ayat-ayat
Li`an pada surat An-Nur 24 : 4-9

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)


dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka itu
dengan delapan puluh kali deraan sampai.jika tuduhan itu benar.
Lafal Al-Ladzina , Isim mausul berbentuk jamak, menunjukan ayat tersebut
bersifat umum, sedangkan yang menjadi sebab turunnya ayat ini adalah bersifat khusus,
yakni Hidal ibn Umayah yang menuduh isterinya berbuat zina dengan Syuraik ibn Sahma.
Bentuk ayat yang bersifat umum ini sudah barang tentu tidak hanya berlaku bagi hilal ibn
Umayah dengan isterinya atau kepada Uwaimir dengan isterinya saja, akan tetapi berlaku

pula bagi setiap orang berikutnya yang bernuat seperti itu, sesuai dengan keumuman ayat
tersebut.

BAB IV
MUNASABAH AL-QUR`AN

A. Pengertian Munassbah
Ilmu Munasabah disebut juga persesusaian, dan yang dimaksud dengan ilmu ini
adalah Ilmu yang menerangkan persesusaian antara satu ayat dengan ayat yang
dimukanya dan dengan ayat dibelakangnya.
Al-Suyuthi (II, 1993 : 299) mengutarakan bahwa Ibn al-Arabi dalam kitabnya
Siraj al-Muridin memberikan definisi munasabah itu sebagai berikut:













Ikatan ayat-ayat Al-Qur`an anatara bagian ayat yang satu dengan bagian
lainnya merupakan satu kalimat (kata) yang serasi maknanya dan teratur.
Berdasarkan uraian diatas maka yang dimaksud dengan ilmu munasabah atau ilmu
Tanasub al-ayat adalah ilmu yang menjelaskan tentang keserasian antara satu ayat dengan
ayat yang berada di depannya, misalnya sekumpulan beberapa ayat membicarakan
sesuatu hokum, maka ayat yang berada dipangkalnya diperinci dengan ayat berikutnya,
atau ayat yang berada dibelakangnya itu menjadi penguat bagi ayat sebelumnya.
B. Pendapat Para Ulama Tentang Ilmu Munasabah
Ulama Tafsir yang pertama kali mempopulerkan Ilmu Musabah ini adalah Imam
Abu Naisaburi (wafat 324 H) di kota Bagdad, beliau memandang rendah para Ulama
yang tidak mengetahui wajah-wajah munasabah baik antara ayat dengan ayat maupun
antara surat dengan surat, karenanya apabila dibacakan ayat atau surat dihadapannya
beliau selalu bertanya untuk menguji adanya munasabah tersebut.
Langkah-langkah beliau ini didukung oleh Ulama-ulama Tafsir yang datang
kemudiannya antara lain : Syekh Burhanudin Al Hayyan dan mufasirin lain yang
sependapat dengannya mereka menetapkan bahwa Ilmu Munasabah itu ada, bahkan
diantara mereka mewajibkan dikuasainya ilmu ini bagi setiap mufasirin, karenanya setiap
orang yang akan menafsirkan ayat Al-Qur`an disamping harus menguasai seperangkat
ilmu bahasa, asbab al-nuzul, nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih dan yang sejenisnya,

juga ia dituntut harus memperhatikan dan menguasai persesusaian antara ayat sebelum
dan sesudahnya (tanasub al ayat), demikian p[ula halnya antara surat dengan surat
(tanasub al-suwar).
C. Relevansi Ilmu Munasabah dengan Tafsir Al-Qur`an
Seperti halnya mengetahui ilmu asbab al nuzul sangat mabantu sekali dalam
memahami tafsir ayat Al-Qur`an, maka demikian pula halnya mengetahui ilmu tanasub al
ayat turut pila membantu dalam memahami ta`wil ayat.
Kitab suci Al-Qur`an tidak cukup hanya sekedar diterjemahkan atau dialihkan
bahasanya dari tafsir-tafsir masa silam semata melainkan sangat diperlukan pemahaman
yang mendasar, sehingga kecerdasannya itu betul-betul menjadi petunjuk serta tuntutan
bagi kehidupan umat manusia dewasa ini.

D. Tasnasub al-Ayat dan Tanasub al-Suwar


Yang dimaksud dengan tanasub al ayat adalah keserasian suatu ayat dengan ayat
lainnya, baik keserasian dengan sebelum maupun dengan sesudahnya. Sedangkan tanasub
al suwar adalah keserasian antara surat, baik dengan surat yang berada dibelakngnya,
maupun dengan surat yang berada di depannya.
1. Keserasian Antar Ayat
Dalam kitab-kitab tafsir terdahulu disamping pembahasan dan penafsiran ayat
demi ayat, sebagian mufasirin sebelum merentangkan tafsirnya terlebih dahulu mereka
mengumpulkan ayat-ayat yang terkait, misalnya lima atau enam ayat ditulis terlebih
dahulu, kemudian mereka singgung munasabahnya dengan menerangkan pengertian yang
terkandung pada ayat-ayat tersebut secara menyeluruh, dan pada bagian berikutnya baru
dibahas tentang tafsirnya setelah terlebih dahulu mereka menjelaskan baik dari asbab alnuzulnya maupun dari segi mufradatnya dan jenis-jenis lain yang termasuk pada
lingkungan ilmu bahasa. Hal ini dilakukan para mufasir karena kadang-kadang ayat-ayat
berikutnya itu berfungsi sebagai taukid bagi ayat-ayat sebelumnya, atau merupakan
keterangan (bayan), atau merupakan tafsir, atau sebagai selingan yang kadang kala
berbentuk kontradiktif, seperti ayat-ayat yang menerangkan keadaan orang-orang mukmin
dengan orang kafir, janji dan ancaman, rahmat dengan adzab, tarhib dengan targhib dan
yang sejenisnya.
Dan kadang kadang munasabah ini terjadi dalam hal penelitian suatu kejadian
yang mengajak umat manusia untuk berfikir dengan menyebutkan beberapa jenis material
yang mem,iliki kaitan erat dalam kejadian itu, seperti yang terdapat dalam surat alGhasyiayah 88 : 17 20 )

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia ditinggikan?


Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana
dihamparakan?
Pada ayat tersebut dikumpulkan antara unta, langit, gunung dan bumi untuk
memelihara apa yang berlaku pada adat da kebiasaan arab pedesaan, dimana mereka
berkehidupan dengan rerumputan, hal ini tidak mungkin dapat tercapai dengan tanpa
adanya hujan, karenanya bola mata mereka senantiasa bolak-bolik menatap langit dengan
penuh harap turunnya hujan, kemudian mereka pun sangat membutuhkan perlindungan
tempat tinggal yang nyaman di kulit bumi, dan dengan adanya gunung dan lembah
mereka selalu berpindah-pindah tempat mencari rumput dari stepa kering ke stepa subur
untuk mrngembalakan ternaknya. Dengan mendengar ayat-ayat yang menyentuh
kehidupan social mereka akan semakin menambah kerinduan hatinya pada dekat dengan
Yang Maha Pencipta jagat raya yang selalu akarab dengan kehidupan mereka sehari-hari.
2. Keserasian Anatar Surat
Munasabah antara ayat dengan ayat tidaklah begitu pelik, karenanya mayoritas
mufasirin terutama dari kalangan kontemporer sebelum membahas penjelasan dan
penafsiran ayat, selalu didahului dengan surat, diantara surat dengan surat, diantara
mufasirin baik salaf maupun kholaf relatif jarang yang membahas munasabahnya. Dan
pada al-Qur`an dan terjemahannya yang dikeluarkan Departemen Agama R.I. hubungan
antara surat dengan surat ini dibahas pula dengan lengkap, meskipun pembahasannya
tidak begitu luas sesuai dengan kapasitas terjemah.
Diantara mufasirin mengutarakan wajah munasabah antara suraqt Al-Fatihah dengan surat
Al-Baqarah sebagai berikut :

Alif laam miim, kitab (Al-Qur`an) ini, tidak ada ker aguan padanya, petunjuk
bagi mereka yanmg bertaqwa,
Adalah isyarat kepada jalan yang lurus sebagaimana disebutkan pada ayat yang
terdapat dalam surat al-Fatihah :
Tunjukanlah kami kepada jalan yang lurus
Mereka menegasakan : Oleh karena itu manusia memohonkan hidayat (petunjuk)
kepada jalan yang benar, maka diterangkanlah kepada mereka, bahwa jalan yang benar

dan lurus yang mereka mintaka itu ialah al-Kitab (Al-Qur`an) sedikitpun di dalamnya
tidak ada keraguan.
Kitab tafsir dewsa ini yang paling lengkap dengan muatan munasabahnya adalah
kitab Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa-al-Syariah wa al-Manhaj buah karangan AlUstadz Wahbah al-Zukaili, sebelum menyajikan penafsirannya yang te rperinci, beliau se
lalu menghapus terlebih dahulu munasabahnya baik antara ayat dengan ayat maupun
antara suarat dengan surat.
Sumber : Zainudin, Drs. H. Moh. 1996. Menelusuri Ilmu- Ilmu Al-Qur`an.
Bandung.

BAB V

MAKIYAH DAN MADANIYAH

A. Pengertian Makiyah Dan Madaniyah


Para sarjana muslim mengemukakan empat prespektif dalam mendefinisikan
terminology Makiyah dan Madaniyah. Keempat prespektif itu adalah masa turun (zaman
an-nuzul), tempat turun (makan an-nuzul), objek pembicaraan (mukhahatab), dan tema
pembicaraan (maudu).
Dari prespektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminology di atas
sebagai berikut:



.






:



.










:












Artinya :Makiyah ialah ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke
madinah, kendatipun bukan turun di mekah, Madaniyah adalah ayat-ayat yang
diturunkan sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di
madinah, ayat-ayat yang tueun setelah peristiwa hijrah disebut Madaniyah
walaupun turun di Mekah atau Arafah.

Dengan demikian, surat An-Nisa (4) : 58 termasuk kategori Madaniyah kendati


pun diturunkan di mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota Mekah (fath al-makah).
Begitu pula surat Al-Maidah (5) : 3 termasuk kategori Madaniyah kendati pun tidak
ditueunkan di Madinah, karena ayat itu diturunkan pada pe ristiwa haji wada.
B. Cara-Cara Mengetahui Makiyah Dan Madaniyah
1. Pendekatan Tranmisi (periwayatan)
Dengan perangkat pendekatan tranmisi, para sarjana muslim merujuk pada
riwayat-riwayat valid yang berasal dari para sahabat yaitu orang-orang yang besar
kemungkinannya menyaksikan turunnya wahyu, atau para generasi tabi`in yang paling

berjumpa dan mendengar langsung proses kewahyuan Al-Qur`an, termasuk di dalamnya


adalh formasi kronologis Al-Qur`an.
Otoritas para sahabat dan para tabi`in dalam mengetahui informasi kronologi Al-Qur`an
dapat dilihat dapat dilihat dari pernyataan mereka. Dalam salah satu riwayat Al-Bukhari,
Ibnu Mas`ud, umpamanya berkata.








Artinya :Demi Dzat yang tidak ada Tuhan selain-Nya tidak ada ayat pun dari kitab
Allah yang turun, kecuali aku tahu untuk siapa dan di mana diturunkan,
Seandainya kutahu tempat oaring yang lebih paham dariku tentang kitab Allah,
pasti aku akan menjumpainya.
2. Pendekatan Analogi (qiyas)
Ketikas melakukan kategorisasi Makiyah dan Madaniyah, para sarjana muslim
penganut pendekatan analogi bertoalk dari cirri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu.
Dengan demikian, bila dalam surat Makiyah terdapat sebuah ayat yang memiliki cirri-ciri
khusus Madaniyah, ayat ini termasuk kategori ayat Madaniyah. Tentu saja ditetapkan
pula sebagai cirri-ciri khusus bagi kedua klasifikasi itu. Umpamanya mereka menetapkan
tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai cirri khusus Makiyah dan
Madaniyah, dan tema menetapkan fara`idh dan ketentuan hadd sebagai cirri khusus
Madaniyah.
C. Ciri-Ciri Spesifik Makiyyah dan Madaniyyah
1. Makiyyah
a. Di dalamnya terdapat ayat sajdah
b. Ayat-ayatny dimulai dengan kata kalla
c. Dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha an-naas dan tidak ada ayat yang dimulai
dengan ungkapan yaaayyha al-ladiina, kecuali dalam surat Al-Hajj (22), karena
di penghujung surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa
ayyuha al-ladiina.
d. Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu.
e. Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan iblis, kecuali surat AlBaqarah (2).

f. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong (huruf at-tahajji) seperti alif


lam mim dan sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah dan Ali `imron.
2. Madaniyyah
a. Mengandung ketentuan-ketentuan farai`dh dan hadd.
b. Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat AlAnkabut (29).
c. Mengandung uraian-uraian tentang perdebatan dengan Ahli Kitab.
D. Kalsifikasi Ayat dan Surat Al-Qur`an
Menurut edisi standar Mesir, 86 surat termasuk dalam periode Mekkah, sedangkan
28 surat lainnya berasal dari periode Madinah. Dalam Pandangan para sarjana muslim,
pijakan pertama untuk mengklasifikasikan bagian ayat-ayat Al-Qur`an adalah hadis dan
pernyataan-pernyataan para mufasir yang belakangnya.
Para sarjana muslim menerima secara umum bahwa ayat-ayat yang diturunkan di
Madinah dapat saja merupakan bagian dari surat yang di rancang sebagi surat Makiyah.
Sistem penanggalan Makiyyah yang telah dikemukakan sejauh ini, didasarkan pada tiga
asumsi : Pertama, surat-surat Al-Qur`an yang ada sekarang ini merupakan unit-unit
wahyu orsdinil. Kedua, memungkinkan untuk menetapkan tatanan kronologisny. Ketiga,
bahan-bahan tradisional termasuk literature hadist, sirah (sejarah), asbab an-nuzul, nasikh
mansukh, serta kitab-kitab tafsire bi al-matsurtelah menyediakan suatu basis yang kokoh
untuk penaqnggalan surat-surat Al-Qur`an. Namun, Asumsi-asumsi ini memiliki sejumlah
kelemahan mendasar,. Lebih jauh, system periodisasi Makiyah dan madaniyah juga tidak
memadai sebagai basis kajian-kajian tematis kronologis Al-Qur`an yang l;ebih menitik
beratkan system penanggalannya pada perkembangan atau peralihan tema dan bagianbagian individual sebagai unit wahyu orsinil.
E. Urgensi Pengetahuan Tentang Makiyyah dan Madiniyyah
Manna` Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskrifsikan urgensi
mengetahui Makiyyah dan Madaniyyah adalah sebagai berikut :
1. Membantu dalam menafsirkan Al-Qur`an
Pengetahuan tentang para mufasir dalam peristiwa di seputar turunnya AlQur`an tentu sangat membantu memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an,
kendatipun ada teori yang mengatakan bahwa keumuman redaksi ayat yang harus
menjadi patokan dan bukan kekhusuan sebab.
2. Pedoman bagi langkah-langkah dakhwah
Setiap koondisi tentu saja memerlukan ungkapan yang relevan. Ungkapan dan
intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat Makiyyah dam Madaniyyah memberikan

informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakhwah agar relevan dengan


orang yang diserunya. Karena itu dakhwah Islammberhasil mengetuk hati dan
menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya.
3. Memberi informasi tentang sirah kenabian
Penahapan turunnya wahyu adalah seiring dengan penjelasan dakhwah Nabi,
baik di mekah atau madinah, mulai diturunkannya wahyu pertama sampai
diturunkannya wahyu terakhir. Al-Qur`an adalah rujukan otentik bagi perjalanan
dakwah Nabi itu. Informasinya sudah tidak dapat diragukan lagi.
Sumber : Zainudin, Drs. H. Moh. 1996. Menelusuri Ilmu- Ilmu Al-Qur`an.
Bandung.

BAB VI
ILMU MUHAHAKAM DAN MUTASYABIH

A. Pengertian Muhakam Dan Mutsyabih


1. Arti Muhakam dan Mutsyabih Secara Umum
Pengertian secara umum atau secara bahasa Al-Muhakam kalimat musytaq dari
Hakama yang berarti Manaa yaitu mencegah atau melarang dengan bijaksana,
artinya ia mengerjakan sesuatu dengan sempurna serta
Apabila dikatakan :
menjaganya dari aneka ragam kerusakan dengan bijaksana.
Adapun Mutsyabih murdifnya adalah yang artinya serupa atau sebanding.
Dengan demikian seluruh ayat-ayat Al-Qur`an apabila dilihat dari segi balagah maupun
dalam bidang ijaznya adalah seimbang.
2. Arti Muhakam dan Mutasyabih secara Khusus
Para ulama telah mendefinisikan istilah muhakam dam mutasyabih ini (AshShidique, 1972 : 157) dengan redaksi yamg berbeda-beda diantaranya :
a. Menurut Ulama Hanafiyah Muhakam adalah yang jelas dalalahnya, tidak
mengandung naskh. Sedangkan mutasyabih adalah yang tersenmbunyi, yang tidak
tidak diketahui ma`nanya, baik secara aqly maupun naqly.
b. Menurut Ibn Abbas dan mayoritas Ushuliyin Muhakam adalah suatu ayat yang tidak
mempunyai pengertian lain (hanya satu arti saja ), sedangkan Mutasyabih adalah
ayat yanmg mengandung beberapa pengertian.
c. Menurut Imam Ahmad Ibn Hambal Muhakam adalah ayat yang mengandung
pengertian dengan sendirinya, tidak membutuhkan keterangan, sedangkan
Mutasyabih adalah yang tidak mengandung pengertian dengan sendirinya dan selalu
membutuhkan kepada keterangan, kadang-kadang keterangan dengan ini kadangkadang dengan itu, sebab adanya berlainan pendapat dalam mentawilkannya.
d. Menurut Ulama Mutaakhirin Muhakam adalah yang jelas ma`nanya, tidak dimasuki
keraguan. Sedangkan Mutasyabih adalh sebaliknya.
e. Menurut Imam al-Razi dan para ahli Tahkiq Muhakam adalah ayat dalalhnya rajih,
yaitu yang berupa nash dan dzahir. Sedangkan Mutasyabih adalah yang dalalahnya
tidak rajib, sepeti yang mujmal, muawwal dan musykil.

Dapat disimpulkan bahwa Muhakam adalah ayat yang menunjukan kepada


maknanya dengan terang, sedikit pun tidak ada yang tersembunyi seperti kalimat nash
dan dzahir. Sedangkan Mutasyabih adalah ayat-ayat yang tidak jelas maknanya dan
mengandung unsure kesamaran didalamnya.
B. Ayat-ayat Mutasyabihat
Adapun ayat-ayat Al-Qur`an yang dipandanga tergolong kepada mtasyabihat
diantaranya :
1. Fawatir al-Suwar atau Huruf al-Muqathatha yaitu potongan-potongan huruf yang
terletak pada permulaan sebahagian surat, misalnya Alif Laam Miim, Yaasin,
Haamim dan yang sejenisnya.
2. Ayat-ayat yang menyebutkan Waktu tibanya hari kiama, daabatu al-ardhy dan
yang sejenisnya seperti yang terkandung pada Firman Allah Al-Naml 27 : 82

Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis
binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa
sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat kami.
3. Ayat-ayat Shifat atau Mutasyabih al-Shifat yaitu ayat-ayat yang menunjujk kepada
sifat-sifat Tuhan diantaranya Thoha 20 : 5

(Allah) Yang Maha Pengasih bersemayam diatas Arsy.

C. Pandangan Para Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabihat


Mayoritas ulama berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabihat tidak diketahui
ta`wilnya oleh siapa pun kecuali hanya oleh Allah sendiri. Mereka mewajibkan agar
siapapun tidak mencari-cari ta`wilnya, dan menyerahkan persoalan itu sepenuhnya
kepada Allah SWT sebab orang rasikh ilmunya saja mengenai ta`wil ayat al-Qur`an inin
berakhir pada ucapan :Kami mengimaninya, semuanya itu datang dari Allah Tuhan
Kami.
Lain halnya dengan golongan Mu`tazilah dan Hasan al-Asy`ary yang berpendapat
bahwa seharusnya diantara orang yang rasikh ilmunya dapat mengetahui ta`wil ayat=ayat
mutasyabih itu, karenanya beliau mengatakan bahwa ayat itu (Ali-Imron : 7) waqafnya
pada kalimat Warraasikhuuna Fi al-Ilmi:, dengan demikian para ulama yang rasikh
ilmunya dapat mengetahui ta`wilnya. Pendapat ini juga didikung oleh Abu Ishaq alSuyirozi.

Al-Raghib al-Asfahany (tanpa tahun : 262) mengambil jalan tengah dengan


membagi ayat-ayat mutasyabihat menjadi tiga bagian :
1. Ayat atau lafal yang sama sekali tidak dapat diketahui hakikatnya, seperti
pengetahuan tentang Dzat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, waktu tibanya hari
kiamat, lafal Daabah al-ardhi (sejenis binatang) yang akan muncul menjelang
kehancuran alam semesta yang terdapat dalam surat An-Naml : 82.
2. Ayat-ayat mutasyabih yang dengan berbagai sarana manusia baik dengan penelitian
maupun pengkajian daqpat mengetahui ma`nanya, seperti lafal yang ganjil dan
hokum-hukum yang tetutup dan rumit.
3. Ayat-ayat mutassyabih yang hanya diketahui ma`nanya oleh orng-orang-orang yang
rasikh ilmunya, sebagaimana diisyaratkan oleh doa Rasulullah SAW. Bagi Ibn
Abbas :







Ya Allah karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai Agama, dan
limpahkanlah pengetahuan tentang ta`wil kepadanya.

D. Pendapat Para Ulama Salaf Dan Kholaf Tentang Ayat-ayat Sifat


Para ulama dalam menghadapi ayat-ayat shifat yang mutasyabih (mutasyabih alshifat) terdapat dua madhab :
Pertama : Madhab Salaf disebut juga golongan Mufawwidhah yang terdiri dari ulama
terdahulu termasuk pula generasi sahabat Nabi SAW. Mereka ini mengimani sepenuhnya
ayat-ayat yang mutasyabih itu dan menyerahkan makna serta pengertiannya kepada Allah
SWT semata.
1. Menurut aqly : Untuk menetapkan pengertian ayat Mutasyabihat itu tiada lain hanya
dengan kekuatan qaidah-qaidah bahasa dan pemakaiannya yang bersifat Dzanny
9perasangka). Sedangkan sifat-sifat Allah termasuk aqidah yang membutuhkan dalil
yakin dan untuk itu tidak jalannya, karenanya kita harus tawaquf da menyerahkan
kentataan hakikatnya kepada Allah.
2. menurut naqly : Adanya beberapa hadist yang mengisaratkan harus berhati-hati dalam
menghadapi ayat-ayat Mutasyabihat, bahkan dalam riwayat Umar ibn al-Khotob
pernah melarangnya.
a. Hadist Aisyah yang menyuruh berhati-hati terhadap orang yang mengikuti ayatayat mutasyabihat, karena orang demikian itulah yang disebut oleh Allah cendrung
kepada kesesatan.
b. Al-Darimi meriwayatkan dari Sulaiman bin Yasar bahwa ada seseorang bernama
shubaigh datang ke Madinah, ia menanyakan kesana kemari tentanf ayat-ayat

Mutasyabihat dalam Al-Qur`an, Kemudian Umar bin Khotob memanggilnya


dengan terlebih dahulu menyediakan beberapa pelepah kurma untuknya, setibanya
orang tersebut seraya umar menyapanya : Siapakah engkau ? Dia menjawab :
Saya Abdullah ibn Shubaigh, maka Umar mengambil salah satu pelepah kurma
tersebut dan langsung memukulnya, dan dalam riwayat lain sampai kepalanya
bengkak-bengkak.
Kedua : Madzhab kholaf yang terkenal dengan sebutan golongan :Muawiyyah yang
terdiri dari imam Harmain dan Ulama berikutnya. Mereka menta`wilkan ayat-ayat sifat
dengan arti yang kita ketahui dengan nyata, menta`wilkan dari lafal yang musthil pada
dzahirnya kepada ma`na yang layak Dzat Allah baik menurut akal maupun syara`.
E. Hikmah Adanya Ayat-ayat Mutasyabihat Dalam Al-Qur`an
Dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat di dalam Al-Qur`an mengandung hikmah
yang besar bagi umat manusia diantaranya :
1. Sebagi Penguji keimanan : Dengan adnya ayat Mutasyabihat apakah manusia itu
percaya kepada berita yang benar ataukah tidak. Orang-orang yang mendapat
petunjuk selalu mengatakan :Kami beriman, sekalipun mereka tidak mengetahuinya
dengan nyata. Seperti menyangkut hal-hal yang ghaib yang akan terjadi di akhirat
kelak. Dan sebaliknya bagi orang yang cendrung kepada kesesatan, dengan
kesombongannya itu aka membawa dirinya kepada kekufuran karena fitnah yang
ditimbulkannya.
2. Untuk memudahkan pemahaman : Imam al-Razy menegaskan bahwa Al-Qur`an
mencakup da`wah kepada kaum khawas dan kaum awam. Watak kaum awam dalam
banyak hal berminat ingin mengetahui hakikat sesuatu, kalaulah diantara mereka
mendengar tentang adanya sesuatu Dzat yang tidak betubuh, tidak bertempat dan
tidak diisyaratkan kepadanya, tentulah dia menyangka bahwa yang demikian itu tidak
ada, akhirya ia terjerumus kedala faham :Ta`thil (faham yang mengingkari sifatsifat Tuhan)
3. Meningkatkan pengkajian terhadap Al-Qur`an : dengan adanya ayat-ayat mutasuabih
akan menjadi penggerak dan pendorong bagi kaum mukmin untuk terus menerus
mengkaji da menggali ilmu sesuai dengan kemampuannya.
4. Untuk membuktikan kelemahan dan keterbatasan kemampuan manusia ; Pendapat
para ulama dalam mengartikan huruf al-muqatha `ah hanya berkisar pada hikmah
keberadaan huruf-huruf tersebut.
5. Menjunjung tinggi akal pikiran : Dengan adanya muhkam dan mutasyabih mendorong
ahli piker untuk memacu pikirannya untuk menemukan dalil aqly sebagi dasar untuk
mencaei kebenaran.
6. Untuk menetapkan kemukjizatan Al-Qur`an : Pada umumnya ayat-ayat mutasyabihat
mengandung nilai-nilai sastra yang sangat tinggi sehingga sampai pada puncaknya
ilmu bayan. Dan disamping itu untuk memudahkan menghapal dan memelihara AlQur`an.

7. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan : Dengan adanya ayat-ayat muhkam dan


mutasyabih memacu manusia untuk terus aktif mendalami Al-Qur`an sehingga
lahirlah berbagi cabang-cabang ilmu yang sangat bermanpaat bagi kehidupan manusia
seperti ilmu bahasa, nahwu, balaghoh, ushul fiqih dan yang sejenisnya.
Sumber : Zaenudin, Moh. Menelusuri Ilmu-Ilmu AL-QUR:AN. Bandung. 1994.

BAB VII
Qira`at Al-Qur`an

A.

Pengertian Al-Qur`an

Secara Etimologi (bahasa), qira`at merupakan kata jadian (mashdar) dari kata
qarq`a (membaca). Sedangkan secara terminology (istilah), maka ada beberapa definisi
yang diintrodusir ulama :
Menurut Az-Zarqani :

Artinya :Suatu mazhab yang dianut seorang imam qira`at yang berbeda dengan
lainnya dalam pengucapan Al-Qur`an serta sepakat riwayat-riwayat dan
jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf
ataupun dalam pengucapan bentuk-bentuknya.
B Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira`at
1. Latar Belakang Historis
a. Suatu ketika Umar bin Al-Khathab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim
ketika membaca ayat Al-Qur`an, Umar tidak puas terhadap bacaan Hisyam sewaktu
ia membca surat Al-Fueqan. Menurut Umar, bacaan Hisyam tidak benar dan
bertentangan dengan apa yang diajarkan Nabi kepadanya. Namun, seuasai salat,
Hisyam diajak menghadap nabi seraya melaporkan peristiwa di atas. Nabi
menyuruh Hisyam mengulangi bacaannya sewaktu shalat tadi, Setelah Hisyam
melakukannya, Nabi beersabda :




.
Artinya :memang begitulah Al-Qur`an diturunkan sesungguhnya Al-Qur`an ini

diturunkan dalam tujuh hurufm, maka bacalah apa yang kalian anggap
mudah dari huruf itu.
b. Di dalam Riwayat Ubai
Murut ssejarah, timbulnya penyebaran qira`at dimulai pada masa tabi`in, yaitu pada
awal II H, tatkala para qari` sudah tersebar di berbagai pelisok. Mereka lebih suka
mengemukakan qira`at gurunya daripada mengikuti qira`at imam-imam lainnya.
Qira`at-qira`at tersebut diajarkan secara turun-temurun dari guru-guru, sehingga
sampai kepada para imam qira`at, baik yang tujuh, sepuluh, atau yang empat belas.
c. Kebijakan abu bakar Siddiq yang tidak mau memusnahkan mushafmushaf lain
selain yang telah disusun Zait bin Tsabit, seperti mushaf yang dimiliki ibn Mas`ud,
Abu Musa Al-Asy`ari, Miqdad bin Amar, Ubay Bin Ka`ab, dan Ali bin Abi Thakib,
mempunyai andil besar dalam kemunculan qira`at yang kian beragam. Perlu dicatat
bahwa mushaf-mushaf itu tidak berbeda dengan yang disusun Zaid bin Tsabit dan
kawan-kawannya, kecuali pada dua hal saja, yaitu kronologi surat dan sebagian
bacaan yang merupakan penafsiran yang ditukis dengan lahjah tersendiri karena
mushaf-mushaf itu merupakan catatan peribadi mereka masing-masing.

d. Adanya mushaf-mushaf itu disertai dengan penyebaran para qari ke berbagai


penjuru, pada gilirnnya melahirkan sesuatu yang tidak didinginkan, yakni timbulnya
qira`at yang semakin beragam. Lebih-lebih setelah terjadinya transformasi bahasa
dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa bukan arabin, senhingga
pada akhirnya perbedaan qira`at itu sudah pada kondisi sebagaimana yang
diskasikan Hudzalifah Al-Yamamah dan yang kemudian dilaporkannya kepada
Utsman.
2. Latar Belakang cara Penyampaian (kaifiyat Al-Ada`)
Para ulama mencoaba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara melafalkan AlQur`an itu sebagai berikut :
a. Perbesdaan dalam I`rab atau harakat kalimat tanpa pewrubahan makna dan bentuk
kalimat. Misalnya pada firman Allah SWT :

Artinya :_yaitu orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat
kikir_(Qs. An-Nisa 4 : 37)
b. Kata Al-Bakhl yang berarti kikir di sini dapat dibaca fathah pada huruf ba`nya
sehingga menjadi bi Al-Bukhl.
c. Perbedaan pada I`rab dan harakat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya.
Firman Allah SWT :

Artinya ;Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami (Qs. Saba` 34 : 19).
Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah di atas adalah ba`id karena statusnya
sebagai fi`il amr, boleh juga dubaca ba`da yang berarti kedudukannya menjadi fi`il
madhi, sehingga artinya telah jauh.
d. Perbedaan pada perubahan huruf antara perubahan I`rab dan bentuk tulisannya,
sementara maknanya berubah. Misalnya pada firman Allah SWT :

Artinya

:Dan

lihatlah

kepada

tulang

keledai

itu,

menyusunnyakembali.(Qs, Al-Baqarah 2 : 259)

kemudian

kami

Kata nunsyizuha (kami menyusun kembali) yang ditulis dengan menggunakan huruf
zay diganti dengan huruf ra sehingga menjadi berbunyi nunsyiruha yang berarti kami
hidupkan kembali.
e. Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tilisannya, tetapi maknanya
tidak berubah.
f. Perbedaan pada kalimat di mana bentuk dan maknanya beruabah pula. Misalnya pada
ungkapan thal`in mandhud menjadi thalhin mhandhud.
g. Perbedaan pada mendahulukan dan mengkharinya.
h. Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf, sperti firman Allah SWT :

Artinya :surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya .(Qs.


Baqarah : 2 : 25_
F. Sebab-Sebab Perbedaan Qira`at
1. Perbabedaan Qira`at nabi. Artinya dalam mengajarkan Al-Qur`an kepada para
sahabatnya, Nabi memakai beberapa versi qira`at. Misalnya, Nabi pernah membaca
surat As-Sajdah (32) ayat sebagia berikut :

2. Pengakuan dari nabi terhadap berbagai qir`at yang berlaku di kalangan kaum
muslimin waktu itu. Hal ini menyangkut dialek diantara mereka dalam
mengucapkan kata-kata di dalam Al-Qur`an.
3. Adanya riwayat dari para sahabat nabi menyangkut berbagai versi qir`at yang ada.
4. Adanya lahjah atau diaelek kebahasaan di kalangan bangsa Arab pada masa
turunnya Al-Quran.
D.

Macam-macam Qira`at

1. Dari segi Kebahasaan


a. Qira`ah Sab`ah (Qira`ah Tujuh) Maksud sab`ah adalah imam-imam qira`at yang
tujuh. Mereka adalah :
1) Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120. H.) dari mekah. Ad-Dari termasuk generasi
tabiin yang diriwayatkan dari Abdullah bin Jubair dan lain-lain.
2) Nafi` bin Abdurrahman bin Abu Na`im (w.169.h.) dari Madinah.

3) Abdullah Al-Yahsibi, terkenal dengan sebutan Abu Amir Ad-Dimasyqi (w.118 H)


dari Syam, yang diambil qira`at dari Mughirah bin Abi Syaibah Al-Mahzumi, dari
Utsman bin Affan.
4) Abu Amar (w.154 H.)dari Bashrah, Irak.]
5) Ya`qub (w.205 H.) dari Bashrah, irak.
6) Hamzah (w. 188 H.)
7) Ashim,adapun nama lengkapnya adalah Ibn Abi An-Najud Al-Asadi (w. 127 H.).
b. Qira`at Asyarah (Qira`at sepuluh). Maksudnya qira`at tujuh yang telah disebutkan di
atas ditambah dengan tiga qira`at berikut :
1) Abu jafar, nama lengkapnya adalah Yajid bin Al-Qa`qa Al-Makhzumi.
2) Ya`qub (117-205 H.). Nama lengkapnya adalah Ya`qub bin Ishaq bin Yazid bi
Abdullah bin Abu Ishaq Al-Hadhrami Al-Bashri.
3) Khalaf bin Hisyam (w. 229 H.). Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Khalaf
bin Hisyam bin Tsa`lab Al-Bazzaz Al- Baghdadi.
c. Qira`at Arba`at Asyrah (Qira`at Empat belas). Yang dimaksud qira`at empat belas
adalah qira sepuluh yang telah disebutkan di atas ditambah dengan empat qira`at sebagai
berikut :
1) Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H.), salah seorang tabi`in besar yang terkenal
kezahidannya,.
2) Muhammad bin Adirrahman yang dikenal dengan nama Ibn Mahisan (w. 123 H.),
ia adalah guru Abi Amr.
3) Yahya bin Al-Mubarak Al-Yazidi aan-Nahwl Al-Baghdadi (w. 202 H.) ia
mengambil qir`at dari AbiAmr dan Hamzah.
4) Abu Al-Farj Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz (w. 388 H.)
2. Dari Segi Kualitas
a. Qira`ah mutawatir, yakni yang disampaikan sekelompok orang mulai dari sampai
akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berbuat dusta.
b. Qira`ah Masyhur, yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi tidak sampai pada
kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf
Utsmani, masyhur dikalangan Quraa.
c. Qira`at Ahad, yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan mushaf
Utsmani dan kaidah bahasa Arab, tidak memiliki kemasyhuran, dan tidak dibaca
sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari.

d. Qira`ah Syadz (menyimpang), yakni yang sanadnya tidak sahih.


e. Qira`at maudhu (palsu), seperti qira`at Al-Khazzani. Ash-Suyuthi kemudian
menambah qira`at yang keenam.
f. Qira`at yang menyerupai hadis mudraj (sisipan). Yakni adanya sisipan pada
bacaan dengan tujuan penafsiran.
E. Urgensi Mempelajari Qira`at dan Pengaruhnya dalam Istinbath (Penetapan)
Hukum
a. Dapat menguraikan ketentuan-ketentuan hokum yang telah disepakati para ulama.
b. Dapat men-tarjih hokum yang diperselisihkan para ulama.
c. Dapat mengabungkan dua ketentuan hokum yang berbeda.
d. Dapat menunjukan dua ketentuan-ketentuan yang berbeda dalam kondisi berbeda
pula.
e. Dapat memberikan penejlasan terhadap suatu kata di dalam Al-Qur`an yang
mungkin sulit dipahami maknanya.
Sumber : Zainudin, Drs. H.Moh. Z. Menelusuri ilmu-ilmu Al-Qur`an. 1996.
Bandung.

BAB VIII
IJA`Z AL-QUR`AN

A.

Pengertian Mukjizat

Kata mukjizat dari kata a`Jazi-I`jaz yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak
mampu sejalan dengan firman Allah :

Artinya :Mengapa aku tak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku
dapat menguburkan mayat saudaraku itu ?.
Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mukjizat dan bila kemampuannya
melemahkan pihak umat menonjol sehinggga mampu membungkamkan lawan maka
dinamakan mukjizat.
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam adalah suatu hal atau peristiwa
luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya
yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melahirkan atau mendatangkan hal serupa,
tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu

Definisi berbeda mukjizat adalah sesuatu luar biasa yang diperlihatkan Allah
melalui para nabi dan rasulnya, sebagi bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan
kerasulannya ;
Manna`Al-Qthan mendefinisikan :












Artinya :Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan dan disertai dengan unsur
tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.
Unsur-unsur yang terdapat dalam mukjizat antara lain :
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa
Peristiwa alam seperti yang terlihat sehari-hari walaupun menakjubkan tidak
dikatakan mukjizat .Yang dimaksud luar biasa adalah, sesuatu yang berada di luar
jangkauan sebab dan akibat yang hukum-hukumnya diketahui secara umum.
2. Dipaparkan atau terjadi oleh seorang yang mengaku nabi
3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani, biasanya aspek kemukjizatan
tiap-tiap nabi berupa hal-hal yang sesuai dengan keahlian umatnya.
Nabi kepada kaum yang sezaman dan generasi sesudahnya yang tidak percaya
terhadap kebenaran Al-Qur`an, menentangnya untuk menandingi Al-Quran dalam tiga
tahapan.
1. Mendatangkan semisal Al-Qur`an secara keseluruhan, sebagimana dijelaskan pada
surat Al-Isra` : 88 :

Artinya :Katakanlah sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk


membuat yang serupa Al-Qur`an itu, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain.
2. Mendatangkan sepuluh surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Qur`an,
sebagimana dalam surat Hud : 13 :

Artinya :Bahkan mereka mengatakan, Muhammad telah membuat-buat AlQur`an itu, katakanlah (kalau demikian) maka datangkanlah sepuluh
surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggilah orang-orang
yang kamu memang orang-orang yang benar.
3. Mrendatangkan satu surat-surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam AlQur`an, dijelaskan oleh surat Al-Baqarah : 23 :

Artinya :Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur`an yang kami
wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal Al-Qur`an itu dan ajaklah penolong-penolong selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar.
B.

Macam-macam Mukjizat
Secara garis besar, mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat

yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat immaterial logis, yang dapat
dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan mukjizat yang
pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam artian keluarbiasaan
tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung melalui indra oleh masyarakat tempat
nabi tersebut menyampaikan risalahnya.
Tidak terbakarnya nabi ibrahim dalam kobaran api yang sangat besar, tongkat nabi
Musa yang berubah wujud menjadi ular. Kesemuanya bersifat material indrawi, sekaligus
terbatas pada lokasi tempat nabi berada. Berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad SAW
yang sifatnya bukan indrawi atau material, tetapi dapat dipahami akal, karena sifatnya ia
tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat Al-Qur`an dapat dijangkau
oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapan saja.
Perbedaan itu disebabkan oleh dua hal pokok :
1. Para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW ditugaskan untuk masyarakat dan masa
tertentu. Berbeda dengan Nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia
sampai akhir zaman, sehingga bukti kebenaran ajarannya selalu ada.
2. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Sebelum para nabi,
sebelum nabi Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang harus sesuai dengan
tingkat pemikiran mereka. Bukti tersebut harus jelas dan langsung terjangkau oleh

indera mereka. Akan tetapi, setelah manusia mulai menanjak ke tahap kedewasaan
berpikir, bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi. Itulah sebabnya, nabi
Muhammad ketika diminta bukti-bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang
tidak percaya, beliau diperintahkan oleh Allah untuk menjawab :

Artinya :katakanlah, Maha Suci Tuhanku, bukanlah aku ini hanya seorang
manusia yang menjadi Rasul.
C.

Segi-Segi Kemukjizatan Al-Qur`an

1. Gaya Bahasa
Al-Qur`an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya, sehingga
membuat kagum bukan saja orang mukmin, tetapi juga orang-orang kafir
2. Susunan Kalimat
Uslub bahasa Al-Qur`an jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan
yang lainnya. Al-Qur`an muncul dengan uslub yang begitu indah. Di dalam uslub
tersebut mengandung nilai-nilai istimewa dan tidak akan pernah ada pada ucapan
manusia. Menurut pakar ilmu balagah, Al-Qur`a selain menggunakan tasybih dan
isti`arah, juga menggunakan majaz (metafora) dan matsal (perumpamaan).
3. Hukum Ilahi yang Sempurna
Al-Qur`an menggunakan tiga cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum.
a. Secara Global
Persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan periciannya
diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b. Secara Terperinci
Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah berkaitan dengan utang piutang,
makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita dan masalah
perkawinan.
4. Ketelitian Redaksinya
a. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya, beberapa contoh
diantaranya :
1). Al-Hayah (hidup) dan Al-Maut (mati), masing-masing sebanyak 145 kali.
2). An-Naf (manfaat) dan Al-Madharah (madarat), masing-masing 50 kali.
3). Al-Har (panas) dan Al-Bard (dingin), masing-masing 4 kali.

b. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya / makna yang


dikandungnya.
1. Al-Harts dan Az-Zairah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali.
2. Al-Ushb dan Adh-Dhurur (membanggakan diri /angkuh) masing-masing 27 kali.
3. Adh-Dhalum dan Al-mawta (orang sesat/mati jiwanya), masing-masing 17 kali.
c. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukan
kepada akibatnya.
1. Al-Infaq (infaq) dengan Ar-Ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali.
2. Al-Bukhl (kekikiran) dengan Al-hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali.
3. Al-Kafirun (orang-orang kafir) dengan An-Nar /Al-Ahraq (neraka /pembakaran)
masing-masing 154 kali.
d. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan penyebabnya.
1. Al-Isrof (pemborosan) dengan As-Sur`ah (ketergesaan) masing-masing 23 kali.
2. Al-Maqizhah (nasihat/petuah) dengan Al-Ihsan (lidah) masing-masing 25 kali.
3. Al-Asra (tawanan) dengan Al-harb (perang), masing-masing 6 kali.
e. Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut ditemukan juga keseimbangan
khusus.
1. Kata Yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari
yang menunjuk pada bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni) jumlah
keseluruhannya hanya tiga puluh sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di
sisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat dua belas kali, sama
dengan jumlah bulan dalam setahun.
5. Berita Tentang hal-hal yang Baik
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur`an adalah beritaberita gaibin firaun, yang mengejar nabi Musa. Sebagaimana tertulis dalam surat Yunus :
92

Artinya :Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasan kami.
Pada ayat diatas ditegaskan bahwa badan firaun tersebut akan diselamatkan Tuhan
untuk menjadi pelajaran generasi bagi perilakunya.

Berita berita gaib yang terdapat pada wahyu Allah, yakni Taurat, Injil dan AlQur`an merupakan mukjizat.
6. Isyarat-isyarat Ilmiah
a. Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan.
Terdapat dalam surat Yunus Ayat 5.
b. Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas, hal tersebut
diisyaratkan dalam surat Al-An`am ayat 125.
c. Perbedaan sidik jari manusia. Dalam surat al-Qiyamah ayat 4.
d. Aroma / bau manusia berbeda-beda. Di isyaratkan dalam surat Yusuf ayat 93.
e. Masa penyusuan ideal dan masa kehamilan minimal dalam surat Al-Baqarah
ayat 233.
f. Yang merasakan nyeri adalah kulit. Dalam surat an-Nisa ayat 56.
D.

Perbedaan Pendapat dikalangan Ulama

1. Menurut golongan Sharfah (pemalingan). Sampai menjelang Abad III H, tema I`jaz
masih dipahami oleh para ulama sebagi keunikan Al-Qur`an yang tidak dapat ditiru
oleh siapa pun.
Yakni Allah memalingkan manusia untuk menentang Al-Qur`an dengan cara
menciptakan kelemahan padanya sehingga tidak dapat mendatangkan sesuatu yang
sama dengan Al-Qur`an.
2. Menurut Imam Fakhrudin
Aspek kemukjizatan Al-Qur`an terletak pada kefasihan, keunikan redaksi dan
kesempurnaannya dari segala bentuk cacat,. Sementara menurut Az-Zamlakani,
aspek kemukjizatannya terletak pada penyusunannya yang spesifik.
3. Menurut ibn `Athiyyah
Yang benar dan yang dianut mayoritas ulama diantaranya Al-Haddaq : aspek
kemukjizatannya makna-maknanya yang dalam, dan kata-katanya yang fasih.
4. Menurut Sebagian Ulama
Segi kemukjizatan Al-Qur`an adalah sesuatu yang terkandung di dalam Al-Qur`an
itu sendiri, yaitu susunan yang tersendiri dan berbeda dengan bentuk puisi orang
Arab maupun bentuk prosanya, baik dalam permulaannya, suku kalimatnya maupun
dalam fungsinya.
5. Sebagian Ulama Lain

Segi kemukjizatan itu terkandung dalam kata-katanya yang jelas, redaksinya yang
bernilai sastra yang terkandung dalam Al-Qur`an sangat tinggi dan tidak ada
bandingnnya..
E. Urgensi dan kegunaan Ijaz Al-Quran
1. Mengetahui kandungan hikmah ajaran Allah SWT dengan jelas, terutama yang
berhubungan dengan syariat-Nya.
2. Untuk membuktikan kebenaran ajaran ilahi yang dibawa oleh masing-masing nabi
3. memperkuat keimanan serta menambah keyakinan akan kekuasaan Allah SWT.
4. mempengaruhi psikologis terhadap orang yang beriman
5. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kaum yang sulit dipecahkan pada
waktu itu
6. Menyampaikan kepada manusia tentang peraturan- peraturan kehidupan
Sumber :
Anwar ,Rosihon.2004.ulumul Quran. Pustaka Setia:Bandung
Anwar ,Rosihon.2008.ulumul Al-Quran. Pustaka setia:Bandung
Shihab ,Quraish. 2007. Mukjizat Al-Quran. Mizan:Bandung
Qodirun nur ,Muhammad. 2001. Iikhtisar ulumul Al-Quran. Pustaka
Amani:Jakarta

Nama : Igi Himawan


NIM : 208204033
Kelas : P. Fisika (A)
Ulumul Qur`an

Anda mungkin juga menyukai