Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Ciri Umum Kelompok Bacillus
Secara umum, Kelompok Bacillus merupakan bakteri berbentuk batang (basil), dan
tergolong dalam bakteri gram positif yang umumnya tumbuh pada medium yang
mengandung oksigen (bersifat aerobik) sehingga dikenal pula dengan istilah aerobic
sporeformers. Kebanyakan anggota genus Bacillus dapat membentuk endospora yang
dibentuk secara intraseluler sebagai respon terhadap kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan, oleh karena itu anggota genus Bacillus memiliki toleransi yang tinggi
terhadap kondisi lingkungan yang berubah-ubah.
Beberapa anggota Bacillus memiliki S-layer yang merupakan lapisan crystalline
dipermukaan subunit protein atau glikoprotein. Bagian kapsul kebanyakan anggota
Bacillus mengandung D atau L-glutamic acid, sedangkan beberapa lainnya memiliki
kapsul yang mengandung karbohidrat. Variasi struktur dinding sel seperti pada
kebanyakan bakteri gram negatif tidak ditemukan pada genus Bacillus. Dinding sel
vegetatif kebanyakan anggota Bacillus terbuat dari peptidoglikan yang mengandung
Meso-Diaminopimelic acid (DAP) dengan tipe Glyserol Teichoic Acid sangat bervariasi
diantara spesies. Kebanyakan anggota genus Bacillus merupakan bakteri yang bersifat
motil dan memiliki flagela tipe peritrik.
Bakteri Bacillus sp. biasanya banyak ditemukan di tanah. Cara untuk mendapatkan
bakteri Bacillus sp. yaitu dengan mengambil sampel tanah menggunakan sendok yang
telah disterilisasikan terlebih dahulu kemudian ambil tanah sekitar kedalaman 3 cm dari
permukaan tanah. Bacillus sp. merupakan bakteri gram positif dengan sel batang
berukuran 0,3-22x1,27-7 m, sebagian bersifat motil (mampu bergerak) mobilitasnya ini
disebabkan oleh flagel, jika dipanaskan akan membentuk endospora, yaitu bentuk dorman
sel vegetatif sebagai bentuk pertahanan diri yang muncul saat kondisi ekstrim yang tidak
menguntungkan bagi bakteri. Kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan
dengan sel vegetatifnya, maka endospora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila
dilihat di bawah mikroskop. Endospora dibentuk dalam sporangium di dalam sel dan
dibentuk saat sel masak. Endospora memiliki dinding tebal, reaktif, dan sangat resisten.
Letak endospora dalam sel ukuran selama pembentukannya tidak sama antara spesies satu

dengan lainnya. Beberapa spesies memiliki spora sentral, terminal, atau letal. Endospora
dapat berbentuk oval, silindris, bulat, atau lainnya.
Bacillus sp. bersifat aerob sampai anaerob fakultatif, metabolisme dengan
fermentasi dan respirasi. Isolat-isolat murni tersebut dipelihara dalam medium agar
miring. Untuk memastikan bahwa koloni-koloni tersebut adalah Bacillus, maka dilakukan
serangkaian pengujian yang bersifat spesifik yaitu pengecetan gram, pengecetan negatif
dan motilitasnya. Bacillus dibedakan dari anggota familia Bacillaceae lainnya
berdasarkan sifat-sifatnya yaitu: keseluruhannya merupakan pembentuk spora, hidup pada
kondisi aerob baik sebagai jasad yang sepenuhnya aerob maupun aerob fakultatif, selnya
berbentuk batang, dan memproduksi katalase.
1.2 Jenis-jenis Bacillus
Kebanyakan anggota genus Bacillus adalah organisme saprofit yang lazim terdapat
dalam tanah, air, udara, dan tumbuh-tumbuhan, seperti Bacillus cereus dan Bacillus
subtilis. Beberapa di antaranya patogen bagi insekta Bacillus cereus dapat tumbuh pada
makanan dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keracunan makanan.
Organisme ini kadang-kadang dapat menimbulkan penyakit pada orang fungsi imun yang
terganggu (misalnya meningitis, endokarditis, endoftalmitis, konjungtivitis, atau gastro
enteritis akut). Bacillus anthracis, penyebab antraks adalah bakteri patogen utama genus
ini.
1. Bacillus anthracis
Kuman antraks banyak ditemukan pada penyakit zoonosis, infeksi pada ternak lembu,
kambing, domba dan babi. Kuman dikelurakan melalui feses, urin dan saliva binatang
yang terinfeksi dan bertahan hidup di ladang dalam bentuk spora untuk waktu yang lama
sekali.
Morfologi
Batang dengan ukuran 1 x 3-4 m, dapat tersusun dengan seperti bamboo, bentuk
batangnya persegi atau cekung ujungnya, sendiri-sendiri, berpasangan atau membentuk
rantai pendek, tidak bergerak, berspora oval yang letaknya sental, kadang-kadang
berkapsul.
Struktur Antigen

Bahan simpai B anthracis, yang terdiri atas polipeptida berbobot molekul tinggi yang
mengandung asam D-glutamat, adalah suatu hapten. Badan bakteri mengandung protein
dan suatu polisakarida somatic, keduanya bersifat antigenik.
Patogenesis
Antraks terutama merupakan penyakit pada biri-biri, sapi, kuda, dan hewan lainnya;
manusia jarang terserang. Infeksi biasanya didapat dengan masuknya spora melalui luka
pada kulit atau selaput lendir, jarang dengan inhalasi spora ke dalam paru-paru. Pada
hewan, pintu masuknya adalah mulut dan saluran pencernaan. Spora dari tanah yang
tercemar mudah masuk bila termakan bersama tumbuhan berduri atau yang merangsang.
Pada manusia, goresan pada kulit atau inhalasi menyebabkan timbulnya infeksi.
Spora tumbuh pada jaringan di tempat masuk, dan pertumbuhan organisme vegetative
mengakibatkan pembentukkan edema gelatinosa dan kongesti. Basil menyebar melalui
getah bening ke dalam aliran darah, bakteri berkembang biak dengan bebas dalam darah
dan jaringan segera sebelum dan setelah kematian hewan. Dalam plasma hewan yang
mati karena antraks, telah ditemukan suatu faktor toksik. Bila diinokulasikan, zat ini
mematikan mencit atau marmot dan secara spesifik dinetralisasi oleh antiserum antraks.
Eksudat antraks mengandung polipeptida yang identik dengan

polipeptida pada

simpai Bacillus, dan dapat menimbulkan reaksi histologik yang sama seperti reaksi akibat
infeksi antraks. Protein lain yang diisolasi dari eksudat merangsang kekebalan yang kuat
terhadap antraks bila disutikkan pada hewan. Dari filtrat (toksin antraks), telah
dipisahkan tiga zat dengan filtrasi gelas dan kromatrografi: (1) antigen proktektif, (2)
faktor edema, dan (3) faktor letal. Campuran dari (1), (2), dan (3) lebih toksik pada
hewan, dan campuran seperti ini lebih imunogenik daripada masing-masing zat sendirisendiri. Pembentukan toksik berada di bawah pengaruh suatu plasmid; bila plasmid ini
hilang, toksik tidak diproduksi.
Tipe antraks yang lain adalah antraks pernapasan (penyakit tukang sortir wool).
Spora atraks yang terhirup dari debu wool, bulu atau kulit mengakibatkan berkembangnya
spora dalam paru-paru atau dalam kelenjar getah bening trakebronkial dan menimbulkan
mediastinitis hemoragik, pneumonia, meningitis, dan sepsis yang biasa cepat
menimbulkan kematian jumlah organisme dalam darah melebihi 10/ mL.
Patologi
3

Pada hewan yang peka, organisme berkembang biak di tempat masuk. Simpai tetap
utuh, dan organisme dikelilingi oleh sejumlah besar cairan seperti protein yang
mengandung sedikit leukosit, organisme kemudian dengan cepat menyebar dan mencapai
aliran darah.
Pada hewan yang resisten, organisme berkembang biak selama beberapa jam, setelah
itu terkumpul sejumlah besar leukosit. Simpai lambat laun mengalami disintegrasi dan
menghilang. Organisme tetap terlokalisasi.
Gambaran Klinik
Pada manusia, antraks menimbulkan infeksi kulit (pustula ganas). Mula-mula timbul
popula dalam 12-36 jam setelah masuknya organisme atau spora melalui goresan. Papula
ini dengan cepat berubah menjadi visikel, kemudian pustula, dan akhirnya menjadi ulkus
nekrotik; lalu infeksi dapat menyebar, menimbulkan septikemia.
Pada antraks pernapasan, gejala dini dapat berupa mediastinitis, sepsis, meningitis
atau edema paru-paru hemoragik. Pneumonia hemoragik dengan syok merupakan gejala
yang terakhir.
Hewan sering terkena antraks dengan memakan sporanya dan organisme menyebar
lewat saluran usus, tetapi pada manusia hal ini jarang terjadi. Karena itu, sakit perut,
muntah dan diare berdarah jarang merupakan tanda-tanda klinik.
Tes Diagnostik Laboratorium
A. Bahan: Cairan atau nanah dari lesi lokal, darah, dahak.
B. Pewarnaan Sediaan: Dari lesi lokal atau darah hewan yang mati; rantai bakteri
terbentuk batang besar Gram-positif sering terlihat. Antraks dapat diidentifikasi
pada sediaan kering dengan teknik pewarnaan imunofluoresensi.
C. Biakan: Bila dibiakkan pada lempeng agar darah, organisme ini membentuk
koloni kelabu nonhemolitik dengan morfologi mikroskopis yang khas. Peragian
karbohidrat tidak bermanfaat. Pada perbenihan setengah padat, basil antraks selalu
tidak bergerak, sedangkan organisme tidak patogen yang sejenis (misal B cereus)
menunjukkan pergerakkan dengan menyebar. Biakan antraks virulen mematikan
mencit atau marmot bila disutikkan secara intraperitoneal.
D. Tes Serologi: Antibodi penyebab presipitasi atau

hemaglutinasi

dapat

diperlihatkan dalam serum orang atau hewan yang telah divaksinasi atau
terinfeksi.

Resistensi dan Kekebalan


Beberapa hewan (marmot) sangat peka, sedangkan yang lain (tikus) sangat resisten
terhadap infeksi antraks. Kenyataan ini diperkirakan akibat sejumlah mekanisme
pertahanan: aktivitas leukosit, suhu badan, dan daya bakterisidal darah. Polipeptida
tertentu yang mematikan hasil antraks telah diisolasi dari jaringan hewan. Polilisin
sintetik mempunyai daya kerja yang mirip.
Kekebalan aktif terhadap antraks dapat diinduksi pada hewan yang peka oleh
vaksinasi dengan basil hidup yang telah dilemahkan, dengan suspensi spora, atau dengan
antigen proktektif dan filtrate biakan. Serum imun kadang-kadang disuntikkan bersama
dengan basil hidup pada hewan. Imunisasi antraks didasarkan pada percobaan klasik
Louis Pasteur, yang pada tahun 1881 membuktikkan bahwa biakan yang telah tumbuh
dalam kaldu pada 42-52C selama beberapa bulan akan kehilangan sebagian besar
virulensinya dan dapat disuntikkan hidup-hidup pada biri-biri dan sapi tanpa
menyebabkan penyakit; selanjutnya hewan-hewan ini terbukti kebal. Terdapat banyak
variasi mengenai kemanjuran berbagai vaksin.
Pengobatan
Banyak antibiotika efektif terhadap antraks pada manusia, tetapi pengobatan harus
dimulai sedini mungkin. Penisilin cukup memuaskan, kecuali pada pengobatan antraks
pernapasan, dimana mortilitas tetap tinggi. Beberapa basil Gram-positif lainnya mungkin
resisten terhadap penisilin karena membentuk--laktamase. Tetrasiklin, eritromisin, atau
klidamisin mungkin efektif.
Epidemiologi, Pencegahan dan Pengendalian
Tanah tercemar oleh spora antraks dari bangkai hewan. Spora-spora ini dapat tetap
hidup selama puluhan tahun. Mungkin spora dapat tumbuh dalam tanah pada pH 6,5 pada
suhu yang cocok. Hewan merumput yang terinfeksi melalui luka pada selaput lendir
menjadi penyambung rantai infeksi terus-menerus. Kotak dengan hewan yang terinfeksi
atau dengan kulit, rambut dan bulunya merupakan sumber infeksi pada manusia.
Tindakan pengendalian meliputi (1) pembuangan bangkai hewan dengan membakar atau
mengubur pada sumur yang dalam disertai kapur, (2) dekontaminasi produk-produk
hewan (biasanya dengan autoklaf), (3) baju dan sarung tangan pelindung waktu mengenai
bahan-bahan yang mungkin tercemar dan (4) imunisasi aktif hewan peliharaan dengan
vaksin hidup yang dilemahkan. Orang yang mempunyai resiko besar karena pekerjaanya
5

harus diimunisasi dengan vaksin bebas-sel yang dapat diperoleh dari Centers for Disease
Control, Atlanta, GA 30333.
2. Bacillus cereus
Dapat menyebabkan keracuann makanan dan juga menyebabkan pneumonia,
bronkopneumonia dan luka.
Morfologi
Bacillus cereus merupakan salah satu anggota genus Bacillus yang pertama kali
diisolasi pada tahun 1969 dari darah dan cairan pleura pasien pneumonia. Bacillus cereus
memiliki beberapa karakter morfologi diantaranya: Gram positif dengan lebar sel 0,9
1,2 m dan panjang 3 5 m. motilitas positif, spora elipsoidal, sentral atau parasentral,
spora jarang keluar dari sporangia. Tidak membentuk kapsul, biasanya muncul dalam
bentuk rantai panjang tipe R. Bentuk koloni irregular, opague terkadang waxy. Pada
medium cair membentuk turbiditas moderate .
Enterotoksin
Bacillus cereus memiliki karakter yang mirip dengan Bacillus thuringiensis dan
Bacillus anthracis, namun tetap dapat dibedakan berdasarkan determinasi motilitas
(kebanyakan Bacillus cereus bersifat motil) dan adanya kristal toxin (hanya dihasilkan
oleh B. thuringiensis), aktivitas hemolisis (B cereus memiliki sifat ini, sedangkan B.
anthracis bersifat non-hemolitik).
Bacillus cereus menghasilkan beberapa enterotoksin dapat dalam makanan atau
dibentuk dalam usus penyebab penting dari infeksi mata, keratitis berat, endoftalmitis dan
panoftalmitis (khasnya bakteri masuk ke dalam mata melalui benda asing yang berkaitan
dengan trauma). Enterotoksin penyebab diare bersifat keracunan lewat makan (diarrheal
type). Enterotoksin penyebab muntah berkaitan pada nasi panas tercemar (emetic type)
dengan gejala mual, kejang otot perut. Dalam pertumbuhan Bacillus cereus menghasilkan
toksin selama pertumbuhan atau selama sporulasi.
Beberapa strain dari Bacillus cereus bersifat patogen dan berbahaya bagi manusia
karena dapat menyebabkan foodborne illness, namun beberapa diantaranya yang bersifat
saprofitik dapat bermanfaat sebagai probiotik dan juga penghasil antibiotik yang
potensial. Bacillus cereus kebanyakan ditemukan terkandung dalam bahan pangan dan
menyebabkan 2 tipe keracunan makanan: 1) emetic yang merupakan keracunan yang
dimediasi oleh toksin yang sangat stabil yang dapat bertahan pada temperatur tinggi, pH
6

ekstrim serta tahan terhadap enzim pencernaan seperti: trypsin, pepsin. 2) diarrhoeal
yang dimediasi oleh enterotoksin yang labil terhadap panas dan asam. Bacillus cereus
merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada kisaran temperatur yang luas dan
terdapat strain yang tergolong psychrophilic hingga thermophilic. Karena kebanyakan
strain Bacillus cereus hidup dalam gastro-intestinal dan menyebabkan infeksi diarrhoeal,
maka temperatur 37oC merupakan temperatur pertumbuhan yang optimal.
Antibiotika
Beberapa species utama genus Bacillus yang dapat memproduksi peptida antibiotik
diantaranya: Bacillus brevis (contoh: Gramicidin, Tyrothricin), Bacillus cereus (Cerexin,
Zwitermicin), Bacillus circulans (contoh: Circulin) , Bacillus laterosporus (contoh:
Laterosporin). Bacillus licheniformis (contoh: Bacitracin), Bacillus polymyxa (Polymixin,
Colistin), Bacillus pumilus (contoh: Pumilin) dan Bacillus subtilis (Difficidin, Subtilin,
Mycobacillin).
Bacillus cereus merupakan salah satu anggota genus Bacillus yang memiliki potensi
antibiotik.

Bacillus

cereus

memproduksi

Biocercin

yang

efektif

menghambat

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus dengan menggunakan protease pepton


agar sebagai medium uji. Spesies ini diketahui bersifat antagonistik terhadap Fusarium
roseum var sambucinum yang merupakan agen penyebab Potato Dry Root dengan
menggunakan medium uji potato dextrose agar.
Bacillus cereus memproduksi Mycocercin yang merupakan antibiotik peptida yang
efektif terhadap beberapa jenis yeast maupun mold dengan rentang minimal inhibitory
concentration antara 19,5 78 mikrogram/mL. Cerexin B merupakan antibiotik yang
efektif terhadap bakteri gram positif yang diproduksi oleh Bacillus cereus Gp-3 dan
merupakan antibiotik amphoteric acylpeptide. Bacillus cereus BMG 366-UF5 melalui
fermentasi dengan menggunakan spora sebagai inokulum awal, dapat memproduksi
Prumycin yang merupakan antibiotik yang juga diproduksi oleh Streptomyces
kagawaensis dengan aktivitas yang tidak jauh berbeda.
Zwittermicin A merupakan salah satu antibiotik golongan aminopolylol yang
diketahui efektif dalam menghambat beberapa patogen yang menyerang tanaman dengan
spektrum luas meliputi bakteri (baik gram positif maupun gram negatif), beberapa fungi
(seperti: oomycetes) dan protista (contohnya: alga). Zwittermicin A diketahui diproduksi
oleh beberapa strain Bacillus cereus diantaranya: Bacillus cereus UW 11, UW 32, UW 52,
7

UW 56, UW 64, UW 78, UW 89, UW 96,UW 119 dan UW 120. Beberapa strain tersebut
selain memproduksi Zwittermycin A, juga memproduksi Kanosamin yang merupakan
antibiotik dengan spektrum luas.
Gejala-gejala Penyakit
Keracunan makanan karena B. cereus merupakan penamaan secara umum, walaupun
ada dua tipe penyakit yang disebabkan oleh dua metabolit yang berbeda. Penyakit dengan
gejala diare (tipe diare) disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar, sementara
penyakit dengan gejala muntah (tipe emetik) diyakini disebabkan oleh peptida tahan
panas dengan berat molekul rendah.
Gejala-gejala keracunan makanan tipe diare karena B. cereus mirip dengan gejala
keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium perfringens . Diare berair, kram
perut, dan rasa sakit mulai terjadi 6-15 jam setelah konsumsi makanan yang
terkontaminasi. Rasa mual mungkin menyertai diare, tetapi jarang terjadi muntah
(emesis). Pada sebagian besar kasus, gejala-gejala ini tetap berlangsung selama 24 jam.
Keracunan makanan tipe emetik ditandai dengan mual dan muntah dalam waktu 0.5
sampai 6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Kadang-kadang kram
perut dan/atau diare dapat juga terjadi. Umumnya gejala terjadi selama kurang dari 24
jam. Gejala-gejala keracunan makanan tipe ini mirip dengan gejala keracunan makanan
yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus . Beberapa strain B. subtilis dan B.
licheniformis telah diisolasi dari kambing dan ayam yang dicurigai menjadi penyebab
kasus keracunan makanan. Organisme-organisme ini menghasilkan racun yang sangat
tahan panas yang mungkin mirip dengan racun penyebab muntah yang diproduksi oleh B.
cereus .
Keberadaan B. cereus dalam jumlah besar (lebih dari 10 6 organisme/g) dalam
makanan merupakan indikasi adanya pertumbuhan dan pembelahan sel bakteri secara
aktif, dan berpotensi membahayakan kesehatan.

Diagnosis
Bacillus cereus dipastikan sebagai penyebab suatu kasus keracunan makanan, apabila
(1) hasil isolasi Bacillus cereus menunjukkan bahwa strain-strain dari serotip yang sama
ditemukan pada makanan yang dicurigai dan dari kotoran atau muntahan pasien, atau (2)
hasil isolasi bakteri dari makanan yang dicurigai, kotoran, atau muntahan pasien
8

menunjukkan adanya sejumlah besar Bacillus cereus dari serotip yang dikenal sebagai
penyebab keracunan makanan, atau (3) dengan cara mengisolasi Bacillus cereus dari
makanan yang dicurigai dan menentukan kemampuannya dalam menghasilkan
enterotoxin ( enterotoxigenicity ) dengan uji serologis (untuk toxin penyebab diare) atau
uji biologis (untuk tipe diare dan emetik). Pada tipe emetik, waktu yang cepat munculnya
gejala segera setelah infeksi, didukung dengan beberapa bukti pada makanan, seringkali
sudah cukup untuk mendiagnosis keracunan makanan tipe ini.
Tes Diagnostik Laboratorium
Bacillus cereus non pathogen menunjukkan pergerakan dengan penyebaran
(swarming) pada media kultur seengah padat. Sel vegetatif dari Bacillus cereus dapat
tumbuh pada rentang temperatur 5 50 oC dengan temperatur optimal antara 35 - 40 oC,
resisten terhadap pH 4,59,3. Dapat tumbuh pada anaerobic agar dan nutrien broth dan
penambahan NaCl 7%, nutritive agar serta nutritive agar dengan 7 10 % darah domba.
Waktu generasi relatif singkat, antara 20 30 menit. Dalam medium GA, Bacillus cereus
telah mencapai fase eksponensial pada 6 jam inkubasi dan mencapai fase stasioner 20 jam
setelah inkubasi.
Patogenesis
Bacillus cereus bertanggung jawab untuk sebagian kecil penyakit bawaan makanan
(2-5%), menyebabkan mual muntah, parah dan diare penyakit bawaan makanan Bacillus.
Terjadi karena kelangsungan hidup endospora bakteri ketika makanan tidak benar matang.
Memasak suhu kurang dari atau sama dengan 100 C (212 F) memungkinkan beberapa
spora Bacillus cereus untuk bertahan hidup. Masalah ini diperparah ketika makanan itu
tidak benar didinginkan, yang memungkinkan endospores untuk berkecambah. Makanan
dimasak tidak dimaksudkan untuk dipakai sendiri atau pendinginan yang cepat dan
pendinginan harus disimpan pada suhu di atas 60 C (140 F). Perkecambahan dan
pertumbuhan umumnya terjadi antara 10-50 C (50-122 F), meskipun beberapa strain
psychrotrophic hasil pertumbuhan bakteri dalam produksi enterotoksin, salah satunya
sangat tahan terhadap panas dan pH antara 2 dan 11;. konsumsi menyebabkan dua jenis
penyakit, diare dan muntah (muntah) sindrom .
Makanan yang Terkait

Berbagai jenis makanan, termasuk daging, susu, sayuran, dan ikan, berkaitan dengan
penyebab keracunan makanan tipe diare. Kasus-kasus tipe emetik umumnya berkaitan
dengan makanan dari beras. Walaupun demikian, makanan bertepung lainnya seperti
kentang, pasta, dan keju juga dapat menjadi penyebabnya. Campuran makanan seperti
saus, pudding, sup, casserole (sejenis makanan yang dimasak dalam wadah tertutup di
atas api kecil), pastry (sejenis kue), dan salad sering dicurigai sebagai penyebab dalam
kasus-kasus keracunan makanan.
Pencegahan
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan. Namun demikian, makanan
yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan dengan benar umumnya aman dari racun yang
menyebabkan muntah. Resiko paling besar yaitu kontaminasi silang, yakni apabila
makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan yang
terkontaminasi (misalnya alas pemotong).
Tipe emetik umumnya berkaitan dengan makanan yang mengandung tepung, yang
disimpan dengan cara yang tidak benar (misalnya nasi, pasta). Penyimpanan dengan
benar (di bawah 7C dan hanya untuk beberapa hari) akan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dan produksi racun.
Populasi Rentan
Semua orang diyakini rentan terhadap keracunan makanan oleh Bacillus cereus.
Epidemiologi
Bacillus sp termasuk kedalam family Bacillaceae. Untuk bakteri Bacillus cereus
sendiri merupakan bakteri gram positif, bersifat aerobik, dan mampu membentuk spora
yang dapat ditemukan di tanah, pada sayuran maupun produk pangan (Tay, et al., 1982).
Spora dari jenis bakteri ini tahan terhadap panas dan kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan dan mampu membentuk kecambah dalam larutan yang mengandung
NaOH dan HCL.
3. Bacillus subtilis
Dapat menyebabkan meningitis, endokarditis, infeksi mata dan lain-lainnya.
Morfologi
10

Bacillus subtilis termasuk jenis Bacillus. Bakteri ini termasuk bakteri gram positif,
katalase positif yang umum ditemukan di tanah. Bacillus subtilis mempunyai kemampuan
untuk membentuk endospora yang protektif yang memberi kemampuan bakteri tersebut
mentolerir keadaan yang ekstrim. Tidak seperti species lain seperti sejarah, Bacillus
subtilis diklasifikasikan sebagai obligat anaerob walau penelitian sekarang tidak benar.
Bacillus subtilis tidak dianggap sebagai patogen walaupun kontaminasi makanan tetapi
jarang menyebabkan keracunan makanan. Sporanya dapat tahan terhadap panas tinggi
yang sering digunakan pada makanan dan bertanggung jawab terhadap kerusakan pada
roti.
Bacillus subtilis selnya berbentuk basil, ada yang tebal dan yang tipis. Biasanya
bentuk rantai atau terpisah. Sebagian motil dan adapula yang non motil. Semua
membentuk endospora yang berbentuk bulat dan oval. Bacillus subtilis merupakan jenis
kelompok bakteri termofilik yang dapat tumbuh pada kisaran suhu 45 C 55 C dan
mempunyai pertumbuhan suhu optimum pada suhu 60 C 80 .
Bacilus Subtilis ini awalnya bernama Vibro subtilis oleh Christian Gottfried Ehrenberg
pada tahun 1835. Kemudian nama Bacillus subtilis dikenalkan oleh Ferdinand Cohn pada
1872. Bacillus subtilis telah digunakan sepanjang 1950 sebagai alternatif dari obat karena
efek immunostimulatory sel dari masalah, yang pada pencernaan telah ditemukan secara
signifikan untuk kekebalan aktivasi antibodi spesifik GM, IgG ,dan Iga keluarnya. Bakteri
ini dipasarkan di seluruh Amerika dan Eropa dari 1946 sebagai immunostimulatory
bantuan dalam usus dan perawatan dari penyakit urinary tract seperti Rotavirus dan
Shigella, tetapi ditolak popularitasnya setelah pengenalan konsumen antibiotik murah
walaupun kurang menyebabkan reaksi alergi kesempatan yang cukup rendah dan racun
normal flora usus.
Toksik
Bacillus subtilis tidak dianggap sebagai manusia pathogen; dapat mencemari makanan
tetapi jarang menyebabkan keracunan makanan. Bacillus subtilis produces the proteolytic
enzyme subtilisin . Bacillus subtilis menghasilkan enzim proteolytic yang subtilisin.
Bacillus subtilis spores dapat hidup yang ekstrim pemanasan yang sering digunakan
untuk memasak makanan, dan bertanggung jawab untuk menyebabkan kekentalan yang
lengket, membenang konsistensi yang disebabkan oleh bakteri produksi panjang rantai
polysaccharides dan manja dalam adonan roti.

11

Bacillus subtilis dapat membagi asymmetrically, memproduksi sebuah endospore


yang tahan terhadap faktor lingkungan seperti panas, asam, dan garam, yang dapat berada
di dalam lingkungan dalam jangka waktu yang lama. Endospore adalah yang dibentuk
pada saat gizi stres, memungkinkan organisme untuk terus berada di dalam lingkungan
sampai kondisi menjadi baik. Sebelum proses untuk menghasilkan spora bakteri melalui
proses produksi flagella dan mengambil DNA dari lingkungan.
Bacillus subtilis terbukti untuk manipulasi genetik, karena itu telah menjadi banyak
diadopsi sebagai model organisme untuk penelitian laboratorium, terutama dari
sporulation, yang merupakan contoh sederhana dari diferensiasi selular. Hal ini juga
sangat flagellated, yang memberikan B. subtilis kemampuan untuk bergerak sangat cepat.
Keguanaan lain bakteri ini cukup banyak sekarang dangan berkembangnya teknologi.
Bacillus subtilis strain QST 713 (dipasarkan sebagai QST 713 atau serenade) memiliki
alam berhubung dgn fungisida aktivitas, dan bekerja sebagai agen kontrol biologi.
populer di seluruh dunia sebelum pengenalan konsumen antibiotik immunostimulatory
sebagai agen untuk membantu perawatan gastrointestinal dan penyakit urinary tract. Hal
ini masih banyak digunakan di Eropa Barat dan Timur Tengah sebagai alternatif obat.
dapat dikonversi menjadi peledak berbahaya compounds dari nitrogen, karbon dioksida,
dan air. recombinants Bacillus subtilis str. pBE2C1 dan Bacillus subtilis str. pBE2C1AB
digunakan dalam produksi polyhydroxyalkanoates (PHA) dan agar mereka dapat
menggunakan gandum terendam air limbah sebagai sumber karbon untuk menurunkan
biaya produksi PHA.

12

BAB II
IDENTIFIKASI

2.1 Metode Penanaman Bakteri


Penanaman bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan memindahkan
bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang
sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman bakteri (inokulasi) terlebih dahulu
diusahakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium agar tetap
steril, hal ini agar menghindari terjadi kontaminasi.
Berdasarkan wujud atau bentuk media dan sifat media, dimana dikenal beberpa cara
A.

penanaman bakteri, yaitu:


Penanaman pada media padat bentuk plate
Tujuan:
- Untuk mengisolasi/ memisahkan pertumbuhan bakteri satu dengan lainnya (yang
-

ditanam specimen)
Untuk memperbanyak bakteri (yang ditanam culture bakteri atau koloni bakteri)
Untuk menghitung jumlah kuman (yang ditanam, suspensi sampel)

Cara penanaman:
1. Goresan sejajar : (isolasi)
a. Ose dibakar sampai steril, dinginkan
b. Dengan ose yang sudah steril diambil sampel atau bakteri culture, dipulaskan
di salah sisi/ tepi media jangan menyentuh dinding petridish
c. Dengan ose steril yang lain, pulasan itu digores-goreskan sejajar sampai
memenuhi permukaan media.
2. Goresan sejajar melingkar : (isolasi)
a. Ose dibakar sampai steril, dinginkan
b. Dengan ose yang sudah steril diambil sampel atau bakteri cultur, dipulaskan di
salah sisi/ tepi media jangan menyentuh dinding petridish
c. Dengan ose steril yang lain, pulasan itu digores-goreskan sejajar pada salah
satu tepi media, dengan salah satu sisinya
d. Ose dibalik dengan melanjutkan goresan-goresan sejajar pertama, setelah
medianya diputar 90C
e. Dengan ose yang dimiringkan goresan-goresan sejajar kedua, digoreskan
sejajar lagi setelah medianya diputar 90C
f. Media diputar 90C, goresan-goresan sejajar yang ketiga digoreskan sejajar
lagi dengan ose yang sudah dibalik, sampai memenuhi permukaan media
plate.
3. Cara taburan : (isolasi dan memperbanyak)
13

a. Suspensi sampel, sampel cair atau cultur bakteri di dalam media cair diambil
dengan pipet steril sebanyak 0,1 ml diteteskan di permukaan media plate tepat
ditengah-tengahnya
b. Dengan menggunakan spatel yang terbuat dari kaca/kawat, yang sudah steril
dan dingin, tetesan itu diratakan pada seluh permukaan media plate.
4. Cara penuangan : (penghitungan)
a. Suspensi sampel/ sampel cair diteteskan ke dalam petridish steril ssebanyak
0,1 atau 1 ml secara steril
b. Dituangi media padat steril yang dicairkan, sebanyak sampai menutupi semua
permukaan dasar petridish
c. Campur baik-baik, tunggu sampai agar-agarnya membeku
d. Dibalik, masuk incubator 37C 48 jam
Catatan: Media yang digunakan tergantung dari jenis bakteri yang dihitung.
Pembacaan:
-

Pertumbuhan bakteri pada media padat disebut koloni yaitu kelompokan-

kelompokan bakteri yang tumbuh pada media tersebut


Koloni bakteri pada media padat dengan tujuan isolasi dapat dibedakan
berdasarkan criteria sebagai berikut:
1. Ukuran
: diukur berapa diameternya dengan satuan mm
2. Warna
: putih, kuning, hitam, hijau, merah dan sebagainya
3. Bentuk
: bulat, serabut, bergelombang, rhizoid dan sebagainya
4. Permukaan
: datar, cembung, cekung, kasar (rough), halus (smooth)
5. Sifatnya
: keruh, jernih, kering, berlendir, melekat pada perbenihan,

menjalar, haemolytis, anhaemolytis dan sebagainya.


Koloni bakteri yang tumbuh pada media padat bentuk plate, dengan tujuan
memperbanyak, yang penting diperhatikan selain adanya pertumbuhan koloni

juga kemurniaan koloni itu


Koloni bakteri yang tumbuh pada media padat bentuk plate, dengan tujuan
penghitungan, criteria koloni tidak perlu diperhatikan, tetapi tinggal dihitung
saja.

B.

Penanaman pada media padat di dalam tabung bentuk miring


Tujuan:
- Untuk memperbanyak bakteri
- Untuk identifikasi
- Untuk menyimpan bakteri
Cara penanaman:
1. Goresan zig-zag:
a. Dengan ose yang sudah steril dan dingin, diambil koloni bakteri

14

b. Tutup tabung media dibuka dengan menjepit menggunakan jari kelingking


kanan, mulut tabung dibakar dengan nyala api tidak berjelaga
c. Ose yang sudah berisi koloni bakteri digoreskan zig-zag pada permukaan
media, betul-betul ditengah media tidak terlalu kebawah/ keatas dan juga tidak
terlalu kekiri/ kekanan
d. Mulut tabung dibakar lagi, segera ditutup dengan tutupnya
e. Ose dibakar lagi sampai steril
Contoh: Media nutrient agar
2. Goresan zig-zag dan ditusuk:
Pelaksanaan penanamannya seperti nomor 1 dengan perbedaan sebagai berikut:
Urutan c setelah digoreskan zig-zag kemudian ditusukkan ditengah-tengahnya 1
sampai 2 kali, Contoh: Media TSIA
Pembacaan:
Koloni yang tumbuh diperhatikan kemurniannya, kemudian dibaca perubahanperubahan yang terjadi pada media dengan atau tanpa penambahan reagensia.
C.

Penanaman pada media semisolid di dalam tabung


Tujuan:
- Untuk identifikasi bakteri
- Untuk menyimpan bakteri

Cara penanaman:
a.
b.
c.
d.

Ose jarum penanam steril, dinginkan


Dengan ose itu diambil koloni bakteri
Tutup tabung dibuka dengan menggunakan jari kelingking kanan
Mulut tabung dibakar sebentar, ose yang sudah ada koloni bakterinya ditusukkan

tegak lurus di permukaan bagian tengah sampai dasar tabung


e. Mulut tabung dibakar lagi dan ditutup kembali. Begitu pula osenya dibakar/
disteril kembali.
Pembacaan:
Koloni yang tumbuh diperhatikan kemurniannya dahulu, kemudian dibaca perubahanperubahan yang terjadi pada media itu (warna, gerak, dan sebagainya) dengan atau
tanpa penambahan reagensia.
D.

Penanaman pada media cair


Tujuan:
- Untuk memperbanyak cultur bakteri
- Untuk melihat gerak bakteri
- Untuk identifikasi
15

Cara penanaman:
a.
b.
c.
d.

Ose dibakar sampai steril, dinginkan


Dengan ose yang sudah steril dan dingin, diambil koloni bakteri
Tutup tabung media dibuka, mulutnya dibakar
Ose yang sudah berisi koloni bakteri digores-goreskan pada dinding tabung bagian

dalam sebelah atas yang tadinya tertutup oleh cairan media


e. Mulut tabung dibakar, tutup kembali. Ose bekas pakai juga dibakar sampai steril
f. Setelah tabung diletakkan pada raknya (ditegakkan), goresan bakteri akan
terendam cairan media.
Pembacaan:
Kalau bakteri yang ditanam dapat tumbuh didalam media cair itu, medianya menjadi
keruh. Kalau tidak tumbuh medianya tetap jernih.
Apabila bakterinya ditanam didalam media yang untuk identifikasi, disamping
kekeruhan dapat juga diikuti perubahan warna indikatornya yang merupakan pertanda
adanya perubahan/ pemecahan gula/bahan kimia yang terkandung dalam itu.
2.2 Identifikasi Bakteri
Tujuan identifikasi bakteri, yaitu:
1. Menentukan arti penting pengobatan
2. Pedoman perawatan klinis
3. Menentukan uji kepekaan terhadap antibiotika
4. Menentukan apakah jenis mikroorganisme berbahaya berpengaruh pada kesehatan
Adapun prinsip identifikasi, yaitu:
1. Identifikasi mikroorganisme menggunakan kriteria Genotip:
Identifikasi karakteristik bakteri menggunkan teknik molekuler untuk analisis DNA
dan RNA
2. Identifikasi mikroorganisme menggunakan kriteria Fenotif:
- Mikroskopis dengan pewarnaan Gram
- Isolasi : morfologi koloni dengan identifikasi
- Kebutuhan lingkungan untuk pertumbuhan
- Kepekaan terhadap antibiotika
- Kebutuhan nutrisi dan kemampuan metabolik
2.3 Isolasi dan Identifikasi Bacillus
A. Alat
-

Jarum ose
Object glass
Mikroskop
Mikrometer
Kertas merang
Tabung reaksi

Pipet tetes

Beaker glass
Cawan petri
Oven
Pembakar spirtus
16

Inkubator
Wrapper

B. Bahan
-

Aquades
Alkohol 70%
Alumunium foil
Medium Nutrient Agar (NA)
Nitrat Broth (NB)
Malachite Green
Sterch Agar (SA)
SIMA Semisolid
Skim Milk Agar (SMA)
Simon Citrat
MR-VP Broth
KOH-Alfanafto

Reagen A dan B,
NB 0%
NB +NaCl (6,5%, dan 10 %)
Kristal Violet
Lugols Iodine
Safranin
Etanol 96%
Reagen HO
Media Rafinosa
Laktosa
Reagen Oksidase

C. Metode
- Hari I :
Spesimen ditanam pada Blood agar plate dan Mac Conkey.
Masuk inkubator 37C 24 jam. (hasil pada Hari II)
- Hari II :
Koloni yang tersangka dari Blood agar plate dicat Gram. Kalau ditemukan Gram

(+) batang kemudian ditanam pada media gula dan media lainnya.
Masuk inkubator 37C 24 jam. (hasil pada Hari III)
Hari III :
Dibaca dan dicatat pertumbuhan pada media gula dan media lainnya, dilakukan
test kimia.

a.

D. Cara Kerja
Pengambilan Sampel
1. Tanah diambil secara aseptis
2. Alumunium foil disiapkan yang sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dengan
alkohol 70%
3. Sampel diambil dengan cepat dan dengan hati-hati dimasukkan ke dalam
alumunium foil steril kemudian ditutup rapat.
b. Tahap Isolasi Bacillus
1. Preparasi suspensi dilakukan
2. Sampel tanah dimasukkan ke dalam tabung pengenceran pertama
3. Sampel tanah direbus pada suhu 80oC selama 10 menit

17

c.

Tahap Pemurnian Dengan Metode Streak Kuadran


1. Dipilih satu koloni yang nampak terdiri dari satu tipe sel
2. Jarum ose dibakar, setelah dingin disentuhkan ke permukaan koloni bakteri
yang akan disteak pada plating NA
3. Streak ini dianggap sebagai sterak primer pada permukaan NA
4. Jarum ose dibakar, diangkat lalu didinginkan dan disteakan melewati streak
primer kesatu atau kedua dan kemudian dilanjutkan kestreak sekunder tanpa
kembali kestreak primer
5. Jarum ose dibakar, diangkat lalu didinginkan melewati streak sekunder dan
kemudian dilanjutkan kestreak tersier tanpa kembali kestreak primer dan
sekunder diinkubasi pada suhu 30oC selama 2 x 24 jam
d. Pengamatan Morfologi Koloni
1. Dibuat biakan pada media Nutrient Agar (NA) cawan
2. Diinkubasi 2 x 24 jam pada suhu 30oC
3. Diamati perbedaan bentuk koloni, ukuran, margin, elevasi, dan permukaan.
e. Pengukuran Panjang Dan Lebar Sel
1. Disiapkan mikroskop yang telah dipasang mikrometer okuler yang sudah
terkalibrasi
2. Dibuat preparat ulas bakteri uji dengan metode pewarnaan sederhana
mengggunakan pewarna Methylen Blue
3. Diukur panjang dan lebar sel, kemudian dihitung panjang dan lebar sel
sebenarnya
f. Uji Pewarnaan Gram
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Dibuat ulasan bakteri pada object glass, kemudian difiksasi


Ditetesi dengan gram A (Kristal violet), dibiarkan selama 60 detik
Dicuci dengan air mengalir, lalu dikeringanginkan
Ditetesi dengan gram B (lugols iodine), dibiarkan selama 60 detik
Dicuci dengan air mengalir, lalu dikeringanginkan
Dicuci dengan gram C(ethanol 96%) setetes demi settee sampai etanol yang

jatuh berwarna bening


7. Ditetesi dengan gram D (safranin), dibiarkan selama 45 detik, dicuci dan
dikeringanginkan
8. Diamati dibawah mikroskop

18

g. Uji Pewarnaan Endospora


1. Dibuat ulasan bakteri pada object glass lalu ditutupi dengan kertas merang
2. Ditetesi dengan Malachite Green diatas kertas merang dan diletakkan di atas
air mendidih
3. Dibiarkan selama lim menit, jika pinggir mulai mongering, ditambahkan lagi
Malachite Green
h. Uji Motilitas
1. Diinokulasikan bakteri uji pada medium SIMA semisolid sebanyak 1 ose
2. Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 30oC
3. Dilihat pertumbuhan koloni bakterinya yang ada pada amedium SIMA
semisolid
i.

Uji Hidrolisis Starch


1.
2.
3.
4.

Diinokulasikan bakteri uji pada medium padat Starch Agar sebanyak 1 ose.
Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperature 30oC
Permukaan media ditetesi dengan larutan Lugols Iodine.
Diamati perubahan yang terjadi, jika terbentuk zona jernih di sekitar koloni
menandakan hasil uji positif, dan jika tidak terbentuk zona jernih (warna biru
reagen) menandakan hasil uji negatif

j. Uji Hidolisis kasein


1. Diinokulasikan bakteri uji pada medium padat SMA sebanyak 1 ose.
2. Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 30oC
3. Diamati perubahan yang terjadi, jika terbentuk zona jernih di sekitar koloni
menandakan hasil uji positif, dan jika warna media tetap menandakan hasil uji
negatif
k. Uji VP (Voges Proskauer)
1.
2.
3.
4.

Diinokulasikan bakteri uji pada medium cair MR-VP sebanyak 1 ose


Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 30oC
Bakteri ditetesi dengan alfanaftol 3 tetes dan KOH 40 % 2 tetes
Diamati perubahan yang terjadi, jika media berubah menjadi merah muda s.d
merah setelah penambahan alfanaftol dan KOH 40% menandakan hasil uji
positif, dan jika tidak terbentuk warna tersebut maka menandakan hasil uji
negatif

19

l.

Uji Katalase
1.
2.
3.
4.

Dibuat preparat ulas bakteri pada objek glass


Ditetesi dengan larutan H2O2
Diamati perubahan yang terjadi
Jika terbentuk gelembung gas menunjukka bahwa hasil uji positif dan
sebaliknya

m. Uji Oksidase
1.
2.
3.
4.

Dibuat preparat ulas bakteri pada objek glass, tutup dengan potongan tissue
Ditetesi dengan reagen oksidase
Diamati perubahan yang terjadi
Hasil positif jika berwarna biru marun, hasil uji negatif yaitu tidak terbentuk
warna biru marun

n. Uji Penggunaan Sitrat


1. Diinokulasikan bakteri uji pada medium agar miring Simons Citrate sebanyak
1 ose
2. Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 30oC
3. Diamati perubhan yang tejadi, jika hasil positif media berwarna biru
sedangkan hasil negatif tetap berwarna hijau.
o. Uji Gula
1. Bakteri uji ditumbuhkan pada medium Rafinosa dan Laktosa
2. Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 30oC
3. Diamati perubahannya, hasil positif jika media berubah warna dari ungu
menjadi kuning dan hasil negatif jika media tetap berwarna ungu.
p. Uji Reduksi Nitrat
1.
2.
3.
4.

Diinokulasikan bakteri uji pada medium cair Nitrate Broth sebanyak 1 ose
Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 30oC
Diteteskan 1 ml nitrat reagen A dan dilanjutkan dengan nitrate reagen B
Hasil positif jika terbentuk warna merah tua/ merah gelap, jika belum
terbentuk warna merah, ditambahkan bubuk seng (sampai dengan 5 mg/ml
media) dan diamati jika terbentuk warna merah maka hasi pengujian positif

20

q. Uji Toleransi NaCl


Dibuat tiga buah tabung Nutrient Broth yang mengandung Nacl 0%, 6,5 %, dan
10 %
1. Isolat diinokulasikan dengan streak kontinyu
2. Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada temperatur 30oC
3. Diamati hasilnya dengan melihat tingkat kekeruhan pada media
r. Penentuan Spesies Melalui Pendekatan Homologi
1. Data-data yang diperoleh dibandingkan dengan data karakter bakteri dari
sumber
2. Ditentukan persen homologinya dengan rumus
% Homologi = Jumlah karakter yang sama x 100%
Jumlah karakter yang diujikan
E. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
a. Hasil
Tabel 1. Pengamatan Morfologi Sel
No
1.
2.
3.
4.
5,

Pengamatan
Bentuk koloni
Ukuran
Elevasi
Margin
Permukaan

Hasil
Circular
Moderate
Convex
Entire
Halus mengkilap

Tabel 2. Perbandingan Isolat dan Spesies-spesies Bacillus


No

Jenis Uji

Isolat

1.

Gram

2.

Endospora

3.

Katalase

4.

Starch

5.

Casein

6.

Rafinossa

7.

NaCl 10%

8.

Sitrat

9.

Motilitas

10. VP

11. Oksidase

21

Tabel3. Pada Media Gula-gula


No
1.

Spesies
B. anthracis

Glukosa
+

Laktosa Mannitol
-

2.

B. cereus

3.

B. subtilis

Maltosa
+

Sukrosa
+

+/-

Tabel 4. Pengukuran Homologi


No

Jenis Uji

IA

IB

IC

ID

IE

1.

Gram

2.

Endospora

3.

Starch

4.

Casein

5.

Rafinossa

6.

NaCl 10%

7.

Sitrat

8.

Motilitas

9.

VP

10. Oksidase
1
1
1
Jumlah karakter
8
7
7
yang sama
% Homologi = Jumlah karakter yang sama x 100%
Jumlah karakter yang diujikan
= 8 x 100 %
10

= 80 %

Keterangan :
d = 16-84% strain positif
A = Bacillus anthracis
B = Bacillus cereus

C = Bacillus thuringiensis
D = Bacillus megaterium
E = Bacillus subtilis

22

b. Pembahasan
Pengambilan sampel (tanah kandang) dilakukan dengan cara sterilisasi
sendok yang ingin dipakai terlebih dahulu dengan menggunakan autoklaf
kemudian ambil sampel tanah kedalaman 3cm dari permukaan, masukkan
kedalam alumunium foil yang sebelumnya disterilisasikan terlebih dahulu
dengan menggunakan alkohol 70% kemudian ditutup rapat. Pengambilan
sampel dilakukan dengan mensterilisasikan alat terlebih dahulu agar dapat
dilindungi dari kontaminasi. Dilakukan dengan prosedur kerja aseptik dengan
senyawa desinfektan yang sesuai. Menyesuaikan wadah sampel yang diambil
dan metode yang sesuai dengan jenis sampel. Kemudian sampel yang
mengandung bakteri tersebut dijaga agar tetap menggambarkan kondisi yang
ada sebelum memasuki tahap analisa.
Isolasi Bacillus sp. dilakukan dengan cara sampel tanah yang telah
didapat dimasukkan kedalam tabung yang berisi akuades steril kemudian
direbus 10 menit dengan suhu 80C diatas dandang, tanah rebusan
diinokulasikan kedalam cawan yang telah berisi medium NA kemudian
disreak sinambung, inkubasi selama 2x24 jam dengan suhu ruang. Proses
perebusan dilakukan agar bakteri yang diinginkan (Bacillus sp.) membentuk
endospora. Terbentuknya endospora bertujuan untuk melindungi bakteri dari
lingkungan yang kurang menguntungkan (Sudjadi, 2006).
Misalnya, lingkungan yang terlalu kering, banyak mengandung bahan
kimia, dan panas yang terlalu tinggi. Endospora memiliki dinding yang tebal,
oleh karena itu bakteri yang menghasilkan endospora dapat bertahan hidup
pada lingkungan yang ekstrim. Jika keadaan lingkungan membaik, maka
pembungkus spora segera pecah dan bakteri kembali memulai aktivitas
hidupnya sebagaimana biasanya. Contoh bakteri yang menghasilkan
endospora adalah Bacillus dan Clostridium (Sudjadi, 2006).
Pemurnian sampel dari hasil yang telah diisolasi dilakukan dengan cara
pemilihan satu koloni (koloni tunggal) yang nampak terdiri dari satu tipe sel,
amati bakteri Bacillus sp. inokulasikan ke media NA disteak kuadran
kemudian diinkubasi selama 2x24 jam dengan suhu ruang 30oC. Hasil
pemurnian ambil koloni tunggal kemudian diamati bentuk, ukuran, elevasi,
permukaan, dan margin didapatkan hasil koloni berbentuk bulat atau circular,
berukuran sedang atau moderate, elevasi convex, permukaan halus mengkilap,

dan margin entre. Bacillus berbentuk bulat (coccus), memiliki permukaan


yang halus dan mengkilap.
Koloni tunggal yang terbentuk diperiksa menggunakan pewarnaan Gram
untuk melihat karakteristik dinding sel dan bentuk dari sel tersebut.
Pengamatan dengan mikroskop dilakukan dengan menggunakan mikroskop
jenis mikroskop cahaya. Untuk pengamatan dinding sel bakteri, digunakan
perbesaran sebesar 1000x dan menggunakan minyak imersi. Selain diamati
ciri-ciri morfologi koloninya hasil pemurnian juga digunakan untuk
pembuatan stok di media NA miring kemudian diinkubasi selama 2x24 jam
pada suhu ruang. Pembuatan stok dilakukan dua kali, digunakan untuk
melakukan berbagai macam uji.
Pengukuran panjang dan lebar sel dilakukan dengan menyiapkan
mikroskop yang telah dipasang micrometer okuler yang terkalibrasi, dibuat
preparat ulas bakteri uji dengan metode pewarnaan sederhana dengan
menggunakan pewarnaan metilen blue kemudian diukur panjang dan lebar sel
kemudian dihitung panjang dan lebar sel sebenarnya (m). Pewarnaan
sederhana merupakan teknik pewarnaan yang paling banyak digunakan.
Disebut sederhana karena hanya menggunakan satu jenis zat warna untuk
mewarnai organisme tersebut.
Zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya
bersifat alkolin. Dengan pewarnaan sederhana dapat mengetahui bentuk dan
rangkaian sel-sel bakteri. Pewarna basa yang biasa digunakan untuk
pewarnaan sederhana ialah memilen biru, krisdal violet dan karbol fuehsin
(Sudjadi, 2006).
Hasil perhitungan kalibrasi dimana skala object dibagi dengan skala
okuler dikali 10 m didapatkan hasil 2,5 m, sehingga didapatkan panjang sel
sebenarnya, skala panjang dikali hasil kalibrasi yaitu 2,5 m kemudian lebar
sel sebenarnya, skala lebar dikali hasil kalibrasi yaitu didapatkan 2,5 m.
Bacillus thuringiensis atau biasa disebut Bt berbentuk batang dengan ukuran
panjang 3-5 m dan lebar 1,0-1,2 m. Bacillus antracis yaitu bakteri berbentuk
batang berukuran panjang 1-8 m, lebar 1-1,5 m (Sudjadi, 2006).
Uji pewarnaan gram dilakukan dengan mengulas bakteri pada object
glass kemudian difiksasi selama 3-5 kali tujuan dari fiksasi adalah untuk
mematikan sel bakteri tanpa merubah bentuk dan strukturnya, membuka poripori dari sel bakteri sehingga mudah terwarnai, dan merekatkan bakteri ke

object glass (Udin, 2001). Kemudian ditetesi dengan gram A yaitu Kristal
violet didiamkan selama 60 detik, pemberian Kristal violet bertujuan untuk
memberikan warna dasar atau pewarna primer yaitu pewarnaan dinding sel
bakteri.
Kemudian dicuci keringanginkan, ditetesi lugols iodine dibiarkan
selama 60 detik bertujuan sebagai pewarna kedua atau pewarna pengganti.
Setelah terwarnai dicuci keringanginkan kemudian dicuci dengan gram C
(ethanol 96%) setetes demi setetes sampai ethanol yang jatuh berwarana
bening, namun jangan sampai terlalu banyak. Berfungsi untuk melarutkan
pewarna (decolorizing agent) kemudian ditetesi dengan gram D (safranin)
dibiarkan 45 detik lalu cuci keringanginkan, pemberian safranin digunakan
sebagai pewarna pembanding (James, 2008). Setelah itu amati dibawah
mikroskop. Hasil yang didapat terlihat warna ungu muda. Bakteri gram positif
mempertahankan zat warna gentian violet dan bakteri gram negatif
mempertahankan warna merah (Udin, 2001).
Uji pewarnaan endospora dilakukan dengan mengulas bakteri pada
object glass kemudian ditutup dengan kertas merang lalu ditetesi dengan
malachite green diatas kertas merang kemudian diuapkan diatas dandang,
pemberian malachite green bertujuan untuk melumuri fiksasi panas. Jangan
sampai mengering jika kering ditetesi lagi malachite green. Pemanasan
bertujuan untuk membantu warna menembus dinding endospora. Kemudian
bilas dengan aquades lalu ditetesi dengan safranin sebagai counterstain yang
digunakan untuk melumuri bagian warna dari sel yang lain daripada endospora
(James, 2008). Didiamkan selama 45 detik, dicuci keringanginkan kemudian
diamati dibawah mikroskop didapatkan hasilkan endospora berwarna hijau
sedangkan sel vegetative berwarna merah.
Uji mortilitas bakteri yang diinokulasikan pada medium SIMA semisolid
sebanyak 1 ose kemudian diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu ruang 30 oC,
menunjukan tidak adanya pertumbuhan koloni pada medium tegak SIMA yang
telah ditusuk dengan jarum ose, hasilnya hanya tumbuh diatas permukaan
medium. Banyaknya koloni bakteri yang tumbuh pada suatu substrat sangat
dipengaruhi oleh tersedianya kondisi fisik, nutrisi, dan sifat hudupnya
(Priyani,

2006). Pertumbuhan

dipermukaan

medium

ini

dikarenakan Bacillus merupakan bakteri yang bersifat aerob. Namun tidak


membuktikan mortilitas, hal ini disebabkan pada saat menginokulasikan

bakteri dengan menggunakan jarum ose, bakteri tersebut tidak masuk ke


dalam

media

hanya

tertanam

dipermukaan.

Namun

ada

beberapa

spesies Bacillus yang tidak bersiat motil salah satunya adalah Bacillus
anthracis merupakan bakteri berbentuk batang, berukuran 1,6 m, tidak
mempunyai alat gerak atau motil (Akoso, 2009).
Uji hidrolisis starch dengan menggunakan medium padat Starch Agar
sebanyak 1 ose yang diinkubasi selama 2x24 jam dalam suhu ruang kemudian
permukaan media digenangi dengan larutan Lugols iodine menghasilkan
positif karena terbentuknya zona jernih pada media hal ini disebabkan karena
enzim amilase yang bersifat eksoenzim akan memecah amilum menjadi
monomer-monomernya. Starch atau pati dipecah menjadi unit-unit yang lebih
kecil yaitu dengan memotong ikatan-ikatan glikosidiknya. Salah satu yang
dapat memotong ikatan glokosidik adalah enzim amilase (Anonim, 2011).
Uji hidrolisis kasein menggunakan medium padat Skim Milk Agar
(SMA) diinokulasikan bakteri sebanyak 1 ose kedalam medium tersebut
kemudian diinkubasi selama 2x24 jam suhu ruang. Hasil menunjukan positif
yaitu terdapatnya zona jernih pada media SMA. Kaseinase akan memecah
kasein menjadi parakaseinase yang dapat bereaksi dengan susu tersebut
sehingga menghasilkan kalsium parakaseinat.
Uji VP (Voges Proskaner) menggunakan medium cair MR-VP yang telah
diinokulasikan dengan 1 ose bakteri kemudian diinkubasi selama 2x24 jam
pada temperature 30oC, bakteri ditetesi dengan alfanaftol sebanyak 3 tetes dan
KOH 40% 2 tetes menunjukan hasi positif karena warna media menjadi
orange muda mendekati merah. Penambahan alfanaftol akan bereaksi dengan
aseton sedangkan pemberian KOH 40% untuk mengoksidasi proses tersebut
sehingga terjadi warna orange sampai merah.
Prinsip dari uji ini adalah menentukan kemampuan beberapa
mikroorganisme untuk menghasilkan produk akhir yang netral (asetil-mythyil
karbinol) dari fermentasi glukosa. Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi
mikroorganisme yang melaksanakan fermentasi 2,3-butanadiol. Bila bakteri
memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol sebagai produk utama,
akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media pertumbuhan (Sudjadi,
2006).
Penambahan 40% KOH dan 5% larutan alfanaphtol dalam etanol dapat
menentukan adanya asetolin (asetilmethylkarbinol), suatu senyawa pemuka

dalam sintetis 2,3-butanadiol. Penambahan KOH adanya asetolin ditunjukan


oleh perubahan warna kaldu menjadi merah muda. Perubahan warna ini
diperjelas dengan penambahan larutan alfanaphtol. Perubahan warna kaldu
biakan lebih jelas pada bagian yang berhubungan dengan udara, karena
sebagian 2,3-butanadiol dioksidasi kembali menjadi asetolin sehingga
memperjelas hasil reaksi (Sudjadi, 2006).
Uji katalase dilakukan dengan membuat preparat ulas bakteri pada object
glass, ditetesi dengan larutan H 2O2 kemudian diamati perubahan yang terjadi
hasil menunjukan positif karena terbentuknya gelembung gas. Selama
respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme menghasilkan
hydrogen peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida yang sangat
beracun. Senyawa ini dalam jumlah yang besar akan menyebabkan kematian
pada mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik,
fakultatif aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur repirasi
aerobik.
Superoksida dismutase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk
menguraikan khususnya superoksida pada organisme aerob yang bersifat
katalase

negatif.

Produksi

katalase

bisa

diidentifikasikan

dengan

menambahkan reagen H2O2 pada suspense bakteri. Jika dihasilkan gelembung


gas, berarti bakteri tersebut mampu memproduksi enzim katalase. Jika tidak
dihasilkan gelembung gas berarti uji katalase dinyatakan negative.
Uji oksidase dilakukan dengan membuat preparat ulas bakteri pada
object glass, ditutup dengan potongan tissue, ditetesi dengan reagen oksidase
kemudian diamati perubahan yang terjadi. Hasil yang didapat positif karena
hasil ulasan yang telah ditetesi reagen oksidase berwarna biru marun. Enzim
oksidase memegang peranan penting dalam transport electron selama respirasi
aerobik. Sitokrom oksidase mengkatalisis oksidasi dan reduksi sitokrom oleh
molekul oksigen. Enzim oksidase dihasilkan oleh bakteri aerob, fakultatif
anaerob, dan mikroaerofilik. Sifat kemoorganotrop dan fakultatif anaerob pada
Bacillus sp. Menyebabkan bakteri ini mampu memanfaatkan sumber karbon
tersedia (Priyani, 2006).
Mikroorganisme ini menggunakan oksigen, sebagai akseptor elektron
terakhir

selama

penguraian

karbohidrat

untuk

menghasilkan

energi.

Kemampuan bakteri memproduksi sitokrom oksidase dapat diketahui dari


reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian reagen oksidase pada koloni

bakteri. Enzim ini merupakan bagian dari kompleks enzim yang berperan
dalam proses foforilasi oksidatiif. Reagen yang digunakan adalah tetramethylD- phenylenediaminedihyrocloride. Reagen akan mendonorkan electron
terhadap enzim ini sehingga akan terosidasi membentuk senyawa yang
berwarna biru kehitaman. Positif tertunda (warna biru muncul antara 10-60
detik setelah ditetesi) menandakan bahwa bakteri uji memiliki sedikit enzim.
Tidak adanya perubahan warna mengindikasikan bahwa uji yang dilakukan
negatif (James, 2008).
Uji penggunaan sitrat dilakukan dengan menginokulasikan bakteri uji
pada medium agar miring Simon Citrate sebanyak 1 ose, inkubasi selama 2x24
jam pada temperature 30oC kemudian diamati perubahan yang terjadi, hasil
yang didapat adalah negatif karena media tetap berwarna biru. Sumber karbon
asam sitrat akan dipecah menjadi oksalo asetat kemudian menjadi asam asetat.
Karena adanya proses peningkatan ph sehingga berwarna biru.
Uji lactose dan raffinosa dilakukan dengan cara bakteri uji ditumbuhkan
pada medium lactosa dan raffinosa, diinkubasi selama 2x24 jam pada
temperature 30oC kemudian diamati perubahan warna pada media, hasil
menunjukan bahwa warna media tidak berubah tetap berwarna ungu.
Uji toleransi NaCl dibuat tiga buah tabung Nutrient broth yang
mengandung NaCl 0%, 6,5%, dan 10%, isolate diinokulasikan kedalam ketiga
tabung masing-masing 1 ose, diinkubasi selama 2x24 jam pada temperature
30oC kemudian diamati hasilnya dengan melihat tingkat kekeruhan media.
Hasil yang didapat tingkat kekeruhan yang paling tinggi adalah pada
konsentrasi NaCl 0%.
Penentuan spesies melalui pendekatan homologi dilakukan dengan
mengumpulkan data-data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan data
karakter bakteri dari sumber. Berdasarkan hasil perhitungan persen homologi,
jumlah terbesar adalah 80% yaitu antara isolat dengan spesies A (Bacillus
anthracis). Karena pengambilan sampel tanah disekitar kandang maka tanah
tersebut mengandung banyak Bacillus anthracis. Bakteri ini banyak
menyerang hewan herbivora. Misalnya domba, lembu, unta, rusa, sejenis
campuran kuda-keledai, kuda, dan kambing. Bacillus anthracis termasuk
klasifikasi gram positif, nonmotile, yang menjadi cikal bakal bakteri spora.
Kuman ini berkembang dan bertahan tahunan dalam berbagai keadaan di
tanah, air, atau benda apa pun. Vegetasi sel berukuran panjang 8 mikron

dengan lebar 1-1,5 mikron ini mampu hidup selama bertahun-tahun di tanah
(Akoso, 2009).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kelompok Bacillus merupakan bakteri berbentuk batang (basil), dan tergolong
dalam bakteri gram positif yang umumnya tumbuh pada medium yang mengandung
oksigen (bersifat aerobik) sehingga dikenal pula dengan istilah aerobic sporeformers.
Bacillus adalah organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara, dan
tumbuh-tumbuhan.
Penyebab antraks adalah bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini bersifat aerob,
memerlukan oksigen untuk hidup. Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan
puluhan tahun dalam tanah dan bisa menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia.
Hewan tertular akibat memakan spora yang menempel pada tanaman yang dimakan.
Hewan yang mati akibat antraks harus langsung dikubur atau dibakar, tidak boleh dilukai
supaya bakteri tidak menyebar. Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora
yang ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan sakit (kulit, daging, tulang atau
darah); mengonsumsi produk hewan yang kena antraks: atau melalui udara yang
mengandung spora, misalnya, pada pekerja di pabrik wool atau kulit binatang. Karenanya
ada empat tipe antraks yaitu antraks kulit, antraks usus (pencernaan), antraks paru
(pernapasan) dan antraks otak.Antraks otak terjadi jika bakteri terbawa darah masuk ke
otak.
Bacillus cereus dapat menyebabkan keracuann makanan oleh enterotoksin yang
terdapat pada makanan seperti nasi yang telah dimasak tetapi kemudian diletakkan
ditempatyang hangat sehingga terjadi sporulasi dan terbentuklah toksin itu. Dapat juga
menyebabkan pneumonia, bronkopeumonia dan luka.
Bakteri ini adalah jenis bakteri yang umum ditemukan di tanah, air, udara dan
materi tumbuhan yang terdekomposisi. Termasuk kelompok bakteri gram positif, aerobik,
mampu membentuk endospora. Bacillus subtilis memiliki kemampuan memproduksi
antibiotik dalam bentuk lipopeptida, salah satunya adalah iturin. Iturin membantu
Bacillus subtilis berkompetisi dengan mikroorganisme lain dengan cara membunuh
mikroorganisme lain atau menurunkan tingkat pertumbuhannya. Iturin juga memiliki
aktivitas fungisida terhadap pathogen. ada beberapa penelitian ditemukan bahwa
penambahan Bacillus subtilis perairan dapat meningkatkan kualitas perairan dengan
mengurangi konsentrasi CO2 perairan. Penggunaan Bacillus subtilis pada tambak udang

menunjukkan bahwa Bacillus subtilis mampu meningkatkan kesintasan larva udang


windu dan mencegah dari penyakit vibriosis akibat Vibrio harveyi. Selain itu Bacillus
subtilis secara alami bersimbiosis pada saluran pencernaan udang windu.
Bacillus sp. memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut: koloni berbentuk bulat
atau circular, berukuran sedang atau moderate, elevasi convex, permukaan halus
mengkilap, dan margin entre. Lebar sel Bacillus sebenarnya 2,5 sedangkan Panjang sel
sebenarnya 2,5 . Hasil uji positif yaitu uji pewarnaan gram, pewarnaan endospora, uji
hidrolisis starch, uji hidrolisis kasein, uji VP, uji katalase, dan uji oksidase. Hasil uji
negatif yaitu uji lactose dan raffinosa, uji motilitas, uji penggunaan sitrat, dan uji
toleransi NaCl. Berdasarkan hasil perhitungan persen homologi, jumlah terbesar adalah
80% yaitu isolat Bacillus anthracis karena sampel yang digunakan adalah tanah kandang.

DAFTAR PUSTAKA
Jawetz, Melnick dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
Rahim, Abdul dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Binarupa Aksara:
Jakarta.
Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar dasar Mikrobiologi. Djambatan: Malang.
Soemarno. 2000. Isoalsi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Akademi Analis Kesehatan:
Yogyakarta.
Akoso., B. 2009. Epidemiologi dan Pengendalian Anthrax Penyakit Menular pada Hewan
dan Manusia. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI): Yogyakarta.
Barrow, G. I and Feltham, R.K.A.1993. Cowan and Steels Manual for The Identification of
Medical Bacteria Third Education. Cambridge: University Press, Australia.
Dwipayana., Herto. D. 2010. Identification of Bacterial Diversity in Waste Recycling Paint
Sludge by Conventuonal Microbiological Technique. Environmental Engineering Study
Program. Bandung.
James. J., Colin. B. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan. Penerbit Erlangga:
Jakarta.
Sudjadi. B., S. Laila. 2006. Biologi Sains dalam Kehidupan. Penerbit Yudhistira.
Priyani. N., Liliyanto., dan Kiki. N. 2006. Uji Potensi Bacillus sp. dan Escherichia coli
dalam Mendegradasi Alkil Berzen Sebagai Bahan Aktif

Detergen.Jurnal

Sumatra. Vol. 1 (2). ISSN 1907-5537. Hal 35-37.


http://dede-bogel.blogspot.com/2011/07/karakteristik-dan-potensi-antibiotik.html
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biochemistry/2174115-bakteri-bacilluscereus/#ixzz1raKQo3MA
http://lutfiblurry.blogspot.com/2011/02/bacillus-subtilis-dan-aplikasinya-dalam.html
http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/2008/11/22/4141
file:///F:/laporan-isolasi-dan-identifikasi.html

Biologi

Anda mungkin juga menyukai