Ulama. Latar belakag hidup inilah yang nampaknya mewarnai hidupnya tentang
individualisme dan pluralisme.
Ekonomi orang tuanya sangat minim, makan ayam hanya bisa seminggu skali itupun
hanya dipotong kecil-kecil. Atau mungkin daging ayam itu terselip diantara timbunan nasi.
Beruntung sekali bisa tinggal di pesisir sehingga setiap hari bisa makan ikan segar dan murah
ketika itu. Itulah satu-satunya asupan gizi yang masih bisa diperoleh sehingga otak masih bisa
berkembang dan berkarya hingga kini.
Masa kecil Sudhamek tergolong bandel namun otodidak, terbukti dari biografinya
yang menceritakan waktu dia belajar berenang dengan batang pisang dan mencoba
membandrek motor montir sebelah karena saking inginnya bisa mengendarai motor.
Dia menghabiskan waktu di Rembang sampai lulus SMP kemudian dia melanjutkan
sekolah SMA di Semarang. Dia mendaftar dua sekolah yaitu SMA Loyola I dan SMA Kebon
Dalam, anehnya di SMA Kebon Dalam dia tidak diterima tetapi di SMA Loyola yang terbaik
di Jawa Tengah malah diterima. Tidak banyak kenangan indah di SMA karena dia sering
diledek sewaktu SMA, nama Sudhamek yang sangat aneh ditelinga mereka sering diganti
dengan Kamso (Kampungan tur Ndeso).
Oleh sebab itu waktu SMA dilalui dengan penuh tekanan batin, karena dia selalu
diledek oleh teman-temannya dan parahnya dia juga tidak pintar dalam pelajaran. Terbukti
sewaktu terima rapor nilainya selalu nyari tidak naik kelas, yang syaratnya tidak boleh ada
yang 6 atau nilai merah. Mungkin keadaan inilah yang membuat mental Sudhamek menjadi
jiwa yang tangguh sehingga kebal dengan keadaan apapun, terlebih dia adalah orang ndeso
yang beruntung bisa sekolah di kota.
Kemudian dia melanjutkan sekolah ke Universitas Satya Wacana (UKSW), dan dia
pun beruntung bisa diterima disitu, karena diapun ditolong oleh kakanya yang kebetulan
dekat dengan salah satu dosennya, nilai matematika dan bahasa inggris yang sangat jelek
sehingga dia sulit diterima disana, beruntung dia bisa masuk dan diberi tempat di fakultas
ekonomi.
Disana dia juga sering dicela, dan karena sering dicela dia pun tidak berani mendekati
mahasiswi, sehingga setiap pulang kuliah dia langsung ke kost untuk melihat-lihat
catatannya, kemudian pertama kali ujian dia pun kaget sendiri ternyata pada mata kuliah
Pengantar Ekonomi Perusahaan dia mendapatkan nilai yang bagus, sejak saat itulah dia mulai
mempelajari yaitu dengan rutinitas maka semua hal yang sulit pun dapat kita kerjakan. Dan
sejak saat itulah dia mulai giat belajar sehingga dia pun langsung bisa mengambil double
degree di fakultas hukum.
Motivasi Sudhamek
Ketika ditanya kenapa dia bisa sesukses ini jawabannya adalah Will Power, dia
bukan anak terpandai bahkan bisa disebut dia adalah anak bodoh sejak SMP dan SMA,
prestasinya baru muncul ketika di jenjang Universitas. Jadi yang dimaksud Will Power adalah
setiap kita melakukan tanpa kenal lelah apalagi menyerah, pasti hasil pun akan selalu seperti
apa yang kita inginkan. Will Power ini pula yang telah mentransformasikan dirinya sehingga
potensi yang ada pada dirinya menjadikan menifest dengan optimal. Sarjana ekonomi dan
magister hukum diperoleh pada tahun 1981 dan 1982. Setelah itu pun keinginannya harus
kandas karena dia yang ingin melanjutkan master degree keluar negri tetapi tidak ada biaya.
Apalagi pada saat itu yang ada pada dirinya hanyalah ingin segera menyelesaikan kuliah dan
bekerja, lantaran melihat jeratan ekonomi keluarganya yang semakin parah karena membayar
hutang biaya kuliah saudaranya yang lain. Belakangan baru dia menyadari bahwa dorongan
itu bermakna lain, Ibunya meninggal dua bulan setelah dia lulus kuliah dan menikah.
Nampaknya ibunya hanya ingin menyelesaikan tugas mulia setelah anak yang ke-11 sibungsu
mentas.
Jauh sebelum dia menitih karir hidup, jauh didalam benak bahwa hidupnya akan dia
isi dengan kebermaknaan. Bukan hanya duniawi tetapi surgawi, bukan hanya hidup sendiri
melainkan berfaedah untuk orang lain. Ikrarnya selalu diingatkan olah mantan pacarnya
Lanny Rosiana yang sekarang jadi istrinya, pada waktu di Bukit Muncul Salatiga. Ketika
saya jadi orang akan berbuat banyak kemanusiaan. Ikrar itu diucapkannya sekitar 1978,
inilah yang kemudian dia wujudkan menjadi sebuah gagasan bagaimana membangun sebuah
Spiritual Company, yaitu bagaimana mengintegrasikan prinsip-prinsip bisnis spiritual dalam
Garuda Food Group, perusahaan yang telah dia pimpin selama 18 tahun ini.
Dia pun pernah belajar ke salah satu guru di India ketika sakit dan menderita
Leukimia yang harus dibawa ke Singapura dan dia malah disembuhkan oleh seorang guru
dari India, sejak saat itulah dia semakin sadar bahwa hidupnya harus untuk oranglain, bukan
hanya untuk dirinya sendiri. Pengertian yang mendalam melihat titik balik kehidupan
sehingga semakin berkembang dan hatipun menjadi lapang dan toleran. Banyak hal baik yang
masuk dan mendiami hatinya. Dalam waktu yang relatif singkat kemudia dia menyebut
dirinya dengan manusia baru yang berbeda. Yaitu membangun sebuah spiritual Company.
Mimpi membangun Garuda Food Group itupun tidak datang tiba-tiba, melainkan dari
sebuah pertanyaan ayahnya untuk mendirikan usaha yang berlandaskan spiritual. Pertanyaan
sakratis yang sekarang dapat merubah pribadi dirinya. Dan ketika dia pelajari bahwa pada
tahun 1998 banyak perusahaan yang kollep, dengan dia pelajari ternyata banyak perusahaan
yang tidak didasari dengan nilai luhur. Sejak saat itulah dia mulai mnentukan dua prinsip
yang harus dipersatukan yaitu sebauh Leadership dengan Spiritual. Dengan konsep itulah
Gruda Food Group bisa berdiri hingga sekarang, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang
makanan kecil, contohnya kacang atom, wafer, dan makanan ringan lainnya. Sebuah
penggabungan dua prinip yang menjadikan perusahaan itu tetap berdiri.