Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PENGANTAR EKONOMI

Perbandingan Kondisi Makroekonomi


Indonesia dan Jepang

Oleh :
Mia Khairina

PERSENTASE TAHUNAN TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA DAN JEPANG


12

10

8
Indonesia

unemployment,total (% of total labor force)

Column2

INDONESIA
1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

4.40

4.70

5.50

6.30

6.10

8.10

9.10

9.50

9.90

11.20

10.30

9.10

8.40

7.90

7.10

2011

2012

JEPANG
1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2.50

2.90

3.20

3.40

3.40

4.10

4.70

4.80

5.00

5.40

5.20

4.70

4.40

4.10

3.90

4.00

5.00

5.00

2011

2012

PERSENTASE TAHUNAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA DAN JEPANG


70

60

50

40

Indonesia
Column1
Indonesia

Inflation, consumer prices (annual %)

30

20

10

-10

Column1

Year

INDONESIA
1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

9.69

8.52

9.43

7.97

6.23

58.39

20.49

3.72

11.50

11.88

6.59

6.24

10.45

13.11

6.41

9.78

4.81

5.13

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

1.27

0.69

-0.12

0.13

1.76

0.66

-0.33

-0.65

-0.80

-0.90

-0.25

-0.01

-0.27

0.24

0.06

1.37

-1.35

-0.72

JEPANG

PERSENTASE TAHUNAN GDP (DALAM US $) DI


INDONESIA DAN JEPANG

7,000,000,000,000.00

GDP
(current US
$)

6,000,000,000,000.00

5,000,000,000,000.00

4,000,000,000,000.00
Indonesia
Column1

3,000,000,000,000.00

2,000,000,000,000.00

1,000,000,000,000.00

0.00

Year

INDONESIA
1993

1994

1995

1996

1997

158,006,849,878.90

176,892,148,243.49

202,132,032,844.16

227,369,671,349.35

215,748,854,646.70

1998

1999

2000

2001

2002

95,445,548,017.35

140,001,352,527.22

165,021,012,261.51

160,446,947,638.31

195,660,611,033.85

2003

2004

2005

2006

2007

234,772,458,818.10

256,836,883,304.55

285,868,610,016.59

364,570,525,997.05

432,216,737,774.86

2008

2009

2010

2011

2012

510,244,548,959.97

539,579,959,052.70

708,026,840,494.95

846,832,283,153.25

JEPANG
1993

1994

1995

1996

1997

4,414,962,786,901.46

4,850,348,016,491.89

5,333,925,511,058.95

4,706,187,126,019.61

4,324,278,106,865.89

1998

1999

2000

2001

2002

3,914,574,887,342.22

4,432,599,282,922.53

4,731,198,760,271.14

4,159,859,918,093.56

3,980,819,536,159.76

2003

2004

2005

2006

2007

4,302,939,184,963.79

4,655,803,055,650.55

4,571,875,737,175.42

4,356,761,451,087.28

4,356,329,296,669.33

2008

2009

2010

2011

2012

4,849,208,099,923.57

5,035,141,567,658.90

5,488,416,495,784.92

5,867,154,491,918.31

Sumber data : www.worldbank.org

ANALISA
PENGANGGURAN
Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus membengkak.
Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran di Indonesia pada umumnya di
bawah 5 persen dan pada tahun 1997 sebesar 4,68 persen. Tingkat pengangguran sebesar 4,68
persen masih merupakan pengangguran dalam skala yang wajar. pengangguran alamiah adalah
suatu tingkat pengangguran yang alamiah dan tak mungkin dihilangkan. Artinya jika tingkat
pengangguran paling tinggi 2 - 3 persen itu berarti bahwa perekonomian dalam kondisi
penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) (Sadono Sukirno, 2008). Peningkatan
angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia terus
menunjukkan jurang (gap) yang terus membesar. Kondisi tersebut semakin membesar setelah
krisis ekonomi.
Dengan adanya krisis ekonomi tidak saja jurang antara peningkatan angkatan kerja baru
dengan penyediaan lapangan kerja yang rendah terus makin dalam, tetapi juga terjadi pemutusan
hubungan kerja (PHK). Hal ini menyebabkan tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke
tahun terus semakin tinggi. Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa jumlah angkatan kerja
di Indonesia mengalami peningkatan rata-rata 2,1 persen periode 1998 - 2007 serta mengalami
pertumbuhan angkatan kerja yang negatif yaitu sebesar -0,45 persen pada tahun 2003 sebesar
100.316.007 jiwa (Statistik Indonesia, 1998 2007). Hal tersebut disebabkan oleh perubahan
pada angka sensus penduduk yang dilakukan pemerintah. Sayangnya tingkat pertumbuhan
angkatan kerja di Indonesia ini tidak dibarengi dengan terbukanya lapangan kerja.
Di Indonesia, pengangguran merupakan masalah yang sangat penting untuk diselesaikan
mengingat angka atau besaran tingkat pengangguran di Indonesia yang mengalami kenaikan tiap
tahunnya diikuti bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah angkatan kerja Indonesia. Angka
pengangguran yang rendah dapat mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang baik, serta dapat
mencerminkan adanya peningkatan kualitas taraf hidup penduduk dan peningkatan pemerataan
pendapatan, Oleh karena itu kesejahteraan penduduk meningkat.

Berdasarkan pada hal tersebut, besarnya jumlah pengangguran yang terus meningkat
sejalan dengan tingginya tingkat angkatan kerja yang rata-rata peningkatan setiap tahunnya 2,1
persen serta diiringi oleh lambatnya pertumbuhan ekonomi disamping naiknya besaran GDP
yang dialami oleh Indonesia. Namun demikian tingginya pengangguran yang terjadi ternyata
juga diikuti oleh peningkatan upah yang diterima serta berfluktuasinya inflasi di Indonesia.
ekonomi tidak saja jurang antara peningkatan angkatan kerja baru dengan penyediaan lapangan
kerja yang rendah terus makin dalam, tetapi juga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pada grafik dapat dilihat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia tiap tahun semakin
menurun. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan ketua Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin,
bahwa tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2012 turun jika dibandingkan tingkat
pengangguran terbuka tahun sebelumnya, yakni dari 6,56 persen atau sekitar 7,7 juta orang
menjadi 6,14 persen atau 7,24 juta orang. Angka tersebut , juga mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan periode Februari 2012 lalu sebesar 6,32 persen atau sekitar 7,6 juta orang.
Penurunan angka pengangguran menunjukkan sedikit perbaikan. Selain itu, jumlah angkatan
kerja pada Agustus 2012 juga bertambah sekitar 670 ribu orang dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Perbaikan itu juga terlihat dari bertambahnya jumlah penduduk bekerja. Pada
Agustus 2012, BPS mencatat ada penambahan 1,1 juta orang pekerja dibandingkan periode yang
sama tahun 2011.
Jumlah pengangguran paling tinggi selama 20 tahun terakhir yang terdapat pada grafik
terjadi pada tahun 2005 yaitu 11,20 persen. Pada tahun 2005 tersebut, Departemen Pendidikan
Nasional mencatat jumlah mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi negeri dan swasta
sebanyak 323.902 orang. Namun, tidak semua yang lulus ini terserap oleh pasar. Menurut data
BPS angka pengangguran pada tahun 2005 sebesar 11,8 juta penganggur terbuka, dan sekitar 390
ribu diantaranya adalah berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, penganggur sebagian besar ( 5,1 juta ) adalah berasal dari lulusan SLTA, baik umum
maupun kejuruan. Sedangkan dari dari lulusan diploma dan sarjana jumlah yang menganggur
berturut-turut sebesar 308.522 dan 395.538.
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali,
sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang
sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan
karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan
kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat
akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial
lainnya.Kondisi banyaknya pengangguran di Indonesia salah satunya disebabkan oleh lemahnya
manajemen pembangunan di hampir segala bidang, lemahnya institusi birokrasi, serta lemahnya
kelas menengah yang seharusnya menjadi mesin kemajuan. Ini semua menimbulkan lemahnya
daya saing Indonesia. Sehingga diperlukan kebijakan ekonomi politik baru .
Mengurangi angka pengangguran selalu menjadi prioritas program pemerintah. Namun,
setiap tahun angka tersebut rasanya enggan berkurang. Jika pun berkurang, jumlahnya sangat
kecil. Dari jumlah penganggur yang terdata, penganggur dari kalangan terdidik menunjukkan
kecenderungan meningkat. Kecenderungan meningkatnya penganggur di kalangan kaum terdidik

bisa jadi disebabkan kebijakan pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran kurang
sejalan dengan preferensi pencari kerja. Setiap tahun, lebih dari 300.000 lulusan perguruan tinggi
dari jenjang diploma hingga sarjana atau strata satu (S-1) siap memasuki pasar tenaga kerja.
Problematika juga datang dari banyak kalangan yang memperkirakan, sampai tahun 2025
mendatang, ada berbagai tantangan yang bakal dihadapi bangsa Indonesia antara lain tantangan
sosial budaya dan kehidupan beragama, tantangan perekonomian, sarana dan prasarana, politik,
pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, bidang wilayah dan tata ruang serta sumber daya
alam dan lingkungan hidup. Meski banyak tantangan, Indonesia juga punya modal dasar untuk
pembangunan yakni wilayahnya yang luas, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, jumlah
penduduk yang besar serta perkembangan politik yang telah melalui tahap awal reformasi.
Sasaran pokok pembangunan dalam beberapa tahun ke depan antara lain terwujudnya
masyarakat yang berakhlak mulia, berdaya saing, demokratis yang berlandaskan hukum, rasa
aman dan damai, pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, negara yang mandiri dan
maju serta peranan yang meningkat di dunia internasional.
Sementara di Jepang, tingkat pengangguran selalu lebih rendah jika dibandingkan
dengan Indonesia. Hal ini merupakan hal yang wajar karena mengingat Jepang adalah negara
maju. Di sisi lain, pada tahun 2008 dan 2009, pengangguran di Jepang terus naik dan pada tahun
2010 persentasi penganggurannya sama dengan tahun 2009. Semua hal tersebut tidak menutup
kemungkinan untuk Indonesia sebagai negara berkembang untuk menambah lapangan pekerjaan
sehingga pengangguran dapat berkurang jumlahnya.
Jumlah pengangguran tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 5,4 persen.
Pengangguran dengan persentase yang melonjak tinggi di negara yang ekonominya pada tahun
itu menduduki urutan nomer dua terbesar di dunia merupakan sesuatu yang diluar dugaan.
persentase tersebut ternyata lebih buruk dari dugaan para analis dan merupakan nilai terburuk
selama 20 tahun terakhir. Hal ini merupakan tingkat tertinggi sejak statistik mulai disusun. Pada
tahun itu pula, lebih dari 3-juta orang mencari pekerjaan.
Pada bulan Mei tahun 2012, ada kabar yang menyebutkan bahwa kecemasan melanda
lulusan universitas dan anak muda di Jepang. Tingkat pengangguran naik untuk pertama kalinya
dalam 3 bulan terakhir, melampaui perkiraan para analis sekaligus menekankan kekhawatiran
soal hilangnya momentum pemulihan ekonomi di negara matahari terbit tersebut. Dua faktor
utama yang diduga menjelaskan naiknya tingkat pengangguran itu adalah naiknya nilai tukar
mata uang Yen dan semakin memburuknya krisis Eropa beberapa bulan terakhir. Saat ini
pengangguran di Jepang naik ke 4,6 persen per April dari bulan sebelumnya 4,5persen, ungkap
Biro Statistik Jepang di Tokyo, Selasa 29 Mei 2012. Sedangkan perkiraan para analis hanya
berkisar diangka 4,5persen.
Tetapi di lain pihak, pada tahun 2012 pula tepatnya pada tanggal 31 Juli 2012, Biro
Statistik Jepang melaporkan tingkat pengangguran turun tipis dari 4,4persen dari 4,3persen pada
Mei 2012. Sebelumnya, 29 ekonom yang disurvei rata-rata memprediksi tingkat pengangguran

masih akan bertengger pada level 4,4persen. Nilai tukar yen sudah menguat lebih dari 6persen
terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sejak pertengan Maret lalu sehingga menekan laba para
eksportir seperti Canon Inc. dan Nintendo Co. Pemulihan tingkat pengangguran di Jepang ini
mungkin belum cukup untuk meredakan kekhawatiran bahwa pemulihan ekonomi melambat
menyusul produksi industri yang turun sepanjang kuartal kedua tahun ini. Apalagi, tambahan
pekerja muncul dari industri jasa, sedangkan industri manufaktur justru mengurangi tenaga kerja.

INFLASI
Jika kita meilihat dari grafik inflasi antara Indonesia dan Jepang selama 20 tahun terakhir
ini, inflasi di Indonesia selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jepang. Indonesia memiliki
grafik inflasi yang tidak stabil, Indonesia pernah mengalami tingkat inflasi sangat tinggi pada
tahun 1998. Pernah juga inflasi di Indonesia berada pada angka yang cukup rendah. Inflasi
tinggi pada tahun 1998 mencapai 58,39 persen. Setelah tahun 1998, inflasi tersebut menurun dan
persentase terendah adalah 3,72 persen pada tahun 2000.
Beberapa kalangan menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
menurunnya persentase inflasi di Indonesia. Adanya permintaan yang mulai normal sepanjang
masa-masa penurunan inflasi dan tidak adanya tekanan permintaan yang melonjak-lonjak, yang
bersifat seasonal atau kebutuhan mendesak merupakan salah satu penyebabnya. Produksi dan
penyediaan bahan pokok yang sangat memadai . Saat masa penurunan inflasi, BPS tidak melihat
adanya gejolak harga seperti minyak goreng dan lain-lain. Harga-harga komoditas dunia yang
sedang dalam tren penurunan juga merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya inflasi.
Faktor lain yang mempengaruhi adalah kenyataannya impor barang konsumsi dan impor bahan
baku yang terus menurun.
Sedangkan suatu hal yang menjadi faktor pencetus tingginya inflasi domestik di
Indonesia adalah kondisi geologis Indonesia sebagai negara kepulauan. Dibandingkan negara
lain di kawasan Asia misalnya, inflasi Indonesia cenderung tinggi. Diperlukan tambahan ongkos
transportasi antar pulau yang biasanya akan menaikkan harga jual barang-barang. Akan tetapi,
sebenarnya kondisi perekonomian dengan inflasi jauh lebih baik dibanding jika mengalami
deflasi.
Inflasi terutama yang disebabkan oleh demand pull inflation menunjukkan tingginya
permintaan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karenanya, di
setiap negara umumnya memiliki target inflasi yang dianggap nyaman.
Saat ini, Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Agustus 2012 sebesar 0,7-0,8 persen
(mom) dan 4,5 persen secara year on year. Angka tersebut stagnan bila dibanding inflasi Juli
2012 sebesar 0,7 persen.

Diperkirakan, ilai inflasi tersebut dipengaruhi oleh lebaran yang terjadi pada pertengahan
Agustus 2012 lalu. Selain itu, musim kekeringan di beberapa wilayah di Indonesia menyebabkan
harga gandum dan harga jagung meningkat dibandingkan sebelumnya, walau lebih rendah bila
dibanding inflasi Agustus 2011.
Hingga saat ini, BI akan terus fokus menjaga kondisi fundamental ekonomi seperti
inflasi, nilai tukar hingga neraca pembayaran Indonesia. Kondisi fundamental itu akan terus
dijaga, khususnya dalam menentukan suku bunga acuan BI (BI Rate).
Sementara hingga akhir tahun, pemerintah menargetkan inflasi sebesar 4,5 persen plus
minus 1 persen. Sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri memperkirakan bahwa
inflasi hingga akhir tahun 2012 tidak akan lebih dari 4,8 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan inflasi selama
September 2012 yang tercatat 0,01 persen adalah inflasi terendah dalam lima tahun terakhir.
Dengan pencapaian inflasi sebesar 0,01 persen tersebut, lanjut Hatta, pemerintah merasa
optimistis target inflasi tahun ini sebesar 4,5 persen plus minus 1,0 persen dapat diwujudkan.
Hatta Rajasa juga mengatakan jika sasaran (inflasi) di bawah lima persen saya yakin akan
tercapai, sekarang kan baru tiga sekian persen, dan puncak kenaikan harga pangan kan sudah
selesai Agustus kemarin, biasanya setelah ini akan ada periode menurun dan akan diikuti deflasi.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada September 2012
terjadi inflasi sebesar 0,01 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 134,45.
Dari 66 kota IHK, pada bulan ini 21 kota diantaranya mengalami inflasi dan 45 kota
mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Pangkal Pinang 0,74 persen dengan IHK 149,99
dan terendah terjadi di Dumai 0,01 persen dengan IHK 137,15.
Deflasi tertinggi terjadi di Singkawang 2,18 persen dengan indeks 140,26 dan terendah
terjadi di Medan, Cirebon, Kediri, dan Cilegon masing-masing 0,02 persen dengan IHK masingmasing 133,81; 138,24; 134,03; dan 133,22.
Inflasi terjadi karena ada kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks beberapa
kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,57
persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,35 persen; kelompok sandang
1,47 persen; kelompok kesehatan 0,14 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga
1,07 persen.
Kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi atau penurunan indeks, yaitu: kelompok
bahan makanan 0,92 persen dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,80 persen.

Laju inflasi tahun kalender (Januari-September) 2012 sebesar 3,49 persen dan laju inflasi
year on year (September 2012 terhadap September 2011) sebesar 4,31 persen.
Komponen inti pada September 2012 mengalami inflasi sebesar 0,34 persen, laju inflasi
komponen inti tahun kalender (Januari - September) 2012 sebesar 3,63 persen dan laju inflasi
komponen inti year on year (September 2012 terhadap September 2011) sebesar 4,12 persen.
Sedangkan Jepang, pernah mengalami inflasi dengan persentase tertinggi hanyalah 1,76
persen selama 20 tahun terakhir. Untuk persentase paling rendahnya adalah -1,35 persen pada
tahun 2002. Grafik inflasi Jepang selama 20 tahun terakhir cukup stabil.

Kita mengetahui bahwa dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat,
berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk
juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa,
bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap
terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruhmemengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang
yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan
likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi
(kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk
sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral),
sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor
yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal
(perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Sehingga agar inflasi tidak semakin buruk, perlu adanya upaya untuk menekan inflasi
antara lain menjaga keserasian antara laju penambahan uang beredar dengan laju pertumbuhan
barang dan jasa, politik diskonto dan bunga pinjaman, menjaga kestabilan nilai tukar mata uang,
dan melakukan intervensi pasar.
Berdasarkan data perbandingan tingkat inflasi antara Indonesia dan Jepang, dapat
diketahui bahwa Indonesia memiliki tingkat inflasi lebih tinggi daripada Jepang. Tingkat inflasi
tinggi ini dalam jangka panjang menyebabkan menurunnya pengangguran. Seperti contoh data
selama 20 tahun terakhir yang terdapat dalam grafik , pada tahun 1998 untuk negara Indonesia
inflasinya menunjukkan 58,39 persen. Inflasi dalam persentase tersebut merupakan inflasi ganas
yaitu inflasi dalam dua digit atau tiga digit seperti 20, 100, atau 200 persen per tahun. Namun, di
tahun itu pula pengangguran di Indonesia hanya 5,5 persen dari total tenaga kerja. Sedangkan

untuk Jepang, tingkat pengangguran paling tinggi selama 20 tahun terakhir adalah 5,2 persen ini
terjadi di tahun 2003 dan inflasinya rendah yaitu -0,25 persen.
Namun, rendahnya inflasi di Indonesia, persentasenya tidak pernah lebih kecil dari inflasi
di Jepang. Di sisi lain, Jepang memiliki grafik inflasi yang stabil dan tidak pernah melebihi 10
persen selama 20 tahun terakhir. Bahkan, tingkat inflasi di Jepang pernah mengalami minus.
Seperti pada tahun 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2009, 2010,dan 2011. Selama 20 tahun
terakhir, persentasi inflasi tertinggi yang dialami Jepang terjadi pada tahun 2008 dengan
persentase 1,37 persen.
GDP
Gross Domestic Product (GDP) atau dalam Bahasa Indonesia disebut Produk Domestik
Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada
periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai
kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan
ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami
pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan
ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan
pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan
peningkatan menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang
dengan baik. Pembangunan ekonomi adalah sebuah proses multidimensi yang melibatkan
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional,
seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan
pemberantasan kemiskinan mutlak. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan
merupakan kondisi utama suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan
sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan
penambahan pendapatan setiap tahun.

Negara Indonesia merupakan negara berkembang, apabila dibandingkan dengan Jepang


yang merupakan negara maju, Produk Domestik Bruto Indonesia masih jauh dari Jepang. Dari
grafik dapat kita lihat bahwa antara Jepang dan Indonesia, keduanya mengalami kenaikan
Produk Domestik Bruto selama sekitar tiga tahun terakhir. Produk Domestik Bruto tertinggi yang
pernah dicapai Indonesia adalah 846,832,283,153.25 US $. Produk Domestik Bruto tersebut
dicapai di tahun 2011. Sedangkan Produk Domestik Bruto terendah Indonesia selama 20 tahun
terakhir terjadi pada tahun 1998 sebesar 95,445,548,017.35 US $. Untuk negara Jepang, Produk
Domestik Bruto tertinggi yang pernah dicapai juga terjadi pada tahun 2011 sebesar

5,867,154,491,918.31 US $. Sementara Produk Domestik Bruto terendahnya adalah


3,914,574,887,342.22 US $ yang juga terjadi pada tahun 1998. Sehingga dapat diketahui bahwa
Produk Domestik Bruto tertinggi antara Indonesia dan Jepang sama-sama terjadi di tahun 2011
dan Produk Domestik Bruto terendah juga terjadi di tahun yang sama yaitu tahun 1998.
Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank
Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU
mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara
Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui
Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tentang Sasaran.
Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal 30 April 2012 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk periode 2013 2015, masing-masing sebesar 4,5persen, 4,5persen, dan
4persen masing-masing dengan deviasi 1persen.
Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan
masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat
diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Pemerintah dan Bank Indonesia akan senantiasa
berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan tersebut melalui koordinasi
kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi tersebut. Salah satu upaya pengendalian inflasi
menuju inflasi yang rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi
inflasi masyarakat agar mengacu (anchor) pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Angka target atau sasaran inflasi dapat dilihat pada web site Bank Indonesia atau web site
instansi Pemerintah lainnya seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Perekonomian, atau
Bappenas. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan
oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam rangka meningkatkan kredibilitas
Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah.
Sementara itu Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada akhir tahun 2012 ini akan mencapai 6,3 persen. Level ini masih sama dengan prediksi
semula. Padahal Gubernur BI Darmin Nasution semula memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada 2012 akan naik sekitar 6,1-6,5 persen dengan kecenderungan di tengah 6,3
persen. Menurut Darmin, perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia di level tersebut
disesuaikan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2012 yang tumbuh 6,17 persen.
Level tersebut sedikit lebih rendah dari perkiraan akibat penurunan kinerja ekspor yang masih
berlanjut. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kuatnya permintaan domestik, terutama konsumsi
rumah tangga dan investasi. Di sisi lain, ekspor diperkirakan juga akan mengalami perbaikan
sejalan dengan membaiknya perekonomian beberapa negara mitra dagang utama, meskipun
masih dibayangi ketidakpastian kondisi perekonomian global.
Kinerja pertumbuhan Indonesia tetap kuat dalam menghadapi pelemahan ekonomi global
tetapi, dengan risiko tetap tinggi, ketahanan ekonomi terhadap goncangan di masa depan dapat

lebih diperkuat dengan terus fokus pada kesiagaan krisis, pada perbaikan iklim investasi, dan
peningkatan kualitas belanja publik. Meskipun adanya tantangan kondisi eksternal, pertumbuhan
ekonomi Indonesia sejauh ini terbukti kuat. Pertumbuhan PDB pada kuartal kedua tahun 2012
adalah 6,4 persen tahun-ke-tahun, naik sedikit dari 6,3 persen pada kuartal pertama. Kuatnya
permintaan konsumsi dan investasi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan.
Namun, Indonesia mulai merasakan perlemahan lingkungan global. Ekspor netto merupakan
hambatan utama terhadap laju pertumbuhan pada kuartal kedua dan defisit transaksi neraca
berjalan melebar. Nilai ekspor bulanan juga terus melemah tetapi beberapa tekanan pada neraca
perdagangan mungkin merupakan koreksi diri (self correction) karena permintaan untuk barang
antara dan barang modal yang digunakan sebagai input untuk produksi ekspor juga turun.
Ekuitas domestik menguat pada kuartal ketiga dan Indonesia menarik investasi portofolio
yang cukup besar, membantu Bank Indonesia untuk membangun kembali cadangan devisa.
Rupiah sedikit melemah lebih lanjut terhadap dolar. Hal ini dapat memfasilitasi penyesuaian
berkelanjutan neraca eksternal Indonesia
Beberapa indikator domestik terakhir memberikan gambaran beragam, dengan pertumbuhan
kredit tetap kuat, tetapi beberapa data mengarah kepada perlambatan permintaan domestik
Proyeksi Bank Dunia untuk pertumbuhan PDB Indonesia pada tahun 2012 adalah 6,1 persen
(naik 0,1 poin persentase dari proyeksi Triwulanan edisi Juli, karena pertumbuhan yang kuat
terlihat pada paruh pertama tahun 2012) dan 6,3 persen pertumbuhan PDB pada 2013.
Risiko terhadap outlook tetap tinggi akibat ketidakpastian internasional yang sedang
berlangsung, termasuk tingkat dan dampak dari perlambatan ekonomi China, resesi yang sedang
berlangsung di Kawasan Eropa, dan tantangan fiskal Amerika Serikat. Jika resiko-resiko ini
meningkat, tingkat pertumbuhan Indonesia bisa menjadi jauh lebih lambat
Mengingat risiko yang tetap ada dan peningkatan ketidakpastian global, Indonesia dan negara
berkembang lainnya perlu mempersiapkan kemungkinan perlemahan ekonomi yang lebih lanjut
dan kondisi pasar keuangan yang rapuh. Indonesia harus terus membangun kemajuan sudah
dicapai dalam membuat ekonomi lebih tahan terhadap guncangan, dan mengangkat laju
pertumbuhan berkelanjutan. Meningkatkan kualitas belanja menjadi sangat penting, dengan
subsidi energi masih cukup besar terhadap pengeluaran pemerintah. Dalam situasi yang penuh
ketidakpastian global dan sentimen investor yang rapuh, mempertahankan kerangka kebijakan
reformasi yang konsisten juga akan menjadi penting, terutama dalam menghadapi pemilu 2014
yang sudah mendekati.
Selain menampilkan pembaruan ekonomi dan outlook, Triwulanan Perekonomian Indonesia
edisi ini meliputi analisa khusus dari tren ekspor manufaktur Indonesia, dan gambaran terhadap
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013. Edisi ini juga mencakup
analisis Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang baru disetujui dan melihat tren terakhir
terhadap belanja pegawai pemerintah.

Pemerintah optimistis produk domestik bruto (PDB) Indonesia dapat mencapai US$ 1 triliun
pada 2013. Syaratnya mudah, perekonomian Indonesia harus dijaga stabil seperti saat ini.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan,
pada 2011 PDB Indonesia telah mencapai US$8 40 miliar. Menurut Armida, untuk mencapai
PDB US$1 triliun, pertumbuhan ekonomi pada 2013 minimal 6 persen. Armida mengharapkan
pertumbuhan ekonomi bisa 7 persen.
Dengan capaian tersebut, tentunya Indonesia masih bisa bertahan sebagai negara G-20.
Menurut Armida, negara dengan ekonomi US$ 1 triliun tidak banyak. Armida juga mengklaim
peningkatan ukuran ekonomi Indonesia, akan diiringi dengan terus meningkatnya kesejahteraan
masyarakat. Seperti diketahui, pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan
mencapai 6,8 - 7,2 persen pada 2013. Sedangkan tahun ini pertumbuhan ekonomi ditargetkan
akan mencapai 6,5 persen.
Geliat investasi dan konsumsi domestik yang masih terjaga di tengah koreksi ekspor mampu
menyokong pertumbuhan ekonomi di level 6,4 persen pada kuartal II/2012.
Pencapaian tersebut dinilai sebagai berita baik ketika sebagian besar negara justru mencatat
koreksi pertumbuhan, setelah imbas krisis utang Eropa ikut menekan ekspor, investasi, dan
mengikis daya beli konsumen di setiap negara. Badan Pusat Statistik (BPS)
melaporkan pencapaian angka pertumbuhan itu ditopang derasnya impor yang menggerakkan
industri pengolahan dan perdagangan domestik.
Kepala BPS Suryamin mengungkapkan volume impor yang cukup deras dari sisi konsumsi
menyebabkan industri pengolahan bergerak dan meningkatkan sektor perdagangan domestik.
Gambaran umum nya, telah terjadi impor yang cukup besar sehingga perdagangan dalam negeri
meningkat, ujarnya dalam Konferensi Pers Pertumbuhan Ekonomi di Jakarta, Senin (6/8).
Berdasarkan data BPS, struktur produk domestik bruto (PDB) pada 3 bulan kedua tahun ini
didominasi oleh sektor industri pengolahan dengan kontribusi mencapai 23,5 persen, sektor
pertanian senilai 14,8 persen, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 13,8
persen. Tiga sektor yang mengalami pertumbuhan tahunan tertinggi yakni sektor pengangkutan
dan komunikasi sebesar 10,1 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,9 persen, dan
sektor konstruksi 7,3 persen.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi pada semester I/2012 tumbuh sebesar 6,3persen
dibandingkan dengan periode yang sama pada 2011. Capaian pertumbuhan itu juga sejalan
dengan peningkatan indeks tendensi bisnis dan indeks tendensi konsumenindikator
perkembangan ekonomi dari survei BPS, yang masing-masing naik menjadi 104,22 dan 108,77
pada kuartal II/2012. Hal ini berarti tingkat optimisme pelaku bisnis dan kondisi ekonomi
konsumen pada periode AprilJuni relatif lebih baik dibandingkan dengan 3 bulan sebelumnya.

Di tahun 2012 ini, Laju inflasi Agustus 2012 diproyeksi menjadi puncak inflasi tahun ini.
yakni berada pada kisaran 0,7 persen-0,91 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month to
month).
Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia Ryan Kiryanto menuturkan hari raya Idul Fitri yang
jatuh pada pertengahan Agustus mendorong kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan Lebaran.
Akibatnya tingkat inflasi bulanan yang terbentuk berada pada kisaran 0,7 persen.
Selain kelompok sembako, kata Ryan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR),
transportasi, dan telekomunikasi turut mendorong inflasi pada Agustus 2012.
Menurut Ryan, Agustus akan jadi puncak inflasi, lalu di bulan-bulan berikutnya akan
cenderung melandai. Setelah melandai paska Agustus, inflasi akan kembali melonjak pada
Desember 2012 seiring perayaan Natal dan tahun baru. Sementara itu, kontribusi inflasi
Desember terhadap inflasi tahunan, diproyeksi Ryan sama seperti inflasi Agustus.
Adapun proyeksi inflasi sampai dengan akhir tahun, lanjutnya, akan berada pada kisaran
4,7 persen--4,9 persen. Sehingga BI rate diperkirakan akan bertahan di 5,75persen hingga akhir
tahun (msb).
Sedangkan untuk Jepang, kabinet pemerintahan Jepang merilis laporan awal mengenai
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negaranya pada kuartal pertama tahun 2012.
Berdasarkan laporan tersebut, Jepang meraih pertumbuhan PDB sebesar 4,1persen dibanding
tahun sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, PDB Jepang pada Q1 2012 tercatat
mengalami pertumbuhan sebesar 1 persen. Dengan demikian, negara tersebut telah berhasil
meraih pertumbuhan PDB yang positif selama 3 kuartal berturut-turut.
Menurut pemerintah Jepang, penyebab utama meningkatnya PDB pada kuartal lalu adalah
kuatnya konsumsi dalam negeri dan melonjaknya kegiatan rekonstruksi pasca bencana gempa
dan tsunami yang dialami Jepang pada tanggal 11 Maret tahun lalu.
Konsumsi dalam negeri tercatat meningkat sebesar 1,1persen dibanding tahun sebelumnya.
Sektor tersebut telah mencakup sekitar 60 persen dari total PDB Jepang pada kuartal pertama
tahun ini. Sementara itu, investasi umum yang disokong oleh kuatnya permintaan konstruksi
melonjak sebesar 5,4 persen.
Jepang mulai bangkit dari keterpurukan akibat bencana gempa dan tsunami, kekurangan
pasokan energi, serta lonjakan nilai tukar yen yang terjadi tahun lalu. Faktor-faktor tersebut telah
menyebabkan PDB Jepang menyusut sebesar 0,1 persen di tahun fiskal 2011.

Namun ada pula yang mengatkan bahwa perekonomian Jepang mengalami kontraksi pada
kuartal III 2012. Bahkan penurunan kontraksi yang terjadi merupakan yang tercepat sejak gempa
bumi yang terjadi sejak tahun lalu.
Berdasarkan data yang dirilis Cabinet Office Jepang, Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang
turun 3,5 persen pada periode tiga bulan yang berakhir September. Sementara, hasil survei
Bloomberg menunjukkan penurunan sebesar 3,4 persen.
Yoshimasa Maruyama, chief economist Itochu Corp di Tokyo. Menjelaskan bahwa data
September lalu menunjukkan penurunan yang dalam. Tak banyak yang menyangkal bahwa saat
ini ekonomi Jepang jatuh ke jurang resesi. Pasca data ini dirilis, yen kembali menguat atas dollar
AS. Pada pukul 09.01 waktu Tokyo, yen menguat 0,1 persen menjadi 79,44 per dollar AS.
Adanya hal tersebut menyebabkan Saham Asia jatuh, dengan indeks patokan regional menuju
penutupan terendah dalam sebulan, setelah data ekonomi Jepang menyusut pada laju tercepat
sejak gempa tahun lalu, membayangi percepatan data ekspor Cina.
Indeks MSCI Asia Pacific melemah sebanyak 0,2 persen menjadi 121 per 10:54 di Tokyo.
Sekitar tiga saham turun untuk setiap dua saham yang naik. Indeks naik sebanyak 11 persen
sejak 9 November dari level rendah tahun ini pada 4 Juni ketika bank sentral menambah stimulus
untuk memacu pertumbuhan dan data ekonomi Cina menunjukkan perlambatan.
Indeks Jepang Nikkei 225 Stock Average kehilangan 0,6 persen karena sebuah laporan
ekonomi menunjukkan bahwa data produk domestik bruto menyusut 3,5 persen dalam tiga bulan
hingga September. Median estimasi 23 analis dalam survei Bloomberg News adalah kontraksi
3,4 persen untuk data tersebut. Para ekonom meramalkan terjadi kontraksi kuartal berturut-turut
sampai Desember, memenuhi perkiraan resesi.
Lee Hardman, ahli Strategi Mata Uang di Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ telah menyoroti
upaya baru oleh unsur-unsur dari kelas politik Jepang untuk terfokus pada target inflasi sebelum
pemilu mendatang.
Seiji Maehara, Menteri Ekonomi baru di Jepang telah berjanji untuk lebih dekat mengawasi
BoJ untuk memastikan bahwa BoJ memenuhi target inflasi 1,0persen menambahkan bahwa
pembelian obligasi asing dapat membuktikan alat yang ampuh untuk pelonggaran. Menteri
Keuangan baru Koriki Jojima bagaimanapun, ditampilkan kurang antusias menyatakan bahwa itu
adalah masalah yang memerlukan penanganan hati-hati dan pertimbangan.
Hardman mencatat bahwa dampak Yen dari komentar tersebut telah terbukti sederhana sejauh
DPJ tidak diharapkan untuk tetap berkuasa lebih lama lagi. Namun ia masih berharap untuk

melihat langkah tekanan politik yang lebih besar di BoJ untuk menerapkan pelonggaran moneter
yang kemungkinan akan melemahkan Yen.
Di lain pihak, pada bulan Agustus 2012 Ekonomi Jepang bertumbuh 0.3 persen di bulan April
Juni di bandingkan dengan kwartal sebelumnya. Data sebelumnya yang ditunjukkan pada hari
Senin, menandai penurunan ekonomi dari Januari Maret karena kehilanganmomentum dalam
menaikkan pengeluaran konsumer dan karena krisis hutang Eropa membebani permintaan
terhadap export. Sekalipun demikian, perkembangannya kurang dari 0.6 persen sebagaimana
yang diperkirakan dalam polling yang dilakukan Reuter. Pertumbuhan angka GDP Jepang yang
di setahun kan adalah 1.4 persen, lebih rendah dari perkiraan tengah sebesar 2.5 persen dan
masih lebih rendah dari pertumbuhan yang di setahunkan di Amerika Serikat dalam setahun di
kwartal yang sama sebesar 1.5 persen. Konsumsi pribadi yang memegang peranan 60 persen dari
perekonomian hanya bertumbuh 0.1 persen dibandingkan dengan perkiraan tengah pertumbuhan
sebesar 0.3 persen.

Anda mungkin juga menyukai