majalah Tempo
Pemimpin Redaksi Majalah
Raditya
Moderator : Putu Kusuma
(seolah-olah Tuhan itu maha pemarah). Tapi yang paling ditakuti di desa
Fanatik buta pada ajaran agama itu tidak baik. Sampai-sampai ada
orang
Islam yang tidak mau makan ayam di rumah warga Hindu, alasannya haram
karena saat memotongnya tidak membaca doa Islam. Seolah-olah Tuhan itu
banyak. Ada Tuhan Islam, Tuhan Hindu, Tuhan Kristen dan lain-lain.
Menurut
Nurcholis Madjid (Cak Nur), kehidupan beragama di Indonesia saat ini
sedang
mengalami puber. Anak-anak sekolah tertentu sejak kecil telah di
ajarkan
untuk tidak mengucapkan selamat hari raya pada orang yang beragama
berbeda.
Hindu di anggap sebagai agama yang memuja batu, padahal orang Islam
juga
berkiblat ke Kakbah yang terbuat dari batu, bahkan memuliakan Hajjar
Aswad.
Kalau ini terus di pertentangkan, tentu tidak akan ada habis-habisnya.
Kita
harus bisa mencari persamaan dan jangan terlalu menonjolkan perbedaan.
Kita
harus mendewasakan diri dalam beragama.
pembangunan Mesjid dan Gereja di Bali sangat mudah. Tapi biarlah yang
sudah
terjadi. Kita harus mencari sebanyak mungkin persamaan dan jangan
menonjolkan perbedaan yang ada di permukaan. Contoh yang ada di Anand
Krishna Center adalah adanya Doa bergilir, bukan doa bersama. Hal ini
co***
dengan semangat Komunitas Utan Kayu, binaan majalah Tempo. Kita harus
pintar bergaul, dan sering melakukan instrospeksi. Orang Hindu di Bali
juga
ada yang sedang memasuki masa puber dalam beragama. Contohnya orang
bikin
film belum jadi sudah di protes. Tulisan/gambar Omkara di
sampul novel di larang. Kadang munafik juga. Ketika Raditya membuat
kaos
bergambar Omkara, malah tidak ada yang protes. Padahal apa bedanya ?
membicarakan hal ini secara lebih mendalam, AKC di undang untuk datang
ke
Asram Manikgeni di desa Pujungan, Pupuan, Tabanan. Asram di sana memang
menyumbang kursi, buku, dana dan lain-lain. Diresmikan tahun 1995 saat
diberikan oleh pak Putu Setia untuk gerakan NIM lebih lanjut.
· Putu Setia : Pariwisata akan di anggap sebagai
pendistorsi atau pembangun budaya Bali tergantung orang Bali sendiri
dalam
menyikapinya. Eksesnya contoh di Gianyar yang penduduknya kaya-raya
setelah
industri pariwisata berkembang pesat. Pariwisata telah memajukan seni
budaya Bali, baik seni ukir, lukisan, tari dan lain-lain. Tapi kita
juga
harus mewaspadai ekses negatifnya. Sekarang seharusnya kita kembali ke
pariwisata budaya (ide awalnya dari Pak Ida Bagus Mantra). Investor di
Bali
tidak usah membangun obyek wisata, karena semua sudah ada. Investor
hanya
tinggal membangun prasarana seperti hotel dan jalan ke obyek wisata.
Yang
ada sekarang adalah ketidak adilan dalam pembagian uang antar
kabupaten.
Kabupaten Badung yang sudah kaya karena pajak hotel dan restorannya,
enggan
membagi secara adil keuntungannya dengan kabupaten lain yang kaya obyek
jangan di komersialkan.
Dengan adanya bom Bali, kita seharusnya merenung. Secara ilmiah bom
Bali
memang pekerjaan Amrozi dan teman-temannya. Dari sisi religius bom Bali
Mengenai ajeg Bali tidak jelas, tidak tahu persis apa maknanya. Yang
ada
dan abadi adalah perubahan, dari jaman dulu. Ajeg Bali itu startnya
dari
mana. Daripada ajeg Bali, lebih setuju Ajeg Hindu sekalian. Padahal
sebenarnya tidak usah ada ajeg-ajeg itu. Nanti keterusan ada ajeg
Islam,
ajeg Kristen dan lain-lain. Tujuan kita seharusnya menjadikan pulau
Bali
yang dapat terus mempertahankan budaya adiluhung sebatas kemampuan dan
perlu ada kesepakatan sejak awal. Lestarikan budaya yang luhur dan
tinggalkan budaya yang tidak sesuai dengan jaman sekarang.
saja satu organisasi menyumbang dana, LSM yang lain menyumbang tenaga,
dan
lain-lain. Yang penting ada kerjasama yang baik.
luhur yang tertanam di Bali. Contoh gotong royong. Ini bukan hanya
sekedar
membangun rumah, ngayah, ke sawah dan lain-lain. Padahal inti gotong
royong
sangat dalam. Contohnya teman-teman yang berkumpul disini, di AK center
ini. Semua tanpa modal, tapi dengan gotong royong yang baik, akhirnya
bisa
berdiri bangunan yang seperti sekarang. Gotong royong bisa di
aktualisasikan dalam jaman sekarang. Ini adalah nilai yang luhur
sekali.
Intinya sangat dalam, tetapi saat ini kita hanya terjebak di permukaan,
karena kita hanya menerima warisan yang kolot. Gali lagi dan selami
intinya, kembangkan kreasi, sesuaikan dengan jaman sekarang. Menuju
Indonesia Baru, jati diri kita harus diperluas. Jati diri kita adalah
Bhinneka Tunggal Ika. Renungkan lagi dan terapkan dalam kehidupan
sehari-hari, di keluarga, lingkungan, masyarakat dan negara.
yang baru. Kita jangan sampai keluar dari semangat tersebut. Kita bisa
mulai dari lingkungan terkecil kita, yaitu kita dan keluarga kita. Kita
harus selalu bertanya apa yang dapat kita lakukan saat ini. Budaya
adiluhung harus selalu dipertahankan. Lepaskan tradisi yang tidak
sesuai
dengan jaman. Merevitalisasi budaya Bali harus dimulai dari lingkungan
yang
terkecil. Yang mencintai kesatuan Indonesia harus terus mengumandangkan
hal
tersebut. SAATNYA KITA BERSUARA.
Acara dilanjutkan dengan lagu2 kebangsaan yang dibawakan oleh The
Torchbearers dan ditutup sebuah role play yang bertemakan kebangsaan
yang
mengundang tawa teman2 yang hadir pada saat itu.
Namaste
Hardita
Sumber:
http://groups.yahoo.com/group/anandkrishna/