Anda di halaman 1dari 3

Di negeri ini, terdapat begitu banyak suku yang tersebar seantero nusantara, tercatat suku Jawa

merupakan yang terbanyak, diikuti sunda, dan batak. Begitupun tentang kepercayaan, agama. Ada
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, ataupun Konghucu, bahkan lebih dari itu. Begitu banyak kelompok-
kelompok yang ada di negeri ini jika harus disebutkan satu-persatu. Namun, kelompok-kelompok ini
semua sepakat menamakan diri mereka sebagai Indonesia. Inilah Indonesia dengan keberagaman
masyarakatnya. Berbicara keberagaman, tak jauh dari membahas tentang toleransi. Toleransi
merupakan suatu sikap menghormati dan menghargai antarkelompok atau antar induvidu dalam lingkup
bermasyarakat. Dengan kata kunci menghormati dan menghargai. Yaitu menghormati keyakinan orang
lain dan mengahargai pendapat dan kepercayaan. Lebih jauh lagi, pahlawan terdahulu sepakat untuk
menjunjung bhineka tunggal ika, dan tidak mempermasalahkan perbedaan.

Namun, hal itu tercoreng dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa kasus benar-benar
mencederai nilai persatuan. Yang terbaru dan ramai diperbincangkan masyarakat media sosial, dimana
ada warga Khatolik yang meninggal di Yogyakarta hendak di makamkan, kemudian datang sekelompok
orang melarang memasang salib diatas makam tersebut. Tidak sampai disitu, sekelompok orang
tersebut akhirnya memotong salib dengan gergaji, hal ini tentu mencederai betul nilai persatuan,
bahkan membuat jelek satu agama yang dibawa sekelompok orang tersebut. Begitupun di Medan,
barangkali ini merupakan hal yang sudah biasa kita dengar dan kita baca, tapi tidak bagi seorang teman
asal Bandung yang main ke Medan beberapa waktu lalu. Teman tersebut merasa heran dengan tulisan
“Menerima Kost Wanita Muslim”, hal biasa bagi kita, bahkan kita dapat memberikan alasannya. Biarpun
alasan itu tentu mengarah ke diskriminasi dan membuat satu kelompok agama mendapat label
“Intoleransi”.

Medan menjadi kota yang terlihat sangat intoleransi. Benar, di kota ini, memliki tingkat toleransi
yang sangat rendah. Hal ini terlihat dari data yang dihimpun oleh Beritagar.id hasil rujukan dari Siaran
pers Setara Institute Jakarta, Kota Medan menempati posisi ke-86 Kota paling toleransi se-Indonesia.
Suatu hal yang mengiris hati, padahal di Medan tidak pernah terjadi gesekan antar beragama,
sepertinya. Berbicara intoleransi, sedikit banyaknya pasti mengarah kepada agama mayoritas, karena
logikanya memang seperti itu, mayoritas pasti menindas minoritas. Tapi nyatanya, tidaklah begitu, bisa
dipastikan pelaku-pelaku bisa saja oknum-oknum yang mengatasnamakan kelompok mayoritas demi
kepentingan pribadi atau golongan. Sifat kebanyakan masyarakat Indonesia juga kerap menjadi
penyebab terjadinya perselisihan, karena masyarakat kita yang begitu mudah diprovokasi dengan isu
agama. Tidak salah, dan harus seperti itu, ketika keyakinan kita diusik, wajar bagi kita untuk membela
kepercayaan sekuat tenaga. Namun, sekali lagi, jangan mudah untuk terprovokasi agar tidak merugikan
pihak-pihak lain. Lebih jauh lagi, tidak mungkin ada agama yang mengajarkan untuk intoleransi dengan
agama atau kepercayaan lain.

Belakangan, bahkan setiap memasuki akhir tahun, kerap terjadi perdebatan-perdebatan tentang
orang islam yang tidak diperbolehkan mengucapkan “selamat natal” kepada orang kristen yang
merayakannya. Alasannya, karena agama islam melarang mengucapkan dan bahkan ikut merayakan
natal. Terjadi lagi, islam mendapat label agama yang tidak memiliki rasa saling hormat menghormati.
Suatu kekeliruan apabila mengatakan bahwa islam adalah agama yang tidak memilki rasa hormat
kepada agama dan kepercayaan lain.
Scene 2. (Menanggapi Intoleransi)

Menurut saya pribadi, Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi,
bagaimana mungkin begitu banyak etnis yang ada di Indonesia bisa hidup berdampingan hingga saat ini.
Namun sangat disayangkan, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi cukup banyak kasus intoleransi,
menurut saya pribadi, hal ini terjadi karena 2 hal. Yang pertama karena disebabkan oleh oknum-oknum
yang sengaja melakukannya untuk mempengaruhi masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau
kelompok, dalam hal ini dapat dikatakan kepentingan politik. Yang kedua, karena terprovokasi, orang
Indonesia cenderung mudah terprovokasi apabila dikaitkan dengan kepercayaan atau agama, yang lagi-
lagi menjadi celah oknum-oknum ini masuk untuk mempengaruhi masyarakat. Karena tidak mungkin
intoleransi itu terjadi karena ajaran satu agama atau sata suku.

Scene 3. (Menciptakan lingkungan yang toleran)

Menurut saya pribadi, bukan menciptakan lingkungan yang toleran, karena Indonesia merupakan negara
yang toleransinya tak perlu diragukan, contohnya, ketika hari Raya nyepi di Bali, masyarakat diluar
agama hindu mengahargai hari raya nyepi dengan ikut menghentikan segala aktivitas, hal ini
menyebabkan jalanan di Bali menjadi lengang, walaupun saya hanya melihatnya dari televisi, tapi saya
bangga dengan toleransi yang ada disana. Begitupun ketika mesjid dan gereja yang bersebelahan, ketika
hari Raya idul Fitri, Jamaat gereja membentuk barisan guna memastikan berlangsungnya sholat ied
dengan aman, Begitupun sebaliknya, ketika Natal, jamaah mesjid pun ikut mengamankan daerah sekitar
gereja. Jadi bukan menciptakan, tapi mencegah terjadinya intoleran itu. Dengan cara intropeksi
terhadap diri sendiri terlebih dahulu, dengan tidak mudah terprovokasi dengan hal-hal yang berbau
SARA, harus lebih bijak dalam mencari sumber berita yang terverifikasi.

Scene 4. (Teman mendapatkan kekerasan)

Sungguh sangat disayangkan apabila hal ini terjadi hanya karena perbedaan kepercayaan. Padahal setiap
kepercayaan pasti mengajarkan tentang berbuat baik pada sesama. Lebih jauh lagi, kepercayaan adalah
pilihan pribadi setiap orang, sehingga orang lain tidak berhak mencampuri hal ini. Tentu saya akan
menetang keras hal ini jika memang masalah utamanya karena agama.

Scene 5.

Pada intinya, negeri ini berdiri tegak hingga saat ini karena pemuda yang Cinta akan Indonesia. Bukan
hanya pemuda yang berasal dari suku A, atau agama B, atau golongan C. Karena perbedaan itu akan
terlihat lebih indah jika dia menjadi satu, layaknya sebuah pelangi yang nampak indah karena memiliki
banyak warna, bukan satu warna.

Anda mungkin juga menyukai